Psikologi Sufistik Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STUDI ISLAM IV (PSIKOLOGI SUFISTIK) Psikologi Sabar dan Syukur Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas kelompok



Disusun Oleh: Kelompok 1



Deenanda Aulia



11160700000002



Rahayu Agustiana



11160700000006



Fikri Framudiya Aditama



11160700000018



Nandita Tyara Putri



11160700000019



Syahda Dindasari



11160700000034



Mutiara Aura Citra R.



11170700000052



Lydia Vania Maimuunissa



11170700000188



Semester / Kelas: 6 / Peminatan



Dosen Pengampu: Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si. Rakimin, M.Si



FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jalan Kertamukti, Cireundeu, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15419 2019



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.



Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Studi Islam IV (Psikologi Sufistik) ini. Shalawat serta salam, kami curahkankan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun kita dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang seperti sekarang ini. Makalah yang akan kami paparkan pada kesempatan kali ini yaitu mengenai “Psikologi Sabar dan Syukur.” Dengan segala kemampuan dan keterbatasan kami, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik meskipun banyak kendala-kendala yang kami hadapi. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya penambahan ilmu serta wawasan kita. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Kelompok 1



Ciputat, Maret 2019



Page | 2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR...................................................................................................................... 2 DAFTAR ISI.................................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................. 4 A. Latar Belakang.......................................................................................................................... 4 B. Rumusan Masalah..................................................................................................................... 5 C. Tujuan....................................................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................. 6 A. Definisi Sabar dan Syukur........................................................................................................ 6 B. Manfaat Sabar dan Syukur dalam Kehidupan…………………………………….................. 10 C. Dimensi/Aspek dan Indikator Sabar dan Syukur..................................................................... 15 D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sabar dan Syukur……………………….……..………... 19 BAB III PENUTUP.............................................................................................................. ……... 25 A. Kesimpulan................................................................................................................... ……... 25 B. Saran............................................................................................................................. ……... 26 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 27



Page | 3



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Islam mengajarkan manusia untuk berperilaku sabar dan selalu merasa bersyukur. Tapi jika mendengar kata sabar dan syukur apa yang ada dibenak pembaca? Tentu kebanyakan akan menjawab bahwa sabar adalah menahan diri san bersyukur adalah perasaan terimakasih kepada sang pencipta, yakni Allah SWT. Sabar adalah salah satu sikap yang Allah ajarkan kepada hambanya untuk selalu menahan diri atas sesuatu, seperti nafsu untuk boros akan harta, nafsu akan seks, nafsu akan perut, dan lain sebagainya. Hal itu tentu menjadikan perbedaan antara seorang mukmin yang taat dan juga yang tidak. Sama halnya dengan sabar,syukur juga ialah sikap yang harus dimiliki seorang mukmin. Syukur adalah suatu sikap yang Allah ajarkan kepada hambanya untuk selalu berterima kasih atas nikmat yang Allah berikan dan menerima segala sesuatu yang Allah kehendaki. Rasa syukur mengantarkan dirinya menjadi seseorang yang merasa cukup, seperti yang kita tau, manusia tentu jauh dari kata puas terhadap apa yang Allah berikan, dan dengan demikian manusia memiliki ambisi untuk memenuhi kepuasan tersebut dengan cara apapun. Dalam ilmu Psikologi, terutama Psikologi Islam mengajak manusia untuk memelihara rasa sabar dan syukur. Karena Psikologi Islam ini tidak memungkiri,bahwa manusia tidak hanya diciptakan dari unsur kognitif dan perilaku, akan tetapi ada unsur hati yang menggerakan perilaku manusia itu sendiri. Dalam makalah ini penulis mengantarkan kepada pembaca untuk meninjau perilaku sabar dan syukur seseorang.



Page | 4



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan sabar dan syukur? 2. Apa saja manfaat sabar dan syukur dalam kehidupan? 3. Apa saja dimensi/aspek dan indikator sabar dan syukur? 4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi sabar dan syukur?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi sabar dan syukur; 2. Untuk mengetahui manfaat sabar dan syukur dalam kehidupan; 3. Untuk mengetahui dimensi/aspek dan indikator sabar dan syukur; 4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sabar dan syukur.



Page | 5



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Sabar dan Syukur Definisi Sabar Secara bahasa (etimologi), sabar artinya menahan (al-habsu) baik dalam pengertian fisikmaterial, seperti menahan penderitaan badan, tahan terhadap pukulan keras,, sakit yang berat, pekerjaan yang melelahkan, maupun dalam pengertian psikis-immaterial, seperti menahan diri ketika menginginkan sesuatu yang biasa dikatakan dengan menahan hawa nafsu, menahan penderitaan, baik mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan maupun ketika kehilangan sesuatu. Sabar yaitu menahan (al-habs) diri atau lebih tepatnya mengendalikan diri. Maksudnya menahan dan mengendalikan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak mengeluh.1Karakter shabiri dapat menjauhkan manusia dari perasaan cemas, resah, marah dan segala perasaan negative lainnya. Kata “shabar” dalam bahasa Arab terdiri dari tiga huruf, yakni shad, ba, danra. Maknanya berkisar dalam tiga hal itu, yakni menahan, ketinggian sesuatu, dan sejenis batu. 2Dari akar kata ini juga diperoleh banyak arti, antara lain gunung yang tegar, batu yang kokoh, awan yang menaungi, tanah yang gersang, dan sesuatu yang pahit. Menurut Al-Ashfani, sabar memiliki nama yang bervariasi sebagaimana artinya, dan tergantung pada konteksnya. Bila tabah menghadapi musibah, dinamakan “shabar”, dan lawan katanya “alJuz’u” yang berarti keluh kesah. Tabah dalam menghadapi syahwat perut dan seks, dinamakan “iffah”, yang berarti kehormatan atau menahan diri. Bila menahan diri dalam kekayaan, disebut “zuhud”, dan lawannya adalah “bather” yang berarti lupa daratan. Bila dalam konteks peperangan, makna sabar dinamakan “Syaja’ah” yang berarti berani, dan lawannya adalah “al-jubnu” yang berarti pengecut, bila berada dalam konteks perasaan yang melegakan, dinamakan “rahaba ash-shadru” yang berarti lapang dada, dan lawan katanya adalah “adh-dhajru” yang berarti hati sempit.



1



Abdul Mujib. 2017. Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm



302. 2



Amirulloh, Syarbini. Jumari Haryadi. 2010. Dahsyatnya Sabar, Syukur, Ikhlas, Muhammad SAW. Jakarta Selatan:



Penerbit Ruang Kata. hlm 3.



Page | 6



Apabila menahan marah, disebut “hilm”, dan lawannya adalah menggerutu. Bila berkaitan dengan pembagian rezeki, disebut “qana’ah” yang berarti rela atau puas, dan lawannya “thomak” yang berarti rakus, dan yang terakhir, bila dalam konteks menahan pembicaraan yang tidak penting dinamakan “kitman” yang berarti menyembunyikan, dan lawannya adalah bingung atau gelisah, sehingga bicaranya tidak karuan. Karakter shabir juga menuntut sikap yang tenang untuk menghindari maksiat, melaksanakan perintah, dan menerima cobaan. Allah berfirman dalam QS Al Imran ayat 200: ُ ِ‫صا ِب ُروا َو َراب‬ َّ ‫طوا َوٱتَّقُوا‬ َ‫ٱَّللَ لَعَلَّ ُك ۡم ت ُ ۡف ِلحُون‬ َ ‫َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا ٱصۡ بِ ُروا َو‬ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”



Secara istilah (terminologi), sabar memiliki arti yang beragam, berikut pendapat para ulama mengenai pengertian sabar, sebagai berikut: 1. Al- Ghazali menjelaskan, sabar adalah kesanggupan mengendalikan diri ketika hawa nafsu bergejolak, atau kemampuan untuk memilih melakukan perintah agama tatkala dating desakan nafsu. Artinya, kalau nafsu menuntut kita untuk berbuat sesuatu, tetapi kita memilih kepada apa yang dikehendaki oleh Allah, maka disitulah adanya kesabaran. Menurut al-Ghazali, karakter shabir terkait dua aspek, yaitu yang pertama fisik, yaitu menahan diri (sabar) dari kesulitan dan kelelahan badan dalam menjalankan perbuatan yang baik. Dalam kesabaran ini sering kali mendatangkan rasa sakit, luka dan memikul beban yang berat, lalu yang kedua psikis, yaitu menahan diri dari natur dan tuntutan hawa nafsu. 2. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan “sabar adalah menahan perasaan gelisah, putus asa, danamarah, menahan lidah dari mengeluh, dan menahan anggota tubuh dari menyakiti orang lain. 3. Asy-Syarif Ali Muhammad Al-Jurjani menyebutkan, sabar sikap tidak mengeluh karena sakit, baik karena Allah apalagi bukan karena Allah, atau hasil perbuatan sendiri. 4. Junaid Al-Baghdadi, ketika ditanya tentang makna sabar, ia menjawab, “sabar ialah meneguk sesuatu yang pahit tanpa merasa memberengut. 5. Menurut Dzun Nun Al-Misri Mendefinisikan sabar dengan menjauhi larangan, tenang ketika menghadapi musibah, dan menampakkan dirinya orang yang cukup, meskipun ia bukan orang berada. Page | 7



6. Abu Qasim Al-Junaidi menuturkan, sabar adalah menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginan-keinginannya demi mencapai sesuatu yang lebih baik, atau bertahan dalam kesempitan. 7. Al-Qusyairi mengartikan sabar dengan menerima dan penuh kerelaan mengenai ketetapanketetapan Tuhan yang tidak terelakkan lagi.



Dari pengertian bahasa dan istilah di atas, sabar bukanlah lemah, menerima apa adanya, menyerah pada keadaan, atau menyerahkan semua permasalahan kepada Allah, tanpa adanya ikhtiar. Namun sabar adalah usaha tanpa lelah atau gigih yang menggambarkan kekuatan jiwa pelakunya, sehingga mampu mengalahkan atau mengendalikan keinginan nafsu liarnya.



Definisi Syukur Para ulama telah menyebutkan banyak definisi syukur. Definisi yang paling penting adalah yang dikatakan oleh sebagian mereka, bahwa syukur adalah kesinambungan hati untuk mencintai Sang pemberi nikmat, kesinambungan anggota badan untuk menaatinya dan kesinambungan lisan untuk mengingat dan memujinya.3 Dalam buku karangan Abdul Mujib yang berjudul Teori Kepribadian dalam Perspektif Psikologi Islam Edisi Kedua, Karakter syukur, yaitu menampakkan nikmat Allah SWT yang diberikan kepadanya. Syukur lisan artinya menampakkan dengan pujian dan pengakuan, syukur hati artinya penyaksian dan merasa senang, dan syukur badan artinya tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya. Menurut Sayyid, Syukur adalah mempergunakan semua nikmat yang telah diberikan Allah, berupa pendengaran, penglihatan, dan lainnya sesuai dengan tujuan penciptaannya. Menurut Ibnu Ujaibah, syukur adalah kebahagiaan atas nikmat yang diperoleh, dibarengi dengan pengarahan seluruh anggota tubuh supaya taat kepada Sang Pemberi nikmat, dan pengakuan atas segala nikmat yang diberi-Nya dengan rendah hati. Menurut Ibnu Akan ash-Shidiqi, syukur adalah pengakuan terhadap nikmat dan suka membantu. Barang siapa sering berbuat seperti itu, dia disebut syakur (orang yang bersykur).



3



Abdul Qadir Isa. 2005. Hakikat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press. hlm 260.



Page | 8



Oleh karena itu, Allah berfirman dalam surat Saba’ ayat 13: َّ ‫ِي ٱل‬ ُ َ‫اود‬ ۡ ‫ُور َّرا ِسيَ ٍۚت‬ ٞ ‫ش ۡك ٗر ٍۚا َوقَ ِل‬ ‫ور‬ ‫ٱع َملُ َٰٓوا َءا َل دَ ُۥ‬ َ َ‫يَعۡ َملُونَ لَ ۥهُ َما ي‬ ُ ‫ش ُك‬ ِ ‫ان ك َۡٱل َج َوا‬ َ ‫شا َٰٓ ُء ِمن َّم َح ِر‬ ٖ ‫ب َوقُد‬ ٖ َ‫يب َوت َ َم ِثي َل َو ِجف‬ َ ‫يل ِم ۡن ِعبَاد‬ Artinya: “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterimakasih.”



Tidak dapat dipungkiri bahwa nikmat Allah atas hamba-Nya sungguh besar dan tak terhingga. Allah berfirman dalam QS Ibrahim ayat 34: ٓۗ ُ ‫ٱَّللِ ََل ت ُ ۡح‬ َ َ‫سنَ ل‬ َّ َ‫سأ َ ۡلت ُ ُمو ٍۚهُ َوإِن تَعُدُّوا نِعۡ َمت‬ ‫ار‬ٞ َّ‫وم َكف‬ َ ‫ٱۡلن‬ َ ‫َو َءات َى ُكم ِمن ُك ِل َما‬ ٞ ُ ‫ظل‬ ِ ۡ ‫صو َها َٰٓ إِ َّن‬ Artinya: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”



Karakter Syakir dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama mengetahui nikmat, dengan cara memasukkan dalam ingatan bahwa nikmat yang diberikan oleh pemberi telah sampai pada penerima, yang kedua menerima nikmat, dengan cara menampakkan pada pemberi bahwa ia sangat butuh terhadap pemberian-Nya dan tidak berlebih, yang ketiga memuji pemberiannya, dengan cara membaca hamdalah, menggunakannya sebaik mungkin untuk kepentingan dermawan dan kebaikan, serta menceritakan kepada orang lain agar ia juga mendapatkan nikmat seperti dirinya.



Page | 9



B. Manfaat Sabar dan Syukur dalam Kehidupan Ketika kita bicara tentang manfaat syukur, sadarilah bahwa manfaatnya adalah untuk kita sendiri, sama sekali bukan untuk Allah SWT.. Semua perintah Allah SWT. kepada manusia pada hakikatnya akan menguntungkan manusia sendiri. Salat, puasa, silaturahmi, beramal saleh, semuanya akan bermanfaat untuk yang melakukannya sendiri. Allah SWT, berfirman: “...Bersyukurlah kepada Allah SWT.! dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah SWT.) maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur) maka sesungguhnya Allah SWT. Mahakarya, Maha Terpuji.” (Q.S. Luqman: 12).



Sebaliknya, jika manusia ini tidak mau bersyukur, yang merugi adalah dia sendiri. Allah SWT. tidak akan merugi dan tidak memerlukan keimanan serta kesyukuran hamba-Nya. Hal ini dinyatakan dalam ayat berikut ini. “Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah SWT. tidak memerlukanmu dan Dia tidak meridhai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhai kesyukuranmu itu ...(Q.S. Az-Zumar: 7).



Gratitude atau syukur dalam psikologi positif merupakan semacam rasa takjub, penuh rasa terima kasih, penghargaan terhadap nikmat kehidupan. Perasaan yang berdampak positif tersebut bisa ditunjukkan kepada sesama manusia atau bahkan kepada Tuhan yang memberi beragam kenikmatan di dunia ini. Dari situ, sikat syukur mendukung setiap individu untuk melakukan suatu perbuatan baik (virtue), yang nanti berhubungan atau berkorelasi positif dengan peningkatan sikap altruistik terhadap orang lain. Ini karena, berbagi kebaikan atau kenikmatan adalah wujud nyata dari rasa syukur yang menjadi langkah penting bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang berguna bagi siapa pun di dunia ini. Rhonda Byrne dalam buku fenomenalnya yang berjudul The Secret, mengungkapkan berbagai “rahasia” yang menjadikan seseorang bisa menang melawan kehidupan. Ternyata rahasia awal dari segala rahasia itu adalah syukur.



Page | 10



Syukur terhadap nikmat Allah SWT. merupakan sebab diberkahinya kenikmatan tersebut. Allah SWT, berfirman: “Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah SWT.) akan menambah (kenikmatan) untuk kalian, dan jika kalian ingkar, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim [14]: 7).



Setelah mengetahui makna syukur dalam perspektif Psikologi qurani dan positif, barulah kita bisa mengenal tujuan perilaku syukur dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dari pengungkapan rasa syukur yang kita lakukan setiap hari tiada lain adalah untuk membalas semua anugerah yang Allah SWT. berikan kepada kita. Jika kita memperoleh nikmat atau rezeki yang berlimpah dari Allah SWT., maka kita harus bersyukur dan tidak boleh merasa kurang dengan semua pemberian Allah SWT. Perilaku bersyukur sesungguhnya bukan kepentingan Allah SWT., tapi untuk kepentingan manusia itu sendiri. Meskipun kita tidak bersyukur kepada Allah SWT., tidak sedikit pun rahmat Allah SWT. akan terkurangi. Perilaku bersyukur adalah untuk kepentingan kita sebagai hamba-Nya, karena Allah SWT. telah memberikan nikmat yang sangat luar biasa kepada kita berupa nikmat sehat yang merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah SWT. berikan kepada setiap umat manusia. Jika kita mengingkari nikmat Allah SWT., kita akan mendapatkan laknat yang sangat besar. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, perilaku syukur sesungguhnya sudah sangat mengakar kuat, yakni dengan adanya tradisi ‘syukuran’ yang sering dilakukan dalam bentuk doa bersama, sujud syukur, dan bersedekah kepada orang-orang yang tidak mampu. Tujuan rasa syukur tentu saja adalah sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas apa yang dicapai oleh seseorang, keluarga, dan masyarakat secara umum. Jika ungkapan rasa syukur ini disertai dengan perbuatan nyata, maka kita akan memperoleh kedahsyatan atau kekuatan yang luar biasa dari pengungkapan rasa syukur itu dengan penuh kelapangan dan kesabaran dari semua ketentuan Allah SWT. Jadi, manfaat bersyukur dapat dilihat sebagai berikut: 1. Hidup dalam kebahagiaan dan keberuntungan. 2. Syukur dapat melipatgandakan nikmat. 3. Merasakan kesejahteraan hidup. 4. Dapat membentuk pola pikir sukses. 5. Dapat menghilangkan kesusahan.



Page | 11



Agar Mudah Bersyukur Syukur kepada Allah SWT. berkisar pada tiga hal. Apabila ketiga hal itu tidak dilakukan oleh seseorang, maka ia tidak dapat disebut sebagai hamba yang bersyukur. Pertama, mengakui bahwa kenikmatan yang ia dapatkan berasal dari Allah SWT. dan mengucapkan terima kasih di dalam hati. Ucapan hati adalah salah satu rahasia dalam kehidupan manusia. Kejujuran seseorang terletak pada hatinya. Jika hati belum mampu mengungkapkan rasa syukur, maka syukur dengan perkataan atau tingkah laku adalah kebohongan belaka. Kedua, membicarakan kenikmatan tersebut secara lisan. Tidak ada salahnya memuji keagungan Allah SWT. secara terang-terangan di hadapan orang lain. Sebab, Allah SWT. telah memberikan kemudahan-kemudahan di dalam hidup kita. Selain itu, ungkapan syukur secara lisan juga mengajak orang lain untuk mensyukuri nikmat yang tela diterimanya. Ketiga, syukur harus menjadi sarana untuk taat kepada Allah SWT.. Ketika mendapatkan rezeki yang banyak, jangan hanya dibicarakan, berbuatlah sesuatu yang bermanfaat, seperti membantu orang lain yang membutuhkan. Tunaikanlah zakat, infaq, dan sedekah sebagai bukti rasa syukur kita kepada Allah SWT. Dimensi dan indikator karakter syukur dapat disederhanakan sebagaimana pada tabel sebagai berikut:



Tabel 8.14 Dimensi dan Indikator Syukur Dimensi



Indikator



Lisan







Memuji dengan membaca hamdalah.







Mengetahui nikmat yang semuanya berasal dari Tuhan.







Menerima dengan senang hati dengan menampakkan pada Pemberi.







Menggunakan sebagaimana yang dianjurkan pemberinya.







Menganggap sedikit apa yang diberikan.







Menganggap banyak apa yang diterima.



Hati



Perbuatan



Sabar dan syukur itu dapat berkumpul sekaligus. Sabar dan syukur itu berlawanan, tetapi mengapa bisa berhimpun (berkumpul)? Apabila ada sebuah peristiwa, dari satu sisi bisa meinimbulkan kesedihan dan di sisi lain juga bisa mendatangkan kegembiraan. Dalam setiap kemiskinan, sakit, rasa takut, dan bencana di dunia, terdapat lima hal yang seharusnya disambut dengan gembira dan disyukuri orang yang berakal.



Page | 12



Pertama, pada setiap musibah dan sakit, pasti terbayang ada orang yang penderitaannya yang lebih besar lagi. Kekuasaan Allah SWT. itu tidak ada batasnya sama sekali. Jika Allah SWT. ingin melipatgandakan suatu musibah, siapa yang dapat menghalanginya? Jadi, sebaiknya musibah itu tetap disyukuri karena bukan yang paling berat di dunia. Kedua, bisa saja musibah itu menimpa agamanya. Umar bin Khattab r.a. berkata, “Setiap musibah yang ditimpakan Allah SWT. kepadaku pasti mengandung empat nikmat, yaitu musibah itu tidak menimpa agamaku, musibah itu bukan yang paling berat, dengan musibah itu aku memperoleh keridhaan Allah SWT., dan karena musibah itu aku mengharapkan pahala dari-Nya”. Ketiga, mungkin saja musibah itu untuk memperingan siksa di akhirat nanti karena musibah di akhirat itu abadi. Bagi orang yang siksaannya disegerakan di dunia, di akhirat dia tidak akan disiksa lagi. Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya jika seseorang berbuat suatu dosa, lalu ia tertimpa kesulitan atau bencana di dunia, niscaya Allah SWT. Maha Pemurah dari menyiksanya yang kedua kali.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Keempat, sesungguhnya musibah dan bencana yang dialami oleh seseorang sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh. Itu memang harus terjadi padanya. Dan, apabila hal itu sudah terjadi, tentu orang bisa merasa tenang tentang hal itu. Kelima, orang yang mengalami musibah pahalanya lebih baik. Pada hakikatnya, musibah di dunia adalah jalan menuju kebaikan di akhirat. Musibah adalah obat yang walaupun tidak disukai, sebenarnya adalah nikmat. Sesungguhnya hikmah Allah SWT. itu sangat luas. Allah SWT. lebih tahu tentang kemaslahatan-kemaslahatan para hamba-Nya daripada mereka sendiri. Kelak mereka akan mensyukuri Allah SWT. atau cobaan-cobaan tersebut ketika mereka sudah melihat balasan pahala dari-Nya. Rasulullah SAW. bersabda, “Janganlah kamu mencurigai Allah SWT., terhadap sesuatu yang telah Dia takdirkan kepadamu.” (H.R. Ahmad dan Ath-Thabrani). Seorang mukmin yang sabar tidak akan berkeluh kesah dalam menghadapi segala kesusahan yang menimpanya serta tidak akan menjadi lemah atau jatuh gara-gara musibah dan bencana yang menderanya. Allah SWT., telah mewasiatkan kesabaran serta mengajari bahwa apa pun yang menimpanya pada kehidupan dunia hanyalah merupakan cobaan dari-Nya supaya diketahui orangorang yang bersabar. Kesabaran mengajari manusia ketekunan dalam bekerja serta mengerahkan kemampuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan amaliah dan ilmiahnya.



Page | 13



Sesungguhnya sebagian besar tujuan hidup manusia, baik di bidang kehidupan praksis misalnya sosial, ekonomi, dan politik maupun di bidang penelitian ilmiah, membutuhkan banyak waktu dan banyak kesungguhan. Oleh sebab itu, ketekunan dalam mencurahkan kesungguhan serta kesabaran dalam menghadapi kesulitan pekerjaan dan penelitian merupakan karakter penting untuk meraih kesuksesan dan mewujudkan tujuan-tujuan luhur. (Najati, 2000: 467, 471). Sifat sabar dalam Islam menempati posisi yang istimewa. Al-Qur'an mengaitkan sifat sabar dengan bermacam-macam sifat mulia lainnya. Antara lain dikaitkan dengan keyakinan (QS. AsSajdah 32: 24), syukur (QS. Ibrahim 14:5), tawakkal (QS. An-Nahl 16:41-42) dan taqwa (QS. Ali 'Imran 3:15-17). Mengaitkan satu sifat dengan banyak sifat mulia lainnya menunjukkan betapa istimewanya sifat itu. Karena sabar merupakan sifat mulia yang istimewa, tentu dengan sendirinya orang-orang yang sabar juga menempati posisi yang istimewa. Misalnya dalam menyebutkan orang-orang beriman yang akan mendapat surga dan keridhaan Allah SWT, orang-orang yang sabar ditempatkan dalam urutan pertama sebelum yang lain-lainnya. Firman Allah dalam (QS. Ali 'Imran 3:15-17) yang artinya: “Katakanlah: Inginkan aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu”. Untuk orang-orang yang bertaqwa, pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; merekakekal di dalamnya. Dan ada pula pasangan-pasangan yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orangorang yang berdo'a: “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka. Yaitu orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” Di samping itu, setelah menyebutkan dua belas sifat hamba-hamba yang akan mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT (dalam Surat Al-Furqan 25: 63-74), Allah SWT menyatakan bahwa mereka akan mendapatkan balasan surge karena kesabaran mereka. Artinya untuk dapat memenuhi dua belas sifat-sifat tersebut diperlukan kesabaran. Artinya: “Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya”. (QS. Al-Furqan/25: 75). Di samping segala keistimewaan itu, sifat sabar memang sangat dibutuhkan sekali untuk mencapai kesuksesan dunia dan Akhirat. Seorang mahasiswa tidak akan dapat berhasil mencapai gelar kesarjanaan tanpa sifat sabar dalam belajar. Seorang peneliti tidak akan dapat menemukan penemuan-penemuan ilmiah tanpa ada sifat sabar dalam penelitiannya. Page | 14



Demikianlah seterusnya dalam seluruh aspek kehidupan. Karena sabar bermakna kemampuan mengendalikan emosi, maka sabar akan mengantarkan manusia memiliki sifat-sifat mulia lainnya dan terhindar dari sifat-sifat jelek: 1. Ketabahan menghadapi musibah, disebut sabar, kebalikannya adalah gelisah (jaza') dan keluh kesah (hala'). 2. Kesabaran menghadapi godaan hidup nikmat disebut, mampu menahan diri (dlobithannafs), kebalikannya adalah tidaktahanan (bathar). 3. Kesabaran dalam peperangan disebut pemberani, kebalikannya disebut pengecut. 4. Kesabaran dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya disebut pemarah (tazammur). 5. Kesabaran dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada, kebalikannya disebut sempit dadanya. 6. Kesabaran dalam mendengar gossip disebut mampu menyembunyikan rahasia (katum) 7. Kesabaran terhadap kemewahan disebut zuhud, kebalikannya disebut serakah, loba (al hirsh). 8. Kesabaran dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana'ah), kebalikannya disebut tamak, rakus (syarahun). (Mubarok , 2001: 73-74).



C. Dimensi/Aspek dan Indikator Sabar dan Syukur Sabar Sabar (Patient dan Patience) menurut psikologi, terdapat beberapa pengertian, antara lain: 



Self-Control, merupakan aspek psikologis yang banyak dikaji dalam psikologi pada tahun 1980-an sebagai salah satu aspek kepribadian. Kontstruk sabar dalam Islam, sabar terkait erar dengan kontrol diri seseorang dalam menghadapi beragam objek yang tidak menyenangkan.







Resiliensi, disebut juga dengan ketabahan. Maksudnya, sebagai kemampuan adaptasi, koping, menghadapi kesulitan dan bangkit kembali dari situasi yang suit. Ali Siebert mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan individu untuk bangkit kembali dari keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Pada awalnya, mungkin ada terkanan yang mengganggu. Namun, orang-orang dengan resiliensi yang tinggi akan mudah untuk kembali ke keadaan normal. Mereka mampu mengelola emosi mereka secara sehat. Mereka juga merasa sedih, marah, kehilangan, sakit hati dan tertekan.



Page | 15



Namun, mereka tidak membiarkan perasaan yang tiak sehat itu menetap dalam waktu yang lama. Mereka cepat memutus perasaan yang tidak sehat, yang kemudian justru membantunya tumbuh menjadi orang yang lebih kuat. Contohnya, ketika orang yang ditimpa bencana alam. Mereka selalu bersabar dalam arti akan segera bangkit dan menghadapinya dengan lebih baik. 



Preseverance (Keuletan), dalam Islam sabar dalam menjalani proses pendidikan dapat dijadikan sebagai contoh. Terdapat suatu istilah yang mengatakan bahwa “barangsiapa yang tidak sabar menghadapi pahitya belajar, maka harus bersabar menelan pahitnya kebodohan”. Metamorphosis ulat yang menjadi kupu-kupu seringkali menggambarkan kata sabar dalam artian peraeverance.







Acceptence, istilah ini sering dikaitkan dengan self-acceptence. Makna yang terkandung mempunyai kemiripin dengan kesabaran dalam Islam. Sejauh mana seseorang mampu menerima keadaan dirinya.4



Berikut adalah beberapa macam dimensi/indikator dari sabar: 



Sabar dari musibah Menahan diri akan egosentris, tahan banting akan kesusahan, memberi makna dalam musibah







Sabar meninggalkan larangan Menahan diri menjauhi larangan, menyesali melanggar larangan







Sabar menjalankan perintah Menahan diri menjalankan perintah, konsisten menjalankan perintah, merasa senang/ nyaman menjalankan perintah



Sabar terkait dengan kemampuan mengendalikan diri dari segala musibah, bencana dan tantangan sembari terus berupaya memperbaiki keadaan serta menjaga keteguhan hati dalam menjauhi larangan dan menjalankan perintah. Sabar tidak hanya pada musibah, tetapi juga pada kenikmatan.5



4



Yusuf, Dona Kahfi dan Toriqul Chaer. Sabar dalam Perspektif Islam dan Barat. (Januari: Al-Murabbi, 2018), Vol 4,



No 2, hlm 244. 5



Abdul Mujib. Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), hlm 303.



Page | 16



Menurut al-Ghazali, karakter Shabir terkait dengan dua aspek yaitu, fisik dan psikis. Pertama secara fisik, yaitu menahan diri (sabar) dari kesulitan dan kelelahan badan dalam menjalankan perbuatan yang baik. Kesabaran ini sering kali mendatangkan rasa sakit, luka dan memikul beban yang berat. Kedua secara psikis, yaitu menahan diri dari natur dan tuntutan hawa nafsu.6 Dimensi yang terdapat pada psikis memiliki banyak macam, antara lain: 



Sabar dari keinginan perut dan kelamin disebut dengan al-iffah (menjaga diri), dan sebaliknya disebut dengan al-jaz’u (keluh kesah)







Sabar dari kekayaan disebut dengan dhabth al-nafs (menahan diri), dan kebalikannya disebu dengan al-bathr (sombong)







Sabar dalam berperang disebut dengan al-syaja’ah (keberanian), dan kebalikannya disebut dengan al-jubn (penakut)







Sabar dalam menahan amarah disebut dengan al-hilm (santun), dan kebalikannya disebut dengan al-tadzammur (menggerutu)







Sabar dalam menghadapi bencana disebut dengan sa’ah al-shadr (lapang dada), sedangkan kebalikannya disebut dengan dhayyiq al-shadr (sempit dada)







Sabar dalam menyimpan rahasia orang lain disebut dengan kiman al-sirr (menyimpan rahasia), dan kebalikannya dengan katum (pemegag rahasia yang sekali-kali menjadi bom waktu dalam menyebarkan rahasia orang lain)







Sabar dalam kelebihan harta benda disebut dengan al-zuhud, dan kebalikannya adalah alhirsh (rakus)







Sabar menerima yang sedikit disebut dengan al-qana’ah (menerima apa adanya), sedang kebalikannya adalah al-syarr (merasa kurang).



Sabar dapat dipandankan dengan Self Control, yang terdiri atas (1) emotion regulation (pengaturan emosi), aspek ini mengukur bagaimana seseorang mengontrol perasaan dan kondisi emosinya dalam jangka yang pendek, sedang dan jangka panjang. (2) Stress Management (manajemen stress), aspek ini dapat menangani tekanan dengan santai dan efektif, karena mereka sukses mengembangkan coping mechanism. (3) Low Impulsiveness (daya impulsif yang rendah), aspek ini mengukur sebagian besar ketidakberfungsian daripada keberfungsian daya dorong. Daya dorong yang rendah membutuhkan pemikiran sebelum bertindak dan membayangkan dengan cermat sebelum pengambilan keputusan (Petrides, 2001). 6



Opcit.



Page | 17



Aspek-aspek kontrol diri terkait pada kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa, kemampuan menafsirkan suatu peristiwa dan kemampuan mengambil keputusan.7



Syukur Aspek/dimensiSyukur menurut McCullough mengungkapkan aspek-aspek bersyukur terdiri dari empat unsur, yaitu: 



Intensity, seseorang yang bersyukur ketika mengalami peristiwa positif diharapkan untuk merasa lebih intens bersyukur.







Frequency, seseorang yang memiliki kecenderungan bersyukur akan merasakan banyak perasaan bersyukur setiap harinya dan syukur bisa menimbulkan dan mendukung tindakan dan kebaikan sederhana atau kesopanan.







Span, maksudnya adalah dari peristiwa-peristiwa kehidupan bisa membuat seseorang merasa bersyukur, misalnya merasa bersyukur atas keluarga, pekerjaan, kesehatan, dll.







Density, maksudnya adalah orang yang bersyukur diharapkan dapat menuliskan lebih banyak nama-nama orang yang dianggap telah membuatnya bersyukur, termasuk orang tua, teman, keluarga, dll.



Aspek/dimensi Syukur dapat disederhanakan sebagai berikut: 



Bersyukur dengan hati Merupakan bentuk pengakuan dengan hati bahwa semua nikmat datangya dari Allah, sebagai kebaikan dan karunia Sang pemberi nikmat kepada hamba-Nya. Syukur dengan hati akan membuat seseorang merasakan keberadaan nikmat itu pada dirinya, hingga ia tidak akan lupa kepada Allah Pemberinya.







Bersyukur dengan lidah Adalah menyanjung dan memuji Allah atas nikmat-Nya dengan penuh kecintaan, serta menyebut-nyebut nikmat itu sebagai pengakuan atas karunia-Nya dan kebutuhan terhadapnya, bukan karena riya, pamer atau sombong. Mengucapkan nikmat Allah merupakan salah satu sendi syukur. Seorang hamba yang mengucapkan rasa syukur, maka ia akan teringat kepada pemberinya dan mengakui kelemahan dirinya.



7



Opcit, hlm 305.



Page | 18







Bersyukur dengan anggota tubuh Artinya anggota tubuh digunakan untuk beribadah kepada Allah Tuhan Semesta Alam, karena masin-masing anggota tubuh memiliki kewajiban beribadah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah sujud syukur, yaitu dengan cara sujud dihadapan mengucapkan rasa syukur, maka ia akan teringat kepada memberinya dan mengakui kelemahan dirinya.8



D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sabar dan Syukur Sabar Kesabaran menjadi hal yang diperintahkan oleh Allah, meskipun kesabaran terasa berat dan tidak disukai oleh jiwa, namun ia sangat mungkin untuk dicapai. Kesabaran terbentuk dari dua hal; ilmu dan amal. Dari keduanyalah terbentuk segala obat penawar penyakit hati dan fisik. Jadi, harus selalu ada satu bagian ilmu, dan satu bagian lagi, yaitu amal untuk membentuk obat yang paling bermanfaat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesabaran adalah sebagai berikut: 1. Mengagungkan Allah SWT, agar tidak berbuat maksiat terhadap-Nya, karena Dia Maha Melihat dan Maha Mendengar. Orang yang hatinya telah mengagungkan Allah tidak mau bermaksiat sama sekali. 2. Menyatakan rasa cinta kepada Allah SWT, agar tidak berbuat maksiat demi cinta kepada-Nya. Karena seorang pecinta akan menaati orang yang dia cintai. Dan sebaik-baik orang yang tidak melakukan sesuatu adalah ketika dia tidak melakukannya karena dilarang oleh kekasihnya. Sebagaimana sebaik-baiknya orang taat adalah orang yang taat pada kekasih-Nya. Alhasil, jauh sekali perbedaan antara tidak melakukannya atau taatnya orang yang mencintai Allah dan tidak melakukannya atau taatnya orang yang takut terhadap azab. 3. Mengakui nikmat dan kebaikan Allah, karena orang yang berbudi luhur tidak akan membalas suatu kebaikan dengan menyakiti orang yang telah berbuat baik kepadanya. Orang yang mengakui kebaikan nikmat Allah hendaknya tidak bermaksiat terhadap-Nya. Karena dia malu kepada-Nya, bila kebaikan dan nikmat telah Allah berikan kepadanya sementara catatan pembangkangan, maksiat, dan keburukannya dilaporkan kepada Allah. Seandainya satu malaikat turun membawa nikmat untuknya sementara satu malaikat naik dengan membawa catatan keburukannya, alangkah buruk pembalasan yang dia berikan kepada Sang Pemberi Nikmat.



8



Opcit, hlm 314.



Page | 19



4. Membayangkan kemurkaan dan pembalasan Allah. Sebab, apabila seorang hamba terus menerus bermaksiat terhadap Allah, maka Dia akan murka terhadapnya. Jika Allah sudah murka, tidak ada sesuatu pun yang dapat menahan kemurkaan-Nya, apalagi hamba yang lemah itu. 5. Menyadari banyaknya kebaikan dunia dan akhirat yang luput dia peroleh akibat bermaksiat, juga dampak negatif yang timbul; baik secara syariat, akal, maupun norma. Dalam hal ini, yang terpenting adalah menyadari banyaknya nilai-nilai keimanan yang luput dia raih. Betapa pun nilai-nilai tersebut besarnya seperti atom, tapi masih tetap berkali-kali lipat lebih baik daripada dunia dan seisinya. Salah seorang tabi’in mengatakan, “Iman dilepaskan dari orang yang berzina, sebagaimana baju dilepaskan dari badan. Jika dia bertobat, seolah-olah dia mengenakannya kembali.” Sebab itu, diriwayatkan sabda Nabi SAW dalam hadis yang dicantumkan Bukhari, “Orang-orang yang berzina ada di tungku api dalam keadaan telanjang.” Mereka telanjang dari pakaian keimanan, sementara tungku api syahwat yang dulu berada dalam hatinya menjadi tungku api yang nyata dan berkobarkobar membakar mereka di neraka. 6. Membayangkan penaklukan kemenangan atas syahwat dan setan. Dampaknya akan menjadi dampak yang paling positif. Seperti efek minum obat yang bermanfaat; tentu saja melenyapkan segala penyakit yang bersarang di badan dan memulihkan kesehatannya. 7. Mengingat ganti yang telah Allah janjikan, bagi orang yang meninggalkan apa yang diharamkan dan menahan hawa nafsunya semata-mata karena Allah. 8. Membayangkan kebersamaan dengan Allah. Dan ini ada dua macam, yaitu kebersamaan secara umum dan kebersamaan secara khusus. Kebersamaan yang bersifat umum adalah bahwa Allah melihatnya secara langsung tanpa terhalang oleh apa pun. Namun, yang dimaksud di sini adalah kebersamaan secara khusus, seperti dalam firman-Nya, “…sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153) dan juga firman-Nya, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl: 128). Bagaimana dia bisa mengutamakan kenikmatan sekejap yang dia habiskan sepanjang umurnya yang singkat, padahal ia tidak lain ibarat mimpi tidur atau bayangan yang akan segera sirna. 9. Mewaspadai datangnya ajal yang tiba-tiba. Jika Allah mencabut nyawanya secara mendadak ketika sedang bermaksiat, maka terhalanglah dia dari kenikmatan akhirat yang diangan-angankannya.



Page | 20



10. Merenungi hakikat bencana dan keselamatan. Karena, bencana yang sebenarnya tidak lain adalah dosa-dosa dan akibatnya. Sedangkan keselamatan yang hakiki adalah ketaatan dan buahnya. Salah seorang ulama mengatakan bahwa dalam atsar tercantum, “Apabila engkau melihat orang ditimpa bencana, maka mohonlah kepada Allah keselamatan.” Orang yang ditimpa bencana di sini maksudnya adalah orang yang bergelimang maksiat terhadap Allah, berpaling dari-Nya, dan melalaikan-Nya. Redaksi itu mencakup semua jenis orang yang ditimpa bencana; baik pada raga maupun agama mereka.



Sabar (9 Konsep Sabar dalam Psikologi) Pada pembahasan kali ini, kita akan mengulas mengenai konsep sabar dalam psikologi. Salah satu peneliti dari UGM, Subandi pada tahun 2011 menerbitkan artikel jurnalnya dengan judul “Sabar: Sebuah Konsep Psikologi”. Kita mungkin tidak menyangka bahwa ternyata perilaku sabar juga merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari psikologi. Kebanyakan dari kita biasa mengucapkan kata sabar ketika tengah didera stresor tertentu dan sabar juga identik dengan ajaran agama. Di dalam agama, perilaku sabar dianggap mencerminkan akhlak baik yang dimiliki seseorang karena mampu menahan diri dari rasa amarah. Secara harafiah, sabar memang memiliki makna sebagai perilaku untuk menahan diri dari emosi tertentu, terutama kemarahan. Perilaku sabar ini juga telah banyak dikaji terutama jika dilihat dari segi psikologi. Subandi melalui penelitiannya kemudian mencetuskan beberapa macam hasil mengenai konsep sabar ini. Berikut adalah ringkasan dari konsep sabar berdasarkan penelitian tersebut. Beberapa penjelasan mengenai poin yang ada berikut ini juga merupakan saduran dari sumber lainnya, yaitu: 1. Pengendalian diri Pengendalian diri merupakan salah satu konsep sabar di dalam perspektif psikologi dimana seseorang akan berusaha mengatur dirinya sendiri sedemikian rupa untuk tetap menjaga kebaikan. Seperti misalnya, seseorang akan menelaah apa yang sebenarnya sedang terjadi dan tidak serta merta melakukan hal yang mungkin bisa saja ceroboh. 2. Sikap bertahan dalam situasi sulit Sabar juga memiliki pengertian sebagai sikap bertahan dalam situasi yang sulit. Ketika seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mungkin ia akan kesulitan untuk menerima hal tersebut. Namun dengan adanya sikap sabar, ia akan berusaha untuk fight dan bertahan dari segala macam kesulitan yang ada.



Page | 21



3. Perilaku untuk menerima kenyataan Dengan adanya sikap sabar tersebut, maka muncul pula perilaku untuk menerima kenyataan. Kubler Ross yang juga terkenal dengan teori berdukanya menyebutkan bahwa ketika kenyataan berbanding terbalik dengan harapan, seseorang bisa saja mengalami respon berduka. Tahapannya pun dimulai dari denial, anger, bargaining, depression dan acceptance. Sikap sabar bisa mempercepat seseorang untuk menuju tahap acceptance. 4. Sikap untuk berpikir panjang Sabar juga mampu membuat seseorang untuk berpikir lebih panjang lagi. Apa yang sedang dia hadapi ia renungkan terlebih dahulu dan memikirkannya dengan pikiran logis. Seseorang bisa membangun koping positif dengan adanya sikap semacam ini. Ia tidak mudah untuk cepat menarik kesimpulan dan berusaha mengambil penilaian netral terlebih dahulu. Kadang-kadang, kesimpulan yang diambil dari penilaian subjektif banyak dipengaruhi oleh emosi sehingga menjadi kesimpulan atau keputusan yang kurang bijak. 5. Sikap gigih atau tidak putus asa Kesabaran juga akan menumbuhkan sikap gigih. Gigih di sini tentu saja memiliki arti sebagai perilaku yang tidak putus asa. Seseorang akan menjadi lebih cepat untuk bangkit dan mengupayakan segala hal untuk bisa memperbaiki keadaan sulit yang tengah dihadapi. Sikap semacam ini biasanya akan menjadikan seseorang dengan pribadi yang lebih tangguh. 6. Sikap tenang, tidak buru-buru Seperti sudah dijelaskan dalam poin sebelumnya, kesabaran akan membuat seseorang memiliki sikap untuk berpikir lebih panjang dan matang. Ini juga akan menciptkan kepribadian yang lebih tenang. Seseorang akan berhati-hati dalam mengambil sikap, yang bisa saja membuat ia semakin terjebak dalam kesulitan. Walaupun semua juga tergantung pada jenis sifat dalam psikologi masing-masing individu. 7. Sikap memaafkan Karena sikap menerima kenyataan sudah bisa dilakukan oleh seseorang, maka melalui kesabaran seseorang juga bisa memiliki sikap memaafkan. Sebenarnya konsep sabar dalam psikologi ini menjadi hal yang cukup positif, mengingat jarang ada orang yang berjiwa ksatria mau untuk memaafkan terlebih dahulu. Terkadang memaafkan bukan berarti kita kalah, tetapi lebih untuk kebaikan diri sendiri.



Page | 22



8. Sikap ikhlas Sikap ikhlas juga merupakan cerminan dari individu yang mampu menerapkan sikap sabar dengan baik. Konsep ini tentu saja selaras dengan berbagai macam poin yang ada sebelumnya. Keikhlasan dan kesabaran tidak serta merta membuat seseorang menjadi pasrah dan tidak mau berusaha. Dua hal ini akan membentuk individu yang memiliki koping lebih positif. 9. Menahan emosi Kesabaran juga akan membuat seseorang bisa menahan emosi dengan lebih baik. Emosi stabil yang dimiliki seseorang akan membuatnya lebih nyaman dalam beraktivitas. Produktivitas yang dimilikinya pun akan tetap terjaga karena emosinya cenderung stabil. Semua ini karena adanya kesabaran.



Syukur Wood dkk (2008) mengatakan bahawa gratitude terkait dengan perasaan menghargai untuk menerima kebaikan yang diberikan kepadanya. Menurut Emmons (2007) mengidentifikasikan 3 komponen dari gratitude, yaitu: 1. Rasa hangat dari penghargaan untuk sesuatu atau seseorang, meliputi perasaan cinta dan kasih sayang 2. Rasa syukur sebagai sebuah emosi moral dimana dapat menggerakkan seseorang untuk memperhatikan orang lain atau mendukung ikatan sosial yang suportif. 3. Perasaan yang baik/niat baik. Niat baik juga sering di sebut motif moral (moral motif) yaitu rasa syukur atau berterima kasih mendorong seseorang untuk bertindak timbal balik terhadap orang lain yang membantunya secara langsung (direct reciprocity) ataupun hal lain (upstream reciprocity).



Menurut Wood (dalam Cahyono, 2015) menyebutkan bahwa terdapat delapan aspek dari gratitude, yaitu: 1. Perbedaan pengakuan individu. 2. Apresiasi dari orang lain. 3. Fokus pada apa yang ada dalam diri individu. 4. Perasaan kagum ketika melihat keindahan. 5. Perilaku yang mengekspresikan rasa syukur.



Page | 23



6. Penghargaan akan memahami kehidupan pendek. 7. Fokus dalam keadaan positif pada masa sekarang. 8. Perbandingan sosial yang positif.



McCullough (2002) juga mengaitkan gratitude disposition dengan sifat kepribadian diantaranya, yaitu: 1. Sifat positif afektif dan kesejahteraan (Positif affective trait and well- being). Individu yang merasa mendapat bantuan dari orang lain merasa dikuatkan, dipercaya dan dihargai, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan merasa adanya dukungan sosial terhadap dirinya.Orang berterima kasih memiliki cara pandang apa yang mereka miliki dan hidup itu sendiri sebagai sebuah anugrah dan hasilnya membantu memperpanjang kebahagiaan dan subjective well being sepanjang waktu. 2. Sifat Prososial (Prososial trait). Bersyukur disadari sebagai susatu afek prososial karena itu adalah respon terhadap orang lain yang membantu kesejahteraan seseorang dan pada gilirannya memotivasi terus munculnya perilaku itu sendiri. 3. Sifat Spiritual (Spiritual trait). Orang yang berterima kasih menyadari adanya kekuatan lain yang lebih tinggi dari manusia yang berkontribusi terhadap kesejahteraan mereka secara umum.



Page | 24



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Secara etimologi sabar artinya menahan (alhabsu) diri atau lebih tepatnya mengendalikan diri. Maksudnya menahan dan mengendalikan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak mengeluh. Karakter shabir juga menuntut sikap yang tenang untuk menghindari maksiat, melaksanakan perintah, dan menerima cobaan. Sabar bukanlah lemah, menerima apa adanya, menyerah pada keadaan, atau menyerahkan semua permasalahan kepada Allah, tanpa adanya ikhtiar. Namun sabar adalah usaha tanpa lelah atau gigih yang menggambarkan kekuatan jiwa pelakunya, sehingga mampu mengalahkan atau mengendalikan keinginan nafsu liarnya. Sedangkan kata syukur merupakan sebuah kesinambungan hati untuk mencintai Sang pemberi nikmat, kesinambungan anggota badan untuk menaatinya dan kesinambungan lisan untuk mengingat dan memujinya. Karakter Syakir dilakukan dengan tiga tahap, yaitu mengetahui nikmat, menerima nikmat dan memuji pemberiannya. Menurut al-Ghazali, karakter Shabir terkait dengan dua aspek yaitu, fisik dan psikis. Pertama secara fisik, yaitu menahan diri (sabar) dari kesulitan dan kelelahan badan dalam menjalankan perbuatan yang baik. Kesabaran ini sering kali mendatangkan rasa sakit, luka dan memikul beban yang berat. Kedua secara psikis, yaitu menahan diri dari natur dan tuntutan hawa nafsu. Sedangkan aspek/dimensi pada syukur yang berarti perasaan menghargai untuk menerima kebaikan yang diberikan kepadanya, antara lain pertama bersyukur dengan hati, kedua bersyukur dengan lidah dan ketiga, bersyukur dengan anggota tubuh. Pada dasarnya sabar dan syukur diperoleh untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain. Apabila kita selalu bersabar dan bersyukur pada keseharian kita, maka akan memperoleh banyak manfaat didalamnya. Antara lain, untuk memperoleh kesejahteraan hidup, melipat gandakan nikmat, dapat membentuk pola pikir yang sukses serta dapat menghilangkan kesusahan. Proses kehidupan akan banyak membawa perubahan dari masa ke masa. Makin banyak asam garam yang masuk dalam kehidupan individu, semakin banyak pula individu belajar tentang kehidupan, baik suka maupun duka. Rasa syukur dan sabar terletak dalam hati seseorang, apabila dijalankan dengan kesungguhan maka akan dapat tercipta kehidupan yang seimbang dan menyenangkan, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga orang lain.



Page | 25



Pengetahuan individu tentang dirinya atau tentang apapun tentulah sangat terbatas, apabila dibandingkan dengan pengetahuan Allah swt. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi umatnya, keputusan-Nya selalu yang terbaik dan selaku umat-Nya sudah seharusnya bagi manusia untuk mengikuti ketentuan-Nya. Ada satu nasihat bijak yang mungkin dapat dijadikan pelipur hati disaat individu sedang mengalami kondisi stress, terkadang Allah mendatangkan “petir”, menyembunyikan “matahari”, dan manusia menangis untuk bertanya kemana hilangnya matahari, rupanya manusia tidak pernah tahu bahwa ia akan diberi “pelangi” oleh-Nya.



B. Saran Sabar dalam islam adalah sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah. Sebagai orang Islam kita memang mempunyai kewajiban menjalankan perintah-perintah Allah. Kita harus sadar bahwa di dalam setiap kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah kepada hamba-hamba-Nya terdapat hikmah yang baik bagi diri sendiri ataupun bagi orang lain. Oleh karena itu, jika kita menjalankan segala apapun perintah-perintah Allah dengan sabar dan mensyukurinya maka kita dapat merasakan nikmat sabar dan syukur itu sendiri, juga setiap ibadah yang kita lakukan akan terasa lebih indah. Allah juga berjanji bahwasanya orang yang sabar dan bersyukur dalam menjalankan ketaatan kepada Allah maka pada hari kiamat nanti Allah akan memberikan kepadanya tiga ratus derajat di surga dan jarak setiap derajat adalah seluas antara langit dan bumi.



Page | 26



DAFTAR PUSTAKA



Najati, D. M. (2000). Psikologi dalam Tinjauan Hadits Nabi. Jakarta Selatan: Mustaqiim. Mubarok, Achmad. (2001). Psikologi Qur’ani. Jakarta: Pustaka Firdaus. Isa, A. Q. (2005). Hakikat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press. Syarbini, A., & Haryadi, J. (2010). Dahsyatnya Sabar, Syukur, Ikhlas Muhammad SAW. Jakarta Selatan: Ruang Kata. Yudy Effendy. (2012). Sabar & Syukur: Rahasia Meraih Hidup Super Sukses. Jakarta: Qultum Media. Departemen Agama RI. (2014). Al-Qur'an: Transliterasi Latin, Terjemah Indonesia. Jakarta Timur: PT. Suara Agung. Haris Priyatna. (2016). 2 Syarat Utama Bahagia Dunia Akhirat: Mengamalkan Sabar dan Syukur Sepanjang Hayat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si. (2017). Teori Kepribadian: Perspektif Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Mujib, A. (2017). Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mohammad Takdir. (2018). Psikologi Syukur: Suplemen Jiwa Untuk Menggapai Kebahagiaan Sejati (Authentic Happiness). Jakarta: PT. Gramedia.



Page | 27