Proposal PTK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKUKAN PENJUMLAHAN BILANGAN BULAT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH SISWA KELAS 1 SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SDN PENINGGILAN I KECAMATAN CILEDUG KOTA TANGERANG BANTEN



PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan



Oleh : SURYANI



PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD) SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN KUSUMA NEGARA



2



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mememiliki peran penting dalam membangun suatu bangsa. Dalam penyelenggaraannya di sekolah, proses pendidikan melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik yang diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar. Melalui kegiatan pembelajaran berbagai potensi siswa dilatih dan dikembangkan sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif permanen. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, kegiatan pembelajaran perlu dirancang dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Guru sebagai desainer pembelajaran harus mampu merancang suatu pengalaman belajar bagi siswanya agar mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui strategi, metode dan teknik yang tepat, menjadikan siswa mudah menguasai sejumlah kompetensi yang ditetapkan. Ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu mengacu pada standar isi. Masing-masing materi pelajaran memiliki ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik. Dalam struktur kurikulum KTSP Sekolah Dasar terdapat 9-10 mata pelajaran. Ada mata pelajaran muatan inti yang wajib diberikan di setiap sekolah seluruh Indonesia, ada juga mata pelajaran muatan lokal yang dapat berbeda antara satu sekolah dan daerah



3



yang lain. Salah satu mata pelajaran yang termasuk muatan inti adalah matematika. Matematikan merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum sekolah dasar yang diberikan mulai dari kelas 1. Pelajaran matematika memiliki peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir siswa. Pemberian pelajaran matematika sejak sekolah dasar bertujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Matematika menjadi dasar bagi siswa untuk melatih logika berfikir dan keilmiahannya, karena matematik membiasakan dengan pola terstruktur dan sistematis dalam setiap cara pengerjaannya. Matematika menekankan pada hal-hal yang bersifat pasti, tidak dapat dikira-kira dengan perasaan atau insting belaka, sehingga matematika pada hakekatnya menjadi pola pembiasaan bagi anak untuk berfikir secara ilmiah sesuai dengan tahap perkembangannya. Namun sangat disayangkan, kualitas pembelajaran matematika selama ini masih jauh dari yang diharapkan. Dari segi proses, kegiatan pembelajaran matematika masih cenderung pasif. Siswa kurang dilibatkan secara aktif, sehingga dominasi guru masih sangat besar dalam setiap kegiatan pembelajaran melalui metode ceramah dan mendemonstrasikan cara penyelesaian soal-soal. Dalam kegiatan pembelajaran penjumlahan bilangan biasanya siswa diminta untuk menghafalkan kemudian menyetorkan hafalanya kepada guru. Selain itu, selama ini proses pembelajaran matematika terkesan kaku dan menegangkan. Bahkan tidak jarang muncul di benak siswa



4



rasa takut terhadap pelajaran matematika, dan menganggap matematika adalah mata pelajaran yang paling menyebalkan. Dengan adanya persepsi seperti itu, maka banyak mereka yang tidak tertarik untuk mempelajari matematika. Dari segi hasil, prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dalam pelajaran matematika secara umum masih di bawah dari kreteria ketuntasan minimal (KKM). Berdasarkan data yang didapat, hasil belajar matematika siswa kelas I SDN Peninggilan I masih relative rendah. Pada Ujian Akhir Semester 1 dan 2 tahun pelajaran 2014/2015 hanya 38 % dari 58 siswa yang mencapai KKM (70). Sedangkan rata-rata nilai yang dicapai siswa pada Ujian Akhir Semester 1 dan 2 tahun pelajaran 2014/2015 sebagaimana dalam tabel berikut: Tabel 1.1 Nilai Rata-rata UAS Semester 1 dan 2 2014/2015 Rata-rata Nilai



Kelas I A



Kelas I B



UAS 1



65,25



60,50



UAS 2



60,80



61,25



Kesulitan yang dialami siswa kelas 1 dalam pembelajaran matematika pada umumnya disebabkan oleh karena kekurangmampuan mereka dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan. Masih banyak mereka yang mengalami kesulitan dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan dua angka, apalagi penjumlahan dengan teknik menyimpan dan pengurangan dengan teknik meminjam.



5



Sebagai tenaga pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran, guru berkewajiban membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru sangat berperan dalam menentukan peningkatan kulaitas pembelajaran, baik secara proses, maupun hasil. Hal tersebut sangat penting, karena upaya meningkatkan hasil belajar tanpa meningkatkan kualitas proses pembelajarannya adalah mustahil. Melalui proses pembelajaran yang baik akan membuahkan hasil belajar yang baik pula. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk diperhatikan bahwa selain guru harus menguasai materi pelajaran, ia juga harus mampu memilih pendekatan, teknik, strategi dan metode pembelajaran yang tepat. Dalam memilih pendekatan, teknik, strategi dan metode pembelajaran, guru juga perlu memperhatikan karakteristik siswa dan materi pelajaran. Dengan demikian guru dapat memberikan pengalaman belajar secara tepat dan efisien kepada siswa, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir dan gaya belajarnya dalam suasana yang menyenangkan. Salah satu cara yang dapat digunakan sebagai alternatif solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan penjumlahan adalah melalui model pembelajaran make a match. Make a match adalah salah satu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara mencari pasangan melalui kartu



pertanyaan dan jawaban yang harus ditemukan dan



didiskusikan oleh pasangan siswa. Model Make a Match ini sangat efektif membantu siswa dalam memahami materi melalui permainan, sehingga dapat menciptakan



proses



pembelajaran



yang



menyenangkan.



Kegiatan



6



pembelajaran dengan model Make a match dipandang cocok dengan karakteristik siswa kelas 1 yang masih menyukai dunia bermain. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul "MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKUKAN



PENJUMLAHAN



BILANGAN



BULAT



MELALUI



MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH SISWA KELAS 1 SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SDN PENINGGILAN I KECAMATAN CILEDUG KOTA TANGERANG BANTEN"



B. Identifikasi Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah di atas, terdapat berbagai masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Masih sangat besarnya dominasi guru dalam setiap kegiatan pembelajaran matematika dengan metode ceramah dan mendemonstrasikan cara penyelesaian soal-soal menjadikan siswa pasif. Oleh karena itu, apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar penjumlahan bilangan bulat? 2. Masih kurangnya diperhatikan karakteristik siswa dan karakteristik materi pelajaran menjadikan model pembelajaran yang digunakan tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, apakan model pembelajaran make a match adalah model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran penjumlahan bilangan bulat di kelas 1 Sekolah Dasar? 3. Sering sekali siswa tidak tertarik memepalajari matematika disebabkan karena kegiatan pembelajarnya yang kurang menyenangkan. Oleh karena



7



itu, apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar penjumlahan bilangan bulat? 4. Masih kurang baiknya kualitas proses pembelajaran menjadikan siswa tidak dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu, apakah penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan penjumlahan bilangan bulat?



C. Pembatasan Masalah Dikarenakan pertimbangan terbatasnya waktu, dana dan teori, agar masalah yang dikaji menjadi lebih mendalam dan terfokus, maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan siswa dalam penelitian ini dibatasi pada upaya meningkatkan kemampuan melakukan penjumlahan bilangan bulat melalui penerapan model pembelajaran Make A Match pada siswa kelas I SDN Peninggilan I Kecamatan Ciledug Kota Tangerang Banten, semester 1 tahun pelajaran 2015/2016 dalam siklus tertentu. 2. Kemampuan melakukan penjumlahan bilangan bulat dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan menjumlahkan bilangan bulat positif 1 sampai 20 yang dicapai siswa pada akhir siklus penerapan model pembelajaran Make A Match.



D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan berbagai macam masalah yang ada, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:



8



“Apakah setelah diterapkannya model pembelajaran Make A Match, kemampuan siswa kelas 1 dalam menjumlahkan bilangan bulat 1 sampai 20 dapat meningkatkan?”



E. Kegunaan Penelitian Dengan diterapkannya model model pembelajaran Make A Match sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa kelas 1 SDN Peninggilan I Kecamatan Ciledug Kota Tangerang Banten dalam menjumlahkan bilangan bulat pada semester 1 tahun pelajaran 2015/2016, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoreitis Dapat memperkaya khasanah kajian ilmiah di bidang pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa khususnya dalam melakukan penjumlahan. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak : a.



Peneliti Sebagai



sarana



untuk



menambah



pengetahuan



dan



pengalaman serta memperbaiki kinerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru di Sekolah Dasar. b.



Sekolah Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga bagi sekolah terhadap faktor-faktor yang



9



mempengaruhi belajar siswa dan upaya-upaya mengatasinya sehingga dapat meningkatkan kemampuannya. c.



Guru pada umumnya Sebagai referensi model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan pebelajaran di kelas guna mencari solusi dalam meningkatkan kompetensi siswa.



d.



Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Sebagai masukan dalam mempersiapkan para calon guru agar dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan penerapan berbagai model pembelajaran.



10



BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN



A. Kajian Pustaka 1.



Hakikat Kemampuan Melakukan Penjumlahan Bilangan Bulat a.



Bilangan Bulat Definisi bilangan menurut Suparmo yang dikutip oleh Putut Sriwasito adalah satuan dalam sistem matematik yang dapat dioperasikan secara matematik.1 Definisi ini memberi pengertian bahwa dalam sistem matematik bilangan merupakan satuan yang dapat digunakan dalam berbagai operasi hitung matematika, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Selain



dapat



dioperasikan



secara



matematik,



secara



operasional bilangan sangat erat dengan kehidupan sehari-hari. Terkait dengan hal tersebut, ST. Negoro, B. Harahap berpendapat bahwa bilangan bukanlah simbol atau lambang dan bukan pula lambang



bilangan.



Bilangan



berfungsi



memberi



keterangan



mengenai banyaknya anggota suatu himpunan.2 Pendapat lain



1



Putut Sriwasito, "Perkalian Biner Bilangan N Digit Dengan 3, 4, 5 dan 6", Jurnal Matematika Vol. 11, No.1, (April 2008), hlm. 38 2 ST. Negoro, B. Harahap, Ensiklopedia Matematika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 32



11



menjelaskan bahwa bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran.3 Dari beberapa pendapat di atas, sesungguhnya bilangan tidak hanya terbatas pada masalah-maslah angka dan pelajaran matematika saja. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhubungan dengan bilangan. Agar dapat mengungkapkan gagasan yang bersifat kuantitatif, kita membutuhkan bilangan. Dengan bilangan kita dapat menyatakan hasil dari pencacahan dan pengukuran secara jelas dan prediktif. Sebagai contoh, ketika seseorang menyatakan jumlah suatu benda, tanpa menggunakan bilangan ia hanya dapat menyatakan bahwa jumlah benda tersebut banyak ataupun sedikit. Dengan bilangan, ia dapat menyatakan banyak sedikitnya jumlah benda tersebut secara jelas dengan satuan, seperti 5 buah, 30 buah dan sebagainya. Ada berbagai jenis bilangan yang kita kenal, salah satunya adalah bilangan bulat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bilangan bulat diartikan sebagai bilangan utuh, yakni bilangan yang bukan pecahan seperti 1,2,3 dan seterusnya.4 Pendapat ini memberi pengertian bahwa semua bilangan yang berbentuk pecahan baik desimal, pecahan biasa maupun pecahan campuran tidak dapat dikatakan bilangan bulat.



3



Wikipedia, Bilangan, http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan, diakses 9 Juni 2015 pukul 07.00 WIB 4 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 201



12



Lebih spesifik lagi, Suparmin, dkk menjelaskan bahwa bilangan bulat adalah kumpulan bilangan bukan pecahan yang terdiri dari bilangan bulat negative, nol (0), dan bilangan bulat positif.5 Gatot Muhsetyo menjelaskan bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri terdiri dari bilangan cacah positif dan negatif serta nol.6 Pendapan lain dikemukakan oleh St Negoro dan B Harahap, yang dimaksud dengan bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan asli atau bilangan bulat positif, bilangan nol, dan lawan bilangan asli atau bilangan bulat negatif.7 Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan bilangan bulat adalah bilangan yang tidak berbentuk pecahan, terdiri dari bilangan cacah positif dan bilangan cacah negatif serta bilangan nol.



b. Penjumlahan Bilangan Bulat Penjumlahan merupakan salah satu operasi hitung bilangan bulat. Secara bahasa, penjumlahan adalah proses, perbuatan, cara menjumlahkan.



Sedangkan



menjumlahkan



sendiri



berarti



menghitung berapa banyaknya sesuatu yang dikumpulkan menjadi satu.8 Penjumlahan adalah salah satu



operasi



aritmetika dasar.



Perjumlahan merupakan penambahan sekelompok bilangan atau



5



Suparmin, dkk, Matematika Kreatif untuk SMP Kelas VII, (Surakarta: Mediatama, 2011), hlm. 2 Gatot Muhsetyo, dkk. Pembelajaran Matematika SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), hlm. 311 7 ST. Negoro, B. Harahap, op. cit., hlm. 41 8 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., hlm. 368 6



13



lebih menjadi suatu bilangan yang merupakan jumlah.9 Definisi di atas memberikan pengertian bahwa yang dimaksud penjumlahan adalah proses atau cara menghitung banyaknya sesuatu yang ditambahkan atau dikumpulkan menjadi satu. Lebih lanjut lagi, dijelaskan bahwa terdapat 5 (lima) sifat penjumlahan pada bilangan bulat, yaitu: sifat tertutup, sifat pertukaran (komutatif), sifat pengelompokkan (asosiatif), sifat adanya unsur identitas, dan sifat adanya invers.10 1) Sifat tertutup Sifat tertutup dalam penjumlahan bilangan bulat artinya adalah bahwa setiap jumlah dua bilangan bulat merupakan bilangan bulat lagi. Artinya jika a dan b adalah bilangan bulat, maka a + b hasilnya juga bilangan bulat. 2) Sifat pertukaran (komutatif) Yang dimaksud dengan sifat pertukaran (komutatif) adalah jumlah dua bilangan bulat hasilnya akan tetap walaupun letak kedua bilangan itu dipertukarkan. Jika a dan b adalah bilangan bulat, maka a + b = b + a. 3) Sifat pengelompokkan (asosiatif) Sifat pengelompokkan (asosiatif) adalah penjumlahan tiga



buah



bilangan



bulat



hasilnya



akan



sama



bila



pengelompokkan pada penjumlahan itu dipertukarkan. Artinya



9



Wikipedia, Penjumlahan, http://id.wikipedia.org/wiki/Perjumlahan, diakses 10 Juni 2015 pukul 19.53 WIB 10 Gatot Muhsetyo dkk, Pembelajaran Matematika SD, (Jakarta, Unuversitas Terbuka, 2007), hlm. 327



14



jika a, b , dan c adalah bilangan bulat, maka (a + b) + c = a + (b + c). 4) Sifat adanya unsur identitas Sifat adanya unsur identitas maksudnya adalah bila bilangan bulat ditambah dengan suatu bilangan atau bila suatu bilangan ditambah dengan bilangan bulat yang dimaksud, hasilnya tidak berubah. Dalam penjumlahan bilangan bulat unsur identitas adalah nol (0). Artinya ada bilangan bulat 0 yang bersifat a + 0 = 0 + a = a untuk semua bilangan bulat a. 5) sifat adanya invers. Yang dimaksud dengan sifat adanya invers adalah setiap bilangan bulat (kecuali 0) dapat dipasangkan dengan bilangan bulat yang lain sedemikian sehingga jumlah pasangan itu adalah nol (0). Artinya setiap bilangan bulat a ada bilangan bulat b sehingga a + b = b + a = 0. Bilangan b ini disebut invers atau lawan dari a dan biasanya dilambangkan dengan lambang (– a) atau bilangan bulat negatif. Operasi penjumlahan bilangan bulat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar diajarkan mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 Sekolah Dasar. Pembelajarannya dilakukan secara bertahap mulai dari paling sederhana sampai pada yang lebih kompleks. Di kelas 1 Sekolah Dasar, penjumlahan bilangan bulat baru terbatas pada penjumlahan bilangan bulat positif dua angka



15



(puluhan) dengan sifat operasi pertukaran dan pengelompokan. Sedangkan di kelas 2 Sekolah dasar, penjumlahan bilangan bulat terbatas pada penjumlahan bilangan bulat positif tiga angka (ratusan). Secara lengkap materi penjumlahan di kelas 1 Sekolah Dasar, tercakup dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pelajaran Matematika Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berikut ini:



Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas I SD Semester 1 Standar Kompetensi



Kompetensi Dasar



Bilangan 1. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20



1.1 Membilang banyak benda 1.2 Mengurutkan banyak benda 1.3 Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 1.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan sampai 20



Geometri dan Pengukuran 2. Menggunakan pengukuran waktu dan panjang



2.1 Menentukan waktu (pagi, siang, malam), hari, dan jam (secara bulat) 2.2 Menentukan lama suatu kejadian berlangsung 2.3 Mengenal panjang suatu benda melalui kalimat sehari-hari (pendek, panjang) dan membandingkannya 2.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu dan panjang



16



Standar Kompetensi



Kompetensi Dasar



3. Mengenal beberapa bangun ruang



3.1 Mengelompokkan berbagai bangun ruang sederhana (balok, prisma, tabung, bola, dan kerucut) 3.2 Menentukan urutan benda-benda ruang yang sejenis menurut besarnya



Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas I SD Semester 2 Standar kompetensi



Kompetensi Dasar



Bilangan 4. Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah



4.1 Membilang banyak benda 4.2 Mengurutkan banyak benda 4.3 Menentukan nilai tempat puluhan dan satuan 4.4 Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka 4.5 Menggunakan sifat operasi pertukaran dan pengelompokan 4.6 Menyelesaikan masalah yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka



Geometri dan Pengukuran 5. Menggunakan pengukuran berat



6. Mengenal bangun datar sederhana



5.1 Membandingkan berat benda (ringan, berat) 5.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan berat benda 6.1 Mengenal segitiga, segi empat, dan lingkaran 6.2 Mengelompokkan bangun datar menurut bentuknya



17



Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulakan bahwa yang dimaksud dengan penjumlahan bilangan bulat adalah proses atau cara penambahan sekelompok bilangan bulat atau lebih menjadi suatu bilangan bulat yang merupakan operasi aritmetika dasar yang memiliki sifat-sifat penjumlahan tertutup, pertukaran (komutatif), pengelompokkan (asosiatif), sifat adanya unsur identitas, dan sifat adanya invers.



c.



Kemampuan Melakukan Penjumlahan Bilangan Bulat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan bearasal dari kata mampu yang berarti bisa atau dapat, kemudian mendapat awalan ke- dan akhiran -an, yang selanjutnya menjadi kata kemampuan mempunyai arti menguasai.11 Menurut Poerwadarminta, mampu



artinya



kuasa



(bisa,



sanggup)



melakukan



sesuatu,



sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan, kekuatan.12 Dari definisi ini, secara sederhana dapat diartikan bahwa kemampuan adalah kecakapan, kekuatan atau penguasaan yang dimiliki seseorang sehingga ia dapat melakukan sesuatu. Kemampuan yang dimiliki siswa setelah proses pembelajaran disebut juga dengan hasil belajar. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Sudjana bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman



11



Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., hlm. 909 Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 742 12



18



belajarnya.13 Dalam pengertian lain dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulakan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan melakukan penjumlahan bilangan bulat adalah kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah melaksanakan proses pembelajaran tentang proses atau cara penambahan bilangan bulat yang meliputi sifat penjumlahan tertutup,



sifat



pertukaran



(komutatif),



sifat



pengelompokkan



(asosiatif), sifat adanya unsur identitas, dan sifat adanya invers.



2.



Hakikat Model Pembelajaran Make A Match a.



Model Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.14 Berdasarkan pengertian tersebut, sebuah model pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai polapola pembelajaran yang akan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan atau proses pembelajaran. Sebagai sebuah acuan, sebuah model haruslah berbentuk aturan-aturan atau rambu-rambu ataupun ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman dan harus diikuti.



13



Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya, 2010), hlm. 22 14 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., hlm. 932



19



Menurut Agus Suprijono, model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan



belajar.15 Selaras dengan pendapat di atas, Soekamto



mengemukakan dalam kutipan Iif Khoiru Ahmadi, bahwa model pembelajaran



adalah



kerangka



konseptual



yang



melukiskan



prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar



untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi



sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.16 Berdeda dengan pendapat di atas, Kokom Komulasari mendefinisikan model pembelajaran sebagai bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.17 merupakan



bungkus



Dengan kata lain, model pembelajaran atau



bingkai



dari



penerapan



suatu



pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran dari awal samapai akhir proses pembelajaran. Sebagai kerangka pembelajaran yang menggambarkan proses pembelajaran dari awal samapai akhir, model



pembelajaran



memiliki ciri-ciri sebagai berikut:



15



Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 54-55 16 Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, Paikem Gembrot, (Jakarta:PT. Prestasi Pustakrya, 2011), hal. 8 17 Kokom Komulasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hal. 57



20



1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model



berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan



proses berpikir induktif 3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pembelajaran 4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (Syntax); (2) adanya prinsipprinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 5) Memiliki



dampak



pembelajaran.



sebagai



Dampak



akibat



terapan



tersebut meliputi:



(1)



model Dampak



pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model 7) pembelajaran yang dipilihnya.18 Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa model pembelajaran adalah suatu desain kerangka pembelajaran yang disusun berdasarkan teori untuk melukiskan tahapan kegiatan 18



Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 136



21



pembelajaran yang sistematis dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan dapat digunakan sebagai pedoman bagi guru untuk perencanaan



pengajaran



dalam



melaksanakan



aktivitas



pembelajaran.



b. Model Pembelajaran Make A Match Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dalam Model Pembelajaran Kooperatif. Dalam pemberlajaran kooperatif, siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran secara berkelompok sehingga dapat saling beinteraksi dan berpartisipasi aktif. Menurut Suyatno, Model Pembelajaran Make And Match didasarkan pada prinsip-prinsip: 1) anak belajar melalui berbuat; 2) anak belajar melalui panca indera; 3) anak belajar melalui bahasa; 4) anak belajar melalui bergerak19 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).



Model Pembelajaran



Make A Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu.20 Anita Lie menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make A Match merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk



19



Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana Pustaka, 2009), hlm. 102 20 Aziz, W. A., Metode dan Model-Model Mengajar IPS, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 59



22



bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.21 Adapun Tahapan atau fase (sintaks) pembelajaran model Make A Match tidak jauh berbeda dengan model pembelajaran kooperatif pada umumnya. Hanya saja bentuk kerja sama dalam kelompok dan media pembelajaran yang berbeda. Fase Model Pembelajaran Kooperatif tersebut adalah sebagaimana berikut: 1) Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. 2) Fase 2 Menyajikan informasi 3) Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif 4) Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar 5) Fase 5 Evaluasi 6) Fase 6 Memberikan penghargaan.22 Secara teknis, pembelajaran Make A Match dilaksanakan dengan cara siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.23 Menurut Suyatno,



dalam pelaksanaan Model Make A Match guru



menyiapkan kartu yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa mencari pasangan kartunya.24 Oleh karena itu, hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dilaksanakan dengan Model Pembelajaran Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu yang 21 22



Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 56 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Surabaya: Prestasi Pustaka,



2010), hlm. 66-67 23 24



Rusman, op. cit., hlm. 223-233 Suyatno, op.cit., hlm. 72



23



berisi dari pertanyaan-pertanyaan (soal) dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Lebih spesifik lagi Miftahul menjelaskan bagaimana Model Pembelajaran Make A Match



dilaksanakan. Menurutnya Model



Pembelajaran ini dilaksanakan dengan cara membagi siswa menjadi dua kelompok dimana kelompok pertama setiap siswa dibagikan kartu yang berbeda yang berisi soal dan kelompok yang kedua setiap siswa diberi kartu yang berbeda yang berisi jawaban. Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang kemudian mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum



batas waktu diberikan poin. Setelah satu babak kartu



dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya demikian seterusnya, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu – kartu tersebut. 25 Adapun langkah-langkah yng seharusnya dilakukan oleh guru dalam model tersebut menurut Rusman sebagai berikut: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian lainnya bentuk jawaban. 2) Setiap murid mendapat satu buah kartu. 3) Tiap murid memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.



25



Mihtahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 30



24



4) Setiap murid mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya murid yang kebetulan mendapat kartu “soal” maka harus mencari pasangan yang memegang kartu “jawaban soal” secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya. 5) Setiap murid dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin. 6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap murid mendapat kartu yang berbeda sebelumnya. 7) Demikian seterusnya samapai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua murid. 8) Kesimpulan/penutup.26 Beberapa kelebihan model pembelajaran Make A Match antara lain adalah: 1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2) karena ada unsur permainan, metode ini menyengkan; 3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; 4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan 5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Sedangkan kelemahan model pembelajaran Make A Match antara lain adalah: 1) jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang; 2) pada awal-awal penerapan



26



Rusman, op. cit., hlm. 223



25



metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya; 3) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan; 4) guru harus hati-hati dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu; dan 5) menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.27 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Make Match adalah salah satu bentuk Model Pembelajaran Kooperatif yang dilaksanakan melalui permainan mencari pasangan dengan media kartu yang



berisi pertanyaan-



pertanyaan (soal) dan kartu yang berisi jawaban dari pertanyaanpertanyaan



tersebut



menyampaikan



melalui



tahap-tahap



pembelajaran:



1)



tujuan dan memotivasi siswa; 2) menyajikan



informasi; 3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif; 4) membimbing



kelompok bekerja dan belajar; 5)



evaluasi; 6) memberikan penghargaan.



B. Kerangka Berpikir Keberhasilan siswa dalam belajar ditandai dengan kemampuan yang dimiliknya setelah proses belajar berlangsung. Keberhasilan tersebut merupakan perubahan berbagai tingkah laku pada diri siswa ke arah yang



27



Mihtahul Huda, op. cit., hlm. 40



26



lebih baik. Keberhasilan siswa dalam belajar, selain dipengaruhi oleh faktor internal siswa juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal siswa. Pengkondisian siswa dalam sebuah proses



pembelajaran secara



sistematis merupakan cara yang dapat dilakukan guru agar terciptanya faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Menciptakan kondisi tersebut dapat dengan cara penerapan model pembelajaran tertentu yang sesuai dengan dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran. Siswa kelas 1 Sekolah Dasar secara perkembangan mental berada pada masa transisi dari Taman Kanak kanak. Pada umumnya meraka masih menyukai dunia bermain dan kemampuan berpikirnya pun belum sempurna. Karakteristik seperti ini tentunya menjadi sebuah tantangan bagi guru untuk dapat memilihkan model pembelajaran yang tepat bagi mereka, apalagi dalam pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran matematika yang dilaksanakan selama ini masih cenderung pasif. Siswa kurang dilibatkan secara aktif, sehingga dominasi guru masih sangat besar dalam setiap kegiatan pembelajaran melalui metode ceramah dan mendemonstrasikan cara penyelesaian soal-soal. Dalam kegiatan pembelajaran penjumlahan bilangan biasanya siswa hanya diminta untuk menghafalkannya. Oleh karena itu, tidaklah heran jika selama ini kemampuan siswa dalam melakukan penjumlahan tidak mencapai hasil maksimal bahkan cenderung rendah. Model Pembelajaran Make a Match adalah salah satu bentuk pembelajaran yang dilaksanakan dalam suasana meyenangkan melalui permainan kartu. Selain menyenangkan, model pembelajaran ini melatih



27



siswa untuk saling bekerja sama dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Model pembelajaran ini sangatlah cocok dengan karakteristik siswa kelas 1 yang cenderung masih menyukai dunia bermain. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diduga bahwa setelah diterapkannya Model Pembelajaran Make A Match, kemampuan siswa kelas 1 SDN Peninggilan I Kecamatan Ciledug Kota Tangerang dalam melakukan penjumlahan bilangan bulat dapat meningkat sesuai kriteria ketuntasan minimal (KKM).



C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:



“Penerapan Model Pembelajaran Make A Match dapat



meningkatkan kemampuan siswa kelas 1 SDN Peninggilan I Kecamatan Ciledug Kota Tangerang dalam melakukan penjumlahan bilangan bulat”.



28



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



A. Tujuan Penelitian B. Setting Penelitian C. Metode Penelitian D. Langkah-langkah Penelitian E. Sumber Data F. Teknik Pengumpulan Data



29



BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



A. Temuan Penelitian B. Pembahasan



30



BAB V SIMPULAN DAN SARAN



A. Simpulan B. Saran