Pukat Harimau Atau Lebih Tepatnya Pukat Udang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pukat harimau atau lebih tepatnya Pukat Udang, karena memang penggunaan awalnya untuk menangkap udang di perairan dasar laut. Pukat Harimau adalah jaring yang berbentuk kantong yang ditarik oleh satu atau dua kapal pukat, bisa melalui samping atau belakang. Sebuah alat yang efektif tapi sayangnya tidak selektif, karena alat ini merusak semua yang dilewatinya.



Sepantasnyanya kita semua sadar bahwa setiap makhluk butuh waktu untuk berkembang biak. Inilah masalah utama dari pukat harimau. Semua ikan (dewasa maupun kecil) terjaring oleh pukat harimau karena ukuran lubang jalanya sangat kecil jika dibandingkan dengan jaring yang dipakai oleh nelayan tradisional. Pukat Harimau menjadi masalah karena dampaknya pada lingkungan. Karena pukat harimau menggunakan alat tangkap berat yang diletakkan di dasar laut, hal itu menyebabkan kehancuran ekosistem laut yaitu kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan dan juga merusak rumput laut . Sumber Perusak utama dari Pukat Harimau adalah lubang bukaan jaring yang memiliki bobot beberapa ton dan membuat lubang galian yang diseret sepanjang bagian bawah dasar laut hingga menyebabkan batu besar atau batu karang akan terseret secara bersamaan sehingga mengganggu atau bahkan merusak area dasar laut, dan jelas ini berdampak pada penurunan keanekaragaman spesies dan perubahan ekologi organisme lautan. Di Indonesia penggunaan atau lebih tepat disebut uji coba penggunaan, pertama kali pada tahun 1907/1908 oleh A.M Von Rosendal dan W.C.A Vink bekebangsaan Belanda di kawasan Laut Jawa, Laut Cina Selatan dan Selat Makassar, yang namanya percobaan awal maka hasilnya kurang memuaskan. Berkali-kali dilakukan percobaan pada tahun 1940 oleh Rr. Westenberg, tahun 1950 oleh E. Schol. Dan mencapai hasil yang memuaskan pada tahun 1957 oleh DR T.H Butler seorang ahli dari FAO, sebuah Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, dimana pada waktu itu dilakukan uji coba dikawasan Balikpapan dan Kota Baru dan dilakukan 36 kali uji coba dalam kurun waktu 1 bulan dengan hasil akhir 100kg udang dalam waktu 1 jam, Sebagian dari kita pasti merasakan ironisnya, bagaimana sebuah alat yang dibuat dengan tujuan membantu para nelayan dan didukung oleh F.A.O sebuah organisasi dibawah naungan PBB, kini malah jadi salah satu alat perusak ekosistem dan kehidupan laut. Penggunaan Pukat Harimau di Indonesia berkembang pesat pada tahun 1970-an, karena banyaknya permintaan izin dan memang diizinkan, sebenarnya sudah ada penolakan dari nelayan tradisional pada waktu itu, tetapi penolakan besar-besaran terjadi pada tahun 1980-an dikarenakan perolehan tangkapan nelayan tradisional menurun secara dratis dari tahun ke tahun.



Dan Akhirnya pada tanggal 1 Juli 1980 dikeluarkanlah Kepres No. 39/1980. Pasca dikeluarkannya Kepres tersebut, pengadaan bahan baku udang nasional tersendat. Oleh karenanya, dalam rangka memanfaatkan sumberdaya udang di perairan kawasan timur Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan peraturan baru melalui Kepres No. 85 Tahun 1982 tentang Penggunaan Pukat Udang. Menurut Kepres ini, pukat udang dapat dipergunakan menangkap udang di perairan kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya, dan laut Arafura dengan batas koordinat 1300 B.T. ke Timur, kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau tersebut yang dibatasi oleh garis isobat 10 meter. Dengan kata lain, Kepres No. 85/1982 hanya mengizinkan penggunaan pukat secara terbatas, karena di luar wilayah yang diatur Kepres No. 85/1982, ketentuan-ketentuan yang tertuang pada Kepres No. 39/1980 tetap berlaku. Akan tetapi meski sudah ada aturan mengenai pelarangan pukat, alat tangkap ini masih banyak berlalu-lalang di beberapa wilayah perairan Indonesia. Hal ini dikarenakan, nelayan tersebut meyakini bahwa pukat-lah yang paling efektif. Bahkan, pada saat musim ikan tertentu, hanya pukat-lah yang dapat digunakan. Selain itu, dalam pelaksanaan penegakan hukum masih terbentur berbagai permasalahan, yaitu: Pertama, lemahnya penegakan hukum, disebabkan kurangnya sarana dan prasarana dalam penegakan hukum di daerah, khususnya pelanggaran di jalur penangkapan. Selain itu juga disebabkan rendahnya moral oknum aparat penegak hukum yang menjadi ”mitra” nelayan-nelayan pengguna Pukat. Kedua, kurang jelasnya batasan pengertian alat tangkap trawl. Untuk mengatasi masalah modifikasi terhadap alat tangkap trawl, Pemerintah mengeluarkan SK Dirjen Perikanan No. IK.340/DJ.10106/97 tentang Petunjuk Pelaksanaan SK Menteri Pertanian No. 503/Kpts/UM/7/1980. Meskipun pada SK Dirjen Perikanan ini telah dijabarkan mengenai spesisifikasi alat tangkap trawl. Namun isi SK Dirjen Perikanan ini masih membingungkan dan bersifat multi tafsir. Hal inilah yang kadang membingungkan aparat, apakah alat tangkap tersebut sesuai dengan batasan pengertian Pukat atau tidak Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke dasar perairan.



Akibat



penggunaan



pukat



harimau



secara



terus



menerus



menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun terbawa jaring.



Jaring yang tersangkut akann menjadi patah dan akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut. Dampak yang lain kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang di antaranya sebagai berikut : 1.



Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak Perusakan habitat dan



2.



kematian masal hewan terumbu karang Pembuangan limbah panas Meningkatnya suhu air 5-10 oC di atas suhu ambien,



dapat mematikan karang dan biota lainnya 3. Pengundulan hutan di lahan atas Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang 4.



di



sekitar



muara



sungai,



sehingga



mengakibatkan



kekeruhan



yang



menghambat difusi oksigen ke dalam polib. Pengerukan di sekitar terumbu karang Meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang. Kelompok 2 Dina Septina Farida dewi Fitri wulan Amrita aini Wa ode ancy maya Tawaludin iyan