Proposal Rina Riyana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam typhoid ditandai dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Soedarmo, 2002). Penyakit demam typhoid tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang, mulai dari usia balita, anakanak, dan dewasa. Sebagian penderita demam typhoid kelak akan menjadi carrier, baik sementara atau menahun (Sjamsuhidajat, 2010).Selain itu demam tifoid dapat menimbulkan komplikasi bila tidak diobati dengan tepat. Pada kenyataannya, masyarakat menganggap bahwa demam thypoid merupakan penyakit yang sudah biasa terjadi dan tidak berbahaya. Menurut data WHO (World Healthy Organization) pada tahun 2013 memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 jiwa dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid bersifat endemik dengan angka kejadian penderita demam tifoid mencapai 81% per 100.000 populasi pertahun (Depkes RI, 2013). Prevalensi demam tifoid di Indonesia berdasarkan data Profil Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 memperlihatkan bahwa demam tifoid masuk ke 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit, prevalensi kasus demam tifoid sebesar 5,13%. Prevalensi demam tifoid pada kelompok usia sekolah yaitu sebesar 1,9%, sedangkan terendah pada bayi yaitu sebesar 0,8%. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit dengan Case Fatality Rate tertinggi sebesar 0,67% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjutak, di Paseh



(Jawa Barat) tahun 2009, prevalensi demam tifoid pada anak mencapai 157 kasus/100.000 penduduk pertahun. Penyakit demam typhoid sangat erat hubungannya dengan higenis pribadi dan sanitasi lingkungan, higenis perorangan dan higenis penjamah makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum ( tempat makan ) yang kurang serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga hidup sehat. Pada penelitian ini mengenai tentang hubungan jajanan sembarangan terhadap terjadinya demam thypoid pada usia pra sekolah yang umumnya berusia ???? sampai ????. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat disimpulkan dari latar belakang di atas adalah “Apakah Ada Hubungan Jajanan Sembarangan Terhadap Angka Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Prasekolah” 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Adanya Hubungan Jajanan Sembarangan Terhadap Angka Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Prasekolah 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi terjadinya demam thypoid pada anak prasekolah. 2. Mengidentifikasi pengaruh jajanan sembarangan terhadap demam Thypoid. 3. Menganalisa adanya Hubungan Jajanan Sembarangan Terhadap Angka Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Prasekolah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1



Manfaat Teoritis



1.



Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai literatur untuk institusi pendidikan.



2.



Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber teori bagi mahasiswa keperawatan.



3.



Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber teori bagi dunia keperawatan.



1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, kepada pasien demam tifoid, maupun kepada para klinisi sehingga berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan anak dan kefarmasian.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Konsep Anak 2.1.1 Definisi Anak Anak merupakan seseorang yang dilahirkan dari sebuah hubungan antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita ini jika terikat dalam suatu ikatan perkawinan lazimnya disebut sebagai suami istri. Ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian “anak” dimata hukum positif di Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjaring atau person under age), orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarige onvervoodij). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberi batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 330 yang berbunyi belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu kawin. Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Dengan demikian maka pengertian anak (juvenile) pada umumnya adalah seorang yang masih di bawah umur tertentu, yang belum dewasa dan belum pernah kawin. Pada beberapa peratuaran perundang–undangan di Indonesia mengenai batasan umur berbeda-beda. Perbedaan tersebut bergantung dari sudut manakah



pengertian anak dilihat dan ditafsirkan. Hal ini tentu ada pertimbangan aspek psikis yang menyangkut kematangan jiwa seseorang.



2.1.2 Tingkat Perkembangan Anak Menurut



Damaiyanti



(2008),



karakteristik



anak



sesuai



tingkat



perkembangan : 1) Usia bayi (0-1 tahun) Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus, basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan perasaannya dengan menangis. Walaupun demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi dengannya secara non verbal, misalnya memberikan sentuhan, dekapan, dan menggendong dan berbicara lemah lembut. Ada beberapa respon non verbal yang biasa ditunjukkan bayi misalnya menggerakkan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi kurang dari enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Oleh karena itu, perhatian saat berkomunikasi dengannya. Jangan langsung menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan yang baik dengan ibunya. 2) Usia pra sekolah (2-5 tahun) Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3 tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan takut oada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu jelaskan bagaimana akan



merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya. Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini disebabkan karena anak belum mampu berkata-kata 900-1200 kata. Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang dikenalnya. Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional seperti boneka. Berbicara dengan orangtua bila anak malu-malu. Beri kesempatan pada yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan orangtua. 3) Usia sekolah (6-12 tahun) Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan anak diusia ini harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa. Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi dan anak sudah mampu berpikir secara konkret. 4) Usia remaja (13-18) Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari akhir masa anakanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola piker dan tingkah laku anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju orang dewasa. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia percaya. Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan hal yang prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukkan ekspresi wajah bahagia.



2.1.3 Karakteristik Anak



Karakteristik beasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak, pembawaan,atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap (Pius Partanto, Dahlan 1994). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter adalah tabiat, sifat, akhlak, budi pekerti yang membedakan antar satu orang dengan orang yang lain. (Kbbi, 2017). Berdasarkan pendapat Hurlock bahwa usia anak-anak dimulai ketika ia berusia 2 Tahun hingga 12 tahun, jika di dunia pendidikan Indonesia seorang anak dapat masuk kategori anakanak ketika ia mulai masuk PAUD, TK, SD hingga sebagian tingkat di SMP. Karakteristik anak-anak secara umum adalah sebagai berikut : 1) Unik 2) Semangat Belajar yang tinggi 3) Aktif dan Energik 4) Spontan 5) Pemalu 6) Eksploratif dan berjiwa petualang 7) Rasa ingin tahu yang besar



2.2 Anak Prasekolah 2.2.1 Definisi Anak Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Dalam usia ini anak umumnya mengikuti program anak (3 Tahun-5 tahun) dan kelompok bermain (Usia 3 Tahun), sedangkan pada usia 4-6tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak, Patmonedowo (2008:19). Menurut Noorlaila (2010:22), dalam perkembangan ada beberapa tahapan yaitu: 1) sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensories dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya, usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahsanya, 2) masa usia



2-4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyakbergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam). Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadi kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4-6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca. Anak prasekolah adalah anak yang masih dalam usia 3-6 tahun, mereka biasanya sudah mampu mengikuti program prasekolah atau Taman Kanak– kanak. Dalam perkembangan anak prasekolah sudah ada tahapan-tahapanya, anak sudah siap belajar kususnya pada usia sekitar 4-6 tahun memiliki kepekaan menulis dan memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca. Perkembangan kognitif anak masa prasekolah berbeda pada tahap praoperasional. 2.2.2 Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Usia Prsekolah Anak usia prasekolah masih dalam peningkatan pertumbuhan dan perkembangan yang berlanjut dan stabil terutama kemampuan kognitif serta aktivitas fisik (Hidayat, 2008). Selain itu anak berada pada fase inisiatif dan rasa bersalah (inisiative vs guilty). Rasa ingin tahu (courius) dan daya imajinasi anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahui. Selain itu anak dalam usia prasekolah belum mampu membedakan hal yang abstrak dan tidak abstrak. Menurut Wong (2009) proses pertumbuhan dan perkembangan bersifat dinamis dinamis dimana terjadi sepanjang siklus hidup anak. Anak pada masa prasekolah akan mengalami proses perubahan baik dalam pola makan, proses eliminasi dan perkembangan kognitif menunjukan proses kemandirian (Hidayat, 2008). Proses perkembangan pada anak: 1) Perkembangan biologis



Pada



anak



usia



prasekolah



akan



mengalami



pertumbuhan



dan



perkembangan fisik yang melambat dan stabil. Dimana pertambahan berat badan 23kg pertahun dengan rata-rata berat badan 14,5 kg pada usia 3 tahun, 16,5 kg pada usia 4 tahun dan 18,5 kg pada usia 5 tahun. Tinggi badan tetap bertambah dengan perpanjangan tungkai dibandingkan dengan batang tubuh. Rata-rata pertambahan tingginya 6,5-9 cm pertahun. Pada anak usia 3 tahun, tinggi badan rata-rata adalah 95 cm dan 103 cm pada usia 4 tahun serta 110 cm pada usia 5 tahun (Wong et al, 2009). Pada perkembangan motorik, anak mengalami peningkatan kekuatan dan penghalusan keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya seperti berjalan, berlari dan melompat. Namun pertumbuhan otot dan tulang masih jauh dari matur sehingga anak mudah cedera (Hockenberry dan Wilson, 2007). 2) Perkembangan kognitif Anak usia pra sekolah pada perkembangan kognitif mempunyai tugas yang lebih banyak dalam mempersiapkan anak mencapai kesiapan tersebut. Serta proses berpikir yang sangat penting dalam mencapai kesiapan tersebut (Wong, et al, 2009). Pemikiran anak akan lebih kompleks pada usia ini, dimana mengkategorikan obyek berdasarkan warna, ukuran maupun pertanyaan yang diajukan (Potter dan Perry, 2009). Menurut Marry (2005) tinjauan teori mengenai perkembangan kognitif menggunakan tahap berpikir pra operasional oleh Piaget. Dimana dibagi menjadi dua fase yaitu: a. Fase pra konseptual (usia 2-4tahun) dimana pada fase ini konsep anak belum matang dan tidak logis dibandingkan dengan orang dewasa. Mempunyai pemikiran yang berorientasi pada diri sendiri, dan membuat klasifikasi yang masih relatih sederhana. b. Fase intuitif (4-7 tahun): anak mampu bermasyarakat namun belum dapat berpikir timbal balik. Anak biasanya banyak meniru perilaku orang dewasa tetapi sudah mampu memberi alasan pada tindakan yang dilakukan.



3) Perkembangan moral Anak pada usia prasekolah mampu mengadopsi serta menginternalisasi nilai-nilai moral dari orang tuanya. Perkembangan moral anak berada pada tingkatan paling dasar. Anak mempelajari standar perilaku yang dapat diterima untuk bertindak sesuai dengan standar norma yang berlaku serta merasa bersalah bila telah melanggarnya (Kohlberg, 1994 dalam Wong, 2009). 4) Perkembangan psikososial Anak usia prasekolah menurut Hockenberry & Wilson (2009) sudah siap dalam menghadapi dan berusaha keras mencapai tugas perkembangan. Tugas perkembangan



yang



dimaksud



adalah



menguasai



rasa



inisiatif



yaitu



bermain,bekerja serta mendapatkan kepuasan dalam kegiatannya, serta merasakan hidup sepenuhnya. Konflik akan timbul akibat rasa bersalah, cemas dan takut yang timbul akibat pikiran berbeda dengan perilaku yang diharapkan.



2.2.3 Pendidikan Anak Prasekolah Anak usia Taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum yaitu prasekolah. Pada usia 2-4 tahun anak ingin nermain,melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Di taman kanakkanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosakata. Pada usia 5 tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama disekolah. Menurut Montessori (dalam Noorlaila 2010:48), bahwa pada usia 3-5 tahun anak-anak dapat diajari menulis membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Usia taman kanak-kanak merupakan kehidupan tahun-tahun awal yang kreatif dan produktif



bagi anak-anak. Oleh karena itu sesuai dengan kemampuan tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini. Jadi adanya pendidikan prasekolah dan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyanangkan bagi anak-anak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang, enteng, bernyanyi dan menarik. Bukan pendekatan pembelajaran yang



penuh



dengan



tugas-tugas



berat



apalagi



dengan



tingkat



pengetahuan,keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca, menulis, berhitung yang melebihi kemampuan anak-anak.



2.2.4 Ciri-ciri Anak Prasekolah Snowman (dalam Patmonodewo 2008: 32), mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada di TK meliputi aspek fisik, emosi, social dan kognitif anak,yaitu: 1) Ciri fisik Anak prasekolah dalam penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya yaitu umumnya anak sangat aktif, mereka telah memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.seperti memberikan kesempatan kepada anak untuk lari memanjat dan melompat. 2) Ciri Sosial Anak prasekolah biasanya bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat,tetapi sahabat ini cepat berganti,mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya sama jenis kelaminnya. Tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda. Ciri emosional anak prasekolah yaitu cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan



terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut, dan iri hati sering terjadi. Mereka sering kali mempeributkan perhatian guru. 3) Ciri Emosional Anak prasekolah cnderung mengekpresikan emosinya dengan bebas dan terbuka, sikap marah , iri pada anak peasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru atau orang sekitar. Pada usia ini sudah menjadi kebiasaan anak untuk berperilaku lebih agresif dan lemah dalam kontrol diri. Anak-anak dengan emosional tinggi dapat menunjukkan sifatnya tersebut dengan temper tantrum. 4) Ciri kognitif Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam bahasa. Sebagai besar dari mereka senang bicara,kususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk bicara. Sebagian mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.



2.3 Makanan Jajanan 2.3.1 Definisi Makanan Jajanan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jajanan berarti kudapan atau penganan yang dijajakan. Menurut Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 mendefinisikan jajanan adalah pangan siap saji sebagai makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan ditempat usaha atau di luar tempat usaha sesuai pesanan. Sedangkan menurut FAO makanan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang di persiapkan dan atau di jual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan ditempat-tempat keramaian yang langsung di makan atau konsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut . Makanan jajanan merupakan campuran dari berbagai bahan makanan yang di analisis secara bersamaan dalam bentuk olahan (Supariasa,2001). Makanan jajanan (makjan) didefinisikan sebagai makanan siap makan atau dipersiapkan untuk dikonsumsi langsung di lokasi jualan dan dijual di jalanan atau di tempat-tempat



umum, seperti area permukiman, pusat perbelanjaan, terminal-terminal, pasarpasar, atau dijajakan dengan cara berkeliling. Jadi, makanan jajanan adalah makanan yang tidak diolah dalam rumah tangga melainkan diperoleh melalui cara membeli sebagai makanan jadi yaitu dari berbagai sumber, seperti pedagang keliling, rumah tangga, toko atau kedai makanan.



2.3.2 Jenis-jenis Makanan Jajanan Jenis Makanan Jajanan menurut Mulyati (2003) dalam Nuryati (2005) dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu: a. Makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mie ayam dan sebagainya b. Snack atau penganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng dan sebagainya c. Golongan minuman seperti cendol, es krim, es teler, es buah, es teh, dawet dan sebagainya d. Buah-buahan segar Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), jenis makanan jajanan dapat digolongkan menjadi 3 golongan menjadi: 1. Makanan utama seperti: bakso, pecel, mie ayam, nasi goreng dll. 2. Makanan selingan/snack seperti: cimol, kue kue, cilok, cireng dll. 3. Minuman seperti: cendol, es cream, es potong, susu, minuman serbuk dll. Sedangkan menurut Samsudin (1995) terdapat aneka ragam makanan jajanan tradisional maupun yang berasal dari berbagai kebudayaan dari luar negeri sebagai dampak globalisasi dalam bidang makanan.



2.3.3 Fungsi Makanan Jajanan Makanan jajanan selain berfungsi sebagai makanan selingan, juga berperan sebagai sarana peningkatan gizi masyarakat. Makanan jajanan sering berfungsi untuk menambah zat-zat makanan yang tidak atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya. Makanan jajanan juga berfungsi, antara lain: a. Sebagai sarapan pagi b. Sebagai makanan selingan yang dimakan diantara waktu makan makanan utama c. Sebagai makan siang terutama bagi mereka yang tidak sempat makan di rumah d. Sebagai penyumbang zat gizi dalam menu sehari-hari terutama bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan e. Sebagai produk yang mempunyai nilai ekonomi bagi para pedagang.



2.3.4



Potensi Gizi Pada Makanan Jajanan Potensi Nilai Gizi Makanan Jajanan Sebagian makanan jajanan



mengandung dan memberikan kontribusi energi dan protein yang cukup tinggi sebagai bagian dari makanan sehari-hari. Makanan jajanan selain menyumbang energi dan protein juga menyumbang zat-zat gizi lain seperti lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, iodin, zat besi dan lain-lain. 2.3.5 Dampak Makanan Jajanan Makanan jajanan bisa berdampak buruk seperti saat anak jajan sembarangan hal ini merupakan masalah yang perlu menjadi pehatian masyarakat, khususnya orang tua, penjual, karena jajanan diluar sangat beresiko terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang pada anak sekolah. Meskipun makanan diluar memiliki keunggulan-keunggulan seperti murah, cita rasanya enak, dan dapat langsung dimakan tanpa pengolahan lebih lanjut, ternyata makanan jajanan masih beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya sering tidak higienis, yang



memungkinkan terkontaminasi oleh mikroba beracun maupun penggunaan bahan tambahan pangan (BTP). Infeksi dari makanan akan timbul apabila mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi mikroorganisme patogen yang hidup. Mikroorganisme tersebut akan berkembang di



dalam tubuh,



apabila



jumlahnya banyak akan menimbulkan gejala-gejala penyakit (Arisman, 2009). Dari Januari sampai Agustus 2005 Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mencatat adanya 63 kasus keracunan makanan di 17 provinsi. Makanan jajanan dapat menimbulkan bahaya atau dampak tidak baik seprti pada perilaku anak yang jajan sembarangan yang tentunya tanpa pengawasan orang tua. Dari jajanan sembarangan tersebut dapt menimbilkan dampak sebagai berikut: a. Bagi anak-anak sekolah, makanan jajanan adalah perkenalan dengan beragam jenis makanan jajanan dapat menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman makanan sejak kecil. b. Terhadap kesehatan anak, makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (termasuk dalam hal ini: cara pengolahan makanan jajanan, penggunaan zat pewarna yang bukan pewarna makanan, cara penyajian, dll), sewaktu-waktu dapat mengancam kesehatan anak c. Dapat mengakibatkan pengurangan nafsu makan di rumah.



2.3.6 Kebiasaan jajan pada Anak Kebiasaan Jajan pada Anak Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Hasil survei Sosial Ekonomi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran ratarata per kapita per bulan penduduk perkotaan untuk makanan jajanan meningkat dari 9,19% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 19998.



Anak-anak tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya yang menimbulkan selera dan harga yang terjangkau. Bahkan mereka tidak memperhitungkan lagi berapa uang saku yang mereka gunakan untuk membeli makanan jajanan yang kurang memenuhi standar gizi. Selain hal tersebut, kenyataan bahwa banyak makanan jajanan yang disediakan atau dijual di kantin-kantin sekolah maupun pedagang makanan sekitar sekolah. Menurut Moehji (1992), kebiasaan jajan memiliki kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut: 1) Jajanan tersebut biasanya banyak mengandung hidrat arang. Walaupun ada zatzat makanan lain, tentu jumlahnya sedikit. 2) Dengan terlalu sering jajan, anak akan kenyang. Akibatnya anak tidak mau makan nasi, atau jika mau, jumlah yang dihabiskan hanya sedikit sekali. 3) Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan. 4) Jika sering kali keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka anak akan menangis dan akan menolak untuk makan. 5) Dari segi pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebih-lebih jika anak hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanan itu.



2.3.7 Cara Menghindari Jajan Cara menghindari makanan jajanan ini memerlukan perhatian dari keluarga dan juga membiasakan anak untuk lebih suka makanan di rumah, berikut beberapa cara menghindari makanan jajanan : a. Biasakan makan pagi. Hal ini efektif untuk mengurangi nafsu jajan pada anak dan remaja. b. Membawa bekal. Dengan membawa bekal, selain kebersihan terjaga, nutrisi juga dijamin seimbang.



c. Sediakan kudapan/camilan sehat di rumah, bisa berupa buah, kue rendah kalori atau yoghurt. d. Variasi makanan di rumah. Menu yang berganti-ganti membuat kita tidak cepat bosan dan mencari pilihan lain di luar rumah, yang belum tentu memenuhi syarat gizi. Ini bisa diterapkan juga di kantin-kantin sekolah dengan menyediakan makanan yang sehat yang variatif dan bergizi, sehingga murid tidak membeli jajanan di luar sekolah. e. Jangan biasakan mengganti makanan dengan jajanan. f. Jangan terlalu sering makan di restoran fast food. Makanan yang ditawarkan umumnya mengandung garam yang tinggi dan penyedap rasa berlebih. Kandungan kalorinya juga lebih besar dibanding kandungan nutrisinya. Protein, mineral dan vitaminnya pun sangat rendah. Menurut Mayke (2009) mengatasi jajan pada anak dapat dilakukan dengan cara Di rumah: ubah pola makan keluarga, mengurangi kebiasaan jajan seluruh anggota keluarga, membuat kudapan tandingan b. Lingkungan tetangga: membatasi permintaan anak untuk jajan c. Di sekolah: batasi uang jajan, frekuensi, jumlah dan waktu jajan10. 2.3.8 Upaya Perbaikan Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid, serta pedagang. Perlu diupayakan pemberian makanan ringan atau makan siang yang dilakukan di lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar anak tidak sembarang jajan. Koordinasi oleh pihak sekolah, persatuan orang tua murid dibawah konsultasi dokter sekolah atau Pusat Kesehatan Masyarakat setempat untuk dapat menyajikan makanan ringan pada waktu keluar istirahat yang bisa diatur porsi dan nilai gizinya. Upaya ini tentunya akan lebih murah dibanding anak jajan diluar disekolah yang tidak ada jaminan gizi dan kebersihannya.



Dengan menyelenggarakan kegiatan makanan tambahan tersebut, diharapkan mendapat keuntungan, misalnya: anak sudah ada jaminan makanan disekolah, sehingga orang tua tidak khawatir dengan makanan yang dimakan anaknya disekolah. Ibu yang selalu khawatir biasa memberi bekal makanan pada anaknya. Kalau makanan yang baik dan bergizi tersedia disekolah, akan meringankan tugas ibu. Dalam kegiatan ini bisa pula dikenalkan berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak disukai anak ketika disajikan dirumah, tetapi akan menerima ketika disajikan disekolah. Dengan demikan anak dapat mengenal aneka bahan pangan.



2.4 Demam Typhoid 2.4.1 Definisi Demam Thyphoid Demam Thypoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Zulkoni, 2011). Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempattempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. (Depkes RI, 2006). Penyakit Demam Typhoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri



Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu



Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan (Depkes RI, 2009).



Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Universitas Kedokteran



Abulyatama (2013) menyatakan bahwa demam tifoid (typhoid fever) atau tifus abdominal (paratyphoid fever/enteric fever/paratifus abdominal) adalah penyakit disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B, dan C atau penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna, dengan gejala yang di tandai yaitu panas berkepanjangan (deman lebih dari 1 minggu), gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekalian multiplikasi ke



dalam sel fagoist mononukler dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch. Demam paratypfoid dapat menyebabkan enteritis akut. Demam tifoid dan demam paratypfoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Kata lain dari demam tifoid dan paratyfoid adalah typhoid dan paratyphoid



fever, enteric



fever, typhus dan paratyphus abdominalis (Juwono, 1996). Demam typhoid merupakan penyakit yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikulo endotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum, juga penyakit menular yang bersifat akut.



Demam Tifoid (typhoid fever) yang biasa orang awam, juga



menyebutkan typhus atau types oleh merupakan penyakit yang menyerang bagian saluran pencernaan, disebabkan bakteri Salmonella Enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi (S. Typhi) (Soegijanto, 2002). Menurut Widoyono (2011) demam typhoid dan demam paratifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan. Demam typhoid yang disebabkan oleh salmonella typhi, sedangkan demam paratyphi disebabkan oleh salmonella paratyphi A, B, dan C. Kedua penyakit tersebut dengan gejala dan tanda hampir sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit di atas disebut typhoid dan termiologi lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus, dan paratyphus abdominalis atau demam enterik. Data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena demam tifoid dan 70% kematiannya terjadi di Asia (WHO, 2008 dalam Depkes RI, 2013). Di Indonesia sendiri, penyakit ini bersifat endemik. Menurut WHO 2008, penderita dengan demam thypoid di Indonesia tercatat 81,7 per 100.000 (Depkes RI, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 penderita demam thypoid dan parathypoid yang dirawat inap di Rumah Sakit sebanyak 41.081 kasus dan 279 diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2010).



2.4.2 Epidemiologi Demam Thypoid Demam typhoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia, secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di Indonesia di jumpai dalam keadaan endemik (Depkes RI, 2010). Prevalendi demam typhoid Di Amerika Serikat, pada tahun 1950 tercatat sebanyak 2.484 kasus, sejak tahun 1990 menurun menjadi 300-500 kasus per tahun. Penurunan ini sering dihubungkan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan terutama dengan meluasnya pemakaian jamban yang sehat. Kasus yang terjadi di Amerika merupakan sebagain besar kasus impor dari negara endemik demam typhoid, sementara prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/100.000 penduduk setiap tahunnya, dan prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10.000 penduduk per tahun dan dapat menyerang semua usia, namun golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak berbeda jauh antar daerah dan serangan penyakit ini lebih bersifat sporadis dan bukan endemik. Indonesia merupakan negara endemik demam typhoid, diperkirakan terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk per tahun yang ditemukan sepanjang tahun. (Widoyono, 2011). Menurut Juwono (1996) demam typhoid dan demam paratifoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah dan endemik di Indonesia. Walaupun demam tifoid tercantum dalam Undang-undang wabah dan wajid dilaporkan, namun data lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum di ketahui secara pasti, tapi kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Insedensi demam typhoid tertinggi didapatkan pada anak-anak, sedangkan orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal.



Di Indonesia demam typhoid jarang dijumpai secara endemik, tetapi lebih sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang manimbulkan labih dari satu kasus pada orang-orang serumah dan demam typhoid dapat di temukan sepanjang tahun.



2.4.3 Etiologi Demam Typhoid Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama (2013) menyatakan bahwa etiologi demam tifoid (Typhoid) adalah di sebabkan bakteri tipe salmonella, juga merupakan bakteri gram negatif, mempunyai kapsul, tidak membentuk spora, fakiltatif anaerob. Salmonella merupakan kelompok batang gram negatif tidak pernah menfermantasi laktosa atau sukrosa, dan membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, selain itu juga menghasilkan H2S dan salmonella juga resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya, hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain, yang berguna untuk menginkulasi isolat salmonella dari feses pada medium. Sementara menurut Widoyono (2011) penyebab demam typhoid adalah salmonella typhi, yaitu bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, mempunyai flangela, dan tidak membentuk spora. Mikroorganisme ini dapat ditemukan pada tinja dan urin setelah 1 minggu demam (hari ke-8 demam) dan bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit. Sementara itu jika penderita di obati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin pada minggu ke-4. Akan tetapi, seorang bisa di nyatakan carrier, bila pada minggu



ke-4 masih



terdapat kuman melalui pemeriksaan kultur tinja. Biasanya seorang carrier berusia dewasa, sangat jarang terjadi pada anak-anak Jika carrier tersebut mengkonsumsi makanan berlemak, maka cairan empedu akan keluar ke dalam saluran pencernaan untuk mencerna lemak, bersamaan dengan mikroorganisme dibuang melalui tinja yang berpotensi menjadi sumber penularan penyakit, dan kuman salmonella bersembunyi dalam kandung empedu orang dewasa. Menurut Sudoyo (2006)



dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Unuversitas Abulyatama (2013) menyatakan bahwa bakteri Salmonella ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu : 1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup. 2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies. 3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A. Ketiga antigen di atas di dalam tubuh akan membentuk antibodi aglutinin. 4. Outer Membrane Protein (OMP). Merupakan bagian dari dinding sel terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai carrier fisik



yang mengendalikan masuknya cairan ke dalam membran



sitoplasma. Selain itu



OMP



juga berfungsi sebagai reseptor untuk



bakteriofag dan bakteriosin yang sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan merupakan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun pejamu. Sedangkan protein non purin hingga kini fungsinya belum diketahui secara pasti. Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama (2013) menyatakan bahwa Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia, yang terinfeksi melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Sementara salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu bila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian, namun hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan klorinasi



dan pasteurisasi (63oC). Demam typhoid dan demam paratyphi di sebabkan oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi), bakteri ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute oral ke oral, makanan atau minuman yang terkontaminasi atau makanan yang terkontaminasi oleh tangan carier (biasanya keluar bersama-sama dengan tinja/rute oral fekal), lalat yang terkontaminasi makanan, maupn terjadi transmisi transplasental dari ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.



2.4.4 Manifiestasi Klinis 1. Gejala pada anak : inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari 2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama 3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan syok, stupor dan koma. 4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. 5. Nyeri kepala, nyeri perut 6. Kembung,mual, muntah, diare, konstipasi 7. Pusing, bradikardi, nyeri otot 8. Batuk 9. Epistraksis 10. Lidah yang berselaput ( kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor). 11. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus. 12. Gangguan mental berupa sanolen. 13. Delirium atau psikosis. 14. Dapat timbul dengan geala yang tidak tipikal terutama pada bayi mudah sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotremia.



2.4.5 Cara Penularan Demam Typhoid Menurut Widoyono (2011) prinsip penularan ini adalah melalui fekal-oral, melalui tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk kedalam tubuh manusia melalui air dan makanan. Mekanisme makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri sangat bervariari. Pernah dari beberapa negara melaporkan bahwa penularan terjadi karena masyarakat mengkonsumsi kerang-kerangan yang airnya tercemar kuman, dan dapat terkontaminasi pada sayuran mentah dan buah-buahan yang pohonnya dipupuk



dengan kotoran manusia. Lalat merupakan serangga yang berperan dalam penularan. Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama (2013) menyatakan bahwa masuknya kuman salmonella typhi dan salmonella paratyphi kedalam terjadi melalui makanan yang terkontaminasi, sebagian akan musnah dalam lambung dan sisanya lolos masuk kedalam usus halus dan berkembang biak, dan bila respons imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik, maka kuman akan menembus ke sel-sel epitel (sel-M) dan ke lamina propria dan akan berkembang biak serta difagiosit oleh makrofag, sementara didalam makrofag, kuman dapat hidup di dalamnya dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterikal. Selanjutnya di melalui duktus torakikus, kuman yang ada di dalam makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan meyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ ini kuman akan meninggalkan makrofag dan akan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi dan mengakibatkan bakteremia yang kedua dengan gejala infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu disekresikan secara intermittent ke dalam lumen usus sebagian lainya dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk lagi kedalam sikulasi darah setelah menembus usus.



Gambar 1 Cara penularan demam tifoid



Sumber : Muliawan SW (2008).



1. Gambaran Klinik Demam Thypoid Masa Inkubasi Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari.Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa : -



Anoreksia



-



Rasa malas



-



Sakit kepala bagian depan



-



Nyeri otot



-



Lidah kotor



-



Gangguan perut (perut meragam dan sakit)



2. Gambaran Klasik Demam Thypoid (Gejala Khas) Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis kerja pun bisa langsung ditegakkan.Yang termasuk gejala khas Demam tifoid adalah sebagai berikut. -



Minggu Pertama (awal terinfeksi) Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitusetinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepatdengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tidak enak sedangkan diaredan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama diare lebih sering terjadi. Khaslidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atautremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demamdengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruamkulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah



satusisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilangdengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksiyang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi. -



Minggu Kedua Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat di bandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan



keadaan



penderita



yangmengalami



delirium.



Gangguan



pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain. -



Minggu Ketiga Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jikaterjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dariulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot



bergerak terus,inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis local maupun umum, maka hal ini menunjukkan



telah



terjadinya



perforasi



usus



sedangkankeringat



dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga. -



Minggu keempat Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpaiadanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Relaps Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan



primer



tetapi



dapat



menimbulkangejala



lebih



berat



daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yangtidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps. Diagnosis Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel najis atau darah bagi kehadiran bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiarkan darah pada hari ke 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya



Salmonella.Gambaran



darah



juga



dapat



membantu



menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan



limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, makaarah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepatdari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yangditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar dengan kuman S typhi, hanyamengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung menjadisakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan dayatahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yangmasuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuhmanusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri.



2.4.6



Klasifikasi Demam Typhoid



2.4.7



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Demam Typhoid 1. Faktor Host Manusia sebagai reservoir bagi kuman salmonella thypi. Penularan salmonella thypi sebagian besar melalui makanan atau minuman yang telah tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar melalui tinja atau urine. Berdasarkan penelitian yang dilakukan wulandari, dkk (2016) menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan diluar rumah dengan kejadian demam typhoid. 81% responden memiliki kebiasaan makan diluar rumah. Padahal kebanyakan makanan siap saji atau makanan diwarung biasanya mengandung banyak pewarna dan penyedap makanan serta kehigienisan yang belum terjamin.



2. Faktor Agent Demam Typhoid disebabkan oleh bakteri salmonella thypi, jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105-109 kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah kuman maka semakin pendek masa inkubasi penyakit.



3. Faktor Environment Demam typhoid merupakan penyakit infeksi yang di Vumpai secara luas di daerah tropis terutama didaerah dengan kualitas sumber air yang kurang memadai serta sanitasi yang rendah. Menurut penelitian Nurzaman (2016) tentang analisis kejadian demam typhoid berdasarkan kebersihan diri dari kebiasaan jajan dirumah, bebrapa factor yang berpengaruh dalam kejadian demam typhoid anatar lain : 1. Kebiasaan mencuci tangan sebelum buang air besar dirumah



Anggota keluarga dengan riwayat



demam typhoid



sangat



berpengaruh , maka anggota keluarga harus menjaga kebersihan anggota keluarga salah satunya dengan menyediakan sabun cuci tangan. 2. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan Mencuci tangan yang benar adalah kegiatan penting, setiap tangan dipergunakan untuk memegang makanan maka harus sudah dalam keadaan bersih ( Nurvina, 2013). 3. Kondisi kuku jari tangan Kuku yang panjang melebihi 3 mm dari ujung jari bias menyimpan bakteri jamur berbahaya. Kuku menjadikan tempat potensial bagi kuman serta bakteri bersarang. 4. Frekuensi jajan Kebiasaan makan yang tidak baik dapat mengakibatkan terjadinya demam typhoid, dimana anak sering menghabiskan waktu untuk bermain dan kurang dipantau oleh orang tua maka dengan lleuasa anak membeli jajan yang diinginkan tanpa memikirkan resiko kesehatannya. 5. Tempat jual jajan Tempat jual jajan sangat mempengaruhi kebersihan makanan atau minuman yang dijual, jika berada dipinggir jalan maka resiko terjangkit penyakit typhoid akan lebih tinggi. 6. Kemasan jajaan Makanan yang dikemas dalam piring terbuka atau minuman dalam gelas yang terbuka akan memperbesar kemungkinan lalat yang telah terkontaminasi salmonella typhi hinggap dan mencemari peralatan dan makanan tersebut.



2.4.8 Komplikasi 1. Komplikasi Intestinal -



Perdarahan usus



-



Perforasi usus



-



Ileus paralitik



2. Komplikasi Ekstra –Intestinal- Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatanseptik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis -



Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau DisseminatedIntravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik



-



Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis



-



Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis



-



Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis



-



Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis



-



Komplikasi Neuropsikiatrik: Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia.



2.4.9 Patofisiologi



Kuman salmonella typhi yang masuk ke l saluran gastrointestinal



Lolos dari asam lambung



Bakteri masuk usu halus



Pembuluh Limfe



Peredaran darah (bakterimia primer)



Inflamasi pada hati dan limfa



Nalaise, perasaan tidak enak badan, nyeri abdomen



Inflamasi



Masuk retikulo endothelial (RES) terutama hati dan limfa



Kompliklasi intestinal, perdarahan usus, perfosari usus (bag, distal,ileum), peritonituis



Empedu



Masuk kealiran darah (bakteremia sekunder)



Rongga usus pada kel limfoid halus



Endotoksin



Terjadi kerusakan sel



Hepatomegali



Pebesaran limfa



Merangsang melepas zat epirogen oleh leukosit



Splenomegali



Mempengaruhi thermoregulator dihipotalamus



Nyeri tekan ,Nyeri akut



Lase plak peyer



Penurunan mobilitas usus



Ketidakefektifan termogulasi



Erosi



Perdarahan masif



Komplikasi perfiorasi dan perdarahan usus



Penurunan peristaltic usus



konstipasi



Peningkatan asam lambung



Resiko kekurangan volume cairan



Aneroksia mual muntah



Nyeri



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



2.4.10 Pengobatan Menurut IG.N. Gde Ranuh ( 2013) menyatakan bahwa antibiotika adalah yang paling baik dalam demam typhoid, namun karena meningkatnya resistesi terhadap antibiotika, pengobatan menjadi sulit. Chloramphenicol masih tetap obat utama (gold standar) karena harganya murah dan efektif. Tetapi apabila diperkirakan terdapat resistensi dengan chloramphenicol, obatobatan yang baru tersebut dapat dipertimabngkan sesuai situasi penderita. Penderita typhoid harus istirahat selama 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna. Penderita diberi diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan penderita. Selain itu juga dianjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin, maupun mineral, serta diusahakan makanan yang rendah atau bebas selulosa, dan menghindari makanan yang sifatnya iritatif T.H.Rampengan, 2007).



2.4.11 Pencegahan Demam Thypoid Pencegahan demam typhoid adalah kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam typhoid, seperti merebus air minum dan makanan sampai mendidih juga sangat membantu dan juga sanitasi lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan imunisasi, berguna untuk mencengah penyakit. Strategi pencegahan demam typhoid mencangkup yaitu penyedian sumber air minum yang baik, penyedian jamban yang sehat, sosialisasi budaya cuci tangan, sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum, pemberantasan lalat, pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman, sosialisasi pemberian ASI pada ibu manyusui, dan imunisasi (Widoyono, 2011). Menurut Sudoyo (2006) dalam Tim staf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama (2013) menyatakan bahwa penatalaksanan demam typhoid yaitu pertama istirahat dan perawatan: yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan



mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatn sepenuhnya di tempat dan mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygien perorangan. Kedua diet dan terapi penunjang; yang bertujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal, sedangkan diet yang dimaksud adalah memberikan seperti bubur saring dan kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya masi disesuaikan dengan tingkat penyembuhan pasien, pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Ketiga pemberian antibiotik yang bertujuan menghentikan dan mencegah



penyebaran



kuman.



Contoh



anti



mikroba



yang



digunakan:



kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, sefalosporin generasi tiga, cefixime, golongan flurokuinolon yaitu norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, fleroksasin. Kombinasi obat antimikroba. Selain hal-hal di atas, saat ini sudah tersedia vaksin untuk typhoid. vaksin yang sudah tersedia, yaitu vaksin hidup yang diberikan secara oral (Ty21A) dan vaksin polisakarida Vi yang diberikan secara intramuskular/disuntikkan ke dalam otot. Menurut FDA Amerika, efektivitas kedua vaksin ini bervariasi antara 50-80 %. Vaksin hidup Ty21A diberikan kepada orang dewasa dan anak yang berusia 6 tahun atau lebih. Vaksin ini berupa kapsul, diberikan dalam 4 dosis, selang 2 hari. Kapsul di minum dengan air dingin (suhunya tidak lebih dari 37 oC), 1 jam sebelum makan. Sementara kapsul tersebut harus disimpan dalam kulkas (bukan di freezer) dan vaksin ini tidak boleh diberikan kepada orang dengan penurunan sistem kekebalan tubuh (HIV, keganasan) dan juga jangan diberikan pada orang yang sedang mengalami gangguan pencernaan. Selain itu penggunaan antibiotik harus dihindari 24 jam sebelum dosis pertama dan 7 hari setelah dosis keempat dan dilarang diberikan kepada wanita hamil. Efek samping dari vaksin yaitu mual, muntah, rasa tidak nyaman di perut, demam, sakit kepala dan urtikaria. Vaksin ini harus diulang setiap 5 tahun (Syahrurachman, 2008).



2.5 Kerangka Konseptual Hubungan Jajan Sembarangan Terhadap Angka kejadian Demam Typhoid pada Anak Usia Prasekolah Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan jajan:



Kebiasaan jajan pada anak: 1. Jenis jajanan



1. Tidak sempat sarapan pagi



2. Frekuensi Konsumsi jajanan



2. Melihat teman jajan



3. Cara mengkonsumsi jajanan



3. Lapar 4. Pengetahuan 5. Membawa bekal 6. Uang saku



Faktor yang mempengaruhi kejadian demam Typhoid : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Host Agent PHBS Tempat jajan jualan Kemasan jajan Environment



Kejadian demam Typhoid pada anak usia prasekolah



BAB IV METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian yang dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kolerasi yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2010). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jajan sembarangan dan demam typoid pada anak di PPK BLUD RSU Palabuhanratu. 3.2 Paradigma penelitiam Paradigma penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti, yang nantinya akan sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan dalam menentukan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, serta teknik analisis statistik yang akan digunakan (Sugiono, 2012). Adapun kerangka konsep penelitian ini digambarkan seperti di bawah ini :



Bagan 3.1 Kerangka Penelitian Hubungan Jajan Sembarangan Terhadap Angka kejadian Demam Typhoid pada Anak Usia Prasekolah Variabel Independen (Kebiasaan Jajan Sembarangan Pada Anak)



Variabel Dependen (Angka Kejadian Demam Typhoid)



3.3 Hipotesa Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu penelitian dan sebagai tentative (jawaban sementara) antara satu variabel, dua variabel atau lebih (Donsu, 2016). Hipotesa diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Jenis hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa asosatif yaitu suatu pernyataan yang menunjukan dengan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2013). Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah : 3.1.1 Hipotesis Nol (Ho) Tidak Ada Hubungan Jajanan Sembarangan Terhadap Angka Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Usia Prasekolah di PPK BLUD RSU Palabuhanratu. 3.1.2 Hipotesis Alternative (Ha) Ada Hubungan Jajanan Sembarangan Terhadap Angka Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Usia Prasekolah di PPK BLUD RSU Palabuhanratu.



3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Independen (bebas) Adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Variabel independen pada penelitian ini yaitu Kebiasaan Jajan Sembarangan pada Anak.



3.4.2 Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel dependen pada penelitian ini yaitu Kejadian demam Thypoid.



3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 3.5.2 Definisi Konseptual Definisi konseptual mendefinisikan variabel secara konseptual berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Sugiyono, 2012). 1) Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Kebiasaan Jajan pada Anak Sekolah Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. 2) Demam Thypoid Demam Thypoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Zulkoni, 2011). Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang kurang



serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. (Depkes RI, 2006).



3.5.3 Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Aziz, 2014).



Tabel 3.5.1 Definisi Oprasional Alat No



1 2



Variabel



2 (Independen) Kebiasaan Jajan Sembarangan



Cara



Definisi Operasional



3 Kebiasaan jajanan sembarangan yang banyak ditemukan dipinggir jalan atau diluar rumah yang dijajankan dalam bentuk,warna, rasa ukuran tertentu sehingga menarik minat dan perhatian setiap



Ukur



ukur



5



4



Wawancara Kuesione r



Skala Hasil ukur Ukur 6 1. Sering 2. Tidak



7 Ordinal



orang untuk membelinya. 3



(Dependen) Typhoid atau Angka Kejadian



Kejadian demam



Wawancara Observas



1. Anak



typhoid yang



i pada



dengan



disebabkan oleh



anak



demam



salmonella typhi yang Demam



terutama menyerang



Typhoid



bagian saluran pencernaan.



typhoid



Ordinal



Tabel 3.5.2 Daftar Data 10 Diagnosa PPK BLUD RSU Palabuhanratu, Sukabumi Ruang: Cumi Tahun 2019 Januari No



Nama Diagnosa



Februari Jumlah



Nama Diagnosa



Jumlah



1.



Demam Typhoid



108



Demam Typhoid



196



2.



Febris



26



Bronchopneumonia



57



3.



GEA



38



DHF



55



4.



DHF



33



GEA



46



5.



Kejang Demam



30



Kejang Demam/KDS



38



6.



Bronchopneumonia



23



Febris



33



7.



Vomitus



6



Vomitus



7



8.



Viral Infection



6



Viral Infection



2



9.



Dispepsi



4



Hepatitis



2



10.



Asma



2



Asma



5



Jumlah Lain-Lain



20



Jumlah



206



Jumlah



446



Maret No



Nama Diagnosa



April Jumlah



Nama Diagnosa



Jumlah



1.



Demam Typhoid



140



Demam Typhoid



113



2.



Bronchopneumonia



51



Kejang Demam



35



3.



Kejang Demam



37



Bronchopneumonia



31



4.



Febris



30



Diare Akut



30



5.



Diare Akut



26



Vomitus



9



6.



DHF



17



Febris



8



7.



Vomitus



4



DHF



7



8.



Asma



2



ISK



3



9.



Dispepsi



2



Asma



2



10.



Viral Infection



2



Asma



2



Jumlah Lain-Lain



9



Jumlah Lain-Lain



12



Jumlah



320



Jumlah



252



3.6 Populasi dan Sampel 3.6.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah anak di PPK BLUD RSU Pelabuhanratu merupakan Rumah sakit yang berada di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.



3.6.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010). Teknik pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling yauitu dengan purposive sampling dimana suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dihendaki oleh peneliti. 1. Kriteria Inklusi 2. Kriteria Eklusi 3. Karakteristik Dop Out



3.7 Pengumpulan data Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pengumpulan data adalah proses, cara ,perbuatan mengumpulkan, atau menghimpun data. Pengumpulan data variabel Hubungan Jajan Sembarangan Terhadap Angka kejadian Demam Typhoid pada Anak Usia Prasekolah adalah dengan menggunakan tehnik Observasi kepada anak yang telah terdeteksi Demam Typhoid.



3.7.1 Instrumen Penelitian Dari pengertian instrument penelitian dapatlah disimpulkan bahwa instrument penelitian ialah metode penelitian yang dilakukan untuk mengukur



dan mengambil data primer (langsung dari lapangan) melalui kajian-kajian yang empiris serta sistematis. Instrument yang digunakan dalam penelitian “Hubungan jajan sembarangan terhadap angka kejadian demam typhoid pada anak usia prasekolah “yaitu menggunakan instrument Observasi, dimana untuk mengetahui apakah ada Hubungan atau tidak Angka kejadian demam typoid pada anak. 1. Hubungan jajan sembarangan Kebiasaan Jajan pada Anak Sekolah Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Hasil survei Sosial Ekonomi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 1999 menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran ratarata per kapita per bulan penduduk perkotaan untuk makanan jajanan meningkat dari 9,19% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 19998.



2. Angka Kejadian Demam Typhoid Demam Thypoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Zulkoni, 2011). Penyakit ini erat kaitannya dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan, seperti higiene perorangan, higiene makanan, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. (Depkes RI, 2006).



Jenis Instrument Penelitian Macam-macam bentuk dalam instrument penelitian secara umum, adalah sebagai berikut: a)



Kuesioner/Angket



b) Wawancara c)



Observasi



d) Dokumentasi e)



Tes



Instrumen yang kita gunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Makanan Jajanan Pada Anak Lembar Kuesioner 2. Demam Thypoid Observasi



3.7.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen



1. Uji Validitas Adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar benar mengukur apa yang diukur, valid berarti instrument dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi suatu penelitian dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2010). Uji realiabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini menggunakan alat diantaranya : 2. Uji Reliabilitas Instrumen Menurut Arikunto (2010), reabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk



digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabilitas artinya dapat dipercaya sehingga dapat diandalkan. Uji reliabilitas instrumen lembar observasi untuk mengkaji data dari variabel tingkat pendidikan dan lama kerja perawat tidak dilakukan karena datanya memang sudah baku dan pasti sudah reliabel. Tetapi untuk instrumen stopwatch penilaian reliabilitasnya dengan menggunakan stopwatch yang telah terstandar dengan yang spesifikasi yang layak untuk digunakan sehingga dapat memperoleh hasil yang penghitungan akurat.



3.7.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau menjaring informasi kuantitatif dari responden sesuai lingkup penelitian (Sujarweni 2014). Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah: 1.



Peneliti memperkenalkan diri kemudian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.



2.



Peneliti meminta persetujuan secara tertulis atau informed consent kepada responden yang akan diteliti.



3.



Peneliti memvalidasi data typhoid pada anak di daerah yang dilakukan penelitian.



4.



Peneliti mewawancarai responden (ibu) dengan anak yang typhoid.



5.



Pengumpulan data hasil wawancara



6.



Peneliti melakukan pengolahan data



7.



Peneliti melakukan analisa data



3.8 Langkah-langkah Penelitian 3.8.1 Tahap Persiapan a. Menentukan masalah dan judul penelitan b. Memilih lahan penelitian c. Melakukan pendekatan kepada institusi dimana penelitian akan dilakukan d. Mengurus administrasi penelitian untuk mendapatkan izin studi pendahuluan e. Melakukan studi pendahuluan dan penjajakan awal untuk menentukan masalah f. Mengidentifikasi masalah penelitian g. Konsultasi atau perbaikan proposal penelitian h. Mengurus surat izin untuk pelaksanaan penelitian.



3.8.2 Tahap Pelaksanaan a. Meminta persetujuan dari PPK BLUD RSU Palabuhanratu b. Peneliti melakukan pendekatan dengan anak atau ibu pasien untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden penelitian c. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden d. Setelah responden menyetujui, peneliti melakukan pengkajian fungsi kognitif ke responden e. Melakukan pengumpulan data



f. Melakukan pengelolaan dan analisa data sesuai dengan rencana yang ada. 3.8.3 Tahap Akhir a. Penyusunan hasil laporan penelitian b. Penyalinan hasil penelitian c. Persentasi hasil penelitian d. Perbaikan hasil penelitian



3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data 3.9.1 Pengolahan Data Pengolahan data melalui tahap-tahap sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) 1. Editing Dimaksudkan untuk meneliti setiap pertanyaan yang telah terisi yaitu tentang kelengkapan pengisian serta kesalahan pengisian. Laporan hasil wawancara



tidak



diperbolehkan



ada



yang



kosong,



petugas



pengumpulan data bertanggung jawab untuk melengkapi dengan melakukan wawancara. 2. Coding Setelah editing kemudian dilakukan kegiatan coding data untuk variabel independen dan dependen. Dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengolahan data dengan kegiatan yang dilakukan adalah memberikan kode dengan angka yang telah ditetapkan sebelumnya pada lembar wawancara dengan simbol yang telah disiapkan pada bagian kanan lembar wawancara.



3. Skoring Setelah semua variabel diberi kode selanjutnya masing-masing komponen variabel dijumlahkan, untuk menentukan variabel tersebut memenuhi syarat atau tidak. 4. Data Entry Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Data dimasukan secara manual ke dalam program pengolahan komputer. 5. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden telah selesai dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan



adanya



kesalahan



kode,



ketidaklengkapan,



dan



sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Adapun caranya sebagai berikut : a. Mengetahui data yang hilang (missing data). b. Mengetahui variasi data yang dimasukan benar atau salah c. Mengetahui konsentensi data



3.9.2 Analisa Data Analisa data merupakan tahap yang paling penting dan sangat menentukan.



Sebab



didalamnya



data



diolah



dan



dikelompokkan,



diklasifikasikan dan dikategorikan serta dimanfaatkan untuk memperoleh kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis yang dirumuskan (Notoatmodjo, 2012).



1. Analisa Univariat



a. Variabel bebas : Kebiasaan jajan sembarangan b. Variabel terikat : Demam Typhoid



2. Analisa Bivariat



3.10 Etika Penelitian Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, etika penelitian dalam penelitian ini (Hidayat, 2011) yaitu: 1. Informed Consent Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu, kemudian menjelaskan maksud dari penelitian tentang tujuan penelitian kepada responden baik secara lisan maupun tulisan berupa lembar persetujuan, jika responden bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. 2. Anonimity (tanpa nama) Pada lembar kuesioner pengisian identitas tidak mencantumkan nama responden melainkan nama inisial dan kode responden untuk merahasiakan identitas responden. 3. Confidentiality (Kerahasian) Semua informasi yang telah dikumpulkan akan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Dalam lembar informed consent, peneliti akan menjamin kerahasian identitas dan jawaban responden. 4. Justice (Keadilan) Prinsip Keadilan ini menjamin pada lansia atau responden akan memperoleh perlakukan yang sama tanpa membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.



3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.11.1. Lokasi Lokasi penelitian ini dilakukan di PPK BLUD RSU Pelabuhanratu, merupakan Rumah Sakit yang berada di Pelabuhanratu , Sukabumi. 3.11.2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni 2019.



DAFTAR PUSTAKA