6 0 873 KB
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA 1 PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE BIURET
I.
NO PERCOBAAN
: 4 (Empat)
II.
JUDUL PERCOBAAN
:
Penentuan Kadar Protein dengan Metode Biuret III. TANGGAL PERCOBAAN
: Kamis,5 Oktober 2017
IV. SELESAI PERCOBAAN
: Kamis,5 Oktober 2017
V.
:
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kadar protein yang ada pada ikan mujair dengan menggunakan cara Biuret VI. DASAR TEORI Protein Protein merupakan makro molekul yang berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat kering yang hampir pada semua organisme (Lehninger, 1998). Molekul protein terutama tersusun oleh atom karbon (51,0-55,0%), hidrogen (6,5-7,3%), oksigen (21,5-23,5%), nitrogen (15,5-18,0%) dan sebagian besar mengandung sulfur (0,5-2,0%) dan fosfor (0,0-1,5%) (Anggorodi, 1979). Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain: 1.
Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.
2.
Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.
3.
Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim proteolitik.
4.
Dapat bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya warna coklat. (Winarno, 1992) Protein apabila dihidrolisis akan menjadi asam amino. Hal ini
mebuktikan bahwa molekul penyusun protein adalah asam amino (Lehninger, 1995).
Asam Amino Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein (Poedjiadi, 2006). Asam amino sendiri terjadi secara alami sebagai penyusun protein yang mempunyai gugus amino (NH2) dan gugus karboksilat (COOH). Masing-masing asam amino mengandung satu atom karbon (C) yang mengikat satu atom Hidrogen (H), satu gugus amina (NH2), satu gugus karboksil (COOH) dan gugus lain (gugius R ) (Lehninger, 1995). Struktur asam amino:
(Lehninger, 1995)
Ikatan yang terjadi antara dua asam amino dinamakan ikatan peptida (Poedjiadi, 2006). Pada dasarnya suatu peptida adalah hasil asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2 membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan dihasilkan asamasam amino. (Poedjiadi, 1994).
Sifat peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 ,
namun pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh (Poedjiadi, 1994). Rentetan asam-asam amino dalam suatu molekul protein disebut struktur primer protein. Namun terdapat banyak hal pada struktur protein daripada hanya struktur primer. Banyak sifat suatu protein ditentukan oleh orientasi molekul sebagai suatu keseluruhan. Bentuk yang padanya suatu molekul protein menata kerangkanya disebut struktur sekunder. Antraksi lebih lanjut seperti terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan disebut struktur tersier. Antaraksi antara sub-unit protein tertentu seperti antara globin-blobin dalam hemoglobin disebut struktur kuartener. Struktur sekunder, tersier dan kuartener secara kolektif dirujuk sebagai struktur yang lebih tinggi dari protein. (Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1982).
Metode Analisa Protein Pengujian atau analisis protein dapat dilakukan dengan teknik spektroskopi. Teknik spektroskopi adalah metode yang menggunakan spektrofotometer. Teknik ini dilakukan dengan menghitung kadar protein berdasarkan kemampuan protein menyerap atau membaurkan cahaya di daerah UV-Visible. Teknik spektroskopi memiliki beberapa metode berdasarkan reagen yang digunakan, diantaranya adalah metode biuret, metode Lowry, metode Bradford, dan metode pengikatan warna (Donald 2009). Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi protein secara kualitatif dan kuantitatif : Secara Kualitatif 1. Reaksi Xantoprotein Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. 2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. 3. Reaksi Millon Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenolfenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. 4. Reaksi Natriumnitroprusida Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif. 5. Reaksi Sakaguchi Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah. 6. Metode Biuret Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet. Secara Kuantitatif 1.
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan cara kjeldahl ini
sering
disebut
dengan
kadar
protein
kasar/crude
protein
(Sudarmadji, 1989). Keuntungan dari metode Keldahl adalah: 1.
Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain.
2.
Dapat diaplikasikan pada semua jenis makanan
3.
Tidak mahal (Jika tidak menggunakan autosistem)
4.
Akurat untuk protein kasar
5.
Dapat dimodifikasi untuk mengukur jumlah kecil protein
6.
Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
Kerugian dari metode Kejldahl adalah: 1.
Mengukur total N organic, termasuk N yang bukan protein.
2.
Memakan waktu (2 jam)
3.
Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.
4.
Menggunakan reagen-reagen yang sangat korosif dan prosesnya yang lumayan berbahaya
2.
Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 pereaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi
reagen
Folin-Ciocalteu,
kompleks
phosphomolibdat-
phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Lowry, dkk, 1951). Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun
metode
Lowry
lebih
banyak
interferensinya
akibat
kesensitifannya (Lowry, dkk, 1951). Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium,
dan
kalsium.
Interferensi
agen-agen
ini
dapat
diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry, dkk, 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat mengukur molekul peptida panjang (Alexander dan Griffiths, 1992). Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).
3.
Metode Barford Bardford untuk mengidentifikasi asam amino tertentu saja seperti pirin, pirimidin, dan gugus amina saja. Kelebihan dan kelemahan metode Bardford Kelebihan 1. Cepat (2 menit), pereaksi yang digunakan sangat sederhana dan mudah untuk disiapkan 2. Kompleks warna biru pada larutan yang diberi reagen bardford sangat cepat terbentuk dan bersifat stabil. 3. Dapat mengukurprotein dengan BM lebih dari 4000 da. Kelemahan : 1. Terjadi variasi warnna, sehingga dalam pemilihan standar protein harus hati-hati. 2. Terpengaruh dengan deterjen non-ionik dan ionik.
4.
Metode Biuret Metode biuret merupakan salah satu metode yang terbaik untuk menguji kandungan protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+
membentuk
kompleks
dengan
ikatan
peptide
sehingga
menghasilkan warna ungu dengan absorbansinya maksimal 540 nm (Tim Dosen Biokimia, 2017). Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein cara biuret adalah dengan mengukur optical density (OD) pada panjang gelombang 560 – 580 nm. Agar dapat menghitung banyaknya protein maka perlu lebih
dahuu dibuat kurva baku/standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea. Dengan menggunakan Lambert-Beer menyatakan: A=kxcxl Dimana : A = Absorbansi k = koefisien ekstnksi mola sampel l = tebal kuvet c = konsentrasi sampel Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi dan tidak bergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptide yang sama per satuan berat (Tim Dosen Biokimia, 2017). Ikatan peptide protein membentuk kompleks yang berwarna ungu. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Kandungan senyawa/zat pada reagen biuret: CuSO4 memberikan kompleks berwarna. KOH memberikan suasana basa (mengubah Cu2+ menjadi Cu+). KNaC4H4O6 (Kalium Natrium Tartrat) untuk menstabilkan kompleks ion Cu2+. Reaksi biuret terdiri dari campuran protein dengan sodium hidroksida (berupa larutan), dan tembaga sulfat. Warna violet adalah
hasil dari reaksi ini. Reaksi ini positif untuk 2 atau lebih ikatan peptida. Sehingga reaksi yang terjadi adalah : CuSO4.5H2O + NaOH → Cu(OH)2 + Na2SO4 + H2O Cu(OH)2 ↔ Cu2+ + 2OHAlasan menggunakan metode ini karena keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Selain itu metode biuret dapat mengidentifikasi asam amino dengan berbagai asam amino yang mengandung N, S, atau P. Sedangkan pada metode Kjeldahl untuk mengidentifikasi asam amino yang mengandung Nitrogen saja dan metode Bardford untuk mengidentifikasi asam amino tertentu saja seperti pirin, pirimidin, dan gugus amina saja. Metode biuret sebenarnya hampir sama dengan metode Lowry, namun dalam skala laboratorium yang umum digunakan yaitu metode biuret.
Prinsip Spektrofotometri UV VIS Menurut (Syabatini 2010), spektrofotometri merupakan suatu metoda
analisa
yang
didasarkan
pada
pengukuran
serapan
sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometri
dapat
dianggap
sebagai
perluasan
suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda. Spektrofotometer ini hanya terjadi bila adanya perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi
singlet. Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan Hukum Lambert-Beer, bila cahaya monokromatik melalui suatu media, maka sebagian cahaya disebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian diteruskan (Sabrina 2012). Tabel 1. Spektrum cahaya tampak dan warna-warna komplementer Panjang Gelombang, nm
Warna
Warna Komplementer
400 – 435
Violet
Kuning – hijau
435 – 480
Biru
Kuning
480 – 490
Hijau – biru
Oranye
490 – 500
Biru – hijua
Merah
500 – 560
Hijau
Ungu
560 – 580
Kuning – hijau
Violet
580 – 595
Kuning
Biru
595 – 610
Oranye
Hijau – biru
610 – 750
Merah
Biru - hijau
(Day, R.A. Jr and Underwood, A.L. 2002) Protein pada Ikan Mujair Nila Secara
umum,
sebagai
bahan
pangan
sumber
lauk-pauk,
kandungan nutrisi yang terkandung dalam daging ikan sama saja dengan yang ada dalam daging sapi atau daging ayam. Ada protein, lemak, vitamin, dan mineral.Yang membedakan adalah jumlah, komposisi, dan jenis dari masing-masing zat gizi tersebut.Protein pada ikan tersusun atas asam amino esensial yang lengkap dan lebih mudah dicerna dibanding protein dari sumber hewani lainnya.Protein merupakan sumber nutrisi penting untuk pertumbuhan.Sementara, untuk soal lemaknya, jenis lemak yang ada dalam ikan berbeda dari lemak yang ditemukan dalam daging sapi atau daging ayam. Jadi, kalau biasanya orang dengan sengaja membatasi asupan daging merah, termasuk daging sapi, karena khawatir akan gempuran lemak (jenis asam lemak jenuh) dan kolesterolnya, tidak begitu halnya dengan ikan. Ikan mujair nila merupakan salah satu jenis ikan yang kaya akan manfaat, Memperlancar proses metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak, mencegah terjadinya insomnia, mencegah kram dan kejang otot,
mengurangi terjadinya gangguan emosi, meningkatkan daya tahan dan imunitas tubuh. Variasi makanan juga diperlukan untuk orang yang kesehatannya kurang normal.ikan mujair nila merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi yang di butuhkan tubuh kita. Ikan mujair nila juga merupakan salah satu jenis ikan yang familyer mudah di dapat dan di olah dalam berbagai varian rasa. Ikan mujair nila memiliki daging yang gurih dan nikmat, hal itu yang membuat ikan mujair nila mudah diolah menjadi berbagai makanan lezat.Selain itu, ikan mujair nila mempunyai kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Di dalam ikan mujair nila terdapat kandungan protein, vitamin A, vitamin E, dan kandungan mineral yang terdiri dari kalsium, fosfor serta magnesium. Ikan mujair nila juga memiliki kandungan omega-3 yang bermanfaat untuk proses pencernaan dan perkembangan sel-sel di dalam otak. Menurut Leksono dan Syahrul ikan nila memiliki kandungan gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya seperti ikan lele. Kandungan protein ikan nila merah sebesar 43.57%; lemak 7,01 %; kadar abu 7,01% per 100 gram berat ikan nila. Dibandingkan dengan kacang-kacangan, telur, dan daging, protein ikan lebih tinggi.Protein sangat bermanfaat untuk merangsang sel pertumbuhan pada balita.Selain itu protein ikan juga sangat mudah dicerna, sehingga baik untuk dikonsumsi oleh balita.(Djaeni,Ahmad.2008) Pengukuran Kadar Protein Pengukuran kadar protein dapat dilakukan dengan menggunakan kurva standar. Kurva standar dibuat dari hubungan antara konsentrasi larutan dengan absorbansinya. Kurva standar dibuat dari larutan standar. Larutan standar adalah larutan yang sudah diketahui nilai konsentrasinya. Larutan ini diperlukan untuk menghitung nilai konsentrasi sampel protein yang diukur menggunakan persamaan garis dari larutan standar yang diperoleh (Sasongko et al. 2010).
VII. ALAT BAHAN a. Alat :
Tabung reaksi
12 buah
Rak tabung reaksi
1 buah
Pipet tetes
5 buah
Pipet volume
1 buah
Gelas kimia
2 buah
Alu
1 buah
Mortar
1 buah
Gelas ukur 25 ml
1 buah
Spektronik-20
1 buah
Alat inkubasi
1 buah
Tabung sentrifuge
2 buah
Labu ukur 10 ml
1 buah
b. Bahan :
Reagen Biuret
secukupnya
Aquades
secukupnya
Larutan induk
secukupnya
Ikan mujair
1 gram
VIII. ALUR PERCOBAAN 1. Persiapan sampel Sampel dalam bentuk padatan Sampel Protein (padatan) -Ditimbang 1 gram -Dihancurkan/ditumbuk dengan mortal alu -Ditambahkan aquades 10 mL
Larutan sampel protein -Disentrifuge -didekantasi Residu
Filtrat Sampel
2. Pembuatan standar 1 mL larutan standart protein dengan kadar 1 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 2 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 3 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 4 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 5 mg
-Dimasukkan ke dalam masingmasing tabung -Ditambahkan 5 mL reagen biuret -Dikocok -Diinkubasi pada suhu 37OC selama 10 menit -Dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menitsampai terbentuk warna ungu yang stabil -Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektronik 20 Nilai Absorbansi (A)
3. Penetapan absorbansi larutan blanko 1 mL aquades -Ditambahkan 5 mL reagen biuret -Dikocok -Diinkubasi pada suhu 37OC selama 10 menit -Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektronik 20 Nilai Absorbansi (A) 4. Penetapan absorbansi larutan sampel 1 mL larutan sampel -Ditambahkan 5 mL reagen biuret -Dikocok -Diinkubasi pada suhu 37OC selama 10 menit -Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektronik 20 Nilai Absorbansi (A)
IX.
HASIL PENGAMATAN
No Perco. 1.
ProsedurPercobaan Persiapan Sampel Sampel Protein (padatan) -Ditimbang 1 gram -Dihancurkan/ditumbuk dengan mortal alu -Ditambahkan aquades 10 mL Larutan sampel protein -Disentrifuge -didekantasi Residu
Filtrat Sampel
Hasil Pengamatan Sebelum Ikan mujair = 1 gram Aquades = tidak berwarna Ikan mujair = berwarna putih
Sesudah Setelah dihancurkan = halus berwrna putih Dilarutkan dengan aquades = larutan berwarna putih keruh Disentrifuge terbentuk 2 lapisan Filtrat = larutan berwarna putih keruh Residu = endapan berwarna putih
Dugaan/ Reaksi
Kesimpulan Didapatkan filtrate ikan mujair yang berwarna putih keruh
2.
Pembuatan Standart 1 mL larutan standart protein dengan kadar 1 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 2 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 3 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 4 mg
1 mL larutan standart protein dengan kadar 5 mg
-Dimasukkan ke dalam masingmasing tabung -Ditambahkan 5 mL reagen biuret -Dikocok -Diinkubasi pada suhu 37OC selama 10 menit -Dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menitsampai terbentuk warna ungu yang stabil -Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektronik 20
Nilai Absorbansi (A)
Warna reagen Larutan biuret = larutan standart berwarna biru dengan kadar 5 muda mg + reagen biuret = larutan Aquades = berwarna biru larutan tidak keunguan berwarna (+++) Larutan standar protein Larutan standart : tidak dengan kadar 4 berwarna mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (+++) Larutan standart dengan kadar 3 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (++) Larutan standart dengan kadar 2 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (+)
CuSO4.5H2O + 2 NaOH→ Cu(OH)2 + Na2SO4 + 5H2O Cu(OH) →Cu2+ + OH-
Semakin tinggi konsentrasi makan intensitas warna ungu akan semakin tinggi, begitu juga nilai absorbansinya akan semakin tinggi pula. Dan Nilai Absorbansi : A1 = 0,078 A2 = 0,098 A3 = 0,126 A4 = 0,144 A5 = 0,219
Larutan standart dengan kadar 1 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan Setelah diinkubasi selama 10 menit = tidak terjadi perubahan Larutan standart dengan kadar 5 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (+++) Larutan standart dengan kadar 4 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (+++) Larutan standart dengan kadar 3
mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (++) Larutan standart dengan kadar 2 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (+) Larutan standart dengan kadar 1 mg + reagen biuret = larutan berwarna biru keunguan (+) Nilai Absorbansi : A1 = 0,078 A2 = 0,098 A3 = 0,126 A4 = 0,144 A5 = 0,219 Y = ax + b Y = 0,0328x + 0,0346 R2 = 0,9105
3.
Penetapan Absorbansi Larutan Blanko 1 mL aquades -Ditambahkan 5 mL reagen biuret -Dikocok -Diinkubasi pada suhu 37OC selama 10 menit -Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektronik 20
Reagen biuret = larutan berwarna biru muda Aquades = larutan tidak berwarna
Aquades + reagen biuret = larutan berwarna biru Setelah diinkubasi = larutan berwarna biru muda Nilai absorbansinya =0
Kadar protein secara Diperoleh nilai absorbansi larutan teori 43.57 % blanko sebesar 0 dalam 100 gram CuSO4.5H2O + 2 NaOH→ Cu(OH)2 + Na2SO4 + 5H2O Cu(OH) →Cu2+ + OH-
Nilai Absorbansi (A)
(Kompleks ungu)
warna
4.
Penetapan Absorbansi larutan sampel 1 mL larutan sampel -Ditambahkan 5 mL reagen biuret -Dikocok -Diinkubasi pada suhu 37OC selama 10 menit -Diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm dengan alat spektronik 20 Nilai Absorbansi (A)
Sampel = larutan berwarna putih keruh Reagen biuret = larutan berwarna biru muda
Larutan sampel + reagen biuret = larutan berwarna ungu pekat Dikocok: ungu pekat Setelah diinkubasi = warna tetap yaitu ungu pekat Nilai absorbansinya = 0,180
CuSO4.5H2O + 2 NaOH→ Cu(OH)2 + Na2SO4 + 5H2O Cu(OH) →Cu2+ + OH-
(Kompleks ungu)
warna
Didapatkan nilai absorbansi 0.180 didapatkan konsentrasi sebesar 4.433 mg/ml dan didapatkan kadar prtein sebesar 4.433%
X.
ANALISIS PEMBAHASAN Percobaan yang diakukan bertujuan untuk menentukan kadar protein pada sampel ikan mujair menggunakan metode Biuret. Prinsip dari metode Biuret adalah pembentukan kompleks berwarna ungu yang berasal dari ikatan antara Cu2+ dengan ikatan peptida yang ada di protein dalam suasana basa dari NaOH dalam pereaksi Biuret tersebut. Sebenarnya metode Biuret termasuk analisis kualitatif yang ditandai dengan perubahan warna menjadi ungu. Seiring berkembangnya zaman, metode Biuret dapat dikatakan sebagai analisis kuantitif yang bertujuan untuk menentukan kadar protein. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan alat spektrofotometri yang berfungsi menghasilkan nilai absorbansi dari suatu sampel. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi dan tidak bergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama per satuan berat (Tim Dosen Bikimia, 2017). Dengan mengetahui absorbansi dari beberapa konsentrasi standar, maka dapat dibuat plot kurva antara konsentrasi dengan absorbansi yang disebut kurva standar. Dengan pembuatan kurva standar, maka dapat diketahui persamaan regresi sehingga dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan memasukkan nilai absorbansi dari sampel yang diteliti. Alasan digunakannya metode Biuret dalam percobaan ini yaitu lebih efektif dan efisien, waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan semua ikatan peptida dalam suatu protein dapat teridentifikasi untuk menghitung protein total. Tidak menggunakan metode lainnya seperti metode Kjeldahl ataupun Lowry dikarenakan beberapa hal. Pada metode Kjeldahl untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh
langsung dengan cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein kasar/crude protein (Sudarmadji, 1989). Sedangkan pada metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret tetap tidak digunakan karena dalam metode ini terlibat 2 pereaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Lowry, dkk, 1951). Percobaan ini dilakukan secara 4 tahap yang pertama yaitu persiapan sampel yang bertujuan untuk memperoleh filtrat sampel yang akan diidentifikasi. Tahap kedua pembuatan larutan standar yang tujuannya adalah untuk mengetahui persamaan regresi sehingga dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan memasukkan nilai absorbansi dari sampel yang diteliti. Tahap ketiga adalah penetapan absorbansi blanko yang tujuannya sebagai faktor pengurang absorbansi dari larutan standard dan sampel. Terakhir penetapan absorbansi sampel yang tujuannya untuk menentukan kadar protein dalam sampel ikan mujair 1.
Persiapan sampel Sebelum memulai percobaan, siapkan alat berupa kaca arloji, mortar, alu, tabung sentrifuge, gelas ukur, spatula dan bahan berupa aquades dan sampel protein dari ikan mujair. Sebelum melakukan percobaan, semua alat dibersihkan menggunakan air kemudian dikeringkan agar tidak terkontaminasi dengan zat lain. Sampel yang digunakan dalam percobaan adalah ikan mujair yang ditimbang menggunakan neraca ohauss sebanyak 1 gram.
Setelah penimbangan, ikan mujair tersebut ditumbuk dengan alu dalam mortar sehingga didapatkan ikan mujair halus. ikan mujair yang telah halus, ditambah aquades sebanyak 10 mL dan disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Hasil sentrifuge adalah endapan putih sebagai residu, dan larutan berwarna bening dengan sedikit keruh sebagai filtrat. Dilakukan dekantasi untuk memisahkan filtrat dan residu tersebut. Sehingga didapatkan filtrat larutan bening sedikit keruh sebagai sampel ikan mujair yang nantinya dilakukan pengujian kadar proteinnya. 2.
Pembutan larutan standar Percobaan yang kedua yaitu pembuatan larutan standar. Tujuannya untuk membuat kurva standar. Kurva standar dibuat dari hubungan antara konsentrasi larutan dengan absorbansinya. Dengan pembuatan kurva standar, maka dapat diketahui persamaan regresi sehingga dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan memasukkan nilai absorbansi dari sampel yang diteliti. Pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 1 mg/ml, 2 mg/ml, 3 mg/ml, 4 mg/ml dan 5 mg/ml. Larutan standar dibuat dari pengenceran larutan induk protein dengan konsentrasi 10 mg/ml yang berupa larutan jernih tidak berwarna. Pengenceran dapat dihitung dengan persamaan: M1 x V1 = M2 x V2 Larutan induk 10 mg/ml (larutan tidak bewarna) diencerkan menggunakan aqudes (tidak bewarna) pada labu ukur 10 ml. Berikut adalah tabel pengenceran saat pembuatan larutan standar pada protein: Konsentrasi
Volume yang
Konsentrasi hasil
Volume hasil
awal (M1)
diencerkan (V1)
pengenceran (M2)
pengenceran (V2)
10 mg/ml
5 ml
5 mg/ml
10 ml
5 mg/ml
8 ml
4 mg/ml
10 ml
4 mg/ml
7,5 ml
3 mg/ml
10 ml
3 mg/ml
6,67 ml
2 mg/ml
10 ml
2 mg/ml
5 ml
1 mg/ml
10 ml
Pengenceran larutan induk protein menjadi beberapa konsentrasi ini menghasilkan larutan tidak berwarna. Masing-masing konsentrasi yang dibuat tersebut, diambil sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan pada 5 tabung reaksi yang berbeda. Masing-masing larutan standar dalam tabung tersebut ditambahkan 5 ml reagen Biuret (larutan berwarna biru muda jernih. Reagen biuret ini berfungsi untuk mengidentifikasi adanya ikatan peptida pada protein. Kandungan dari reagen ini yaitu NaOH dan CuSO4. Secara teori, pada penambahan reagen biuret akan menghasilkan warna ungu, dimana warna ungu dihasilkan karena terbentuknya senyawa kompleks Cu2+ dengan ikatan peptida suatu protein dalam suasana basa. Reaksi dari reagen biuret yaitu sebagai berikut: CuSO4.5H2O (aq) + NaOH (aq) Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (aq) + H2O(l) Cu(OH)2 (aq) Cu2+ + 2OHWarna dari larutan standar protein yang didapatkan berbeda-beda dari berbagai konsentrasi. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin pekat warna ungu yang dihasilkan, dan begitu juga sebaliknya. Berikut hasil perubahan warna yang dihasilkan setelag penambahan reagen Biuret: Larutan protein 1 mg/mL
: larutan berwarna biru muda
Larutan protein 2 mg/mL
: larutan berwarna biru muda (+)
Larutan protein 3 mg/mL
: larutan berwarna biru muda (++)
Larutan protein 4 mg/mL
: larutan berwarna biru keunguan (+++)
Larutan protein 5 mg/mL
: larutan berwarna biru keunguan (+++)
Perubahan dari larutan tak berwarna menjadi larutan berwarna biru dan ungu dikarenakan adanya pembentukan kompleks antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida pada protein. Reaksi yang terjadi antara protein dengan reagen Biuret adalah sebagai berikut: O HO
C
O H C R
H N
C
H C
R
NH2
+ CuSO4 (aq) + NaOH(aq)
HO
O
R
C
C H
R H N
H C
C H
NH2
H C
NH2
O Cu O HO
C
O H C R
H N
C H
R
Kemudian, inkubasi selama 10 menit pada suhu 37⁰C pada waterbath, dan dinginkan pada suhu kamar. Waktu inkubasi ini merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar protein bereaksi seluruhnya dengan reagen. Sehingga fungsi dilakukan inkubasi pada percobaan ini adalah terjadi penyesuaian larutan dengan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut, untuk mempertajam warna dari hasil reaksi larutan protein dengan reagen biuret dan untuk benar-benar memastikan bahwa terjadi ikatan Cu2+ dan ikatan Peptida pada protein sudah bereaksi semua dan stabil. Perubahan warna larutan yang terjadi setelah proses inkubasi sebagai berikut: Larutan protein 1 mg/mL
: larutan berwarna biru muda (+)
Larutan protein 2 mg/mL
: larutan berwarna biru muda (+)
Larutan protein 3 mg/mL
: larutan berwarna biru muda (++)
Larutan protein 4 mg/mL
: larutan berwarna biru keunguan (+++)
Larutan protein 5 mg/mL
: larutan berwarna biru keunguan (+++)
Kemudian kelima larutan pada tabung diukur absorbansinya menggunakan alat spektrofotomtri UV-VIS pada panjang gelombang 540 nm. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 540 nm karena karena pada panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai nilai maksimal, sinar yang dipancarkan oleh spektofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Oleh karena itu pengukuran pada panjang gelombang 540 nm ini menghasilkan pengukuran yang akurat.
Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 540 nm, diperoleh hasil yang berbeda-beda. Dimana semakin besar konsentrasi maka absorbansinya juga semakin besar. Berikut adalah tabel hasil absorbansi masing-masing dari larutan stadar protein: Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi 1,000 0,078 2,000 0.098 3,000 0.126 4,000 0.144 5,000 0.219 Bila data tersebut diplotkan dalam bentuk kurva hubungan konsentrasi dengan absorbansi, maka hasilnya adalah sebagai berikut:
Grafik Standar Hubungan Konsentrasi VS Absorbansi 0.25
0.219
y = 0.0328x + 0.0346 R² = 0.9105
Absorbansi
0.2
0.126
0.15
0.144
0.098
Absrobansi
0.078
0.1
Linear (Absrobansi) 0.05 0 0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi (mg/mL)
Dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan maka semakin pekat warna ungu yang dihasilkan, hal ini mengakibatkan cahaya yang diserap lebih tinggi yang menyebabkan nilai absorbansinya juga lebih tinggi. Kurva ini menunjukkan bahwa hasil percobaan telah sesuai dengan teori. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi dan tidak bergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptide
yang sama per satuan berat (Tim Dosen Biokimia, 2017). Dari kurva di atas didapatkan persamaan regresi kurva standar y = 0,0328x + 0,0346, dengan nilai regresi kelinearan = 0,9105. Persamaan regresi inilah yang akan digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel. 3. Penetapan absorbansi blanko Pada tahap ketiga yakni penetapan absorbansi larutan blanko, mula-mula 1 mL aquades (tidak berwarna) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambah 5 mL reagen Biuret (larutan berwarna biru muda jernih). Hal ini menunjukkan bahwa larutan blanko tidak mengandung protein. Karena larutan blanko tidak mengadung protein, maka hasil absorbansi dari larutan blanko harus lebih rendah daripada absorbansi dari larutan standar dan sampel. Reaksi yang terjadi pada reagen biuret adalah : CuSO4.5H2O (aq) + NaOH (aq) Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (aq) + H2O(l) Cu(OH)2 (aq) Cu2+ + 2OHCampuran kedua larutan tersebut menghasilkan larutan berwarna biru muda yang selanjutnya dilakukan diinkubasi pada suhu 37oC . Inkubasi tersebut dilakukan agar terjadi penyesuaian pada larutan dan reaksi dapat terjadi pada suhu tersebut, waktu inkubasi ini juga merupakan waktu yang dibutuhkan agar protein bereaksi seluruhnya dengan reagen. Setelah diinkubasi tidak terjadi perubahan warna pada larutan, yakni larutan tetap berwarna biru muda. Larutan tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Setalah larutan tersebut dingin, dilakukan proses pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Hasil pembacaan dari nilai absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-VIS, didapatkan nilai absorbansi larutan blanko adalah 0, sehingga dalam absorbansi standar dan sampel tidak perlu dikurangi nilai absorbansi larutan blanko.
4.
Penetapan absorbansi sampel Percobaan yang keempat yaitu menetapkan absorbansi larutan sampel mujair. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
absorbansi larutan sampel mujair dan membandingkannya dengan absorbansi yang diperoleh dari larutan standar untuk mengetahui konsentrasi dari sampel mujair. Mula-mula yang memasukkan 1 mL filtrat larutan sampel ikan mujair yang berwarna putih keruh kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 mL reagen Biuret (larutan berwarna biru jernih). Reaksi dari reagen biuret yaitu sebagai berikut: CuSO4.5H2O (aq) + NaOH (aq) Cu(OH)2 (aq) + Na2SO4 (aq) + H2O(l) Cu(OH)2 (aq) Cu2+ + 2OHDengan penemabahan reagen Biuret, terjadi perubahan menjadi larutan warna ungu pekat. Perubahan warna ini menunjukkan bahwa sampel mujair tersebut mengandung protein. Reagen biuret ini berfungsi untuk mengidentifikasi adanya ikatan peptida pada protein. Reagen ini mengandung NaOH dan CuSO4. Secara teori pada penambahan reagen biuret akan menghasilkan pembentukan kompleks antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida pada protein dalam suansana basa. Reaksi yang terjadi antara protein dengan reagen Biuret adalah sebagai berikut: O HO
C
O H C
H N
C
R
H C
NH2
+ CuSO4 (aq) + NaOH(aq)
R
HO
O
R
C
C H
R H N
H C
C H
NH2
H C
NH2
O Cu O HO
C
O H C R
H N
C H
R
Kemudian larutan diukur absorbansi larutan sampel mujair dengan alat spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 540 nm, karena pada panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai nilai
maksimal,
sehingga paling banyak diserap
oleh larutan
dan
menghasilkan nilai yang akurat. Nilai absorbansi larutan sampel mujair sebesar 0,180. Nilai absorbansi sampel mujair
menunjukkan bahwa sampel yang
diguanakan lebih pekat daripada larutan standarnya. Dari absorbansi yang diperoleh, maka dapat diketahui konsentrasi dari sampel ikan mujair dengan menggunakan persamaan kurva standar y = 0,0328x + 0,0346,. Hasil konsentrasinya yaitu 4,433 mg/mL Dengan hasil terebut dapat digunakan dalam menghitung kadar protein kacang tanag menggunakan rumus: Kadar Protein (%) =
X 100%
Hasil perhitungan kadar protein ikan mujair dari percobaan ini sebesar 4,433%. Kadar ini tidak sesuai dengan kadar protein mujair secara teori. Secara teori kadar protein mujair dalam 100 gram ialah sebesar 43,57% (Djaeni,Ahmad.2008).
XI. DISKUSI Pada percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai persentase dari ikan mujair nila sebesar 4,433% hal ini tidak sesuai dengan teoritis yang ada yaitu sebesar 43,57%. Hal yang menyebabkan ketidaksesuaian dengan teoritis antara lain pada saat pengambilan sampel, sampel yang digunakan terlalu sedikit sehingga mempengaruhi pada larutan sampel yang akan diuji. Kemudian dapat juga dikarenakan oleh faktor pengenceran. Pengenceran pada sampel protein mujair ini yaitu berfungsi agar larutan sampel yang digunakan tidak terlalu pekat sehingga dilakukan pengenceran 20x dan larutan menjadi tidak berwarna. Kemudian praktikan melakukan kurang telitinya dalam volume sampel sehingga ini semua dapat mempengaruhi hasil kadar protein ikan mujair nila tidak sesuai dengan teoritis.
XII. KESIMPULAN Dari hasil percobaan dapat kami simpulkan sebagai berikut: 1. Konsentrasi protein berbanding lurus dengan absorbansi pada panjang gelombang maksimum. Semakin besar konsentrasi larutan maka semakin pekat warna ungu yang dihasilkan, hal ini mengakibatkan cahaya
yang
diserap
lebih
tinggi
yang
menyebabkan
nilai
absorbansinya lebih tinggi. Persamaan kurva standar y = 0,0328x + 0,0346, dan R2 = 0,9105 2. Hasil absorbansi larutan blanko digunakan sebagai faktor pengurang dari absorbansi standar dan sampel.
3. Sampel mujair positif terhadap uji biuret ditandai dengan larutan yang berubah warna menjadi ungu
4. Absorbansi larutan sampel ikan mujair sebesar 0,180, maka konsentrasi protein pada sampel ikan mujair sebesar 4,433 mg/ml 5. Menurut teori (Djaeni,Ahmad.2008), bahwa uji penetapan kadar protein pada 100 gram pada mujair sebesar 43,57%, hal ini tidak sesuai dengan data percobaan yang dilakukan didapatkan kadar protein sampel mujair sebesar 4,433%.
XIII. JAWABAN PERTANYAAN 1. Buatlah kurva standar konsentrasi vs absorbansi. Dengan bantuan kurva standar tersebut tentukan kadar protein sampel ! Jawab: Grafik Standar Hubungan Konsentrasi VS Absorbansi 0.25
0.219
Absorbansi
y = 0.0328x + 0.0346 0.2 R² = 0.9105 0.126
0.15 0.078
0.1
0.144
0.098
Absrobansi Linear (Absrobansi)
0.05 0 0
2
4
6
Konsentrasi (mg/mL)
Penentuan kadar protein sampel ikan mujair : y = 0.0328x + 0.0346 0.180 = 0.0328x + 0.0346 0.180-0.0346 = 0.0328x 0.1454 = 0.0328 x X = 4.433 konsentrasi sampel = 4.433 mg massa sampel = kadar protein =
x 100% = 4.433 %
kadar protein pada ikan mujair berdasarkan percobaan adalah 4.433%
2. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terhadap reaksi biuret ? jika benar demikian, bagaimana menentukan kadar protein yang tercampur dengan peptida ?
Jawab : Ya. Peptida akan memberikan reaksi positif terhadap pereaksi biuret, karena Biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Hal ini dibuktikan dalam larutan basa, Cu2+ akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein, sehingga menghasilkan warna ungu yang dapat diidentifikasi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Cara penentuan kadarnya juga seperti cara penentuan kadar protein seperti yang dilakukan pada analisis diatas yaitu dengan menggunakan alat spektrofotometri UV-VIS. Karena ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang dapat dibaca oleh alat tersebut.
XIV. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta : Gramedia . Donald C. 2009. Intisari Kimia Farmasi. Puspita M, Penerjemah. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Essentials of Pharmaceutical Chemistry Djaeni, Achmad. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Dian Rakyat. Hal 53-65 Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1982). Kimia Organik Edisi Ketiga. (A. Pudjaatmaka, Trans.). Jakarta: Erlangga. Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga. Lowry, Rosenbrought, Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent. New York: KluwerAcademic Publisher Muchtadi, D. 2010 Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta. Sabrina A. 2012. Perbandingan metode spektrofotometri UV-Vis dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) pada analisis kadar asam benzoat dan kafein dalam teh kemasan. [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Negeri Malang. Sasongko et al. 2010. Optimalisasi Peningkatan Tannin Daun Nangka Dengan Protein Bovine Serum Albumin (BSA). Jurnal Buletin Peternakan. 34 (3): 154-158. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan. Yogyakarta : Liberty. Syabatini Annisa. 2010. Analisis Campuran Dua Komponen Tanpa Pemisahan Dengan Spektrofotometer. Pontianak : UNLAM Press. Tim Dosen Kimia. 2017. Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya: Unesa. Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit Gramedia.
XV. LAMPIRAN PERHITUNGAN Pembuatan larutan standar 1. Pengenceran pertama
2. Pengenceran kedua
3. Pengenceran ketiga
4. Pengenceran keempat
5. Pengenceran kelima
Penentuan kadar protein sampel ikan mujair : y = 0.0328x + 0.0346 0.180 = 0.0328x + 0.0346 0.180-0.0346 = 0.0328x 0.1454 = 0.0328 x X = 4.433 konsentrasi sampel = 4.433 mg massa sampel = kadar protein =
x 100% = 4.433 %
kadar protein pada ikan mujair berdasarkan percobaan adalah 4.433%
XVI. LAMPIRAN GRAFIK Diperoleh Data Absorbansi Larutan Standar sampel
Konsentrasi standar
absorbansi
Standar 5 Standar 4 Standar 3 Standar 2 Standar 1
1 2 3 4 5
0.078 0.098 0.126 0.144 0.219
Grafik Standar Hubungan Konsentrasi dengan Absorbansi Grafik Standar Hubungan Konsentrasi VS Absorbansi 0.25
0.219
Absorbansi
0.2 0.126
0.15
y = 0.0328x + 0.0346 R² = 0.9105
0.144
0.098
Absrobansi
0.078
0.1
Linear (Absrobansi) 0.05 0 0
1
2
3
4
Konsentrasi (mg/mL)
5
6
XVII. LAMPIRAN FOTO No
Gambar
Keterangan
1
Alat-alat praktikum
2
Pada proses penimbangan sampel seberat 1 gram menggunakan neraca ohaus
3
Sampel halus
ditumbuk
sampai
4
Sampel yang sudah halus dimasukkan tabung dan setelah itu disentrifuge selama 10 menit lalu didekantasi dan diambil filtratnya
5
Pada proses pembuatan larutan standar yaitu melakukan pengenceran terlebih dahulu
6
Diinkubasi pada suhu 37®C selama 10 menit
7
Hasil setelah dinkubasi dan dibiarkan selama 30 menit warna ungu stabil dan siap untuk diukur nilai absorbansinya