10 0 451 KB
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Banyaknya pro-kontra mengenai masalah Alat Penangkapan Ikan
Pukat
Ikan
menjadi
tinjauan
kami
dalam
penulisan
masakalah ini, terlepas dari Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 mengenai dilarangnya pengoprasian seluruh alat tangkap Trawl
termasuk
dikeluarkannya
didalamnya izin
oleh
Mid
DKP
Water tentang
Trawl,
kemudian
diperbolehkannya
pengoprasian alat tangkap Pukat Ikan di Laut Arafura dan wacana harian “Kontan” pada 10 April 2008 dari Soen’an Hadi Poernomo tentang akan dikeluarkannya izin penggunaan Trawl diseluruh perairan Indonesia oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Indonesia dengan pertimbangan bahwa : 1.
Walaupun
telah
dikeluarkannya
larangan
tentangtang
penggunaan trawl namun tidak sedikit nelayan yang masih mengoprasikannya. 2.
Nelayan yang Mengoprasikan Trawl di daerah perbatasan perairan
juga
dapat
membantu
pengamanan
wilayah
perairan Indonesia. Hal-hal diatas merupakan pemicu pro dan kontra mengenai pengoprasian alat tangkap Mid Water Trawl. Dengan penulisan makalah ini, kami bisa melakukan pembelajaran tentang alat tangkap ini dan ikut angkat bicara mengenai kelayakan Pukat Ikan di Perairan Indonesia terkusus untuk Perairan Bengkulu.
1
1.2
Tujuan Malakah ini sebagai “Tugas Wajib mengikuti Ujian Akhir Semester
II
selanjutnya
Mata
Kuliah
Metode
akan
dijadikan
Penangkapan
bahan
Ikan
pertimbangan
dan untuk
penambahan nilai oleh dosen pembimbing mata kuliah tersebut diatas” dibuat dengan tujuan : 1.
Mengetahui aspek fisik dan pengoprasian alat tangkap Pukat Ikan Mid Water Trawl.
2.
Menganalisis kelayakan penggunaan alat tangkap tersebut di
perairan
Indonesia
dan
terkhusus
pada
perairan
Bengkulu. 3.
Mengambil kesimpulan tentang kelayakan oprasi serta ikut serta dalam peninjauan alat tangkap Pukat Ikan Mid Water Trawl
sebagai
mahasiswa
Teknik
Sumberdaya Kelautan Universitas Bengkulu.
2
Pemberdayaan
BAB II DESKRIPSI ALAT TANGKAP
2.1 Pengertian Trawl 2.1.1 Pengertian Pukat Tarik/Trawl Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER.06/MEN/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara Pukat Hela/Trawl adalah semua jenis
alat
penangkapan
ikan
berbentuk
jaring
berkantong, berbadan dan bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jaring yang dioperasikan dengan cara ditarik/dihela menggunakan satu kapal yang bergerak sedangkan Kapal Pukat Hela adalah kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-72332006) definisi Pukat Hela adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap pukat, bagian square dan bagian badan serta bagian kantong pukat.
3
2.1.2 Jenis-jenis Pukat Tarik/Trawl Menurut Ayodhyua Tahun 1981, berdasarkar letak dalam air selama dilakukan operasi penangkapan ikan, trawl dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1.
Surface
Trawl/Floating
Trawl,
yaitu
trawl
yang
dioperasikan pada permukaan air laut. Jaring ditarik dekat permukaan air, dan ditujukan pada ikan-ikan yang beruaya pada permukaan air (surface water). 2.
Mid Water Trawl, yaitu trawl yang dioprasikan antara permukaan dan dasar perairan. Jaring ditarik pada depth tertentu secara horizontal, pada depth mana diduga merupakan swimming layer dari ikanikan yang menjadi tujuan penangkapan.
3.
Bottom Trawl, yaitu trawl yang dioprasikan di dasar perairan. Jenis ini merupakan jenis yang paling umum, jaring ini ditarik pada dasar/dekat dasar laut, dengan demikian ikan yang menjadi tujuan adalah udang dan ikan-ikan dasar.
2.2
Pukat Ikan/Mid Water Trawl Menurut Juklak Dirjen Perikanan (No. IK. 340/DJ.3481/90K), pukat
ikan
didefinisikan
sebagai
jaring
penangkap
ikan
berbentuk kantong yang dilengkapi sepasang (2 buah) papan pembuka mulut jarring (otter board), tujuan utamanya untuk menangkap ikan di perairan pertengahan (bathy pelagic) dan di perairan dasar (demersal), yang dalam pengopersiannya
4
ditarik melayang di atas dasar oleh 1 (satu) buah kapal motor. Pengoperasian
pukat
ikan
Samudera Hindia.
5
ini
hanya
dilakukan
di
ZEEI
2.2.1
Rancang Bangun Alat Tangkap 1.
Gambar 1 (Bagian Trawl)
6
2.
Rancang Bangun Jaring a)
Gamabr 2 (Sketsa Bentuk Jaring)
b) Sketsa Panjang Jaring Di Perairan
7
Gambar 3 dan 4 Cara Pengukuran Panjang Trawl (kiri) dan Panjang Bentang Jaring (kanan)
8
c) Gambar 4 (Sketsa Bangun Jaring)
9
Gambar 5. Lebar Daya Bentang Jaring
10
2.2.2 Karakteristik Trawl Yang Biasa Digunakan Berdasarkan letak penarikan jaring yang dilakukan di kapal kita mengenal adanya stern trawl, dimana jaring ditarik dari buritan (dalam segi operasionalnya). Dimana banyak kapal trawl yang menggunakan cara ini, adapun karakteristik dari stern trawl ini antara lain : •
Stern trawl tidak seberapa dipengaruhi oleh angin dan gelombang dalam pelepasan jaring, tidak memerlukan memutar letak kapal.
•
Warp berada lurus pada garis haluan buritan sehingga tenaga trawl winch dapat menghasilkan daya guna maksimal sehingga pekerjaan melepas/ menarik dari jaring memerlukan waktu yanglebih sedikit, yang berarti waktu untuk jaring berada dalam air ( operasi ) lebih banyak.
•
Trawl winch pada stern trawl terpelihara dari pengaruh angin dan gelombang, dengan demikian dalam cuaca buruk sekalipun operasi masih dapat dilakukan dengan mudah.
•
Pada stern trawl akibat dari screw current jaring akan segera hanyut, demikian pula otter boat segera setelah dilepas akan terus membuka.
•
Karena letak akan searah dengan garis haluan- buritan, maka di daerah fishing ground yang sempit sekalipun operasi masih mungkin dilakukan, dengan perkataan lain posisi jaring sehubungan dengan gerakan kapal lebih mudah diduga.
11
•
Pada stern trawl, pada waktu hauling ikan-ikan yang berada pada cod end tidak menjadikan beban bagi seluruh jaring, karena cod end tersendiri ditarik melalui slip way, dengan demikian jaring dapat terpelihara.
12
BAB III METODE OPERASI DAN DAERAH PENANGKAPAN 3.1 Metode Operasi 3.1.1 Kecepatan/Lama Waktu Menarik Jaring Adalah ideal jika jaring dapat ditarik dengan kecepatan yang besar, tapi hal ini sukar untuk mencapainya, karena kita dihadapkan pada beberapa hal, antara lain keadaan terbukanya mulut jaring, apakah jaring berada di air sesuai dengan yang dimaksudkan (bentuk terbukanya), kekuatan kapal untuk menarik (HP), ketahanan air terhadap tahanan Air, resistance yang makin membesar sehubungan dengan catch yang makin bertambah, dan lain sebagainya. Faktorfaktor ini berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing menghendaki syarat tersendiri. Pada umumnya jaring ditarik dengan kecepatan 3-4 knot.
Kecepatan
inipun
berhubungan
pula
dengan
swemming speed dari ikan, keadaa dasar laut, arus, angin, gelombang
dan
mempertimbangkan
lain
sebagainya,
factor-faktor
ini,
yang
setelah
kecepatan
tarik
ditentukan. Lama
waktu
penarikan
pengalaman-pengalaman
dan
di
dasarkan
factor
yang
kepada perlu
diperhatikan adalah banyak sedikitnya ikan yang diduga akan tertangkap., pekerjaan di dek, jam kerja crew, dan lain sebagainya. Pada umumnya berkisar sekitar 3-4 jam, dan kadang kala hanya memerlukan waktu 1-2 jam.
13
3.1.2 Panjang Warp Factor yang perlu diperhatikan adalah depth,sifat dasar perairan ( pasir, Lumpur), kecepatan tarik. Biasanya panjang warp sekitar 3-4 kali depth. Pada fishing ground yang depthnya sekitar 9M ( depth minimum ). Panjang warp sekitar 6-7 kali depth. Jika dasar laut adalah Lumpur, dikuatirkan jaring
akan mengeruk lumpu,
maka
ada
baiknya jika warp diperpendek, sebaliknya bagi dasar laut yang terdiri dari pasir keras ( kerikil ), adalah baik jika warp diperpanjang. Pengalaman menunjukkan bahwa pada depth yang sama dari sesuatu Fishing ground adalah lebih baik jika kita menggunakan
warp
yang
agak
panjang,
daripada
menggunakan warp yang terlalu pendek. Hal ini dapat dipikirkan
sebagai
berikut.bentuk
warp
pada
saat
penarikan tidaklah akan lurus, tetapi merupakan suatu garis caternian. Pada setiap titik –titik pada warp akan bekerja gaya- gaya berat pada warp itu sendiri, gaya resistance dari air, gaya tarik dari kapal/ winch, gaya ke samping dari otter boat dan gaya-gaya lainnya. Resultan dari seluruh gaya yang complicataed ini ditularkan ke jaring ( head rope and ground rope ), dan dari sini gayagaya ini mengenai seluruh tubuh jaring. Pada head rope bekerja gaya resistance dari bottom yang berubah-ubah, gaya
berat
dari
catch
yang
berubah-ubah
membesar, dan gaya lain sebagainya.
14
semakin
Gaya tarik kapal bergerak pada warp, beban kerja yang diterima kapal kadangkala menyebabkan gerak kapal yang tidak stabil, demikian pula kapal sendiri terkena oleh gayagaya luar ( arus, angin, gelombang ) Kita
mengharapkan
agar
mulut
jaring
terbuka
maksimal, bergerak horizontal pada dasar ataupun pada suatu depth tertentu. Gaya tarik yang berubah-ubah, resistance
yang
berubah-ubah
dan
lain
sebagainya,
menyebabkan jaring naik turun ataupun bergerak ke kanan dan kekiri. Rentan yang diakibatkannya haruslah selalu berimbang. Warp terlalu pendek, pada kecepatan lebih besar
dari
batas
tertentu
akan
menyebabkan
jaring
bergerak naik ke atas ( tidak mencapai dasar ), warp terlalu panjang dengan kecepatan dibawah batas tertentu akan menyebabkan jaring mengeruk lumpur. Daya tarik kapal ( HP dari winch) diketahui terbatas, oleh sebab itulah diperoleh suatu range dari nilai beban yan g optimal. Apa yang terjadi pada saat operasi penarikan, pada hakikatnya adalah merupakan sesuatu keseimbangan dari gaya-gaya yang complicated jika dihitung satu demi satu.
3.2 Daerah Penangkapan Didalam alat tangkap trawl yang memiliki syarat-syarat fishing ground, antara lain sebagai berikut : 1) Kecepatan arus pada mid water tidak besar (dibawah 3 knot) juga kecepatan arus pasang tidak seberapa besar. 2) Kondisi cuaca,laut, (arus, topan, gelombang, dan lain-lain) memungkinkan keamanan operasi.
15
3) Perubahan milieu oceanografi terhadap mahluk dasar laut relatif kecil dengan perkataan lain kontinuitas recources dijamin untuk diusahakan terus-menerus. 4) Perairan mempunyai daya prokdutifitas yang besar serta recources yang melimpah. 3.2.1 Hal Yang Mempengaruhi Kegagalan Tangkap Pada saat operasi, dapat terjadi hal-hal yang dapat menggagalkan operasi antara lain : 1)
Warp terlalu panjang atau speed terlalu lambat
atau juga hal lain maka jaring akan mengeruk Lumpur 2)
Jaring tersangkut pada karang / bangkai kapal.
3)
Jaring atau tali temali tergulung pada screw.
4)
Warp putus.
5)
Otterboat tidak bekerja dengan baik, misalnya
terbenam pada lmpur pada waktu permulaan penarikan dilakukan. 6)
Hilang keseimbangan, misalnya otterboat yang
sepihak bergerak ke arah pihak yang lainnya lalu tergulung ke jarring. 7)
Ubur-ubur, kerang-kerangan dan lain-lain penuh
masuk ke dalam jaring, hingga cod end tak mungkin diisi ikan lagi. 8) 3.2.2
Dan lain sebagainnya.
Hasil Tangkapan Yang menjadi tujuan penangkapan pada bottom trawl adalah ikan-kan dasar ( bottom fish ) ataupun demersal fish. Termasuk juga jenis-jenis udang (shrimp trawl, double ring shrimp trawl) dan juga jenis-jenis kerang. Dikatakan untuk periran laut jawa, komposisi catch antara lain terdiri 16
dari jenis ikan patek, kuniran, pe, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik, sumbal, layur, remang, kembung, cumi,kepiting, rajungan, cucut dan lain sebagainya. Catch yang dominan untuk sesuatu fish ground akan mempengaruhi skala usaha, yang kelanjutannya akan juga menetukan besar kapal dan gear yang akan dioperasikan. BAB IV PROSPEK PENGEMBANGAN Perkembangan
teknologi
menyebabkan
kemajuan-
kemajuan
pada main gear, auxillary gear dan equipment lainny. Pendeteksian letak jaring dalam air sehubungan depth swimming layer pada ikan, horizontal opening dan vertical opening dari mulut jaring, estimate catch yang berada pada cod end sehubungan dengan pertambahan beban tarik pada winch, sudut tali kekang pada otter board sehubungan dengan attack angel, perbandingan panjang dan lebar dari otter board, dan lain-lain perlengkapan. Demikian
pula
fishing
ability
dari
beberapa
trawler
yang
beroperasi di perbagai perairan di tanah air, double ring shrimp trawler yang beroperasi di perairan kalimantan, irian jaya dan lain-lain sebagainya.
Perhitungan
recources
sehubungan
dengan
fishing
intensity yang akan menyangkut perhitungan- perhitungan yang rumit, konon kabarnya sudah mulai dipikirkan. Semakin banyak segi pandangan, diharapkan perikanan trawl akan sampai pada sesuatu bentuk yang diharapkan.
17
BAB V KESIMPULAN Setelah dilakukan berbagai peninjauan dan pencermatan, maka dari tujuan penulisan makalah ilmiah “Alat Penangkapan Ikan Trawl (terkhusus pada mid water trawl/pukat ikan) kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Kami telah mengetahui aspek fisik dan pengoprasian alat tangkap trawl (mid water trawl/pukat ikan). 2) Dengan alasan : • 1980
Bahwa dengan dikeluarkannya PP No. 39 tahun bahwa
seluruh
alat
tangkap
trawl
dilarang
untuk
beroprasi. •
Bahwa
laut
yang
dulunya
merupakan
daerah
penangkapan dengan trawl, pada saat ini sudah mengalami over fishing. Maka kami menarik kesimpulan bahwa dengan trawl yang “umum digunakan” masyarakat, untuk keseimbangan ekosistem laut dan masa depan perairan, maka laut Bengkulu adalah bukan tempat yang baik untuk pengoprasian Trawl.
18
3)
Trawl adalah alat yang sangat efektif untuk mendapatkan ikan dengan waktu yang sedikit dan hasil yang lebih banyak. Namun dengan jaring-jaring kecilnya, trawl menimbulkan masalah, yaitu tertangkap sertanya ikan ikan kecil yang belum layak konsumsi dan banyak dari sebagian organisme yang bukan merupakan tujuan dari penangkapan ikut tertangkap dalam jumlah yang juga tidak sedikit, hal ini menyebabkan kemiringan ekosistem dan mengancam kelestarian sumberdaya yang ada. Jika hal ini dilakukan oleh sebagian besar nelayan Indonesia dan secara terus menerus maka suatu saat laut indonesia tidak lagi dapat menjamin kesejahteraan karena kehabisan ikan (over fishing).
4) Selain itu, pemerintah yang mengeluarkan peraturan tentang dilarangnya penggunaan semua jenis trawl seharusnya juga memberikan alternatif alat tangkap yang hitungannya bisa mencukupi kebutuhan nelayan Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui
bahwa
sebagian
besar
masyarakat
nelayan
kita
merupakan keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan, padahal laut Indonesia adalah laut yang sangat kaya dengan sumber daya.
19
DAFTAR PUSTAKA Tribawono, Djoko. 2009. At Pukat Hela Antara Pro dan Kontra.co.id Ayodhyoa, A.U. 1983. Metode Penangkapan Ikan. Cetakan pertama. Faperik. IPB. Bogor Subani,W. 1978. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia, jilid I. LPPL. Jakarta The Gourack Ropework, Co.ltd. 1961. Deep Sea Trawling And Wing Trawling Ward, george,ed. 1964. Stern Trawling Subani dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut Di Indonesia. Balai Perikanan Laut. Jakarta. Anonimous. 1976. Fisherman’s Manual. World Fishing. England.
20