Putusan Serta Merta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PUTUSAN SERTA MERTA A. PENGERTIAN PUTUSAN SERTA MERTA



Yang dimaksud dengan putusan serta merta adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan dan atau upaya hukum lain dari pihak lawan. Putusan serta merta atau uit voerbaar bij vooraad dalam praktik dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum lain dari pihak tergugat (pihak lawan) berupa banding dan pelaksanaan keputusannya tidaklah harus menunggu jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung semenjak pengadilan mengeluarkan putusan. Putusan serta merta dapat dilaksanakan sesegera mungkin setelah dikeluarkannya keputusan dari pengadilan terhadap sita jaminan yang menjadi objek sengketa untuk memenuhi perstasi pihak yang telah dirugikan dalam suatu perkara. Putusan serta merta merupakan salah satu putusan peradilan yang istimewa dan dapat memenuhi asas yang ada dalam hukum acara perdata yang bersifat sederhana, cepat, dan biaya ringan (pasal 2 ayat (4) dan pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).



B. SIFAT PUTUSAN SERTA MERTA



Sifat putusan serta merta umumnya ditujukan untuk menjamin kepentingan pihak penggugat yang telah dimenangkan dalam sidang pengadilan ditingkat pertama (pengadilan negeri). Dalam persidangan apabila tuntutan penggugat disertai dengan permohonan agar putusannya dapat dilaksanakan terlebih dahulu, maka jika permohonannya dikabulkan oleh hakim pelaksanaan eksekusinya dapat dilaksanakan terlebih dahulu, walaupun belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena adanya perlawananan dari pihak lawan berupa banding. Dalam pelaksanaannya putusan serta merta ini umumnya dalam praktik bisa dikabulkan oleh hakim apabila bukti buktinya autentik dan hakim yakin bahwa bukti bukti yang ada sah, tidak dibantah oleh pihak lawan dan telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam pasal 180 ayat (1) HIR jo. Pasal 191 ayat (1) RBg jo. Pasal 54 dan 55 Rv. Kecuali jika bukti-bukti yang autentik dan para saksi yang melihat, mendengar dan mengalami langung menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak benar, umumnya hakim tidak akan mengabulkangugatan yang dimohonkan dengan putusan serta



merta, hal ini disebabkan oleh alat bukti yang diajukan oleh penggugat tidak sempurna dan yang dijadikan gugatan tidak benar seluruhnya atau hanya benar sebagian. Hakim dalam memberikan putusan uit voer baar bij voorraad atau putusan serta merta yang putusannya dapat dilaksanakan terlebih dahulu, agar putusannya tidak cacat hukum dan dapat dibatalkan ditigkat banding atau kasasi selain harus berdasarkan bukti-bukti yang autentik dan ada jaminan yang jumlah nilai nominalnya sama dengan objek yang disita juga harus disesuiakan dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 178 ayat (3) HIR jo. Pasal 195 ayat (1) RBg atau disesuaikan dengan petitum yang diajukan oleh penggugat dan hakim. Jadi, pelaksanaan “uit voerbaar bij vooraaj” atau putusan serta merta bilamana dalam surat permohonan gugatan diajukan oleh penggugat diajukan oleh penggugat dan hakim yakin bahwa bukti-bukti yang dimiliki oleh penggugat autentik yang berupa akta yang dibuat oleh Notaris, surat dibawah tangan yang diakui kebenarannya oleh para pihak yang sedang bersengketa dan adanya sertifikat tanah yang tidak diragukan lagi tentang keabsahannya dan telah memenuhi syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang ada dalam pasal 180 ayat (1) HIR jo. Pasal 191 ayat (1) RBg. Jo. Pasal 54 dan 55 Rv. Serta tidak dibantah oleh pihak lawan, maka hakim dapat memberikan keputusan serta merta yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, walaupun ada perlawanan dari pihak tergugat, baik banding maupun kasasi.



C. PERMASALAHAN YANG MUNGKIN TERJADI DENGAN ADANYA PUTUSAN SERTA MERTA



Dalam hal keputusan pengadilan negeri dibatalkan ditingkat banding kasasi maupun peninjauan kembali dan memberikan keputusan yang berlainan, maka untuk mengembalikan objek dari sengketa telah dieksekusi dan dilelang serta telah berpindah tangan ke pihak lain umumnya tidak bisa dibeli kembali, kalau bisa dibeli kembali kmungkinan pemilik baru yang dimenangkan pada saat lelang akan meminta harga yang cukup tinggi bisa tinggi sampai empat kali dari harga semula atau harga umum. Dalam praktik jika terjadi demikian umumnya pihak penggugat hanya dapat mengembalikan kepada tergugat berupa uang ganti rugi sesuai dengan harga umum, itupun kalau disetujui oleh tergugat yang telah dikalahkan di pengadilan negeri. Bagaimana kalau ternyata pihak tergugat yang dimenangkan ditingkat banding atau kasasi, minta ganti rugi sampai tiga kali atau empat kali atau lebih dari harga umum terhadap objek sengketa yang telah dijual melalui lelang? Jika terjadi demikian siapa yang salah? Apakah penggugat yang mengajukan gugatan ataukah hakim yang memberikan keputusan?



Jawabannya: Dalam praktik apabila terjadi demikian, sudah barang tentu yang salah adalah hakim yang menangani sengketa dan memberikan keputusan ditingkat pertama, karena hakim didalam memeriksa para pihak yang bersengketa dan para saksi serta bukti-bukti yang ada tidak jeli dan tidak cermat, sehingga keputusan yang dibuat bukan menyelesaikan sengketa para pihak yang berperkara, tetapi justru mengakibatkan sengketa makin berkepanjangan dan merugikan para pihak yang bersengketa. Untuk menghindari terjadinya permasalahan tersebut perlu dibentuktim khusus yang tugasnya mengawasi langsung jalannya persidangan baik itu perkara perdata maupun perkara pidana dan melaksanakan lelang terhadap objek yang disengketakan oleh para pihak yang sedang berperkara. Agar dalam pelaksanaanya dilapangan para petugas khusus tersebut dapat menindak dengan tegas terhadap para pihak yang telah melakukan pelanggaran diperlukan adanya perundang-undangan tentang wewenang tim khusus tersebut untuk menindak terhadap para pelanggar, baik itu pelanggaran terhadap jalannya persidangan yang dilakukan oleh oknum hakim yang nakal dengan cara memperjualkan keputusan dengan para makelar kasus maupun pelanggaran bocornya harga limit dari objek yang dilelang yang seharusnya dirahasiakan. Peraturan perundang-undangan tersebut sangatlah diperlukan dalam praktinya agar peradilan di Indonesia bisa terbebas dari para makelar kasus dan dapat dijadikan maupun tumpuan akhir bagi para pihak yang sedang bersengketa. Adanya tim khusus tersebut disebabkan oleh karena hakim dan panitia lelang bukanlah Tuhan yang dapat melaksanakan tugasnya bebas dari cela, tetapi sebagai manusia sudah barang tentu tidak bisa terlepas dari kesalahan.



D. SEJARAH SINGKAT PUTUSAN SERTA MERTA SETELAH INDONESIA MERDEKA



Pelaksanaan putusan serta merta dalam praktik sering dilaksanakan oleh para hakim sebelum tahun 1964, yang mana pada waktu itu para hakim pengadilan negeri diseluruh wilayah lebih leluasa menjatuhkan putusan serta merta yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu apabila alat buktinya yang diajukan oleh penggugat autentik dan ada alasan yang syah untuk itu serta telah memenuhi syarat-syarat dan atau ketentuan-ketentuan yang ada dalam pasal 180 ayat (1) HIR jo. Pasal 191 ayat (1) RBg jo. Pasal 54 dan 55 Rv, walaupun Mahkamah Agung dengan surat edarannya telah mengeluarkan larangan kepada para hakim agar tidak mengeluarkan petusan serta merta.



1.



Instruksi Mahkamah Agung Nomor 348/K/5216/M tertanggal 13 Februari 1958 tentang putusan uit voerbaar bij vooraad.



2.



SEMA Nomor 13 Tahun 1964 tertanggal 10 juli 1964 tentang putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu (uit voerbaar bij vooraad).



3.



SEMA Nomor 04 Tahun 1965 tertanggal 30 Desember 1965 tentang putusan provisionil.



4.



SEMA Nomor 05 Tahun 1969 tertanggal 02 juni 1969 tentang putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu (uit voerbaar bij vooraad).



5.



SEMA Nomor 16 Tahun 1969 tertanggal 11 Oktober 1969 tentang putusan provisionil.



6.



SEMA Nomor 03 Tahun 1971 tertanggal 17 Mei 1971 tentang putusan uit voerbaar bij vooraad.



7.



SEMA Nomor 6 Tahun 1975 tertanggal 1 Desember 1975 tentang putusan uit voerbaar bij vooraad.



8.



SEMA Nomor 3 Tahun 1978 tertanggal 1 April 1978 tentang putusan uit voerbaar bij vooraad.



9.



SEMA Nomor 3 Tahun 2000 tertanggal 21 Juli 2000 tentang putusan serta merta (uit voerbaar bij vooraad) dan provisionil.



10. SEMA Nomor 4 Tahun 2001 tertanggal 20 Agustus 2001 tentang permasalahan putusan serta merta (uit voerbaar bij vooraad) dan provisionil. Dalam praktik kesemua SEMA yang telah dikeluarkan oleh MA tersebut tidak diindahkan oleh para hakim diseluruh wilayah Indonesia, kecuali Instruksi Mahkamah Agung Nomor: 348/K/5216/M tertanggal 13 Februari 1958 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001 tertanggal 20 Agustus 2001 karena isi dan ketentuan-ketentuannya yang ada dalam SEMA tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Khusus untuk instruksi Mahkamah Agung Nomor: 348/K/5216/M tertanggal 13 Februari 1958 dan SEMA Nomor: 2001 tertanggal 20 Agustus 2001 mempunyai nilai yang lebih dari SEMA-SEMA lainnya karena isi dan ketentuannya betul-betul meupakan petunjuk pelaksanaan bagi para hakim dalam melaksanakan tugasnya dan bukanlah bersifat larangan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dalam praktiknya dapat dijadikan sebagai dasar atau pedoman oleh para hakim dan Ketua Pengadilan Negeri diseluruh wilYh Indonesia dalam melaksanakan tugasnya. Untuk memenuhi asas peradilan yang dapat dilaksanakan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan, maka jalan satu-satunya yang harus ditempuh oleh para hakim diseluruh wilayah Indonesia, yakni didalam menangani suatu perkara alangkah baiknya para hakim melaksanakan apa yang diperintahkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku



agar keputusannya dapat mencerminkan keadilan. Walaupun ada SEMA yang mengatur tentang putusan uit voerbaar bij vooraad yang melebihi dari peraturan perundang-undangan yang berlaku lebih baik diabaikan saja, karena menurut hierarki atau asas tata urutan peraturan perundang-undangan, aturan yang dibawah tidak dapat mengalahkan aturan yang kedudukannya lebih tinggi, kecuali SEMA tersebut mengatur tentang penunjuk pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan atau tidak ada peraturan perundangundangan yang mengatur tentang putusan serta merta sebagaimana disebutkan dalam intruksi Mahkamah Agung Nomor: 348/K/5216/M tertanggal 13 Februari 1958 dan SEMA Nomor: 4 Tahun 2001 tertanggal 20 Agustus 2001.



E. HAMBATAN-HAMBATAN DALAM EKSEKUSI



1.



Hambatan yang Datangnya dari Pihak yang Dieksekusi atau Pihak yang Dikalahkan dalam Suatu Perkara yang dalam Bahasa Belanda Dikenal dengan Sebutan Geexcecuteerde



2.



Intervensi Pihak Ketiga



3.



Upaya Hukum lain dari Pihak Yang Dikalahkan Berupa Banding



4.



Perlawanan dari Pihak Ketiga yang Dirugikan atas Putusan Pengadilan



F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PUTUSAN SERTA-MERTA ATAU “UIT VOERBAAR BIJ VOORRAAD”



1.



Kelebihan Putusan Serta Merta



a.



Keputusan Pengadilan dapat dilaksanankan terlebih dahulu walaupun ada perlawanan dari pihak tergugat berupa upaya hukum lain atau banding ke pengadilan tinggi.



b.



Dapat memenuhi asas sederhana, cepat, dan biaya ringan.



c.



Apabila hakim yang menangani sengketa cermat dan jeli serta profesional dalam tugasnya, keputusan pengadilan negeri tidak akan dibatalkan, diubah dan diperbaiki dalam tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.



d.



Dapat dijadikan sebagai tolak ukur profesional tidakny seorang hskim dalam menangani suatu perkara



e.



Dapat berguna untuk mencegah terhadap debitur yang nakal untuk mengulur-ulur waktu penyerahan jaminan uang.



f.



Dapat mengurangi menumpuknya perkara ditingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.



g.



Dapat mempercepat proses pemenuhan prestasi terhadap pihak yang dirugikan.



h.



Dapat mempercepat proses persidangan



i.



Dapat menekan biaya yang akan dikeluarkanoleh para pihak yamg sedang berperkara.



j.



Dapat memberikan keuntungan kepada pihak yang dimenangkan dalam suatu perkara dipersidangan.



k.



Dapat mengurangi adanya permainan curang terhadap suatu perkara.



l.



Dapat mempercepat proses penyelesaian sengketa.



K. a.



Kelemahan Putusan Serta Merta Apabila hakim yang menangani sengketa para pihak yang sedang berperkara tidak cermat dan tidak jeli atau tidak profesionsl, maka keputusan yang telah dikeluarkan akan dapat dibatalkan, diperbaiki dan diubah ditingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali.



b.



Apabila hakim yang menangani sengketa berat sebelah dan tidak netral, maka keputusan yang telah dikeluarkan akan dapat dibatalkan ditingkat banding maupun kasasi.



G. CIRI-CIRI PUTUSAN PENGADILAN YANG DIKELUARKAN OLEH HAKIM YANG PROFESIONAL



1.



Keputusan yang dikeluarkan oleh hakim pengadilan negeri dapat mencerminkan keadilan bagi para pihak yang berperkara.



2.



Tidak adanya upaya hukum lain atau perlawanan terhadap Keputusan Hakim Pengadilan Negeri



3.



Keputusan Pengadilan negeri apabila diupayakan hukum lain oleh pihakyang dikalahkan dalam persidangan tidak dibatalkan, tidak dirubah dan tidak diperbaiki oleh hakim baikditingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, tetapi keputusan pengadilan justru akan dikuatkan oleh pengadilan ditingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali.



4.



Pelaksanaan keputusan pengadilan tidak ada hambatan dari pihak yang dikalahkan dalam suatu perkara.



5.



Pihak yang dikalahkan dalam suatu persidangan dapat memenuhi prestasi sesuai dengan keputusan pengadilan dengan sukarela sebelum eksekusi dilaksanakan.



6.



Ada kemungkinan diperbaiki ditingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali.