Pupuh Gambuh [PDF]

  • Author / Uploaded
  • era
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SERAT WEDHATAMA Serat Wedhatama adalah Sastra tembang atau kidungan jawa karya Mangkunegara IV Wedhatama (berasal dalam bahasa Jawa; Wredhatama) yang berarti serat (tulisan/karya) wedha (Ajaran) tama (keutamaan/utama). Serat Wedhatama terbagi menjadi 5 pupuh yaitu : pangkur, sinom, pucung, gambuh dan kinanthi. Nah, kali ini HuWagu akan membahas tentang Pupuh Gambuh, yang terdiri dari 35 pada (bait). Dalam Pupuh Gambuh mengajarkan untuk mengungkapkan limpahan anugerah Tuhan YME harus ditebus dengan penghayatan mutlak, didasarkan pada kesucian batin, menjauhkan diri dari watak angkara murka (sifat egois yang berlebih-lebihan), serta ketekunan melakukan sembahyang. Langsung saja kita simak pupuh gambuh dan terjemahan bebasnya serta gancarannya berikut ini. Pada 1 Samengko ingsun tutur, sembah catur supaya lumuntur, dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki, ing kono lamun tinemu, tandha nugrahaning Manon. Kelak saya bertutur, Empat macam sembah supaya dilestarikan; Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku ! Di situlah akan bertemu dengan pertanda anugrah Tuhan. Pada 2 Sembah raga puniku, pakartine wong amagang laku, susucine asarana saking warih, kang wus lumrah limang wektu, wantu wataking wawaton. Sembah raga adalah Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin” Menyucikan diri dengan sarana air,Yang sudah lumrah misalnya lima waktu Sebagai rasa menghormat waktu Pada 3 Inguni-uni ersua, sinarawung wulang kang sinerung, lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit, mintoken kawignyanipun, sarengate elok-elok.



Zaman dahulu belumpernah dikenal ajaran yang penuh tabir,Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,memamerkan ke-bisa-an nya amalannya aneh aneh Pada 4 Thithik kaya santri Dul, gajeg kaya santri brahi kidul, saurute Pacitan pinggir pasisir, ewon wong kang padha nggugu, anggere guru nyalemong. Kadang seperti santri “Dul” (gundul)Bila tak salah, seperti santri wilayah selatanSepanjang Pacitan tepi pantaiRibuan orang yang percaya. Asal-asalan dalam berucap Pada 5 Kasusu arsa weruh, cahyaning Hyang kinira yen karuh, ngarep-arep urup arsa den kurebi, Tan wruh kang mangkoko iku, akale keliru enggon. Keburu ingin tahu,cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian ituNalarnya sudah salah kaprah Pada 6 Yen ta jaman rumuhun, tata titi tumrah tumaruntun, bangsa srengat tan winor lan laku batin, dadi ora gawe bingung, kang padha nembah Hyang Manon. Bila zaman dahulu,Tertib teratur runtut harmonissariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, jadi tidak membuat bingung bagi yang menyembah Tuhan Pada 7 Lire sarengat iku, kena uga ingaranan laku, dihin ajeg kapindhone ataberi, pakolehe putraningsun, nyenyeger badan mwih kaot.



Sesungguhnya sariat itu dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan agar lebih baik, Pada 8 Wong seger badanipun, otot daging kulit balung sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati, antenging ati nunungku, angruwat ruweting batos. Badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.Ketenangan hati membantu Membersihkan kekusutan batin Pada 9 Mangkono mungguh ingsun, ananging ta sarehne asnafun, beda-beda panduk panduming dumadi, sayektine nora jumbuh, tekad kang padha linakon. Begitulah menurut ku !Tetapi karena orang itu berbeda-beda,Beda pula garis nasib dari Tuhan.Sebenarnya tidak cocok tekad yang pada dijalankan itu Pada 10 Nanging ta paksa tutur, rehning tuwa tuwase mung catur, bok lumuntur lantaraning reh utami, sing sapa temen tinemu, nugraha geming Kaprabon. Namun terpaksa ersua nasehatKarena sudah tua kewajibannya hanya ersua petuah.Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.Barang siapa bersungguh-sungguh akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan. Pada 11 Samengko sembah kalbu, yen lumintu uga dadi laku, laku agung kang kagungan Narapati, patitis tetesing kawruh, meruhi marang kang momong.



Berikutnya, sembah kalbu itujika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual.Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.Tujuan ajaran ilmu ini; untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer) Pada 12 Sucine tanpa banyu, mung nyenyuda mring ersuasi kalbu, pambukane tata, titi, ngati-ati atetetp talaten atul, tuladhan marang waspaos. Bersucinya tidak menggunakan airHanya menahan nafsu di hatiDimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)Teguh, sabar dan tekun,semua menjadi watak dasar,Teladan bagi sikap waspada. Pada 13 Mring jatining pandulu, panduk ing ndon dedalan satuhu, lamun lugu ersuasi reh maligi, lageane tumalawung, wenganing alam kinaot. Alam penglihatan yang sejati,Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasiSampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan Itulah, terbukanya “alam lain” Pada 14 Yen wus kambah kadyeku, sarat sareh saniskareng laku, kalakone saka eneng, ening, eling, Ilanging rasa tumlawung, kono adile Hyang Manon. Bila telah mencapai seperti itu,Saratnya sabar segala tingkah laku.Berhasilnya dengan cara;Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada ersua Tuhan. Dengan hilangnya rasa sayupsayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan) Pada 15



Gagare ngunggar kayun, tan kayungyun mring ayuning kayun, bangsa anggit yen ginigit nora dadi, Marma den awas den emut, mring pamurunging lelakon. Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.Maka awas dan ingat lahdengan yang membuat gagal tujuan Pada 16 Samengko kang tinutur, sembah katri kang sayekti katur, mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari, arahen dipun kecakup, sembah ing Jiwa sutengong. Nanti yang diajarkanSembah ketiga yang sebenarnya diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa).Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku ! Pada 17 Sayekti luwih prelu, ingaranan pepuntoning laku, kalakuan kang tumrap bangsaning batin, sucine lan Awas Emut, mring alame alam amot. Sungguh lebih penting, yangdisebut sebagai ujung jalan spiritual,Tingkah laku olah batin, yakni menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak. Pada 18 Ruktine ngangkah ngukut, ngiket ngrukut triloka kakukut, jagad agung gimulung lan jagad cilik, Den kandel kumandel kulup, mring kelaping alam kono. Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai.Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,Pertebal keyakinanmu anakku !Akan kilaunya alam tersebut. Pada 19



Keleme mawa limut, kalamatan jroning alam kanyut, sanyatane iku kanyatan kaki, Sajatine yen tan emut, sayekti tan bisa awor. Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !Sejatinya jika tidak ingat Sungguh tak bisa “larut” Pada 20 Pamete saka luyut, sarwa sareh saliring panganyut, lamun yitna kayitnan kang mitayani, tarlen mung pribadinipun, kang katon tinonton kono. Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan”Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya yang tampak terlihat di situ Pada 21 Nging away salah surup, kono ana sajatining Urub, yeku urup pangarep uriping Budi, sumirat sirat narawung, kadya kartika katongton. Tetapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal budi.Bersinar lebih terang dan cemerlang,tampak bagaikan bintang Pada 22 Yeku wenganing kalbu, kabukane kang wengku winengku, wewengkone wis kawengku neng sireki, nging sira uga kawengku, mring kang pindha kartika byor. Yaitu membukanya pintu hati Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh).Cahaya itu sudah kau (roh) kuasaiTapi kau (roh) juga dikuasai oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang.



Pada 23 Samengko ingsun tutur, gantya sembah ingkang kaping catur, sembah Rasa karasa rosing dumadi, dadine wis tanpa tuduh, mung kalawan kasing Batos. Nanti ingsun ajarkan,Beralih sembah yang ke empat.Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan.Terjadinya sudah tanpa petunjuk,hanya dengan kesentosaan batin Pada 24 Kalamun ersua lugu, aja pisan wani ngaku-aku, antuk siku kang mangkono iku kaki, kena uga wenang muluk, kalamun wus pada melok. Apabila belum bisa membawa diri,Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,mendapat laknat yang demikian itu anakku !Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata. Pada 25 Meloke ujar iku, yen wus ilang sumelang ing kalbu, ersu kandel kumandel ngandel mring takdir, iku den awas den emut, den memet yen arsa momot. Menghayati pelajaran iniBila sudah hilang keragu-raguan hati.Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdiritu harap diwaspadai, diingat,dicermati bila ingin menguasai seluruhnya. Pada 26 Pamoring ujar iku, kudu santosa ing budi teguh, sarta sabar tawekal legaweng ati, trima lila ambeh sadu, weruh wekasing dumados. Melaksanakan petuah ituHarus kokoh budipekertinyaTeguh serta sabartawakal lapang dada Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya Mengerti “sangkan paraning dumadi”.



Pada 27 Sabarang tindak-tanduk, tumindake lan sakadaripun, den ngaksama kasisipaning ersua, sumimpanga ing laku dur, ersuasiv budi kang ngrodon. Segala tindak tandukdilakukan ala kadarnya, ersua maaf atas kesalahan ersua,menghindari perbuatan tercela,(dan) watak angkara yang besar. Pada 28 Dadya wruh iya dudu, yeku minangka pandaming kalbu, ersua buka ing kijab bullah agaib, sesengkeran kang sinerung, dumunung telenging batos. Sehingga tahu baik dan buruk,Demikian itu sebagai ketetapan hati,Yang membuka penghalang/tabir antara ersua dan Tuhan,Tersimpan dalam rahasia,Terletak di dalam batin. Pada 29 Rasaning urip iku krana momor pamoring sawujud, wujuddullah sumrambah ngalam sakalir, lir manis kalawan madu, endi arane ing kono. Rasa hidup itudengan cara manunggal dalam satu wujud,Wujud Tuhan meliputi alam semesta,bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya. Pada 30 Endi manis endi madu, yen wis bisa nuksmeng pasang semu, pasamaoning hebing kang Maha Suci, kasikep ing tyas kacakup, kasat mata lair batos. Mana manis mana madu,apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,Bagaimana pengertian sabda Tuhan,Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin. Pada 31



Ing batin tan keliru, kedhap kilap liniling ing kalbu, kang minangka colok celaking Hyang Widi, widadaning budi sadu, pandak panduking liru nggon. Dalam batin tak keliru, Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat merasuk beralih “tempat”. Pada 32 Nggonira mrih tulus, kalaksitaning reh kang rinuruh, ngayanira mrih wikal warananing gaib, paranta lamun tan weruh, sasmita jatining endhog. Agar usahamu berhasil, Dapat menemukan apa yang dicari, upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban, Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur. Pada 33 Putih lan kuningpun, lamun arsa titah teka mangsul, dene nora mantra-mantra yen ing lair, bisa aliru wujud, kadadeyane ing kono. Putih dan kuningnya, bila akan mewujud (menetas), wujud datang berganti, tak disangka-sangka, bila kelahirannya dapat berganti wujud, Kejadiannya di situ ! Pada 34 Istingarah tan metu, lawan istingarah tan lumebu, dene ing njro wekasane dadi njawi, raksana kang tuwajuh, aja kongsi kabasturon. Dipastikan tidak keluar, juga tidak masuk, Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar, Rasakan sunguh-sungguh, Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami. Pada 35



Karana yen kebanjur, kajantaka tumekeng ersua, tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, dadi wong ina tan wruh, dheweke den anggep dhayoh. Sebab apabila sudah terlanjur, akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati, Menjadi orang hina yang bodoh, dirinya sendiri malah dianggap tamu.



SERAT WEDHATAMA Bag-2 TEMBANG GAMBUH 48. Samengko ingsun tutur Sembah catur supaya lumuntur Dhihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki Ing kono lamun tinemu Tandha nugrahaning manon Kini aku menasehatkan Empat sembah agar kau tiru Pertama, raga, cipta, jiwa, rasa, anakku Di situ bila terdapat Tanda anugerah Tuhan 49. Sembah raga puniku Pakartine wong amagang laku Sesucine asarana saking warih Kang wus lumrah limang wektu Watak wantuning wewawaton Sembah raga itu Perbuatan orang yang sedang mempraktekkan Bersuci dengan air Yang biasa lima waktu Merupakan watak aturan 50. Ing uni-uni durung Sinarawung wulang kang sinerung Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit Mintokken kawignyanipun Sarengate elok-elok Jaman dulu belum Kenal dengan ajaran rahasia Baru kini bangsa menunjukkan karyanya Menunjukkan kemampuannya Dengan cara yang aneh-aneh 51. Thithik kaya santri Dul Gajeg kaya santri brai kidul Saurute Pacitan pinggir pasisir Ewon wong kang padha nggugu Anggere guru nyalemong



Kadang-kadang seperti santri Dul Tampaknya seperti santri daerah selatan Menelusuri pantai Pacitan Ribuan orang yang percaya Aturan yang asal diucapkan 52. Kasusu arsa weruh Cahyaning Hyang kinira yen karuh Ngarep-arep kurub arsa den kurebi Tan wruh kang mangkono iku Akale kaliru enggon Terburu-buru ingin tahu Kenal dengan cahaya Tuhan Mengharap cahaya untuk dihormati Tak tahu yang demikian itu Pandangannya salah tempat 53. Yen ta jaman rumuhun Tata, titi tumrah-tumaruntun Bangsa srengat tan winor lan laku batin Dadi ora gawe bingung Kang padha nembah Hyang Manon Kalau jaman dahulu Diatur sejak awal sampai usai Syariat tak dicampur dengan ulah batin Jadi tidak membingungkan Bagi yang menyembah Tuhan 54. Lire sarengat iku Kena uga ingaranan laku Dhihin ajeg, kapindhone ataberi Pakolehe putraningsun Nyenyeger badan mrih kaot Maksud syariat itu Dapat juga disebut laku Pertama tetap, kedua rajin Hasilnya, anakku Menyegarkan badan agar labih baik. 55. Wong seger badanipun Otot daging kulit balung sungsum Trumap ing rah mamarah antenging ati



Antenging ati nunungku Agruwat ruweting batos Orang yang segar badannya Otot daging kulit tulang sumsum Mempengaruhi darah menjadikan hati terang Ketenangan hati menjadikan Hilangnya keruwetan hati 56. Mangkono mungguh ingsun Ananging ta sarehne asnapun Beda-beda panduk panduming dumadi Sayektine nora jumbuh Tekad kang padha linakon Bagitu menurut pendapatku Tetapi berhubung berbeda-beda Berbeda dengan nasib manusia Sesungguhnya tidak sesuai Dengan tekat yang dijalankan 57. Nanging ta paksa tutur Rehning tuwa tuwase mung catur Mbok lumuntur lantaraning reh utami Sing sapa temen tinemu Nugraha geming kaprabon Tapi tekpasa menasehati Karena sebagai tetua hanya dapat berkata Siapa tahu dapat diwariskan sebagai kebaikan Siapa yang rajin akan berhasil Anugerah untuk kerajaan 58. Samengko sembah kalbu Yen lumintu uga dadi laku Laku agung kang kagungan Narapati Patitis tetesing kawruh Meruhi marang kang momong Kini sembah kalbu Jika mengalir juga menjadi laku Laku baik seperti narapati Tepat tumbuh ilmu ini Tahu kepada yang mengasuhnya 59. Sucine tanpa banyu Mung nyunyuda mring hardaning kalbu



Pambukane: tata, titi, ngati-ati Atetep, taleten, atul Tuladhan marang waspaos Bersuci tanpa air Hanya mengurangi nafsu hati Diawali dengan tata, teliti dan berhati-hati Tetap, tidak bosan, dan setia Contoh untuk kewaspadaan 60. Mring jatining pandulu Panduk ing ndon dadalan satuhu Lamun lugu legutaning reh maligi Lagehane tumalawung Wenganing alam kinaot Pada pandangan yang benar Cara kerja di jalan yang baik Bila lugas kepada kebiasaan yang khusus Ciri yang jauh Membuka alam yang lain 61. Yen wis kambah kadyeku Sarat sareh saniskareng laku Kalakone saka eneng, ening, eling Ilanging rasa tumlawung Kono adile Hyang Manon Bila telah mencapai demikian Saratnya sabar dalam segala hal Terlaksana dari dalam, khidmad, dan ingat Bila ras ajauh telah hilang Di situ keadilan Tuhan 62. Gagare ngunggar kayun Tan kayungyun mring ayuning kayun Bangsa anggit yen ginigit nora dadi Marma den awas, den emut Mring pamuringing lelakon Kegagalan acuh kepada kehendak Tak tertarik pada keindahan cita-cita Hal rekaan bila dirasa tidak jadi Maka pahami dan ingatlah Terhadap penghalang langkah



63. Samengko kang tinutur Sembah katri kang sayekti katur Mring Hyang Sukma sukmanen sa ari-ari Arahen dipun kacakup Sembah ing jiwa sutengong Kini yang dibicarakan Sembah ketiga yang akan disampaikan Kepada Hyang Sukma yang menghidupi Usahakan tercapai Sembah dalam jiwa ini anakku 64. Sayekti luwih perlu Ingaran kang tumrap bangsa batin Kalakuan kang tumrap bangsaning batin Sucine lan awas emut Mring alame lama amot Sebenarnya lebih penting Disebut akhir perjalanan Tindakan yang berkaitan dengan batin Bersuci dengan awas dan ingat Kepada alam yang maha luas 65. Ruktine ngangkah ngukut Ngiket ngruket triloka kakukut Jagad agung ginulung lan jagad cilik Den kandel kumandel, kulup Mring kelaping alam kono Memelihara dengan menguasai Mencakup, merangkul tiga dunia seluruhnya Jagad agung digulung dengan jagad kecil Pertebal keyakinanmu, anakku Kepada keindahan alam ini 66. Keleme mawa limut Kalamutan jroning alam kanyut Sanyatane iku kanyatan kaki Sajatine yen tan emut Sayekti tan bisa awor Tenggelam bersama kegelapan Melalui tanda alam yg menghanyutkan Sesungguhnya itu kenyataan, anakku



Sebenarnya bila tak disadari Sesungguhnya tak dapat berbaur 67. Pamete saka luyut Sarwa sareh saliring panganyut Lamun yitna kayitnan kang miyatani Tarlen mung pribadinipun Kang katon tinonton kono Sarana dari batas lahir batin Serba sabar mengikuti irama menghanyutkan Bila waspada, itu dapat diandalkan Tak lain hanya pribadinya Yang tampak terlihat di situ 68. Nging aywa salah surup Kono ana sajatining urub Yeku urub pangarep uriping budi Sumirat-sirat narawung Kadya kartika katonton Tapi jangan salah mengerti Di situ ada cahaya sejati Yakni cahaya harapan hidup berbudi Bercahaya dengan jelas Bagai bintang nampaknya 69. Yeku wenganing kalbu Kabukane kang wengku-winengku Wewangkone wis kawengku neng sireki Nging sira uga kawengku Mring kang pindha kartika byor Yakni terbukanya hati Terbukanya yang kuasa-menguasai Daerahnya telah kau kuasai kini Tetapi kau juga dikuasai Oleh yang bagai cahaya bintang 70. Samengko ingsun tutur Santya sembah ingkang kaping catur Sembah rasa karasa rosing dumadi Dadine wis tanpa tuduh Mung kalawan kasing batos



Kini aku berkata Ganti sembah yang keempat Sembah rasa terasa inti kehidupan Terjadi tanpa petunjuk Hanya dengan kekuatan batin 71. Kalamun durung lugu Aja pisan wani ngaku-aku Antuk siku kang mangkono iku kaki Kena uga wenang muluk Kalamun wus padha melok Bila belum lugas Jangan sekali-sekali berani mengaku-aku Mendapat laknat yang demikian itu, anakku Boleh juga berhak mengatakan Bila telah sama-sama nampak 72. Meloke ujar iku Yen wus ilang sumelanging kalbu Amung kandel-kumandel ngandel mring takdir Iku den awas den emut Den memet yen arsa momot Jelasnya perkataan itu Bila telah hilang keraguan hati Hanya tebal keberanian percaya takdir Ikut ketahuilah, ingatlah Telitihal agar menguasai seluruhnya 73. Pamoting ujar iku Kudu santosa ing budi teguh Sarta sabar tawakal legaweng ati Trima lila ambek sadu Weruh wekasing dumados Muatan perkatan itu Harus kuat pada sikap teguh Serta sabar dan tawakal, ikhlaskanlah hati Menerima, dan rela berbuat baik Tahu akhir kejadian 74. Sabarang tindak-tanduk Tumindake lan sakadaripun Den ngaksama kasisipaning sasami



Sumimpanga ing laku dur Ardaning budi kang ngrodon Semua tingkah laku Dilakukan sesuai kemampuan Maafkanlah kesalahan orang lain Janganlah berlaku jahat Nafsu budi yang jelek 75. Dadya wruh: iya dudu Yeku minangka pandaming kalbu Ingkang mbuka ing kijabullah agaib Sesengkeran kang sinerung Dumunung telenging batos Untuk memahami baik dan buruk Yaitu merupakan pedoman hati Yang membuka rintangan insan dan Tuhan Yang dikuasai dan disembunyikan Berada dalam relung batin 76. Rasaning urip iku Krana momor pamoring sawujud Wujudullah sumrambah ngalam sakalir Lir manis kalawan madu Endi arane ing kono Rasa hidup itu Karena menyatu dengan bentuk sewujud Wujud Tuhan berada di seantero alam Seperti manis dan madu Mana nama itu sebenarnya 77. Endi manis ndi madu Yen wis bisa muksmeng pasang semu Pasamuwan ing Heb Ingkang Mahasuci Kasikep ing tyas kacakup Kasatmata lair batos Mana manis mana madu Bila telah dapat menghayati gambaran semu Pengertian Tuhan Yang Mahasuci Dicakup dan terkuasai di dalam hati Tampak lahir batin



78. Ing batin tan kaliru Kedhap kilap liniling ing kalbu Kang minangka colok celaking Hyang Widhi Widadaning budi sadu Pandak-panduke liru nggon Dalam batin tak keliru Kilap cahaya dilihat kalbu Yang merupakan obor mendekat Tuhan Keselamatan budi berbuat baik Serta perubahan-perubahan yang beralih 79. Nggonira mamrih tulus Kalasitaning reh kang rinuruh Nggonira mrih wiwah warananing gaib Paran ta lamun tan weruh Sasmita jatining endhog Usahamu agar berhasil Tercapainya hal yang dicari Usahamu agar lepas dari penghalang gaib Bila tidak tahu Ibarat kenyataan telur 80. Putih lan kuningipun Lamun arsa titah teka mangsul Dene nora mantra-mantra yen ing lahir Bisaa aliru wujud Kadadeyane ing kono Putih dan kuningnya Bila akan menetas berbalik Tak terduga bahwa kenyataannya Dapatlah berganti rupa Kejadiannya seperti itu 81. Istingarah tan metu Lawan istingarah tan lumebu Dene ing njro wekasane dadi anjawi Rasakena kang tuwayuh Aja kongsi kabasturon Dapat dipastikan tak keluar Dan tentu tidak masuk Kenyataannya di dalam, akhirnya di luar



Rasakan dengan sebenar-benarnya Jangan sampai telanjur tidak mengerti 82. Karana yen kabanjur Kajantaka tumekeng saumur Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi Dadi wong ina tan weruh Dheweke den anggep dhayoh. Sebab bila telanjur Akan kecewa selama-lamanya Tak berguna bila meninggal dunia Sebagai orang hina yang tak tahu Dirinya dianggap tamu. TEMBANG Kinanthi 83.Mangka kanthining tumuwuh Salami mung awas eling Eling lukitaning alam Dadi wiryanbing dumadi Supadi nir ing sangsaya Yeku pangreksaning urip Pada hal bekal orang hidup Selamanya hanya awas dan ingat Sadar kepada petunjuk di alam ini Menjadi kekuatan hidp Supaya lepas dari kesengsaraan Yaitu cara merawat hidup 84. Marma den taberi kulup Angulah lantiping ati Rina wengi den anedya Pandak-panduk ing pambudi Mbengkas hardaning driya Supadya dadya utami Oleh karena itu, rajinlah anakku Belajar menajamkan perasaan Siang malam berusahalah Berusahalah selalu Menghancurkan nafsu indera Supaya menjadi utama



85. Pangasahe sepi samun Aywa esah ing salami Samangsa wis kawistara Lalandhepe mingis-mingis Pasah wukir Reksamuka Kekes srabedaning budi Penajamannya di alam sepi Jangan berhenti selamanya Pada saat telah kelihatan Tajamnya luar biasa menghancurkan gunung reksamuka Lenyaplah semua penghalang kebaikan 86. Dene awas tegesipun Weruh waranane urip Miwah wisesaning tunggal Kang atunggil rina wengi Kang mukita ing sakarsa Gumelar ngalam sakalir Sedangkan awas artinya Tahu penghalang kehidupan Dan penguasa tunggal Yang selalu menyatu siang malam Yang memenuhi segala keinginan Terhampar di seluruh alam 87. Aywa sembrana ing kalbu Wawasen wuwus sireki Ing kono yekti karasa Dudu ucape pribadi Marma den sambadeng sedya Wawasen praptaning uwis Jangan gegabah dalam hati Perhatikan ucapanmu itu Di situ akan terasa Bukan ucapanmu sendiri Untuk itu persiapkan tekadmu Perhatikan sampai usai 88. Simakna semanging kalbu Den waspada ing pangeksi Yeku dalaning kasidan Sinuda saka sathithik



Pamothaning napsu-hawa Linatiha mamrih titih Hilangkan kebimbangan hati Waspadalah terhadap pandangan Yakni jalan kematian Kurangilah demi sedikit Gejolak nafsu angkara Latihlah agar sempurna 89. Aywa mamatuh nalutuh Tanpa tuwas tanpa kasil Kasalibuk ing sabeda Marma dipun ngati-ati Urip keh rencananira Sambekala lan kaliling Jangan suka berbuat jelek Tanpa guna tanpa hasil Terjerat olah aral Oleh karena itu berhati-hatilah Hidup banyak gangguan Godaan harus diperhatikan 90. Upamane wong lumaku Marga gawat den liwati Lamun kurang ing pangarah Sayekti karendhet ing ri Apese kasandhung padhas Babak-bundhas anemahi Misalnya orang berjalan Jalan yang berbahaya dilaluinya Jika kurang berhati-hati Akhirnya tertusuk duri Naasnya terantuk batu Babak belur akhirnya 91. Lumrah bae yen kadyeku Atetamba yen wis bucik Duwea kawruh sabodhang Yen tan martani ing kapti Dadi kawruhe kinarya Ngupaya kasil lan melik



Biasa saja yang demikian itu Berobat bila telah luka Walau berpengetahuan segudang Bila tak memahami niatnya Jadi pengetahuan yang buruk Mencari penghasilan dan pamrih 92. Meloke yen arsa muluk Muluk ujare lir wali Wola-wali nora nyata Anggepe pandhita luwih Kaluwihane tan ana Kabeh tandha-tandha sepi Kelihatan bila akan berbicara Berkata, ucapannya bagai wali Berulang-ulang tidak nyata Menganggap diri pendeta hebat Kelebihannya tidak ada Semuanya tidak terbukti 93. Kawruhe mung ana wuwus Wuwuse gumaib-gaib Kasliring thithik tan kena Mancereng alise gathik Apa pandhita antiga Kang mangkono iku kaki Pengetahuannya hanya dalam kata-kata Bicaranya digaib-gaibkan Disela sedikitpun tak mau Membelalak alisnya menyatu Apakah itu pendeta gadungan Yang demikian itu, anakku 94. Mangka ta kang aran laku Lakune ngelmu sejati Tan dahwen pati openan Tan panasten nora jail Tan njuringi ing kaardan Amung eneng mamrih ening Pada hal yang disebut laku Syarat ilmu yang sejati Tidak iri dan dengaki Tidak panas hati, tidak jahil



Tak mendorong pada nafsu Hanya diam agar khidmat 95. Kaunang ing budi luhur Bangkit ajur ajer kaki Yen mangkono bakal cikal Thukul wijining utami Nadyan bener kawruhira Yen ana kang nyulayani Kemashuran sifat yang baik Pandai bergaul dengan siapa saja, anakku Bila demikain akan tumbuh Muncul benih yang baik Meski benar pengetahuanmu Bila ada yang menentang 96. Tur kang nyulayani iku Wus wruh yen kawruhe nempil Nanging laire angalah Katingala angemori Mung ngenaki tyasing liyan Aywa esak, aywa serik. Dan yang menentang itu Telah tahu bila ilmunya bukan milik sendiri Tetapi di luar tampak mengalah Agar nampak menyatu Hanya menyenangkan hati orang lain Jangan sakit hati, jangan benci 97. Yen ilapating wahyu Yen yuwana ing salami Marga wimbubing nugraha Saking Heb Kang Mahasuci Cinancang pucuking cipta Nora ucul-ucul kaki Bila demikian syarat wahyu Bila selamat untuk selamanya Jalan menambah anugerah Dari Tuhan yang Mahasuci Diikat di ujung cita-cita Tidak akan kunjung lepas, anakku



98. Mangkono ingkang tinamtu Tanpa nugrahaning Widhi Marma ta kulup den bisa Mbusuki ujaring janma Pakoleh lair batine Iyeku budi premati Demikian yang ditentukan Mendapat anugerah Tuhan Oleh karena itu anakku, agar bisa Pura-pura bodoh atas pembicaraan orang Hasil lahir batin Yakni sifat yang baik 99. Pantes tinulad tinurut Laladane mrih utami Utama kembanging mulya Kamulyaning jiwa dhiri Ora kena yen ta ngeplekana Lir leluhur nguni-uni Pantas dicontoh dan diturut Cara mencapai keutamaan Keutamaan dasar kemuliaan Kemuliaan jiwa raga Tidak akan sama persis Seperti leluhur jaman dahulu 100. Ananging ta kudu-kudu Sakadarira pribadi Aywa tinggal tutuladhan Lamun tan mangkono kaki Yekti tuna ing tumitah Poma estokena kaki. Tetapi harus diusahakan Sebatas kemampuan diri Jangan meninggalkan contoh-contoh Jika tidak demikian, anakku Sungguh merugi hidup ini Maka perhatikanlah anakku



TEMBANG GAMBUH



A. Pengertene tembang Gambuh Tembang Gambuh anduweni arti tambuh, embuh, gambuh, jumbuh, lan tembung kang awanda mbuh.



B. Pathokane tembang Gambuh Guru lagu : u,u,i,u,o Guru wilangan : 7,10,12,8,8 Guru gatra : 5



C. Watake tembang Gambuh Watake yaiku kakulawargan/akrab, sumadulur.



D. Makna tembang Gambuh Tembang Gambuh kui ngggambarake watak pawongan kang sansaya diwasa. Tembang iki menehi pitutur marang anak putu, patrap lan pangucap bisa nyawiji tur urip ayem tenterem.



E. Tuladha Tembang Gambuh Pada 1 Samengko ingsun tutur, Sembah catur supaya lumuntur, Dihin raga, cipta jiwa, rasa, kaki, Ing kono lamun tinemu, Tandha nugrahing Manon. Artinya Kelak saya bertutur, Empat macam sembah supaya dilestarikan, Antara lain sembah raga, cipta, jiwa, rasa, anakku! Disanalah akan bertemu, tandha anugrah Tuhan.



Pada 2



Sembah raga punika, Pakartine wong amagang laku, Susucine asarana saking warih, kang wus lumrah limang wektu, wantu wataking wawaton. Artinya Sembah raga adalah, Perbuatan orang yang olah batin, Menyucikan diri dengan sarana air, Yan sudah biasa lima waktu, Sebagai rasa hormat terhadap waktu. Pada 3 Inguni-uni ersua, Sinarawung wulang kang sinerung, lagi iki bangsa kas ngetok-ken anggit, mintoken kawagnyanipun, sarengate elok-elok. Artinya Pada zaman dahulu, Belum pernah dikenal ajaran yang penuh tabir, Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan, Memamerkan kebiasaannya, amalannya aneh-aneh. Pada 4 Thithik kaya santri Dul, Gajeg kaya santri brahi kidul, Saurute Pacitan pinggir pasisir, Ewon wong kang padha nggugu, Anggere guru nyalemong. Artinya Kadang seperti santri Dul, Seperti santri wilayah selatan, Sepanjang pinggir pantai Pacitan, Ribuan rang yang mempercayai, Asal-asalan dalam berbicara. Pada 5 Kasusu arsa weruh, cahyaning Hyang kinira yen karuh,



ngarep-arep urup arsa den kurebi, Tan wruh kang mangkoko iku, akale keliru enggon. Artinya Terburu-buru ingin tahu, Cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan, Menanti-nanti besar keinginan mendapatkan anugrah, Namun gelap mataOrang tidak paham yang demikian itu, Nalarnya sudah salah kaprah.



Pada 6 Yen ta jaman rumuhun, tata titi tumrah tumaruntun, bangsa srengat tan winor lan laku batin, dadi ora gawe bingung, kang padha nembah Hyang Manon. Artinya Bila zaman dahulu, Tertib teratur runtut harmonissariat Tidak dicampur aduk dengan olah batin, Jadi tidak membuat bingung, bagi yang menyembah Tuhan.



Pada 7 Lire sarengat iku, kena uga ingaranan laku, dihin ajeg kapindhone ataberi, pakolehe putraningsun, nyenyeger badan mwih kaot. Artinya Sesungguhnya sariat itu Dapat disebut olah, Pertama tetap kedua tekun. Anakku, hasil sariat adalah, Menyegarkan badan agar lebih baik,



Pada 8



Wong seger badanipun, otot daging kulit balung sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati, antenging ati nunungku, angruwat ruweting batos. Artinya Orang segar badannya, Otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya Mempengaruhi darah membuat tenang di hati. Ketenangan hati membantu, Membersihkan kekusutan batin.



Pada 9 Mangkono mungguh ingsun, ananging ta sarehne asnafun, beda-beda panduk panduming dumadi, sayektine nora jumbuh, tekad kang padha linakon. Artinya Begitulah menurut ku, Tetapi karena orang itu berbeda-beda, Beda pula garis pembagian nasib, Sebenarnya tidak cocok, Tekad yang pada dijalankan itu.



Pada 10 Nanging ta paksa tutur, rehning tuwa tuwase mung catur, bok lumuntur lantaraning reh utami, sing sapa temen tinemu, nugraha geming Kaprabon. Artinya Namun terpaksa bertutur, Karena sudah tua kewajibannya menasehati, Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama, Barang siapa bersungguh-sungguh mendapatkan, Anugrah kemuliaan dan kehormatan.



Pada 11 Samengko sembah kalbu, yen lumintu uga dadi laku, laku agung kang kagungan Narapati, patitis tetesing kawruh, meruhi marang kang momong. Artinya Berikutnya sembah kalbu, Jika berkesinambungan juga menjadi olah, Olah tingkat tinggi yang dimiliki Raja, Tujuan ajaran ilmu ini, Memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer).



Pada 12 Sucine tanpa banyu, mung nyenyuda mring ersuasi kalbu, pambukane tata, titi, ngati-ati atetetp talaten atul, tuladhan marang waspaos. Artinya Bersucinya tidak menggunakan air Hanya menahan nafsu di hati Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati Teguh, sabar dan tekun,menjadi watak dasar, Teladan bagi sikap waspada.



Pada 13 Mring jatining pandulu, panduk ing ndon dedalan satuhu, lamun lugu ersuasi reh maligi, lageane tumalawung, wenganing alam kinaot. Artinya Alam penglihatan yang sejati, Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar, Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi, Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan, Itulah terbukanya “alam lain”



Pada 14 Yen wus kambah kadyeku, sarat sareh saniskareng laku, kalakone saka eneng, ening, eling, Ilanging rasa tumlawung, kono adile Hyang Manon. Artinya Bila telah mencapai seperti itu, Saratnya sabar segala tingkah laku, Berhasilnya dengan cara membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada Tuhan, Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, Di situlah keadilan Tuhan terjadi.



Pada 15 Gagare ngunggar kayun, tan kayungyun mring ayuning kayun, bangsa anggit yen ginigit nora dadi, Marma den awas den emut, mring pamurunging lelakon. Artinya Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu), Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal, Maka awas dan ingat lah, Dengan yang membuat gagal tujuan.



Pada 16 Samengko kang tinutur, sembah katri kang sayekti katur, mring Hyang Sukma sukmanen sehari-hari, arahen dipun kecakup, sembah ing Jiwa sutengong. Artinya Nanti yang diajarkan, Sembah ketiga yang sebenarnya,



Diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa) setiap hari, Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !



Pada 17 Sayekti luwih prelu, ingaranan pepuntoning laku, kalakuan kang tumrap bangsaning batin, sucine lan Awas Emut, mring alame alam amot. Artinya Sungguh lebih penting, Yang disebut sebagai ujung jalan spiritual, Tingkah laku olah batin, Sucinya dengan awas dan selalu ingat, Akan alam nan abadi kelak.



Pada 18 Ruktine ngangkah ngukut, ngiket ngrukut triloka kakukut, jagad agung gimulung lan jagad cilik, Den kandel kumandel kulup, mring kelaping alam kono. Artinya Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai, Jagad besar tergulung oleh jagad kecil, Pertebal keyakinanmu anakku, Akan kilaunya alam tersebut.



Pada 19 Keleme mawa limut, kalamatan jroning alam kanyut, sanyatane iku kanyatan kaki, Sajatine yen tan emut, sayekti tan bisa awor. Artinya



Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”, Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan, Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku, Sejatinya jika tidak ingat, Sungguh tak bisa “larut”.



Pada 20 Pamete saka luyut, sarwa sareh saliring panganyut, lamun yitna kayitnan kang mitayani, tarlen mung pribadinipun, kang katon tinonton kono. Artinya Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin), Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan”, Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan , Tidak lain hanyalah diri pribadinya, Yang tampak terlihat di situ.



Pada 21 Nging away salah surup, kono ana sajatining Urub, yeku urup pangarep uriping Budi, sumirat sirat narawung, kadya kartika katongton. Artinya Tetapi jangan salah mengerti, Di situ ada cahaya sejati, Ialah cahaya pembimbing, ersua penghidup akal budi, Bersinar lebih terang dan cemerlang, Tampak bagaikan bintang.



Pada 22 Yeku wenganing kalbu, kabukane kang wengku winengku, wewengkone wis kawengku neng sireki, nging sira uga kawengku,



mring kang pindha kartika byor. Artinya Yaitu membukanya pintu hati, Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh), Cahaya itu sudah kau (roh) kuasaiTapi kau (roh), juga dikuasai oleh cahaya, yang seperti bintang cemerlang.



Pada 23 Samengko ingsun tutur, gantya sembah ingkang kaping catur, sembah Rasa karasa rosing dumadi, dadine wis tanpa tuduh, mung kalawan kasing Batos. Artinya Nanti ingsun ajarkan, Beralih sembah yang ke empat, Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan, Terjadinya sudah tanpa petunjuk, Hanya dengan kesentosaan batin.



Pada 24 Kalamun ersua lugu, aja pisan wani ngaku-aku, antuk siku kang mangkono iku kaki, kena uga wenang muluk, kalamun wus pada melok. Artinya Apabila belum bisa membawa diri, Jangan sekali-kali berani mengaku-aku, Mendapat laknat yang demikian itu anakku, Artinya, seseorang berhak berkata, Apabila sudah mengetahui dengan nyata. Pada 25 Meloke ujar iku, yen wus ilang sumelang ing kalbu, ersu kandel kumandel ngandel mring takdir,



iku den awas den emut, den memet yen arsa momot. Artinya Menghayati pelajaran ini, Bila sudah hilang keragu-raguan hati, Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir, Itu harap diwaspadai, diingat,dicermati Bila ingin menguasai seluruhnya.



Pada 26 Pamoring ujar iku, kudu santosa ing budi teguh, sarta sabar tawekal legaweng ati, trima lila ambeh sadu, weruh wekasing dumados. Artinya Melaksanakan petuah itu, Harus kokoh pada budi pekertinya teguh, Serta sabar tawakal lapang dada, Menerima dan ikhlas apa adanya, Mengerti kepercayaan yang terjadi.



Pada 27 Sabarang tindak-tanduk, tumindake lan sakadaripun, den ngaksama kasisipaning ersua, sumimpanga ing laku dur, ersuasiv budi kang ngrodon. Artinya Segala perbuatan, Dilakukan apa adanya, lalu minta maaf atas kesalahan ersua, Menjauhlah dari perbuatan tercela, (dan) watak angkara yang besar.



Pada 28



Dadya wruh iya dudu, yeku minangka pandaming kalbu, ersua buka ing kijab bullah agaib, sesengkeran kang sinerung, dumunung telenging batos. Artinya Sehingga tahu baik dan buruk, Demikian itu sebagai ketetapan hati, Yang membuka penghalang/tabir antara ersua dan Tuhan, Tersimpan dalam rahasia, Terletak di dalam batin.



Pada 29 Rasaning urip iku krana momor pamoring sawujud, wujuddullah sumrambah ngalam sakalir, lir manis kalawan madu, endi arane ing kono. Artinya Rasa hidup itu, Dengan cara manunggal dalam satu wujud, Wujud Tuhan meliputi alam semesta, bagaikan rasa manis dengan madu., Begitulah ungkapannya.



Pada 30 Endi manis endi madu, yen wis bisa nuksmeng pasang semu, pasamaoning hebing kang Maha Suci, kasikep ing tyas kacakup, kasat mata lair batos. Artinya Mana manis mana madu, Apabila sudah bisa menghayati gambaran itu, Bagaimana pengertian sabda Tuhan, Hendaklah digenggam di dalam hati,



Sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.



Pada 31 Ing batin tan keliru, kedhap kilap liniling ing kalbu, kang minangka colok celaking Hyang Widi, widadaning budi sadu, pandak panduking liru nggon. Artinya Dalam batin tak keliru, Segala cahaya indah dicermati dalam hati, Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan, Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), Agar dapat merasuk beralih “tempat”.



Pada 32 Nggonira mrih tulus, kalaksitaning reh kang rinuruh, ngayanira mrih wikal warananing gaib, paranta lamun tan weruh, sasmita jatining endhog. Artinya Agar usahamu berhasil, Dapat menemukan apa yang dicari, Upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban, Apabila kamu tidak paham maka lihatlah, Tentang bagaimana terjadinya telur.



Pada 33 Putih lan kuningpun, lamun arsa titah teka mangsul, dene nora mantra-mantra yen ing lair, bisa aliru wujud, kadadeyane ing kono. Artinya Putih dan kuningnya, Bila akan mewujud (menetas), Wujud datang berganti,



Tak disangka-sangka bila kelahirannya, Dapat berganti wujud, Kejadiannya di situ.



Pada 34 Istingarah tan metu, lawan istingarah tan lumebu, dene ing njro wekasane dadi njawi, raksana kang tuwajuh, aja kongsi kabasturon. Atinya Dipastikan tidak keluar, Juga tidak masuk, Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar, Rasakan sunguh-sungguh, Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.



Pada 35 Karana yen kebanjur, kajantaka tumekeng ersua, tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi, dadi wong ina tan wruh, dheweke den anggep dhayoh. Artinya Karena jika terlanjur, Kajantaka tumekeng ersua, Tanpa tuwas kalau sia-sia dalam kejadian, Jadi orang hina tapi mengerti, Dia di anggap dhayoh