Psychological Well Being Pada Perawat Rumah Singgah [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ivana
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA PERAWAT PDU 202 - METODE KUALITATIF SEKSI F



Disusun Oleh : Aisyah Rizqi Namira Ignatius Dharma Dewanto Jonathan Chandra Maria Ivana Samantha Georgine



2018-0700-0028 2018-0700-0257 2018-0700-0241 2018-0700-0260 2018-0700-0107



Dosen Pengampu : Prof. Dr. Phil. Hana Rochani G. Panggabean, Psi.



FEBRUARI 2020 UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA JAKARTA



BAB 1 PENDAHULUAN I.A LATAR BELAKANG Fenomena perawat - jelasin perawat itu apa - apa sih yang mengganggu pwb perawat (stress, jam kerja, dll) - apa yang menyebabkan perawat bisa tetap bertahan walaupun di situasi kyk gt (hubungin sm dimensi pwb) - jelasin pwb - maka dari itu, peneliti merasa .... Perawat pada umumnya selalu terlihat bahagia di hadapan pasien dalam memberikan pelayanan yang terbaik. Jarang sekali perawat terlihat murung dan penuh masalah, terlebih lagi mereka yang memang bekerja dengan hadir untuk merawat pasien yang memiliki masalah mereka masing-masing. Namun dibalik hal tersebut, tanpa diketahui perawat menyimpan banyak masalah seperti beban kerja yang berat sampai dengan stres kerja yang selalu menghantui (Akbar, 2013). Seperti yang Williams, Michie, dan Pattani (1998) nyatakan bahwa menjadi perawat atau merawat seseorang merupakan hal yang sering menimbulkan stres sehingga, sering diasosiasikan dengan burnout (Estryn-Behar, Van Der Heijden, & Oginska, 2007), intensi untuk meninggalkan profesinya (Coomber & Barriball, 2007), serta kesalahan atau pelanggaran keselamatan diri seseorang (Fogarty, & McKeon 2006). Hal ini dapat disebabkan oleh tempat kerja perawat, dimana perawat dituntut untuk memberikan performa sangat baik yang membutuhkan tenaga besar. Namun sebagian besar faktor tersebut berada diluar kendali para perawat sehingga, mereka harus selalu siap menghadapi apapun yang terjadi. Menurut Andraika (Akbar, 2013), stres yang dialami oleh individu dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan kelelahan fisik, emosional, dan mental. Berikut adalah contoh kasus perawat RSAB “Harapan Kita” yang mengalami burnout dalam bekerja yaitu terdapat beberapa perawat yang memilih untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Perawat tersebut lebih memilih untuk mengundurkan diri jika harus tetap bertahan dengan situasi kondisi yang dapat membuat mereka mengalami stress sehingga, mengganggu kinerja mereka dalam menangani pasien (Mariyanti S & Citrawati A, 2011). Dari fakta diatas perawat berpotensi mengalami stress atau tekanan karena tuntutan pekerjaan yang overload (Mariyanti S & Citrawati A, 2011).



Namun, sebaliknya masih banyak perawat yang tetap berpegang teguh pada profesi yang mereka pilih. Menurut sebuah penelitian pada perawat yang baru bekerja 24 sampai 25 bulan, menemukan bahwa perawat tetap bertahan menjadi perawat karena sikap saling mendukung di lingkungan kerja, yang ditunjukan dengan, bantuan dan saran yang diberikan oleh perawat senior, seluruh anggota perawat yang menciptakan kondisi yang nyaman dengan saling membantu, dan merasa dibutuhkan dan diterima karena budaya saling mendukung tersebut (Zeller, Doutrich, Guido, & Hoeksel, 2011). Berdasarkan penelitian lain pula ditemukan bahwa perawat tetap bertahan dalam profesinya karena mereka puas dengan pengalaman bekerja secara profesional, yang didalamnya terdapat bantuan belajar, dukungan administratif, jadwal kerja, gaji, hubungan profesional, dan kesempatan untuk berkembang di kemudian hari (Halfer & Graf, 2006 ; Kovner et al., 2009 ). Selain sikap saling membantu, Lucas et al. (1993) menyatakan bertahannya perawat dalam pekerjaan dipengaruhi oleh kepuasan mereka bekerja pada suatu organisasi. Hal ini terkait dengan tingkat otonomi dan kepemimpinan yang rendah, serta kurangnya peluang karir (Dussault et al., 2001). Sejalan dengan studi Fisher et al. (1994) yang menyatakan bahwa bertahannya seorang perawat dengan profesinya dipengaruhi oleh kesediaan mereka mengambil resiko dan kemampuan mereka dalam mengatur situasi di sekitar. Berbagai teori dan alasan mengapa perawat tetap bertahan menjadi perawat yang sudah disebutkan diatas, terkandung dalam dimensi dimensi psychological well being. Psychological well being sendiri, merupakan sebuah teori yang dikemukakan oleh Carol Ryff (1995), dan ia mencoba mendeskripsikan kondisi kesejahteraan psikologis seseorang dengan tidak memiliki kecemasan, kegelisahan, depresi, dan gangguan psikologis dalam kehidupan individu. Menurut Diener, Oishi, dan Lucas (2003), psychological well being di tempat kerja sesuai dengan kondisi kebahagiaan intrinsik yang dialami oleh seorang individu, mengarah pada kepuasan hidup, kepercayaan diri, dan keceriaan. Hal ini juga menekankan juga pada pengalaman emosional dan kognitif yang menyenangkan (Diener et al., 2003). Timmins et al; Gibbons et al dalam Smith, & Yang (2017), memaparkan beberapa dampak merugikan dari stress pada psychological well being seperti konsentrasi yang rendah, tingginya tingkat kecemasan, depresi, dan masalah tidur. Penelitian ini ingin melihat psychological well being pada perawat yang mempunyai peran dan tanggung jawab besar terhadap pasien. Hal ini mendorong kami untuk mengetahui



psychological well being pada perawat karena, dapat berdampak pada pelayanan dan performa yang mereka keluarkan saat melayani pasien, dimana pelayanan yang buruk akan berdampak buruk bagi pasien maupun caregivers. Penelitian ini ingin melihat psychological well being pada perawat, sehingga mendapatkan gambaran yang sebenarnya terjadi, khususnya pasien yang ditangani merupakan penderita penyakit berat, serta faktor-faktor apa lain yang mungkin dapat mempengaruhi psychological well being mereka. I.B RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang yang ada, terdapat dua rumusan masalah yang perlu dijawabkan, yaitu: 1. Bagaimana gambaran kondisi psychological well-being perawat? 2. Faktor-faktor apa yang mungkin dapat mempengaruhi psychological well being perawat? I.C TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran psychological well-being pada perawat. I.D MANFAAT PENELITIAN 1.



Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran psychological well being perawat.



2.



Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberi penjelasan mengenai keadaan kesehatan mental para perawat khususnya pada psychological well being. Dari gambaran psychological well-being yang didapatkan dari hasil penelitian, diharapkan perawat dapat lebih sadar akan kondisi wellbeing mereka secara pribadi sehingga dapat kondisi well-being mereka akan tetap terjaga dan memfokuskan diri mereka terhadap peran mereka sebagai perawat.



BAB II LANDASAN TEORI II.A. Psychological Well Being Ryff (1995) mengatakan bahwa psychological well being (PWB) mengandung 6 komponen yang mengarahkan fungsi individu menjadi positif, antara lain self acceptance (penerimaan diri), environmental mastery (penguasaan lingkungan sekitar), positive relations with others (hubungan positif dengan orang lain), autonomy (penguasaan diri), purpose in life (makna dalam hidup), dan personal growth (perkembangan diri). II.A.1. Dimensi Psychological Well Being Dimensi atau komponen yang relevan untuk dijadikan ranah dalam penelitian ini adalah hubungan positif dengan orang lain dan makna dalam hidup. II.A.1.1. Hubungan positif dengan orang lain Adanya kualitas hubungan kerja yang erat dalam lingkungan pekerjaan membuat pekerjaan tidak menyebabkan stres. Hal ini terjadi karena antar pekerja saling percaya dan mendukung untuk mengatasi berbagai tantangan dalam pekerjaan (Ryff, 1995). Komponen penting dari lingkungan kerja yang sehat yaitu hubungan yang positif, kolaboratif, dan komunikatif antar pekerja (Moore, Leahy, Sublett, & Lanig, 2013). Blair dan Littlewood (dalam Tran, Nguyen, Dang, & Ton, 2018) percaya bahwa kualitas hubungan di lingkungan kerja, merupakan kontributor yang mempunyai potensi untuk stres para pekerja. Misalnya, pekerja yang bekerja dalam hubungan berkualitas tinggi karena didukung oleh sumber daya instrumental dan dukungan secara emosional dari rekan kerja sebagai partisipasi dalam meningkatkan pemberdayaan psikologis (Tran et al., 2018). Menurut Ryff (1995), individu yang mempunyai hubungan positif dengan orang lain yang tinggi memiliki karakteristik yaitu kehangatan, saling percaya antar sesama, peduli terhadap kesejahteraan orang lain disekitarnya, empati yang tinggi, dan mampu memberikan afeksi serta keakraban terhadap orang lain.



Sedangkan pada individu yang mempunyai hubungan positif dengan orang lain yang rendah hanya memiliki sedikit hubungan untuk mempercayai satu sama lain, sulit untuk bersikap hangat, sulit terbuka kepada orang lain, dan dalam hubungan interpersonal cenderung mengisolasi diri. Individu juga memiliki sedikit atau tidak sama sekali keinginan untuk menjaga kuat hubungan yang erat dengan sesama (Ryff, 1995). Cohen dan Wills (dalam Tran et al., 2018), mengatakan bahwa hubungan interpersonal di lingkungan pekerjaan mampu mengurangi stres antar pekerja. Pernyataan tersebut serupa dengan studi Sveinsdottir (dalam Tran et al., 2018), yaitu menunjukkan bahwa kurangnya dukungan dari pengawas dan rekan kerja, serta kepuasan yang kurang dengan kepala perawat menghasilkan situasi stres di antara staf perawat. II.A.1.2. Makna dalam hidup Di dalam dimensi yang kedua untuk penelitian ini, Ryff (1995) menjelaskan bahwa individu dengan makna dalam hidup yang tinggi memiliki tujuan hidup, menyadari bahwa kurun waktu sekarang dan mendatang bermakna bagi dirinya dan memegang kepercayaan kepada yang memberikan tujuan hidup pada individu tersebut. Kemudian juga memiliki target serta secara objektif melihat hidup. Sebaliknya, individu dengan makna dalam hidup yang rendah cenderung memiliki sedikit target dan tujuan hidup, tidak bisa melihat makna hidup dari kejadian-kejadian lampau, dan tidak mempunyai kepercayaan terhadap yang memberikannya makna hidup. Bagi perawat, menemukan makna dalam pekerjaan penting karena mampu menciptakan emosi, pikiran, serta perilaku yang lebih positif bagi diri mereka sendiri, tim mereka, dan pasien mereka. Sebagai contoh, perawat yang sudah menemukan makna dalam pekerjaan, tentunya ada tujuan jelas sehingga secara intrinsik dapat menjadi motivasi. Ketika hal tersebut terjadi, mereka mungkin lebih menikmati perawatan dengan penuh



semangat, berbagi suasana positif dengan orang lain. Selain itu, ketika menghadapi kesulitan mereka mampu merespons secara berbeda terhadap peristiwa situasional dengan cara membuat makna dan mengembangkan pemahaman yang lebih besar tentang peristiwa tersebut. Maka dari itu perawat dapat lebih berkomitmen untuk merawat pasien walaupun mengalami kesulitan. II.A.1.3. Penerimaan Diri Psychological well-being dapat diartikan dengan memiliki persepsi positif tentang diri sendiri, atau dengan kata lain memiliki penerimaan yang baik akan diri sendiri/self acceptance (Rogers, 1951). Penerimaan diri tersebut mengacu pada kepuasan individu terhadap dirinya sendiri. Penerimaan diri tersebut meliputi kesadaran yang bersifat realistis dan subjektif atas kekuatan dan kelemahan diri, hal tersebut yang akhirnya menyebabkan individu memiliki atau merasakan nilai yang unik pada dirinya sendiri (English & English, 1958). Ryff (1995) menjelaskan bahwa seorang individu diprediksikan akan memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut ditandai dengan adanya pemahaman dan penerimaan berbagai aspek dalam diri individu tersebut, termasuk aspek yang baik dan aspek buruk. Masa lalu yang terjadi pun dapat diterima dan individu tersebut memiliki kecenderungan untuk bersikap positif terhadap aspek aspek dalam kehidupannya. Disisi lain, individu yang memiliki penerimaan diri yang rendah diprediksi akan cenderung merasa tidak puas dengan dirinya sendiri, kecewa dengan kejadian yang terjadi dalam hidupnya, merasa terganggu dengan aspek tertentu dalam dirinya, dan berharap untuk dapat berubah dari dirinya pada saat ini. Berdasarkan Neff (2003), rasa empati dapat meningkatkan penerimaan diri seseorang. Hal tersebut merujuk pada unconditional selfacceptance, hasrat untuk meringankan penderitaan orang lain dapat memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan diri. Dan pada konteks



penelitian, perawat memiliki kesempatan untuk membantu pasien (orang lain) untuk meringankan beban penyakit mereka dengan memberikan prosedur medis sebagai tindakan penyembuhan. II.A.1.4. Penguasaan Lingkungan Sekitar Menurut Ryff (2008), Penguasaan lingkungan sekitar diartikan sebagai perasaan atas diri yang mampu dan memiliki kemampuan untuk mengatur lingkungan yang rumit. Dimensi keempat dalam penelitian ini, Ryff (1995) menjelaskan bahwa seorang individu memiliki sebuah perasaan dan kompetensi bahwa ia dapat mengatur lingkungan sekitarnya. Hal tersebut ditandai dengan adanya dapat mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, dapat menggunakan kesempatan yang ada secara efektif, dan dapat memilih atau membuat suatu yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai nilai personal yang dimiliki. Sedangkan untuk individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah memiliki karakteristik seperti kesulitan untuk mengatur tugas sehari-hari, merasa tidak bisa berubah atau berkembang sesuai dengan konteks di sekitarnya, tidak sadar akan kesempatan-kesempatan di sekitarnya, dan memiliki kekurangan dalam mengontrol apa yang terjadi di hidupnya. II. A.1.5. Penguasaan diri Penguasan diri mengacu pada pengalaman saat seseorang menentukan perbuatan berdasarkan pilihan hidupnya dengan persetujuan diri (DeCharms, 1968). Pilihan tersebut akan digolongkan ke penguasaan diri saat individu memiliki kontrol atas pilihan dan keputusan yang dimiliki dan sesuai dengan keinginannya pribadi. Bagaimana seorang individu dapat mengatur dirinya dan memegang tanggung jawab atas dirinya secara penuh (Keller, 2015). Menurut Ryff (1995), individu yang memiliki tingkat penguasaan diri yang tinggi memiliki karakteristik determinasi diri dan kemandirian, mampu untuk tidak mengindahkan tekanan sosial sehingga hal tersebut dapat



mempengaruhi jalan pikir dan untuk berperilaku tertentu, meregulasi perilaku dari dalam



diri,



dan



mengevaluasi



diri



sesuai



dengan



standar



personal



Sedangkan sebaliknya, individu yang memiliki tingkat penguasaan diri yang rendah memiliki karakteristik mempertimbangkan ekspektasi dan evaluasi orang lain, berpaku pada kata-kata orang lain untuk membuat sebuah keputusan, terjebak pada tekanan sosial yang mendorong jalan pikir dan perilakunya ke arah tertentu Penguasaan diri dalam konteks profesional (professional autonomy) akan melibatkan pengalaman dan pengetahuan yang cukup yang pada akhirnya akan diimplementasikan pada pekerjaan, dengan konteks perawat disini yaitu pada prakteknya sehingga perawat dapat memberikan pelayanan yang memuaskan (Mantzoukas & Watkinson 2007). Maka penguasaan diri pada perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup, kekuatan, dan kekuasaan untuk memberikan perubahan pada apa yang mungkin terjadi pada pasien (Holden 1991, Mallik 1997). II. A.1.6. Perkembangan diri Perkembangan diri didefinisikan sebagai sebuah proses panjang dalam hidup dimana terdapat peningkatan kesadaran atas identitas, talenta yang berkembang, dan pengelolaan diri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan performa kerja (Erikson, 1950). Perkembangan tersebut meliputi perubahan dalam diri seseorang dalam aspek afeksi, kognitif, atau perilaku, dan biasanya diajarkan secara positif yang membuat individu menjadi semakin utuh dan sepenuhnya bekerja dengan baik (Prochaska & DiClemente, 2005). Dan menurut Ryff (1995), individu dengan perkembangan diri yang tinggi memiliki karakteristik memiliki keinginan untuk terus berkembang, melihat diri berkembang dan bertumbuh, terbuka dengan pengalaman baru, menyadari potensi diri, melihat peningkatan perilaku seiring dengan berjalannya waktu, berubah dalam merefleksikan diri dengan pengetahuan Sedangkan memiliki perasaan bahwa diri berada di posisi yang stagnan, kurangnya perasaan atau kesadaran ata pertumbuhan diri, merasa bosan dan tidak



tertarik atas hidup, merasa tidak dapat mengembangkan perilaku dan sikap baru merupakan karakteristik individu yang memiliki dimensi perkembangan diri yang rendah (Ryff, 1995). Berdasarkan penelitian Tedeschi & Calhoun (1995), pekerja medis yang terpapar dengan banyaknya kasus kematian malah membuat mereka mendapatkan pengalaman perkembangan diri yang luar biasa. Hal tersebut terkait dengan kepercayaan diri yang meningkat, menemukan cara coping yang baru, mendalami unsur spiritualitas, mengetahui prioritas hidup, dan menghargai hidup lebih lagi. II.B. Perawat II.B.1. Definisi perawat Perawat menurut KBBI (2016) adalah tenaga kesehatan profesional yang bertugas memberikan perawatan pada klien atau pasien baik berupa aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual dengan menggunakan proses keperawatan. Fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut: mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi hasil asuhan keperawatan, dan mendokumentasikan proses keperawatan (Hidayat, 2006). Menurut Kepmenkes RI Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan baik dari dalam maupun luar negeri dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (Hidayatullah, 2014). II.B.2. Peran perawat Peran perawat menurut Efendi (1998) dalam meningkatkan kinerja pada pelayanan keperawatan, antara lain: II.B.2.1. Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan (Provider of Nursing Care) Merupakan peran utama seorang perawat. Perawat memberikan asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat



maupun yang mengidap penyakit tertentu atau memiliki masalah dengan kesehatan atau keperawatannya II.B.2.2. Sebagai Pendidik (Health Educator) Perawat memberikan edukasi kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok,



dan



masyarakat



secara



terorganisir



dengan



tujuan



menanamkan perilaku hidup sehat sehingga terjadi perubahan perilaku yang diharapkan dalam mencapai kesehatan yang optimal II.B.2.3. Sebagai Pembaharu (Innovator) Perawat dalam berperan sebagai agen pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam menambah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator of service), mengkoordinasi seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan mencapai tujuan kesehatan melalui kerja sama dengan tim kesehatan lainnya sehingga tercipta keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang menyeluruh dan tidak terpisahpisah antara satu dan yang lainnya. II.B.2.4. Sebagai Panutan (Role Model) Perawat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat. II.B.2.5. Sebagai Tempat Bertanya (Fasilitator) Perawat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Disamping



itu



perawat



kesehatan



diharapkan



dapat



membantu



memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi. II.B.2.6. Sebagai Pengelola (Manager)



Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan baik puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. II.B.3. Tugas perawat Tujuan utama dalam keperawatan adalah menghilangkan kesepian dan isolasi (Kalisch, 1973, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010), memberikan kenyamanan dan dukungan (NMC, 2007; White, 1997, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010) dan memenuhi kebutuhan untuk dipahami dan divalidasi (Reynolds et al., 2000, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010). Kebutuhan sangat kuat ketika menghadapi beberapa krisis seperti, penyakit terminal, tiba-tiba cacat atau kondisi kronis yang mengubah jauh kehidupan seseorang. Hal seperti ini menyebabkan perasaan takut, kehilangan, sakit, dan putus asa manusiawi yang mendalam. Pada saat-saat seperti itu, pendekatan pemberi empati telah dikaitkan dengan kesehatan positif hasil diukur dalam hal berkurangnya kecemasan, manajemen rasa nyeri, penyesuaian emosional untuk penyakit kronis dan mempertahankan harapan dan menemukan makna dalam menghadapi penderitaan (Kirk, 2007; Myhrvold, 2003; Reynolds et al., 2000, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010). “Empati dialami karena kebaikan dan kebaikan menyembuhkan” (Zausner, 2003, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010). Dasar dari pendekatan terapeutik disebut terapi validasi yang merupakan upaya untuk memahami kerangka referensi internal seseorang, menegaskan perasaan dan berkomunikasi pada tingkat emosi. Ini adalah cara untuk mengkomunikasikan kebaikan dan kehangatan ke dunia yang menakutkan yang dialami oleh orang yang mengalami disorientasi. Empati menawarkan perawat cara yang efektif untuk berkomunikasi dengan kelompok pasien dan perasaan kegunaan (Tondi et al., 2007; Feil, 1989, dalam Williams J., & Stickley, T., 2010). II.C. Bagan Landasan Teori Peneliti akan melihat gambaran psychological well being perawat melalui enam dimensi psychological well being yaitu self acceptance (penerimaan diri), environmental



mastery (penguasaan lingkungan sekitar), positive relations with others (hubungan positif dengan orang lain), autonomy (penguasaan diri), purpose in life (makna dalam hidup), dan personal growth (perkembangan diri) pada perawat.



BAB III METODE PENELITIAN III.A JENIS PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian dan unit analisis, jenis penelitian kami adalah narrative inquiry. Menurut Connelly dan Clandinin (dalam Creswell, 2012) desain naratif digunakan peneliti untuk mendeskripsikan kehidupan seseorang, mengumpulkan dan menceritakan tentang kehidupan seseorang ataupun menulis tentang pengalaman seseorang. Hal tersebut juga yang membuat penelitian ini menjadi penelitian yang menggunakan unit analisis individu, yaitu individu dengan profesi perawat medis juga perawat non medis. Dengan menggunakan naratif, partisipan akan merasa cerita hidupnya penting dan didengarkan. Hal ini membantu partisipan untuk memahami bahwa mereka membutuhkan proses (McEwan & Egan dalam Creswell, 2012). Alasan penelitian ini menggunakan narrative adalah disesuaikan tujuan yakni ingin menarasikan cerita dan pengalaman yang diberitahu oleh partisipan kembali secara spesifik, detail, dan mendalam yang dapat memberi pengetahuan serta penelitian lebih lanjut mengenai psychological well-being pada perawat rumah singgah lainnya. Tujuan penelitian ini adalah deskriptif untuk mendapatkan gambaran. Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan, kegiatan, sikap, pandangan proses, serta pengaruh yang sedang berlangsung dari suatu fenomena. III.B VARIABEL PENELITIAN Psychological Well Being Variabel penelitian ini adalah psychological well being (PWB) oleh Ryff (1995). Ryff mengatakan bahwa psychological well being mengandung 6 komponen yang mengarahkan fungsi individu menjadi positif, antara lain self acceptance (penerimaan diri), environmental mastery (penguasaan lingkungan sekitar), positive relations with



others (hubungan positif dengan orang lain), autonomy (penguasaan diri), purpose in life (makna dalam hidup), dan personal growth (perkembangan diri). III.C PARTISIPAN PENELITI III.C.1 KARAKTERISTIK PARTISIPAN Karakteristik partisipan yang perlu dimiliki adalah seorang perawat yang menangani pasien penderita penyakit berat. III.C.2 METODE PEMILIHAN PARTISIPAN Penelitian ini menggunakan convenience sampling sebagai metode pemilihan partisipan. Convenience sampling merupakan jenis sampling yang tidak melakukan randomisasi karena partisipan dalam populasi memenuhi kriteria yang praktis seperti aksesibilitas mudah, ketersediaan waktu dan ketersediaan sebagai partisipan penelitian (Dörnyei dalam Etikan, Musa dan Alkassim, 2016). Asumsi utama yang terkait dengan convenience sampling bahwa partisipan dalam populasi yaitu homogen. III.D METODE PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN III.D.1 METODE PENGUMPULAN DATA Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara. Menurut Boyce, dan Neale (2006) Wawancara dapat didefinisikan sebagai teknik penelitian kualitatif yang melibatkan teknik wawancara individu yang intensif dengan sejumlah kecil responden untuk mengeksplorasi perspektif pada ide, program, atau situasi tertentu (Boyce, & Neale, 2006). Wawancara sendiri memiliki beberapa tipe, seperti one on one interview, focus group interview, telephone interview, email interview, dan open ended question on questionnaire (Creswell, 2012). Pada penelitian ini kami berfokus pada one on one interview yaitu mewawancarai setiap partisipan satu persatu, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan jawaban yang secara nyata dan cukup mendalam menggambarkan setiap partisipan. Kemudian, terkait masalah yang terjadi pada saat ini yaitu wabah virus penyakit, maka penelitian juga melakukan telephone interview atau wawancara melalui telepon.



Melakukan wawancara melalui telepon adalah proses pengumpulan data menggunakan telepon dengan mengajukan sejumlah kecil pertanyaan umum. Wawancara telepon mengharuskan peneliti menggunakan adaptor telepon yang menghubungkan telepon dan tape recorder agar rekaman wawancara jelas (Creswell, 2012). Peneliti memastikan bahwa wawancara telepon memiliki formulasi yang lebih sedikit dari peneliti, lebih sedikit pengakuan peneliti, dan memasukkan lebih banyak orang yang diwawancarai memeriksa kecukupan respons dan meminta klarifikasi (Kassianos, 2014). Kami juga menggunakan wawancara semi structured dimana sebagian besar pertanyaan yang ingin diketahui sudah kami cantumkan dalam panduan, namun tidak menutup kemungkinan akan ada pertanyaan dan jawaban lain yang muncul dalam wawancara namun tidak dituliskan dalam panduan yang dapat muncul sebagai cara untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan mendalam. III.D.2 INSTRUMEN PENELITIAN Dalam proses wawancara, interviewer telah memiliki panduang pertanyaan berdasarkan indikator dari aspek yang ingin dilihat. Aspek tersebut merupakan turunan dari variabel yang ingin diukur pada partisipan yang menjalani rangkaian wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun akan ditanyakan pada partisipan dengan menyertai teknik probing sehingga hasil yang didapatkan lebih mendalam. Pertanyaan disusun berdasarkan dua dari enam komponen yang ada berdasarkan Ryff (1995).



III.D.3 KREDIBILITAS PENELITIAN Kelompok kami menggunakan informed consent sebagai bentuk persetujuan antara kelompok peneliti dengan partisipan yang akan melindungi hak kedua belah pihak serta memastikan bahwa data yang diberikan oleh partisipan merupakan data apa adanya tanpa rekayasa. Kemudian kelompok menggunakan triangulasi sebagai acuan untuk mendapatkan data penelitian. Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multi metode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Terkait dengan pemeriksaan data, triangulasi berarti suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan dengan cara



memanfaatkan hal-hal (data) lain untuk pengecekan atau perbandingan data (Moleong, 2001). Flick (2006) menekankan bahwa triangulasi merupakan salah satu strategi utama dalam memeriksa kesahihan data kualitatif dalam penelitian.



BAB IV HASIL & ANALISIS Berisi uraian hasil analisis data, baik berupa temuan tema maupun bentuk analisis lainnya yang didapatkan dari seluruh narasumber. Penyajian dapat mencakup narasi, kutipan, tabel, bagan, gambar, dukungan rujukan/teori relevan dan sebagainya sesuai apa yang telah dipelajari.



BAB V SIMPULAN, DISKUSI & SARAN V.A. SIMPULAN Simpulan berisi ringkasan terhadap jawaban masalah penelitian yang diajukan, sesuai hasil analisis yang telah dilakukan. V.B. DISKUSI Sub-bagian diskusi berisi pembahasan terkait hasil analisis yang dihubungkan dengan temuan dalam penelitian lain maupun hasil kajian literatur terdahulu. V.C. SARAN Saran berisi saran-saran metodologis terkait pelaksanaan penelitian ini dan saran praktis terkait temuan penelitian yang diperoleh.



DAFTAR PUSTAKA Aiken L., Clarke S., Sloane D., Sochalski J., & Silber J. (2002). Hospital nurse staffing and patient mortality, nurse burnout and job dissatisfaction. Journal of the American Medical Association. (288), 1987-1993. Akbar. (2013). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan stres kerja pada perawat. Journal Ecopsy, 1(1). Allen H. (2008). Using routinely collected data to augment the management of health and productivity loss. Journal of Occupational and Environmental Medicine. (50) 615–632. American Association of Critical-Care Nurses. (2005). AACN standards for establishing and sustaining healthy work environments: A journey to excellence. American Journal of Critical Care, 14(3), 187-197. Atefi N., Abdullah K. L., Wong L. P., & Mazlom R. (2014). Factors influencing registered nurses perception of their overall job satisfaction: A qualitative study. International Nursing Review, 61(3), 352-360. Arvey R. D., Murphy K. R. (1998). Performance evaluation in work settings. Annual Review of Psychology, (49) 141–168. Boyce C., & Neale P. (2006).Conducting in-depth interviews: A guide for designing and conducting in-depth interviews. Pathfinder International Tool Series. Burke R. J. & Greenglass E. (1996). Work stress, social support, psychological burnout and emotional and physical well-being among teachers. Psychology, Health and Medicine, (1) 193-205. Burton W. N., Pransky G., Conti D. J., Chen C. Y., & Edington D. W. (2004). The association of medical conditions and presenteeism. Journal of Occupational and Environmental Medicine, (46) 38–45. Cheng Y., Kawachi I., Coakley E. H., Schwartz J., & Colditz G. (2000). Association between psychosocial work characteristics and health functioning in American women: Prospective study. British Medical Journal. (320). 1432-1436. Conway J. M. (1999). Distinguishing contextual performance from task performance for managerial jobs. Journal of Applied Psychology. (84) 3–13.



Coomber B., Barriball K. L. (2007). Impact of job satisfaction components on intent to leave and turnover for hospital-based nurses. International Journal of Nursing Studies, (44) 297-314. Creswell J., W. (2012). Educational research : planning, conducting, and evaluating quantitative and qualitative research.. Pearson Education Inc, (4). DeCharms R. (1968). Personal causation: The internal affective determinants of behavior. Academic Press. Desyiani, B. (2014). Hubungan kondisi dan beban kerja dengan stres kerja perawat di ruang rawat inap rsud dr. adnan wd payakumbuh tahun 2014. Fakultas Keperawatan, Universitas Andalas. Diambil dari http://repo.unand.ac.id/153/ Dewi M. (2017). Sebaran kanker di Indonesia, riset kesehatan dasar 2007. Indonesian Journal of Cancer, (11)1 . Diambil dari https://media.neliti.com/media/publications/197251-ID-sebaran-kanker-di-indonesiariset-keseha.pdf Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective well being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual Review of Psychology, 54(1), 403–425. Dussault, G., Fournier, M. A., Zanchetta, M. S., Kérouac, S., Denis, J. L., Bojanowski, L., ... & Grossman, M. (2001). The nursing labour market in Canada: review of the literature. Cahiers du groupe de recherche interdisciplinaire en santé (research paper r01–03). University of Montréal. English, H. B., & English, A. C. (1958). A comprehensive dictionary of psychological and psychoanalytical terms. Longmans. Erikson, E. H. (1950). Childhood and society. WW Norton & Company. Escorpizo R. (2008). Understanding work productivity and its application to work-related musculoskeletal disorders. International Journal of Industrial Ergonomics, (38) 291–297. Escriba-Aguir V, & Perez-Hoyos S. (2007). Psychological well-being and psychosocial work environment characteristics among emergency medical and nursing staff. Stress Health, (23) 153-160.



Estryn-Behar M., Van Der Heijden B. I. J. M., & Oginska H. (2007). The impact of social work environment, teamwork characteristics, burnout, and personal factors on intent to leave aLong European nurses. Medical Care, (45) 939-950. Etikan I., Musa S. A., & Alkassim, R. S. (2016). Comparison of Convenience Sampling and Purposive Sampling. American Journal of Theoretical and Applied Statistics, 5(1). Fisher, M. L., Hinson, N., & Deets, C. (1994). Selected predictors of registered nurses' intent to stay. Journal of Advanced Nursing, 20(5), 950-957. Flanagan N. A., & Flanagan T. J. (2002). Satisfaction and job stress in correctional nurses. Research in Nursing & Health. Fogarty G. J., & McKeon C. M. (2006). Patient safety during medication administration: The influence of organizational and individual variables on unsafe work practices and medication errors. Ergonomics. (49) 444-456. Frankl V. E. (1964). Man’s search for meaning: An introduction to logotherapy. Hodder & Stoughton Ltd. Friese C. R. (2005). Nurse practice environments and outcomes: Implications for oncology nursing. Oncology Nursing Forum, 32(4), 765-772. Halfer, D., & Graf, E. (2006). Graduate nurse perceptions of the work experience. Nursing Economic$, 24(3), 150-155. Hidayat Muharam, S. H. (2006). Panduan memahami hukum ketenagakerjaan serta pelaksanaannya



di



Indonesia.



Citra



Aditya



Bakti.



Diambil



dari



https://books.google.co.id/books? hl=id&lr=&id=hiKmDgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR7&dq=Hidayat+Muharam,+S.+H. +(2006)&ots=O6JXnpcsJ5&sig=b85n0bZNNjptO_f3Ud2uuk1Ves&redir_esc=y#v=onepage&q=Hidayat%20Muharam%2C%20S.%20H. %20(2006)&f=false Hoffman B. J., Blair C. A., Meriac J. P., & Woehr D. J. (2007). Expanding the criterion domain?: A quantitative review of the OCB literature. Journal of Applied Psychology. (92) 555–566. Holden R. J. (1991). Responsibility and autonomous nursing practice. Journal of Advanced Nursing, 16, 398–403.



Horowitz C.R., Suchman A. L., Branch W. T. & Frankel R. M. (2003). What do doctors find meaningful about their work? Annals of Internal Medicine, 138(9), 772-775. Ivancevich J. M., Konopaske, R., & Matteson, M. T. (2008). Perilaku dan manajemen organisasi. Erlangga. Kamus (2016). Diambil 26 Maret 2020, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/perawat. Kassianos A., P. (2014). The use of telephone interviews in qualitative psychology research: A reflective methodological exercise. The British Psychological Society. Kovner, C. T., Brewer, C. S., Greene, W., & Fairchild, S. (2009). Understanding new registered nurses’ intent to stay at their jobs. Nursing Economic, 27(2), 81-98. Lucas, M. D., Atwood, J. R., & Hagaman, R. (1993). Replication and validation of anticipated turnover model for urban registered nurses. Nursing Research, (42) 29–35. Machfoedz, I. (2009). Pendidikan kesehatan bagian dari promosi kesehatan. Fitramaya, (1). Mallik M. (1997). Advocacy in nursing – a review of the literature. Journal of Advanced Nursing, (25) 130–138. Mantzoukas S., & Watkinson S. (2007) Review of advanced nursing practice: The international literature and developing the generic features. Journal of Clinical Nursing, (16) 28–37. Marques da Silva R., Goulart C. T., Lopes L. F. D., Serrano P. M., Siqueira A. L. S., Costa, & Guido L. (2014). Hardy personality and burnout syndrome among nursing students in three Brazilian universities—An analytic study. Boston Medical Center Nursing,



13(9).



doi:



10.1186/1472-6955-13-9.



Retrieved



from



www.biomedcentral.com/1472-6955/13/9 Mariyanti S., & Citrawati A. (2011), Burnout pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap dan rawat jalan RSAB Harapan Kita. Jurnal Psikologi 9(2). Diambil dari https://www.neliti.com/publications/126201/burnout-pada-perawat-yang-bertugas-diruang-rawat-inap-dan-rawat-jalan-rsab-hara Maslach C., Schaufeli W. B., & Leiter M. P. (2001). Job burnout. Annual Review of Psychology, 52, 397-422. Moleong, L.J. (2001). Metodologi penelitian kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.



Monno M. J., & Beehr T. A. (2014). Subjective well-being at work: Disentangling source effects of stress and support on enthusiasm, contentment, and meaningfulness. Journal of Vocational Behavior, (85) 204-218. Moore L. W., Leahy C., Sublett C., & Lanig H. (2013). Understanding nurse-to-nurse relationships and their impact on work environments. Journal of Medical-Surgical Nurses, 22(3), 172-179. Murphy K. R. (1990). Job performance and productivity psychology in organizations: Integrating science and practice. Lawrence Erlbaum Associates Inc, 157–176. Neff, K.D. (2003). Self‐Compassion: An alternative conceptualization of a healthy attitude toward oneself. Self and Identity, (2) 85‐101. Natsir M., Hartiti T., & Sulisno M. (2015). Hubungan antara self efficacy dan stres kerja dengan burnout pada perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada rs pemerintah di kabupaten semarang. Jurnal Manajemen Keperawatan, 3(1), 30-35. Pavlish C., & Hunt R. (2012). An exploratory study about meaningful work in acute care nursing. Nursing Forum, 47(2), 113-22. Pranita E. (2020). Deteksi dini tingkatkan angka harapan hidup pasien kanker, kok bisa?. Kompas. Diambil dari https://sains.kompas.com/read/2020/02/07/090300023/deteksidini-tingkatkan-angka-harapan-hidup-pasien-kanker-kok-bisa-. Prochaska, J. O., & DiClemente, C. C. (2005). The transtheoretical approach. Handbook of psychotherapy integration, (2) 147-171. Rakhmat J. (2013). Psikologi komunikasi. Remaja Rosdakarya. Rogers, C. D. (1951). Client-centered therapy. Boston: Houghton Mifflin. Rotundo M., & Sackett P. R. (2002). The relative importance of task, citizenship, and counterproductive performance to global ratings of performance: a policy-capturing approach. Journal of Applied Psychology. (87)66–80. Rumah



Bernaung



Sehati.



(n.d.).



https://www.facebook.com/rumah.bernaungsehati.



Diambil



dari 1/about?



lst=100046197755029%3A100041061797836%3A158425408. Ryff C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, (4)99-104. Ryff C. D., & Singer B. H. (2008). Know thyself and become what you are: A eudemonic



approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9(1):13–39. Ryff C., D. (2010). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science. 4(4). Sackett P. R. (2002). The structure of counterproductive work behaviors: dimensionality and relationships with facets of job performance. International Journal of Selection and Assessment. (10)5–11. Sahin S., & Çankır, B. (2018). Psychological well-being and job performance: The mediating role of work engagement. Hitit: Istanbul Medeniyet Universitesi. Santrock J. (2013). Life Span Development 14th Editions. McGraw-Hill. Schmidt V. C. F.L., & Ones D. S. (2005). Is there a general factor in ratings of job performance? A meta-analytic framework for disentangling substantive and error influences. Journal of Applied Psychology. 90; 108–131. Smith, G. D., & Yang, F. (2017). Stress, resilience and psychological well-being in Chinese Undergraduate nursing students. Nurse Education Today. 49, 90-95. Tedeschi, R. G. & Calhoun, L. G. (1995). Trauma and transformation: Growing in the aftermath of suffering. Sage. Tran K. T., Nguyen P. V., Dang T. T. U., & Ton T. N. B. (2018). The impacts of the high-quality workplace relationships on job performance: a perspective on staff nurses in vietnam. Journal of Behavioral Sciences, 8(12), 109. Verhaeghe R., Mak R., Van Maele G., Kornitzer M., & De Backer G. (2003). Job stress among middle-aged health care workers and its relation to sickness absence. Stress Health, (19) 265-274. Wells I. E. (2010). Psychological well-being. Nova Science Publishers, Inc. Williams S., Michie S., & Pattani S. (1998). Improving the health of the NHS workforces: Report of the partnership on the health of the NHS workforce. The Nuffield Trust. Williams J., & Stickley T. (2010). Empathy and nurse education. Nurse Education Today. 30(8), 752–755. Winkler E., Busch C., Clasen J., & Vowinkel J. (2015). Changes in leadership behaviors predict changes in job satisfaction and well-being in low-skilled workers. A longitudinal investigation. Journal of Leadership and Organizational Studies, (22) 72-87.



Wright T. A., & Cropanzano R. (2004). The role of psychological well-being in job performance: a fresh look at an age-old quest. Organizational Dynamics, 33(4), 338–351. Zeller, E. L., Doutrich, D., Guido, G. W., & Hoeksel, R. (2011). A culture of mutual support: Discovering why new nurses stay in nursing. The Journal of Continuing Education in Nursing, 42(9), 409-414.



LAMPIRAN Berisi hasil refleksi kelompok dan individu (sesuai arahan dosen di masing-masing seksi) terkait dengan refleksi pengambilan data secara online dan isu etis yang kelompok hadapi. Lampirkan pula lembar informed consent, hasil transkrip verbatim wawancara, dan matriks/tabulasi silang/tabel kategorisasi (atau bentuk-bentuk pemrosesan analisis lainnya) yang digunakan dalam analisis.



Variabel



Aspek



Indikator



SubIndikator



Psychologica l well being



Positive relations with others (hubungan positif dengan orang lain)



Hubungan dan relasi perawat dengan rekan kerja



kehangatan, saling percaya pada sesama, peduli terhadap kesejahteraan orang lain disekitarnya, empati yang tinggi, dan dapat memberikan afeksi dan intimasi terhadap orang lain



Pertanyaan dan probing 1. Coba ceritakan bagaimana relasi anda dengan rekan kerja anda? 2. Apa saja kegiatan yang anda lakukan saat bersama dengan rekan kerja anda? 3. Hal apa saja yang biasanya jadi topik pembicaraan anda? - Probing: Apakah hal tersebut merupakan hal pribadi dan personal pada rekan kerja anda? 4. Apakah anda saling membantu jika salah satu dari kalian menghadapi masalah? -



Hubungan dengan caregiver dan pasien



kehangatan, saling percaya pada sesama, peduli terhadap



1. Coba ceritakan bagaimana relasi anda dengan caregiver di rumah singgah?



Purpose in life (makna dalam hidup)



-



kesejahteraan orang lain disekitarnya, empati yang tinggi, dan dapat memberikan afeksi dan intimasi terhadap orang lain



2. Apa saja kegiatan yang anda lakukan saat bersama dengan caregiver di rumah singgah? 3. Hal apa saja yang biasanya jadi topik pembicaraan anda? - Probing: Apakah hal tersebut merupakan hal pribadi dan personal pada caregiver di rumah singgah? 4. Apakah anda saling membantu jika salah satu dari kalian menghadapi masalah?



memiliki tujuan hidup, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup pada individu, memiliki target dan objektif dalam hidup



1. Coba ceritakan mimpi terbesar anda dalam hidup yang belum tercapai hingga saat ini? 2. Mengapa anda ingin mencapai hal tersebut? 3. Apakah anda percaya bahwa anda dapat mencapainya suatu saat nanti? - Probing: Apa yang membuat anda percaya bahwa hal tersebut dapat terwujud? 4. Apakah bekerja



disini dapat mewujudkan impian anda tersebut? -



Self Acceptanc e (Penerima an diri)



menyadari bahwa hidupnya yang sekarang dan yang mendatang bermakna



1. Ceritakan awal mulanya anda bekerja sebagai perawat? 2. Ceritakan bagaimana pada akhirnya anda bekerja disini? 3. Apakah anda menyukai pekerjaan ini? - Probing: Apa alasan anda terhadap jawaban anda tersebut? 4. Apakah anda pernah menyesali apa yang terjadi di masa lalu anda dalam pekerjaan ini? 5. Apakah ada hal yang disesali dari kejadian tersebut? 6. Jika waktu dapat diulang? Apakah ada hal yang mau diubah?



Memahami 1. Ceritakanlah bagaimana dan menerima anda memandang diri berbagai aspek anda! dalam dirinya Probing: subjek, Apa kekurangan dan memiliki sikap kelebihan anda? yang positif 2. Menurut anda apakah terhadap diri kekurangan tersebut subjek mengganggu anda? 3. Bagaimana perasaan anda terhadap kekurangan dan kelebihan anda?



4. Apakah anda dapat menerima kekurangan dan kelebihan anda tersebut? 5. Apakah anda pernah berharap untuk berubah menjadi orang lain selain diri anda sekarang? Probing: Apa alasan anda mengharapkan hal tersebut? 6. Apa pengambilan keputusan tersebut serta merta karena kelebihan dan kekurangan yang Anda miliki? 7. Mungkin dapat diceritakan, bagaimana kelebihan dan kekurangan Anda? 8. Bagaimana cara Anda mengatasi kekurangan dan mengembangkan kelebihan? Personal Growth (Pertumbu han diri)



Autonomy (Otonomi)



Skill dan hobi



tempa t kerja rekan



1. Di wawancara pertama Anda sempat mengatakan bahwa Anda ingin belajar hal baru sehingga, dari hal tersebut, Anda terlihat senang belajar hal baru. Jadi, apa saja hal baru yang Anda suka lakukan? 1. Dalam perkembangan yang sudah disebutkan tadi, pasti terdapat



kerja person al keluar ga, khusu snya suami "



Environme ntal Mastery (Penguasa an lingkungan )



keputusan-keputusan yang Anda buat (yang berani untuk diambil), kira-kira apa keputusan paling berani yang pernah Anda ambil? 2. Apa Anda cukup mendengarkan atau mempertimbangkan pendapat orang lain? 1. Lingkungan tersebut menghambat atau mendukung pendapat Anda?