Puisi Teori [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dalam diam aku mulai pahami Alam nusantara meronta, menahan keserakahan egomu Tiada ketenangan, tiada tentram Kekalutan yang meraja terus meraja Mencekam hati budak-budak Ilahi Bumiku rusak tiada dipinta Murka menelan beribu nyawa Tanggung jawab serasa hilang, kalah oleh egomu Ia bak berbilang namun tak berkata Akankah kembali alam surga dunia ini? Isak tangis rentaan penghuni alam memekik Membahana Menderu angin bersambut hadirnya derita Rusaklah bumiku Bumi tempat berpijak, tempat bergantung Adakah kau mendengar Jeritan nyawa melayang terkikis harapan Air, angin, tanah menangis Tak kuasa melawan kepedihan yang kau tarikan diatas kepuasanmu Kau tuli, buta, bisu Tak sadar, Engkaulah sang perusak itu Perusak bumi nusantaraku



Mengapa? Mengapa sungai kian dangkal Sementara Bumi kian rapuh Dalam alirannya yang kian mengeruh Menjajah lekukan bumi yang menua Diseberang sana, ada harapan tentang kehidupan Yang kemudian terluluh lantakkan karena keserakahan Hutan kian kikis Hijau pemandangan kian menipis Di seberang sana, tanah yang tandus menua dalam kegersangan Terkejut saat hujan melanda Hanya bisa diam menyaksikan badai dan air menerjang segala Saat itu, ribuan manusia baru sadar Aku bersalah telah menrusak alam Dan sesaat setelah itu Mereka lupa pada kenyataan



Kita adalah Saudara Dari rahim Ibu Pertiwi Ditempa oleh Gelombang Dibesarkan jaman di bawah tiang Bendera Dulu kita bisa bersama Dari cerita yang ada Kita bisa saling percaya Yakin dalam melangkah Lewati badai sejarah



Pada tanah yang sama Kita berdiri Pada air yang sama Kita berjanji Karena darah yang sama Jangan bertengkar Karena tulang yang sama Usah berpencar Bersatulan kawan..



Indonesia Indonesia Indonesia Mari kita renungkan Lalu kita bertanya Benarkah kita manusia Benarkah ber Tuhan Katakan aku cinta kau



Pada tanah yang sama Kita berdiri Pada air yang sama Kita berjanji Karena darah yang sama Jangan bertengkar Karena tulang yang sama Usah berpencar Indonesia Lihat, Lihatlah Garuda-ku kawan Paruhnya selalu ke kanan Dia inginkan kebenaran darimu Bukan kebutaan atas hasratmu Lihat, Lihatlah Garuda-ku kawan Perisai sakti menggantung didadanya ‘Tuk melindungi bumi Pertiwi Perisai anak negeri Lihat kekarnya kaki Garuda-ku kawan, begitu kokoh menggenggam pita lemah itu, pita yang selalu kau permainkan dan abaikan, Lihat cakar perkasa Garuda-ku kawan, Dia terus mencengkram Pita itu, Terpikirkah olehmu ‘tuk mengambil pita itu? Ambil, Ambillah pita itu kawan! Tanamkanlah dalam Jiwamu! Biar Garudaku bisa terbang tinggi Dalam dekapan Bunda Pertiwi Ambil, Ambillah pita itu kawan! Sematkanlah dalam Sanubarimu! Biar Garudaku bisa mencengkram Dunia Dan Putra-Putri Pertiwi bersorak-sorai



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada



Terkadang kita harus memilih jalan hidup Yang mungkin bagi orang lain itu adalah salah Salah dan benar bukanlah hal yang pasti Kita hanya dapat merasakannya dan meresapinya Hidup adalah kumpulan pilihan yang kita buat Kesalahan hanya ada ketika kau sama sekali tidak memilih Percayalah pada hatimu, percayalah pada kepalamu Berfikir dan merasakan untuk mendapat kebenaran Jalan hidup panjang membentang Jangan berhenti karena suatu salah Tetap menatap masa depan yang luas Menyesap sari hidup yang manis tak terkira Hidup adalah pilihan dan tindakan Kita tak bisa hidup hanya dengan impian Namun impian adalah inti dari hidup Yang membuatmu terus menatap masa depan



Terkadang, kehidupan manusia adalah sandiwara Indah dan sedih menjadi bahan tertawaan manusia lainnya Jenaka dan malang menjadi sebuah satir bagi mulut-mulut yang kering Karsa dan rasa menjadi hambar dalam pemikiran yang kalut Manusia dan manusia akan selalu bercerita Tentang siapa dirinya dan apa yang akan ia lakukan Lelucon dan angan akan menjadi satu Dalam derap kebengisan yang tak berujung Tawa dan tangis adalah warna kehidupan Di sana sebuah raga kan luluh dalam sandiwara Nyata atau semu tak bisa dibedakan Hanya naluri yang akan membuat manusia dapat bertahan Hewan dan manusia barangkali berbeda Namun kosmos menentukan bahwa kita entitas sama Kita hidup dan mati Terkubur membusuk di dalam tanah, dan kembali ke kosmos Apakah itu bukan sandiwara? Apakah hidup itu bukan sebuah bahan lelucon? Kita hidup hanya untuk mati di suatu hari Lalu apa gunanya kita hidup? Kita bukanlah aktor di dalam kehidupan Kita bukanlah sutradara di dalam panggung hampa Kita adalah kita Kitalah yang menentukan hidup, dalam sepi dan kegamangan…



Kita adalah entitas yang fana Terkadang merana di dalam asa Kehidupan dan kematian silih berganti menyapa Di dalam kehampaan rasa yang tak mampu teraba



Kita hidup dalam dunia yang hampa Setiap rasa dan sapa hanyalah fantasi tanpa rupa Mencicip tanah yang semakin sempit dan papa Yang terus saja membuat luka, perih, dan nestapa Kita masih saja menyalahkan awan Yang jauh di luar jangkauan tangan dan kepala nalar Apa kita sudah begitu perkasa Mengganggap diri sebagai dewa



Duhai kusuma Senyatanya ratna manikam jagad kau genggam Senyatanya seribu jantan merambah merengkuh Senyatanya bertanding selimuti kalbu andika Senyatanya tiada sepercikpun jiwa terpaku dalam sialauan hasratmu Duhai kusuma Sayap demi sayap kau kepakkan dimuka muka wajah Air liur menetes dari bibir besar seribu jantan Dari gunung hingga samodra Dari adigang adigung adiguna hingga sutera budi Dari ranting-ranting akar belukar hingga rel sepur Bahkan dari katak hingga rembulan Tiada satupun tertambat dalam genggaman nalurimu Duhai kusuma Panas bara sang baghaskara, egoisme dan keangkuhan Tertambat dalam ketulusan Sang baghaskara di masa tengange Sinarnya yang membakar seluruh raga Sejuk damai kau sikapi dalam senyum kecanduan Duhai kusuma Dahan dan putikmu mengibas jalan jalan terjal di atas jurang-jurang menganga Bersama laju sang baghaskara merambat menuju puncak himalaya Bertali jemari, berikat jiwa, berselimut nestapa Mentari kusuma rela beralas bara



Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Didalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar. Dibeberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.



Daftar isi  











1 Hal-hal Membaca Puisi 2 Unsur-unsur puisi o 2.1 Struktur Fisik Puisi o 2.2 Struktur Batin Puisi 3 Jenis-Jenis Puisi o 3.1 Puisi Lama o 3.2 Puisi Baru o 3.3 Puisi Kontemporer 4 Pranala Luar



Hal-hal Membaca Puisi Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam membaca puisi sebagai berikut:







Ketepatan ekspresi/mimik



Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi. Mimik adalah gerak air muka.  



Kinesik yaitu gerak anggota tubuh. Kejelasan artikulasi



Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata- kata.   



Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya. Irama puisi artinya panjang pendek, keras lembut, tinggi rendahnya suara. Intonasi atau lagu suara



Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut : 1. Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata- kata yang dianggap penting. 2. Tekanan nada yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Misalnya suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjud, dan sebagainya. Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya. 3. Tekanan tempo yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.



Unsur-unsur puisi Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi



Struktur Fisik Puisi Struktur fisik puisi terdiri dari: 



















Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll. Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi







prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks. Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup:



1. Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), 2. Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya 3. Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.



Struktur Batin Puisi Struktur batin puisi terdiri dari 















Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih katakata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. Amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca



Jenis-Jenis Puisi Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru



Puisi Lama Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :  



Jumlah kata dalam 1 baris Jumlah baris dalam 1 bait



  



Persajakan (rima) Banyak suku kata tiap baris Irama



Ciri puisi lama:   



Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya. Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan. Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.



Jenis-jenis puisi lama 



Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.



Contoh: Assalammu’alaikum putri satulung besar Yang beralun berilir simayang Mari kecil, kemari Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading Akan membasuh mukamu 



Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.



Contoh: Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukkan ke dalam hati 



Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.



Contoh: Dahulu parang sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci (a) 



Seloka adalah pantun berkait.



Contoh: Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh,



Ibu mati bapak berjalan 



Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.



Contoh: Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a) Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b) Bagai rumah tiada bertiang (b) Jika suami tiada berhati lurus (c) Istri pun kelak menjadi kurus (c) 



Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak aa-a-a, berisi nasihat atau cerita.



Contoh: Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a) Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) 



Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.



Contoh: Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak pun beli sampiran Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu



Puisi Baru Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Ciri-ciri Puisi Baru:      



Bentuknya rapi, simetris; Mempunyai persajakan akhir (yang teratur); Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain; Sebagian besar puisi empat seuntai; Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.



Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :











Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”. Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.



Contoh: Bahkan batu-batu yang keras dan bisu Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri Menggeliat derita pada lekuk dan liku bawah sayatan khianat dan dusta. Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu menitikkan darah dari tangan dan kaki dari mahkota duri dan membulan paku Yang dikarati oleh dosa manusia. Tanpa luka-luka yang lebar terbuka dunia kehilangan sumber kasih Besarlah mereka yang dalam nestapa mengenal-Mu tersalib di datam hati. (Saini S.K) 



Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.



Contoh: Generasi Sekarang Di atas puncak gunung fantasi Berdiri aku, dan dari sana Mandang ke bawah, ke tempat berjuang Generasi sekarang di panjang masa Menciptakan kemegahan baru Pantun keindahan Indonesia Yang jadi kenang-kenangan Pada zaman dalam dunia (Asmara Hadi) 



Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunaniepigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.



Contoh:



Hari ini tak ada tempat berdiri Sikap lamban berarti mati Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas. (Iqbal) 



Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa PerancisRomantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra







Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.



Contoh: Senja di Pelabuhan Kecil Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap (Chairil Anwar) 



Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa LatinSatura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)



Contoh: Aku bertanya tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur jidat penyair-penyair salon, yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya, dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan, termangu-mangu dl kaki dewi kesenian. (WS Rendra) Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain: 



Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).



Contoh: Berkali kita gagal Ulangi lagi dan cari akal Berkali-kali kita jatuh Kembali berdiri jangan mengeluh (Or. Mandank) 



Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).



Contoh: Dalam ribaan bahagia datang Tersenyum bagai kencana Mengharum bagai cendana Dalam bah’gia cinta tiba melayang Bersinar bagai matahari Mewarna bagaikan sari (Sanusi Pane) 



Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).



Contoh : Mendatang-datang jua Kenangan masa lampau Menghilang muncul jua Yang dulu sinau silau Membayang rupa jua Adi kanda lama lalu Membuat hati jua Layu lipu rindu-sendu (A.M. Daeng Myala) 



Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai). Hanya Kepada Tuan Satu-satu perasaan Hanya dapat saya katakan Kepada tuan Yang pernah merasakan Satu-satu kegelisahan Yang saya serahkan Hanya dapat saya kisahkan Kepada tuan Yang pernah diresah gelisahkan Satu-satu kenyataan Yang bisa dirasakan Hanya dapat saya nyatakan Kepada tuan



Yang enggan menerima kenyataan (Or. Mandank) 



Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).



Contoh: Merindu Bagia Jika hari’lah tengah malam Angin berhenti dari bernapas Sukma jiwaku rasa tenggelam Dalam laut tidak terwatas Menangis hati diiris sedih (Ipih) 



Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).



Contoh: Indonesia Tumpah Darahku Duduk di pantai tanah yang permai Tempat gelombang pecah berderai Berbuih putih di pasir terderai Tampaklah pulau di lautan hijau Gunung gemunung bagus rupanya Ditimpah air mulia tampaknya Tumpah darahku Indonesia namanya (Mohammad Yamin) 



Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).



Contoh: Awan Awan datang melayang perlahan Serasa bermimpi, serasa berangan Bertambah lama, lupa di diri Bertambah halus akhirnya seri Dan bentuk menjadi hilang Dalam langit biru gemilang Demikian jiwaku lenyap sekarang Dalam kehidupan teguh tenang (Sanusi Pane) 



Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah



mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris). Contoh: Gembala Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a ) Melihat anak berelagu dendang ( b ) Seorang saja di tengah padang ( b ) Tiada berbaju buka kepala ( a ) Beginilah nasib anak gembala ( a ) Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b ) Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b ) Pulang ke rumah di senja kala ( a ) Jauh sedikit sesayup sampai ( a ) Terdengar olehku bunyi serunai ( a ) Melagukan alam nan molek permai ( a ) Wahai gembala di segara hijau ( c ) Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c ) Maulah aku menurutkan dikau ( c ) (Muhammad Yamin)



Puisi Kontemporer Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi. Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:   



Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti Hamid Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita



Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu 



Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:



1. Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu 2. Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri



3. Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah. Contoh: Shang Hai ping di atas pong pong di atas ping ping ping bilang pong pong pong bilang ping mau pong? bilang ping mau mau bilang pong mau ping? bilang pong mau mau bilang ping ya pong ya ping ya ping ya pong tak ya pong tak ya ping ya tak ping ya tak pong sembilu jarakMu merancap nyaring (Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981) 



Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:



1. Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat). Contoh: Sajak Sikat Gigi Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur Di dalam tidur ia bermimpi Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka Ketika ia bangun pagi hari Sikat giginya tinggal sepotong Sepotong yang hilang itu agaknya Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan (Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974) 1. Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan. 2. Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.







Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.



Contoh: Doktorandus Tikus I selusin toga me nga nga seratus tikus berkampus diatasnya dosen dijerat profesor diracun kucing kawin dan bunting dengan predikat sangat memuaskan (F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983) Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut: 



  



Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulanganpengulangannya. Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu. Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya. Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)