Proposal Tugas Akhir Kebisingan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMETAAN DAN ANALISIS KEBISINGAN AKIBAT AKTIFITAS KERJA



PROPOSAL TUGAS AKHIR



Disusun Oleh : Nama



: Hari Sunarto



NPM



: 3333121219



Jurusan



: Teknik Industri



JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN 2017



BAB I PENDAHULUAN



1.



Judul



“PEMETAAN DAN ANALISIS KEBISINGAN AKIBAT AKTIFITAS KERJA” 2.



Pendahuluan Perkembangan industri di Indonesia yang tumbuh dengan pesat selain berdampak



positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat, juga berdampak negatif karena potensinya untuk mencemari lingkungan misalnya asap dan kebisingan akibat operasional perusahaan. Pencemaran yang terjadi jika dibiarkan begitu tanpa mendapatkan perhatian khusus dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan terutama di sekitar perusahaan, yang kemudian dapat juga menurunkan kualitas hidup masyarakatnya. Banyak perusahaan khususnya perusahaan manufaktur menghasilkan suara bising. Suara bising biasanya terjadi akibat aktifitas kerja seperti mesin, material handling dan juga aktifitas pekerja. Tingkat kebisingan yang paling tinggi lebih dominan pada bagian lantai produksi yang dimana terdapat mesin-mesin produksi yang rata-rata melebihi NAB (Nilai Ambang Batas). Hal ini tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999 tentang faktor fisik ditempat kerja yaitu tidak boleh melebihi 85 dB selama 8 jam kerja. Jumlah sumber bunyi bertambah secara teratur di lingkungan sekitar dan ketika bunyi menjadi tidak diiinginkan maka bunyi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi suatu kebisingan. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 yang mempersyaratkan adanya baku mutu tingkat kebisingan di lingkungan kerja mendasari adanya pengendalian kebisingan.



Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan atau intensitas kebisingan di area produksi dan dilakukan pemetaan intensitas sehingga dapat diketahui area-area dengan intensitas kebisingan yang berlebihan dan dapat melakukan upaya pencegahan awal kebisingan dengan penggunaan alat pelindung telinga seperti earplug yang mengacu pada hasil pemetaan yang digunakan sebagai display area kerja.



3.



Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam perencanaan ini adalah: 1. Berapa intensitas kebisingan yang terjadi di kawasan perusahaan yang diakibatkan oleh operasional pabrik? 2. Bagaimana pemetaan kebisingan dari hasil pengukuran tingkat kebisingan di area perusahaan akibat aktifitas produksi dalam bentuk peta kebisingan? 3. Tindakan alternatif apa yang dapat dilakukan untuk melindungi pekerja dari paparan kebisingan?



4.



Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah: 1. Mengetahui tingkat kebisingan yang terjadi di kawasan perusahaan akibat operasional pabrik. 2. Memperoleh pemetaan kebisingan di lokasi perusahaan akibat kebisingan dilantai produksi. 3. Memperoleh alternatif yang dapat dilakukan untuk melindungi pekerja dari paparan kebisingan.



5.



Batasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian tidak terlalu luas dan memperjelas



obyek penelitian yang akan dilakukan. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengambilan sampel menggunakan alat pengukur kebisingan Sound Level Meter. 2. Alat pemetaan menggunakan software surfer 13. 3. Data yang digunakan adalah data hasil pengukuran tingkat kebisingan di area perusahaan yang akan dipetakan.



4. Pemetaan kebisingan dilakukan hanya pada area lingkungan produksi.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Bunyi Bunyi adalah suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang



saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan energi serta sebagian dipantulkan kembali (Salim, 2002). Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis (Suma’mur, 1996). Kualitas suara ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi suara dinyatakan dengan jumlah getaran tiap detik, atau Hertz (Hz). Sedang intensitas bunyi merupakan besarnya tekanan suara, yang dalam pengukuran sehari-hari dinyatakan dalam perbandingan logaritmis dan menggunakan satuan desibel (dB) (Budiono, 2003). Menurut Salim (2002), bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi sebagai berikut : a. Infrasonik Bila suara dengan gelombang antara 0-16 Hz. Infrasonik tidak dapat didengar oleh telinga manusia dan biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah dan bangunan. Frekuensi < 16 Hz akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, lesu, dan kadang-kadang perubahan penglihatan.



b. Sonik Bila gelombang suara antara 16-20.000 Hz. Merupakan frekuensi yang dapat ditangkap oleh telinga manusia. Bunyi dengan frekuensi 250-3.000 Hz sangat penting, karena frekuensi tersebut manusia dapat mengadakan komunikasi dengan normal.



c. Ultrasonik Bila gelombang lebih dari 20.000 Hz, sering digunakan dalam bidang kedokteran, seperti untuk penghancuran batu ginjal, pembedahan katarak, karena dengan frekuensi yang tingggi, bunyi mempunyai daya tembus



jaringan yang cukup besar, sedangkan suara dengan frekuensi sebesar ini tidak dapat didengar oleh suara manusia.



2.2



Kebisingan Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-



alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun 1999). Rangsang suara yang berlebihan atau tidak dikehendaki (bising), yang dijumpai di perusahaan akan mempengaruhi fungsi pendengaran. Berbagai faktor seperti intensitas, frekuensi, jenis atau irama bising, lama pemajanan serta lama waktu istirahat antar dua periode pemajanan sangat menentukan dalam proses terjadinya ketulian atau kurang pendengaran akibat bising. Demikian juga faktor kepekaan tiap pekerja seperti misalnya umur, pemajanan kebisingan sebelumnya, kondisi kesehatan, penyakit telinga yang pernah diderita, perlu pula dipertimbangkan dalam menentukan gangguan pendengaran akibat bising (Budiono, 2003). Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala (Rambe, 2003). Menurut Buchari (2007), bahaya bising dihubungkan dengan beberapa faktor, yaitu : a. Intensitas Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat di dengar. Jadi tingkat tekanan bunyi di ukur dengan skala logaritma dalam desibel (dB).



b. Frekuensi Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 20.000 Hz. Frekuensi bicara terdapat dalam rentang 250-4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya. c. Durasi Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan kelihatannya berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. Jadi perlu untuk mengukur semua element lingkungan akustik yang dapat merekam dan memadukan bunyi. d. Sifat Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermitten). Bising impulsif (satu atau lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang dari 11 detik) sangat berbahaya.



Menurut Sihar (2005), kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu: a. Kebisingan tetap (steady noise), sering disebut juga kebisingan continous. Kebisingan ini dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Discrete frequency noise Merupakan kebisingan dengan frekwensi terputus yang berupa ”nada-nada” murni dan terjadi pada frekwensi yang beragam dan luas. Contohnya suara mesin, suara kipas. 2. Broad band noise Merupakan kebisingan dengan frekwensi terputus yang berupa bukan ”nadanada” murni dan terjadi pada frekwensi yang lebih sempit. Misalkan suara dari mesin gergaji, katup gas. b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) merupakan kebisingan yang memerlukan waktu untuk menurunkan intensitasnya tidak lebih dari 500 milidetik, dibagi lagi menjadi: 1. Intermittent noise Merupakan kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.



2. Impulsive noise Merupakan kebisingan yang dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.



Berdasarkan pengaruhnya teradap manusia, bising dapat dibagi atas : 1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras. Misalnya mendengkur. 2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.



Menurut Sasongko, dkk (2000) sumber bising dibedakan bentuknya atas 2 jenis yaitu : 1. Sumber Titik Kebisingan yang berasal dari sumber diam atau tidak bergerak. Penyebaran kebisingan dengan sumber diam ini dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. 2. Sumber Garis (Berasal dari sumber bergerak) Kebisingan ini berasal dari sumber bergerak. Penyebaran kebisingan bergerak ini dalam bentuk silinder-silinder konsentris dan sumber kebisingan sebagai sumbunya dengan menyebar ke udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. Sumber kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi.



Menurut Habsari (2003), Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah menurunkan kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi atau percakapan antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara atau permanen, dan tuli akibat kebisingan (Noise Induce Hearing Loss = NIHL). Undang - Undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat (1), mewajibkan para pengusaha untuk melakukan perlindungan terhadap tenaga kerjanya dengan cara



menyediakan tempat kerja yang sehat dan terhindar dari penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Nilai Ambang Batas adalah standart faktor tempat kerja yang diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan seharihari untuk waktu tidak melebihi 8 jam perhari atau 40 jam perminggu (Kepmenaker No.Kep-51/MEN/1999). Baku Mutu atau pedoman yang digunakan adalah Kepmenaker No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. National



Institute



of



Occupational



Safety



&



Health



(NIOSH)



mendefinisikan status suara di mana suara berubah menjadi polutan apabila: a. Suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dB. b. Kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam



2.3



Pendengaran Daya dengar seseorang dalam menangkap suara sangat sangat dipengaruhi oleh



faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi umur, kondisi kesehatan maupun riwayat penyakit yang pernah diderita, obat-obatan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal dapat meliputi masa kerja, tingkat intensitas suara di sekitarnya, lamanya terpajan dengan kebisngan, karakteristik kebisingan serta frekuensi suara yang ditimbulkan (Patrick dalam Tarwaka, dkk, 2004). Dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ambang dengar tersebut yang paling menonjol adalah faktor umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan (masa kerja di tempat tersebut). (Tarwaka, dkk, 2004). Apabila telinga memperoleh rangsang suara, maka menurut Ballantyne dan Groves dalam Budiono (2003), sesuai dengan besarnya rangsangan akan terjadi proses : a. Adaptasi, yang berlangsung 0-3 menit, yakni berupa kenaikan ambang dengar sesaat. Jika rangsangan berhenti, ambang dengar akan kembali seperti semula. b. Pergeseran ambang dengar sementara (Temporary Threshold shift), sebagai kelanjutan proses adaptasi akibat rangsang suara yang lebih kuat dan dapat dibedakan dalam dua tahap yakni kelelahan (Fartigue) dan tuli



sementara terhadap



rangsangan



(Temporary



Stimulation



Deafness).



Kelelahan tersebut, akan pulih kembali secara lambat, dan akan semakin bertambah lambat lagi jika tingkat kelelahan semakin tinggi. Sedang tuli sementara akibat rangsang suara dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama. c. Pergeseran ambang dengar yang persisten (Persistent Threshold Shift), yang masih ada setelah 40 jam rangsang suara berhenti. d. Pergeseran ambang dengar yang menetap (Permanent Threshold Shift), meskipun rangsang suara sudah tidak ada. Pada keadaan ini sudah terjadi kelainan patologis yang permanen pada cochlea umumnya pada kasus trauma akustik dan akibat kebisingan akibat kebisingan di tempat kerja.



Cacat pendengaran akibat kerja (Occupational Deafness/Noise Induced Hearing Loss) adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising yang terus menerus di lingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan dan semakin lam waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja tersebut (Rambe, 2003). Menurut Buchari (2007), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian akibat kerja (Occupational Hearing Loss) adalah intensitas suara yang terlalu tinggi, usia karyawan, ketulian yang sudah ada sebelum bekerja (Pre-employment Pearing Impairment), tekanan dan frekuensi bising tersebut, lama bekerja, jarak dari sumber suara dan gaya hidup pekerja di luar tempat.



2.4



Pemetaan Kebisingan Pemetaan diartikan sebagai penggambaran secara visual yang menghasilkan



sebuah peta, sedangkan pemetaan kebisingan berarti penggambaran secara visual dari tingkat kebisingan yang ditimbulkan pada tiap-tiap titik pengamatan dimana pengukuran ini akan menghasilkan sebuah peta kontur kebisingan. Pemetaan ini dapat menggunakan bantuan suatu program yaitu dengan menggunkan Surfer 10. Hasil pemetaan dengan program ini memerlukan bantuan program notepad dalam memasukkan data.



Data-data tingkat kebisingan yang diperoleh dari hasil pengukuran tingkat kebisingan (dB) nantinya akan dilakukan pemetaan dengan menggunakan program Surfer 10. Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan koordinat (X,Y) dari masing-masing titik sampel. Titik koordinat tersebutnya akan dijadikan nilai input data nilai tingkat kebisingan dengan menggunakan program excel. Data yang ada nantinya akan disalin ke dalam bentuk notepad dengan ekstensi *.txt sebagai database Surfer 13 (Edo, 2004).



2.5



Display Display merupakan alat peraga yang menyampaikan informasi kepada organ



tubuh manusia dengan berbagai macam cara, penyampaian informasi tersebut di dalam “sistem manusia-mesin” merupakan suatu proses yang dinamis dari presentasi visual indera pengelihatan, proses tersebut akan sangat banyak dipengaruhi oleh desain dari alat peraganya display berfungsi sebagai suatu “sistem komunikasi kerja dengan perantara” yang menghubungkan antara fasilitas kerja maupun mesin kepada manusia,variabel yang bertindak sebagai mesin dalam hal ini adalah stasiun kerja dengan perantaranya adalah alat peraga, manusia di sisi lain berfungsi sebagai operator yang dapat diharapkan untuk melakukan suatu kegiatan yang diinginkan (Nurmianto, 2008). Display mengambil bentuk semacam pengaturan pembacaan komputer, sifat apapun dari display, jarak antara display dengan mata, tinggi antara display dengan mata dan sudut antara mata dengan display adalah suatu pertimbangan penting, dalam kasus tertentu,tampilan harus diamati dari posisi berdiri, lainnya dari posisi duduk, stasiun kerja juga harus dapat dipakai orang yang memiliki berbagai ukuran tubuh (Panero dan Zelnik, 1979).



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



4.1 Diagram Alir Penelitian Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 Mulai



Studi Pendahuluan



Studi Lapangan



Studi Literatur



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian



Batasan Masalah



Pengumpulan Data Primer: 1. Survey Per-area Tingkat Bising 2. Survey Per-Individu Pengumpulan Data Sekunder: 1. Data Perusahaan 2. Layout Perusahaan



Pengolahan Data



Pembahasan dan Analisa



Kesimpulan dan Saran



Selesai



Gambar 3.1 Flow Chart Penelitian



4.2 Deskripsi Pemecahan Masalah 1. Mulai 2. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan ini dibentuk dengan tujuan untuk mengetahui langkah –langkah yang dilaksanakan saat penelitian dan pembuatan laporan penelitian. a. Studi Lapangan Merupakan suatu rangkaian penelitian yang dilakukan secara langsung untuk mendapatkan data primer yang dibutuhkan. b. Tinjauan Pusataka Tinjauan pustaka dilakukan untuk mengetahui berbagai landasan teori yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah sesuai dengan metode yang digunakan. 3. Perumusan Masalah Mengidentifikasi



masalah



yang



terjadi



kemudian



dirumuskan,



disederhanakan sehingga menjadi sebuah masalah yang lebih mudah dimengerti. 4. Tujuan Penelitian Menetapkan tujuan penelitian yang menjadi dasar penelitian ini dilakukan. 5. Batasan Masalah Batasan-batasan yang digunakan pada penelitian ini dilakukan agar pembahasan tidak melebar pada masalah-masalah lain diluar topik penelitia dan metode yang digunakan. 6. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan agar data-data yang diperlukan dapat terkumpul dalam menunjang pengolahan data sesuai dengan metode yang digunakan. 7. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan sesuai dengan menggunakan metode yang digunakan. 8. Pembahasan dan Analisa



Menganalisa setiap hasil yang didapat dari proses pengumpulan data dan pengolahan data kemudian dilakukan pembahasan secara teoritis. 9. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan berdasarkan hasil analisa dari pengolahan data serta saransaran sebagai usulan perbaikan. 10. Selesai



4.3 Jenis Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. a. Data Primer Data primer dalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat. Data primer yang diperoleh yaitu: 1. Data Tingat Kebisingan Proses pengukuran kebisingan menggunakan metode pengukuran grid, dimana dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling arus dibuat dengan jarak yang sama dilokasi tersebut. Pengukuran dilakukan dengan tiga kondisi yaitu pagi (09.00-11.00), Siang (12.00-14.00), dan Sore (15.00-17.00) pada hari yang sama serta pemilihan tiga kondisi tersebut bertujuan untuk membandingkan bagaimana kebisingan dalam satu hari dengan beberapa waktu yang berbeda (Maulana, Santoso, dan Soelistijorini, 2011:4). 2. Survey per-individu Melakukan survey per-individu kepada para pekerja secara sampling dengan wawancara secara langsung terkait gangguan atau keluhan terhadap tubuh terutama pendengaran akibat paparan kebisingan secara langsung di area kerja tersebut. b. Data Sekunder 1. Data Perusahaan Data ini didapatkan dari pihak perusahaan yaitu berupa data given hasil pengukuran paparan atau tingkat kebisingan yang pernah dilakukan pengukuran sebelumnya oleh pihak perusahaan.



2. Data Layout Perusahaan Data ini didapatkan dari pihak perusahaan yaitu berupa layout atau peta perusahaan terutama layout atau peta bagian yang akan dilakukan penelitian.



4.4 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu dan tempat penelitian dilakukan pada bulan November 2017 dan tempat penelitian terletak di PT. Cilegon Fabricators tersebut dipilih karena perusahaan tersebut salah satu perusahaan workshop atau manufaktur terbesar sehingga untuk proses produksinya dibutuhkan alat dan mesin yang besar sehingga dampak dari proses tersebut menimbulkan suara atau tingkat kebisingan yang cukup tinggi.



4.5 Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa Sound Level Meter yaitu alat pengukur tingkat kebisingan, Software Surfer 13 yaitu alat atau software untuk mengolah hasil dari pengukuran kebisingan yang kemudian dipetakan, dan Meteran untuk mengukur jarak titik sampling.



DAFTAR PUSTAKA Muhammad Jefry K, Dyah Riandadari, ST., MT. 2013. Analisis Pengaruh Kebisingan dan temperatus Terhadap Produktivitas Pembuatan Spare Part Motor Pada UD. Sinar Abadi Waru Sidoarjo. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabya: Surabaya Latar Muhammad Arief, Ir., M.Sc. 2013. Manajemen Pengendalian Bising. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul: Jakarta Dedy Ferdianta G, Listiani Nurul Huda, Elisabeth Ginting. 2013. Analisis Tingkat Kebisingan Untuk Mereduksi Dosis Paparan Bising Di PT. XYZ. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara: Medan Vera Surtia Bachtiar, Yommi Dewilda, Berlinda Vaniake Wemas. 2013. Analisis Tingkat Kebisingan dan Usaha Pengendalian Pada Unit Produksi Pada Suatu Industri Di Kota Batam. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas: Batam