QAWAID AL-IMLA WA AL-KHAT Kaidah-Kaidah Menulis Huruf Dan Kata Arab Dan Seni Kaligrafi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ISBN



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



: 978-602-51545-9-1



1



DR. IBNU RAWANDHY N. HULA, M.A.



QAWAID AL-IMLA’ WA AL-KHAT



_____________***_____________ Kaidah-kaidah Menulis Huruf Arab dan Seni Kaligrafi



Sultan Amai Press IAIN Sultan Amai Gorontalo Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



2



QAWAID AL-IMLA’ WA AL-KHAT Kaidah Menulis Huruf Arab dan Seni Kaligrafi Penulis



: Dr. Ibnu Rawandhy N. Hula, M.A.



Editor Desain Sampul



: HMJ PBA : Ibrah1978



Penerbit: Sultan Amai Press Jl. Sultan Amai No.1 Kel. Pone, Kec. Limboto Barat Kab. Gorontalo



All rights reserved Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak sebagaian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, tanpa seizin tertulis dari penulis. Cetakan I, : Agustus 2015 ISBN : 978-602-51545-9-1 Hlm. 265 1. Kaidah Imla’ /Khat I. Judul.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



3



PENGANTAR



Al-Hamdulillah, rencana menyusun buku menyangkut Ilmu Bahasa Arab, khususnya yang berkaitan dengan kaidah-kaidah IMLA’ dan KHAT, akhirnya berhasil juga diwujudkan, walaupun dalam bentuk sederhana dan pasti masih banyak kekurangan, baik dari isi, sistematika penyajian dan runut materinya. Tetapi kata orang bijak: ”Apa yang tidak dapat diraih seluruhnya hendaknya tidak ditinggalkan seluruh”. Keinginan untuk menyusun buku ajar yang membahas tentang ”Kaidahkaidah menulis Huruf Arab beserta Kaligrafi” telah lama penulis rencanakan, hal ini tidak lepas dari adanya desakan dari para mahasiswa meminta materi-materi yang terkait dengan kaidah IMLA’ yang berbahasa Indonesia, hal ini cukup beralasan karena sebagaian besar buku-buku IMLA’ dan Kaligrafi bersumber dari Kitab-kitab Bahasa Arab – yang kebanyakan masih sulit dipahami - (khususnya bagi pemula). Keberadaan isi Buku ini, banyak terinspirasi dan mengambil dari beberapa buku-buku Bahasa Arab yang membahas tentang Qawaidul Imla’ wa al-Khat, diantaranya, Al-Lughah al-‘Arabiyah Ara>an wa Nutqan wa Imla’ wa Kita>ban, karya: Fakhri Muhammad Shali, Ahmad Qabbisi>, al-Imla’ al-‘Arabiy: Nasyatuhu>, wa Qawa>iduhu>, wa mufrada>tuhu>, watamrina>tuhu>, Mahdi al-Sayyid Mahmud,‘Allim Nafsaka al-Khuthu>t al-‘Arabiyah, Abd al-‘Ali>m Ibra>hi>m, AlImla>’ wa al-Tarqi>m fi> al-Kita>bah al-‘Arabiyah, Muhammad Hasim, Qa>waid alKhat al-‘Arabi>, Abd al-Salam Muhammad Harun, Qawa’id al-Imla’, Umar Faru>q, Al-Wasi>th fi> Qawa>id al-Imla>’ wa al-Insya>’, al-Thabba’. Al-Wasi>th fi> Qawa>id alImla>’ wa al-Insya>’, Bila>l ‘ Abd al-Wahha>b al-Rifa>’i, Al-Khat al-‘Arabi Tarikhu wa Hadhiruhu, al-Thahir al-Khalidhi>, al-Us>us al-Nahwiyah alImla>iyah fi> al-Lughah al-‘Arabiyah, dan Ibrahim bin Muhammad al-Daukhi, Qawaid al-Imla’. Oleh karena isi buku ini sebagaian besar merupakan transfer dan pengalihan bahasan dari rujukan-rujukan berbahasa Arab. Akhirnya , semoga buku ini bermanfaat, kritik dan saran terus dinanti untuk perbaikan dan penyempunaanya. (Pentadio Al-Gharbiyah 2015/Ibrah)



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



4



DAFTAR ISI



PENGANTAR___iii DAFTAR ISI___iv BAGIAN PERTAMA: KAIDAH IMLA’ KAIDAH KE-1 HIJAIYAH A. Bentuk-bentuk Huruf Hijaiyah___4 B. Tanda Baca atau Syakal___6 KAIDAH KE-2 LAM SYAMSIYAH DAN LAM QAMARIYAH A. Alif Lam Syamsiyah___9 B. Alif Lam Qamariyah___10 KAIDAH KE-3 TA’ MAFTUHAH DAN TA’ MARBUTHAH A. Ta’ Maftuhah___14 B. Ta’ Marbuthah___15 KAIDAH KE-4 MENGHAPUS HAMZAH PADA ALIM LAM SYAMSIYYAH ATAU QAMARIYYAH, JIKA MASUK PADANYA HURUF LAM JAR___18 KAIDAH KE-5 KATA-KATA YANG DIAWALI DENGAN HURUF LAM (‫) ل‬ JIKA DIDAHULUI OLEH ALIF LAM (‫ )أل‬MA’RIFAH DAN LAM JAR (‫___ ) ل‬20 KAIDAH KE-6 HAMZAH DI AWAL KATA



A. Hamzah al-Washal___23 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



5



B. Hamzah al-Qatha’___26 KAIDAH KE-7 PENULISAN HAMZAH DI TENGAH KATA___30 KAIDAH KE-8 PENULISAN HAMZAH DI AKHIR KATA___35 KAIDAH KE-9



ALIF TANWIN NASAB___37 KAIDAH KE-10 MEMBUANG ALIF___39 KAIDAH KE-11 MENYAMBUNG (WASHAL) SEBAGIAN KATA___42 KAIDAH KE-12 TANDA-TANDA BACA/TARQIM A. Pengertian Alamat Tarqim___44 B. Penggunaan Alamat Tarqim___46 KAIDAH KE-13 HURUF YANG DIBACA (MANTUQ) , TIDAK TERTULIS (MAKTUB)___56 KAIDAH KE-14 HURUF YANG TERTULIS (MAKTUB), TIDAK DIBACA (MANTUQ) ___59 KAIDAH KE-15 HAMZAH IBNU DAN IBNAH___60 KAIDAH KE-16



ZIYADAH, IBDAL DAN HADZFU A. Ziyadah al-Harf (Penambahan Huruf) ___62 B. Ibdal al-Harf (Penggantian Huruf) ___64 C. Hadzf al-Harf (Pembuangan Huruf) ___70 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



6



KAIDAH KE-17



IDGHAM DAN I’LAL A. Idgham___76 B. I’lal___78 KAIDAH KE-18 EMPAT KARAKTER ALIF A. Alif Yabisah ___85 B. Alif Layyinah___85 C. Alif Mamdudah ___88 D. Alif Maqshurah ___90



BAGIAN KEDUA: KONSEP KHAT’ DAN KAIDANYA KONSEP ORTOGRAFI ARAB___136 KONSEP KALIGRAFI ARAB___136 KONSEP PERKEMBANGAN DAN PERIODESASI TULISAN ARAB DAN KALIGRAFI ISLAM___160 KONSEP KHAT, RASM, DAN KITABAH___178 KONSEP RASAM USMANI,’ ARUDI ,QIYASI, DAN ISTILAHI___187 KONSEP PENULISAN HURUF ARAB DAN TOKOH-TOKOH KALIGRAFI___192



KHAT NASKHI DAN KAIDAH PENULISANNYA___204 KHAT TUSLUTSI DAN KAIDAH PENULISANNYA___222 KHAT RIQ’AH DAN KAIDAH PENULISANNYA___234 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



7



KHAT DIWANI DAN KAIDAH PENULISANNYA___239 KHAT FARISI DAN KAIDAH PENULISANNYA___242 KHAT KUFI DAN KAIDAH PENULISANNYA___246 KHAT IJAZAH, MAGHRIBI, DAN TUGHRAH___255 KHAT RAIHANI DAN KAIDAH PENULISANNYA___259 DAFTAR RUJUKAN___261 BIOGRAFI PENULIS___265



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



8



KAIDAH 1: HIJAIYAH HURUF-HURUF HIJAIYYAH



Untuk mempelajari huruf hijaiyah tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu huruf-hurufnya. Huruf Hijaiyah terbagi menjadi 28 makhraj (pengucapan huruf). Jika selama ini kita mengenal susunan huruf Arab dari



ALIF sampai YA (A-Ba-Ta-Tsa), itu adalah urutan huruf Arab yang disusun dan dikelompokkan menurut kemiripan bentuknya. Namun sebenarnya urutan huruf Arab yang sesungguhnya adalah dari ALIF sampai GHAIN (A-Ba-Ja-Dun atau disingkat ABJAD). Huruf-huruf ini diletakkan pada kata-kata berikut ini untuk memudahkan penghafalannya menurut abjad: (.



‫ ضظغ‬، ‫ ثخذ‬، ‫ قرشت‬، ‫ سعفص‬، ‫ كلمن‬، ‫ حطي‬، ‫ هوز‬، ‫)أجبد‬.



Perhatikan susunan huruf hijaiyah di bawah ini.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



9



Urutan huruf Hijaiyah yang dipakai adalah Susunan Abjad atau disebut juga dengan istilah Kaidah Abjadiyyah. Dalam kaidah Abjadiyyah ini, setiap huruf memiliki nilai numerik (angka). Angka yang kita kenal sekarang yaitu angka 1, 2, 3 dan seterusnya sebenarnya dikenal belum lama oleh manusia. Sebelum ada angka-angka tersebut (1,2,3 dst) orang melakukan



penghitungan



berdasarkan



simbol



atau



karakter



yang



merepresentasikan sebuah angka. Pada awalnya dijumpai angka-angka yang diucapkan dan angkaangka yang disimbolkan dengan jari tangan (diindikasikan oleh posisi tangan dan jari-jari). Bahkan sampai sekarang masih ada segolongan suku di Indonesia yang masih menggunakan metode ini, misalnya cara jual beli sapi di Madura. Selanjutnya untuk pencatatan secara permanen dan penghitungan diperlukan apa yang disebut sebagai “NUMERAL” yang merupakan sebuah simbol atau karakter yang digunakan untuk mewakili sebuah bilangan. Misalnya, dalam sistim Romawi angka “SATU” disimbolkan (ditulis) dengan huruf “I”. Angka “LIMA” disimbolkan “V”, Sepuluh=X, Limapuluh=L, Seratus=C, Limaratus=D, dan Seribu=M. Bila kita menemukan tulisan Romawi misalnya “MCMLXXV” itu maksudnya adalah angka “1975”. Jadi Nilai numerik adalah nilai yang melekat pada huruf-huruf atau simbol. Nilai numerik dari setiap huruf Arab dapat dilihat pada tabel di bawah ini.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



10



Jika kita memperhatikan sistem angka tersebut. 1) Angka-angka itu adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. 2) Maka kita perlu mengulang angka-angka itu lagi untuk menjadi 10 (puluhan), 100 (ratusan), 1000 (ribuan). 3) Misalnya, untuk membuat angka 10, kita memilih 1 dan 0 dari deretan digit tunggal (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9). 4) Sehingga, angka 9 adalah angka digit tunggal terakhir. 5) Sistem per-angka-an normal adalah tak terbatas. Kita seringkali menyebut angka ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, dan seterusnya. Namun tidak terdapat “satu angka besar ” yang dapat disebut sebagai angka terakhir yang setelah itu tidak ada lagi angka lain. 6) Dari sinilah angka 9 digunakan sebagai digit terakhir, tanpa ulangan. Sebagai contoh perkataan penyair:



‫سليم توىل امللك بعد سليمان‬ ‫ودولة ملك قلت فيها مؤرخا‬ ٌ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



11



Kita dapati bahwa penyair memberi tanggal dengan huruf, tahun masa pemerintahannya (salim pertama), yaitu tahun 974 hijriah. Juga perkataan penyair memberi tanggal kelahiran anak temannya:



‫نصٌر ِمن للاِ وفت ٌح ق ِريب‬ ‫تقول ِف ات ِر ِي ِه قد بدأ‬ Maka ungkapan (‫ )نصر من للا وفتح قريب‬adalah tahun 1413 H, yaitu



tanggal kelahiran anak itu. Dan yang perlu diperhatikan bahwa huruf yang ganda hanya dihitung satu huruf, sedangkan alif maqshurah (‫ )ى‬dihitung sebagai huruf Ya’. Adapun hamzah yang terpisah maka tidak memiliki nilai. Adapun dilihat dari aspek jumlah huruf, terjadi dua pendapat, bahwa: 1.



Jumlah huruf hijaiyyah dalam Al-Qur’an sebanyak 29 huruf selain Lam Alif (‫ )ال‬karena huruf ini terdiri dari dua huruf yaitu Lam (‫)ل‬ dan Alif (‫)ا‬



2.



Sedangkan menurut ahli bahasa jumlah huruf ada 28, yaitu tanpa penambahan Alif (‫)ا‬.



A. Bentuk-bentuk Huruf Hijaiyyah Berikut ini adalah bentuk-bentuk huruf hijaiyyah saat ditulis di awal kata, pertengahan, atau akhir sebuah kata. Perhatikanlah! Sebagian huruf dalam penulisannya tidak bersambung dengan huruf setelahnya.



Akhir kata



‫ــا‬ ‫ــب‬ ‫ـ ــت‬ ‫ـ ــث‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



Pertengahan kata



Awal kata



‫ـب ـ ـ‬ ‫ـ ـت ـ ـ‬ ‫ـ ـث ـ ـ‬



‫ا‬ ‫بـ ـ‬ ‫تــ‬ ‫ثــ‬



Huruf



Alif* Ba Ta Tsa 12



‫‪Jim‬‬ ‫‪Ha‬‬ ‫‪Kha‬‬ ‫*‪Dal‬‬ ‫*‪Dzal‬‬ ‫*‪Ra‬‬ ‫*‪Zai‬‬ ‫‪Sin‬‬ ‫‪Syin‬‬ ‫‪Shad‬‬ ‫‪Dhad‬‬ ‫’‪Tha‬‬ ‫’‪Zha‬‬ ‫‪‘Ain‬‬ ‫‪Ghain‬‬ ‫’‪Fa‬‬ ‫‪Qaf‬‬ ‫‪Kaf‬‬ ‫‪Lam‬‬ ‫‪Mim‬‬ ‫‪Nun‬‬



‫*‪Waw‬‬ ‫’‪Ha‬‬



‫*‪Hamzah‬‬ ‫‪13‬‬



‫جــ‬ ‫حــ‬ ‫خــ‬ ‫د‬ ‫ذ‬ ‫ر‬ ‫ز‬ ‫ســ‬ ‫شــ‬ ‫صــ‬ ‫ضــ‬ ‫طــ‬ ‫ظــ‬ ‫عــ‬ ‫غــ‬ ‫فــ‬ ‫قــ‬ ‫كــ‬ ‫لــ‬ ‫مـ ـ‬ ‫نــ‬ ‫و‬ ‫هــ‬ ‫أ‪،‬إ‬



‫ـ ـج ـ ـ‬ ‫ـ ـح ـ ـ‬ ‫ـ ـخ ـ ـ‬



‫ـ ـس ـ ـ‬ ‫ـ ـش ـ ـ‬ ‫ـ ـص ـ ـ‬ ‫ـ ـض ـ ـ‬ ‫ـ ـط ـ ـ‬ ‫ـ ـظ ـ ـ‬ ‫ـ ـع ـ ـ‬ ‫ـ ـغ ـ ـ‬ ‫ـ ـف ـ ـ‬ ‫ـ ـق ـ ـ‬ ‫ـ ـك ـ ـ‬ ‫ـ ـل ـ ـ‬ ‫ـم ـ ـ‬ ‫ـ ـن ـ ـ‬ ‫ـ ـه ـ ـ‬



‫ـ ــج‬ ‫ـ ــح‬ ‫ـ ــخ‬ ‫ـ ــد‬ ‫ـ ــذ‬ ‫ـ ــر‬ ‫ـ ــز‬ ‫ـ ــس‬ ‫ـ ــش‬ ‫ـ ــص‬ ‫ـ ــض‬ ‫ـ ــط‬ ‫ـ ــظ‬ ‫ـ ــع‬ ‫ـ ــغ‬ ‫ـ ــف‬ ‫ـ ــق‬ ‫ـ ــك‬ ‫ـ ــل‬ ‫ــم‬ ‫ـ ــن‬ ‫ـ ــو‬ ‫ـ ــه‬ ‫ــأ ‪ ،‬ــإ ‪ ،‬ــئ ‪ ،‬ــؤ ‪،‬‬ ‫ء‬ ‫‪Qawaid al-Imla’ wa al-Khat‬‬



‫ــي‬



‫ـي ـ ـ‬



‫يـ‬



Ya’



Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa ada huruf yang bisa disambung dengan huruf lain sesudahnya, adapula yang tidak. Adapun huruf-huruf yang tidak bersambung dengan huruf setelahnya sebanyak tujuh huruf, yakni: (‫ز‬



، ‫ ر‬، ‫ ذ‬، ‫ د‬، ‫ و‬، ‫ ء‬، ‫)ا‬



ketujuh huruf ini disebut



dengan huruf infishal (dipisah) lawan dari huruf ittishal (disambung).



َّ ) B.Tanda Baca/Syakal (‫ك ل‬ ْ ‫الش‬ Pada hakekatnya semua huruf Arab adalah konsonan, termasuk alif,



wawu dan ya (sering disebut huruf illat), akan tetapi huruf-huruf ini tidak akan berbunyi kecuali diberi tanda baca. Tanda-tanda itu adalah fathah,



kasrah, dhummah, tanwin, sukun, dan tasydid. Tanda baca fathah, kasrah, dan dhumah sering juga disebut sebagai harakat (tanda baca vokal). 1. Fathah ( _َ ) Fathah ditulis di atas huruf (



َ_ ) dan menandakan bunyi “a”. Fathah



secara bahasa berarti “membuka”, hal ini karena posisi syakal fathah dari segi bentuknya terbuka, pendapat lain mengatakan bahwa fathah, secara istilah, terbukanya mulut seseorang saat mengucapkan fonem (a). Ketika suatu huruf diberi harakat fathah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-a), contonya huruf lam (‫ ) ل‬diberi harakat fathah menjadi “la” (َ‫) ل‬. Cara melafazkannya ujung lidah menempel pada dinding mulut. Adapun bila menggunakan keyboard Arab, syakal fathah dimunculkan dengan cara menekan huruf shift + Q. 2. Kasrah (َ_َِِِ ِ_) Kasrah ditulis di bawah huruf (‫ )ــــٍـ‬dan menandakan bunyi “i”. Secara bahasa berarti “rusak,patah atau rusak”, Adapula yang memaknai secara harfiah, kasrah bermakna “melanggar”. secara istilah, dinamakan Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



14



kasrah karena posisinya terletak di bawah huruf, namun demkian bila menggunakan keyboard Arab kasrah terkadang berada di atas bila



ِ ), bila bersamaan dengan penggunaan syakal tasydid, Contoh : (‫رب‬ menemukan demikian, maka tetap dibaca kasrah (i), karena syakal kasrah berada di bawah tasydid. Adapun pada keyboard Arab untuk memunculkan syakal ini dengan cara menekan Shift + S secara bersamaan. 3. Dhummah ( َ _ ) Dhummah ditulis di atas huruf (



_



) dan menandakan bunyi “u”.



Secara harfiah bermakna “bergumul atau berkumpul/himpun” artinya ketika seseorang mengucapkan dengan syakal dhummah, posisi makharijul huruf dalam keadaan bergumul dan bibir sedikit monyong. 4. Tanwin )_ٌَ_ًَ_) Tanwin adalah bunyi nun sukun



(“n”) pada akhir kata. Dalam



istilah lain tanwin disebut dengan “diakritik”, adalah harakat pada tulisan Arab untuk menyatakan bahwa huruf pada akhir kata tersebut diucapkan layaknya bertemu dengan huruf nun mati. Tanwin ini ada tiga macam sebagaimana harakat di atas. Yaitu fathah tanwin (ً_), kasrah tanwin (ٍ_),



ِ dan dhummah tanwin (ٌ_ ). Contoh (‫تاب‬ ٌ ‫=ك‬



‫)كِتابن‬.



5. Sukun ( ‫) ه‬



Sukun ( ‫ )ه‬adalah tanda mati yang ditulis di atas huruf yang dimatikan. Secara bahasa sukun berarti “Diam”, hal ini karena ketika seseorang membaca suara yang dihasilkan tidak memunculkn fokal tertentu yang lebih jelas. 6. Tasydid ( _َ ) Tasydid adalah tanda huruf rangkap yang ditulis di atas huruf yang dirangkap atau dobel. Secara bahasa tasydid berarti “menguatkan” hal ini Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



15



karena cara pembacaan ketika bertemu dengan tasydid, hendaknya lebih dikuatkan sehingga mengeluarkan suara konsonan ganda. Contoh: asalnya



‫قَد َد َم‬



qod-da-ma, ‫علَّم‬ َ asalnya



َ



7. Mad (bunyi panjang)



‫َعللَ َم‬



‘al-la-ma



‫َّم‬ َ ‫قَد‬



Mad merupakan sebutan untuk menunjukkan suara vokal yang dibaca panjang. Huruf mad ada tiga yaitu (‫ي‬



,‫ ا‬,‫و‬



). Untuk membuat



bunyi panjang, kita tinggal meletakkannya sesudah huruf lain. Dengan ketentuan: a. Untuk memanjangkan bunyi “a”, alif diletakkan setelah huruf yang berharakat fathah )‫(اى‬. Contoh:



‫ب‬ ٌ ‫ ََب‬dibaca baa-bun. Akan



tetapi, khusus untuk huruf alif tanda madnya adalah (~) yang diletakkan di atasnya. Contoh:



‫اآل َن‬



dibaca al-aa-na,



‫القرآن‬



dibaca al-qur-aa-nu. b. Untuk memanjangkan bunyi “u”, wawu sukun diletakkan setelah huruf yang berharakat dhummah )‫(ى و‬, Contoh:



‫ن وٌر‬



dibaca nuu-run c. Untuk memanjangkan bunyi “i”, ya’ sukun diletakkan setelah huruf yang berharakat kasrah (



mun.



‫)ىِي‬. Contoh: dibaca ‫‘ َعلِي ٌم‬a-lii-



8. Diftong Diftong adalah dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Dua deret vokal yang diucapkan dengan serentak itu menyebabkan terjadinya perubahan pada kualitas bunyinya. Misalnya au menjadi o, ai menjadi e, oi menjadi oe, Dalam bahasa Arab, biasanya terjadi pada huruf wawu sukun yang terletak setelah harakat fathah menandakan diftong “au”, sedangkan huruf ya’ sukun yang terletak setelah harakat fathah menandakan diftong “ai”. Contoh: ‫كب‬ َ‫ َكو‬, ‫لَو ٌح‬



ٌ



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫ت‬ ٌ ‫لَي لَةٌ بَي‬ 16



KAIDAH KE-2 LAM SYAMSIYAH DAN LAM QAMARIYAH



A. Alif Lam Syamsiyah



Alif lam syamsiyah adalah alif lam (‫ )ال‬yang dirangkai dengan salah satu huruf syamsiyah, yakni 14 huruf dari huruf Hijaiyah. Kata



Syamsiyah secara bahasa berarti “matahari” lawan dari “qamariyah”, hal ini dinisbatkan kepada tulisan (‫ )الشمس‬yang keberadaan huruf alif dan lamnya tidak dibaca.



‫ و تكتب وال ت قرأ‬,‫ ِهي ال ِِت تدغم ِِف احلرف الذي بعدها‬:‫الالم الشمسية‬



Dari definisi di atas, menunjukkan bahwa lam syamsiyah adalah huruf lam yang dilebur dengan huruf sesudahnya, ia ditulis namun tidak dibaca. Adapun huruf syamsiyah itu adalah: (



‫)ط ظ ل ن‬.



‫تثدذرزسشصض‬



Cara membaca dan penulisannya akan berbeda, oleh karena itu harus dikuasai jumlah dan penyebutan huruf syamsiyahnya. Adapun cara membacanya adalah: a. Suara lam tidak dibaca dan tidak diberi harakat, tetapi dileburkan (di-idgham-kan)



ke



belakangnya. Contoh:



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



dalam



huruf



‫ال شَّم ِسيَة‬



syamsiyah yang ada di



tulisannya al-Syamsiyah, tetapi



17



dibaca asysyamsiyah: Sebab, huruf lamnya tidak diberi harakat sehingga lam tidak dibaca. b. Karena huruf lam dileburkan, maka huruf syamsiyah yang ada di belakang huruf lam tersebut diberi harakat tasydid ( ‫) ــّـ‬.



‫ ال شَّم ِسيَة‬huruf syamsiyahnya syin dan diberi harakat tasydid: Pada dasarnya huruf alif yang mengikuti huruf lam tidak berharakat.



Namun, jika di awal kalimat (ibtida’), huruf alif tersebut diberi harakat atas, tetapi jika di tengah kalimat, huruf alif-nya tidak



ِ‫الر‬ diberi harakat. Contoh: ‫حي ِم‬ َّ



‫اَ َّلرْح ِن‬



c. Alif lam pertama, berada di awal maka alif tersebut diberi harakat atas. Sedangkan alif lam kedua berada di tengah kalimat dan alifnya tidak diberi harakat. B. Alif Lam Qamariyah



Alif lam qamariyah adalah alif lam (‫ )ال‬yang dirangkai dengan salah satu huruf qamariyah, yang berjumlah 14 huruf dari huruf Hijaiyah.



‫ و هي تكتب و تقرأ‬,‫ هي الِت ال تدغم ِف احلرف الذي بعدها‬:‫الالم القمرية‬ Dari Defenisi di atas, menunjukkan bahwa lam qamariyah adalah huruf yang dilebur terhadap huruf yang sesudahnya, dia tetap ditulis dan dibaca. Adapun Huruf qamariyah itu adalah: (



‫)م و ه ي‬



‫ابجحخعغفكق‬



Cara membaca adalah : a. Huruf lam diberi harakat sukun, sehingga suara lam jelas (izhar).



‫ اَل َق َم ِريَة‬dibaca alqamariyatu:



b. Huruf qamariyah yang terdapat sesudah huruf alif lam tidak diberi tanda tasydid Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫اَل َق َم ِريَة‬



18



c. Seperti halnya alif lam syamsiyah, jika di awal kalimat (ibtida’) huruf alif-nya diberi harakat atas, tetapi jika di tengah kalimat, huruf alif-nya tidak diberi harakat. Contoh:



ِ ‫ي‬ َ ‫ال َعالَم‬



ِ ‫اَل حمد ّللِ ر‬ ‫ب‬ َ َ



d. Bila alif lam pertama, berada di awal maka alif tersebut diberi harakat atas. Sedangkan alif



lam kedua berada di tengah



kalimat dan alif-nya tidak diberi harakat. Dari penjelasan di atas, maka perbedaan alif lam (‫ )ال‬syamsiyah



dengan alif lam (‫ )ال‬qamariyah, adalah :



1. Lam tidak berharakat # Lam berharakat sukun 2. Lam tidak dibaca # Lam dibaca jelas 3. Lam dileburkan ke dalam huruf syamsiyah yang ada sesudahnya sehingga huruf syamsiyah tersebut diberi tasydid. Karena lam berharakat sukun, maka huruf qamariyah yang ada sesudahnya tidak diberi tasydid. Contoh Latihan:



‫ وكنت‬،‫ أحب اللغة العربية ألهنا لغة القرآن الكرمي‬،‫أان مسلم إندونيسي‬ َّ ‫ وقد علمت من األصدقاء‬.‫أمتىن أن أتعلم تلك اللغة ألفهم القرآن‬ ‫أن ف بعض‬ .‫ وأهنا تقدم ِمنَ ًحا دراسية‬،‫البالد العربية معاهد تعلم اللغة العربية ألبناء املسلمي‬ ‫ وبعد أن‬.‫فذهبت إىل إحدى السفارات العربية أطلب اإللتحاق أبحد املعاهد‬ .‫ سافرت وتعلمت‬،‫أكملت اإلجراءات وجاءتين املوافقة على التعلم هناك‬ Perhatikanlah kata yang bergaris bahwa dua dalam teks: (‫)اللغة‬,



(‫)السفارات‬, akan didapati bahwa lam pada terucapkan, lam



ini disebut dengan lam



kata-kata



tersebut tidak



syamsiyyah, karena ia sama



seperti huruf lam yang terdapat pada kata (‫)الشمس‬. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



19



Latihan 1 Tambahkanlah Lam



(Syamsiyyah atau Qamariyyah) dengan



menampakkan harakatnya, dan harakat huruf pertama dari kata berikut ini!



، ‫ ظامل‬، ‫ طاحل‬، ‫ مجيل‬، ‫ كرمي‬، ‫ تذكار‬، ‫ جلام‬، ‫ رمل‬، ‫ بركة‬،‫ غريق‬،‫ منرب‬،‫ساعة‬ .‫ علم‬، ‫ شم‬، ‫ سجي‬، ‫ أسري‬، ‫ ثور‬، ‫ يوم‬، ‫ ذروة‬، ‫ حكيم‬، ‫ نور‬، ‫ ثالجة‬، ‫صمد‬ Latihan 2 Letakkan kata-kata yang Lam -nya adalah Lam



Syamsiyyah



dalam tabel, serta kata yang Lam -nya adalah Lam Qamariyyah dalam tabel yang lain!



‫ الطبيعة‬، ‫ العاشر‬، ‫ الضالون‬، ‫ اهلزمية‬، ‫ املعمل‬، ‫ الزميل‬، ‫ اجلزار‬، ‫ اخلمار‬، ‫التجارة‬ . ‫ السجية‬، Kolom Syamsiyyah



‫الالزم‬



-



Kolom Qamariyyah



‫امليدان‬



-



Latihan 3 Tulislah kata berikut ke dalam kolom dan sesuaikan dengan Kaidah Syamsiyah atau Qamariyyah. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



20



Kata



Kolom Syamsiyyah



Kolom Qamariyyah



al-Lail al-Mustayfa> al-Naum al-Thabi>b al-Alam al-Burdu al-Ladzi> al-Taka>tsur al-Na>s al-Tsalla>jah al-Sari>r al-Dawa>’ al-Ra>hah al-Ta>m al-Tafsir al-Syamsu al-Bayyinah al-Zhuluma>t al-Zaitu>n al-Rab al- Humazah al-Ma>un al-Wa>jiba>t al-Dha>li>n Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



21



KAIDAH KE-3 TA’ MAFTUHAH (



‫ )ت‬DAN TA’ MARBUTHAH (‫)ة‬



A. TA’ MAFTUHAH (



‫)ت‬



Ta’ Maftuhah adalah ta’ terbuka (‫ )ت‬yang dibaca ‘ta’ dengan kalimat setelahnya baik ketika bersambung (washal) ataupun ketika berhenti (waqaf), ta’ ini disebut dengan ta’ asli (



‫ النبااتت‬- ‫ السكوت‬- ‫)البيت‬, yang



terletak di akhir suatu kata, baik pada kata kerja maupun kata benda.



‫ َاتء األصلِيَّة الِت ف آخر‬: ‫التاء املفتوحة تنتق َاتءً ف الوصل و ف الوقف و هي‬ .‫الكلمة سواء أكانت فِع َال أم امسَا‬ Contoh:



ِ ‫س َذائَِقة المو‬ ٍ ‫ك ُّل نَف‬ ‫ت‬ َ



ً‫نت تَِقيا‬ َ ‫قَالَت إِِّن أَعوذ َِب َّلرْحَن ِم‬ َ ‫نك إِن ك‬



Kaidah Ta’ Maftuhah biasanya ditulis pada beberapa kategori:



ِ ‫) ِجئت ِجئت ِجئ‬ 1. Ta Dhami>r Mutakallim (‫ت‬ َ



2. Ta Ta’nits/ Ta yang menunjukkan perempuan (‫)قالت‬ 3. Ta Jamak Muannats Salim (‫)القانتلت الصاحلات‬



4. Ta Asli yang merupakan unsur utama pada sebuah kata (



‫ مات‬- ‫)– الت‬



‫َبت – ثبت‬



Ta marbuthah adalah Ta yang bentuk tulisannya terikat/melingkat (‫)ة‬, dibaca seperti ta maftuhah ketika washal (sambung), dan dibaca ha Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



22



ketika waqaf (berhenti). Pada bentuk tulisannya, harus diberi dua titik, hal ini untuk membedakan dengan ha asli ( ‫)ه‬



‫ة‬



B. TA’ MARBUTHAH ( )



Ta’ Marbuthah, adalah ta’ yang dibaca seperti ta’ maftuhah, Ta’ ini dibaca Ha> ketika diwaqaf (berhenti), namun jiga diwashal maka tetap dibaca ta seperti ta maftuhah, dari segi bentuknya ta marbuthah harus dibubuhi dua titik, hal ini untuk membedakannya dengan huruf ha> asli.



ِ ِ ِ ً ‫التاء امل ربوطة و ه َي ت نطق َاتءً مثل التَاء املفتوحة و ميكن أي‬ ً‫ضا أَن تَنط َق َها هاء‬ .‫و ت ن ِطق َها َاتءً عند وصلِ ِها ِبِِا بَع َد َها ِعن َد الوقف َعلَ َيها‬ ِ‫ي فَوقَ َها َكي َال تَلتَب‬ ِ َ‫وَال ب َّد ِمن وض ِع الن قطَت‬ ‫س َِبهلَاء األصلىية‬ َ َ َ



Kaidah Ta’ Marbuthah biasanya ditulis pada beberapa kategori: 1. Nama Perempuan (Muannats Hakiki) (‫)فاطمة‬



ِ ) 2. Isim Muannat Maja>zi> (‫اآلخرة‬ َ



3. Isim Muannats Lafdzi, tapi hakikatnya Mudzakkar (‫ْح َزة‬ َ) 4. Jamak Taksir (Jamak tak beraturan) (‫ضاة‬ َ ‫)ق‬



Contoh



Umar Ibnul Khattab



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



23



Pada wacana di atas, perhatikanlah kata yang bergaris bawah satu dalam teks: (‫ )فتحت‬dan (‫)بيت‬, terdapat huruf ta>’ yang ditulis seperti ini (‫) ت‬, dan ta’ ini disebut ta’ maftuhah.



Perhatikan pula kata yang bergaris bawah dua dalam teks: (‫)اهلجرة‬



atau (‫)اخلالفة‬, terdapat huruf ta>’ yang ditulis seperti ini (‫)ة ة‬, dan ta’ ini disebut dengan Ta’ Marbuthah. Kaidah imla> yang kita harus perhatikan pada contoh wacana di atas, adalah tentang perbedaan, antara penulisan huruf ta>’ marbu>thah (huruf ta yang bentuknya tertutup) dan ta,’ maftuhah (huruf ta’ yang bentuknya terbuka). Karena kedua bentuk ta’ ini bila diimla’ atau dilafalkan berbunyi sama, kecuali ketika mengucapkannya dengan kaidah waqaf (berhenti), maka ta marbuthah terdengar bunyi ha seperti kata: (‫ = )الصالة‬shala>h dan bukan shala>t



(‫ = )الصلوات‬shalawa>t dan bukan shalawa>h Latihan 1 Sebutkanlah 5 kata yang berakhiran huruf Ta’ Marbuthah dan 5 kata berakhiran huruf Ta’ Maftuhah, dengan memperhatikan kategori.



Ta Maftu>hah



Kategori 1



Kategori 2



Kategori 3



Kategori 4



Kategori 1



Kategori 2



Kategori 3



Kategori 4



‫ت‬ Ta Maftu>hah



‫ة‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



24



Latihan 2



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



25



KAIDAH KE-4 MENGHAPUS HAMZAH PADA ALIM LAM SYAMSIYYAH ATAU QAMARIYYAH, JIKA MASUK PADANYA HURUF LAM JAR



Kaidah: Hamzah Washal



(sambung) dihapus dari Alif Lam



Jar (‫) ِل‬,



syamsiyyah atau qamariyyah, jika masuk padanya Lam sebagaimana berikut ini:



‫ الطالب = للطالب‬+ ‫ ِل‬، ‫ املعلم = للمعلم‬+ ‫ِل‬ ‫ التلميذ = للتالميذ‬+ ‫ ل‬، ‫ األستاذ = لألستاذ‬+ ‫ِل‬



Contoh:



‫يسجد املصلي للخالق ال للمخلوق‬ 11 ‫"للذكر مثل حظ األنثيي" النساء‬ ‫أعد للا اجلنة للمؤمني‬ 26 ‫"واخلبيثون للخبيثات والطيبات للطيبي" النور‬



.1 .2 .3 .4



Latihan 1 Tambahkanlah huruf Lam di awal setiap kata-kata berikut ini:



Kosa Kata



Setelah Ditambah huruf Lam



‫الشجرة‬ ‫امليدان‬ .‫الكلب‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



26



‫املسجد‬ ‫البئر‬ ‫املِت َحف‬ ‫املِكتَب‬ ‫السيارة‬ ‫اإلبل‬ ‫اهلِرة‬ ‫اجلالس‬ ‫البستاّن‬ ‫املؤذن‬ ‫العامل‬ Latihan 2 Buatlah kalimat yang sempurnah dengan menggunakan Lam Jar yang masuk pada huruf syamsiyah dan qamariyyah Kalimat Sempurnah



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



Kalimat Sempurnah



27



KAIDAH KE-5 KATA-KATA YANG DIAWALI DENGAN HURUF LAM



(‫ ) ل‬JIKA



DIDAHULUI OLEH ALIF LAM (‫ )أل‬MA’RIFAH DAN LAM JAR (‫) ل‬



Kaidah: Jika sebuah kata diawali dengan huruf lam , kemudian dimasukkan padanya (‫ )أل‬ma’rifah, maka kata tersebut menjadi dua Lam , yaitu Lam Ta’rif dan Lam Asli. Dua lam ini ditulis bersamaan tanpa menghapusnya, seperti:



‫ لنب = اللنب‬+ ‫ أل‬، ‫ لغة = اللغة‬+ ‫ال‬



Kemudian jika masuk padanya Lam Jar (‫) ِل‬, maka terkumpul tiga



Lam , yaitu lam jar, Lam ta’rif, dan lam asli. Untuk menghindari hal ini, dimasukkan (digabungkan) huruf lam ta’rif ke dalam huruf lam asli, dan digantikan dengan tanda tasydid ( ) yang diletakkan di atas huruf lam kedua (lam asli), dan dihapus Hamzah



Washal nya dari alim dan lam ‫ أل‬sebagaimana pelajaran kita yang telah berlalu. Contoh:



‫ حلم = لِلح ِم‬+ ‫ أل‬+ ‫ ِل‬/ ‫ لنب = لِلنب‬+ ‫ أل‬+ ‫ِل‬



Misalnya:



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫أال إن هلل ما ف السماوات واألرض‬ ِ ِ ‫اجلسم‬ َ ‫لليمون فوائد كثريةٌ تفيد‬ ِ ِ‫لِل‬ ‫ض ِة الشرطة‬ َ ‫ص طرق للتخلص من قَب‬ ‫لليل أمل وللنهار عمل‬



.1 .2 .3 .4



28



Latihan 1 Berilah tanda () di depan kata yang benar penulisannya, dan beri tanda (X) di depan kata yang salah kemudian koreksilah.



) ) ) )



( ( ( (



‫لِلبِْتوِل‬ ‫اللبواب‬ ‫للمهندس‬ ‫للمدير‬



) ) ) )



( ( ( (



‫ِاللمبة‬ ‫لِلرجال‬ ‫ِالالبس‬ ‫اللغرفة‬



.1 .2 .3 .4



Latihan 2 Tambahkanlah huruf Lam



di setiap awal kata dari kata-kata



berikut ini, kemudian buatlah dalam kalimat yang sempurna.



. ‫ الليلة‬، ‫ الالعب‬، ‫ اللسان‬، ‫ اللباس‬، ‫اللئيم‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



29



KAIDAH KE-6 HAMZAH DI AWAL KATA



Hamzah adalah huruf hijaiyah yang tidak mempunyai bentuk sendiri dalam tulisan Arab seperti halnya huruf-huruf hijaiyah lainnya: (‫)ب‬, sin (‫)س‬, lam (‫)ل‬, dan lainnya. Karena itu huruf hijaiyah hanya berjumlah 28 sebab tidak memasukkan Hamzah di dalamnya. Ra’sul ‘ain atau kepala ‘ain yang biasanya dilambangkan dengan bentuk ‘‫ ’ ء‬bukan bentuk asli Hamzah. Tanda ini



hanya dipergunakan untuk menandai



Hamzah qath’ dan membedakannya dengan Hamzah washal. Hamzah adalah huruf hijaiyah yang menerima vokal (harakat). Berbeda dengan alif. Alif tidak menerima harakat dan selamanya menyandang sukun. Hamzah terletak di awal, di tengah atau di akhir kalimat. Sedangkan alif hanya berada di tengah dan di akhir kalimat. Alif hanya mempunyai satu bentuk, yaitu bentuknya sendiri (



‫) ا‬. Sedangkan



Hamzah karena dia tidak mempunyai bentuk sendiri maka terkadang ditulis dalam bentuk alif, wawu, atau ya, demikian pula istilah hamzah mempunyai banyak corak, di antaranya: a. Hamzah Ashal (asli), adalah Hamzah yang merupakan organ asli



ٍ ) dari sebuah kata, seperti (‫أب‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



30



b. Hamzah istifha>m, adalah hamzah yang terletak di depan yang digunakan untuk menanyakan sesuatu, seperti: (



‫)الفائزين‬



‫أتكون من‬



c. Hamzah bukhbir ‘’an nafsihi, adalah hamzah yang bermakna memberitahukan dirinya sendiri, terletak di awal fi’il mudhari’ yang menunjukan orang pertama (mutakallim), seperti: (‫)أكتب‬ d. Hamzah Nida>’ adalah hamzah yang terletak di depan, yang digunakan untuk memanggil, seprti (ِ‫للا‬



‫)اَعبد‬



Huruf Hamzah di awal kata, ditulis di atas alif jika berharakat



fathah, atau dhummah contohnya )‫أكتب‬



-‫ (أحد‬dan ditulis di bawa alif jika itu berharakat kasrah, contohnya : )‫ إجلس‬- ‫(إمساعيل‬. Hamzah di awal kata, terbagi kepada dua jenis, yakni 1) Hamzah Washal dan 2) Hamzah



qath’i.



A. Kaidah Hamzah Washal (‫الوص ِل‬



‫) ََهَزة‬,



Hamzah Washal adalah: Hamzah yang terletak diawal kalimat



(kata-kata) yang



dimulai



dengan



harf sa>kin (huruf yang tidak



berharakat/mati) dengan tujuan agar harf sa>kin tersebut dapat terbaca, dan sifat Hamzah Washal ini adalah sebagai harf ziya>dah (huruf tambahan). Contohnya : huruf Hamzah pada kalimat berikut ini : (



‫)اِستِغ َف ٌار‬



Tujuan Hamzah Washal



– ‫اِستَ غ َفَر – اِستَ غ ِفر‬



untuk menghindarkan dimulainya



pengucapan kalimah (kata) dengan harf sa>kin (huruf yang tidak berharakat, atau biasa disebut sebagian orang dengan huruf mati), karena semua kalimah di dalam bahasa ‘Arab pengucapannya tidak bisa dimulai dengan



harf sa>kin. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



31



Penulisan Hamzah Washal , ditulis dalam bentuk huruf Alif ( ‫ ) ا‬dan



tidak boleh meletakkan tanda Qatha’ (‫ ) ء‬baik di atas maupun di bawah huruf alif tersebut. Perhatikan kedua contoh di bawah ini! -



‫ >—اِستِغ َف ٌار‬benar ‫ >—إستِغ َف ٌار‬salah



Cara melafalakan Hamzah Washal dari sisi Nuthq (pembunyiannya) ada dua macam: 1. Tertulis (dalam bentuk huruf alif) dan berbunyi à ini berlaku jika



Hamzah Washal tidak didahului oleh kalimah lain, contohnya :



‫اِستَ غ َفَر – اِستَ غ ِفر – اِستِغ َف ٌار‬



Dibaca : istaghfara – istaghfir –



istighfa>run.



2. Tertulis (dalam bentuk huruf alif) tapi tidak berbunyi à ini berlaku jika Hamzah Washal didahului oleh kalimah lain, contohnya:



‫َو استَ غ َفَر – َو استَ غ ِفر – َو استِغ َف ٌار‬



Jadi yang berbunyi disini adalah : harakat kalimah sebelum



Hamzah, yaitu kata : ‫( و‬waw), Sehingga dibaca : wastaghfara –



َ



wastaghfir – wastighfarun, dan tidak dibaca : wa istaghfara – wa istaghfir – wa istighfa>run. Tempat-tempat Hamzah Washal berada pada beberapa tempat : 1. Sebagian Isim tertentu, yaitu :



ِ َ‫ان – اث نَ ت‬ ِ َ‫اث ن‬. ‫ان‬



– ٌ‫اسم – اب ٌن – اب نَةٌ – امرٌؤ – امَرأَة‬



Untuk harakat Hamzah Washal , maka : jika



kalimah-kalimah tersebut tidak didahului oleh kalimah lain, maka



Hamzah Washal berbunyi kasrah. 2. Satu jenis huruf , yaitu : ‫( ال‬Alif Lam Ta’ri>f), contoh: Hamzah pada kalimah : Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫ال ِكتَاب‬.



Untuk harakat Hamzah Washal , maka: jika 32



kalimah tersebut tidak didahului oleh kalimah lain, maka Hamzah



ِ ‫ ال‬dibaca : al-Kita>bu. Washal berbunyi fathah, jadi ‫كتَاب‬



3. Setiap Fi’il berikut:



a) Fi’il Amr : Tsula>tsi> (‫ )اجلِس‬, Khuma>si> ‫) اجتَ ِمع‬, Suda>si> (‫)استَ غ ِفر‬. b) Fi’il Ma>dhi> : Khuma>si> (‫)اجتَمع‬, Suda>si> (‫ )استَ غ َفر‬.



ََ



َ



4. Setiap Isim Mashdar yang yang berasal dari fi’il-fi’il : Khuma>si>



ِ (ٌ‫)اجتِماع‬, Suda>si> (‫ار‬ ٌ ‫ )استغ َف‬. َ



Catatan : Pada point ke-3 dan ke-4 : Untuk harakat Hamzah



Washal, maka : jika kalimah-kalimah tersebut ini tidak didahului oleh kalimah lain, maka hamzah washal berbunyi kasrah. Berikut tabel hamzah washal



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



33



B. Kaidah Hamzah Qatha’(‫ال َقط ِع‬



‫) ََهَزة‬



Hamzah Qatha’adalah : Hamzah yang terletak diawal kata, tertulis



dan selalu berbunyi (baik jika kalimah yang berHamzah Qatha’tersebut tidak didahului oleh kalimah lain, maupun jika ia didahului oleh kalimah lain), contohnya :



‫اج‬ ٌ ‫أَخَر َج – أَخرِج – إِخَر‬



Hamzah Qatha’ini merupakan huruf ziyadah (huruf tambahan) jika ia berada pada fi’il-fi’il berikut ini : 1. Fi’il Madhi Ruba’iy Mazid, contoh : ‫أَخرج‬ 2.



ََ Fi’il Amr Ruba’iy Mazid, contoh : ‫أَخرِج‬



3. Mashdar yang berasal dari : Fi’il Madhi Ruba’iy Mazid, contoh :



‫اج‬ ٌ ‫إِخَر‬



Penulisan Hamzah Qatha’, ditulis dengan meletakkan tanda Qatha’ (‫)ء‬. Adapun cara melafalkannya dari sisi Nuthq (pembunyiannya) adalah: dibunyikan sesuai dengan harakatnya, baik jika: a) Hamzah Qatha’tidak didahului oleh kalimah lain, contoh :



ِ ِ َّ ‫إِخراج‬ ‫ب‬ ٌ ‫الزَكاة َواج‬ َ



dibaca: ikhra>juz



zaka>ti wa>jibun, b) ataupun Hamzah Qatha’didahului oleh kalimah lain, contoh :



ِ ِ َّ ‫و إِخراج‬ ‫ب‬ ٌ ‫الزَكاة َواج‬ َ َ



dibaca : wa ikhra>juz zaka>ti wa>jibun (tidak



boleh dibaca : wakhra>huz zaka>ti wa>jibun!!!). Tempat-tempat Hamzah Qatha’berada pada beberapa tempat : 1. Semua isim yang berawalan Hamzah , kecuali : tujuh buah isim yang berawalan Hamzah Washal , yang telah disinggung pada pembahasan Hamzah Washal . Contoh isim yang berawalan



Hamzah Qatha’: ‫امة‬ َ ‫أ َس‬



ِ – ‫َس ٌد‬ َ ‫إن َسا ٌن – أ‬



2. Semua huruf yang berawalan Hamzah, kecuali : huruf ‫ ال‬yang biasa masuk kesebuah isim, contoh huruf yang berawalan Hamzah



َّ ِ‫إ‬ Qatha’: ‫ن‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



– ‫إِ َىل – أَن‬



34



3. Semua fi’il yang berawalan Hamzah, kecuali : fi’il-fi’il yang pernah disinggung pada pembahasan tentang Hamzah Washal , yaitu : fi’il-



fi’il amr tsula>tsiy, khuma>siy, suda>siy, dan fi’il-fi’il ma>dhi khuma>siy dan suda>siy, contoh fi’il yang Ber-hamzah qatha’: ‫أَخرِج‬



– ‫أَخَر َج‬



4. Semua isim mashdar yang berawalan hamzah, yang berasal dari fi’il



ruba>’iy, maka hamzahnya tersebut adalah hamzah qatha’, contoh mashdar yang berawalan Hamzah Qatha’: ‫اج‬ ٌ ‫ إِخر‬.



َ



Jadi ini berbeda dengan mashdar yang diawali huruf hamzah yang terdapat pada fi’il khuma>si> seperti



ٌ‫اجتِ َماع‬



atau suda>si> seperti



‫استِغ َف ٌار‬,



sebagai mana yang telah disinggung pada pembahasan tentang hamzah



washal . Dari keterangan dia tas, dapat kami simpulkan sebagai berikut: 1. Hamzah Washal berupa Hamzah secara pengucapan dan berupa



Alif secara tulisan. Diucapkan ketika menjadi permulaan saja. dan gugur ketika berada pada tengah-tengah penuturan kalimat, sekiranya didahului oleh satu huruf atau satu kalimah. 2. Hamzah washal adalah hamzah za>idah berfungsi sebagai perantara atau penyambung kepada pengucapan huruf mati atau sukun yang berada setelahnya. Hamzah washal



terdapat pada kalimah fi’il,



kalimah isim maupun kalimah huruf. 3. Hamzah Qatha’berupa hamzah yang selalu diucapkan dengan berharkah fathah, dhummah atau kasrah. Tidak gugur pengucapannya baik di awal permulaan kalimat atau ditengah-tengah kalimat. Dan tidak gugur sekalipun berada di antara dua kalimah yang tersambung. tertulis di atas Alif bilamana berharakat fathah atau



dhummah, dan di bawah alif bilamana berharkah kasrah. Bentuknya Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



35



seperti bentuk kepala Ain (‫)ء‬. Hamzah qatha’terdapat pada selain kategori kalimat-kalimat yang telah disebutkan diatas sebagai



hamzah washal . baik pada kalimah fi’il, kalimah isim dan kalimah huruf. Latihan 1 Tulislah fi’il amar dari kata-kata berikut ini.



Kosa kata



Fi’il Amar



Memukul Mendapat Mengetahui Menyiapkan Membaca Meminta ampun Menjauh Bersungguh-sungguh Menyebut



Latihan 2 Tentukan kata-kata yang memiliki Hamzah pada redaksi berikut ini:



( ( ( ( (



) . ‫ العصر‬2 } ‫ { إن اإلنسان لفي خسر‬: ‫قال تعاىل‬ ) . ‫أكرم حممد ضيفه‬ ) . ‫احلياء شعبة من اإلميان‬ ) . ‫أحسن إىل الفقراء‬ ( ) . ‫أعمل واجيب َبنتظام‬ ) . ‫أكل اجلائع الطعام‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



36



)‫(أ‬ .1 .2 .3 .4 .5 .6



‫(ب)‬ ‫‪.1‬‬ ‫‪.2‬‬ ‫‪.3‬‬ ‫‪.4‬‬ ‫‪.5‬‬ ‫‪.6‬‬ ‫‪.7‬‬ ‫‪.8‬‬



‫)‬ ‫انتصر املسلمون ف معركة بدر ‪.‬‬ ‫)‬ ‫كان انتصارهم تعزيزا لوحدة املسلمي ‪.‬‬ ‫)‬ ‫سر على الرصيف وانتبه حلركة السيارات ‪.‬‬ ‫)‬ ‫استعمل يوسف فرشاة األسنان ‪.‬‬ ‫)‬ ‫ينصح األطباء َبستعمال السواك ‪.‬‬ ‫)‬ ‫استفد من جتارب اآلخرين ‪.‬‬ ‫)‬ ‫اقرأ دروسك واعمل واجباتك أوالً فأوالً ‪.‬‬ ‫يعد امرؤ القيس أول طبقات الشعراء ف العصر اجلاهلي)‬



‫‪37‬‬



‫(‬ ‫(‬ ‫(‬ ‫(‬ ‫(‬ ‫(‬ ‫(‬ ‫(‬



‫‪Qawaid al-Imla’ wa al-Khat‬‬



KAIDAH KE-7 PENULISAN HAMZAH DI TENGAH KATA



Penulisan hamzah



di tengah kata, dibagi ke dalam beberapa



bagian, yakni : 1) Hamzah di Atas Nabroh Ya’ ) ‫ئ‬ 2) Hamzah di Atas Waw (‫)ؤ‬



,‫)ئ‬



3) Hamzah Munfaridah (sendirian) Adapun Hamzah di atas nabroh ya, dapat dilihat dari contoh berikut:



‫ يتجه املسلمون أبفئدهتم إىل الكعبة املشرفة‬.1 ‫ املعاملة احلسنة جتعل ال ِوائم يسود بي األفراد األسرة‬.2 ‫ هيئة األمم املتحدة من أكرب اهليئات املتحدة‬.3 Bila diperhatikan ketiga contoh kata yang bergaris bawah di atas, maka nampak bahwa huruf Hamzah juga terletak di tengah kata yang berbarengan dengan huruf ya, (bila menggunakan computer aplikasi Arab kata tersebut terdapat pada posisi huruf Z). Kaidah: penulisan hamzah tersebut, terjadi pada beberapa hal, yakni:



1. Kata tersebut berharakat kasrah (‫)أفئِدة‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



38



2. Kata tersebut berharakat fathah atau dhummah, namun sebelum huruf Hamzah berharakat kasrah (‫)ال ِوائم‬



3. Kata tersebut berbaris kasrah, namun sebelumnya berharakat



sukun (‫)هيئة‬ Adapun Hamzah di Atas waw, dapat dilihat pada contoh berikut:



‫ يؤم الناس ِف الصالة أقرؤهم لكتاب للا‬.1 ‫ قل للمؤمني يغضوا من أبصارهم‬.2 ‫ إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤوال‬.3 Bila diperhatikan ketiga contoh kata yang bergaris bawah di atas, maka nampak bahwa huruf Hamzah juga terletak di tengah kata yang berada di atas huru waw, (bila menggunakan computer aplikasi Arab kata tersebut terdapat pada posisi huruf C). Kaidah: Hamzah yang terletak di tengah-tengah kata (‫ )الكلمة‬dan



ditulis di atas huruf waw (‫ )و‬jika:



1. Jika berharakat dhummah dan huruf sebelumnya berharakat



fathah. Misal: ‫أق رؤهم‬



َ



2. Jika berharakat dhummah dan huruf sebelumnya sukun. Misal:



‫َمسؤول‬



3. Jika berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat



dhummah. Misal: ‫املؤِمنِي‬



4. Jika berharakat fathah dan huruf sebelumnya berharakat



dhummah. Misal: ‫اد‬ ٌ ‫ف َؤ‬ Adapun Hamzah Munfaridah atau berdiri sendiri, dapat dilihat pada contoh berikut:



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫ عم يتساءلون‬.1 ً‫ أحسن الناس خلقا أكثرهم مروءة‬.2



39



‫ رحم للا امرءًا عرف قدر نفسه‬.3



Bila diperhatikan ketiga contoh kata yang bergaris bawah di atas, maka nampak bahwa huruf Hamzah juga dapat berdiri sendiri, (bila menggunakan computer aplikasi Arab kata tersebut terdapat pada posisi huruf X). Kaidah: Hamzah terletak di tengah-tengah kata dan ditulis sendirian jika: 1. Jika ia berharakat fathah dan terletak setelah huruf alif sukun. Misal: ‫ي تَساءلون‬



ََ َ



2. Jika ia berharakat fathah dan terletas setelah huruf wawu sukum. Misal: ٌ‫مروِءة‬



3. Jika setelahnya alif tanwin-nashob dan huruf sebelumnya bukan huruf ya’ sukun. Misal: ً‫امرءا‬



َ



Kaidah lain menjelaskan bahwa hamzah di tengah kata memiliki lima keadaan, yakni: Keadaan Pertama Ditulis dalam bentuk alif pada dua tempat, yaitu: 1. Bila disukunkan atau difathahkan (sekalipun dengan tasydid) setelah harakat fathah (sekalipun ditasydidkan) contoh:



‫َمل َجا ٌن‬



,‫ََيمر‬



2. Bila difathahkan sesudah huruf shahih yang disukunkan, sedang sesudahnya tidak ada alif tatsniyah atau alif mubdalah



ِ ‫جزأَي‬ (pergantian) dari tanwin, contoh: ‫ن‬ Keadaan Kedua



،ٌ‫َمسأَلَة‬



Ditulis dalam bentuk wau pada tiga tempat, yaitu: Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



40



1. Apabila hamzah menyandang harakat dhummah sesudah sukun selain wau atau ya dan sesudah hamzah, tidak ada wau mad (wau bacaan panjang). Contoh, ‫أَرؤس‬



ٌ



,‫س‬ ٌ ‫أَف ؤ‬



2. Apabila hamzah didhummahkan sesudah harakat fathah selain yang terletak di antara kedua wau dalam kalimat dan tidak terletak sebelum wau jamak. Huruf hamzah itu sendiri



3.



mutatharrif di atas alif. Contoh: ‫َميلَؤه‬



,‫يَرَزؤه‬



Apabila huruf yang sebelumnya di-dhummah-kan meskipun



huruf itu bukan wau tasydid. Dengan syarat hendaknya hamzah



،‫لؤل َؤ ِان‬



itu sendiri tidak di-kasrah-kan, seperti dalam contoh:



‫جؤج َؤ ِان‬



Keadaan Ketiga



Hamzah ditulis dalam bentuk ya pada empat tempat berikut: 1. Apabila menyandang huruf kasrah sesudah huruf berharakat seperti;



ِ ِ ‫س‬ ٌ ‫ بَئي‬,‫َسئ َم‬



2. Apabila hamzah menyandang harakat kasrah dan huruf yang sebelumnya disukunkan kasrah, contoh;



ٌ‫ أَسئِلَة‬،‫صائٌِم‬ َ



3. Apabila hamzah disukunkan sedang huruf yang sebelumnya menyandang harakat kasrah, seperti dalam contoh; ‫ب ِرئت‬



,‫ب ِرئت‬



4. Apabila hamzah menyandang harakat selain harakat kasrah, padahal huruf sebelumnya dikasrahkan seperti dalam contoh;



ٌ‫ ِرئَة‬,ٌ‫َسيِئَة‬



Keadaan Keempat 1. Hamzah ditulis secara terpisah bila: pada empat tempat, yaitu: 2. Menyandang harakat fathah dan terletak sesudah alif.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



41



3. Menyandang harakat fathah atau dhummah dan jatuh sesudah wau sukun atau sesudah wau yang ditasydiddhummahkan. 4. Terletak sesudah huruf sahih yang disukunkan dan mengandung harakat fathah juga apabila ia terletak sebelum alif tanwin atau



alif tatsniyah. 5. Menyandang harakat dhummah dan terletak sebelum wau mad. Keadaan Kelima



Hamzah ditulis di atas nabhah apabila didahului oleh ya sukun, contoh; ‫جي ئَل‬



َ ،‫يَي ئَس‬



KAIDAH KE-8 PENULISAN HAMZAH DI AKHIR KATA



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



42



Maksud dengan hamzah di akhir kata, biasanya tanpa tanwin mansub, yakni hamzah yang terletak di akhir kalimat dan tidak berharakat fathatain (dua fathah, artinya bisa berharakat dhummah dan dhummatain atau kasrah dan kasratain atau fathah saja.



Hamzah yang terletak di akhir kalimat mempunyai dua keadaan, yaitu: 1.



Huruf sebelumnya disukunkan atau huruf sebelumnya berupa wau yang ditasydidkan dengan harakat dhummah. Dalam keadaan seperti ini, hamzah ditulis menyendiri atau terpisah, contoh ‫جزء‬.



2.



ٌ



Apabila huruf sebelumnya menyandang harakat, tetapi bukan wau yang ditasydid dhummahkan, maka huruf alif penopang



hamzah ditulis dalam bentuk huruf yang sesuai bunyinya dengan harakat yang sebelumnya, contoh;



Penulisan



Hamzah



di



akhir



‫ إِمرٌؤ‬،‫لؤل ٌؤ‬



kata,



disebut



juga



Hamzah



mutatharrifah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada beberapa contoh berikut:



‫ قرأ ابن كتاَب انفعا‬.1 ‫ وقفت على شاطىء البحر‬.2 ‫ الزكاة حتقق التكافؤ بي الناس‬.3 ‫ قلبه و لسانه‬:‫ املرء َبصغريه‬.4 ‫ جزاء ِبا كسب نكاال‬.5 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



43



Kaidah: Hamzah pada saat di akhir kata, sebagai berikut: 1. Hamzah di akhir kalimat, ditulis diatas Alif (‫ )ا‬jika ia didahului huruf yang berharakat fathah. Misal: َ‫قَرأ‬



َ



2. Hamzah di akhir kalimat ditulis diatas huruf ya’ jika didahului



ِ ‫َش‬ huruf yang berharakat kasroh. Misal: ‫اطئ‬



3. Hamzah di akhir kalimat ditulis diatas huruf waw jika didahului huruf yang berharakat dhummah. Misal: ‫التَّكافؤ‬ 4. Hamzah di akhir kalimat ditulis sendirian jika didahului huruf yang



berharakat sukun. Misal: ‫شيء‬ َ



,‫ وضوء‬,‫ َجَزاء‬,‫املرء‬ َ



Latihan : Carilah dalam kamus, masing-masing



lima (5) mufradat yang



memiliki Hamzah di atas nabrah ya’, di atas huruf waw, munfaridah dan



Hamzah di akhir kata/mutatharrifah.



KAIDAH KE-9



ALIF TANWIN NASAB



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



44



Alif tanwin nashab, merupakan salah satu kaidah yang terkait ً



dengan pemberian harakat fathah tain ( ) pada sebuah kata yang berkedudukan sebagai mansub, sehingga bila ditambahkan alif, maka disebut dengan alif tanwin nasab, contoh (‫ات‬ ً ‫موقو‬



‫كتاَب‬ ‫ )شيئًا‬namun ً -‫مذكورا‬ ً demikian di banyak tempat terkadang tidak ditambahkan alif, contoh (‫)جزاء‬ ً Kaidah: Kata yang tidak ditambahkannya alif tanwin nasab, berlaku



pada beberapa hal: 1. Isim yang berakhiran ta’ marbutha )‫(ة‬, contoh (ً‫شجاعة‬ 2. 3.



4.



- ً‫)مكتبة‬ Isim yang berakhiran dengan alif maqshura )‫(ى‬, contoh: (‫فت‬ ً) Isim yang berakhiran dengan Hamzah sebelum alif, contoh: ( - ‫ماء‬ ً ً‫)بناء‬ Isim yang berakhiran dengan Hamzah di atas alif, contoh: (ً‫)نبأ‬ Kaidah: Kata yang ditambahkannya alif tanwin nasab, berlaku pada



beberapa hal:



1. Sebagian besar pada Isim, (Selain kata-kata yang telah disebutkan sebelumnya), contoh (‫رزا‬ ً



,‫)مل ًكا‬



2. Isim yang diakhiri dengan hamzah, yang sebelumnya huruf sukun, contoh (‫)جزءا‬



ً



Adapun cara penulisan tanwin nasab yang benar adalah harus tepat pada kata sebelum alif, dan bukan sesudahnya atau di atas alif, karena



tanwin berfungsi sebagai alamat nasab pada pokok kata, bukan pada alifnya. Latihan 1 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



45



‫;‪Berilah Syakal/harakat pada kalimat berikut ini‬‬



‫‪ .1‬ضرب اجلندي عدوا‬ ‫‪ .2‬حفظ على جزءا واحدا من القرآن‬ ‫‪ْ .3‬حل الطالب كراسة‬ ‫‪ .4‬رأيت وردة مجبلة ِف احلديقة‬ ‫‪ .5‬حنتاج بلدة طيبة و رَب غفورا‬ ‫‪Latihan 2‬‬ ‫‪Isilah titik-titik kalimat di bawah ini, dengan kosa kata yang sesuai.‬‬



‫‪Kalimat‬‬



‫‪Kosa Kata‬‬



‫‪.1‬جاء الطالب يركب‪..............‬‬ ‫‪.2‬رأيت ‪..............‬تطري ِف اهلواء‬ ‫‪.3‬حكم القاصي‪َ...............‬بلسجن‬ ‫‪.4‬أعد للا للكافرين ‪...........‬تكون ‪.........‬ألعماهلم‬ ‫‪.5‬ليس كل من يلمع ذهبا‬ ‫‪.6‬جرب والحظ تكن عارفا‬



‫عارفا‬ ‫سيارة‬ ‫جمرما‬ ‫انرا‬ ‫ذهبا‬ ‫جزاء‬ ‫طيورا‬



‫‪KAIDAH KE-10‬‬ ‫‪MEMBUANG ALIF‬‬



‫‪46‬‬



‫‪Qawaid al-Imla’ wa al-Khat‬‬



Huruf alif dibuang atau dihilangkan dalam sebuah kata, yang disebabkan oleh beberapa hal. Adapun kaidah tenteng hal ini adalah sebagai berikut. Kaidah: 1. Alif dibuang/dihilangkan pada huruf ma istifhamiyah (‫)ما‬ yakni ma yang berfungsi untuk bertanya, apabila masuk padanya huruf-huruf jar . perhatikan contoh berikut:



CONTOH



‫ِِب تكتب ؟‬ ِ ‫فكر اي‬ ِ ‫فِيم ت‬ ‫أخي؟‬ ِ ‫ِمم تش‬ ‫تكي‬ ‫إِالم تنظر‬ ِ ‫عالم‬ ‫تسري‬ ‫عم يتساءلون‬ ‫مل تب ِكي‬ ِ ‫حتام تن‬ ‫تظر‬



KAIDAH



‫ ما = ِب‬+ ‫ب‬ ‫ ما = فيم‬+ ‫ف‬ ‫ ما = مم‬+ ‫من‬ ‫ ما = إالم‬+ ‫إىل‬ ‫ ما = عالما‬+ ‫على‬ ‫ ما = عم‬+ ‫عن‬ ‫ ما = مل‬+ ‫ل‬ ‫ ما‬+ ‫حت‬



2. Alif dibuang/dihilangkan pada huruf ha tanbih (‫ )ما‬yakni - ha yang berfungsi untuk mengingatkan, - setelah adanya isim



isyarah, atau setelah dhamir yang diawali dengan hamzah. perhatikan contoh berikut:



ASLINYA



SETELAH DIBUANG



‫هاذا‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫هذا‬ 47



‫هاؤالء‬ ‫هاكذا‬ ‫ها هنا‬ ‫ها أان ذا‬



3.



‫هؤالء‬ ‫هكذا‬ ‫ههنا‬ ‫هأانذا‬ Alif dibuang/dihilangkan pada huruf dza isyarah (‫ )ذا‬yakni dza yang berfungsi untuk menunjuk, - jika bersamaan dengan huruf lam bu’di (lam menunjukkan jauh), seperti pada kata ( -



‫ ذلكن‬- ‫ ذلكم‬-‫)ذلك‬, maka



huruf dza pada ini tetap dibaca



mad/panjang, meskipun alif telah dibuang/hilang, akan tetapi bila huruf lam dibuang/hilang, maka huruf alif tetap ada/tertulis, seperti (‫ذاكن‬



- ‫ ذاكم‬-‫ ذاك‬- ). Adapun unsur-



unsur kata dzalika, sebagai berikut



‫ذلك‬ ‫ك = اخلظاب‬



‫ل = للبعد‬



‫ذ= إشارة‬



4. Alif dibuang/dihilangkan pada kata pengecualian (‫لكن‬



- ‫)لكن‬



Latihan 1 Tentukanlah kata yang didalamnya huruf alif dibuang, dan jelaskan apa penyebabnya.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫ هذا مدرس اللغة العربية‬.1 ‫ مم ختاف و حتزن اي أخي‬.2 ‫ ف ذلك الفصل طالبة مجيلة‬.3 ‫ هؤالء الطالب يكرمون أساتذهتم‬.4 ‫ عم يتقاتلون؟‬.5



48



Latihan 2 Isilah kata-kata yang kosong dengan huruf jar yang sesuai



‫ __ما تذهب إىل القرية؟‬.1 ‫ __ما تتكلم اي أخي؟‬.2 ‫ __ما ختزن ؟‬.3 ‫ __ما أتكل؟‬.4 ‫ __ما يسري القطار ؟‬.5



KAIDAH KE-11 MENYAMBUNG (WASHAL) SEBAGIAN KATA



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



49



Asal



dan hakekat pulisan kata-kata bahasa Arab, adalah



terpisahnya satu kata dengan yang lain, karena setiap kata mengandung makna yang berbeda dengan lainnya, kecuali pada beberapa keadaan tertentu, yang mengharuskan penyambungan antara satu kata dengan yang lainnya. Kaidah : 1. Penyambungan pada kata ratus (‫)مائة‬, dengan bilangan satuan



ٍ ‫مخس ِم‬ tiga (3) s/d Sembilan (9). Seperti: (‫ائة‬



= ‫ مائة‬+ ‫)مخس‬



Contoh:



‫اشْتيت هذا القلم خبمسمائة روبية‬ ‫ولدت سنة ألف وتسعمائة وتسعي ميالدية‬ 2. Penyambungan pada kata idzin (‫ )إِ ٍذ‬yang ditanwin, bersama ِ ,‫) ِحي‬, seperti : (‫ يومئِ ٍذ‬- ‫) ِحينئِ ٍذ‬. Contoh: zharaf (‫ يوم‬,‫ وقت‬,‫عند‬ ‫إذا جاءت الساعة ال ينفع حينئذ توبة اآلمثي و ال بكاء املذنبي‬ ‫والوزن يومئِ ٍذ احلق‬ 3. Penyambungan pada kata habba (‫ )حب‬dengan huruf isyarah (‫ )ذا‬seperti : (‫)حبذا‬, hal ini terjadi karena kata habba (‫)حب‬ tidak sempurnah maknanya kecuali disambung dengan huruf isyarah (‫)ذا‬, contoh:



‫أنت ماهر ِف قراءة القرآن وحبذا أن حتفظه وتتقنه‬ ‫مدية غورنتالو مدينة مجيلة وحبذا الرحلة إليها‬ 4. Penyambungan pada huruf la Nafiyah (‫)ال‬, pada beberapa tempat. a. In Syartiyah (‫إال‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



ِ ‫)إِال تتعلم ترس‬ = ‫ ال‬+ ‫)إِن‬, contoh: (‫ب‬



50



‫ ال‬+ ‫)كي‬, contoh: ( ‫إرِجع كيال يغضب عليك‬ ‫)والِدك‬, boleh juga ditambah dengan li, contoh: ( ‫إجت ِهد لِكيال‬ ‫)ترسب‬. c. An Nashab (‫ ال = أال‬+ ‫)أن‬, contoh: ( ‫أرجوك أال تتأخر مرًة‬ ‫)أخرى‬, boleh juga ditambah dengan li, contoh: ( ‫اجت ِهد لِئال‬ ‫)ترسب‬, pada kondisi ini boleh dipisah (‫ )أن ال‬dan (‫)لِئن ال‬. b. Kay La (‫= كيال‬



Latihan 1: Jadikan dua huruf ini, menjadi satu kata kemudian letakkan pada kalimat sempurnah :



______________= ______________= ______________= ______________= ______________=



‫ ال‬+‫أن‬ ‫ذا‬+‫حب‬ ‫ال‬+‫كي‬ ‫مائة‬+‫تسع‬ ‫ال‬+‫أن‬



Latihan 2: Isilah yang kosong seperti contoh (‫ثالمثائة‬



______= 5.. ______= 7.. ______= 9..



KAIDAH KE-12 TANDA-TANDA BACA/TARQIM



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



= 3..) ______= 4.. ______= 6.. ______= 8..



51



Alamat Tarqim: Simbol dan Istilah A. Pengertian Alamat al-Tarqim;



Alamat al-Tarqim; adalah tanda-tanda yang diletakkan di tengahtengah tulisan dimaksudkan untuk memudahkan untuk memahami teks bagi seorang pembaca. Serta pengetahuan tentang apa-apa yang penulis inginkan dari makna-makna dan pikiran-pikiran. Dalam bahasa Arab Tanda baca, memiliki istilah tersendiri, seperti: koma (‫)فاصلة‬, titik (‫)نقطة‬, titik dua (‫)نقطتان‬, titik koma, (‫فاصلة‬



‫)منقوطة‬, dalam kurung, (‫)بي القوسي‬, tanda Tanya ? (‫)عالمةاإلستفهام‬, tanda seru ! (‫)عالمةالتاثر‬, dll. Alamat



al-Tarqim



merupakan



salah



satu



pokok



bahasan



keterampilan menulis (mahrat al-kitabah). Mahmud Sulaiman Yaqut misalnya memasukkan pembahasan ‘alamat al-tarqim dalam karyanya, Fan



al-Kitabah al-Shahihah (Seni menulis yang benar). Dalam bahasa Arab modern tanda baca Arab mulai diposisikan sangat penting, karena terkait erat dengan teknik penulisan Arab berbasis media computer.



‘Alamat al-Tarqim )‫الْتقيم‬



‫(عالمات‬



terdiri dari dua kata; alamat



yang artinya tanda atau mark dan tarqim yang berarti numerasi dan



pungtuasi.



Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Punctuation



Marks, sedangkan dalam Bahasa Indonesia istilah ini disebut dengan tanda baca Alamat al-Tarqim didefinisikan sebagai simbol-simbol yang digunakan oleh penulis dalam tulisannya sebagai tanda memulai, mengakhiri, menghubungkan satu kalimat dengan lainnya, dan membuat variasi intonasi sesuai tujuan atau isi kalimat yang ditekankan. Tanda baca Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



52



biasanya diletakan disela-sela kata dalam kalimat atau diakhir kalimat dan alinea. Tanda baca dalam bahasa Arab baru digunakan dalam abad modern, terutama setelah adanya alat-alat tulis dan cetak. Di masa lampau, tanda baca dalam bahasa Arab tidak dikenal. Bahkan tanda baca yang sekarang dipakai dalam berbagai karya berbahasa Arab bukanlah ciptaan atau berasal dari orang/bangsa Arab sendiri. Orang yang pertama kali meciptakan tanda baca ini adalah Aristovan, berkebangsaan Yunani, pada abad ke-2 sebelum masehi. Pada saat itu ia menciptakan tiga tanda baca, yaitu (1) titk [.] yang diletakan diatas huruf terakhir suatu kata sebagai tanda berakhirnya suatu ide, kalimat, atau berhenti total; (2) titik [.] di bawah huruf terakhir suatu kata sebagai tanda bahwa kalimat masih bersambung dengan kalimat berikutnya, hal mana pembaca dapat berhenti sejenak untuk mengambil napas; (3) titik [.] di tengah huruf terakhi suatu kata sebagai tanda berhenti sejenak tanpa harus mengambil nafas. Dari ketiga tanda inilah kemudian berkembang menjadi beberapa tanda atau simbol, seperti; koma [,], titik koma [;], titik dua [:], tanda tanya [?], tanda seru [!] dan sebagainya sesuai dengan yang kita kenal dewasa ini. Sedangkan orang Arab pertama yang mengadaptasi tanda baca ke dalam Bahasa Arab adalah Ahmad Zaki Pasya. Karyanya, al-Tarqim wa ‘Alamatuhu fi al-Lughah al-Arabiyyah, terbit tahun 1912, merupakan buku berbahasa Arab pertama yang membahas mengenai tanda baca dalam bahasa Arab. Dalam khasanah intelektual Arab dan Islam memang dijumpai gagasan yang menunjukan dasar-dasar tanda baca yang berlaku deasa ini, seperti penggunaan tanda waqf (berhenti) pada ayat Al-quran yang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



53



dimaksudkan agar pembaca berhenti saat melihat tanda baca itu. Pembahasan mengenai hal ini banyak dilakukan oleh ahli qiraat dab bahasa, namun sejauh ini tidak sampai menghasilkan tanda baca seperti yang ada sekarang. Jadi tanda baca yang digunakan dalam literatuArab sekarang merupakan adaptasi dari tanda baca yang digunakan oleh bahasa lain, seperti inggris dan perancis. Karena itu titik koma, tanda tanya dan seterusnya tidak dijumpai dalam karya-karya bahasa Arab klasik dan dalam “kitab kuning” pada umumnya. Tanda baca dalam bahasa Arab yang digunakan sekarang adalah sebagai berikut : B. Penggunaan ‘Alamat al-Tarqim Menurut Qasim Nabwa, Yaqut, dan al-Syuwairif letak dan konteks penggunaan masing-masing tanda baca Arab tersebut adalah sebagai berikut : No 1



Nama Tanda Baca Al-Nuqthah al-Waqfah



Simbol



Al-Fashlah al Fa>shilah atau al-Syaulah



/,/



Al-Fashlah/al-Fa>shilah al-Manqu>thah atau al-Qa>thi’ah



/;/



/./



)‫ الوقفة‬,‫)النقطة‬ 2



)‫(الفصلة أو الفاصلة أو الشولة‬ 3



‫(الفصلة املنقوطة أو القاطعة‬



) 4



Al-Nuqthatan atau Al-Nuqtatha>n al-Amudiyyata>n )



/:/



‫(النقطتان أوالنقطنت العموديتان‬



5



Ala>mat al-Istifha>m )‫اإلستفهام‬



6



Al-Syarthah/al-Washlah )‫الوصلة‬



7



Alama>t al-Tasa>w>i )‫التساوي‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫(عالمة‬ ‫(الشرطة أو‬



‫(عالمة‬



/ ‫؟‬/ /-/ /=/ 54



Al-Syarthatan atau al-Khatha>n



8



/--/



‫(الشرطتان أو اخلطان‬



) 9



Alama>t al-Muma>tsalah )‫املماثلة‬



‫(عالمة‬



/“/



10



Alama>t al-Ta’jjub/al-Ta’atsur/al-Infia>l



/!/



Alamat Ma>ilah atau al-Syarthah al-Ma>ilah



///



)‫(عالمة التعجب أو التأثر أو اإلنفعال‬



11



‫(عالمة املائلة أو شرطة مائلة‬



) 12



Al-Nuqthata>ni al-Ufuqiyyata>n



/../



‫(النقطت ان االفقيتان‬



) 13



Al-Qausa>n al-Hilala>n atau Nishfa al-Da>irah )



14



/()/



‫(القوسان أو اهلالالن أو نصفا الدائرة‬



Alamat al-Tanshi>sh al-Tadhbi>b atau al-Qausan al-Muzdawija>n



/ “ “/



)‫(عالمتا التنصيص أوالتضبيب أو القوسان املزدوجان‬ 15



Alamat al-Hadzf atau Tsalatsah Niqath



/…/



‫(عالمة احلذف أوثالث نقط‬



) 16



Al-Qaus al-Mustaqi>m/al-Ma’qu>f atau Nishfa alMustathi>l )



17



/[]/



‫(القوس املستقيم املعقوف أونصفا املستطيل‬



Al-Qausa>n al-Muzakhrafa>n al-Muzahhara>n atau alQausa>n al-Aziziyya>n



/()/



‫(القوسان املزخرفان أو املزهران أوالقوسان العزيزاين‬



) 18



Al-Niqa>th al-Tsala>ts al-Mahshu>rah bi Qausain )



/(…)/



‫(النقاط الثالث احملصورة بقوسي‬



Kaidah: Alamat al-Tarqim, dalam beberapa teori imla, kurang lebihnya terdir dari delapan belas macam, yakni: 1. al-Nuqthah atau al-waqfah, digunakan atau diletakan pada akhir alinea atau akhir kalimat sempurna yang tidak terkait dengan Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



55



kalimat berikutnya dari segi I’rab (infleksi atau perubahan bunyi akhir suatu kata dalam struktur kalimat) dan makna. Contoh adalah:



‫ لن يصلح آخر هذه األمة إال ِبا صلح به أوهل ا‬.‫احللكمة ضالة املؤمن‬ 2. al-Fashlah, al-Fashilah atau al-Syaulah, digunakan atau diletakan di antara: a. Beberapa kalimat yang berkaitan makna, atau subyek dan predikatnya



pararel,



agar



masing-masing



kalimat



dapat



dibedakan dan pembaca dapat mengambil napas sejenak pada setiap kalimat. Contohnya adalah:



‫ وأجاب عن‬,‫ ودخل االمتحان‬,‫إن الطالب خالد قد شفي من مرضه‬ .‫ وله أمل كبري ف النبحاح‬,‫األسئلة إجابة صحيحة‬ Contoh lainnya adalah :



‫ وذروة سنامه اجلهاد‬,‫ وعموده الصالة‬,‫رأس األمر اإلسالم‬ b. Rincian seuatu dari kata tertentu yang masih global atau umum seperti :



. ‫ ومكروه‬,‫ ومباح ومندوب‬,‫ وحرام‬,‫اجب‬ ٌ ‫األحكام الشرعية مخسة و‬ c. Kalimat persyaratan (kondisional) dan jawabnya atau antara



qasam (sumpah) dan jawabnya, jika kalimatnya panjang seperti :



.‫ فهو أْحق‬,‫لئن أنكر املرء من غريه ماال ينكره من نفسه‬ d. Beberapa kalimat pendek yang berkonjungsi (al-Jumal al-



Mathu>fah),



mekipun



setiap



kalimat



mempunyai



tujuan



tersendiri, seperti :



.‫ واألزهار ضاحكة‬,‫ والطيور مغردة‬,‫ والنسيم غليل‬,‫الشمس طالعة‬ e. Setelah yang dipanggil (munada), seperti



!‫ اتق للا حيثما كنت‬,‫ايأْحد‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



56



3. Al-Fashlah/al-Fashilah al-Manquthah atau al-Qathiah, digunakan atau diletakan : a. Dua kalimat, dimana kalimat pertama menjadi akibat dari kalimat kedua.



‫جنح عمر وحصل على أعلى التقديرات; ألنه مل يتهاون ِف حضور‬ .‫احملاضرات‬ b. Dua kalimat dimana kalimat kedua merupakan sebab bagi yang pertama, seperti:



‫يبذل حممد جهدا كبريا ف عمله; فال غرابة أن حيظي اي عجاب رئيسه‬ c. Beberapa kalimat panjang yang masing-masing terdiri dari kalimat sempurna, tujuannya adalah agar pembaca dapat mengambil napas diantara kalimat dan menghindari bias di antara kalimat itu, contoh:



‫إن الناس ال ينظرون إىل الزمن الذي عمل فيه العمل; وإمنا ينظرون إىل‬ ‫مقدار جودته وإتقانه‬ 4. Al-Nuqthatan, digunakan atau diletakkan pada: a. Diantara yang menyatakan dan yang dinyatakan



.‫ الدعاء مخ العبادة‬:‫قال رسول للا صلى للا عليه وسلم‬ b. Ketika ada perincian pengklasifikasian atau pembagian



.‫ و حرف‬,‫ و فعل‬,‫ اسم‬:‫الكلمة ثالثة أقسام‬ c. Untuk menjelaskan bahwa kata-kata sesudah tanda ini merupakan penjelasan terhadap kata atau kalimat sebelumnya



.‫ وجتدد النشاط‬,‫ وتقاوم األمراض‬,‫ تقوي اجلسم‬,‫للرايضة فوائد كثرية‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



57



5. Alamat al-Istifham, digunakan atau diletakan setelah kalimat pertanyaan meskipun tidak diawali dengan kata tanya.



‫ما امسك؟ من أنت؟ ماذا تقرأ؟ انتهيت من الكتابة؟ صليت املغرب؟‬ 6. Al-Syarthah/al-Washlah, digunakan atau diletakkan: a. Diantara kata bilangan dan kata bendanya dan yang menunjukan urutan jika diletakan di awal baris



:‫أنواع اخلرب ف اللغة العر بية ثالثة‬ .‫ الشمس طالعة‬:‫ حنو‬,‫ مفرد‬-‫أوال‬ .‫ وخالد يكتب الرسالة‬,‫ الطالب خلقه حسن‬:‫ حنو‬,‫ مجلة‬-‫اثنيا‬ ‫ و العصفور فوق الشجرة‬,‫ الطالبة ف املكتبة‬:‫ حنو‬,‫ شبه مجلة‬-‫اثلثا‬ b. Setelah angka atau subbab tertentu



.‫يتلخص مما سبق أمور تتعلق َبلنية هي ما َييت‬ ‫ حقيقتها‬-‫أ‬ ‫ حكمها‬-‫ب‬ ‫ املقصودهبا‬-‫ج‬ ‫ شرطها‬-‫د‬ ‫ حملها‬-‫ه‬ c. Sebagai kata ganti (‫ )قال‬dalam suatu dialog, seperti:



‫ صفتها‬-‫و‬



‫ كيف حالك؟‬:‫ وقال له‬,‫التقى هشام بصديقه خالد‬ .‫ خبري واحلمد هلل‬-



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



58



‫ مت عدت منسفرك؟‬7. Alamat al-Tasawi, digunakan atau diletakan di antara kata yang bersinonim



‫جاسر = جوع و بكاء‬ 8. Al-Syarthatan, digunakan atau diletakan diantara kalimat sisipan



‫ تعويض الطلبة‬- ‫قررت جلنة االمتحاانت بناء على ما ختوله هلا الالئحة‬ .‫بدرجتي فقط ف مادتي‬ 9. Alamat al-Mumatsalah, digunakan untuk mengisaratkan adanya kesamaan kata dengan kata-kata yang ada pada baris di atasnya.



‫ عرف بشعر الفروسية‬, ,‫ شاعر عباسي‬,‫ أبو فراس احلمداّن‬" " "



"



"



"



"



"



" ,‫ املتنيب‬-



10. Alamat al-Ta’jjub/al-Ta’atsur/al-Infi’al, digunakan atau diletakan setelah kalimat yang mengandung arti seruan, kekaguman, keheranan, kegelisahan, larangan, peringatan, dan do’a.



! ‫ما أحسن خلق حممدا‬ 11. Alamat Mailah/al-syarthah al-mailah digunakan atau diletakan a. Setelah penulisan gelar, sebutan, jabatan atau kedudukan seseorang



‫ ابن رواندي‬/.‫د‬.‫أ‬.‫حممد أْحد سليم‬/‫األستاذ الدكتور‬ b. Diantara penyebutan tanggal bulan dan tahun dalam bentuk angka



78/06/06 ,‫جاكرات‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



59



12. Al-Nuqthatan al-Ufuquyatan, digunakan untuk menunjukan adanya sejenak baik dalam prosa maupun puisi



‫فقد قررن ا أن خنوض التجرب ة‬..‫وملا كان هذا ممكنا‬ 13. Al-Qausan digunakan atau diletakan untuk: a. Mengapit penulisan angka



‫) يكتب مئة أو مائة‬100( ‫الر قم‬ b. Mengapit huruf yang dipungsikan seperti angka dan berada ditengah kalimat



‫) من‬41( ‫حكم القاضي على املتهم َبلسجن طبقا للفقرة (ج) من املادة‬ ‫القانون‬ c. Memberikan keterangan atau tafsir yang ada ditengah kalimat



.‫اجلبار (بصيغة املبالغة) ه و املتكرب الع ايل‬ d. Mengapit penyebutan tahun lahir/dan atau meninggal



."‫ ه ) صاحب كتاب "طبقات فحول الشعراء‬231 ‫ابن سالم (ت‬ e. Menyebut istilah atau ungkapan lain yang seperti atau samasama dipakai



.‫الفصلة (أو الفصلة أو الشولة) عالمة ترقيم شائعة‬ f. Menyebut sesuatu yang ditekankan



.‫املبتدأ (وهو نكرة هنا) أتخر عن اخلرب شبه اجلملة‬ g. Mengapit perawi



)‫(رواه أبو داود وابن ماحة‬ 14. Alamat al-Tanshish al-Tadhbib atau al-Qausan al-Muzdawijan digunakan atau diletakan Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



60



a. Diantara kutipan langsung seuai dengan teks aslinya tanpa ada perubahan



‫يرى طه حسي أن "الكثرة املطلقة مما نسميه أدَب جاهليا ليس من اجلاهلية‬ "‫ف شيئ‬ b. Untuk mengapit judul buku atau kata tertentu, seperti:



"‫هذا القول منقول بنصه من كتاب "ف األدب اجلاهلي‬ 15. Alamat al-Hadzf atau Tsalats niqath digunakan atau diletakan untuk: a. Untuk menunjukan adanya kata atau kalimat yang dibuang dari teks yang dikutip



‫إخل خارج‬...‫ تلغراف‬,‫ تليفون‬:‫فمنذ زمن غري بعيد كانت كلمات مثل‬ ،‫دائرة املستوى الصوايب‬ b. Untuk menyatakan sesuatu yang masih berlanjut terutama di akhir bait puisi bebas



........‫ف ضوء الفجر األخضر‬ c. Untuk isian kalimat pertanyaan yang perlu dilengkapi atau diisi



.‫ للا املنزل على حممد صلى للا عليه وسلم‬....‫القرآن‬ 16. Al-Qaus al-Mustaqim/al-Ma’quf atau Nishfa al-mustathi digunakan atau diletakan diantar kata atau kalimat yang ditambahkan kepada teks yang dikutip, seperti:



‫ "هذا جناه أيب علي [مع أن اجلناة كثرون] وما‬:‫قال أبو العالء املعري‬ "‫جنيت على أحد‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



61



17. Al-Qausan al-Muzakhrafan atau al-Qausan al-Aziziyan digunakan atau diletakan : a. Diantara nama surat dan ayat Al-Qur’an yang dikutip



.‫ ومل يكن له كفوا أحد‬.‫ مل يلد و مل يولد‬.‫ للا الصمد‬.‫قل هو للا أحد‬ )4-1 :‫(سوره اإلخالص‬



b. Untuk mengapit ayat yang dikutip dan diletakan dalam teks



‫ (إن للا جيب التوابي وحيب‬:‫ فقال‬،‫وقد امتدح للا تعاىل املتطهرين‬ )‫املتطهرين‬



18. Al-Niqath al-Tsalats al-Mahshurah bi Qausain digunakan untuk menunjukan bahwa ada sebagian kata dalam kalimat yang dikutip itu dibuang atau hilang (tidak jelas, misalnya dalam karya suntingan



atau tahqiq sebuah manuskrip kuno) dengan alasan bahwa penulis tidak memandang penting penyebutan bagian yang hilang atau dihilangkan.



‫ اي زجاجة‬:"‫ وكتب معها‬،‫"وأهدي إليها مرة زجاجة من العطر الثمي‬ ‫ وها‬،‫ وكوىن رسالة قليب لديها‬،‫ وتعطري ِبس يديها‬،‫ اذهيب إليها‬،‫العطر‬ )...( ‫أنذا أنثر القبالت على جوانبك‬ Penggunaan 18 tanda tersebut dalam literatur jurnal-jurnal dan koran-koran berbahasa Arab tampaknya masih terjadi perbedaan diantara negara Arab atau para pengguna bahasa Arab itu sendiri. Dengan kata lain pembakuan penggunaan 18 tanda baca tersebut belum mutlak baku dan masih dijumpai adanya inkosistensi di beberapa koran majalah jurnal atau buku-buku ilmiah. Namun demikian upaya untuk mensosialisasikan tanda baca tersebut terutama seiring dengan komputerisasi dalam berbagai bidang memperoleh momentum yang tepat. Latihan 1 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



62



Buatlah soal untuk setiap jawaban dari jawaban berikut ini ! kemudian letakkan alamah al-istifham/tanda tanya setelah soal :



‫حممود ِف املسجد‬ ‫نصلى الصبح حي يطلع الفجر‬ ‫جئت من مكة املكرمة‬ ‫سيبدأ اإلمتحان ِف يوم اخلميس القادم‬ ‫ أكلت السمك ثلثه‬,‫نعم‬



____________________.1 ____________________.2 ____________________.3 ____________________.4 ____________________.5



Latihan 2 Rubahlah fi’il madhi ke fi’il amar, kemudian letakkan tanda seru setelah kata perintah :



_____ ,‫ دخل خالد الفصل‬.1 _____ ,‫ أكل املدير الفواكه‬.2 _____ ‫ سافر الصحفي إىل مصر‬.3 _____ ‫ استيقظ الولد من نومه‬.4 ٍ ‫ ال تقل هلما‬.5 _____ ‫أف‬



KAIDAH KE-13 HURUF YANG DIBACA (MANTUQ) ,TIDAK TERTULIS (MAKTUB)



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



63



Dalam kaidah imla’, ada beberapa huruf yang sering dibaca atau dilafadzkan, namun tidak tertulis. Sebagaimana pada contoh kata berikut. (‫هذا‬



– ‫)لكن‬,



kata lakin huruf lam pada hakekatnya dibaca panjang,



demikian pula pada kata ha, semestinya tulisannya (‫هاذا‬



– ‫)الكن‬, akan



tetapi tidak ditulis demikian, namun tetap dibaca panjang. Kaidah: Penulisan membaca panjang huruf yang tidak tertulis terjadi pada beberapa huruf. 1. Huruf waw (‫)و‬, seperti pada kata (‫)داود‬, bukan ditulis (‫)داوود‬, namun dibaca panjang pada huruf waw (‫)و‬. Kata (‫ )طاوس‬bukan ditulis (‫)طاووس‬, namun dibaca panjang pada huruf kata waw (‫)و‬.



2. Huruf alif (‫)ا‬, seperti pada kata (‫)لكن‬, bukan ditulis (‫)الكن‬, namun dibaca panjang pada huruf kata lam (‫)ال‬. Kata (‫)ذلك‬



bukan ditulis (‫)ذالك‬, namun dibaca panjang pada huruf kata dza (‫)ذ‬. Huruf Alif yang tidak dibaca terdapat pada beberapa hal. a. Alif pada Lafdzul Jalalah (‫) للا‬ b. Alif pada huruf lam (‫أولئك‬



,‫)إله‬ c. Alif pada huruf mim (‫ السموات‬,‫)الرْحن‬ d. Alif pada huruf ha (,‫ هرون‬,‫)إسحق‬ e. Alif pada isim isyarah/kata tunjuk ( ‫ هكذا‬,‫ هؤالء‬,‫ هذه‬,‫هذا‬ ‫ هأانذا‬,‫)ذلك‬ Latihan 1 Carilah masing-masing lima ayat dalam al-Quran yang didalamnya terdapat kata yang dibaca, namun tidak ditulis, baik huruf waw maupun



alif. Latihan 2



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



64



‫‪Carilah kata-kata pada wacara berikut, yang memiliki huruf yang‬‬ ‫‪dibaca tetapi tidak ditulis.‬‬



‫طاّني نفسه ذات يوٍم‪ ,‬هل أس ِ‬ ‫شاب ب ِري ِ‬ ‫تطيع أن أحتدث مع أص ِدقائِي‬ ‫سأل ٌ‬ ‫و هم بعِي ٌد ِ‬ ‫عين؟ ففكر كثِريا إِىل أن صنع صندوقا ربطه ِخبي ٍط مع صندو ٍق آخر‪,‬‬ ‫وأعطى أحد أص ِدقائِِه و ِ‬ ‫الصندو ِ‬ ‫قي ث ذهب إِىل غر ٍفة ق ِري ٍبة ِمن غر ِفة‬ ‫اح ًدا ِمن ُّ‬ ‫صدي ِق ِه‪ ,‬وحتدث معه‪ ,‬فف ِرح ِهلذا اإلخِْت ِاع ِ‬ ‫ِ‬ ‫اجلديد‪ .‬واآلن تغري الصندوق و اخليط‬ ‫ِ‬ ‫اب الخِْت ِاع اهلاتِ ِ‬ ‫وبقيت فِكرة الش ِ‬ ‫ف‪.‬‬



‫‪KAIDAH KE-14‬‬ ‫)‪HURUF YANG TERTULIS (MAKTUB), TIDAK DIBACA (MANTUQ‬‬



‫‪65‬‬



‫‪Qawaid al-Imla’ wa al-Khat‬‬



Selain kata yang dibaca tetapi tidak tertulis, adapula kata yang tertulis namun tidak dibaca. Adapun Kaidah tentang hal ini adalah sebagai berikut: Kaidah: Huruf yang tidak ditulis tetapi tidak dibaca terjadi pada huruf alif dan waw. 1. Alif setelah waw jama’ (‫ق ولوا‬



,‫ لم يقولوا‬,‫)قالوا‬



2. Alif pada dhamir mutakallim, seperti dalam kata : (‫ )أان‬dibaca (‫ن‬ َ ‫)ا‬.



3. Alif pada kata ratus (‫ )مائة‬yang benar dibaca (‫) ِمئة‬



4. Waw pada kata umar, (‫)عمرو‬. Waw pada kata ini untuk



5. 6. 7.



ٌ membedakan dengan kata (‫)عمر‬, waw pada kata ini dihilangkan, jika dalam posisi mansub bertanwin (‫)رأيت عمرا‬ Waw pada isim isyarah jamak (‫)أولئِك‬ Waw pada kata (‫ أوِيل‬- ‫“ )أولو‬yang memiliki” dibaca (‫ أِيل‬- ‫)ألو‬ Waw pada kata (‫ )أوالت‬dibaca (‫)أالت‬



Latihan 1 Carilah masing-masing lima ayat dalam al-Quran yang didalamnya terdapat kata yang ditulis, namun tidak dibaca, baik huruf waw maupun



alif. Latihan 2 Letakkanlah kata-kata berikut pada titik-titik di bawah ini.



ِ ‫ا‬.............‫ هن‬.1 ................‫خلري يتصدقن على‬ ِ .2 ‫العِلم‬........... ‫الذين يشون للا هم‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



66



‫‪ .3‬أخذت هذا ِ‬ ‫الكتاب ِمن‪.............‬‬ ‫‪ .4‬أيُّها الطُّالب‪...........‬الفصل م ِ‬ ‫بكرا وال‪..........‬‬ ‫‪ِ .5‬سعر هذا ال ِك ِ‬ ‫تاب ‪..........‬ألف روبية‬



‫‪PELAJARAN 15‬‬ ‫‪HAMZAH IBNU DAN IBNAH‬‬



‫‪67‬‬



‫‪Qawaid al-Imla’ wa al-Khat‬‬



Kata ibnu dan Ibnah, merupakan dua kata yang mempunyai kaidah penulisan tersendiri, adapun kaidah-kaidanya sebagai berikut. Kaidah: Penulisan Ibnu - Ibnah (‫ابنة‬ 1.



2.



3.



- ‫)ابن‬ Dihapus Hamzah pada kata ibnu (‫ )ابن‬apabila terdapat diantara ِ ‫)زهري بن‬, akan tetapi hamzah dua isim alam, Contoh : ( ‫أيب سلمى‬ pada kata ibnu (‫ )ابن‬tidak dihapus bila tidak didahului oleh isim alam, seperti (‫)كان ابن عمر صحابيا جليال‬, demikian pula bila kata ibnu (‫ )ابن‬berkedudukan sebagai khabar pada isim yang munawwan (bertanwin), seperti (‫)حممد ابن عبد للا رسول‬, atau berada di awal kata (‫)ابن عباس من أصحاب الرسول‬. Dihapus Hamzah pada kata ibnu (‫ )ابن‬jika didahului oleh huruf nida (Panggilan), contoh (‫)ايبن املدير! و ايبنة املدير‬ Dihapus Hamzah pada kata ibnu (‫ )ابن‬jika didahului oleh hamzah istifham (huruf hamzah untuk bertanya), contoh ( ‫أبن‬ ِ ‫تاذ‬ ِ ‫تاذ هذا؟ أبنة األس‬ ِ ‫)األس‬ ‫هذهِ؟‬



Latihan 1 Berilah tanda silang (X) bila salah, dan () bila Benar



( ) ) ) ) )



) ( ( ( ( (



‫صعد بن حممود على املنرب فخطب‬ ‫خالد ابن الوليد قائد اجليش املؤمني‬ ‫ايبن رواندي ! ساعدّن‬ ‫أابن خالد من الفصل؟‬ ‫جاء ابن أْحد إىل اجلامعة‬ ‫كان بن مسعود صحابيا جليال‬



Latihan 2 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



68



.1 .2 .3 .4 .5 .6



‫‪.1‬‬ ‫‪.2‬‬ ‫‪.3‬‬ ‫‪.4‬‬ ‫‪.5‬‬ ‫‪.6‬‬



‫بن( ‪Isilah kata-kata yang kosong dengan kata‬‬



‫! ‪), dengan benar‬ابن ‪-‬‬ ‫ل ِقب عمر ‪ .......‬اخلط ِ‬ ‫اب َبلفاروق‬ ‫حممد‪........‬عب ِد للاِ ‪..........‬عب ِد المطل ِ‬ ‫ب‬ ‫هذا ِ‬ ‫ِ‬ ‫و‪......‬العمي ِد‬ ‫صاحِيب‪ ,‬امسه زي ٌد‪ ,‬ه‬ ‫‪......‬حممود كان جيلِس معِي ِِف اإلدارةِ أم ِ‬ ‫س‬ ‫ٌ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪.........‬أيب طال ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ب‬ ‫سيِدان احلسن هو‪.......‬علي‬ ‫كان بن مسعود صحابيا جليال‬



‫‪KAIDAH KE-16‬‬ ‫‪ZIYADAH, IBDAL DAN HADZFU‬‬



‫)‪A. Ziyadah al-Harf (Penambahan Huruf‬‬



‫‪69‬‬



‫‪Qawaid al-Imla’ wa al-Khat‬‬



Kata al-Ziyadah (‫ )زايدة‬secara etimologi berakar dari huruf ‫د‬-‫ي‬-‫ز‬ yang berarti tambahan, kelebihan. Secara terminologi, ulama berbeda pendapat tentang definisi al-Ziyadah yang satu sama lain saling berkaitan, meskipun ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan itu disebabkan tujuan mereka menggunakan al-Ziyadah. Di antara ulama tersebut adalah: 1) Ulama Nahwu mengatakan bahwa al-Ziyadah adalah lafaz yang tidak memiliki posisi dalam i’rab. Artinya al-Ziyadah bagi mereka bukan terletak pada makna, akan tetapi terletak pada lafaz-lafaz tersebut. Begitupun yang dimaksud oleh ulama tashrif. 2) Ulama Bahasa berpendapat bahwa al-Ziyadah adalah penambahan huruf atau lafaz yang tidak mempenyai arti dan faedah sama sekali, hanya sebagai penghias kata. 3) Ulama Tafsir cenderung berpendapat sama dengan ulama nahwu, terlebih lagi bahwa al-Ziyadah tidak mungkin terjadi dalam alQuran jika yang dimaksud al-Ziyadah adalah penambahan huruf atau lafaz yang tidak berfaiedah atau sia-sia. Hanya ulama tafsir memperingatkan agar waspada menggunakan istilah al-Ziyadah karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dan kebimbangan dalam masyarakat awam. Berdasarkan penjelasan tersebut, yang dimaksud dengan al-Ziyadah adalah penambahan huruf atau lafaz yang mempunyai tujuan dan faedah tertentu yang tidak didapatkan ketika lafaz tersebut dibuang. Namun jika lafaz tersebut dibuang, maka makna dasarnya tidak rusak atau berubah. Pada bagian ini ziyadah huruf terbagi menjadi 3 permasalahan: 1.



Ziyadah Alif



Pada bagian ini akan menghadapi 4 masalah pokok: Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



70



a.



Ziyadah alif sesudah waw jama’ contoh:



(‫)والتفسدوا( )فاسعوا( )اعدلوا‬ b.



Ziyadah alif sesudah waw jama’ mufrad contoh:



(‫)اشكوابثى( )ماتتلوا( )لن تدعوا‬ c.



Ziyadah alif yang tidak terletak sesudah waw jama’ atau waw mufrad contoh: (‫مائتي‬



2.



‫)والوضعوا( )الاذحبنة( )مائة‬



Ziyadah Ya’



Pembahasan ini memiliki beberapa karakter: a.



Sebelum ya ziyadah, hamzah yang berharakat kasrah dan tidak didahului Alif contoh



(‫)افائي()ومالئه()من نباءى‬ b.



Sebelum ya ziyadah, hamzah yang berharakat kasrah dan didahului alif contoh:



(‫)اانءى اليل()وايتاءى ذاىلقرىب()من تل قاءى‬



3.



Ziadah Waw Para ulama perawi rasm usamani empat kalimat berikut ada ziyadah



waw:, contoh:



(‫)اوالء( )اولت( )الو ا( )اويل‬



B. Ibdal al-Harf (Penggantian Huruf)



Al–Ibdal )‫ (اإلبدال‬adalah membuang suatu huruf dan menempatkan huruf lain di tempatnya.



Al-Ibdal itu sama seperti i’lal. Hanya saja dalam i’lal yang menjadi sasaran adalah huruf illat (huruf berpenyakit), artinya huruf illat yang satu mengganti tempatnya huruf illat yang lain. Sedangkan dalam Ibdal yang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



71



menjadi objeknya adalah huruf illat maupun huruf shahih. Artinya menempatkan huruf shahih di tempat huruf shahih yang lain. 1. Beberapa kaidah Ibdal a) Kaidah 1 Huruf waw dan ya’ diganti hamzah apabila berada di akhir kata dan sesudah alif zayidah ( tambahan ). Contoh: Lafal



Asal



Arti lafal



Asalnya asal fi’il



ٌ‫د َعاء‬ ‫بناء‬



‫د َع ٌاو‬ ‫بناى‬ ٌ



‫ يَدعو‬-‫َد َعا‬ ‫ يَب ِىن‬-‫بَ َىن‬



Doa/permohonan Bangunan



Begitu pula alif yang berada di akhir dan sesudah alif zaidah juga diganti hamzah. Contoh: Lafal



Asal



Arti lafal



Wazan



‫ْحراء‬



‫ْحرى‬



Yang merah



‫سكَرى‬



b) Kaidah 2 Huruf waw dan ya’ diganti hamzah ketika ‘ainnya isim fa’il dan dii’lal pada fi’ilnya. Contoh:



Isim fa’il



‫قَائِ ٌل‬ ‫َبئِ ًع‬



Asal



‫قَا ِوٌل‬ ‫ََبيِ ًع‬



Arti Yang berkata Yang menjual



Fi’ilnya



Asal



‫قَ َال‬ ‫ع‬ َ ‫ََب‬



‫قَ َوَل‬ ‫بَيَ َع‬



c) Kaidah 3 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



72



Huruf mad zaidah yang berada isim shahih akhir dan sebagai huruf ketiga itu harus diganti hamzah apabila isim tersebut mengikuti wazan



ِ ‫م َف‬. Baik huruf mad tadi berupa alif, waw atau ya’. ‫اعل‬ Contoh:



Huruf mad



Mufrad



Jamak



Wawu



‫قالدة‬ ‫عجائز‬



‫قالئد‬ ‫عجو‬



Ya’



‫صحائف‬



‫صحيفة‬



Alif



d) Kaidah 4 Apabila alifnya jamak yang mengikuti wazan



Arti Kalung Perempuan yang tua Muka



ِ ‫م َف‬ ‫اعل‬ َ



itu berada di



antara dua huruf illat pada isim shahihul akhir, maka huruf illat yang kedua diganti hamzah. Contoh: Mufrad



‫اََّوَل‬ ‫َسيِ ٍد‬



ٍ ِ‫نَي‬ ‫ف‬



e) Kaidah 5



Jamak



‫اََوائِ َل‬ ‫َسيَائِ َد‬ ِ ‫ف‬ َ ‫نَيَائ‬



Asal



‫اََوا ِول‬ ‫َسيَا ِود‬



‫نَيَا ِوف‬



Arti Yang awal,pertama Pemimpin, ketua Anugerah



Apabila ada waw yang berharakat dhummah dan berada sesudah huruf yang sukun atau sesudah huruf yang dibaca dhummah pula, maka waw boleh diganti hamzah dan boleh pula ditetapkan (tidak diganti hamzah ). Tetapi yang diganti lebih bagus daripada yang tidak. Contoh: Mufrad Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



Jamak dengan



Tetap



Arti 73



Diganti



hamzah



f)



‫دار‬



‫ادور‬



‫ادور‬



Rumah



‫حال‬



‫حوول‬



‫حوول‬



Yang menghalanghalangi



Kaidah 6. Setiap kata yang telah kumpul padanya huruf waw yang di depan,



maka waw yang pertama wajib diganti hamzah sepanjang waw yang kedua tadi tidak gantian (berasal) dari alifnya



ٌ‫اعلَة‬ َ ‫م َف‬.



Sama juga waw yang



pertama itu sebagai huruf mad seperti pada nomor 1, atau tidak seperti contoh nomor 2 di bawah ini:



Lafal



Arti



‫االوىل‬ َ



Yang pertama



‫اال َول‬



Beberapa yang pertama



Asal



keterangan



‫الوول‬ َ



Muanas



‫الوَول‬



Kaidah 7. Apabila fa’nya fi’il yang mengikuti wazan



dari ‫االوىل‬ َ



Jamak dari ‫االوىل‬ َ



‫ اِف تَ َع َل‬itu berupa waw atau



ya’, maka harus diganti ta’ dan kemudian diidghamkan (masukkan) ke dalam ta’-nya . Contoh:



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



Lafal



Asal



‫َّص َل‬ َ ‫إت‬ ‫َّسَر‬ َ ‫إت‬



‫ص َل‬ َ َ‫إوت‬ ‫إي تَ َسَر‬



Arti Berkelanjutan, telah sampai Menjadi mudah



74



‫إتَّ َقى‬



‫إوتَ َقى‬



Menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah



Yang demikian tadi dengan syarat bahwa ya’ tersebut tidak berasal (gantian) dari hamzah. Kalau ya’ berasal dari hamzah, maka tidak boleh diganti ta’. Contoh: Lafal



Asal



‫إي تَ َمَر‬



‫إئتَ َمَر‬



Arti Mengikuti perintah/bermusyawarah



Namun ada juga yang diganti ta’, tetapi sedikit. Contoh: Lafal



‫إِت ََّزَر‬



Asal



‫إِي تَ َزَر‬



Asalnya asal



Arti Mengenakan kain penutup badan



‫إِئ تَ َزَر‬



Yang termasuk ini adalah hadist yang berbunyi:



ِ َ‫إِ َذا َكا َن (اى الثوب) ق‬ ‫ص ًريا فَليَ تَّ ِزر بِِه‬



Artinya: “apabila pakaian itu pendek,



maka pakailah dia sebagai tutup badan”.



g) Kaidah 8. Apabila fa’ fi’il-nya fi’il yang mengikuti wazan



‫ إفتَ َع َل‬itu berupa tsa’



maka ta’-nya wajib diganti tsa’ kemudian diidghamkan. Contoh: Lafal



‫َّإاثََر‬



Asal



Arti



‫إي ثَاََر‬



Menuntut balas



Apabila fa’nya berupa dal, dzal, atau za’, maka huruf ta’-nya wajib diganti dal. Contoh: Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



75



Lafal



‫إِ َّد َعى‬ ‫إِذ َد َكَر‬ ‫إِزَد َهى‬



Asal



‫إِدتَ َعى‬ ‫إِذتَ َكَر‬ ‫إِزَهتَى‬



Arti Mengaku Mengigat-ingat Menjadi aombong



Apabila fa’nya berupa shad, dhad, tha’, atau dzha’, maka ta’-nya wajib diganti tha’. Contoh: Lafal



‫إِصطََفى‬ ‫إِضطَ َج َع‬ ‫إِطََّرَد‬



Asal



‫إِص َذ َِف‬ ‫إِضتَ َج َع‬ ‫إِط ََْتَد‬



Arti Memilih Tidur miring Berlaku secara umum/sampai



Boleh diidghamkan sesudah huruf dal dan tha’ tersebut diganti dengan huruf yang sejenis dengan huruf sebelumnya sehingga lafal tersebut menjadi:



‫ إِظَّلَ َم‬, ‫ إِض َج َعى‬, ‫ إِ َّص َفى‬, ‫ إِزَهى‬, ‫إِذَّ َكَر‬



h) Kaidah 9. Fi’il yang fa’ fi’il-nya berupa : tsa’, dzal, dal, za’, shad, dhad, tha’, atau



dzha’ dari fi’il yang mengikuti wazan



‫ تَ َفعلَ َل‬, ‫ تَ َفعَّ َل‬, ‫اع َل‬ َ ‫ تَ َف‬itu sekiranya



huruf ta’ pada wazan itu kumpul dengan fa’ kalimat tersebut diatas, maka



padanya boleh dilakukan adanya penggantian huruf ta’ dengan huruf yang bisa sesuai (sejenis) dengan huruf sesudahnya, kemudian huruf pengganti



ta’ tadi diidghamkan ke dalam huruf sesudahnya. Sesudah demikian maka



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



76



sulit dibaca karena huruf pertamanya berupa huruf yang sukun, maka wajib mendatangkan hamzah washal. Contoh: lafal



i)



Kaidah 10.



Asal



‫إِ َّاثقَ َل‬ ‫إِ َّدثََر‬ ‫إِذَّ َكَر‬



Arti



‫تَثَاقَل‬ ‫تَ َدثََّر‬ ‫تَ َذ َّكَر‬



Mejadi berat Melompati Mengingat-ingat



Apabila ada huruf ta’, yang mati sebelum huruf dal, maka huruf ta’ wajib diganti dal dan kemudian diidghamkan ke dalam huruf dal sesudahnya. Contoh: Lafal



ٍ ‫ِعد‬ ‫َّان‬



j)



Asal



Jamak dari



‫ِعت َد ِان‬



‫َعتود‬



Arti Anak kambing laklaki



Kaidah 11. Apabila ada huruf nun mati yang berada sebelum huruf mim atau ba’,



maka huruf nun itu harus diganti mim.



Contoh. Lafal



‫إِ َّحمَى‬ ‫مسبَل‬



Asal



‫إِمنَ َحى‬ ‫سن بَل‬



Arti Terhapus Satu tangkai



Hanya saja lafal yang kedua ini digantinya huruf nun dengan mim itu hanya dalam ucapanya saja sedang dalam tulisanya masih ditulis nun. k) Kaidah 12. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



77



Huruf waw diganti mim sesudah huruf ha’ yang ada padanya dibuang. Contoh: Lafal



‫فٍَم‬



Asal



Arti



‫فوه‬



Mulut



jamaknya



ٍ‫افواه‬



Dan pada saat lafadz tersebut dimudhafkan, maka huruf mim boleh dikembalikan berupa huruf aslinya yaitu wawu, dan boleh huruf mim sebagai pengganti waw tadi ditetapkan. Contoh:



Lafal



‫ه َذا ف و َك‬ ‫ك‬ َ ‫َه َذا فَم‬



Arti Ini mulutmu inimulutmu



Keterangan Mim dikembalikan berupa wawu Mim sebagai pengganti waw ditetapkan



C. Hadzfu al-Harf (Pembuangan Huruf )



Al-Hadzfu (‫ )احلذف‬secara leksikal bermakna membuang. Secara istilah al-Hadzfu bermakna, membuang satu huruf atau lebih dengan tujuan tertentu, kebanyakan tujuan untuk meringkas (‫)التلخيص‬, karena adanya sedikit persamaan bila kata tersebut diucapkan. Adapun huruf-huruf yang dibuang antara lain; a) Alif, b) Wawu, c) Nun, dan d) Alif lam )‫(ال‬ 1.



Membuang Alif a. Membuang Alif pada kata )‫سم‬ ْ‫أ‬ Contoh:



,‫ ابْ نَة‬,‫ ( ابْن‬dan ‫ال‬



‫( َرِح َم للا ع َمر بن‬Semoga Allah merahmati Umar bin Khattab), 2) ‫ن‬ َ ‫( َرِح َم للا َمرَميَ ب نَة ِعمَرا‬Semoga Allah merahmati Maryam binti Imran), 3) ‫ي‬ ٍ ِ‫( احلَ َسن َو احل َسي اِب نَا َعل‬Hasan dan Husain adalah ِ ‫( رِحم للا احلَسن و احلس‬Semoga Allah putra Ali), 4) ‫ي‬ ٍ ِ‫ي اِب َين َعل‬ َ َ َ َ ََ 1)‫اخلَطَّاب‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



78



‫( َاي ب َن ال ِكَرِام‬Wahai putra ِ ‫( اي ب نةَ عب‬Wahai putri Abdullah), 7) ‫أَب نك‬ orang yang mulia), 6) ِ‫د للا‬ َ َ َ َ ِ ِ ‫( ه َذا؟‬Apakah itu putramu?), 8) ‫ك هذه؟‬ َ ‫( أَب نَ ت‬Apakah ini putrimu?), 9) ‫الرِحي ِم‬ َّ ‫الرْحَ ِن‬ َّ ِ‫( بِس ِم للا‬Dengan menyebut nama Allah yang Maha ِ (Dengan menyebut Pengasih dan Penyayang), 10) ‫َبس ِم للاِ أَستَعِي‬, ِِ ِ nama Allah, aku memohon pertolongan), 11) ‫ي‬ َ ‫( اجلَنَّة للمؤمن‬Surga itu diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman), 12) ‫ق‬ ُّ ‫إِنَّه لَل َح‬ merahmati Hasan dan Husei, putra Ali), 5)



(Sesungguhnya itu merupakan kebenaran).



Pada contoh 1 dan 2, alif pada kata )‫ (اِبن‬dan )‫ (أِب نَة‬dibuang karena



terletak diantara dua nama yang mempunyai hubungan ayah dan anak.



Nama sebelum kata )‫ (اِبن‬dan )‫ (أِب نَة‬merupakan anak dari nama sesudah kata



)‫ (اِبن‬dan )‫(أِب نَة‬. Selain itu, kata)‫ (اِبن‬dan )‫(أِب نَة‬, di sini juga berbentuk mufrad (tunggal). Sedangkan pada contoh 3 dan 4, alif pada kata )‫ (اِب نَا‬dan )‫(اِب َين‬



1



tidak dibuang karena merupakan bentuk tasniyah (dual) dari kata )‫(اِبن‬.



Pada contoh 5 dan 6, alif pada kata )‫ (اِبن‬dan )‫(أِب نَة‬. dibuang karena



terletak setelah )‫ (اي‬nidak (kata untuk memanggil). Sedangkan pada contoh



7 dan 8, alifnya dibuang karena terletak setelah hamzah )‫ (أ‬istifham (kata tanya). Pada contoh 9 dan, alif pada kata )‫ (اِسم‬dibuang karena terdapat



dalam basmalah yang sempurna. Sedang pada contoh 10, alif pada kata )‫ (اِسم‬tidak dibuang.



Pada contoh 11 dan 12, alif pada kata )‫ (اجلنَّة‬dan )‫ (احلق‬dibuang karena



َ



َ



terletak setelah lam )‫ (ل‬yang dirangkai dengan kedua kata tersebut. 1.



Alif pada kata )‫ (اِبن‬dan )‫(أِب نَة‬. dihilangkan ketika:



1



ِ َ‫ (اِب ن‬dan )‫ان‬ ِ َ‫(اِب نَت‬. Nunnya dibuang karena dimudhafkan Kata berasal dari kata )‫ان‬



dengan kata setelahnya, yaitu kata ‫َعلِي‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



79



a) Terletak diantara dua nama yang mempunyai hubungan ayah dan anak. Nama sebelum kata )‫ (اِبن‬dan )‫(أِب نَة‬. merupakan anak dari nama sesudah kata )‫ (اِبن‬dan )‫(أِب نَة‬.



b) Terletak setelah ya’ Nida’.



c) Terletak setelah hamzah Istifham (kata tanya).



2. Alif pada kata )‫ (اِسم‬dihilangkan ketika terletak pada basmalah yang sempurna (lengkap). Sedangkan pada selain basmalah yang sempurna alifnya tidak dibuang. 3.



Alif pada )‫ (ال‬dihilangkan ketika terletak setelah lam )‫ (ل‬yang dirangkai dengannya.



b.



Membuang Alif pada )‫ (ما‬Istifham. Contoh: 1)



‫َع َّم يَتَ َساءَلو َن‬



(Apa yang mereka tanyakan), 2) ‫تَبحث؟‬



engkau cari?),3) ‫تَض ِرب ِين؟‬



َ



‫( فِي َم‬Apa yang



‫ َع َال َم‬, 4) (Mengapa engkau memukulku?), 5) ,



‫ض َام؟‬ َ َ‫( ِِبقت‬Atas dasar apa?)



Jika kita perhatikan kata-kata bergaris bawah, )‫(م‬ َ pada contoh-contoh di atas tidak diikuti oleh alif. Padahal )‫(م‬ َ tersebut berasal dari )‫ ( َما‬istifham (kata tanya). Pada contoh 1, kata )‫م‬ َّ ‫ ( َع‬berasal dari kata )‫ ( َعن‬dan )‫(ما‬.



َ ِ Pada contoh 2, kata )‫ (فيم‬berasal dari kata )‫ (فِي‬dan )‫(ما‬. َ َ Pada contoh 3, kata )‫عالَ َم‬ َ ( berasal dari kata )‫ ( َعلَي‬dan )‫( َما‬. ِ (, )‫ضى‬ Pada contoh 4, kata )‫ام‬ َ َ‫ )ِِبقت‬berasal dari kata )‫ب‬ َ َ‫ (مقت‬dan )‫( َما‬. َ‫ض‬ Alasan pembuangan pada contoh 1,2 dan 3, karena )‫ (ما‬jatuh setelah َ



huruf jar. Sedangkan pada contoh 4, karena menjadi mudhaf ilaih dari kata



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



80



)‫ضى‬ َ َ‫(مقت‬. Dengan demikian maka Alif pada )‫ (ما‬istifham dihilangkan ketika didahului oleh huruf 2.



Jar2



َ



atau menjadi mudhaf ilaih.



Membuang Waw Contoh : 1) ‫اللَوح‬



َ ‫( َميحو حمَ َّم ٌد‬Muhammad menghapus papan tulis), 2) ‫َمل َميح حمَ َّم ٌد‬ ‫( اللَو َح‬Muhammad tidak menghapus papan tulis), 3) ‫ب َعمٌرو إِ َىل‬ َ ‫ذَ َه‬ ‫( اجلَ ِام َع ِة‬Amr pergi ke kampus), 4) ‫( لََقيت َعمًرا‬Saya bertemu Amr), 5) ‫ص َام َداود‬ َ (Daud berpuasa) Kata )‫)َميحو‬, pada contoh 1, merupakan fi’il mudhari’ mu’tal akhir atau



fi’il mudhari’ yang diakhiri oleh huruf illat3 yaitu wawu. Fi’il mudhari’ mu’tal ini jika didahului oleh amil jazm4maka huruf ilatnya harus dibuang, sebagaimana nampak pada contoh 2, (‫مل َميح‬ َ ).



Pada contoh 3, kata (‫عمرو‬ َ ) berharakat dhummah tanwin dan diakhiri



ٌ



oleh wawu. Sedangkan pada contoh 4, kata (‫عمرا‬ َ ) berharakat fathah tanwin



ً



dan diakhiri oleh alif. Kata ini berasal dari kata (‫عمرو‬ َ ), akan tetapi



wawunya dibuang karena berharakat fathah tanwin.



Pada contoh 5, kata )‫ ) َداود‬berasal dari kata (‫) َداوود‬. Akan tetapi waw



yang kedua dibuang untuk meringankan dan menghindari bertemunya dua huruf yang sama. Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa waw harus dibuang ketika: 1. Berada pada akhir fi’il mudhari’ yang majzum. 2. Berada pada akhir kata (‫ ) َع ْمرو‬yang berharakat fathah tanwin. Huruf Jar: ,‫اشى‬ َ ‫َح‬



2



ِ ,‫ب‬ ,‫ َع َدا‬,َ‫ َخال‬,‫ منذ‬,‫ مذ‬,‫ ِل‬,‫ َك‬,‫ب‬ َّ ‫ ر‬,‫ ِف‬,‫ َعلَى‬,‫ َعن‬,‫ إِ َىل‬,‫ ِمن‬dan huruf



ِ ,‫و‬ Qasam (sumpah): ‫ت‬ َ ,‫ب‬ َ 3 Huruf illat ada tiga huruf yaitu: wawu, ya’, dan alif.



Amil jazm: ,‫ َكي َف َما‬,‫ َحي ثً َما‬,‫َىن‬ َ ‫ أ‬,‫ َّأاي َن‬,‫ أي َن‬,‫ َمه َما‬,‫ َمن‬,‫ َما‬,‫ إِن‬,‫ َم َت‬,‫أَي‬,‫ إِذ َما‬,‫ أَلَ َّما‬,‫ أََمل‬,‫ لَ َّما‬,‫ َمل‬dan lam (‫ )ل‬amr



4



dan doa serta la )َ‫ (ال‬nahi dan doa. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



81



3. Waw sukun terletak setelah waw yang berharakat dhummah. 3. Membuang Nun. Contoh:



‫( َع ِجبت ِممَّن يَتَطَ َاولو َن َعلَى‬Saya heran pada orang yang berbuat ِ jahat terhadap orang lain), 2) ‫َز ِممَّا رأَى ِمن ًهم‬ َ َّ ‫( اْشَأ‬Ia takut dengan apa yang ia lihat pada mereka), 3) ‫عما أَشعربِ ِه‬ ً ‫( َع َّرب‬Saya mengungkapkan ََ ‫ت‬ apa yang saya rasakan), 4) ‫من تَبحث؟‬ َ َّ ‫( َع‬Engkau mencari siapa?) Pada contoh 1. Kata (‫ )ِممَّن‬berasal dari gabungan kata (‫ ) ِمن‬dan (‫)من‬. َ ِ Nun pada akhir kata (‫ )من‬dibuang. Sedangkan pada contoh 2, kata (‫)ِممَّا‬ berasal dari rangkaian kata (‫ ) ِمن‬dan (‫)ما‬, nun pada akhir kata (‫ ) ِمن‬juga ِ ‫الن‬ 1) ‫َّاس‬



dibuang. Pada contoh 3, kata (‫عما‬ َ ( berasal dari gabungan kata (‫ ) َعن‬dan (‫( َما‬.



Sedangkan pada contoh 4, kata (‫من‬ َّ ‫ ) َع‬berasal dari gabungan kata (‫ ) َعن‬dan



(‫)من‬. Pada kata (‫عما‬ َ ( dan kata (‫ ) َع َّمن‬ini, nun pada akhir kata (‫ ) َعن‬juga



َ



dibuang. Dari penjelasan di atas, maka huruf Nun pada kata (‫ )من‬dan (‫عن‬ َ)



َ



dibuang ketika bertemu atau dirangkai dengan kata (‫ (ما‬dan (‫)من‬. 4. Membuang Al (‫) ال‬



َ



َ



Contoh:



‫( أَصغَيت لِلَّح ِن اجلَ ِمي ِل‬Aku mendengar lagu yang indah), 2) ‫لَلَّحن‬ ‫( اجلَ ِميل َغ َذاءٌ لِ ُّلرو ِح‬Lagu yang indah adalah santapan bagi jiwa), 3) ‫لَلَّ َذ ِان‬ ِ ‫( فَع َال احلري مستَ ِحق‬Kedua laki-laki telah berbuat baik itu layak ‫َّان لِلتَّع ِظي ِم‬ َ ََ َ ِ ‫( لَلَّواتِى فَعلن اخلري احلري مستَ ِحقَّات لِلتَّع‬Para untuk dihormati), 4) ‫ظي ِم‬ َ ََ ََ َ َ َ 1)



perempuan yang telah berbuat baik itu layak untuk dihormati)



Pada contoh-contoh di atas, kata-kata bergaris bawah sebenarnya berasal dari lam (‫ )ل‬yang dirangkai dengan kata yang didahului oleh (‫(ال‬. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



82



Namun, (‫ (ال‬pada contoh-contoh tersebut dihilangkan karena huruf setelah (‫ (ال‬berupa huruf (‫)ل‬.



ِ ‫ )لِلَّح‬berasal dari (‫ )ل‬dan (‫)لِلَّح ِن‬. Pada contoh 1, kata (‫ن‬ ِ ‫ )لِلَّح‬berasal dari (‫ )ل‬dan (‫)لِلَّح ِن‬. pada contoh 2, kata (‫ن‬



ِ ‫ )لَلَّ َذ‬berasal dari (‫ )ل‬dan (‫)اللَّ َذ ِان‬. Pada contoh 3, kata (‫ان‬



Pada contoh 4, kata (‫ )لَلَّواتِى‬berasal dari (‫ )ل‬dan (‫)اللَّواتِى‬.



َ



َ



Dari penjelasan di atas, maka huruf (‫ (ال‬dibuang ketika terletak setelah



lam (‫)ل‬, dan huruf setelah (‫ (ال‬juga berupa huruf lam (‫)ل‬. Pembuangan (‫(ال‬ juga berlaku pada isim mausul yang mempunyai dua lam. Antara lain:



ِ َّ‫الال‬ (.‫ئ‬



ِ ‫ اللَّو‬،‫ي‬ ِ َ‫ اللَّت‬،‫)اللَّ َذ ِان‬. ِ َ‫اللَّت‬،‫ اللَّ َذي ِن‬،‫ان‬ ،‫ الالَِّيت‬،‫ات‬ َ



KAIDAH KE-17



IDGHAM DAN I’LAL



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



83



Istilah Idgham sering kita jumpai ketika kita mempelajari ilmu tajwid, yang bermakna ”memasukkan atau mendengungkan” ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf idgham, yang disingkat dengan (‫)ينمو‬. Namun demikian istilah idgham juga digunakan pada ilmu imla’ dan sharaf. Maka istilah yang digunakan pada ilmu imla’ dan sharaf ini yang akan dibahas kaidah-kaidahnya pada bagian ini, termasuk kaidah



i’lal. A. IDGHAM Idgham secara bahasa berarti memasukkan, secara istilah berarti memasukkan satu huruf ke huruf yang lain dan sejenisnya sekiranya dua huruf tersebut dijadikan satu dengan tasydid. Contoh : ‫ م َّد‬asalnya (



َ



‫– َم َد َد‬



‫ ) َم َّد – َمد َد‬hukum dua huruf yang diidgham tersebut yang awal sukun,



yang kedua berkharakat tanpa ada penulisan di antara keduanya. Idgham dibagi menjadi dua macam :



1. Idgham shagir adalah apabila huruf awal dari huruf dua yang semisal pada idgham tersebut adalah sukun asli 2. Idgham kabir adalah apabila ada dua huruf yang berharakat, maka disukun huruf yang awal dengan menabung harakatnya atau memindah ke huruf sebelumnya Kaidah idgham dilihat dari keadaan atau hukumnya ada tiga : 1) Wajib idgham



a) Pada dua huruf yang sejenis yang dalam satu kalimat baik itu keduanya berkharakat atau huruf yang awal dan yang kedua berkharakat. Contoh : ‫ م َّر‬asalnya ‫مرر‬



َ



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



ََ



84



b) Jika huruf yang awal dari dua huruf yang semisal itu mati / sukun, huruf yang awal tersebut diidghamkan pada huruf ke dua



‫ َش ي‬aslinya ‫َشد َد‬ tanpa adanya perubahan. Contoh : ‫د‬



c) Jika huruf yang sebelumnya sukun maka kharakat sukunnya dipindah ke huruf awal yang sama, contoh : ‫ ي رُّد‬aslinya ‫ي رَدد‬



َ



َ



d) Jika ada dua huruf yang sama / semisal yang berdekatan dan yang awal mati / sukun tidak dalam satu kalimat, contoh :



‫َِبل َقلَِم‬



‫َواكتب‬



2) Boleh idgham a) Setiap kalimat yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa ya’ semua, huruf ya’ yang ke dua berkharakat tetap/tidak berubah, contoh: ‫ حيي‬asalnya‫ي‬ َّ ‫ح‬



َ ََ



َ



b) Setiap fi’il madhi yang diawali dengan dua ta’, contoh:



‫إِ َجتَلَى‬



‫تَتَ َجلَى‬



c) Jika terdapat sukun (tidak asli) pada huruf ke dua dari huruf yang sama jenisnya dan sukun tersebut dikarenakan jazm /



‫ اجلزم‬contoh: ‫ َمل َميدد َمل َمي َّد‬, ‫أَمدد م َّد‬



‫شبه‬



3) Tidak boleh idgham a) Dalam satu kalimat b) Tidak dalam permulaan kalimat, contoh : ‫ن‬ ٌ ‫َد َد‬



c) Isim yang mengikuti wazan ‫ف َعل‬, contoh : ٌ‫ ص َّفة‬jamaknya ‫ف‬ ٌ ‫ص َف‬



ٌ d) Isim yang mengikuti wazan ‫ف عل‬, contoh : ‫ َذلِيل‬jamaknya ‫ذلل‬ ٌ ٌ ٌ ِ ِ َّ e) Isim yang mengikuti wazan ‫ف َعل‬, contoh : ٌ‫ كلة‬jamaknya ‫كِلَل‬ ٌ ٌ f) Isim yang mengikuti wazan ‫فَ َعل‬, ٌ g) Berupa ‫ ملحق‬wazan ‫ َهي لَل‬/ ‫جلبب‬ َََ َ



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



85



h) Huruf awal tidak diidghamkan , contoh : ‫سس‬ َّ ‫ج‬



i) Wazan



ٌ



‫ أَف َع َل‬pada lafadz ta’ajjub, contoh : ‫أَع ِزز َِبلعِل ِم‬



j) Huruf ke dua bukan sukun baru yang disebabkan bertemu dhamir fa’il. B. I’LAL I'lal adalah membuang huruf illat, mengganti huruf illat atau membaca sukun huruf tersebut. Adapun kaidahnya ada 19 yaitu : 1. Wawu/Ya’ diganti Alif (Ibdal)



ِ ٍِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫ع‬ َ ‫صَو َن َوََب‬ َ ‫صا َن أَصله‬ َ ‫إ َذا َحتََّرَكت الَواو َواليَاء بَع َد َفت َحة متَّصلَة ِف َكل َمَتي ِه َما أبدلَتَا آلًفا مثل‬ .‫أَصله بَيَ َع‬ Apabilah ada Wawu atau Ya’ berharakat, jatuh sesudah harakah



Fathah dalam satu kalimah, maka Wawu atau Ya’ tersebut harus diganti dengan Alif seperti contoh : ‫ن‬ َ ‫صا‬ َ ‫ َب‬asalnya ‫ب يع‬ َ asalnya ‫صو َن‬ َ , dan ‫ع‬



َ



َ



َ ََ .



2. Harakat huruf Wau / Ya’ Bina’ Ajwaf, dipindah pada huruf sebelumnya.



ٍ ِ ِ ِ ‫ص ِحي ًحا نِقلَت‬ َ ‫إِ َذا َوَق َعت الَواو َواليَاء َعينًا متَ َح ِرَكةً من أَجَوف َوَكا َن َما َقبلَه َما َساكنًا‬ .‫ يَبِيع أَصله يَبيِع‬,‫ َحنو يَقوم أَصله يَقوم‬,‫إىل َما قَبلَ َها‬ َ ‫َحرَكته َما‬ Apabila wau atau ya’ berharakat berada pada ‘ain fi’il Bina’ Ajwaf



dan huruf sebelumnya terdiri dari huruf Shahih yang mati/sukun, maka harakat wawu atau ya’ tersebut harus dipindah pada huruf sebelumnya. Contoh: ‫ ي قوم‬asalnya ‫ ي قوم‬dan ‫ يبِيع‬asalnya ‫ي بيِع‬.



َ



َ



َ



َ



3. Wawu/Ya’ dibelakang Alif Zaidah diganti Hamzah, pada Ain Fi‟il Isim Fa’il atau akhir Isim Masdar (Ibdal)



ِ ٍ ِ‫ت الواو والياء ب ع َد آل‬ ِ ‫ف َزائِ َدةٍ أب ِدلَتَا ََهَزًة بِ َشر ِط أَن تَكو َان َعي نًا ِف اس ِم‬ َ َ َ َ ‫إ َذا َوقَ َع‬ ِ ‫ َحنو‬,‫اع ِل وطَرفًا ِف مص َد ٍر‬ ِ ‫ لَِقاءٌ أَصله‬,‫ َسائٌِر أَصله َسايٌِر‬,‫صا ِو ٌن‬ َ ‫صائ ٌن أَصله‬ َ َ َ َ ‫ال َف‬ ِ .‫اي‬ ٌ ‫ل َق‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



86



Apabila ada wawu atau ya’ jatuh sesudah alif zaidah, maka harus diganti hamzah, dengan syarat wau atau ya’ tersebut berada pada ‘Ain Fi’il kalimah bentuk Isim Fail, atau berada pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh: ‫صائِن‬ َ asalnya



ٌ



ِ ِ ِ ‫صا ِو ٌن‬ َ dan ‫ َسائٌر‬asalnya ‫ َسايٌِر‬dan ٌ‫ ل َقاء‬asalnya ‫اي‬ ٌ ‫ل َق‬



4. Wau diganti Ya’ karena berkumpul dalam satu kalimah dan yang pertama sukun



ِ ِ ‫ت الواو والياء ِف َكلِم ٍة و‬ ِ َ‫لسكو ِن اب ِدل‬ ِ ِ ‫ت ال َواو‬ ُّ ‫اح َدةٍ َو َسبَ َقت اح َداَهَا َِب‬ َ َ َ ‫إ َذا اجتَ َم َع‬ َ َ ِِ ِ ِ .‫ت َوَمرِم يي أَصله َمرموي‬ ٌ ‫ت أَصله َمي ِو‬ ٌ ِ‫َايءً َوادغ َمت اليَاء األوَىل ِف الثَّانيَّة َحنو َمي‬ Apabila wau dan ya’ berkumpul dalam satu kalimah dan salah



satunya didahului dengan sukun, maka wau diganti ya’. Kemudian ya’ yang pertama di-idgham-kan pada ya’ yang kedua. Contoh : ‫ت‬ ٌ ‫ مي ِو‬. ٌ ِ‫ مي‬asalnya ‫ت‬



َ



5. Harakat Dhummah wau atau ya’ di akhir kalimah diganti Sukun



َ



ِ َ‫إ َذا تَطََّرف‬ ‫ت ال َواو َواليَاء َوَكانَتَا َمضموَمةً اس ِكنَ تَا َحنو يَرِمي أَصله يَرِمي‬



Apabila Wau atau Ya’ menempati ujung akhir kalimah, dan berharakah dhummah, maka disukunkan. Contoh:



‫ يَرِمي‬asalnya ‫يَرِمي‬



6. Wau akhir kalimah empat huruf atau lebih, diganti Ya’



ِ ‫اع ًدا ِِف الطَّر‬ ِ ‫ت الواو رابِعةً فَص‬ ِ .ً‫ف َوَمل يَكن َما قَب لَ َها َمضموًما اب ِدلَت َايء‬ َ َ َ َ ‫إ َذا َوقَ َع‬ .‫ضو‬ َ ‫ضى اَصله يَر‬ َ ‫َحنو يَر‬ Apabila wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau



lebih, dan sebelum wau tidak ada huruf yang didhummahkan, maka wau tersebut diganti ya’. Contoh ‫ضى‬ َ ‫ ي ر‬aslinya ‫ضو‬ َ ‫ ير‬.



َ



َ



7. Wau dibuang setelah Huruf Mudhara’ah diantara Fathah dan Dhummah



ِ ِ ِ ِ ‫ َحنو‬.‫ض َار َع ِة حت َذف‬ َ ‫ي ال َفت َحة َوال َكسَرةِ امل َح َّق َقة َوقَب لَ َها َحرف امل‬ َ َ‫الواو ب‬ َ ‫اِ َذا َوقَ َعت‬ .‫يَعِد اَصله يَو ِعد‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



87



Apabila wau ada diantara harakat fathah dan kasrah nyata, dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka wau tersebut dibuang.



ِ ‫ي و‬. Contoh: ‫ يعِد‬asalnya ‫عد‬ َ



َ



8. Wau setelah harkah kasrah diganti Ya’



ِ .‫ َخنو َر ِض َى اَصله َر ِض َو‬.ً‫الواو بَع َد َكسَرةٍ ِِف اِس ٍم اَو فِع ٍل اب ِدلَت َايء‬ َ ‫ِإ َذا َوقَ َعة‬ Bilaa ada Wau terletak setelah harakat Kasrah dalam Kalimah Isim



atau



Kalimah



Contoh:



Fi’il,



maka



‫ َر ِض َى‬asalnya ‫ر ِض َو‬.َ



Wau



tersebut



harus



diganti



Ya’.



9. Huruf ‘Illat Wau/Ya’ dibuang untuk menolak bertemunya dua huruf mati



ِ ٍ ِ ِ ِ َّ ‫ِإ َذا لَِقيت الواو والياء‬ .‫ َخنو صن اَصله اصون‬.‫آخَر ح ِذفَتَا‬ َ ‫الساكنَ تَان حبَرف َساك ٍن‬ ََ َ ََ Bilamana ada Wau atau Ya’ sukun, bertemu dengan husuf sukun



lainnya, maka Wau atau Ya’ tersebut dibuang, Contoh:



‫ صن‬asalnya ‫اصون‬.



10. Dua huruf sejenis/hampir sama makhraj-nya harus diidghamkan



ِ ِ ِِ ِ‫سو‬ ٍ ِ ِ ‫اح ٍد اَو متَ َقا ِرََب ِن ِِف ال َمخَرِج يد َغم االََّول ِِف‬ َ ٍ ‫ا َذا اجتَ َم َع ِف َكل َمة َحرفَان من جن‬ ِ َ‫َّاىن بَع َد َجع ِل املتَ َقا ِرب‬ ِ ‫الث‬ .‫ َحنوَم َّد اَصله َم َد َد‬.‫ي ِمث َل الثَ ِاىن لِثَق ِل امل َكَّرِر‬ Bilamana ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya



berkumpul dalam satu kalimah, maka huruf yang pertama harus diidghamkan pada huruf yang kedua, ini setelah menjadikan huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua (lihat kaidah i’lal ke 18), karena beratnya pengulangan. contoh ‫ م َّد‬asalnya ‫م َد َد‬.



َ



َ



11. Dua Hamzah berkumpul, yang kedua diganti huruf yang sesuai dengan Harakat sebelumnya



ٍ ‫اح َدةٍ َاثنِي ت هما ساكِنَةٌ وجب اِب َدال الثَّانِي ِة ِحبر‬ ِ ‫اهلمزَات ِن اِذَا التَ َقات ِِف َكلِم ٍة و‬ ‫ف‬ َ َ َ ََ َ َ َ ََ َ َ َ ِ ِ .‫ام َن اَصله أَأ َم َن‬ َ َ‫ ء‬: ‫ َحنو‬.‫ب ا َىل َحَرَكة االوَىل‬ َ ‫َان َس‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



88



Bilamana terdapat dua huruf hamzah berkumpul sejajar dalam satu kalimah, yang nomor dua sukun, maka huruf hamzah ini harus diganti dengan huruf yang sesuai dengan harakah hamzah yang pertama. contoh ‫ ءامن‬asalnya ‫أَأمن‬.



َََ



ََ



12. Wau atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif



ِ َ‫الساكِنَ ت‬ ‫ي َال ت ب َدَال ِن اَلًِفا اَِال اِذَا َكا َن سكوهن َما َغ َري اَصلِ ٍى َِبَن‬ ‫إ َّن‬ َّ َ‫الو َاو َواليَاء‬ َ ِ ِ .‫ي‬ ََ ‫ َحنو اَََب َن اَصله اَب‬،‫نقلَت َحرَكت ه َما ا َىل َما قَب لَه َما‬ Wau atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif,



kecuali jika sukunnya tidak asli dengan sebab pergantian harakat keduanya pada huruf sebelumnya (lihat kaidah I’lal ke 2). Contoh: ‫ن‬ َ ‫ اََب‬asalnya ‫ي‬ ََ ‫ اَب‬.



َ



13. Wau akhir isim mutamakkin setelah dhummah diganti ya’



ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الض َّمة‬ َ ‫ض ٍم ِِف اس ٍم متَ َمك ٍن ِِف األَص ِل ابدلَت َايءً فَقلبَت‬ َ ‫الواو طََرفًا بَع َد‬ َ ‫إذَا َوقَ َعة‬ ِ ‫ َحنو تَع‬،‫َكسرًة ب ع َد تَب ِدي ِل الوا ِو ايء‬ .‫اطيًا اَصله تَ َعاطوا‬ َ َ َ ًَ َ ً Bilamana ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah



harakat dhummah didalam asal kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima tanwin), maka wau tersebut diganti ya’, kemudian setelah itu



ِ ‫ تَع‬asalnya ‫تَعاطوا‬. harakat dhummah diganti kasrah. Contoh: ‫اطيا‬ َ َ ً



14. Ya’ sukun setelah dhummah harus diganti wau



ً



ِ َ‫إِ َذا َكان‬ ‫ت اليَاء َساكِنَةً َوَكا َن َما قَب لَ َها َمضموًما أب ِدلَت َو ًاوا َحنو ي و ِسر َو مو ِسٌر‬ .‫أَصله َما ي ي ِسر َو مي ِسٌر‬ Apabila ada Ya’ yang mati dan sebelumnya adalah huruf yang



berharakat Dhummah maka huruf Ya’ harus diganti dengan Wawu. contoh:



‫ي و ِسر‬



ِ ‫ مو‬asalnya ‫ ي ي ِسر‬dan dan ‫سر‬ ٌ



‫مي ِسٌر‬.



15. Isim Maf’ul dari Fi’il Mu’tal ‘Ain, Wau Maf’ulnya dibuang



ِ ِ ِ ِ ‫ب َحذف َوا ِو ال َمفعوِل ِمنه ِعن َد‬ َ ‫إ َّن اس َم ال َمفعول إ َذا َكا َن من معتَ ِل ال َعي َو َج‬ ‫ِسي بَ َوي ِه َحنو َمصو ٌن َو َم ِسريٌ أَصله َما َمصوو ٌن َو َمسي وٌر‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



89



Sesungguhnya Isim Maf’ul apabila‘Ain Fi’ilnya berupa huruf ‘IIlat (Bina’ Ajwaf) maka wajib membuang Wawu Maf’ulnya menurut Imam Syibawaeh (menurut Imam lain yg dibuang adalah Ain Fi’ilnya). contoh: ‫ن‬ ٌ ‫ مصو‬dan ‫ م ِسري‬asalnya ‫ مصوو ٌن‬dan ‫مسي وٌر‬



َ



ٌ َ



َ



َ



16. Huruf Ta’ pada wazan diganti Tha’



ِ ‫ض ًادا أَو طَاءً أَو ظَاءً قلِبَت َاتؤه طَاءً لِتَ َع ُّس ِر النَّط ِق‬ َ ‫ص ًادا أَو‬ َ ‫إِذَا َكا َن ال َفاء اف تَ َع َل‬ ِ ‫ِهبا ب ع َد ه ِذهِ احلرو‬ ‫ف َوإَِّمنَا ت قلَب التَّاء َِبلطَّ ِاء لِقرِهبِ َما ََمَر ًجا َحنو اِصطَلَ َح َو‬ َ َ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ب َو اط ََْتَد َو اظتَ َهَر‬ َ ‫ب َو إِطََّرَد َو اظَّ َهَر أص َلها اصتَ لَ َح َو اض ََْت‬ َ ‫اضطََر‬ Apabila ada Fa’ Fi’il dari wazan ‫ اِف تَ َعل‬berupa huruf َ



Shod,Dhod,Tho’ dan Dzo’(huruf Ithbaq),maka huruf Ta’ yang jatuh



sesudah huruf Ithbaq tersebut harus diganti Tha’, karena sulitnya mengucapkan huruf Ta’ yang jatuh setelah huruf Ithbaq. Digantinya Ta’ dengan



Tho’



itu



Ta’dan Tho’. Contoh :



‫اِصطَلَ َح‬,



karena asalnya



berdekatanya



‫اِصتَ لَ َح‬.



makhrojnya



17. Huruf Ta‟ pada wazan ‫ ا فْ تَ َع َل‬diganti Dal



ِ‫إِذَا َكا َن فَاء اِف ت عل داالً أو ذَاالً أو زااي قلِبت َاتؤه داالً لِعس ِرالنُّط ِق ِهبا ب ع َد ه ِذه‬ َ َ َ ََ َ َ َ َ ًَ ِ ِ ِ ِ ِ ‫احلرو‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫ف َو َّإمنَا ت قلَب التَّاء َبلدَّال لقرهب َما ََمَر ًجا َحنو ا َّد َرأَ َو اذ َكَر َو ازَد َجَر أص َلها‬ .‫اِدتَ َرأَ َو اِذتَ َكَر َو اِزَجتََر‬ Apabila ada Fa’ Fi’il wazan ‫ اِف تَ َعل‬berupa huruf Dal,Dzal dan َ ِ Za’,maka huruf Ta’ (Ta’ zaidah wazan ‫ ) اف تَ َعل‬yang jatuh sesudah huruf َ Dal,Dzal dan Za’ harus diganti Dal,karena sulitnya mengucapkan Ta’ yang jatuh setelah huruf Dal,Dzal dan Za’. Digantinya Ta’ dengan Dal’ karena huruf



ِ َ‫َّرأ‬ َ ‫ئد‬



Dal



dan



, asalnya َ‫ اِدتَرأ‬.



َ



Ta’



berdekatan



di



dalam



makhrajnya. Contoh:



18. Fa’ Fi’il pada wazan ‫ ا فْ تَ َع ل‬diganti Ta’ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



َ



90



ِ ‫إِ َذا َكا َن فَاء اِف ت عل واوا أو ايء أو َاثء قلِبت فَاؤه َاتء لِعس ِرالنُّط ِق ِحبر‬ ِ َّ‫ف الل‬ ‫الساكِ ِن‬ َّ ‫ي‬ َ َ ً ً ً َ ً َ َ ََ ِ ِ ‫لِما ب ي نَ هما ِمن م َقارب ِة المخرِج ومنَافَاة الوص‬ ِ َّ‫ف الل‬ َّ ‫فِ أل‬ ‫ي َجمهوَرةٌ َوالتَّاء‬ َ ‫َن َحر‬ َ َ َ ََ َ َ َ َِ ِ ِ ِ ِ ِ .‫ص َل َو اي تَ َسَر َو اثَتَ غََر‬ َ َ‫َّسَر َو اثَغََر أص َلها اوت‬ َ ‫َمهمو َسةٌ َحنو ات‬ َِ ‫َّص َل َو ات‬ Apabila ada kalimat mengikuti wazan ‫ اف تَ َعل‬dan Fa’ Fi’ilnya berupa َ



huruf wau,Ya’ atau Tsa’, maka huruf Fa’ Fi’ilnya tersebut harus diganti



Ta’, karena sulitnya mengucapkah huruf “Layn” (‫ )لَي‬yang mati yang bertemu dengan huruf Ta’. Dan diantara keduanya termasuk berdekatan Makhrojnya dan berbeda sifatnya, karena huruf “layn” (‫و‬ Jahr sedangkan huruf



– ‫ )ي‬bersifat ِ ِ Ta’ bersifat Hams. Contoh: ‫َّصل‬ َ َ‫اوت‬ َ َ ‫ ات‬, asalnya ‫ص َل‬



19.َHuruf Ta’ wazan ‫ تَ َفعَّ َل‬dan ‫اع َل‬ َ ‫َتَ َف‬diganti dengan huruf yang berdekatan makhrajnya



‫اع َل َاتءً أَو َاثءً أو َداالً أو ذَاالَ أَو َز ًااي أو ِسي نًا أَو ِشي نًا أَو‬ َ ‫إذَا َكا َن فَاء تَ َفعَّ َل َوتَ َف‬ ِ ‫صادا أَو ضادا أَو طَاء أَو ظَاء َجيوز قَلب َاتئِ ِهما ِِبَا ي َقا ِربه ِف المخرِج ثَّ أد ِغم‬ ‫ت‬ ًَ ًَ َ َ ً ً َ َ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ‫َّاّن للمجانَسة مع اجتال‬ ِ َ‫االوَىل ِف الثَّانيَّة بَع َد َجع ِل أ ََّوِاللمتَ َقا ِرب‬ ِ‫ب ََهَزة‬ ِ ‫ي مثل الث‬ ََ َ َ َ ِ ِ َّ ‫س واِ َّاثقَل واِ َّدثَّر واِذَّ َّكر واِز‬ ِ ِ َّ ‫الوص ِل لِيم ِكن ا ِالبتِ َداء َِب‬ ‫َّق‬ َ ‫َّجَر َوا َّمسَّ َع َواشَّق‬ َ َ َ َ َ َ َّ ‫لساك ِن َحنو ات ََّر‬ َ َ ِ ِ ِ ِ َّ َّ َّ َّ ‫س َو تَثَاقَ َل َو تَ َدث َر َو تَ َذكَر َو تَ َز َّجَر‬ َّ ‫َّق َوا‬ َّ ‫َو ا‬ َ ‫صد‬ َ ‫ضَّر‬ َ ‫ع َواظ َّهَر َواط‬ َ ‫اهَر أص َلها تَََّْت‬ .‫اهَر‬ َ ‫صد‬ َ َ‫َّق َو ت‬ َ ‫ضَّر‬ َ َ‫ع َو تَظَ َّهَر َو تَط‬ َ ‫َو تَ َس َّم َع َو تَ َشق‬ َ َ‫َّق َو ت‬ Apabila ada kalimat yang mengikuti Wazan ‫ تَ َفعَّل‬dan ‫اعل‬ َ َ َ ‫ تَ َف‬dan Fa’ Fi’ilnya berupa huruf ‫ ت‬،‫ ث‬،‫ د‬،‫ ذ‬،‫س ز‬, ‫ش‬, ‫ ص‬,‫ض‬, ‫ط‬, ‫ ظ‬, maka Ta’ dari kedua wazan tersebut boleh diganti dengan huruf yang mendekati dalam Makhrojnya (‫ ت‬s/d ‫) ظ‬,kemudian huruf yang pertama diidghomkan pada huruf yang kedua,demikian ini setelah huruf yang pertama dari kedua huruf yang berdekatan makhrojnya tersebut dijadikan serupa dengan huruf yang kedua serta memasang Hamzah Washol untuk mengawali huruf yang mati. Contoh:



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫اِ َّاثقَ َل‬



asalnya ‫ تَثَاقَل‬.



َ



91



KAIDAH KE-I8



EMPAT KARAKTERISTIK ALIF



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



92



Dalam Bahasa Arab Alif, memiliki beberapa karakter, baik ketika ditulis maupun bentuknya. Diantara karakter huruf alif adalah: Alif



Yabisah, Layyinah, Mamduddah, dan Maqshurah. A. Alif Yabisah Alif yabisah adalah alif yang dapat menerima harakat atau syakal, baik dalam keadaan fathah (a), kasrah (i) dan dhummah (u). Alif pada kondisi ini kebanyak merupakan alif asli yang merupakan komponen huruf yang tidak bisa dipisahkan dengan huruf lain. Contoh Hamzah:



‫ إِح َسا ٌن‬-‫ س َؤ ٌال‬-َ‫ بَ َدأ‬-‫ اَحلَمد‬-‫أَ َك َل‬



B. Alif Layyinah



Alif Layyinah biasa disebut dengan “Alif” saja. Ia selalu mati/sukun, dan tidak menerima harakat. Alif layyina mempunyai dua tempat, yaitu di tengah kata dan akhir kata. Contoh alif:



Kaidah:



ِ ِ ٌ َ‫كت‬ ٌ‫ َمسَاء‬-ٌ‫ َس َواء‬-ٌ‫ َعامل‬-‫اب‬



1) Alif Layyinah di Tengah Kata



Alif Layyinah yang berada ditengah kalimat secara muthlaq ditulis dengan alif baik menengahinya tersebut disebabkan oleh huruf asal, Contoh ,‫انم‬



,‫ صام‬,‫ قام‬,‫ قال‬atau selainnya, Contoh ,‫ ليالى‬,‫فتاه‬ ‫ حتام‬,‫ عالم‬,‫ إالم‬,‫ يشاىن‬,‫ يرضاه‬,‫ يشاه‬,‫مقتضام‬ 2) Alif Layyinah di Akhir Kata



Alif layyinah yang berada di akhir kata terkadang ditulis dengan ya’ atau (alif ta’nits maqshurah) yaitu ;



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



93



a) Didalam setiap isim yang terdiri dari tiga huruf yang terdapat



‫ اهلدى‬,‫ الفت‬kalau alifnya mengganti wawu maka ditulis alif. Contoh ,‫ العال‬,‫ العصا‬,‫القفا‬ ‫العصا‬ alif pengganti dari ya’. Contoh



b) Didalam setiap isim arobi yang lebih dari tiga huruf dan huruf sebelum terahir bukan ya’ contoh



,‫ خجلى‬,‫ حبلى‬,‫ كربى‬,‫صغرى‬



dan kalau huruf sebelum terakhir berupa ya’ maka ditulis alif dengan secara mutlaq contoh ‫ثراي‬ c) Didalam lima isim alam



‫ خبارى‬,‫كسرى‬dan



,‫ حميا‬,‫ راي‬,‫ قضااي‬,‫دنيا‬ ajami contoh ,‫ مت‬,‫ عيسى‬,‫موسى‬



isim alam yang selain lima isim alam ini



ditulis dengan alif ‫شربا‬ d)



,‫ بنها‬,‫ ايفا‬,‫ زليخا‬,‫دارا‬ Didalam lima isim mabni contoh ‫ االىل‬,‫ اوىل‬,‫ مت‬,‫ أىن‬,‫لدى‬ selain lima isim mabni tersebut ditulis dengan alif contoh ,‫مهما‬ ‫ إذا‬,‫أان‬



e) Didalam setiap fi’il tiga huruf yang alifnya mengganti dari ya’



‫ رمى‬,‫ رعى‬,‫ مشى‬,‫ سعى‬dan kalau alifnya mengganti wawu maka ditulis alif. Contoh ‫ عفا‬,‫ غزا‬,‫ دعا‬dan ada sebagian contoh



ulama menulis bagian yang kelima ini dengan alif secara muthlak. f) Didalam setiap fi’il yang lebih dari tiga huruf apabila huruf sebelum alif bukan ya’



‫ صلى‬,‫ خلى‬,‫ اتى‬,‫ اهتدى‬,‫أهدى‬



dan



apabila berupa ya’ maka ditulis alif karena benci berkumpulnya



‫ تزاي‬,‫ تبيا‬,‫ استحيا‬,‫حييىا‬ Didalam empat huruf seperti ‫ بلى‬,‫ حت‬,‫ على‬,‫ اىل‬sedangkan huruf yang lain ditulis alif contoh ,‫ خال‬,‫ هال‬,‫ال‬ dua bentuk ya’. Contoh



g)



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



94



h) Dan didalam keterangan diatas terdapat dua qaidah yang umum, yaitu ; i) Setiap alif yang berada didalam kalimat yang fa’ atau ain fi’ilnya berupa wawu maka ditulis dengan ya’. Contoh



‫ هوى‬,‫ جوى‬,‫وقى‬



,‫وعى‬



j) Setiap alif yang berada didalam kalimat yang ain fi’ilnya berupa hamzah juga ditulis dengan alif karena ulama benci kepada berkumpulnya dua alif. Contoh ‫فأى‬



,‫ شأى‬,‫أبى‬



Sebagian ulama berpendapat bahwa kalimat yang diakhiri dengan ya’ itu ditulis dengan alif didalam tujuh tempat, yaitu ; 1.



Didalam sajak, yang berupa badi’ musyakalah dari kalimat lain yang ditulis dengan alif. Contoh:



)‫ وأجنده إذا هوا (هوى‬,‫سامح أخاك إذا هفا‬ 2. Untuk menyerasikan akhir syi’ir, hal ini berada di dalam qashidah yang pendek seperti qashidahnya Ibnu Duraid



‫ طرة صبح حتت أذايل الدجا‬# ‫إما ترى رأسى حاكى لونه‬ ‫ مثل اشتعال النار ِف مجر الغاضا‬# ‫واشتعل املبيض ِف مسوده‬ ‫ أرجائه ضوء صباح فاجنال‬# ‫كانه الليل البهيم حل ِف‬ 3. Didalam badi’ musyakalah dengan bertujuan jinas seperti;



‫ ِبا حباىن وأوال‬# ‫ايسيدا حاز رقى‬ ‫ أحسنت ِف الشكر أوال‬# ‫احسنت برا فقل ىل‬ 4. Didalam badi’ musyakalah dengan bertujuan tauriyah seperti



‫ هناه وقد حاز املعاىل وزاهنا‬# ‫بروحى بدرا ِف الندى ما أطاع من‬ ‫ وها هوا قد بر العفاة وماهنا‬# ‫يسائل أن ينهى عن اجلود نفسه‬ 5. Bertujuan mu’ayah dan ilghaz seperti



‫ وحنن بوادى عبد ْشس وهاشم‬# ‫أقول لعبد للا ملا سقاؤان‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



95



‫ وهى يهى‬yang bermakna lemah. Dan maksud dari ‫ شم‬adalah fi’il amar dari ‫ شام‬akan tetapi ditulis dengan ‫وهاشم‬yang



Maksudnya adalah



maksudnya menyamai dengan penyembah matahari, tujuannya agar mengarah kepada ilghaz. 6.



Kalimat yang datangnya berupa maqshur dan mamdud dengan dua bahasa. Seperti



‫ احللوى واحللواء‬boleh ditulis dengan alif seperti ‫احللوا‬



7. Kalimat yang datangnya berupa kalimat mahmuz yang menempati



‫ قريت‬dengan makna ‫قرأت‬. Boleh ditulis dengan ‫ قرا‬yang sebenarnya didalam bahasa ditulis dengan ‫قرى‬. Begitu juga dengan kalimat ‫ ابطا‬yang sebenarnya ditulis dengan ‫ابطى‬ ditempatnya kalimat mu’tal seperti



C. Alif Mamdudah Alif Mamdudah biasa disebut dengan Alif Ta’nits Mamdudah adalah isim mu’rab yang huruf terakhirnya berupa hamzah dan sebelum hamzah itu terdapat alif zaidah, seperti (‫)مساء‬ َ dan (‫)صحَراء‬. َ Alif mamdudah seperti bentuk alif yang sebagaimana kita kenal (‫)ا‬. Alif mamdûdah adalah



‫لصحَراء‬ َّ َ‫ ا‬,‫لس َماء‬ َّ َ‫ا‬. Alif mamdudah ada yang berasal dari “waw” seperti ‫مسَاء‬ َ berasal dari ‫مساو‬. ada yang berasal dari “ya” ‫ مشَّاء‬,‫ بناَّء‬berasal dari ‫ مشاي‬, ‫بناي‬. Ada juga ٌ ٌ tambahan sebagai pertanda untuk ta’nits seperti ‫ ْحراء‬, ‫حسناء‬. alif



tambahan pada isim (kata benda) seperti



Hamzahnya isim mamdud adakalanya asli, seperti (‫ )ق َّراء‬dan (‫)وضَّاء‬,



karena keduanya berasal dari (َ‫ )قَ َرأ‬dan (ٌ‫)وضوء‬. Atau gantian dari waw dan ya’.



Yang gantian dari waw, seperti (ٌ‫)مساَء‬ َ dan (ٌ‫)عدَّاء‬ َ dan َ yang asalnya adalah (‫)مساٌَو‬ (‫)عد يو‬, َ dan (‫)ع َدا يَعدو‬. َ karena keduanya dari (‫)مساَ يَسمو‬ َ Dan yang gantian dari ya’,



ِ seperti (ٌ‫ )بِنَّاء‬dan (ٌ‫)مشَّاء‬ َ yang asalnya (‫ي‬ ٌ َ‫ )بنا‬dan (‫اي‬ ٌ ‫ ) َم َش‬karena berasal dari ( ‫بَ َىن‬ ‫ )يَب ِين‬dan (‫)م َشى َمي ِشي‬. َ Atau hamzah itu ditambahkan untuk ta’nits, seperti Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



96



(‫)حسناَء‬ َ karena keduanya berasal dari (‫ )حس ٌن‬dan (‫)ْحٌر‬. Atau hamzah َ dan (‫)ْحَراء‬ ِ dan (‫)ق وَبء‬. itu ditambahkan untuk ilhaq, seperti (‫)حرََبء‬ َ Isim mamdud terbagi menjadi dua, yaitu Qiyasi dan sama’i . 1) Isim Mamdud Qiyasi Isim mamdud yang qiyasi berada ditujuh macam isim mu’tal akhir, yaitu: a. Masdarnya fi’il mazid yang huruf pertamanya berupa hamzah, ِ ‫)اجنلَى‬, (‫)ارعوى ار ِعواء‬, (‫ )ار َأتَى ارتِئاء‬dan ( ‫است قصى‬ seperti (ً‫)آتَى إِيتاَء‬, (ً‫)أَعطَى إِعطَاء‬, (ً‫اجنالَء‬ َ َ َ ًَ ًَ ََ



ِ َ ‫)استق‬. ً‫صاء‬ b. Lafal yang menunjukkan pada suara, yaitu dari masdar yang ِ mengikuti wazan (‫)فَ َع َل يَ ْفعل‬, seperti (ً‫)رغاَ البَعِري يَرغو َرغاَء‬ َ dan ( ‫ثَغَت الشَّاة تَث غو‬ ً‫)ث غَاء‬.



c. Masdar yang mengikuti wazan (‫ )فعاَل‬dari masdarnya (‫اع َل‬ َ َ‫) ف‬, seperti ِ ِ ِ (ً‫)و َاىل ِوالَء‬, َ (ً‫)ماََرى مَراء‬, (ً‫)راءَى ِرَائ ء‬ َ (ً‫)ع َادى ع َداء‬, َ dan (ً‫)انََدى ن َداء‬.



d. Isim yang mempunyai empat huruf yang dijama’kan dengan mengikuti wazan (‫)أَفْع لَة‬, seperti (ٌ‫ )كِ َساء‬yang jama’nya adalah (ٌ‫)أَك ِسيَة‬, ِ yang jama’nya adalah (ٌ‫)أَغ ِطية‬, (ٌ‫ ) ِرَداء‬yang jama’nya adalah (ٌ‫)أَرِديَة‬, (ٌ‫)غطَاء‬ َ dan (ٌ‫ )قباَء‬yang jama’nya adalah (ٌ‫)أَقبِيَة‬.



e. Masdar yang dibuat dengan mengikuti wazan (‫ )تَ ْفعاَل‬atau (‫)ت ْفعاَل‬, ِ ِ seperti (ً‫)ع َدا يَعدو تِع َداء‬ َ dan (ً‫)م َشى َميشي مت َشاء‬. َ



f. Sifat yang dibuat dengan mengikuti wazan (‫ )فَ َّعال‬atau (‫ )م ْفعاَل‬untuk ِ mubalaghah, seperti (ٌ‫)عدَّاء‬ َ dan (ٌ‫)معطَاء‬.



g. Mu’annatsnya (‫ْعل‬ َ ‫ )أَف‬untuk selain tafdlil, baik shahih akhir, seperti (‫ )أَْحَر‬menjadi (‫)ْحَراء‬, َ atau َ (‫ )أَعَرج‬menjadi (‫)عرجاَع‬, َ (‫ )أَجنَ َل‬menjadi (‫)جنالَء‬, Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



97



mu’tal akhir, seperti (‫ )أَح َوى‬menjadi (‫)ح َّواء‬, َ dan َ (‫ )أَع َمى‬menjadi (‫)عميَاء‬ (‫ )أَل َمى‬menjadi (‫)لَميَاء‬. 2) Isim Mamdud Sama’i Isim mamdud yang sama’i adalah isim mamdud selain ketujuh tempat di atas, yaitu dari isim yang telah datang berupa isim mamdud, sehingga lafal itu dujaga dan tidak boleh diqiyaskan, seperti (‫)فَتاَء‬, (‫)سناَء‬, َ (‫ ) َغناَء‬dan (‫)ثََراء‬.



Diperbolehkan memaqshurkan isim mamdud, sehingga dalam (ٌ‫ )دعاَء‬dan



(‫)صفَراء‬, boleh diucapkan (َ‫ )دعا‬dan (‫)صفَرا‬. Dan dianggap jelek jika َ َ memamdudkan isim maqshur, sehingga dianggap jelek jika diucapkan ِ ِ dalam (‫صا‬ َ dan (‫ )غ َىن‬dengan (ٌ‫صاء‬ َ dan (ٌ‫)غناَء‬ َ ‫)ع‬ َ ‫)ع‬ D. Alif Maqshurah



Alif maqshurah adalah alif yang ditulis dalam bentuk ya’ tanpa titik )‫) ى‬. Alif maqshurah adalah salah satu huruf Arab yang merupakan varian dari huruf alif, alif maqshurah bukanlah salah satu dari ke-28 huruf



hijaiyah/huruf Arab. Alif maqshurah melambangkan fonema yang dibaca panjang dan selalu berada di akhir dalam keadaan mad dan tidak pernah mendapatkan tasykil lain seperti fathah, kasrah atau dammah.



Alif maqshurah serupa dengan huruf ya ‫ ي‬namun tanpa dua titik di bawahnya, dan menurut aturan baku bahasa Arab standar, huruf ini berbeda dengan huruf ya sehingga sering menimbulkan kesalahan dalam penulisan, seperti pada lafaz



‫ ِف‬yang seharusnya ditulis ‫ف‬, walaupun alif maqhsurah



terlihat serupa dengan huruf ya dalam bahasa Persia.Contoh penggunaan



alif maqshurah pada lafaz ‫ حيىي‬yang serupa dengan ‫ حييا‬, /Yahya. Alif maqshurah adalah alif yang terdapat diakhir isim mu’rab (yang menerima i’rab) . Alif ini tidak asli, ada karena perubahan dari



‫و‬



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



98



seperti



‫عصا‬, perubahan dari ‫ ي‬seperti ‫ فت‬dan adapula tambahan untuk penanda ta’nits seperti ‫ عطشى‬,‫ ذكرى‬,‫حبلى‬. Adapun Isim Maqshur adalah isim mu’rab yang huruf terakhirnya berupa alif lazimah, baik alif tersebut ditulis dalam bentuk alif, seperti (‫صا‬ َ ‫)الع‬ َ atau dengan bentuk ya’, seperti (‫وسى‬ َ ‫)م‬. Alif tersebut selamanya tidaklah asli, namun adakalanya hasil dari perubahan atau ditambahkan. Alif yang merupakan hasil perubahan, adakalanya dari waw, seperti (‫صا‬ َ ‫)الع‬, َ atau ya’, seperti (‫ )ال َف َت‬karena didalam tatsniyyahnya kita ucapkan ِ (‫ص َو ِان‬ َ dan (‫)فَتَ يَان‬. َ ‫)ع‬ Alif



yang



merupakan



hasil



penambahan,



maka



adakalanya



ِ ditambahkan untuk ta’nits, seperti (‫)حب لَى‬, (‫)عط َشى‬ َ dan (‫)ذكَرى‬, karena lafal-lafal



ِ tersebut berasal dari (‫)حب ٌل‬, َ dan (‫)ذكٌر‬. Atau ditambahkan untuk ilhaq, ٌ ‫)عط‬ َ (‫ش‬ ِ lafal yang pertama diilhaqkan dengan (‫ )جع َفر‬dan lafal seperti (‫ )أَرطَى‬dan (‫)ذف َرى‬, ٌ َ ِ yang kedua diilhaqkan dengan (‫)درَه ٌم‬.



Alif ditulis dengan bentuk ya’, ketika berada ke empat atau lebih, seperti (‫)بشَرى‬, (‫ )مصطََفى‬dan (‫)مستَش َفى‬, ً atau berada ketiga dan asalnya adalah waw, seperti (‫)ال َف َت‬, (‫ )اهل َدى‬dan (‫)الن ََّدى‬. Dan alif tersebut ditulis dengan bentuk alif ketika alif itu berada ketiga dan asalnya adalah waw, seperti (‫صا‬ َ ‫)الع‬, َ (َ‫)ال َعال‬ dan (َ‫)الرَب‬. ُّ Ketika isim maqshur ditanwin, maka alifnya dibuang dalam pengucapannya, akan tetapi masih ditetapkan dalam penulisan, seperti ( ‫كن‬ ‫)فَ ًت يَدعو إِ َىل ه ًدى‬. Isim maqshur ada dua macam, yaitu qiyasi dan sama’i . 1) Isim Maqshur Qiyasi Isim maqshur yang qiyasi ada disepuluh macam isim mu’tal akhir, yaitu: Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



99



a) Masdarnya fi’il lazim yang mengikuti wazan (‫) فَع َل‬, karena wazan ِ dan (‫) َغ ِين ِغىن‬. masdarnya adalah (‫)فَ َعل‬, seperti (‫ي َج ًوى‬ ً َ َ (ً‫)رض َي ِرضا‬ َ َ ‫)ج ِو‬,



ِ dan b) Isim yang mengikuti wazan (‫ )ف َع ل‬jama’nya (‫)ف ْع لَة‬, seperti (‫)مًرى‬ ِ jama’nya (ٌ‫)مرية‬ ِ ِ (‫)حلًى‬ َ dan (ٌ‫)حليَة‬ c) Isim yang mengikuti wazan (‫ )ف َع ل‬jama’nya wazan (‫)ف ْع لَة‬, seperti (ً‫)عرا‬, (‫ )م ًدى‬dan (‫ )د ًمى‬jama’nya (ٌ‫)عرَوة‬, (ٌ‫ )مديَة‬dan (ٌ‫)دميَة‬.



d) Isim yang mengikuti wazan (‫)فَ َع ل‬, dari isim jinis, yang menunjukkan pada makna jama’ ketika dikosongkan dari ta’, dan menunjukkan pada makna mufrad ketika bertemu dengan ta’, seperti (ٌ‫صاة‬ َ ‫)ح‬ َ dan (‫صى‬ ً ‫)ح‬, َ (ٌ‫ )قَطَاة‬dan (ً‫)قَطا‬.



e) Isim maf’ul yang fi’il madlinya ada tiga huruf, seperti (‫)معطًى‬, (‫)مصطََفى‬ dan (‫)مستَش َفى‬. f) Wazan (‫)م ْف َعل‬ َ yang menunjukkan pada masdar atau isim zaman atau isim makan, seperti (َ‫)حميا‬, َ (‫)مأتَى‬ َ dan (‫)مرقَى‬. َ



ِ (‫)مه َدى‬ ِ g) Wazan (‫ )م ْفعل‬yang menunjukkan pada isim alat, seperti (‫)مك َوى‬, ِ dan (‫)مرَمى‬.



h) Wazan (‫ْع َل‬ َ ‫ )أَف‬sebagai sifat untuk tafdlil, seperti (‫ )أَد َىن‬dan (‫صى‬ َ ‫)أَق‬, atau untuk selain tafdlil, seperti (‫ )أَح َوى‬dan (‫)أَع َمى‬. i) Jama’ mu’annats dari (‫ْعل‬ َ ‫ )أَف‬yang untuk tafdlil, seperti (ً‫ )دان‬dan (ً‫)قصا‬ jama’nya (‫ )دن يَا‬dan (‫)قص َوى‬.



j) Mu’annatsnya (‫ْعل‬ َ ‫ )أَف‬yang untuk tafdlil dari isim yang shahih akhir atau mu’tal akhir, seperti (‫ )حس َىن‬dan (‫)فضلَى‬, mu’annatsnya (‫ )أَح َسن‬dan (‫ضل‬ َ ‫)أَف‬. (‫ )دن يَا‬dan (‫)قص َوى‬, mu’annatsnya (‫ )أَد َىن‬dan (‫صى‬ َ ‫)أَق‬.



2) Isim Maqshur Sama’i



Isim maqshur yang sama’i adalah isim maqshur selain kesepuluh isim di atas, yaitu dari lafal yang telah datang dalam keadaan berupa Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



100



isim maqshur, sehingga isim itu dijaga dan tidak boleh diqiyaskan, ِ (‫)فَت‬, (‫)ثَرى‬, (َ‫)سنا‬, (‫ )ه َدى‬dan (‫)رحى‬. seperti (َ‫)حجا‬, َ َ ََ َ



BAGIAN KEDUA: KONSEP KHAT DAN KAIDAHNYA



KONSEP ORTOGRAFI ARAB 1.



Pengertian Ortografi Arab



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



101



Istilah ortografi dalam bahasa Indonesia dikenal dengan aksara,



5



atau ilmu yang mempelajari tentang keaksaraan sebuah bahasa. Dalam Kamus Bahasa Indonesia aksara dimaknai dengan sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran, dan juga bermaka huruf atau abjad.6 Bila aksara dimaknai dengan huruf atau abjad, maka hal itu berarti lambang bunyi (fonem) sedangkan bunyi itu sendiri adalah lambang pengertian yang menurut catatan sejarah secara garis besar terdiri dari kategori.7 Ortografi Arab berkaitan dengan cara dan teknik menuliskannya, karena ortografi Arab (abjad hijaiyah) berbeda dengan ortografi lainnya seperti latin, China (Tionghoa/Kanji), Hiragana (Jepang), Rusia (Sirlik) dan Thailand (Thai), maka Ortografi Arab, menjadi sebuah cabang ilmu yang disebut dengan: Qawaidul imla>’,



kitabah, khat, dan rasm. Meski demikian istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan makna. Ortografi berasal dari bahasa Yunani: orthos yang artinya “benar” dan



gfaphein yang artinya “menulis”. Definisi ortografi itu sendiri adalah system ejaan suatu bahasa atau gambaran bunyi bahasa yang berupa tulisan atau lambang yang meliputi antara lain masalah ejaan, kapitalisasi, pemenggalan kata, tanda baca dan lain sebagainya. 5 "Aksara" secara etimogis berasal dari bahasa Sanskerta yaitu akar kata "a-" 'tidak' dan "kshara" 'termusnahkan'. Jadi, aksara adalah sesuatu yang tidak termusnahkan/kekal/langgeng. Dikatakan sebagai sesuatu yang kekal, karena peranan aksara dalam mendokumentasikan dan mengabadikan suatu peristiwa komunikasi dalam bentuk tulis. Melalui aksara yang ditatah di atas batu hingga ditulis di atas daun lontar dan lempeng tembaga, kesuraman dan kejayaan masa lalu dapat dijamah kembali dengan bukti-bukti literal. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustakam 2008), h. 678. 7 Richadiana Kartakusuma, Peran dan Fungsi Efigrafis sebagai Bidang Studi Sumber Tertulis dan Permasalahannya, (Depok: Jurusan Arkeologi FIB Universitas Indonesia, 2003), h. 199.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



102



Ortografi Arab, dalam lintas kajian bahasa, banyak disinggung dalam beberapa disiplin ilmu seperti dalam Ulu>m al-Qur’a>n, Ta>rikh, Fiqh



Lughah, Sharf wa nahw (morfologi dan sintaksis), Aswa>th (fonologi) Seni dan Budaya. Dalam ulum al-Qur’an misalnya kita mengenal pembahasan tentang Rasm al-Qur’an, yang didalamnya membahas tentang teori ibda>l,



hadzf, dan ziyakh), banyak mengurai tentang sejarah munculnya huruf/Abjad Arab dari zaman pra Islam sampai zaman modern, yang disertai dengan perkembangan dan perubahan bentuk-bentuk tulisannya dari masa ke masa. Dalam fiqh lughah, juga demikian banyak mengurai tentang masalah khat, kaidah imla>’ dan tarqi>m, tasyki>l, tanqi>th,



tasydid. Dalam ilmu Sharf dan Nahw juga demikian banyak membahas tentang ortografi Arab dari aspek taqli>b, ta’li>l, tajmif, tanqish,



taqshir, mahmuz, dan mamdud, serta dalam ilmu al-Ashwa>t (Fonologi), banyak membahas topik-topik yang terkait dengan ortografi Arab, seperti,



washl, fadhal, ibtida’ wa al-Waqf, sha>mitah wa sha>itah, dan lain-lain. Dengan demikian bahwa kajian ortografi dalam bahasa Arab terkait dengan multidisplin ilmu, sehingga penelitian tentangnya dapat memperkaya kajian keilmuan lainnya, karena antara satu dengan lainnya saling terkait. 2.



Sejarah Ortografi Arab Para ahli tentang Bangsa Arab di Wilayah Selatan, seperti Klaser,



Neeker dan Hommel menyimpulkan bahwa qutbania, Hadramaut, saba, himyar Ausan Zu Reidan dan Yaman, merupakan pemerintahanpemerintahan Arab yang pernah berkuasa di Selatan Jazairah Arabiah, dan ortografi yang mereka pakai adalah disebut Musnad. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa tulisan di jazirah delius Yunani dan Gazza mesir, yang semuanya menggunakan seni dan gaya tulisan Musnad. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



103



Demikian pula ditemukkannya jenis-jenis tulisan dengan ortografi Musnad berikut cabang-cabangnya pada bukit Hejaz, Madin al-Hajar. Demikian pula di Irak di pedusunan Syiriah, Kuwait, dan Ihsa, berupa cabang-cabang



lihya>ni>, Samudi, safawi, yang kemudian menurunkan ortografi naba>ti> yang ditemukan di bukit jazirah Busra dan Luja. Atas dasar itu, disimpulkan bahwa ortografi Musnad, adalah ortografi tertua yang pernah diketahui di semenanjung Arabiah. Ibnu Khaldun mencatat bahwa orang Hijaz mengambil ortografi dari Hirah, sedangkan orang-orang Hira mengambil dari Hameir, adapun Hameir sendiri berasal dari Yaman, yang dipandang sebagai tempat kelahiran pertama ortografi Musnad yang posisioningnya mendominasi wilayah Arab Selatan.8



Adapun ibnu Khallikan menambahkan bahwa perpindahan



ortografi Hameir ke Hirah terjadi di masa kekuasaan keluarga Munzir.9 AlMaqrizi> menulis bahwa ortografi Musnad adalah model penulisan aksara Arab yang mula-mula dari sekian jenis tulisan yang dipakai oleh masyarakat Humeir (Himya>ri>) dan raja-raja kaum ‘Ad.10 Di wilayah-wilayah kerajaan Arab selatan, seperti kerajaan Saba’, Minaiyah, Himyar dan Yaman, semenjak waktu yang lama telah menggunakan sejenis tulisan yang berbeda dengan tulisan yang berkembang di jazirah Arab bagian utara, meskipun wilayah selatan ini juga mendapatkan pengaruh dari alphabet Sinai. Tulisan ini kemudian



Abd Rahma>n Ibn Khaldu>n, Muqaddimah, (Libanon Beirut: Da>r al-Fkir, 1981), h. 418. Ahmad bin Muhammad bin Ibra>hi>m Abu> ‘Abba>s Syamsuddi>n al-Barmaki> al-Irbili asy-Syafi’i bin Khallikan, Wafaya>t al-A’ya>n wa Anba>’ Abna>’ al-Zama>n, (Beirut: Da>r Sha>dir, 1972), h. 346. 10 Taqiyuddi>n Ahmad bin ‘A>li bin Abd al-Qa>dir al-Maqrizi’idz wa al-‘Itiba>r fi> dzikri al-Khutta>th wa al-A>tsa>r, (London: Muassasah al-Furqa>n li al-Tura>ts al-Islamiti>, sebuah kerajaan yang berdiri kokok pada abad ke I sebelum Masehi dengan kekuasaan yang memanjang dari Sinai dan bagian Selatan Arabiah melampaui daerah-daerah Damaskus, Syriah, sampai ke wilayah Madyan, Selat Aqaba, Hijaz, Palestina dan Hirah (Huron). Hifni Nasif, Tarikh Adab, h. 61-62.



14



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



107



Kerajaan tersebut berpusat di kota-kota penting, seperti Hijr, Petra dan Busra, dan bertahan sejak 150 SM, Orang-orang Naba>ti> (Nabatean), walaupun pada abad-abad sebelum Masehi di bawah pengaruh Romawi, malah orang-orang Naba>ti> ikut melakukan invasi ke wilayah Arab, namun secara kultural dan geografis, mereka sebenarnya termasuk suku bangsa Arab asli (Arab Ba>idah). Mereka pada awalnya adalah sekelompok imigran yang datang dari Transyordania dan menempati wilayah Edomite, Petra. Dari sini mereka meluaskan kekuasaan ke wilayah-wilayah lainnya. Sehingga bangsa Naba>ti> menjadi sebuah kekuasaan besar yang disebut dengan Kerajaan Anbath. Kerajaan ini memperoleh kejayaan di masa pemerintahan dipegang oleh Haritsats (tahun 9 sM.-40 M.) Pada saat ini kekuasaan mereka makin meluas bahkan hampir mencakupi seluruh dataran jazirah



Arabia.



Kerajaan



Anbath



di



puncak



kejayaannya



telah



meninggalkan warisan-warisan budaya yang bernilai tinggi. Ini dapat dilihat dari bekas-bekas peradaban Anbath yang terdapat di kota Petra, seperti bangunan-bangunan megah dan spektakuler yang menggambarkan bahwa Petra, sebagai pusat kekuasaan dan sekaligus pusat peradaban Anbath, telah maju dalam berbagai lapangan. Hal yang lebih penting dari itu bagi kita ialah bahwa kebudayaan Naba>ti> telah ikut berperan dalam membidani kelahiran tulisan Arab.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



108



Kota Petra Anbath



Orang-orang Naba>ti> dalam pergaulan sehari-hari menggunakan bahasa Arab, akan tetapi huruf-huruf yang mereka gunakan lebih cendrung berkarakter Aramia. Bentuk-bentuk yang mereka kembangkan ini akhirnya melahirkan suatu jenis tulisan sendiri yang kemudian dikenal dengan tulisan Naba>ti>. Pada abad pertama Masehi, saat kerajaan ini meluas secara pesat, semua hasil budaya mereka ikut memperoleh perkembangan. Tulisan Naba>ti> digunakan secara resmi di hampir seluruh wilayah kekuasaannya, namun berantakan dicaplok oleh bangsa Rumawi sekitar tahun 105 Miladiyah, akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa tulisan Naba>ti> tersebut hilang dan musnah sama sekali, sebab interaksi antara tulisan lama dengan pendatang baru telah melahirkan jabang ortografi dengan model tulisan Naba>ti> Mutakhir yang pada wujudnya masih merupakan hasil dari embrio ortografi Musnad yang lebih lengkap dan sempurnah serta mencerminkan gaya ortografi dan tulisan masyarakat Semith dan kebudayaan Aramia. Ciri-ciri tulisan ini ialah: 1) Huruf ditulis bergandengan seperti sekarang, 2) Tidak menuliskan huruf hidup, dan tidak memakai titik. Orang-orang Naba>ti> tidak saja berkerabat dekat dengan kabilah Arab bahkan juga banyak bergantung pada usaha dagang bersama dan mempunyao hubungan kultural dengan mereka. Orang orang Naba>ti> juga merupakan



masyarakat



yang



gemar



berpindah-berpindah



seperti



masyarakat Arab umumnya. Ini telah menjadi tradisi turun temurun pada masyarakat-masyarakat kuno yang beralokasi dikawasan tandus, seperti gurun pasir Arabia.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



109



Bahasa dan ortografi dengan mereka diperkirakan pernah hidup lama sepanjang kerajaan itu berdiri. Keduanya, terutama kaligrafi tersebut mempunyai dampak yang dalam terhadap percepatan pertumbuhan kaligrafi Arab. Ditambah dengan watak suka berpindah-pindah, kaligrafi yang mereka bawa itu tersebar lebih cepat lagi. Lebih dari itu dan in yang lebih menguntungkan bahwa ortografi naba>ti> telah berhasil mewariskan sistem-sistem angka (al-Arqam al-Hisabiyah / numerous) yang di wilayahnya. Berbeda dengan tulisan musnad, tulisan Naba>ti> bisa diketahui lebih jelas karena adanya bukti-bukti inskripsi yang diketemukan. Data itu mengambil nama-nama sesuain dengan lokasi di mana inskripsi- inskripsi tersebut didapat, yaitu inskripsi Umum Al-jimat (tertanggal kira-kira 250 dan 271/M, ditulis dengan bahasa Naba>ti> Arabi, di daerah Umum al-Jimal Syiria). Ilmuwan Devogue mula-mula mencoba mengalihkannya ke dalam bahasa Ibrani, kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang artinya “inilah kuburan fihr bin sala pelindung suku juzaimah, raj tanukh”15 kunt Devogue menentukan 250/M hanya sebagai tarikh perkiraan. Sedangkan littmann memberinya angka perkiraan 270/M. inilah tarikh permulaan digunakannya khat Naba>ti> oleh raja-raja Arab, sebagai pengganti tulisan-tulisan Arab lainnya. Seperti lihyani, samudi, dan safawi yang terpecah dari khat musnad humeiri. Tulisan pada inskripsi Umm alJimal ini pun sekaligus membuka tabir rahasia terselubung.ia menjadi petunjuk adanya hubungan sejarah antra dua keturunan(usrah) Arab yang memerintah di Hirah dan Tadmur, antara Irak dan Syiria, bahwa tulisan yang dikemukakan ditadmur pada patung putri al-Zaba berangka tahun Jauwad Ali, Tarikh al-Arab Qabla Al-Islam. Juz III, h. 3-35 dan juz IV, h. 17.



15



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



110



271/M, yakni semasa dengan inskripsi diatas, yang bisa dihubungkan degan masa Juzaimah al-Abrasy.



Peninggalan Kota Tadmur



Inskripsi kedua adalah Nammarah, yang termasyhur sebagai patung syair Imru Al-Qays ditemukan oleh ilmuwan Dussoud di Nammarah diseputar Huran Syria. Ditulis dengan khat Naba>ti> mutakhir, yakni tulisan yang selanjutnya berkebang menjadi bentuk kaligrafi Arab perawan, berangka tahun 223 sejak kejatuhan kota sala16 (petra) bertepatan dengan tahun 328/M Inskripsi ini berdiri dari lima baris pada bangunannya bujur sangkar kuburan kuno, ada duugaan bahwa Imru Al-Qays ibn Amr adalah salah seorang raja lakhm. Inskripsi inididuga sebagai tulisan Arab tertua, sepanjang penemuan hingga kini. Al- ustad Muhammad Al-Husaini Abdul Aziz didalam kitabnya, dira>sa>t fi> al-Ima>rah wa al-Funu>n al-Isla>miyah menulis: sesungguhnya, inskripsi ini merupakan satu contoh dari sekian banayak khat Naba>ti>, yang darinya lahir khat Arab Heja>zi>. Majalah al-Waie Al-Islami, No. 156. November 1977, h. 69-70 (Tarikh alKitabah al-’Arabiyah. al- Gani Muhammad Abdullah. Koweit. 16



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



111



Penemuan tersebut sangat pentng artinya bagi studi penelitian tulisan Arab dan perkembangannya, sekaligus untuk mempelajari kemungkinan bentuk- bentuk dialek Arab sebelum Islam, karena ia merupakan nash (teks) permulaan yang ditulis dengan dialek lidah Arab tulen yang mendekatii dialek Quraisy. Ahli-ahli ketimuran melihat, di dalam teks inskripsi in terdapat bukti penguasan bahasa penduduk hejaz terhadap bahasa, dan dialek Aramia yang dipakai oleh orang-orang Arab Naba>ti>. Teksnya bahasa Arami juga. Kecuali terjemahannya, ada beberapa versi menurut para peneliti yang berlainan, antara lain lifensoon, Dussoud, dan Lidzbarsky17”. Lebih jelas, seperti diterangkan dalam kitab Tarikh al-Arab Qabl al-Islam,18 “ jika kira ingin mendekatkan tulisan dalam inskripsi yang melekat pada kuburan Imru AlQays ini kepada pemahaman kita (Arab, pen.), niscaya akan kita dapati suatu bentuk yang mendekati dialek Arab Al-Qur’an….” Inilah luksian inskripsi tersebut.



Salinannya menurut bacaan dan dialek Arab Al-Qur’an, sebagaimana dimaksud di atas:



17 18



Naji Zainudin, op. cit., juz III, h.304. Jauwad Ali, op. cit., juz III. H. 450 dan 439 juz II, h. 35.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



112



)‫(هذا نقش امرئ القيس بن عمر وملك العرب كلهم الذي انل التاج‬ )‫ وهزم مذجحا بقوته وقاد‬,‫(وملك األسديي ونزاروا وملكوهم‬ )‫(الظفر إىل أسولر ((جنران)) مدينة ((ْشر)) وملك معدا واستعمل‬ )‫ فلم يبلغ ملك مبلغه‬,‫ كلهم فرساان للروم‬,‫(قسم أبناه على القبائل‬ )‫ من كسلول((كانون األول)) ليسعد الذي ولده‬7 ‫ يوم‬223 ‫ هلك سنة‬,‫(ِف القوة‬ Kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia secara harfiah, baris per baris:



1. Inilah pahatan (kuburan) Imru Al-Qays ibn ‘Amru Raja Arab masing-masing mereka yang menyandang mahkota. 2. Dan raja orang Usad dan Nazar dan raja-raja mereka, dan menaklukan muzhaj dengan kekuatannya dan memimpin. 3. Kemenagan kepada temmbok kota “Najran”kota “syamr” dan Raja ma’ad dan memakai 4. “membagi” anak-anaknya kepada kabilah-kabilah, masingmasing mereka penunggang kuda bagi Rumawi, maka belum sampai Raja kepada kekusaannya 5. Dalam kekuatan, meninggal tahun 223 hari 7 dari kislul “Desember” agar Berjaya yang dilahirkannya Inskripsi ketiga adalah Zabad, dengan pengusutan tarikh dari tahun 511-512/M. ditulis dengan tiga bahasa: yunani, suryani dan Naba>ti> Mutakhir (Arab kuno), pada puing reruntuhan zabad yang terletak pada sebelah tenggara Aleppo (Halaba), antara Qinsrin dan sungai Eufrat. Tulisannya dipahatkan diatas batu mati pada sebuah bangunan gereja. Di dalamnya dicantumkan nama-nama orang yang turut membangunan gedung tersebut.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



113



Baris terbawah disepakati salinannya sebagai berikut:



‫برمر القيس‬.... ‫مع قيموف‬...‫((بس ) م االله شرحوبر‬ ))....‫ وشرحوبر سعد ووسْتو (شر) حيو‬Terakhir, inskripsi Harran (Huran). Pahatan yang berasal dari tahun 568-569/M, ini ditulis pada sebuah batu diatas pintu gereja di Luja, Harran19 wilayah pegunungan Druzze; ditulis dengan bahasa Greek dan Arab.20 Para ahli tentang ketimuran mengatakan, pahatan ini berhubungan dengan seorang raj dari Kindah (kindi), yang diletakkan dalam rangka membangun sebuah gereja yang dipersembahkan untuk yang kudus. Yohana Al-Ma’madan. Ditulis dengan khat yang jelas tidak menyalahi rumus Naskhi kuno bagi siapa pun yang ingin membuat suatu pertandingan antara keduanya karena dekatnya dengan masa awal Islam, dimana agama tersebut telah mendorongnya untuk berkembang pada bentuk yang sempurna, yang kelajutannya dipakai untuk urusan-urusan administrasi perkantoran dan menulis naskah-naskah ilmiah.



Leitmann telah



19



Khalifah terakhir Bani Umayyah. Marwan-II. Pernah menjadikan Harran yang terletak disebelah utara Mesopotamia sebagai ibu kota kerajaannya. Mesjid besar Harran dibangun atas prakarsa beliau. Marwan sendiri terbunuh pada 750/M. (David Tallbot Rice. Islamic Art, h. 18, 28.) 20 Anis Farihah. Al-khat al- Araby: Nasy’atuhu-Muykilatuhu, h. 29: Naji zaynuddin, op cit., h. 305. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



114



mencocokkan bacaannya secara betul-betul, yang lebih dari setengah abad lamanya kaum orientalis kepayahan untuk menakutkannya. Inilah teksnya:



Dibaca sebagai berikut:



)) ‫(( اان شرحبل بن (بر) ظلمو (ظلم) بتيت ذا – املرطول‬ )) ‫ بعد مفسد‬463 )‫(( سنت (سنة‬ )) ‫(( خيرب‬ ))‫(( بعم (بعام‬ Terjemahannya, menurut bahasa kita:



1. Aku syurahbil bin (bir) zalamu (zalim), kubangun gereja kecil ini 2. Tahun 463 sesudah kehancuran 3. Khaibar 4. Pada tahun itu Menurut orientalis Noldkeh, angka tahun diatas sesudah kehancuran total khaibar bertepatan dengan 568-569 sesudag Miladiyah, yakni 45 tahun sebelum tarikh Hijriyah. Sedangkan angka-angka tahun ditulis dengan huruf-huruf Aramia. Naskah tersebut dipandang sebagai akhir periode peralihan dari khat



Naba>ti> kepad khat Arab Hejazy. Selain naskah-naskah di atas, telah ditemukan pula inskripsi kedua dari Umm Al-Jimal, tertanggal dari abad keeanam. Inskripsi ini menguatkan asal usul tulisan Arab dari tulisan Naba>ti>, sekaligus menunjuk pada suatu evousi bentuk-bentuk kaligrafi Arab yang beraneka ragam.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



115



Menurut



sumber-sumber



Arab,



penemua-penemuan



tegas



tersebut



ditetapkan dengan panggilan Manuskrip Arab Utara,21 yang pernah Berjaya pada mulanya diwilayah timur laut Arabia dan tumbuh berkembang terutam pada abad kelima diantarnya kabilah-kabilah Arab yang mendiami Hirah dan Anbar (di wilayah Irak). Dari sanalah, pada penghujung abad kelima dan awal abad keenam, tulisan tersebut menyebar ke Hejaz22, Arabia bagian barat. Dapat dikatakan setelah kita pelajari seluruh rahasia penemuan pada batu-batu tersebut bahwa bentuk kaligrafi Arab yang lebih disempurnakan, yang ketahui masyarakat Arab (sesudah khat Musnad Humeiri berikut cabang-cabangnya) sejak semula, dengan beragam nama, antara lain adalah



fan hieri (dari kata hira atau Hiron, sebuah kota diirak. Sesuadah masa Islam khat itu disebut kufi, seperti disebutkan oleh Ibnu Nadiem23 ) dank hat Anbari (dari kat Anbar), kemudian khat Makki (Mekkah) dank hat



Madani (Madinah). Kedua terakhir ini kerap disebut juga khat Hejazi Nama-nama tersebut sengaja dinisbahkan kepada nama daerah yang ditulisannya dipergunakan. Sama sekali tidak menunjuk pada bentuk atau corak sendiri-sendiri yang independen. Semuanya bermuara pada satu pangkal, yakni Nabati Mutakhir. Sesudah itu, barulah terjadi pergeseranpergeseran bentuk, meninggalkan tampang ortodoksnya. Perjalanan khat yang berakhir diwilayah-wilayah Arabia Utara ini telah melahirkan pelbagai nama tulisan baru. Di Madianah, misalnya, dikenal khat Mudawwar (membuat rounded), Musallas (bersegi tiga Y.H Safadi, op. cit., h. 8. Tanah Hejaz artinya Negeri Arab. Lebih jelas, Hejas sering disimpulkan sebagai wilayah yang mencakup sekitar Mekkkah dan Madinah. 23 Dr. jauwal Ali. Op,cit., juz IV, hlm 16 21 22



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



116



trianguler) dan Ti’m (pertengahan antar Mudawwar dan musallas). Dan masih banyak lagi nama-nama lainnya. Akan tetapi, dari sekian banyak nama tulisan yang ada pada waktu itu, hanya bias disimpulkan pada sesua pada dua bentuk pokok tulisan saja, yaitu gaya Mabsut dan Muqawwar keduanya tidak terpecahkan satu sama lainnya. Bentuk pertama condomg pada model kubisme/balok yang memiliki sudut-sudut (Muzawwar) dan banyak garis datar lurus pada lentangannya. Bisa juga disebut sebagai gaya “penulisan kering” (dry writing). Sedangkan bentuk yang satunya lagi bersifat lembut elastic (layin) yang condong pada lengkungan-lengkunga dan bundaran-bundaran.pada huruf-hrufnya.sering diistilahkan dengan sebutan “penulisan lembut”(shot writing). Gaya dry writing lazim juga disebut gaya kufi, dan ini akan diuraikan nanti pada pasal tersendiri. Sedangkan gaya shoft writing adalah model yang kelak menjadi bibit pertumbuhan pelbagai jenis kaligrafi Arab modern, seperti Naskhi, sulus, Rayhani, Diwani, dan lain-lain, sebagimana menjadi pokok uraian dalam buku ini. Khusus tentang khat laiyin, yang memiliki banyak bulatan(seperti disinggung diatas), dikaligrafikan secara cursif. Ia lebih elegan dituliskan. Karena mempergunakan ruang scara ekonomi dan umumnya lebih praktis dan mudah pelaksanaannya dari pada khat muzawwa. Pada awal pertumbuhan ia kemudian dikenal Naskhi atau Naskhi Hejazi, Karen perpindahannya dan Hrah ke kota- kota dagang Hejaz, terutam jantung kota Yastrib (Madinah) dan Mekah. Hal itu dikuatkan pula dengan penemua surat-surat perjanjian yang tersimpan pada museum-museum, berupa surat-surat dari kulit Bardi; yang terua diantaranya termaktub tahun 22 Hijriyah, dikeluarkan oleh seorang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



117



staf Amru ibn ‘Ash kepada Ignatius di Mesir dan ditulis dengan kaligrafi Arab dan Yunani. Ini menguatkan keyakinan bahwa bangsa Arab pernah saling suratmenyurat dngan menggunakan jenis tulisan laiyin ini. Sejarah surat-surat ini lebih dari dua tahun sejak didirikannya kota Kufah, suatu jarak waktu yang tidak cukup untuk kemungkinan lahir dan terpecahnya Fan Naskhi dari Khat Kufi berikut penyebarannya dalam secepat itu. Dengan demikian, pendapat yang mengatakan bahwa “ khat Naskhi terambil dari Kufi” adalah salah. Sebab, belum ada dasar dan alasan-alasan yang cukup kuat untuk membuktikannya. Akan tetapi, dapatlah diduga, fan Naskhi tubuh berkembang di Hejaz secar terpisah bersama pertumbuhan fan Kufi, di Kufah. Walaupun begitu tidaklah berarti fan Naskhi Kufi tidak saling berintraksi, sebab semuanya lahir dari sumber yang sama, yaitu Musnad. Dari perkembangan Muqawwar dan Mubsut, dijumpai pula jenis-jenis yang disebut Ma’il (mirin slanting) dan Mashq (memanjang extended). Ma’il sendiri akhirnya tidak diteruskan pemakaiannya dan dilebur kedalan Kufi (bahkan Mail Kerap disebut pula sebagai Kufi). Sedangkan Masq dan



Naskhi terus dipakai, sesudah kebangkitan di bidang penggunaan beragam kaligrafi Arab. Bentuk tulisan Arab selanjutnya lebih disempurnakan lagi oleh suku Hirah dan Anbar (Irak, yang bernama tulisan Hierie dan Anbari) yang juga penyempurnaan dari tulisan Musnad, kemudian muncul tulisan orang-orang Hijaz yang disebut tulisan Hija>zi merupakan perkembangan paling akhir dari rentetan pertumbuhan tulisan Arab. Kesempurnaan tulisan saat itu bukan berarti kesempurnaan tulisan Arab seperti sekarang ini yang lengkap Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



118



dengan syakal/harakat dan titik-titik tanda perbedaan huruf yang sama bentuk tapi berlainan ucapan. Penyempurnaan lebih lanjut baru dilakukan pada abad pertama hijriyah. Dari uraian di atas dapat simpulkan bahwa di wilayah jazirah Arab setidaknya terdapat dua jenis ortografi tulisan yang berpengaruh secara dominan, yaitu: 1) Ortografi dengan tulisan Naba>ti> dari kelompok tulisan Semit Utara 2) Ortografi dengan tulisan Musnad dari jazirah Arab Selatan. Hal yang selalu menjadi perdebatan bagi kalangan ahli ialah: mana di antara kedua tulisan itu yang lebih berperan dalam pembentukan tulisan Arab seperti yang berkembang hingga saat ini. Beberapa ahli tentang Arab Selatan (Klasser, Neckel, dan Homel) cenderung berpendapat bahwa tulisan Musnad adalah bentuk tulisan Arab tertua ( Zainuddin, 1974). Flinder Patri alam tulisannya The Formation of



The Alphabet (1912), malah berkesimpulan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa tulisan Arab bukan berasal dari tulisan Musnad, karena tulisan



Musnad telah musnah setelah perkembangannya di Himyar. Semenjak beberapa abad sebelum Masehi kota Hirah telah berperan besar dalam pengembangan tulisan-tulisan Semit. Di kota ini telah berkembang beberapa jenis tulisan yaitu: tulisan Naba>ti, dari kelompok tulisan Aramia, tulisan Kindy yang berasal dari kota Kindah (selatan kota Hirah), dan tulisan Strangeli. Tulisan yang disebutkan terakhir ini adalah perkembangan dari tulisan Siryani. Peran yang lebih besar telah diberikan oleh kerajaan Anbath pada waktu Hirah menjadi wilayah kekuasaan kerajaan itu. Tulisan Naba>ti> sangat umum dipakai oleh orang-orang Hirah dibanding dengan tulisan-tulisan lainnya. Menurut beberapa peneliti Arab, Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



119



perkembangan tulisan Musnad di Himyar, kemudian di bawa ke Hirah pada masa kerajaan Mana>zirah (268–628 M.). Semenjak waktu inilah bergabungnya pemakaian Musnad, Naba, Kindi> dan Strangeli di kota Hirah. Pada abad-abad sebelum kelahiran agama Islam, di wilayah Hijaz, pemakaian tulisan boleh dikatakan tidak umum. Orang Hijaz tidak mementingkan komunikasi tulis, tetapi lebih mengutamakan kefasihan lidah dan kekuatan hafalan. Pewarisan informasi di kalangan dan antar kabilan Arab disampaikan melalui penuturan lisan, demikianpun tradisi tutur dipelihara dalam hafalan-hafalan mereka. Oleh karena itu di wilayah ini tidak banyak di temukan peninggalan-peninggalan tertulis. Dari periwayatan yang kita terima tentang kehidupan masyarakat Arab pra-Islam antara lain ialah adanya suatu tradisi bertutur sejenis Pekan Raya Sastra (su>q). Pekan Raya ini merupakan ajang pertemuan para sastrawan untuk saling mengadu kekuatan hafalan serta kefasihan lidah mereka. Kegiatan ini dilaksanakan sekali dalam setahun dan diikuti oleh utusan kabilah-kabilah setempat. Tempat penyelenggaraan kegiatan ini antara lain yang lebih populer, yaitu di Ukaz dan dikenal dengan Suq al-



‘Ukaz, juga ditempat-tempat lainnya seperti Zulmaja>z dan al-Majanah. Hijaz dianggap terminal terakhir tempat persinggahan kaligrafi Aran. Sejak itu, seni menulis diterima oleh masyarakat Quraisy dan kabilakabilah lain disekitarnya. Tentang bagaimana orang Hijaz menerima pengetahuan menulis kaligrafi, berikut kutipan kisah yang banyak disadap sebagai sejarah masuknya tulisan Arab ke wilayah utama tersebut: Al-Bulazury menceritakan dari Abbas ibn Hisyam Ibn Muhammad ibn Al-Saib Al-Kalby dari kakeknya dan dari Al-Sararay Al-Qutamy, Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



120



bahwa tiga dari turunan Tai berkumpul di Buqqah. Mereka itu adalah Muramir ibn Murrah, Asrum ibn Sidrah dan Amur ibn Jadarah. Mereka berdiskusi tentang afabet Arab dan Suryani. Maka belajarlah dari mereka satu kelompok dari penduduk Anbar. Dari orang-orang Anbar ini belajar pula seorang dari penduduk Hirrah. Dalam riwayat Ibnu Abbas r.a disebutkan, yang mula- mula meletakan dasar- dasar huruf Arab adalah tiga orang tokoh dari Baulan (Baulan adalah kabila dari Tai) yang singgah di kota Anbar. Mereka itu adalah Maramir ibn Murrah Asrum ibn Sidrah dan Amur ibn Jadarah, nama-nama yang smaa seperti dikutip dalam versi cerita Al-Bulazury diatas. Mereka berkumpul dan meletakkan (mengolah) huruf-huruf putus dan sambung, kemudian mendiskusikannya dalam bentuk “mangambil perbandingan” dari segal segi dengan alphabet Suryani. Muramir diberi tugas dan berhasil merancang bentuk-bentuk huruf. Aslum menentukan bentuk pemisah dan sambungan, sedangkan amur meletakkan I’jam (tanda titik)24 pengetahuan tersebut lantas menyebar ke Mekkah dan dipelajari banyak orang. Kisah Al-Bulazury selanjutnya: Diceritakan, Bisyr ibn Abdil Malik Al-kindy, saudara Ukaidir yang menguasai Daumatul Jandal, dating ke Hirah dan tinggal di sana beberapa waktu sambil belajar menulisa Arab dari penduduk setempat. Kemudian ia mendatangi Mekkah pada waktu yang lain dan kawin anak gadis Harb ibn Umayah. Kakeknya Muawiyah ibn Abi Sufyan, pendiri dinasti Umayah. Suatu ketika Sufyan ibn Abdi Syams (saudara Harb) dan Abu Qeis ibn Abdi Manaf ibn Zahrah dari turunan 24



Peletak tanda bacaan mula-mula dikenal Abu al-Aswad. Namun, tidak berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada usaha ke arah itu, walaupun dalam bentuk yang jauh dari sesempurna. Riwayat di atas telah membuktikannya. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



121



Kilab melihatnya sedang menulis. Keduanya minta belajar menuis darinya dan Bisyr pun mengabulkan permohonan mereka dengan mengajrkan kepada mereka huruf-huruf hijaiyah yang dikuasainya. Lantas Bisyr dan



Abu Qeis mengunjungi Thaif dalam suatu



perdagangan yang ditemani Gailan ibn Salmah al-Saqafy yang sudah belajar kaligrafi dari mereka berdua. Maka ramai-ramailah masyarakat Taif belajar menulis dari orang-orang tersebut. Bisyr berangkat lagi ke Syam (Syria sekarang). Penduduk syam pun akhirnya belajar kaligrafi dari Bisyr. Cerita-cerita tersebut menerangkan kita, bagaimana klaigrafi menyudahi perjalanannya dari Hiraf ke Hejaz dimasa Sufayan dan Harb, anak-anak Umayah yang selanjutnya menebar dengan cepat dikalangan masyarakat Quraisy. Juga dapat diartikan bahwa kaligrafi Arab menghentikan perjalanannya yang terakhir di Hejaz pada penghujung abad ke-6 Miladiyah, seperti terbukti pada penemuan inskripsi-inskripsi Umm al-Jimal. Nammarah, Zabad dan Harran di atas. Harb dikenal sebagai seorang tokoh bangsawan Quraisy. Suatu kabilah yang melahirkan Nabi Muhammad Saw di antara orang-orang Quraisy yang belajar menulis langsung dari Bisyr dan Harb, dan menjadi tokoh-tokoh kuat suku itu adalah Umar Bin Khattab, Usman Ibn Affan, Ali bin Abhi Thalib, Talhah ibn Abdallah , Abu Ubaidah ibn Al-Jarrah, dan Mu’awiyyah ibn Abi Sufyan. Orang-orang yang disebut terakhir adalah para pengabdi setia yang banyak berperan dalam roda awal perutumbuhan Islam. Tiga pertama tersebut kelak menjadi Al-Khulafa Al-Rasyidin, panggilan bagi para pemimpin (khilafah) Islam yang mula-mula Nabi Muhammad sedangkan Mu’awiyah popular sebagai pendiri Dinasti Umaiyah, kerajaan Islam pertama yang sangat besar. Lebih jauh, setelah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



122



bermukim di Mekah, pengetahuan meulis tersebut menular ke kota yang lebih dekat, yaitu Madinah, dan dipelajari oleh kabila Aws, Khazraj, dan Saqif



denga



penuh



antusias



mengalahkan



keadaan



di



tempat



pengambilannya sendiri, Mekah. Ihwal penyebaran kaligrafi dikalangan masyarakat Arab ini tidak bisa dilepaskan dari “peranan Islam” yang luar biasa besarnya. Rasulullah Saw yang dikenal “Ummi” (tidak kenal baca tulis), justru telah memberikan dorongan kepada umatnya untuk menjadi masyarakat cerdik-cendekia yang menguasai sistem baca tulis. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits beliau banyak menyinggung pengetahuan membaca dan menulis yang luar biasa pentingnya. Tanpa ajaran Islam pengetahuan menulis di kalangan masyarakat Arab hampir-hampir dapat dikatakan tidak banyak artinya apalagi menyebar luas dalam waktu yang relatif cepat, mengingat kebanyakan masyarakat Arabb pada waktu itu tidak begitu menyukai tulisan. Hal yang perlu kita catatkan dari tradisi ini ialah bahwa setiap syair yang dianggap terbaik akan memperoleh penghargaan untuk “digantung” di Ka’bah setelah terlebih dahulu “ditulis dengan tinta emas”. Karya terbaik itu disebut dengan al-Mu’allaqa>t atau al-Muzahhaba>t. Akan tetapi fakta tentang kemajuan tradisi menulis di kalangan bangsa Arab pada waktu ini kurang mendukung, karena disamping tidak ditemukan nya manuskrip asli



mu’allaqat itu juga karena ketiadaan sumber-sumber tertulis sejenis yang ditemukan di wilayah Hijaz ini. Kenyataan ini menjadi lebih sukar untuk melakukan identifikasi jenis dan bentuk tulisan yang digunakan, demikianpun untuk menentukan kapan tradisi menulis ini bermula di wilayah Hijaz dan dari tulisan apa ia Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



123



mendapat pengaruh. mengemukakan bahwa tulisan yang digunakan untuk penulisan al-Mu’allaqat ialah tulisan jenis Naba>ti> yang berbentuk murabba’ (persegi). Namun fakta ini sedikit membingungkan karena jenis murabba’ yang huruf-hurufnya berkarakter persegi atau disebut juga dengan



muzawwa adalah turunan dari tulisan Strangeli yang berasal dari Siryani (yang juga berkembang di Hirah). Sedangkan Naba>ti> lebih cendrung berkarakter bundar (mudawwar/ muqawwar).25 Suatu hal yang agaknya telah disepakati oleh para ahli bahwa tulisan yang digunakan oleh orang Hijaz adalah berasal dari Hirah. Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa Hirah adalah terminal bagi beberapa jenis tulisan Semit, baik Semit Utara maupun Semit Selatan. Suatu riwayat yang dikemukakan oleh al-Baladzuri agaknya juga tidak banyak membantu, karena ia hanya lebih menekankan pada tokoh yang membawa tulisan dari Hirah ke Hijaz tanpa keterangan tentang jenis tulisan yang dibawa. Al-Baladzury mengemukakan bahwa salah seorang kerabat dekat penguasa Daumatul Jandal Bernama Bisyr bin Abd. Malik al-Kindy telah belajar tulisan di Hirah. Beberapa waktu kemudian ia ke Makkah. Kepandaian menulis yang dimiliki oleh Bisyr ini kemudian mendapat perhatian dari Syofyan bin Umayyah dari suku Quraisy.26 Dengan demikian Bisyr dianggap sebagai orang pertama yang mengajari orang-orang Makkah menulis dan membaca, malah ia juga telah mengajari orang-orang Thaif, Diyar Mudhar dan Syam. Dari apa yang dikemukakan dapat diketahui bahwa orang-orang Makkah baru mengenal tulisan pada sekitar akhir abad ke 6 Masehi (semasa dengan Syofyan bin Umayyah). C. Israr, Kaligrafi Islam, (1985) h. 42. Naji Zainuddin, Musawwar al-Khat al-“Arabi, h. 306.



25 26



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



124



Beberapa penemuan tertulis (inskripsi) yang dijumpai di berbagai tempat di luar wilayah Hijaz seperti di Ummul Jamal dan an-Namarah. Inskripsi yang ditemukan di Ummul Jamal (Syria) menggunakan tulisan Nabthi Mutaakhir dengan bahasa Naba>ti> Aramia serta memuat informasi tentang wafatnya raja Tanukh: Fihr bin Sala. Inskripsi ini diperkirakan ditulis pada tahun 250 M. Sedangkan inskripsi yang ditemukan di daerah Nammarah (Hurran/Syria) berisi tentang Imriil Qys, raja Arab dan tentang kabilah Nazar dan Usad. Inskripsi Nammarah menggunakan bahasa Arab (lahjah Qurais) dan diperkirakan menggunakan jenis tulisan Naba>ti> Mutaakhir dan ditulis sekitar tahun 228 M.27 Demikianpun inskripsi Hijr Zabad yang ditemukan di daerah Khirbah (Zabad) yang menggunakan bahasa Yunani, Siryani dan Naba>ti> Mutaakhir (Arab kuno) diperkirakan ditulis pada tahun 511 M., dan inskripsi Houran yang terletak di pintu sebuah geraja di Luja yang ditulis dengan Naskhi kuno pada tahuan 568/9 M. Mengamati tulisan yang terdapat pada inskripsi-inskripsi tersebut dapat diperkirakan bahwa tulisan Arab berakar pada jenis tulisan itu, karena kemiripan huruf-hurufnya dengan tulisan Arab yang ada sekarang. Bila inskripsi Ummul Jamal dan an-Namarah adalah bukti bagi perluasan dan perkembangan tulisan-tulisan yang terdapat di Hirah pada abad ke-3 M., maka dengan itu dipahami bahwa Hijaz pada waktu itu terlepas dari jangkauan perkembangan tulisan-tulisan Hirah. Hal itu tentunya bila riwayat Bisyr bin Abd. Malik yang dikemukakan terdahulu diterima sebagai titik bermulanya pengenalan tulisan oleh orang-orang Makkah. Sampai saat ini belum kita dapatkan 27



Naji Zainuddin, h. 304.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



125



keterangan yang lebih pasti tentang kapan dimulainya penggunaan tulisan di Makkah sendiri atau dengan kata lain kapan orang-orang Quraisy mulai mengenal tulisan. Namun demikian keterangan-keterangan tentang pengaruh Hirah bagi perkembangan tulisan-tulisan di wilayah Hijaz (Makkah dan Madinah) agaknya tidak perlu diragukan lagi. Peninggalan-peninggalan tertulis dari masa-masa awal Islam seperti coretan-coretan yang di temukan di bukit Sala (Madinah), demikianpun inskripsi yang terdapat pada dam (bendungan) yang dibangun oleh Mu’awiyyah dan beberapa surat Rasulullah kepada raja-raja di sekitarnya, telah pula memperkuat dugaan tentang pengaruh Hirah bagi pertumbuhan tulisan Arab hingga ke masa awal Islam. Bangsa Arab, jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, seperti Mesir, Babilonia atau Cina yang telah sukses mengembangkan sistem tulis dan memiliki bentuk ortografi dan kaligrafi yang sangat kompleks, boleh dikatakan sebagai pendatang yang agak terlambat. Padahal, tulisan mereka menempati tempat kedua sesudah aksara Romawi, yang banyak dipakai dalam berbagai penulisan, sampai sekarang. Alasannya cukup sederhana, yakni bahwa bangsa Arab dikenal sebagai masyarakat yang suka berpindah-pindah (nomaden) dan belum memiliki catatan sejarah yang dapat dipegang, kecuali sesudah masa Islam.28 Mereka bukanlah satu bangsa yang memiliki keagungan tersendiri, misalnya bangsa Romawi, Cina atau Mesir Purba. Mereka tidak terbiasa mencatat peristiwa-peristiwa. Karena itu, sangat sulit mencari data tertulis atau prastasti yang membuktikan peta perjalanan sebuah kerajaan di Jazirah Arabia. Dapat dikatakan, bahwa sebagian besar masyarakat Arab di 28



Y.H. Safadi, Kaligrafi Islam, (Jakarta: Pantja Simpati, 1986), h.7.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



126



zaman jahiliyah bukan saja buta huruf, malahan juga dari satu segi anti huruf. Meskipun demikian mereka memiliki suatu “kekuatan” unik yang sangat mengagumkan, yakni “tradisi mulut ke mulut” dalam menyimpan informasi atau untuk menyampaikan komunikasi. Pantun dan syairlah yang merupakan penalaran paling berharga untuk mengungkapkan makna-makna perasaan hati dan gejolak pikiran mereka. Tidak ada yang dianggap lebih berharga di mata orang-orang Arab, selain pantun syair. Alam bebas, padang pasir yang membentang, luas dan ragam kehidupan yang terbebas dari segala pengaruh kebudayaan asing, membuat mereka merasa leluasa dan terlatih untuk berimajinasi dan mengkhayalkan apa saja yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang Arab purbakala telah disifatkan sebagai bangsa penyair. Sebuah family atau kabilah merasa lebih bangga mempunyai seorang penyair sebagai anggota keluarga daripada memiliki seorang panglima perang. Penyair-penyair ini, sebagaimana kebanyakan penyair lain, sangat ingin dikenang hingga ke anak cucu dan untuk mencapai maksud itu setiap penyair akan memilih dua orang pemuda yang diharapkan dapat menghafal sajak-sajak dan Pemuda-pemuda lain dalam generasi berikutnya. Mereka tidak suka sajak-sajak itu ditulis. Malahan syair-syair itu lazimnya diikuti oleh hafalan silsilah nenek moyang dan peristiwaperistiwa yang mereka alami. Semuanya “tidak dicatat”, tetapi disadap belaka dalam ingatan setiap warga kabilah. Bahkan hal-hal lain, semisal transaksi dagang, perjanjian kontrak juga dianggap cukup dengan perantara “mulut ke mulut”. Hasrat menulis masyarakat Arab pada waktu itu hampirhampir tidak ada, kecuali pada beberapa kalangan tertentu yang dapat Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



127



dihitung dengan jari. Faktor inilah yang menyebabkan tulisan Arab tidak mengalami pertumbuhan yang subur, bahkan lambat sekali. Akan tetapi, menurut literature Arab, hanya pernah ada tujuh jenis syair pujaan yang disebut Al-Mu’alaqat (gantungan) sebagai hasil karya seni sastra maha indah dan paling sempurna yang punya nama terhormat karena “ditulis” dengan tionta emas dan digantungkan (mu’allaqah) pada dinding Ka’bah. Ketika itu, pantun syair yang keluar seleksi dan nilai paling bagus, langsung di tempelkan pada dinding Ka’bah, sebagai penghormatan yang luar biasa. Karena itu, tidak ada berkas-berkas tertulis lebih dari yang tujuh lembar itu. Itu pun telah lapuk tatkala diadakan pembersihan Ka’bah dan lingkungannya dari berhala dan patung-patung. Seluruh syair Jahiliyah yang menjadi catatan sejarah kelak, adalah hasil dari hafalan turun-temurun belaka, bukan dari catatan. Tradisi penggantungan hasil karya pantun tersebut terputus sejak masa Islam, karena kaum Muslimin sudah mulai banyak yang pandai menulis. Dengan demikian, keterampilan menulis beralih menjadi catatan harian yang bisa dimiliki oleh setiap personil. Tradisi yang sudah hilang tersebut, sejak itu, diganti dengan tradisi penempelan kiswah (baju) pada seluruh tubuh Ka’bah yang dihiasi aneka corak tulisan yang sangat indah. (lihat bab: “Sejarah penulisan Kiswah Ka’ah”). Seperti disebutkan di atas, bahwa ortografi Arab berasal dari Mesir (Kan’an Semith atau Tursina29). Lalu terpecah menjadi ortografi Feniqi (Funisia), kemudian yang pecah menjadi Arami dan Musnad dengan Bangsa Semith adalah turunan Sam Ibn Nuh a.s yang melahirkan masyarakat Arab. Kaldan, Assiria (Asyuria). Histosya, Kan’an, Ibrani, Arami dan lain-lain. Naji Zaynudin, op.cit,.h.300. Induk bahasa Semith sangat misterius, belum diketahui asal dan gramatikanya. Al-Iskandary wa Musthafa Anany, op.cit.,h.5. 29



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



128



cabang-cabang (Arami): Naba>ti> di Hirah/Huron dan Satranjili-Suryani di Irak; dan (Musnad): Safawi, Samudi, Lihyani di Utara Jazirah Arabia dan Humeiri di Jazirah Arabia Selatan. Hal itu didasarkan atas bukti-bukti nyata arkeologi (Dinas Purbakala) yang pernah mengadakan penelitian intensif tentang pertumbuhan orotografi Arab yang berasosiasi erat pada ilmu perbandingan bahasa. Perkembangannya dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Ortografi Mesir Kuno adalah sumber kelahiran ortografi Feniqi, 2. Ortografi Feniqi terpecah menjadi 2 (dua): Arami dan Musnad. 3. Ortografi Arami melahirkan Ortografi : Naba>ti> di Hirah dan Ortografi Satranjili-Suryani di Irak. 4. Ortografi Musnad melahirkan Ortografi: Safawi, Samudi dan Lihyani di Arabia Utara, dan Humeiri di Arabia selatan. 5. Ortografi Naba>ti> dipandang sebagai biang dari model khat Naskhi. 6. Sedangkan Ortografi Satranjili akhirnya melahirkan khat Kufi yang sebelum Islam bernama Hieri (diambil dari kata Hirah, kota kelahirannya) dan sering juga disebut Jazm.30 3. Sistem Ejaan dan Tulisan Ortografi Arab Ortografi atau sistem ejaan Arab sama seperti bahasa-bahasan serumpunnya bersifat aksara kursif yaitu aksara yang menunjukkan satusatu hurufnya disambung sama ada dengan huruf sebelumnya atau selepasnya atau kedua-duanya. Tulisan ini ditulis dari kanan ke kiri.



Abdul Karim Husain, Khat/Seni Kaligrafi, Tuntunan Penulis Halus Huruf Arab, Jilid. I.(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988), h. 13. 30



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



129



Ortografi Arab memiliki bunyi, namun ada beberapa bunyi orotgrafi Arab yang tidak terdapat dalam bahasa-bahasa asing. Ada pula huruf-huruf yang dipakai dalam bahasa Arab namun memiliki nilai guna dalam bahasa lain, misalnya pada bunyi zha’ (‫ )ظ‬,ain (‫)ع‬, shad (‫)ص‬, dhad (‫ )ض‬dan dzal (‫)ذ‬ tidak terdapat dalam bahasa Persia. Bunyi tsa’ (‫ )ث‬tidak terdapat dalam



bahasa Romawi dan Persia. Bunyi fa’ (‫ )ف‬tidak dikenal dalam bahasa Turki. Demikian pula dalam bahasa Indonesia, tidak terdapat, misalnya, bunyi ‘ain ‘zahir (lahir), duha, zalim (lalim), haq (hak), batal (batal). Bunyibunyi tersebut tidak lepas dari adanya unsur serapan dan faktor pengaruh penggunaan bahasa Arab dan al-Quran, yang kemudian melekat ke lidah bahasa Indonesia melalui tulisan Arab. Ortografi Arab disebut huruf al-hija>’ (iyah) dan huruf al-Tahajji bahwa ortografi Arab terdiri tiga macam, yakni 1) Urutan Hija>i>, 2) Urutan Abja>di> dan 3) Urutan Hisa>bi. Adapun urutan hija>i>, adalah sebagai berikut: 1) Urutan Hija>i>,



‫ ذ‬,)‫ د (دال‬,)‫ خ (خاء‬,)‫ ح (حاء‬,)‫ ج (جيم‬,)‫ ث (اثء‬,)‫ ت (اتء‬,)‫ ب (َبء‬,)‫أ (َهزة‬ ,)‫ ط(طاء‬,)‫ ض (ضاد‬,)‫ ص(صاد‬,)‫ ش (شي‬,)‫ س (سي‬,)‫ ز (زاي‬,)‫ ر(راء‬,)‫(ذال‬ ‫ ه‬,)‫ ن(نون‬,)‫ م(ميم‬,)‫ ل(الم‬,)‫ ك(كاف‬,)‫ ق(قاف‬,)‫ ف (فاء‬,)‫ غ (غي‬,)‫ع(عي‬ .)‫ ة(اتء املربوطة‬,)‫ ي (ايء‬,)‫ ال (الم ألف‬,)‫ و (واو‬,)‫(هاء‬ Memperhatikan ortografi Arab, dalam urutan hija>i> di atas, maka dari segi jumlahnya, ortografi Arab sejumlah 30 huruf. Huruf pertama pada ortografi di atas disebut hamzah dan bukan alif, hal ini karena huruf tersebut berdiri sendiri, berbeda pada huruf (‫ )ال‬yang terdiri dari lam dan



alif, meskipun wujud huruf tersebut terdiri dari huruf lam dan alif. Ortografi dengan urutan hija>i> ini, harus sesuai dengan cara pengucapannya. 2) Urutan Abja>di>,



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



131



Penamaan ortografi abja>di> ini, karena dimulai dengan huruf abjad (‫) اجبد‬, sedangkan bila dihitung dari jumlahnya berbeda dengan hija>i>, yakni terdiri dari 28 huruf, adapun huruf-huruf tersebut sebagai berikut.



‫أبجده وزحطيكلمنسعفصقرشتثخذضظغ‬ Untuk memudahkan pengusaan, ke dua puluh delapan huruf ini, dirangkai menjadi delapan kata, yakni: (



‫)ضظغ‬.



,‫ ثخذ‬,‫ قرشت‬,‫ سعفص‬,‫ كلمن‬,‫ حطي‬,‫ هوز‬,‫أجبد‬



Jumlah ortografi dalam berbagai bahasa di dunia berkisar antara 24 hingga 36. Sedangkan ortografi Arab yang terhitung dalam Al-Qur’an terdiri dari 28 huruf yang hal itu bila dilihat dari segi ucapan, dan jumlah tersebut berada di tengah-tengah jumlah huruf-huruf bahasa lain. Sebagian ulama yang menafsirkan, bahwa kata-kata “ummatan wasatan” (umat pilihan/pertengahan) dan “ Khaira ummatin ukhrijat linnas” (sebaikbaik umat yang dikeluarkan untuk masyarakat manusia) yang dilontarkan Al-Qur’an kepada umat Islam, juga mencakup jumlah huruf bahasa Arab (Al-Qur’an ) yang “dihadiahkan” kepada mereka, dan jumlahnya berada di tengah-tengah antara jumlah ejaan bahasa-bahasa asing. Hal tersebut berdasarkan pada keanekaragaman jumlah aspek bunyi (bunyi ucap) atau makhraj Suryani, Rumawi, Persia, Sisilia dan Turki mengucapkan kata-kata yang terdiri dari 24 hingga 26 huruf; sedangkan orang-orang Ibrani, Yunani, Koptic Kuno, Hindustan dan lain-lain mengucapkannya dalam jumlah 32 hingga 36 huruf. Menurut C. Muhamad Naim, sebagian besar ulama menyetujui bahwa, ortografi Arab mempunyai 28 grafem atau huruf-huruf abjad, sedangkan ulama yang lain menegaskan ortografi Arab mempunyai 29 huruf abjad. Perbedaan angka di atas terjadi pada huruf hamzah dan alif, Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



132



yang kedua mempunyai kemiripan, namun juga mempunyai khas tersendiri ketika ditulis dan diletakkan pada sebuah kata. Dalam masalah ini, ahli-ahli bahasa tradisional sendiri telah membincangkannya dengan terperinci. Sebenarnya mereka mengakui dan bersependapat menyatakan bahawa ortografl Arab mengandungi 29 huruf. Sibawaih dalam bukunya "Al~kitab" menegaskan bahwa asal huruf abjad bahasa Arab adalah 29 huruf.32 Khalil ibnu Ahmad juga mempunyai pendapat yang sama sebagaimana yang dinyatakan dalam buku "Lisa>nul ‘Arab". namun yang menjadi perselisihan pendapat ialah tentang perlu atau tidak "alif" ditulis berbeda dengan "hamzah".33 Hal ini karena huruf "alif" adalah satu-satunya grafem yang tidak boleh berfungsi sebagai konsonan dan tidak boleh diletakkan simbol diakritik. Berbeda dengan huruf vokal "y '" dan "wau" yang boleh berfungsi sebagai huruf konsonan bila diletakkan tanda diakritik. Maka alif tidak layak ditulis berlainna sebagai salah satu huruf abjad. Oleh karena itu, ia dinamakan "alif" bila berserta dengan "hamzah" dan di kala itu ia adalah sebagai huruf konsonan. Bila buang "hamzahnya" maka huruf alif berfungsi sebagai huruf vokal. Tertib Hijaiyah tersebut disusun atas dua bentuk : mufrad (tunggal) dan muzdawij (berangkai). Bahkan, kaum Muslimin penduduk Masyriq berbeda teknik dalam merangkai huruf-huruf tersebut dengan umat Islam penduduk Magrib.34 Perinciannya adalah sebagai berikut. a.



Mufrad menurud susunan penduduk Masyriq: 32



Sibawaih (358H.-384H.) Khalil ibnu Ahmad (630H.-71 1 H.) 34 Wilayah kekuasaan Islam di timur disebut Masyriq, sedangkan di barat disebut Magrib. Batasan istilah tersebut lihat pada baba “Tulisan Magribi”. 33



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



133



‫ابتثجحخدذرزسشصضطظعغفقكلم‬ ‫)ن ه و ال ى‬ (



b.



Mufrad menurut susunan penduduk Magrib:



‫ابتثجحخدذرزطظكلمنصضعغفقس‬ ‫)ش ه و ال ى‬ (



c.



Muzdawij menurut susunan penduduk Muzdawij: ( ‫ضظغ‬



d.



,‫ ثخذ‬,‫ قرشت‬,‫ سعفص‬,‫ كلمن‬,‫ حطي‬,‫ هوز‬,‫)أجبد‬.



Muzdawij menurut susunan penduduk Magrib: (‫ضغظ‬



,‫ ثخذ‬,‫ قرشت‬,‫ سعفص‬,‫ كلمن‬,‫ حطي‬,‫ هوز‬,‫)أجبد‬.



Jumlah huruf tersebut –sesuai dengan bunyi hadits yang datang dari Abi Zarr- tetap 28 buah, tidak termasuk lam alif yang sudah terangkum ke dalam huruf lam dan alif . Sedangkan hamzah sudah termasuk alif. Namun, ada juga yang terbiasa memisahkan hamzah dari alif, sehingga jumlah seluruhnya 30 huruf, termasuk hamzah dan lam alif. Hitungan ini pulalah yang kerap dipakai di Indonesia. Tidak begitu jelas, mengapa ada susunan abjadun seperti pada rangkaian muzdawij di atas. Apakah ia mempunyai makna ataukah tidak? Apakah cara tersebut menyulitkan dalam mempelajarinya? Yang jelas, kebanyakan masyarakat, baik di Masyriq ataupun di Magrib tetap mempelajarinya. Kuat dugaan, pola abjadun mulai diajarkan di masa Umar Ibn Khathab r.a.35 Hal itu, dikuatkan oleh ucapan seorang Arab Badway di dalam baitbait syairnya:



ٍ ‫ثَالَثَةَ أَسط ٍر متَ تَابِع‬ ‫ات‬ َ







ِ ‫أَتَيت مه‬ ‫اج ِري َن فَ َعلَّموِّن‬ َ



Abu ‘Abba>s Ahmad ibn ‘Ali> Al-Qalqasyandi>, Shub al-‘A’sya fi> Shina’a>t al-



35



Insya’. (Maktabah Lustatomad wa Syarikah, t.th), h.19. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



134



ٍ ‫تَعلَّم سع َفصا وق ريِ َش‬ ‫ات‬ ََ ً َ َ



Aku telah mendatangi tuan-tuan Muhajirin







‫َو َخطُّوا إِ َىل أَ ََب َج ٍاد َوقَالوا‬



Lantas mereka mengajariku Tiga baris berturut-turut Dan mereka menulis untukku “abajadin” Seraya katanya: Belajarlah “sa’fasan” dan “qurayyisyat”! Dalam riwayat disebutkan, bahwa Abu Jadin, Hawwazin, Hatay dan Kulaman adalah raja-raja Madyan.36 Sedangkan Kulaman sendiri hidup di zaman Nabi Syu’aib alaihi salam. Empat orang inilah yang konon dianggap sebagai tokoh peletak dasar-dasar penulisan Arab. Ada beberapa ahli yang menganggap bahwa 28-29 bentuk huruf tersebut bila dilihat dari tulisannya (bukan makhraj) sebenarnya masih bisa diciutkan lagi menjadi lima bentuk saja, yakni alif, jim, ra’, nun, dan mim. Di dalam alif ada 11 betuk. Satu alif qa>imah (tegak): tujuh alif



mastu>hah (melentang), yaitu (‫ث‬



,‫ ت‬,‫ ب‬,‫ ى‬,‫ ل‬,‫ ك‬,‫)ف‬, dua alif mabtuhah (tersungkur), yaitu (‫ ظ‬,‫)ط‬, alif ma’tu>fah (dirangkaikan), yaitu (‫)ال‬. Adapun huruf Jim memiliki tujuh bentuk. Bentuk jim muraffalah (telanjang), yaitu,(‫)ج ح خ‬, dua jim mahdzu>fah (terbuang), yaitu,(‫)د ذ‬, dua jim syakhishah (tercuat), yaitu,(‫)ع غ‬. Untuk huruf Ra memiliki tiga bentuk, yaitu, (‫)ر ز و‬, Nun memiliki enam bentuk, yaitu,( ‫ن س ش ث ض‬ ‫ )ق‬serta Mim memiliki dua bentuk, yaitu, ( ‫)م ه‬. Ortografi Arab bila dilihat dari fasenya terdiri dari beberapa tahapan penyempurnaan, menjadi ortografi yang kita kenal saat ini. 36



Gambaran selengkapnya tentang kaum Madyan dihadirkan dalam al-Qur’an surat 11:84-95. 7:93, 29:36-37, 20:40, 22-23. 9:70, 22:42-44. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



135



a) Fase al-Shuwar al-Dzati Pada fase ini ortografi Arab masih berbentuk komunikasi verbal yang dituangkan melalui gambar yang dapat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa itu sendiri. Fase al-shuwari al-dzati bentuk paling sederhana karena memiliki pendeskripsian peristiwa-peristiwa terbatas. Contoh : gunung meletus ,diserang binatang buas dan lainnya. b) Fase al-Shuwar al-Ramzi Pada fase ini ortografi Arab dideskripsikan melalui suatu peristiwa, lebih kepada keadaan dan perasaan setiap orang yang mengalami suatu kejadi tertentu, contoh: burung merpati dilambangkan dengan tanda cinta, ulat dilambangkan sebagai bagian rasa benci, dan sebagainya. c) Fase Maqtha’i> Pada fase ini, ortografi terkait dengan perkembangan manusia yang membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyampaikan pesan, dengan itu terbentuklah Maqtha’i (tanda), yang menggantikan gambar sebagai bahasa tulis. Contoh: tanda kepala ‘Ain sebagai ganti gambar yang menunjukkan arti musuh, tanda kepala Syin sebagai ganti gambar pohon dan lain sebagainya. d) Fase Hija>zi> Pada fase ini ortografi sudah dalam bentuk sempurnah dari perjalanan perkembangan sebuah tulisan yang disepakati dan digunakan oleh kelompok dan orang tertentu, hingga mencapai proses kesempurnaan yang memenuhi kebutuhan bahasa. Setelah mengalami beberapa fase, keberadaan ortografi Arab, khususnya sesudah Islam terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Di antara



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



136



tanda-tanda penyempurnaan tersebut, ditandai dengan beberapa terobosan yang dilakukan oleh para Ahli, yakni: 1)



Syakal atau harakat, yang dipelopori oleh Abu Aswad ad-Dua>li, >, beliau diklaim sebagai ahli bahasa yang menciptakan syakal yang bentuknya masih dalam bentuk titik, sehingga dapat mempermudah cara membaca juga untuk membedakan huruf yang bentuknya berkemiripan. Seperti titik satu di atas huruf berarti fathah (a).



2)



Garis, yang dipelopori oleh Nashr bin ‘Ashim bin Yahya bin Yamar, ia menciptakan tanda berupa garis pendek yang diletakkan di atas atau di bawah huruf, misalnya, ba’ diberi satu garis pendek di bawah huruf.



3)



Membalikkan tanda-tanda, yang dipelopori oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi, seorang ahli tata bahasa Arab, yang berupaya merumuskan sistem ortografi Arab dengan cara membalikkan fungsi tanda-tanda baca dari periode sebelumnya, menjadi berfungsi sebagai tanda panjang, seperti Alif berarti (a), Ya berarti (i) dan waw berarti (u),



4)



Tanda Pengganti Hamzah, huruf ini pada hakekatnya disebut dengan ra’sul ‘Ain, (atau kepala huruf ‘Ain),



5)



Tanda pengganti Sukun, tanda ini memiliki dua bentuk, untuk pendudukan andalusia, sukun merupakan bagian dari huruf ha, sedangkan bagi penduduk madinah, sukun diambil dari kepala huruf mim.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



137



6)



Tanda pengganti Tasydid, tanda ini berasal dari kata syadid yang berarti bunyi ganda, diambil dari kepala syin.37



7)



Tanwin, merupakan tanda yang dibaca seakan-akan bertemu dengan nun di akhir kata, oleh karena itu tanwin juga disebut dengan nunasi.



8)



Fathah (‫ )فتحة‬adalah harakat yang berbentuk layaknya garis horizontal kecil yang berada di atas suatu huruf Arab yang melambangkan fonem /a/. Secara harfiah, fathah itu sendiri berarti membuka, layaknya membuka mulut saat mengucapkan fonem /a/. Ketika suatu huruf diberi harakat fathah, maka huruf tersebut akan berbunyi /-a/.



9)



Kasrah



(‫)كسرة‬, adalah harakat yang berbentuk layaknya garis



horizontal kecil yang diletakkan di bawah suatu huruf Arab, harakat kasrah melambangkan fonem /i/. Secara harfiah, kasrah bermakna melanggar/rusak Ketika suatu huruf diberi harakat kasrah, maka huruf tersebut akan berbunyi /-i/.



10) Dammah (‫ )ضمة‬adalah harakat yang berbentuk layaknya huruf waw (‫ )و‬kecil yang diletakkan di atas suatu huruf Arab,



harakat dammah melambangkan fonem /u/. 3. Pentingnya Ortografi Ortografi atau sistem penulisan menjadi penting pada sebuah bahasa ketika bahasa tersebut hendak didokumentasikan. Ortografi tersebut penting untuk masyarakat, para akademisi, dan pemerintah. Masyarakat adalah kelompok individu yang menggunakan bahasa bersangkutan dalam Abdul Karim, Khat Seni Kaligrafi Naskhi: Tuntunan Menulis Halus Huruf Arab dengan Metode Komparatif, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1988), h. 123. 37



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



138



kehidupannya sehari-hari, sehingga merupakan kelompok yang paling penting di dalam penciptaan ortografi. Dalam konteks sosiolinguistik, yaitu pemakaian bahasa oleh masyarakat, ortografi penting dalam pemakaian bahasa untuk situasi resmi maupun tidak resmi. Dalam situasi resmi, ortografi bermanfaat dalam penerjemahan buku-buku agama atau buku bacaan anak sekolah. Selain itu, ortografi juga bermanfaat untuk bahasa dalam situasi santai, seperti penulisan surat, penulisan daftar, atau penulisan karya sastra lisan. Penulisan sastra lisan menjadi penting dalam kaitan dengan trasformasi nilai etika/moral dari generasi ke generasi. Para akademisi berkepentingan pada ortografi sebuah bahasa ketika ia melakukan kegiatan pendokumentasi terhadap bahasa bersangkutan. Pendokumentasian diperlukan terutama dalam kegiatan penelitian dan analisis terhadap bahasa tersebut. Analisis akan dilakukan terhadap unsur linguistic (kebahasaan, baik mikro maupun makro) atau unsur nonkebahasaan. Ortografi untuk kepentingan akademisi sering bersifat khusus sesuai dengan bidang yang dibahas dan sedikit berbeda dengan ortografi untuk masyarakat. Jika dilihat kepentingan ortografi pada pihak-pihak terkait tersebut, ortografi harus diterima oleh semua pihak. Dengan demikian, penciptaan ortografi haruslah mendapat dukungan, baik dari masyarakat, pemerintah, maupun dari pihak akademisi. Penciptaan ortografi harus melibatkan pemuka masyarakat, pemuka agama, akademisi, dan lembaga bidang bahasa. Oleh karena itu, ortografi harus diciptakan melalui musyawarah dan sosialisasi yang seluas-luasnya serta diterima oleh semua orang.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



139



Menurut Moch. Syarif Hidayatullah, Aksara (ortografi) adalah sistem tulisan yang dibuat untuk digunakan secara umum dan berlaku di dalam masyarakat suatu bahasa.38 Aksara dibuat untuk dapat menggambarkan bunyi yang sebenarnya dari suatu bahasa. Dalam sejarah kehidupan manusia, aksara telah melewati beberapa fase perubahan, sehing-ga sampai pada sistem aksara seperti yang kita gunakan saat ini. Aksara adalah keseluruhan sistem tulisan. Aksara mencakup istilah umum untuk graf dan grafem. Graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya, sedangkan grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem. Urutan huruf dalam suatu sistem aksara dinamakan abjad atau alfabet. Misalnya dalam aksara Arab, abjad itu dimulai dari alif sampai ya’. Dalam bahasa Arab, kita mengenal sistem tulisan yang disebut aksara Arab. Aksara Arab mula-mula dipakai untuk menuliskan bahasa Arab, diturunkan dari aksara Aramea. Peninggalan tertua beraksara Arab berasal dari tahun 512 M. Dalam penyebarannya juga dipakai untuk menuliskan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Urdu, bahasa Melayu, bahasa Jawa, dituliskan dari kanan ke kiri.39 Aksara ini dibuat untuk digunakan dalam merekam dan menuliskan bunyi-bunyi bahasa Arab yang diucapkan oleh penuturnya. Selain itu, aksara Arab seperti aksara-aksara bahasa lain dituntut untuk dapat menuliskan ujaran-ujaran bahasa yang sebenarnya. Aksara Arab yang kita kenal saat ini dan kita gunakan dalam berbagai keperluan,



Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 110.



38



Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 5. 39



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



140



juga telah melewati beberapa fase perubahan. Bentuk tulisan yang paling lama berasal dari sistem tulisan al-masnad al-yamani dalam bentuk tiangtiang. Bentuk kedua adalah bentuk al-nabthi salah satu macam tulisan al-



Ara>mi seperti tulisan nuqu>si> (gambar-gambar) pada kuburan. Ke-mudian sampai pada tulisan Arab yang diambil dari al-Nabthi, dengan beberapa perubahan. Perubahan itu terus terjadi sampai pada sistem tulisan seperti sekarang dan bukan dalam bentuk nuqu>si>.40 Menurut Holes aksara Arab sangat konsisten dan sa-ngat dekat dengan bunyi bahasanya, jika dibandingkan dengan bahasa lain. 41 Hal itu dapat kita lihat bahwa setiap huruf (grafem) dalam aksara Arab dapat menggambarkan bunyi (fonem) berikut dan alofon-alofon-nya (varian). Misalnya, fonem /ba/, /ta/, dan /tsa/ dirumuskan dengan huruf ,‫ث‬



,‫ ت‬,‫ب‬



meskipun setiap fonem memiliki beberapa alofon-alofon. Fonem-fonem berikut alofon-alofonnya yang berada dalam bahasa Arab cukup dituliskan dengan sebuah huruf. Hasilnya kita mengenal huruf-huruf aksara Arab yang jumlahnya sebanyak 28 huruf.42 Huruf-huruf ini tersusun dalam suatu urutan abjad yang dikenal dengan nama al-Huru>f al-hija>’iyyah. Namun, dengan segala konsistensi dan ketelitiannya, aksara Arab masih memiliki kelemahan dalam merekam fonem dan alofon-alofonnya seperti aksara bahasa lainnya. Aksara Arab masih belum dapat menggambarkan bunyi-bunyi ujaran bahasa secara akurat. Hal ini dapat kita pa-hami bahwa bunyi-bunyi ujaran bahasa berkembang pesat seiring



Ali Abdul Wahid al-Wafi,. Fiqh al-Lughah. (Kairo: Kajbah al-Bayan al-‘Arabi, 1947), h. 251-254 41 Holes Clive. Modern Arabic: Structures, Functions and Varieties . (New York: Longman Publishing 1995), h.73. 42 (Bisyr, tt: 492). 40



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



141



dengan perkembangan zaman, sementara perkembangan aksara selalu lambat untuk mengikuti kemajuan itu. Kemudian, menulis adalah bentuk turunan pada penggunaan bahasa. Jadi, cara menulis itu seharusnya menyesuaikan diri dengan bentuk-bentuk bunyi dan perubahan di dalamnya. Tulisan merupakan tu-runan dari bahasa lisan dalam arti bahwa sistem aksara mengikuti per-kembangan bunyi dan tidak



berjalan



dengan



ketentuan



sendiri.



Menurut



Kridalaksana



"Kesepadanan antara huruf dan bunyi sering arbitrer."43 Adapun kelemahan aksara bahasa Arab dapat kita temukan pada beberapa tempat, seperti sistem penulisan hamzah yang berbeda-beda seiring perbedaan tempatnya, baik di depan, tengah, dan akhir sebuah kata. Perbedaan juga terletak pada sistem tulis dan karakteristik antara hamzah



al-washl dan hamzah al-qath'. Hamzah al-washl dituliskan dengan huruf



‫ اسم‬dan tidak diucapkan ketika didahului oleh kata lain, seperti.‫ ما اسم هذا الرجل‬. Hamzah alif, diucapkan ketika berada di awal kalimat, seperti



al-qathi ' ditulis dengan hamzah di atas alif, diucapkan baik di awal kalimat, ataupun didahului oleh kata lain, dan tandanya tetap harus dituliskan, seperti .‫أسعد‬



‫ قال‬,‫ أان أسعد‬.



Dalam aksara Arab terdapat vokal-vokal yang terucap, tetapi tidak direalisasikan melalui suatu simbol dalam penulisan. Contohnya vokal panjang( al-madd )pada kata-kata .‫هذا‬



, ‫هذه‬,‫للا‬



. Sebaliknya ada simbol



yang tertulis, namun vokalnya tersembunyi, seperti vokal alif pada kata ‫رموا‬ dan vokal waw pada kata(



‫ أولئك‬Selain



itu, aksara Arab memiliki



Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 79. 43



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



142



kelemahan pada penulisan tekanan panjang dengan menggunakan alif, jika kita bandingkan dengan tekanan panjang pada kata kata.‫رمى‬ Bahasa Arab sebagai suatu bahasa memiliki banyak keutamaan dan kelebihan, sehingga menarik untuk dipelajari. Bahasa ini tidak hanya dipelajari oleh bangsa Arab saja, tetapi banyak bangsa-bangsa lain yang mempelajari bahasa ini. Keutamaan-keutamaan yang dimiliki oleh bahasa Arab terletak pada beberapa aspek berikut. Pertama, identitas-nya sebagai bahasa al-Quran, sehingga banyak digunakan oleh pemeluk agama Islam. Kedua, bahasa Arab penting untuk dipelajari karena bangsa Arab (Islam) itu sendiri memiliki sejarah peradaban yang sangat mengagumkan di masa lampau. Selain itu, bahasa Arab merupakan bahasa internasional yang telah diakui dan digunakan sebagai bahasa resmi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pengajaran bahasa Arab baik sebagai bahasa ibu maupun bahasa asing bertujuan agar seseorang dapat menguasai bahasa Arab dan semua aspek-aspeknya, dari tataran fonologi, morfologi sampai dengan tataran sintaksis. Semua aspek tersebut dapat direpresentasikan dalam bentuk keterampilan-keterampilan berbahasa, dari mulai mendengar, melafalkan, berbicara, dan menulis. KONSEP KALIGRAFI ARAB A. Kaligrafi Masa Dulu 1. Latar Belakang Proses menuju kesempurnaan perkembangan kaligrafi Arab sebelum Islam menuju kesempurnaan pada abad ke-3 M, diperkirakan seabad sebelum kedatangan Islam orang Hijaz sudah ada yang mengenal tulisan. Hal ini terjadi karena ada hubungan dagang mereka dengan Arabia Utara Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



143



dengan Arabia Selatan yang sudah mengenal huruf seperti suku Hunain di Yaman. Mereka ini melakukan perjalanan sambil belajar tulis baca di Syria begitu juga yang lainnya di Ambar Irak. Menurut catatan sejarah di Hijaz hanya ada beberapa orang yang pandai tulis baca yang terdiri dari orang Quraish dan orang Madinah khususnya orang Yahudi. Kemudian pada abad ke-7 M, terjadi sedikit perkembangan penulisan di kalangan masyarakat Jazirah Arabia. Tulisan sederhana (belum sempurna) telah ada, seperti yang dibuktikan oleh temuan arkeologis (prasasti pada batu, pilar dan seterusnya) di Jazirah Arab. Selain itu sisasisa paleorafis (tulisan pada material seperti papyrus dan kertas kulit) dapat juga sebagai tanda untuk membuktikan bahwa orang Arab pada zaman itu sudah mempunyai pengetahuan menulis. Keterlambatan perkembangan ini karena bangsa Arab ini dikenal sebagai masyarakat yang suka berpindah-pindah (nomaden). Mereka tidak terbiasa menulis peristiwa. Jadi sangatlah sulit untuk mencari data tertulis atau prasasti yang membuktikan peta perjalanan sejarah sebuah kemajuan di Jazirah Arab. Mereka dikenal sebagai bangsa yang kuat daya hafalnya. Jadi tidak diperlukan tulisan untuk menyampaikannya, karena menurut pandangan mereka orang yang menulis itu adalah orang yang mempunyai hafalan yang kurang kuat. Yang menjadi kebanggaan bagi bangsa Arab pada waktu itu adalah syair. Syair merupakan penalaran paling berharga dalam mengungkapkan makna-makna perasaan hati dan gejolak pikiran. Hal ini karena kehidupan mereka terbiasa di alam bebas, padang pasir yang membentang luas dan terbebas dari pengaruh budaya asing, yang menjadikan mereka leluasa dan terlatih untuk menghayalkan apa saja yang mereka alami dalam kehidupan. Kemudian syair-syair tersebut mereka hafal agar mudah disampaikan kapan saja dikehendakinya.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



144



Kebanggaan mereka terhadap syair memang luar biasa. Mereka akan merasa lebih bangga apabila salah seorang dari anggota keluarga atau kebilahnya ada seorang penyair dibanding mempunyai seorang panglima perang. Apabila syair atau pantun itu mendapat nilai paling bagus, maka syair tersebut langsung ditempelkan di dinding ka’bah, sebagai tanda suatu penghormatan yang luar biasa. Menurut literatur Arab, hanya pernah ada tujuh jenis syair pujaan yang disebut al-Mu’allaqat (gantungan) sebagai hasil karya seni sastra maha paling indah dan paling sempurna yang mempunyai nama terhormat, karena ditulis dengan tinta emas. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan tulis menulis itu sudah ada, tetapi masih sangat langka, kecuali saat-saat dibutuhkan. Itulah sebabnya pada bangsa Arab sebelum Islam datang seni kaligrafi itu berkembang, perjalanannya agak tersendat, lebih dari seribu tahun tidak melahirkan keanekaan, karena mereka tidak membudayakan menulis. Apabila ada syair yang pantas untuk dibanggakan maka barulah orang Arab tersebut menulisnya dan menggantungkannya pada dinding Ka’bah. Memang pada saat itu juga tidak disebutkan mereka menggunakan jenis khath apa dalam menulis tersebut. Tetapi dapatlah dipastikan bahwa kaligrafi Islam tersebut berasal dari tulisan Arab karena tulisannya menggunakan tulisan Arab. Dan tulisan-tulisan yang berkembang di daerah Arab sebelum Islam datang dapatlah dikategorikan sebagai kaligrafi Arab. B. Sejarah dan Perkembangan Kaligrafi Islam Setelah Islam datang tulisan Arab ini mulai berkembang, karena mereka juga dianjurkan menulis dan membaca. Mereka sudah mulai menulis tentang ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits. Apalagi yang mereka tulis itu adalah wahyu Allah. Setiap ayat yang telah diturunkan Allah dan mereka terima dari Rasulullah lalu mereka tulis agar lebih mudah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



145



mengingatnya. Mereka yang menulis ini biasa sudah ada ditunjuk oleh Zaid bin Tsabit. Bukan itu saja yang menunjang mereke untuk menulis, ternyata ayat yang pertama kali diturunkan itu adalah ayat mengenai perintah untuk membaca dan menulis, sebagaimana yang tertulis dalam surat al-Alaq ayat 1-5. Dari ayat tersebut sangat jelas bahwa membaca dan menulis itu memang



dianjurkan.



Semenjak



turunnya



al-Quran



merupakan



perkembangan awal kaligrafi ini dimulai. Keperluan untuk merekam alQuran memaksa mereka untuk memperbaharui tulisan mereka dan memperindahnya sehingga ia pantas menjadi wahyu Allah. Kemudian ayat tersebut disebarkan oleh Rasulullah secara lisan dan kemudian dihafal oleh para hafiz untuk dapat dibaca dalam hati. Tetapi setelah Nabi wafat tahun 633 M, sejumlah hafiz tersebut banyak yang gugur dalam peperangan. Umar bin Khattab memperingatkan hal tersebut kepada Abu Bakar sebagai khalifah pada masa itu . Pada waktu itu Abu Bakar masih ragu, sebab hal ini belum pernah dilakukan pada masa Rasul. Setelah didesak oleh Umar karena banyak pula terdapat perbedaan dialek bacaan tentang ayat al-Quran ini, lalu Abu Bakar membentuk sebuah panitia dalam penulisan ini yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit yang merupakan juru tulis Nabi sebelum Nabi wafat. Zaid bin Tsabit menyusun dan mengumpulkan wahyu ke dalam bentuk mushaf. Penyusunan ini baru terlaksana setelah masa kekhalifahan Usman bin Affan pada tahun 651 M. Penyusunan yang disucikan ini kemudian disalin ke dalam empat atau lima dalam bentuk edisi yang serupa, kemudian dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah yang penting sebagai kitab buku. Dari sanalah dimulai semua salinan al-Quran dibuat, mula-mula dalam tulisan Mekah dan Madinah, yang merupakan ragam setempat tulisan Jazm,



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



146



kemudian dalam tulisan Kufah dan selanjutnya dalam sebagian besar ragam tulisan Arab yang berkembang di negeri-negeri muslim. Selain dari adanya kaitan dengan al-Quran, perkembangan seni kaligrafi ini berkembang dengan pesat juga disebabkan oleh beberapa faktor lainnya, sehingga dapat merata di seluruh dunia Islam diantaranya: 1. Karena pengaruh ekspansi kekuasaan Islam, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Islam telah meluas sampai keluar jazirah Arab. Dengan penyebaran tersebut terjadilah urbanisasi besar-besaran ke wilayah baru dan pertemuan budaya antara Islam dan wilayah taklukan serta adanya proses Arabisasi pada wilayah tersebut. 2. Adanya penamaan nama-nama raja dan kaum elit sosial. Dalam catatan sejarah bahwa gaya tulisan Tumar (lembaran halus daun pohon Tumar), diciptakan atas perintah langsung dari khalifah Muawiyah (40H/661M60H/680M). Tulisan ini kemudian menjadi tulisan resmi pada pemerintahan Daulah Muawiyyah. Ketika pemerintahan Muawiyah kaligrafi ini mulai berkembang, orang terpicu untuk mempelajari tulisan Arab karena adanya system Arabisasi yang diterapkan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Bahasa Arab itu diberlakukan bukan saja khusus untuk bangsa Arab, tetapi pada setiap orang Islam meskipun dia bukan orang Arab diharuskan menggunakan bahasa Arab. Dengan adanya sistem arabisasi menjadikan bentuk tulisan Arab semakin berkembang, sehingga muncul bermacam-macam model tulisan Arab yang baru. Setelah masa pemerintahan Abbasiyah penulisan kaligrafi ini sudah mulai membudaya. Apalagi pada masa pemerintahan al-Makmum yang sangat



menyukai



kaligrafi.



Pada



masa



ini



juga



sudah



dimulai



penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Akhirnya penulisan



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



147



Arab semakin berkembang, sehingga pada masa ini lahirlah berbagai tokoh kaligrafi yang dikenal. Ahli kaligrafi yang terbesar pada zaman Mamluk ini adalah Muhammad Ibnu al-Walid, yang meninggalkan salinan al-Quran yang unik dalam tulisan sulus yang telah disalin ulang pada tahun 1304 M. Untuk seorang pejabat tinggi Baybar, yang kemudian menjadi Sultan Baybar (1308-09). Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan dalam seni kaligrafi dapat menambah prestasi seseorang untuk mendapatkan jabatan. Ilham Khoiri mengatakan bahwa ada semacam motivasi normatif al-Qur’an yang mendorong kemajuan perkembangan seni kaligrafi ini. Hal ini dapat dibagi kepada empat wujud yaitu adanya perintah untuk belajar menulis al-Quran sebagai al-Kitab dan pengertiannya sebagai maqru, tambahan lagi adanya perintah untuk menuntut ilmu serta larangan menyembah atau memuja patung dan berhala. Tambahan lagi ada hadits nabi yang menyatakan bahwa menulis ayat al-Quran dengan indah itu akan mendapat pahala. Sebagaimana yang dinyatakan oleh:



‫ عن أمه عمرو بن ايب‬،‫عن أبو عاصم عن عبد امللك بن عبد للا بن ايب سفيان‬ (‫ قيدواالعلمبالكتابز (رواهالدرمي‬:‫ أنه مسع عمر بن اخلطابيقول‬،‫سفيان‬



Abu Ashim telah mengabarkan kepada kami dan kemudian dia mengabarkan kepadaku, dari Abdul Malik bin Abdullah bin Abu Sofyan. Dari ibunya Amru bin Abu Sofyan. Sesungguhnya dia mendengar dari Umar bin Khatab bahwasanya Rasulullah bersabda: Kukuhkanlah ilmu itu dengan tulisan. Faktor tersebut yang menjadi pemicu para kuttab untuk menulis alQuran dengan indah. Secara tidak langsung mereka yang menulis ayat alQuran dengan indah berarti mereka turut serta mengagungkan al-Quran dan memeliharanya dengan baik. Apabila al-Quran ditulis dengan baik dan indah menjadikan orang senang untuk membacanya. Akhirnya dengan Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



148



demikian keindahan tulisan tersebut menjadikan suatu motivasi untuk selalu membaca al-Quran, bagi orang yang selalu membaca al-Quran akan mendapat pahala di sisi Allah. Sumbangan terbesar dari kaligrafi Islam ini adalah Syaikh Hamdullah al-Masi (w. 1502), yang dipandang sebagai pendekar kaligrafi terbesar sepanjang dinasti Usmaniyah. Dia mengajarkan kaligrafi kepada sultan Usmaniyah Bayazid II (1481-1520). Sultan tersebut sangat menghormatinya dan membayarnya mahal untuk setiap tinta yang mengalir, sementara syaikh menulis kalimat-kalimatnya. Begitu besarnya perhatian pemerintah terhadap kaligrafi, sehingga setiap kaligrafer itu senantiasa diberi imbalan yang besar atas setiap karyanya. Kaligrafernya tidak saja terdapat dari kalangan laki-laki saja, wanita pun sudah ada yang menggeluti dalam bidang tahun 1296 M menguasai kaligrafi. Dia seorang kaligrafer yang mahir menulis kaligrafi yang dikembangkan oleh Yaqut, telah melakukan penyalinan al-Quran. Seni seni kaligrafi ini. Padsyah-Khatun salah seorang kaligrafer wanita yang berasal dari Iran berkiprah di Jerman selama empat tahun sebelum kewafatannya kaligrafi yang berkembang setelah Islam datang ini dapat dikatakan dengan kaligrafi Islam. Karena tulisan yang sering disebut oleh bangsa Arab itu ayat al-Quran. Model-model tulisan Arab yang digunakan pun makin berkembang. Perkembangan kaligrafi Arab ini tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya peradaban Arab dan munculnya peradaban Islam. Azzahawy mengemukakan bahwa perkembangan kaligrafi itu kepada dua bentuk: 1. Khat yang kaku, yaitu berasal dari bangsa Ibrani. Khat ini digunakan untuk menulis catatan resmi dan surat kabar. 2. Khat yang mulai lentur atau elastic apabila dibandingkan dengan khat sebelumnya, yaitu rangkaian huruf yang berkaitan satu sama lain, seperti Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



149



khat naskhi. Khat ini dipakai dalam kegiatan sehari-hari dalam bentuk berlobang, bulat dan terbuka. Kepandaian seni kaligrafi ini tidak banyak dipraktekkan oleh orangorang yang sezaman dengan Nabi, meskipun sebagian sahabat dan keluarganya sudah ada yang pandai membaca dan menulis. Hal ini karena pada waktu Nabi sendiri tidak pernah mempelajari kepandaian ini. Sedangkan kecendrungan orang pada masa itu pada syair dan prosa dengan menggunakan budaya hafalan. Jadi pada masa itu seni sastra sangat berkembang dan semakin mendapat perhatian dan sering dijadikan kompetisi. Kemudian setelah Nabi wafat, barulah mereka merasakan kebutuhan untuk menulis. Karena pada masa ini sudah banyak di antara sahabat nabi yang hafal al-Quran dalam peperangan. Lalu Umar bin Khattab mengusulkan agar al-Quran itu dibukukan, karena kuatir al-Quran itu akan hilang secara perlahan. Setelah pada masa Usman barulah berhasil al-Quran itu dibukukan. Menurut catatan sejarah jenis khath yang pertama kali digunakan adalah khath khufi. Dalam bukunya Athlasul Khat wa al-



Kutub, Habibullah Fadzoili (1993) mengemukakan tentang gembaran perkembangan kaligrafi Arab Perkembangan tersebut terbagi kepada tujuh periode. 1. Periode pertumbuhan. Pada masa ini gaya kufi muncul pertama kali dengan tidak ada menggunakan tanda baca pada huruf tersebut. Kemudian pada abad ke-7 H, lahir pemikiran untuk menggunakan tanda baca oleh seorang ahli bahasa Abu Aswad Ad-Duali yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya sehingga mencapai tahapan kesempurnaan. Pada abad ke-8 H, gaya kufi ini mencapai keelokan sehingga bertahan selama tiga ratus tahun. Bahkan pada abad ke-11, gaya kufi ini telah memperoleh banyak monumental. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



150



2. Periode pertumbuhan dan perindahan yang dimulai sejak akhir kekhalifahan Bani Umayah sampai pertengahan kekuasaan Abbasiyah di Bagdad. Pada masa ini muncul modifikasi dan pembentukan gaya-gaya lain. Selain gaya kufi pada masa ini merupakan tahapan pertumbuhan dan perindahan. Dan pada masa ini ditemukan enam rumusan pokok (alaqlam as-Sittah), yaitu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’i dan



Tauqi’. Selain itu pada periode ini terdapat pula sekitar dua puluh empat gaya khat yang berkembang, bahkan mencapai dua puluh enam gaya



khath. 3. Periode penyempurnaan dan perumusan kaidah penulisan huruf oleh Abu Ali Muhammad bin Muqlaq, (w.329H/940) dan saudaranya, Abu Abdullah Hasan bin Muqlaq dengan metode al-Khath al-Mansub (ukuran standar dan bentuk kaligrafi). Pada masa ini Ibn Muqlaq sangat besar jasanya dalam membangun gaya Naskhi dan Tsulus. Di samping itu ia juga memodifikasi sekitar empat belas gaya kaligrafi serta menemukan du belas kaidah untuk pegangan seluruh aliran. 4. Periode pengembangan dari rumusan Ibnu Muqlaq ini oleh Ibn alBawwab (w.1022 M), yang berhasil menemukan gaya yang lebih gemulai al-Mansub al-Faiq (pertautan yang indah), yaitu suatu gaya kaligrafi dari gabungan khath Naskhi dan Muhaqqaq. Dia juga menambahkan hiasan pada tiga belas gaya kaligrafi yang menjadi



eksperimennya. 5. Periode pengolahan khath dan pemikiran tentang metode hiasan baru dengan penyesuaian pena bamboo, yaitu pemotongan miring pada pena tersebut oleh sang kiblatul kuttab, Jamaluddin Yaqut al-Musta’shimi (w. 698 H/1298 M). Di samping itu beliau juga mengolah gaya al-Aqlam as-



Sittah yang masyhur pada periode kedua dengan sentuhan kehalusan penuh estetika serta mengembalikan hukum-hukum Ibnu Muqlaq dan Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



151



Ibn al-Bawwab. Yakut ini berhasil mengembangkan gaya baru dalam tulisan Tsulus. Pada masa ini para kaligrafer lain juga antusias menciptakan gaya-gaya kaligrafi ini sehingga dalam periode ini mampu menghasilkan gaya kaligrafi sampai ratusan gaya. 6. Periode perkembangan pada masa dinasti Mamluk di Mesir dan Dinasti Safawi di Persia. Pada periode ini muncul tiga gaya baru yaitu ta’liq (farisi) yang disempurnakan oleh kaligrafer Mir Ali (w.1916), dan gaya



Sikhatseh (berbentuk terpecah-pecah) oleh khattah Darwisi Abdul Majid. Pada masa ini juga muncul kaligrafer kenamaan di Mesir yang bernama Thab-thab. Ragam model gaya kaligrafi yang berkembang pada periode perkembangan ini tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan pada masa berikutnya bermunculan para kaligrafer yang tidak kalah hebatnya dan mampu menggores tulisan yang halus dan sarat dengan nilai seni dan keindahan. Demikian juga di Baghdad ditemukan tiga kaligrafer besar yaitu Musthafa Raqim, Syeikh Musa ‘Azmi (lebih dikenal dengan Hamid alAmidi). Bentuk model khath yang berkembang tersebut diciptakan oleh tokoh-tokoh kaligrafer itu sendiri. Namun peletakan gaya kaligrafi ini tidak seluruhnya dapat diketahui dengan jelas. Contohnya kaligrafi gaya khufi merupakan gaya kaligrafi yang tertua dan tidak diketahui dengan jelas siapa peletak dan pencipta dari model khath ini. Sedangkan khath Naskhi lahir jelas diketahui siapa peletak pertama dari gaya khath ini adalah Ibn Muqlah, karena kelahiran khath ini sudah tampak sebelum kelahiran Ibn Muqlah, dan beliau juga yang mendewasakan jenis model dari khath ini. Demikian juga halnya khath Diwany pencipta pertamanya Ibnu Munif di Turki (860 H). Gaya Riq’ah diciptakan al-Mutasyar Mumtaz Bek di Turki (1280 H). Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



152



Pada awal pertumbuhannya kaligrafi itu tumbuh dan beragam bersifat kursif (lentur dan ornamental) dan sering pula dipadu dengan



ornament floral. Model kaligrafi kursif yang tumbuh pada masa itu Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Riqa’, Raihani dan Tauqi’. Keenam gaya inilah yang dikenal dengan al-Aqlam as-Sittah, atau Sihs Qalam (Persia), atau The Six



Hands Styles (Inggris) . Keenam gaya kaligrafi ini mengalami seleksi alam. Di antara jenis gaya kaligrafi tersebut mulai berangsur-angsur hilang. Gaya



Riq’ah dan Tauqi’ sudah mulai beransur surut dari peredaran, karena luruh dan gayanya berkarakter mirip Tsulus, sementara jenis khath yang lain tetap eksis dan berkembang semakin sempurna. Perkembangan ini mencapai titik kulminasi pada masa pemerintahan Daulah Usmani (sekitar abad ke-16) dan dinasti Safawi di Iran juga dalam periode yang sama. Pada periode tersebut di Turki juga berkembang jenis gaya kaligrafi



Syikatsah, Syikatsah-Amiz, Diwani , Diwani Jali, Riq’ah dan Ijazah. Sementara Farisi (ta’liq) berkembang di Iran. Dari seluruh model tulisan kaligrafi ini, baik dari al-Aqlam as-Sittah maupun yang munculnya belakangan namun yang masih sering dipakai sampai sekarang yakni gaya



sulus, naskhi, farisi, Diwani , Diwani jail, riq’ah, ijazah (raihani) serta model kufi. Perkembangan model-model ini dapat juga dilihat dari perkembangan sejarah. Ilham Khoiri mengelompokkan kepada dua yaitu perkembangan seni kaligrafi sebelum al-Quran turun dan setelah al-Quran diturunkan. Namun yang paling pesat perkembangn model kaligrafi itu adalah setelah al-Quran diturunkan. Karena pada masa ini banyak terdapat seniman, ahli kaligrafi dan peminat dan pencinta kaligrafi yang berasal dari kabilah-kabilah. Hal ini dikarenakan terdapatnya keindahan pada seni kaligrafi



yang



dapat



mengokohkan



peradaban



yang



dibutuhkan.



Perkembangan seni kaligrafi tersebut ada yang bersifat hiasan dan ada juga Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



153



yang bersifat kaidah. Kaligrafi yang pertama digunakan sebagai hiasan tersebut adalah khath khufi, seperti yang terdapat pada arsitektur bangunan. Sedangkan yang bersifat kaidah itu seperti Sulus, Riq’ah, dan



Naskhi. C. Kaligrafi Masa Kini Dalam perjalanan, kaligrafi arab yang lebih sering menjadi alat



visual ayat-ayat Al-Quran, tumbuh tertib mengikuti rumus-rumus berstandar (al khat al-mansub) olhan ibnu Muqlah yang sangat ketat. Standarisasi yang menggunakan alat ukur titik belah ketupat, alif dan lingkaran untuk mendisain huruf-huruf itu mencerminkan “etika kaligrafi” dan kepatuhan kepada :kaidah murni” aksara arab. Terutam bagi pemula, berpegang teguh pada kaidah khattiyah ini sangat penting. Mengetahui seluk beluk aliran kaligrafi dan tata cara penulisan nya tidak saja akan memperkokoh kredibilitas tulisan pada komposis yang serasi (insijam wa



mula’amah).



Lebih



dari



semuanya,



sang



karya



dapat



di



pertanggungjawabkan sebagai hasil pencapaian yang “utuh”(al-kamil). Sebagai hasil dari ikhtiar itu, lahirlah aliran-aliran kaligrafi yang beragam. Dimulai dari pengembangan Al-Aqlam Al-Sittah (Sulus, Nakhi,



Muhqqaq, Rayhani, Tawqi, dan Riqa) di masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikembangkan di masa Bani Abbas sebagai era kebangkitan kedua pasca khat Kufi dan kaligrafi kursif kuno sesudahnya. Dari enam gaya tulisan yang populer dengan sebutan Shish Qalam di pesta Persia ini berkembang pula ratusan gaya lain. Sampai abad 20, gaya-gaya itu menunjukkan fluktuasi perkembangan yang dinamis, meskipun akhirnya hanya meninggalkan sekitar tujuh gaya tulisan modern Naskhi, Sulus,



Farisi, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah. Gaya-gaya tulisan itu masih berkutat



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



154



pada standar system Ibnu Muqlha tanpa mengalami perubahan yang berarti. Namun belakangan, muncul gerakan menjauhkan diri dari kebekuan ikatan-ikatan baku di atas. Kreasi mutakhir yang “menyimpang” dari



grammar lama ini populer dengan sebutan “Kaligrafi Kontemporer”, merunjuk pada gaya masa kini yang penuh dinamika dan kreatifitas dalam mencipta karya yang serba aneh dan unik. D. Pembatasan Masa Kotemporer Secara terminologis, kata ‘kontemporer’(yang dalm bahasa Inggris



nya contemporary dan bahasa Arab nya ‫ معاصر‬atau ‫)حديث‬, berarti ‘zaman sekarang’ atau ‘masa kini. Kata ini menunjukan ‘suatu prieode’ atau ‘suatu angkatan’ yang paling baru. Jika suatu angkatan melewati masa waktu puluhan



atau



ratusan



tahun,



dapat



dipastikan



bahwa



‘angkatan



kontemporer’ berada pada beberapa puluh tahun berselang. Jika berbagai literatur menunjuk pada angka tahun 70-an sebagai titik awal kebangkitan seni rupa kontemporer, hal ini dapat dimaklum dan bias menjadi keyakinan kerena sampai tahun-tahun terakhir sebelum itu, kata ‘kontemporer’ tidak banyak di kenal kalanagan seni rupa. Jauhar Arifin memasukkan awal sampai pertengahan abad 20 yang di tandai dengan kecamuk Perang Dunia I dan II yang membawa perubahan dalam bidang seni rupa,baik material, fisik, mental, maupun spiritual sebagai periode seni rupa modern, bukan kontemporer. Meskipun kaligrafi dapat dimasukkan ke bagian seni rupa, namun tidak harus mengikuti corak periodisasi seni rupa secara utuh. Kendatipun begitu, tidak dapat disangkal bahwa gaya kaligrafi Islam “kontemporer”, “modern” atau ”masa kini” tidak lepas dari perjalanan dan bisa pengaruh



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



155



seni rupa modern yang merupakan fenomena konsep dan realitas di tengah lalu lintas perjalan seni rupa di seluruh pelosok dunia



Contoh gaya tugra dan model animasi gaya Persia. Model kelahiran gaya kaligrafi kontemporer Mungkin secara kebetulan, dalam proses perkembangannya, seni rupa modern yang awalnya tumbuh di Barat, merebet ke Timur Tengah dan bagian-bagian dunia Islam yang lain termasuk Indonesia. Abdelkebir Khatibi dan Mohammed Sijelmassi memprediksi adanya hubungan kuat Barat-Timur tersebut, kerena tulisan yang merupakan bagian dari seni grafis berhubungan erat dengan seni-seni lain seperti menggambar, melukis,dan arsitektur. Di sini lukisan bergabung dalam satu latar kesatuan unit media seperti dinding mesjid atau kanvas lukisan. Olek kerana itu, meskipun seni lukis tumbuh indenpenden, kenyataan nya secara konstan mengikuti dan diikuti irama seni secara kreatif. Gejala ini muncul terutama tahun 70-an dan berkembang lebih ringas di tahun 80-an yang di ikuti oleh pameran-pameran yang luas di Eropa dan Negara-negara Islam termasuk Indonesia. Namun, tanda-tanda dan yang mengarahkan pada model kaligrafi “bebes” atau “dibebaskan” ini sudah berlangsung sebelum tahun-tahun tersebut dan tidak semata dipengaruhi seni rupa Barat. Pertama, hasrat Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



156



“perburuan” terhadap penemuan-penemuan baru da kalangan khattat (kaligrafer) selalu mengebu yang sampai pada titik kulminasi di mana kreasi ditujukan untuk mencapai karya-karya masterpiece yang dihulung. Selanjutnya, seni kaligrafi maju lagi kepada konsep kreatif yang lebih filosof di masa Turki Usmani dan kerajan-kerajaan Islam Persia, seperti Ilkhaniyah, Timuriyah, dan Safawayah. Karya-karya unik ini menonjol pada gaya Tugra dari Turki Usmani dan pola-pola animasi dari persi. Kedua, sifat plastis yang dimiliki kaligrafi Arab, memudahkan beradabtasi dengan pengaruh-pengaruh luar yang memuncak dengan kehadiran pengaruh seni rupa Barat di hujung abad 20, terutama dalam titimangsa 20-an terakhir pada tahun 70-an. Seni rupa islam kontemporer –yang di dalamnya termasuk kaligrafi, menurut kritikus dan korator seni rupa Merwan Yusuf memang bisa membuat masyarakat terkejut, kerna kehadiran nya yang tiba-tiba populer di tahun 70-an. Padahal, ia tidak muncul begitu saja, melainkan melalui pergumulan ided yang panjang. Jadi, sejak penghujung dasawarsa 1970-an, seni kaligrafi islam mulai melanda semangat posmodernisme. Bahkan , jauh sebelum posmodernisme berkembang menjadi jargon.



E. Kaligrafi Masa Akan Datang 1. Kaligrafi Prospek Masa Depan Kaligrafi islam indonesia sejak dari tanah asalnya merupakan salah satu parameter peradaban yang berkembang seirama dengan tumbuh dan berkembangnya agama islam. Dan seni kaligrafi islam indonesia merupakan salah satu parameter eksistensi peradaban Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



157



(tamaddun) islam di indonesia dan di beberapa Negara Asean. Di indonesia seni kaligrafi islam merupakan ciri normatif islam yang dalam bentuk fisik kulturalnya membawa serta perwujudan tradisi dan budaya lokal nusantara. Dengan tetap pada ciri-ciri seni islam, maka seni kaligrafi hendaknya memegang ketinggian estetika dan bersifat ilahiyah.



Oleh karena itu, keagungan al-Qur’an dan indahnya menggores dan melukis dalam berbagai bentuk dan media yang di ilustrasikan oleh setiap pecinta seni kaligrafi. Maka banyak manfaat dan hikma yang dapat di petik dari “kekutan lentik-kan tangan “ tersebut ketika goresannya telah rampung.



F. Macam-Macam Khat Kali ini saya ingin menyebutkan beberapa jenis kaligrafi. Jenisjenis tulisan kaligrafi sebenarnya banyak macamnya. Tapi yang paling dasar dan dianjurkan serta dikembangkan oleh para penulis kaligrafi terutama di Indonesia, terdiri dari 6 jenis, yaitu: 1. Nasakh Atau Naskhi Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



158



Nasakh adalah salah satu jenis khat yang paling awal berkembang. Itu pertama kali diperkenalkan oleh seorang master kaligrafer bernama Imam Muqlah pada abad ke-10. Kemudian dikembangkan lagi oleh Ibnu Bawwab dan para kaligrafer lainnya ke dalam tulisan teks al Qur'an. Karena jenis ini relatif sangat mudah dibaca dan ditulis, maka tulisan ini paling banyak digunakan oleh para muslim dan orang Arab di belahan dunia. Contoh



2. Tsuluts Atau Tsulutsy



Khat Tsuluts pertama kali dibuat pada abad ke-7 pada zaman khalifah Ummayah akan tetapi baru dikembangkan pada akhir abad ke-9. Kata Tsuluts berarti sepertiga, hal ini mungkin disebabkan karena tulisan ini memiliki ukuran lebih sepertiga dibandingkan dengan gaya tulisan lainnya. Walaupun tulisan ini jarang digunakan untuk tulisan Al Qur'an, tsuluts tetap sangat populer dan memegang peran penting terutama untuk tulisan hiasan/dekorasi, judul, dan kepala surat. Tulisan ini juga paling populer untuk dekorasi masjid, mushalla, dan produk kaligrafi lainnya Contoh di bawah ini.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



159



Dinamakan khat tsuluts karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga (tsuluts) goresan kalam. Ada pula yang menamakannya khat Arab karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya setelah khat



Kufi. Untuk menulis dengan khat tsuluts, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira setengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk khat



tsuluts 'adi dan tsuluts jali. Khat Tsuluts yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan berbagai media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari segi kaedah ataupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni dan seimbang. Dalam rentang perjalanannya, khat Tsuluts berkembang menjadi beberapa gaya, antara lain: a. Khat Tumar



Khat yang diciptakan oleh Qutbah al-Muharrir yang tumbuh dan berkembang di masa Bani Umayyah ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simpel. Khat ini sangat cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali Tsuluts atau Tsuluts Besar. Tumar atau Tamur



jamaknya Tawamir bermakna sahifah (lembaran atau manuskrip). Khat Tumar artinya khat yang ditulis di lembaran atau menuskrip. b. Khat Muhaqqaq Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



160



Penciptanya adalah Ibnu Bawab (413 H). Ibnu Bawab adalah kaligrafer masyhur setelah Ibnu Muqlah. Khat ini hampir mirip dengan



khat Tsuluts karena perbedaan keduanya sangat samar dan hanya dapat diketahui oleh ahli khat yang cermat. Pada perkembangannya, khat ini semakin redup dan jarang sekali digunakan, sehingga posisinya digeser oleh Khat Tsuluts. c. Khat Raihani Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah al-Rayhan (834 M), sehingga namanya diambil untuk nama khat ini. Pendapat lain menjelaskan Rayhani dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya. d. Khat Tawqi'



Tawqi' artinya tanda tangan, karena para khalifah dan perdana menteri senantiasa menggunakan Tawqi' untuk menandatangani perbagai naskah mereka. Diciptakan oleh Yusuf al-Syajari (825 M). Lalu berkembang di tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin (1124 M) sebagai murid generasi kedua Ibnu Bawab. Yang membedakan Tsuluts dengan Tawqi' adalah ukuran Tawqi' yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi' adalah Tugra' atau Turrah yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultansultan Usmani dengan ukuran yang bervariasi. e. Khat Riqa' atau Ruqa'



Riqa' jamaknya Ruq'ah artinya lembaran daun kecil halus yang digunakan untuk menulis khat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh alAhwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khafif Tsuluts. Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan khat Tawqi', namun yang lebih benar adalah bahwa Riqa' pun diolah pula dari Tawqi'. Ukuran Riqa' Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



161



lebih kecil dari Tawqi' dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah. f. Khat Tsulusain Diciptakan oleh saudara Yusuf al-Syajari bernama Ibrahim alSyajari (200 H) di zaman Bani Abbas. Ibrahim membuat kaedah



Tsulusain dari khat yang sudah ada semenjak dahulu yaitu khat Jalil. Tsulusain berarti dua pertiga, karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong seukuran dua pertiga lebar goresan kalam, sedikit lebih kecil dari khat Tumar yang ditulis sangat besar. g. Khat Musalsal Diciptakan oleh al-Ahwal al-Muharrir dari keluarga Barmak di zaman Bani Abbas. Sebagian huruf-huruf khat ini saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakannya khat



Mutarabit yang berarti saling ikat atau berikatan. h. Khat Tsuluts 'Adi Pencipta khat ini adalah Ibrahim al-Syajari diawal abad ke-3 H di zaman Bani Abbas. Dalam beberapa kamus bahasa Arab disebutkan, "anna al-sulusiyya min al-khuttut huwa al-galiz al-huruf" (sepertiga dari



khat adalah huruf yang sulit). i. Khat Tsuluts Jali



Jali artinya wadih (jelas). Kejelasan dalam hal ini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dibandingkan dengan jarak yang lebih dominan daripada lebar anatomi hurufnya dalam Tsuluts 'Adi. Dengan demikian, dalam Tsuluts Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis. Khat ini banyak digunakan untuk menulis juduljudul dan media seni yang permanen. j. Khat Tsuluts Mahbuk Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



162



Mahbuk artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagian (husn al-tawzi') dan aturan komposisi (ikham al-tartib). Keindahan pembagian dicirikan dengan tidak adanya kelompok huruf yang bertumpujk di satu tempat sementara tempat lain terlalu kosong sehingga mendorong khatta memperbanyak dan mengisinya dengan syakal dan hiasan untuk mensari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf dan titik di tempat-tempat yang strategis. k. Khat Tsuluts Muta'assir bil Rasm Beberapa khattat atau kaligrafer berusaha menggubah aksara Arab kepada bentuk visual yang bisa berbicara biar lebih bervariasi sekaligus untuk menyeimbangkan antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, karena dalam Islam visualisasi mahluk hidup secara jelas berlawanan dengan semangat dakwah agama tersebut untuk selalu menjaga ketauhidan dan menjauhi kesyirikan. Potensi huruf Arab yang sangat lentur dan mudah dibentuk mendorong para khattat menciptakan gambar-gambar simbol yang mengungkap kalimat-kalimat suci dan tauhid, sehingga kaligrafi diolah menjadi sarana menggambar yang terbebas dari visualisasi mahluk hidup secara terang-terangan. Khat yang dipengaruhi gambar ini akhirnya diterima dan populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran khat ini, yang secara bebas mengambil pola figural atau simbolik gambar manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda lainnya.



l. Khat Tsuluts Handasi



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



163



Gaya ini merupakan Tsuluts yang menyusun huruf dan kata secara geometris (handasi) dan indah berdasarkan rasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan, keserasian dan penyatuan sebuah karya. m. Khat Tsuluts Mutanazhir



Mutanazhir artinya saling memantul. Dinamakan pula khat Tsuluts Mir'at (cermin), dimana yang berada disamping kanan memantul ke samping kirinya, sehingga seolah diantara dua sisi tersebut ada cermin. Khat ini dinamakan juga dengan gaya Ma'kus (memantul),



musanna (AC-DC atau dua dimensi) dan 'Aynali (saling tatap). Gaya ini tidak lepas dari pengaruh kebudayaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari seperti salam dan menjawabnya. 3. Diwani . Tulisan ini berkembang luas di akhir abad ke-15 yang dipelopori oleh seorang kaligrafer Ibrahim Munif dari Turki. Dan mencapai puncaknya pada abad ke-17 atas jasa seorang kaligrafer terkenal yaitu Shala Pasha. Seperti tulisan riq'ah, Diwani pernah menjadi tulisan favorit pada zaman kekaisaran Ottoman. Diwani Jaly adalah tulisan Diwani yang bernuansa ornamen atau hiasan. Ia pertama kali dikembangkan oleh Hafiz Uthman. Contoh



Diwani adalah salah satu gaya khat yang diciptakan oleh masyarakat Turki Usmani. Peletak dasar-dasar kaedah dan ukuran hurufQawaid al-Imla’ wa al-Khat



164



hurufnya adalah Ibrahim Munif. Tulisan ini mulai populer setelah penaklukan kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih tahun 875 H. Penamaan Diwani



karena dinisbahkan kepada kantor-kantor



pemerintah dimana tulisan tersebut digunakan dan dari dewan-dewan pemerintahan itulah khat ini menyebar ke seluruh kalangan masyarakat. Karakter Diwani dikenal dengan putarannya, sehingga tidak satupun huruf yang tidak mempunya lengkungan. Goresannya yang lentur dan lembut memudahkan Diwani beradaptasi dengan tulisan apapun. Hal ini pula yang memudahkan para kaligrafer menulis dengan Diwani .



Diwani memiliki tiga macam bentuk, yaitu: a. Khat Diwani 'Adi Diwani 'Adi merupakan gaya khat yang tampil biasa ('adi) sesuai struktur tulisan, sehingga mudah dibaca. Ciri tampilannya tampak pada kali-kali tulisan yang umumnya berbaris datar dengan pucuk-pucuk huruf bergelombang dinamis.



b. Khat Diwani Mutarabit Gaya ini merupakan Diwani yang huruf-huruf dan rangkaian katanya saling menjalin atau bersilangan (mutarabit) satu sama lain. Besar kemungkinan pola semacam ini merupakan hasil pengaruh khat



Musalsal ciptaan Ibnu Bawab. Dalam jenis khat Diwani Mutarabit ini, kaligrafer modern Gazlan Bek dari Mesir merupakan tokohnya. Gazlan berhasil membuat karya-karya masterpiece yang banyak dijadikan acuan, sehingga para kritikus dan pengamat menisbahkan gaya khat ini kepada Gazlan sehingga disebut Khat Diwan Gazlani.



c. Khat Diwani Jali



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



165



Diwani



Jali diciptakan oleh Syahlan Pasha dari Turki dan



merupakan pengembangan dari Diwani 'Adi. Jali artinya Jelas. Kejelasan tersebut tampak pada detail syakal dan hiasan yang penuh di dalamnya. Tujuan diciptakannya Diwani Jali ialah untuk menuliskan peraturanperaturan kesultanan dan surat-surat ke luar negeri.



4. Ta'liq atau Farisi Ta'liq artinya menggantung, karena tulisan gaya ini terkesan menggantung. Tulisan ini pertama kali dikembangkan oleh orang-orang Persia (Iran). Ta'liq disebut juga Farisi, termasuk gaya tulisan yang sederhana dan digunakan sejak awal abad ke-9. Abdul Hayy, seorang kaligrafer yang telah berperan besar di awal perkembangan tulisan ini. Dia termotivasi oleh Shah Ismail sebagai peletak dasar-dasar tulisan



ta'liq. Gaya ini disukai oleh orang-orang Arab dan merupakan gaya tulisan kaligrafi asli bagi orang Persia, India, dan Turki. Seorang kaligrafer Persia Mir Ali Sultan al-Tabrizi kemudian mengembangkan gaya ini lebih halus dan variatif menjadi Nasta'liq.



Nasta'liq asal kata dari 'nasakh dan ta'liq'. Namun demikian para kaligrafer Turki, Persia tetap menggunakan tulisan ini pada momenmomen penting. Ta'liq dan nasta'liq biasa digunakan untuk penulisan literatur dan syair-syair tentang kepahlawanan, bukan untuk penulisan AlQur'an. Contoh



5. Riq'ah atau riq'iy Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



166



Tulisan ini disebut juga dengan ruq'ah, yang dikembangkan dari nasakh dan tsuluts, namun ia tetap mimiliki ciri khas yang berbeda. Riq'ah lebih simpel dan sederhana, memiliki bentuk huruf tebal dengan batang huruf pendek dan huruf alif tidak pernah ditulis dengan berkepala.



Riq'ah dulu adalah tulisan favorit para kaligrafer Ottoman dan banyak mengalami pengembangan oleh Syakh Hamdullah al Amasi. Kemudian riq'ah banyak direvisi oleh para kaligrafer lainnya dan menjadi tulisan yang popluler dan dipakai secara luas di dunia Arab. Contoh:



6. Kufi



Kufi termasuk tulisan paling dominan pada zaman dahulu. Ia dibuat setelah berdirinya 2 kota muslim yaitu Basrah dan Kufah pada dekade kedua era Islam sekitar abad ke-8 Masehi. Ia memiliki bentuk huruf yang proporsional kaku dan persegi. Dari kata Kufah maka tulisan ini dikenal dengan Kufi.



KONSEP PERKEMBANGAN DAN PERIODESASI TULISAN ARAB DAN KALIGRAFI ISLAM Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



167



A. Sejarah Perkembangan Tulisan Arab Perjalanan panjang tulisan phonetis yang berawal dari daerah yang pertama menggunakan alphabet, pada dasarnya telah menjadikan tulisan ini terbuka bagi perubahan dan pembaharuan secara luas. Perubahan dan pembaharuan bentuk pola perlambangan, biasanya sangat ditentukan oleh kenyataan bahwa perlambangan yang didasarkan pada bunyi ucapan (phonetic) lebih leluasa untuk digunakan kepada bentuk-bentuk yang bervariasi serta disesuaikan dengan kondisi dan tempat di mana ia dikembangkan 1. Rumpun Sinai dan Tulisan Semit Utara Pada tulisan terdahulu telah dikemukakan bahwa alphabet Sinai telah memperlihatkan perkembangannya di dua tempat yaitu jazirah Arab bagian utara, Asia Kecil dan jazirah Arab bagian selatan. Perkembangan



alphabet Sinai ke bagian utara memunculkan beberapa tulisan yang digunakan oleh mayoritas masyarakat pesisir Laut Tengah seperti tulisan



Ibrany dan Siryani, di jazirah Arab belahan utara lahir pula tulisan Tadmury dan tulisan Nabthy dari rumpun tulisan Aramia. Bahkan menurut sementara ahli tulisan Devanagari kuno yang digunakan oleh masyarakat Asia Selatan (India) juga berasal dari rumpun alphabet Semit utara ini. Tulisan Devanagari ini berkembang bersama agama Budha ke beberapa wilayah di kawasan Asia selatan dan tenggara. Istilah Semit Utara di sini digunakan untuk menyebut tulisan-tulisan yang berkembang dari alphabet



Sinai. Sementara perkembangan rumpun alphebet Sinai di bagian utara ini diperkirakan adalah tulisan Aramia (Aramaic) atau tulisan yang digunakan di Palestina, Syria dan Iraq. Akan tetapi kita tidak menggunakan istilah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



168



Aramia, karena Aramia bukan satu-satunya terminal bagi perkembangan di utara ini. Orang-orang Nabthy (Nabatean), walaupun pada abad-abad sebelum Masehi di bawah pengaruh Romawi, malah orang-orang Nabthy ikut melakukan invasi ke wilayah Arab, namun secara kultural dan geografis, mereka sebenarnya termasuk suku bangsa Arab asli (Arab Baidah). Mereka pada awalnya adalah sekelompok imigran yang datang dari Transyordania dan menempati wilayah Edomite, Petra. Dari sini mereka meluaskan kekuasaan ke wilayah-wilayah lainnya. Sehingga bangsa Nabthy menjadi sebuah kekuasaan besar yang disebut dengan Kerajaan Anbath. Kerajaan ini memperoleh kejayaan di masa pemerintahan dipegang oleh Haritsats (tahun 9 sM.-40 M.) Pada saat ini kekuasaan mereka makin meluas bahkan hampir mencakupi seluruh dataran jazirah Arabia. Kerajaan Anbath di puncak kejayaannya telah meninggalkan warisan-warisan budaya yang bernilai tinggi. Ini dapat dilihat dari bekasbekas peradaban Anbath yang terdapat di kota Petra, seperti bangunanbangunan megah dan spektakuler yang menggambarkan bahwa Petra, sebagai pusat kekuasaan dan sekaligus pusat peradaban Anbath, telah maju dalam berbagai lapangan. Hal yang lebih penting dari itu bagi kita ialah bahwa kebudayaan Nabthy telah ikut berperan dalam membidani kelahiran tulisan Arab. Orang-orang Nabthy dalam pergaulan sehari-hari menggunakan bahasa Arab, akan tetapi huruf-huruf yang mereka gunakan lebih cendrung berkarakter Aramia. Bentuk-bentuk yang mereka kembangkan ini akhirnya melahirkan suatu jenis tulisan sendiri yang kemudian dikenal dengan tulisan Nabthy. Pada abad pertama Masehi, saat kerajaan ini meluas secara Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



169



pesat, semua hasil budaya mereka ikut memperoleh perkembangan. Tulisan



Nabthy digunakan secara resmi di hampir seluruh wilayah kekuasaannnya. 2. Tulisan Arab Selatan Di wilayah-wilayah kerajaan Arab selatan, seperti kerajaan Saba’, Minaiyah, Himyar dan Yaman, semenjak waktu yang lama telah menggunakan sejenis tulisan yang berbeda dengan tulisan yang berkembang di jazirah Arab bagian utara, meskipun wilayah selatan ini juga mendapatkan pengaruh dari alphabet Sinai seperti telah diuraikan terdahulu. Tulisan ini kemudian dikenal dengan tulisan Musnad. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, telah disimpulkan bahwa tulisan Musnad telah berkembang secara luas pada masyarakat Arab kuno di wilayah-wilayah yang membentang antara Yaman dan Syria di belahan utara jazirah ini. Ini dibuktikan dengan beberapa penemuan tertulis di daerah Delos (Yunani) dan Gaza, Mesir yang juga menggunakan tulisan yang mirip dengan tulisan Musnad (lihat : Zainuddin,1974:297 ; Abu Shalih Alfi (tt):20). Perkembangan ini terlihat pada beberapa cabang tulisan yang muncul mengikuti karakter tulisan Musnad, seperti pada tulisan yang digunakan oleh Bani Lahyan di bagian utara Makkah, tulisan yang digunakan oleh masyarakat Diyar Tsamud sekitar tahun 715 SM. Dan di wilayah bukit Shafa (bagian dari pegunungan Druze) di timur negeri Syam (Syria sekarang). Ketiga tulisan yang merupakan perkembangan dari tulisan Musnad ini kemudian dinamai masing-masing dengan Lihyani, Tsamudy, dan



Shafawy. Akan tetapi tidak diketahui perkembangan lebih lanjut dari ketiga jenis tulisan itu. 3. Penggabungan Tulisan-Tulisan Semit Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



170



Dari uraian di atas kita simpulkan bahwa di wilayah jazirah Arab setidaknya terdapat dua jenis tulisan yang berpengaruh secara dominan, yaitu : tulisan Nabthy dari kelompok tulisan Semit utara dan tulisan



Musnad dari jazirah Arab selatan. Hal yang selalu menjadi perdebatan bagi kalangan ahli ialah : mana di antara kedua tulisan itu yang lebih berperan dalam pembentukan tulisan Arab seperti yang berkembang hingga saat ini Beberapa ahli tentang Arab selatan (Klasser, Neckel, dan Homel) cendrung berpendapat bahwa tulisan Musnad adalah bentuk tulisan Arab tertua ( Zainuddin, 1974). Flinder Patri alam tulisannya The Formation of The



Alphabet (1912), malah berkesimpulan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa tulisan Arab bukan berasal dari tulisan Musnad, karena tulisan Musnad telah musnah setelah perkembangannya di Himyar. Sejarawan muslim seperti Ibnu Khaldun dan Ibnu Khallikan sepakat mengatakan bahwa



Musnad adalah asal-usul tulisan Arab (Ibnu Khaldun,1957:418; Ibnu Khallikan,1948:346). Semenjak beberapa abad sebelum Masehi kota Hirah telah berperan besar dalam pengembangan tulisan-tulisan Semit. Di kota ini telah berkembang beberapa jenis tulisan yaitu : tulisan Nabthy, dari kelompok tulisan Aramia, tulisan Kindy yang berasal dari kota Kindah (selatan kota Hirah), dan tulisan Strangeli. Tulisan yang disebutkan terakhir ini adalah perkembangan dari tulisan Siryani. Peran yang lebih besar telah diberikan oleh kerajaan Anbath pada waktu Hirah menjadi wilayah kekuasaan kerajaan itu. Tulisan Nabthy sangat umum dipakai oleh orang-orang Hirah dibanding dengan tulisan-tulisan lainnya. Menurut beberapa peneliti Arab, perkembangan tulisan Musnad di Himyar, kemudian di bawa ke Hirah pada masa kerajaan Manazirah (268 – 628 M.). Semenjak waktu inilah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



171



bergabungnya pemakaian Musnad, Nabthy, Kindy dan Strangeli di kota Hirah. 4. Pengenalan Tulisan oleh Orang Hijaz Pada abad- abad sebelum kelahiran agama Islam, di wilayah Hijaz, pemakaian tulisan boleh dikatakan tidak umum. Orang Hijaz tidak mementingkan komunikasi tulis, tetapi lebih mengutamakan kefasihan lidah dan kekuatan hafalan. Pewarisan informasi di kalangan dan antar kabilan Arab disampaikan melalui penuturan lisan, demikianpun tradisi tutur dipelihara dalam hafalan-hafalan mereka. Oleh karena itu di wilayah ini tidak banyak di temukan peninggalan-peninggalan tertulis. Dari periwayatan yang kita terima tentang kehidupan masyarakat Arab pra-Islam antara lain ialah adanya suatu tradisi bertutur sejenis Pekan Raya Sastra (sauq). Pekan Raya ini merupakan ajang pertemuan para sastrawan untuk saling mengadu kekuatan hafalan serta kefasihan lidah mereka. Kegiatan ini dilaksanakan sekali dalam setahun dan diikuti oleh utusan kabilah-kabilah setempat. Tempat penyelenggaraan kegiatan ini antara lain yang lebih populer, yaitu di Ukaz dan dikenal dengan Sauq al‘Ukaz, juga ditempat-tempat lainnya seperti Zulmajaz dan al-Majanah. Hal yang perlu kita catatkan dari tradisi ini ialah bahwa setiap syair yang dianggap terbaik akan memperoleh penghargaan untuk “digantung” di Ka’bah setelah terlebih dahulu “ditulis dengan tinta emas”. Karya terbaik itu disebut dengan al-Mu’allaqat atau al-Muzahhabat. Akan tetapi fakta tentang kemajuan tradisi menulis di kalangan bangsa Arab pada waktu ini kurang mendukung, karena disamping tidak ditemukan nya manuskrip asli



mu’allaqat itu juga karena ketiadaan sumber-sumber tertulis sejenis yang ditemukan di wilayah Hijaz ini. Kenyataan ini menjadi lebih sukar untuk Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



172



melakukan identifikasi jenis dan bentuk tulisan yang digunakan, demikianpun untuk menentukan kapan tradisi menulis ini bermula di wilayah Hijaz dan dari tulisan apa ia mendapat pengaruh. C. Israr (1985:42) mengemukakan bahwa tulisan yang digunakan untuk penulisan almu’allaqat ialah tulisan jenis Nabthy yang berbentuk murabba’ (persegi). Namun fakta ini sedikit membingungkan karena jenis murabba’ yang hurufhurufnya berkarakter persegi atau disebut juga dengan muzawwa adalah turunan dari tulisan Strangeli yang berasal dari Siryani (yang juga berkembang di Hirah). Sedangkan Nabthy lebih cendrung berkarakter bundar (mudawwar/ muqawwar). Suatu hal yang agaknya telah disepakati oleh para ahli bahwa tulisan yang digunakan oleh orang Hijaz adalah berasal dari Hirah. Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa Hirah adalah terminal bagi beberapa jenis tulisan Semit, baik Semit utara maupun Semit selatan. Suatu riwayat yang dikemukakan oleh al-Baladzury agaknya juga tidak banyak membantu, karena ia hanya lebih menekankan pada tokoh yang membawa tulisan dari Hirah ke Hijaz tanpa keterangan tentang jenis tulisan yang dibawa. Al-Baladzury mengemukakan bahwa salah seorang kerabat dekat penguasa Daumatul Jandal Bernama Bisyr bin Abd. Malik alKindy telah belajar tulisan di Hirah. Beberapa waktu kemudian ia ke Makkah. Kepandaian menulis yang dimiliki oleh Bisyr ini kemudian mendapat perhatian dari Syofyan bin Umayyah dari suku Quraisy (Zainuddin,1974:306). Dengan demikian Bisyr dianggap sebagai orang pertama yang mengajari orang-orang Makkah menulis dan membaca, malah ia juga telah mengajari orang-orang Thaif, Diyar Mudhar dan Syam. Dari apa yang dikemukakan dapat diketahui bahwa orang-orang Makkah baru Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



173



mengenal tulisan pada sekitar akhir abad ke 6 Masehi (semasa dengan Syofyan bin Umayyah). Beberapa penemuan tertulis (inskripsi) yang dijumpai di berbagai tempat di luar wilayah Hijaz seperti di Ummul Jamal dan an-Namarah.



Inskripsi yang ditemukan di Ummul Jamal (Syria) menggunakan tulisan Nabthi Mutaakhir dengan bahasa Nabthy Aramia serta memuat informasi tentang wafatnya raja Tanukh : Fihr bin Sala. Inskripsi ini diperkirakan ditulis pada tahun 250 M. Sedangkan inskripsi yang ditemukan di daerah Nammarah (Hurran/Syria) berisi tentang Imriil Qys, raja Arab dan tentang kabilah Nazar dan Usad. Inskripsi Nammarah menggunakan bahasa Arab (lahjah Quraisy) dan diperkirakan menggunakan jenis tulisan Nabthy Mutaakhir dan ditulis sekitar tahun 228 M.(Zainuddin,1974: 304). Demikianpun inskripsi Hijr Zabad yang ditemukan di daerah Khirbah (Zabad) yang menggunakan bahasa Yunani, Siryani dan Nabthi Mutaakhir (Arab kuno) diperkirakan ditulis pada tahun 511 M., dan inskripsi Houran yang terletak di pintu sebuah geraja di Luja yang ditulis dengan Naskhi kuno pada tahuan 568/9 M. Mengamati tulisan yang terdapat pada



inskripsi-inskripsi tersebut dapat diperkirakan bahwa tulisan Arab berakar pada jenis tulisan itu, karena kemiripan huruf-hurufnya dengan tulisan Arab yang ada sekarang. Bila inskripsi Ummul Jamal dan an-Namarah adalah bukti bagi perluasan dan perkembangan tulisan-tulisan yang terdapat di Hirah pada abad ke-3 M., maka dengan itu dipahami bahwa Hijaz pada waktu itu terlepas dari jangkauan perkembangan tulisan-tulisan Hirah. Hal itu tentunya bila riwayat Bisyr bin Abd. Malik yang dikemukakan terdahulu diterima sebagai titik bermulanya pengenalan tulisan oleh orang-orang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



174



Makkah. Sampai saat ini belum kita dapatkan keterangan yang lebih pasti tentang kapan dimulainya penggunaan tulisan di Makkah sendiri atau dengan kata lain kapan orang-orang Quraisy mulai mengenal tulisan. Namun demikian keterangan-keterangan tentang pengaruh Hirah bagi perkembangan tulisan-tulisan di wilayah Hijaz (Makkah dan Madinah) agaknya tidak perlu diragukan. Peninggalan-peninggalan tertulis dari masa-masa awal Islam seperti coretan-coretan yang ditemukan di bukit Sala (Madinah), demikianpun inskripsi yang terdapat pada dam (bendungan) yang dibangun oleh Mu’awiyyah dan beberapa surat Rasulullah kepada raja-raja di sekitarnya, telah pula memperkuat dugaan tentang pengaruh Hirah bagi pertumbuhan tulisan Arab hingga ke masa awal Islam.



B. Sejarah Perkembangan Kaligrafi Islam Ungkapan kaligrafi diambil dari kata Latin “kalios” yang berarti indah, dan “graph” yang berarti tulisan atau aksara. Dalam bahasa Arab tulisan indah berarti “Khath” sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “calligraphy”. Arti seutuhnya kata kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan caracara penerapannya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis sebagaimana menulisnya dan membentuknya mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu diubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya. Sedangkan pengertian kaligrafi menurut Situmorang yaitu suatu corak atau bentuk seni menulis indah dan merupakan suatu bentuk keterampilan tangan serta dipadukan dengan rasa seni yang terkandung dalam hati setiap penciptanya. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



175



Kaligrafi merupakan seni arsitektur rohani, yang dalam proses penciptaannya melalui alat jasmani. Kaligrafi atau Khath, dilukiskan sebagai



kecantikan



rasa,



penasehat



pikiran,



senjata



pengetahuan,



penyimpan rahasia dan berbagai masalah kehidupan. Oleh sebagian ulama disebutkan “khat itu ibarat ruh di dalam tubuh manusia”. Akan tetapi yang lebih mengagumkan adalah, bahwa membaca dan “menulis” merupakan perintah Allah SWT yang pertama diwahyukan kepada Nabi Besar Muhammad saw. Dapat dipastikan, kalam atau pena mempunyai kaitan yang erat dengan seni kaligrafi. Dapat juga dikatakan bahwa kalam sebagai penunjang ilmu pengetahuan. Wahyu tersebut merupakan “sarana” alKhaliq dalam rangka memberi petunjuk kepada manusia untuk membaca dan menulis. Tentang asal-usul kaligrafi itu sendiri, banyak pendapat yang mengemukakan tentang siapa yang mula-mula menciptakan kaligrafi. Untuk mengungkap hal tersebut cerita-cerita keagamaanlah yang paling tepat dijadikan pegangan. Para pakar Arab mencatat, bahwa Nabi Adam As-lah yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut dating dari Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Baqarahayat 31: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhya. “ Di samping itu masih ada lagi cerita-cerita keagamaan lainnya, misalnya saja, banyak yang percaya bahwa bahasa atau sistem tulisan berasal dari dewa-dewa. Nama Sanskerta adalah Devanagari, yang berarti “bersangkutan dengan kota para dewa”. Perkembangan selanjutnya mengalami perubahan akibat pergeseran zaman dan perubahan watak manusia. Akhirnya muncul tafsiran-tafsiran baru tentang asal-usul tulisan indah atau kaligrafi yang lahir dari ide “menggambar” atau “lukisan” yang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



176



dipahat atau dicoretkan pada benda-benda tertentu seperti daun, kulit, kayu, tanah, dan batu. Hanya gambar-gambar yang mengandung lambanglambang dan perwujudan dari keadaan-keadaan tertentu yang diasosiasikan dengan bunyi ucap sajalah yang dapat diusut sebagai awal pembentukan kaligrafi. Dari situlah tercipta sistem atau aturan tertentu untuk membacanya. Demikian juga sistem tulisan primitif Mesir Kuno atau sistem yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok masyarakat primitif. Pada mulanya tulisan tersebut berdasarkan pada gambar-gambar. Kaligrafi Mesir Kuno yang disebut Hieroglyph berkembang menjadi



Hieratik, yang dipergunakan oleh pendeta-pendeta Mesir untuk keperluan keagamaan. Dari huruf Hieratik muncul huruf Demotik yang dipergunakan oleh rakyat umum selama beberapa ribu tahun. Tulisan yang ditemukan 3200 SM di lembah Nil ini bentuknya tidak berupa kata-kata terputus seperti tulisan paku, tetapi disederhanakan dalam bentuk-bentuk gambar sebagai simbol-simbol pokok tulisan yang mengandung isyarat pengertian yang dimaksud. Kaligrafi bentuk inilah yang diduga sebagai cikal bakal kaligrafi Arab.



C. Periodesasi Kaligrafi Islam Kaligrafi



yang



dikenal



dalam



bentuk



ragamnya



sekarang,



mempunyai asal-usul yang cukup panjang dan berliku. Perkembangannya telah dimulai sejak berabad-abad yang lampau, dimulai dari pemerintahan Dinasti Ummayah (661-750 M) dengan pusatnya di Damaskus, Syria sampai pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258 M) dengan pusatnya di Bagdad, dan berlanjut lagi pada masa-masa pemerintahan Fatimiyah



(969-1171



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



M),



pemerintahan



Ayyub



(1771-1250 177



M),



pemerintahan Mameluk (1250-1517 M) dengan pusatnya di Mesir, pemerintahan Usmaniah (1299-1922 M) dan pemerintahan Safavid Persia (1500-1800 M). Demikian lamanya pengembangan kaligrafi Islam berlangsung hingga mencapai kematangannya. Dalam perjalanannya, kaligrafi Arab yang lebih sering menjadi alat



visual ayat-ayat al-Qur’an, tumbuh tertib mengikuti rumus-rumus berstandar (al-khath al-mansub) olahan Ibnu Muqlah yang sangat ketat. Standarisasi yang menggunakan alat ukur titik belah ketupat, alif dan lingkaran



untuk



mendesain



huruf-huruf



itu



mencerminkan



“etika



berkaligrafi” dan kepatuhan pada “kaidah murni” aksara Arab. Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, dengan sederet nama-nama sastrawan yang taerkenal



pada



masanya, namun dalam hal tradisi tulis-menulis (baca: Khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan beberapa bangsa di belahan dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat prestisius. Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan Fonogram/Tulisan Paku, dan pelbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara. Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya



nomaden



(berpindah-pindah)



yang



tidak



mementingkan



keberadaan sebuah tulisan, sehingga tradisi lisan (komuniksai dari mulut kemulut) lebih mereka sukai, bahkan beberapa diantara mereka tampak anti huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang kedatangan Islam dengan ditandai pemajangan al-Mu’alaqat (syair-syair masterpiece yang ditempel di dinding Ka’bah). Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



178



Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal Islam memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M, 328 M dan 512 M menunjukkan kenyataan tersebut. Dari



inskripsi-inskripsi yang ada, dapat ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari huruf Nabati yaitu huruf orang-orang Arab Utara yang masih dalam rumpun Smith yang terutama hanya menampilkan huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab Utara yang mendiami Hirah dan Anbar tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke wilayah-wilayah selatan Jazirah Arab. Perkembangan kaligrafi pada tiap-tiap priode: 1. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750 M) Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar ](bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar). Dari tiga inipun hanya dua yang diutamakan yaitu gaya Kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya Muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut berciri kaku dan terdiri goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua gaya inipun menyebabkan timbulnya pembentukan sejumlah gaya lain lagi diantaranya



Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh (inskriptif). Gaya Masyq dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi



Murabba’



(lurus-lurus),



Muwarraq



(berdekorasi



daun),



Mudhaffar



(dianyam), Mutarabith Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



179



pula gaya Kursif mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-Qur’an, kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya. Diantara



kaligrafer



Bani



Umayyah



yang



termasyhur



mengembangkan tulisan Kursif adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih sempurna. Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar pada tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong. Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring digunakan oleh masyarakat luas. Sejarah perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh



karena



menghancurkan



khilafah



pelanjutnya



sebagian



besar



yaitu



Bani



Abbasiyah



telah



peninggalan-peninggalannya



demi



kepentingan politis. Hanya ada beberapa contoh tulisan yang tersisa seperti prasasti pembangunan Dam yang dibangun Mu’awiyah, tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang dibangun Khalifah Hisyam dan lain-lain. 2. Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah (750-1258 M) Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya AdDahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



180



besar



bagi



pengembangan



tulisan



Tsuluts



dan



Tsulutsain



dan



mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya. Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada



Al-Ahwal



al-Muharrir.



Ibnu



Muqlah



berjasa



besar



bagi



pengembangan tulisan Kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu : titik, huruf



alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-



Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan Kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi. Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan



Khat Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah al-Qur’an dan fragmen duniawi saja. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



181



Pada



masa



berikutnya



muncul



Yaqut



al-Musta’simi



yang



memperkenalkan metode baru dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara Mongol. Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania. 3. Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya kaligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan Kursif yang ada bersifat



konservatif. Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang telah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



182



memeluk



agama



Islam,



tradisi



kesenian



pun



dibangun



kembali.



Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai puncaknya. Dinasti ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain. Beberapa perkembangan kaligrafi di periode lanjut: 1) Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14 digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai pembinasa besar, namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman mendapat perhatian yang istimewa. Ia mempunyai perhatian besar terhadap kaligrafi dan memerintahkan penyalinan alQur’an. Hal ini dilanjutkan oleh puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad al-Tughra’I yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang kaligrafer terkemuka. 2) Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan Irak sampai tahun 1736. Pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp mendorong perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang sekarang dikenal Khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan dari Ta’liq adalah Nasta’liq yang mendapat pengaruh



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



183



dari Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra Persia. 3) Di Kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi yang lebih bernuansa tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14 yang bergaris horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis



vertikalnya yang ramping. Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi, dipengaruhi tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini. Gaya ini mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar. 4) Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan dinasti



Utsmaniyah Turki. Perkembangan



kaligrafi pada masa



Utsmaniyah ini memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga sebagai kaligrafer. Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari negeri musuh seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti ini. Adapun kaligrafer yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid, salah satunya adalah Hafidz Usman. Perkembangan



kaligrafi



Turki



sejak



awal



pemerintahan



Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya, berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya. Yang paling penting adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



184



Diwani, dan Diwani Jali. Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq awal. Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani pun pada mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada akhir abad ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah. Gaya ini benarbenar kursif, dengan garis yang dominan melengkung dan bersusunsusun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru yang lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai



Humayuni (kerajaan).Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para muridnya.



KONSEP KHAT, RASM, DAN KITABAH Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



185



A. Khat Menurut Abdul Rahman



“Khat adalah rangkaian huruf-huruf



hijaiyah yang memuat ayat-ayat al-Qur’an maupun al-Hadist ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian huruf-huruf itu dibuat dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf”. B. Jenis-jenis Khat Dalam perkembangannya muncul ratusan jenis Khat kaligrafi, tidak semua Khat tersebut bertahan hingga saat ini. Terdapat delapan jenis Khat kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi di Indonesia, yaitu: 1. Naskhi Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis



mushaf al-Quran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca. 2. Tsuluts Merupakan seorang menteri (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



186



kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi



interior. 3. Farisi Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi



Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes.



4. Riq’ah Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa



harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat. 5. Ijazah (Raihani) Menurut Didin Sirojuddin (2006), Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



187



6. Diwani Menurut



Didin



Sirojuddin



(2006),



Gaya



kaligrafi



Diwani



dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu meninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis



horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku. 7. Diwani Jali Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional. 8. Kufi Menurut Didin Sirojuddin (2006), Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan al-quran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



188



merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Khat Arab dinamakan Jazm karena Khat Kufi pada awalnya bernama Jazm, sebelum kota Kufah didirikan. Dinamakan Jazm karena dia “juzima” atau terpotong dan dilahirkan dari Fan Musnad Humeiri. Khat ini juga disebut sebagai Khat Muzawwa (kubisme) merupakan tulisan Arab yang asal. Khat ini pernah masyhur di Hirah, Raha dan Nashibain sebelum berdirinya kota Kufah. Tulisan ini yang juga dipanggil Khat Hieri (dari perkataan Hirah) diakui sebagai tulisan yang pernah memainkan peranan penting dalam menyalin masalah-masalah keagamaan. Khat Kufi mempunyai ciri istimewa dan berbeda dengan Khat-Khat lain. Khat Kufi mudah dikenal, sifatnya yang bersudut-sudut atau bersegi, mempunyai ukuran yang seimbang dan spesifik Khat ini nampak lebih kokoh dan ringkas. Sapuan garis vertikalnya pendek manakala sapuan garis horizontal memanjang dalam ukuran yang sama lebar. Maka ini akan menyebabkan tulisan Khat



Kufi kelihatan berbentuk segiempat panjang. Hal yang penting dalam menulis Khat ini ialah menekankan bahwa



Khat Kufi dari jenis tulisan yang bersiku-siku.Gaya Khat Kufi memiliki beberapa variasi bentuk: a) Kufi awal



Kufi ini digunakan pada salinan awal al-Qur‟an, garis horizontal tulisan Kufi ini sering diperpanjang unutk menghasilkan tulisan pendek, gemuk dan kompak. Khat Kufi awal mempunyai huruf yang bersegisegi dan mempunyai sapuan lembut ke atas dan ke bawah. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



189



Sapuan vertikalnya mempunyai ujung yang dilebarkan dan berakhir dengan lekuk yang serong. b) Kufi Timur atau Bengkok



Kufi ini merupakan pengembangan dari Kufi awal, dimana garis vertikal diperpanjang dalam gaya baru yang dikembangkan oleh penduduk Persia. Bentuk ini lazim dikenal sebagai “kufi Timur”, karena contoh-contohnya sangat umum dalam salinan al-Qur‟an yang dibuat di Timur. Juga disebut “kufi bengkok”, karena condong kesebelah kiri coretan vertikal pendeknya.Hiasan hurufhurufnya



sering



ditempatkan



di



bawah



baris



tulisan.



Keseluruhannya, tulisan ini jauh lebih halus ketimbang bentuk



kufi lain di masa itu. c) Kufi Bunga Selain variasi gaya tulisan kufi yang diperpanjang secara vertikal dan horizontal, ahli-ahli muslim mengembangkan varian baru bentuk yang pada dasarnya bundar. Tiap ragam tulisan kufi yang paling terkenal merupakan hasil dari perpanjangan hurufhurufnya sendiri menjadi berbagai motif non kaligrafis. Salah satu diantara gaya-gaya ini, dimana vertikal tulisan diperpanjang menjadi bentuk daun dan bunga, hingga dikenal dengan nama



kufi bunga. d) Kufi Berjalin



Kufi ini sama halnya dengan kufi bunga dimana garis vertikal diperpanjang menjadi jalinan yang saling terhubung dengan huruf lainnya, sehingga menghasilkan suatu jalinan yang dekoratif.,



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



190



unik dan sangat menarik. Gaya ini banyak dipakai untuk dekorasi hiasan dinding rumah dan masjid. e) Kufi Kotak Gaya ini merupakan gaya Kufi yang lebih menyederhanakan bentuk Kufi itu sendiri menjadi berbentuk kotak-kotak



geometris, sangat kaku. Tetapi dengan jalinan satu huruf dengan huruf yang lain sehingga menjadi suatu harmoni yang baik dan enak dilihat. Bentuk dan karakter masing-masing huruf lebih cenderung



menampakkan



sebuah



ornamen (hiasan), atau



timbulnya sifat keterkaitan antara huruf satu dengan yang lain, yang membentu hiasan. C. Rasm al-Qur’an Adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan



sebutan



Rasm



Al-Utsmani, Khalifah Usman bin Affan



memerintahkan untuk membuat sebuah mushaf Al-Imam, dan membakar semua mushaf selain mushaf Al-Imam ini karena pada zaman Usman bin Affan kekuasaaan Islam telah tersebar meliputi daerah-daerah selain Arab yang memiliki sosio-kultur berbeda. Hal ini menyebabkan percampuran



kultur antar daerah. Sehingga ditakutkan budaya arab murni termasuk di dalamnya lahjah dan cara bacaan menjadi rusak atau bahkan hilang tergilas budaya dari daerah lainnya. Implikasi yang paling ditakutkan adalah rusaknya budaya oral arab akan menyebabkan banyak perbedaan dalam membaca al-Qur’an. 1.



Hukum dan Kedudukan Rasm al-Qur’an



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



191



Jumhur ulama berpendapat bahwa pola Rams Utsmani bersifat dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan dipercayai Nabi saw. Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para sahabat Nabi, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma) dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi Terdapat sekelompok ulama berpendapat lain, bahwa pola penulisan di dalam Rams Ustmani tidak bersifat taufiqi, tetapi hanya ijtihad para sahabat. Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis alQur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu. 2. Kekeliruan dalam penulisan Mengenai mushaf Utsmani, walaupun sejak awal telah dilakukan evaluasi ulang, ketika dilakukan tauhid al-Mashahif, ternyata tidak luput dari kekeliruan dan inkosistensi. Hal demikian terjadi karena pada masa dilakukannya tauhid al-Mashahif, kaum muslimin belum begitu mengenal dengan baik seni khath dan cara penulisan (usluh al-Kitabah). Bahkan mereka belum mengenal tulisan, kecuali beberapa orang saja. Adanya kekeliruan (lahn) ini, diakui oleh Ustman sendiri. Ibnu Abi Daud meriwayatkan bahwa setelah mereka menyelesaikan naskh Al-Mahsahif, mereka membawa sebuah mushaf kepada Utsman, kemudian beliau melihatnya dan mengatakan : “Sungguh kalian telah melakukan hal yang baik. Didalamnya aku melihat ada kekeliruan (lahn) yang lanjutnya Utsman



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



192



mengatakan : “Seandainya yang mengimlakan dan Hudzail dan yang menulis dari Tsaqif, tentu ini tidak akan terjadi di atasnya. Waktu akan diluruskan oleh (kemampuan) bahasa “mereka sepanjang sejarah tidak dilakukan. Disini terdapat hikmah. Karena bila dilakukan, justru oleh tangan-tangan ahli kebatilan yang mengatasnamakan istilah atas kekeliruan, atau dijadikan mainan para pengekor hawa nafsu. Oleh karena itu pula, seperti di atas, Ali bin Abi Thalib A.S mengatakan. “Sejak ini Al-Qur’an tidak dapat diubah apapun. D.َKitabah 1.َPengertian Kitabah



Kitabah atau menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak ide, gagasan, pendapat, pikiran, perasaan, serta obsesi yang akan dituliskannya. Walaupun secara teknis ada kriteriakriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian, imajinasi, dan kreativitas penulis dalam mengungkapkan gagasan.



Kitabah (menulis) merupakan keterampilan berbahasa yang rumit, karenanya keterampilan ini harus diurutkan setelah periode pelajaran yang menekankan pada bunyi (marhalah shawtiyyah). Marhalah tersebut lebih terfokus pada aspek menyimak dan bicara. Kitabah sering difahami hanya sebatas mengkopi (naskh) dan mengeja (tahajju’ah), namun kitabah sebenarnya juga mencakup beragam proses kognitif untuk mengungkap apa yang diinginkan seseorang. Dengan demikian keterampilan ini merupakan latihan mengatur ide-ide dan pengetahuan lalu menyampaikan dalam Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



193



bentuk simbol-simbol huruf. Akan tetapi bagaimana pelajaran kitabah itu sebenarnya adalah tergantung pada bagaimana pula situasi dan kondisi belajar atau peserta didiknya. 2. Metode dan Teknik Kitabah a) Memperjelas materi yang dipelajari siswa, maksudnya tidak menyuruh siswa menulis sebelum siswa mendengarkan dengan baik , mampu mendengarkan pengucapannya dan telah kenal bacaannya. b) Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa. c) Asas terhadap, dari yang sederhana berlanjut ke yang rumit, contoh pembelajaran dimulai dengan: 1) Menyalin huruf dan kata 2) Menulis kalimat sederhana 3) Menulis sebahagian kalimat yang ada dalam teks atau percakapan. 4) Imla’ 5) Mengarang terara d) Kebebasan menulis e) Pemberian khath f) Pembelajaran imla’



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



194



KONSEP RASAM USMANI,’ ARUDI ,QIYASI, DAN ISTILAHI A. Rasm Utsmani َ(‫العثمان‬



Rasm berasal dari



‫) الرسم‬ kata ً‫رمسا‬



‫ـ‬



‫يرسم‬



‫ـ‬



‫ َر َس َم‬,



artinya menggambar



atau melukis. Kata rasm ini juga biasa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut aturan. Rasm Utsmani pula diartikan sebagai ilmu yang membincangkan kaedah penulisan kalimah-kalimah ayat al-Quran yang diguna dan dipersetujui oleh Khalifah Uthman ketika proses penyalinan dan penulisan al-Quran dilakukan. Penulisan Rasm ini dibuat berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh para ulama’ rasm (tulisan) dari pada mashaf-mashaf yang telah dihantar oleh Khalifah Utsman r.a ke Kota Basrah, Khufah, Syam, Makkah dan Madinah termasuklah yang diperuntukkan khas bagi rujukan Khalifah di Kota Madinah. Ilmu Rasm ialah satu ilmu yang membincangkan cara menulis lafazlafaz atau sebutan untuk memelihara penyebutan huruf-hurufnya dari segi lafaz, huruf-huruf asal dan ilmu yang membahaskan kaedah menambah, mengurang, menyambung, memisah dan menggantikan huruf. Penulisan (Rasm) al-Quran ini adalah satu sunnah Rasulullah s.a.w. yang diikuti secara ijma' (kesepakatan) oleh seluruh ulama mujtahidin kerana tulisan ini adalah berbentuk tsuqifiyyah dan ia dibuat di bawah pengawasan Nabi Muhammad s.a.w. Dalam kitab Al-Muhith Al-Burhaniy, kitab fiqh Al-Hanafiyyah terdapat pernyataan:



‫إنه ينبغى أن ال يكتب املصحف بغري الرسم العثماىن‬



“Sesungguhnya tidak diperkenankan menulis mushaf, kecuali dengan Rasm Utsmani.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



195



Tulisan al-qur’an bukan tauqifi (tergantung pada petunjuk Nabi atau Allah). tulisan yang sudah ditetapkan dan disepakati pada masa itu boleh saja tidak diikuti . Ulama yang menguatkan pendapat ini Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya dan al-qadhi abu bakar dala kitabnya al-intishar. Menurut beliau tidak ditemukan nash maupun mafhum (yang dipahami dari) nash yang menunjukkan kepada kemestian menulis al-Qur’an dengan satu macam tulisan. Demikian juga Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis alQur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu. Sunnah Nabi menunjukkan kepada kebilehan menulis al-Qur’an dengan cara yang mudah.



Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non arab), maka para penguasa merasa pentingnya ada perbaikan Mushaf syakal, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abu Aswad ad-Du’ali, peletak pertama dasar-dasar kaidah bahasa arab, atas permintaan Ali bin Abi Talib. Perbaikan Rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada awalnya syakal berupa titik: fathah berupa satu titik diatas awal huruf, tanda kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf, tanda dhammah berupa satu titik diatas akhir huruf, dan tanda sukun berupa dua titik. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



196



Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah adalah dengan tanda sempang diatas huruf, kasrah berupa tanda sempang dibawah huruf, dhammah dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan



tambahan



tanda



serupa.



Perhatian



untuk



menyempurnakan rasm Mushaf, kini telah mencapai puncaknya dalam bentuk tulisan Arab (al-khattul ‘arabiy). Adapun Manfaat Ilmu Rasm Utsmani adalah sebegai berikut: 1. Mengetahui persambungan sanad mengenai al-qur’an. 2. Mengetahui penunjukan asal harakat, seperti penulisan kasroh pada huruf yaa’, dhommah pada wawu. 3. Mengetahui penunjuk sebagian bahasa fashih. Seperti : pembuangan akhir huruf fi’il mudhori’ mu’tal ghairu



jazzim. 4. Mengetahui penunjukkan pengertian yang tersembung B. Rasm ‘Arudi



Rasm ‘Arudi



ialah cara menuliskan kalimat-kalimat arab



disesuaikan dengan wazan sya’ir-sya’ir arab. Hal itu dilakukan untuk mengetahui “bahr” (nama macam sya’ir). contohnya seperti: ‫له‬



Dari sya’ir tersebut



‫ وليل كموج البحر ار خي سدو‬sepotong sya’ir Imri’il qais tersebut jika ditulis akan berbentuk: ‫وليلن كموج البح ر ار‬ ‫ خي سدو هلو‬sesuai dengan ‫ فعو لن مفا عيلن فعولن مفا عيلن‬sebagai timbangan sya’ir yang mempunyai “ bahar tawil.”



C. Rasm Qiasi / Imla'i (‫القياسى‬



‫) الرسم‬



Ada pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an dengan rasm



Imla’i dapat dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi para ulama



atau



yang



memahami Rasm



Utsmani



tetap



mempertahankan keaslian Rasm Utsmani. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



197



wajib



Pendapat diatas diperkuat oleh al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan untuk menghindarkan ummat dari kesalahan membaca al-Qur’an, sedangkan Rasm Utsmani di perlukan untuk memelihara keaslian mushaf al-Qur’an. Tampaknya, pendapat ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi ummat, disatu pihak mereka ingin melestarikan Rasm Utsmani, sementara dipihak lain mereka menghendaki dilakukannya penulisan al-Qur’an denganrasm



Imla’i untuk memberikan kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca al-Qur’an dengan Rasm



Utsmani. Namun dengan Rasm



demikian,



kesepakatan



Utsmani harus



para



diindahkan



penulis dalam



al-Qur’an pengertian



menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat Islam. Sementara jumlah ummat Islam dewasa ini cukup besar yang tidak menguasai Rasm Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah ummat Islam untuk mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar dapat membaca



ayat-ayat



al-Qur’an,



seperti



tulisan



latin.



Namun



demikian Rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan. Demikian juga tulisan ayat-ayat al-Qur’an dalam karya ilmiah, Rasm Utsmani mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan penulisannya tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya. Dari sini kita dapat memahami bahwa menjaga keotentikan al-Qur’an tetap merujuk kepada penulisan mushaf



Utsmani. Akan tetapi segi pemahaman membaca al-Qur’an bisa mengunakan penulisan yang lain berdasarkan tulisan yang dalam proses Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



198



penulisan al-Qur’an mulai dari Zaman Rasulullah, zaman khalifah Abu Bakar sampai khalifah Utsman Bin Affan yang penulisnya tidak pernah lepas dari Zaid Bin Tsabit yang merupakan sekretaris Rasulullah SAW. Secara historis ini membuktikan bahwa Allah SWT tetap menjaga dan memelihara keotentikan al-Qur’an.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



199



KONSEP



PENULISAN



HURUF



ARAB



DAN



TOKOH-TOKOH



KALIGRAFI A. Kaidah Dan Teknik Penulisan Huruf Arab Menurut Ibnu Muqlah Abu Ali al-Sadr Muhammad ibn al-Hasan ibn Abd Allah ibn Muqlah, yang lebih dikenal dengan Abu Ali atau Ibnu Muqlah, dilahirkan pada tahun 272 H/887 M. Ibnu Muqlah artinya “anak si biji mata” yang berarti anak kesayangan. Sedangkan Muqlah adalah gelar ayahnya. Ada yang meriwayatkan sebagai nama ibunya, yang apabila ayahnya (kakek Ibnu Muqlah) mempermainkannya, selalu memanggilnya dengan kata-kata: “Yaa muqlata abiha!” (“Wahai biji mata ayahnya!”). Ibnu Muqlah yang dikenal sebagai “Imam Khattatin” (pemimpin para Kaligrafer) dan saudaranya, Abu Abdillah mendapat bimbingan kaligrafi dari Al-Ahwal al-Muharrir, salah seorang murid Ibrahim al-Syajari yang paling masyhur, hingga keduanya menjadi kaligrafer sempurna yang paling menguasai bidangnya di Baghdad pada permulaan zaman tersebut. Kejeniusan Abu Ali Ibn Muqlah dan pengetahuan mendasarnya tentang geometri (ilmu ukur) membawa kemajuan penting satu-satunya di bidang kaligrafi Arab. Keberhasilan Ibnu Muqlah adalah mengangkat khat gaya Naskhi, lihat contoh kaligrafi khat gaya Naskhi :



Gaya Naskhi menjadi gaya yang paling populer dipakai, setelah abad sebelumnya didominasi oleh Khat gaya Kufi, contoh kaligrafi gaya



Kufi :



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



200



Gaya lain yang ditekuninya Ibnu Muqlah adalah Khat Tsulus, yang nantinya banyak berpengaruh pada karya Ibnu Bawab. Contoh kaligrafi



Khat gaya Tsulus :



Sumbangan Muqlah dalam kaligrafi bukan pada penemuan gaya baru tulisan, akan tetapi pada penerapan kaidah-kaidah yang sistematis untuk kaidah Khat Naskhi yang berpangkal pada huruf alif. Sistem penulisan Ibnu Muqlah berpangkal pada tiga unsur kesatuan baku: titik (yang dibuat dari tarikan diagonal pena), huruf alif vertikal dan lingkaran.



Diciptakannya sebuah titik belah ketupat sebagai unit ukuran. Kemudian mendesain kembali bentuk-bentuk ukuran (geometrikal) tulisan sambil menentukan model dan ukuran menurut besarnya dengan memakai titik belah ketupat, standar alif dan standar lingkaran. Tiga poin inilah, yaitu titik belah ketupat, alif vertikal, dan lingkaran yang dikemukakan oleh Ibnu Muqlah sebagai rumus-rumus dasar pengukuran bagi penulisan setiap huruf. Prinsip-prinsip geometrikal ini mendobrak cara penulisan Arab sebelumnya yang cenderung nisbi. Metode penulisan baru ini disebut al-



Khath al-Manshubi (kaligrafi yang tersandar). Meskipun kaidah-kaidah tersebut tidak sekaku awal perintisan Ibnu Muqlah, namun perkembangan kaligrafi selanjutnya banyak dipengaruhi oleh kepiawaiannya dalam Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



201



memperindah tulisan. Buah karyanya yang dipercaya masih ada sampai sekarang hanyalah yang tersimpan utuh di Museum Irak, Baghdad. Tulisan yang terdiri dari sembilan halaman ini, yang disebut Naskhi dan Tsuluts, ditilik dari cara dan gaya penulisannya dianggap benar-benar berasal dari tangan Ibnu Muqlah sendiri. Sumber lainnya menyebutkan bahwa di Andalusia ada sebuah



mushaf al-Qur’an yang sangat masyhur, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Khalil al-Saquny bahwa di salah satu masjid dari sekian banyak masjid Sevilla didapat mushaf juz IV dengan huruf-huruf tulisan yang mirip dengan huruf-huruf Kufi. Dikuatkan oleh Abu al-Hasan ibn Tufail bahwa mushaf itu ditulis dengan menggunakan Khat Ibnu Muqlah. Sumber tersebut berasal dari Majalah Ma’had al-Makhtutat al-‘Arabiyah juz awal, halaman 95, tahun 1377 H, dalam suatu ulasan tentang perpustakaan dan kitab-kitab di Spanyol Islam.



Pada mulanya Ibnu Muqlah mengabdi pada beberapa kantor pemerintahan, menyumbangkan kemahiran dari bakat yang dimilikinya sebagaimana yang dilakukan oleh para kaligrafer lainnya. Untuk pekerjaan tersebut ia mendapat upah enam dinar sebulan. Karirnya mulai menanjak setelah ia mempunyai hubungan yang erat dengan Abu al-Hasan ibn Furat yang mengawalnya ke puncak prestasi yang meyakinkan, sehingga ia mulai populer dan banyak mendapat sorotan dari segenap kalangan. Bahkan, dalam suatu catatan disebutkan bahwa tulisan Ibnu Muqlah pernah digunakan dalam pembubuhan surat perdamaian (hadnah) antara kaum muslimin dengan bangsa Romawi, surat itu tetap dalam pegangan pemerintah Romawi, hingga Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan kota Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



202



Konstantinopel, ibukota Romawi Timur. Ibnu Muqlah memulai karirnya sebagai pegawai pemungut pajak di provinsi Persia, sekaligus mengatur anggaran pengeluarannya. Hingga keadaannya berbalik ketika ia menjadi pejabat bawahan al-Imam al-Muqtadir Billah pada tahun 316H, yang membawanya sukses untuk menduduki posisi tertinggi di istana Baghdad. Berkat keuletan luar biasa dan prestasi yang tampak sangat menonjol, ia berhasil menaiki jenjang kedudukan perdana menteri (wazir) untuk tiga orang khalifah Abbasiyah, yakni khalifah al-Muqtadir (908-932 M), khalifah al-Qahir (932-934 M) dan khalifah al-Radhi (934-940 M). Akan tetapi nasib Ibnu Muqlah sangat malang, ia telah mendapat tekanan-tekanan berat akibat masalah-masalah kekhalifahan yang sedang bergolak dengan segala kekisruhannya; tatkala penindasan, korupsi dan



intrik-intrik politik dari ambisi kekuasaan yang merajalela. Sistem kepemimpinan kekhalifahan pada waktu itu ternyata telah menyiksanya dengan beragam penganiayaan. Ibnu Muqlah diangkat menjadi pembantu (wazir) khalifah al-Radhi, namun ia juga mempunyai musuh yang menfitnahnya hingga ia ditangkap dan dipecat dari jabatannya. Ia berkali-kali masuk penjara, hartanya disita dan ia dibuang ke Persia, sampai suatu saat ia mesti membayar tebusan satu juta dirham. Hal itu mendorongnya mendekati Ibnu Raiq, Perdana Menteri di Baghdad, bawahan khalifah yang naif itu. Namun Ibnu Raiq tidak bisa menyembunyikan kedengkiannya, bahkan membusukkan namanya di hadapan khalifah al-Radhi. Maka Ibnu Muqlah mendapat hukuman lagi dengan mempertaruhkan tangan kanan dan kirinya. Akhirnya khalifah al-Radhi pun menyesal atas sikapnya sendiri dan menyuruh tabib istana untuk mengobati luka tangan Ibnu Muqlah yang sudah terpotong, hingga ia sembuh. Akan halnya dengan Ibnu Raiq begitu melihat sikap khalifah al-Radhi tersebut, ketika teringat akan permintaan Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



203



Ibnu Muqlah untuk duduk di kursi kementeriannya, dan itu kelak akan menjadi saingannya. Maka dibuatlah tindakan yang lebih bengis melengkapi kekejaman sikap sebelumnya. Ibnu Raiq menjatuhkan hukuman potong lidah dan menjebloskan Ibnu Muqlah ke dalam penjara, hingga ia mendekam bertahun-tahun dengan segala duka derita yang tak terkirakan. Di dalam penjara itu Ibnu Muqlah menggoreskan pena dengan lengan tangannya yang terpotong dan dengan itu pun ia menulis, begitu pula ketika mengambil air wudhu. Ibnu Muqlah meninggal dunia tahun 328 H/940 M dan dimakamkan di istana sultan. Mendengar



peristiwa itu, keluarganya menuntut agar



jenazahnya dibongkar dan diserahkan kepada keluarga. Kemudian anaknya menguburkan di rumahnya sendiri. Dari rumah anaknya, istrinya yang dikenal dengan nama Dinariyah menggalinya kembali dan menguburkan di rumahnya di Istana Umm Habib Baghdad. 1. Ibnu Muqlah la adalah Abu Ali al-Sadr Muhammad ibn al-Hasan ibn Abd Allah ibn Muqlah, yang lebih dikenal dengan Abu Ali atau Ibnu Muqlah. Lahir tahun 887 M, meninggal pada 940 M dan dikuburkan di pekuburan kerajaan, setelah tiga kalii dipindahkan. Ibnu Muqlah artinya "anak si biji mata", alias anak ke¬sayangan. la adalah wazir (menteri) untuk tiga Khalifah Abbasiyah, al¬Muqtadir, al-Qahir dan al-Radhi. Meninggal pada masa al-Radhi, di penjara, karena fitnah masalah keuangan negara, setelah lidah dan tangannya dipotong. Ibnu Muqlah memulai karirnya sebagai pegawai pemungut pajak di propinsi Persia, yang membawanya sukses dalam menduduki posisi tertinggi di istana Baghdad. la berkali-kali masuk penjara, sampai suatu saat ia mesti membayar tebusan satu juta dirham. Hukuman bukan berhenti di sini saja, karena selanjutnya ia harus mempertaruhkan tangan kanar. dan kirinya. Terakhir, lidahnya. Meskid Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



204



demikian, sebagai kaligrafer ia tidak pernah berhenti menulis, walaupun hanya



dengan



ujung



tangan



kanannya



yang



telah



buntung.



Ibnu Muqlah mendapat bimbingan kaligrafi dari al-Ahwal al-Muharrir (lihat catatan kaki no. 2). Karena kejeniusannya, ia dikenal sebagai "Nabi"nya kaligrafi atau imam al-Khathathin (bapak para kaligrafer). Keberhasilan Ibnu Mu¬qlah adalah mengangkat gaya Naskhi menjadi abad sebelumnya didominasi Kufi. Gaya lain yang ditekuninya adalah Tsuluts, yang nantinya banyak berpengaruh pada karya Ibnu Bawwab. Sumbangan Muqlah dalam kaligrafi bukan pada penemuan gaya barn tulisan, akan tetapi pemakaian kaidah-kaidah sistematis untuk Khath Naskhi, yang berpangkal pada huruf alit. Lebih jelas diterangkan oleh Y.H. Safadi, bahwa sistem Ibnu Muqlah berpangkal pada tiga unsur kesatuan baku: titik (yang dibuat dari tarikan diagonal pena ), huruf alit vertikal, dan lingkaran (lihat gambar). Prinsip-prinsip ilmiah geometrical ini mendobrak cara penulisan Arab sebelumnya, yang cenderung nisbi. Metode penulisan baru ini disebut al-Khath al-Mansubi (kaligrafi yang 'tersandar'). Meski kaidahkaidah tersebut tidak terpakai sekaku awal penciptaan Ibnu Muqlah, perkembangan kaligrafi selanjutnya banyak diwarnai oleh kepiawaiannya dalam memperindah tulisan, seperti yang juga terlihat pada pembehasan. Sayangnya, tak satu pun karyanya yang dapat terpelihara hingga kini. 2. Ibnu Bawwab Yang nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali ibn Hilal, adalah anak seorang penjaga pintu istana Baghdad. (Bawwab berarti 'penjaga pintu'). la juga dikenal sebagai al-Sitri. Penulis kaligrafi ini hafal al-Qur'an dan menulis 64 eksemplar Kitab Suci. Salah satunya, yang ditulis dengan gaya



Raihani, di simpan di mesjid Leleli di Istanbul, hadiah dari Sultan Salim 1 (1512-1520 M) kesultanan Turki Utsmani (Ottoman).



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



205



Ia penemu dan pengambang gaya tulisan Raihani dan Muhaqqaq. AI-Bawwab, yang berhasil membentuk madzhab kaligrafi di Baghdad, meninggal tahun 1022 M dan dimakamkan di dekat makam Imam Ahmad ibn Han-bal. Tidak diketahui tanggal kelahirannya. Pada masa mudanya, Ibn Bawwab belajar kaligrafi pada Muhammad ibn Asad, kemudian Muhammad ibn al-Simsimani, murid Ibnu Muqlah. Dalam karir kaligrafinya ia lebih dikenal sebagai penerus dan pengembang prestasi Ibnu Muqlah. Dialah yang menambah hakikat makna pada pekerjaan yang telah dirintis pendahulunya itu. Bentuk baru yang penuh keindahan ini kemudian dikenal dengan al-Mansub at-Faiq (mansub yang indah). Meski al-Bawwab pada mulanya dikenal sebagai dekorator rumah (house painter) dan



ilustrator buku, namun ia menonjol dalam mengembangkan dan mempercantik keenam gaya tulisan yang ada saat it u, al-Aqlam al-Sittah. Perhatiannya terutama dicurahkan pada Naskhi dan Muhaqqaq, yang secara ideal selaras dengan kejeniusannya. Ibnu Bawwab mendirikan Sekalah Kaligrafi, yang dikenal sampai mass Yaqut al-Musta'shimi. Meskipun ia banyak berkarya, namun kini hanya beberapa yang dapat terdokumentasi. Dua halaman al-Qur'annya, berukuran 171/2 x 131/2 cm, bertahun 1001 M, kini tersimpan di Perpustakaan Chester Beatty, Dublin, Irlandia. 3. Yaqut Al-Musta'simi la adalah al-Syaikh Jamal al-Din Yaqut al-Musta'shimi al-'rhawasyi al-Baghdadi (wafat 698 H/1298 M), seorang kepala perpustakaan"alMustan shiriyah" di Baghdad. Dalam riwayat lain ia disebutkan bernama lengkap Abu Durr Amin al-Din Yaqut al-Musta'shimi ibn Abdullah, yang memiliki julukan Jamaluddin, dengan panggilan Abu Durr atau Abu alMajid. Menurut Encyclopaedia of Arabic Civilizat-ron, Yaqut keturunan keluarga Yunani dari Amasia (Turki Utara), yang dijual sebagai budak ke Baghdad. la kemudian dimerdekakan oleh khalifah al-Musta'shim Billah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



206



(1242-1258 M), khalifah terakhir Dinasti Abbasyiyah. Dari sang khalifah ia menambahkan "al-Musta'shimi" pada namanya. Di samping sebagai kaligrafer yang kedudukannya setaraf dengan lbn Muqlah dan Ibnu Bawwab ia jug dikenal sebagai penyair dan sastrawan. Yaqut mengembangkan metode baru dalam sistem penulisan huruf Arab, di samping menciptakan gaya tulisan baru, yang kemudian setelah wafatnya disebut Yaquti (ala Yaqut). Gaya ini dipandang mengungguli semua gaya lain. Dalam metode penulisan, Yaqut mempelopori penulisan dengan potongan bambu miring, yang memberikan efek kelembutan dan keindahan lebih sempurna. Lewat kejeniusannya, gaya Tsulutsi berkembang menjadi bentuk ornamental, kayu hiasan-hiasan. Prestasi luar biasa Yaqut memungkinkan ia menjadi panutan kaligrafer setelahnya, terutama para kaligrafer Turki Utsmani, seperti Hamdullah al-Amasi, Hafidh Ustman dan Mustafa al-Raqim (lihat catatan kaki berikutnya). Mereka menyebut Yaqut sebagai Qiblat al-Kuttab (kiblat para kaligrafer), atau dalam. istilah Inggrisnya, Model of the Calligrapher. Yaqut terkenal dengan filsafatnya tentang kaligrafi: Al-Khaththu handasatun ruhaniyyatun dhaharat bi alatin jusmaaniyyatin (Kaligrafi adalah geometri spiritual, yang diekspresikan melalui alat jasmani qalam). Pada masa Yaqut, perkembangan kaligrafi empat terhenti oleh jatuhnya Baghdad di bawah pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan. Namun dalam waktu kurang dari setengah abad, perkembangan itu pulih kembali, berkat kegigihan orang-orang Islam saat itu dan dukungan pemerintahan penjajah bergelar 11-Khan (penguasa suku) yang segera berbalik menjadi muslim. 4. Hamdullah Lebih dikenal dengan Ibn Syaikh, bernama lengkap Syaikh Hamdullah al-Amasi. Lahir dimasa (kola kelahiran Yaqut al-Musta'shimi), Turki Utara, tahun 833 H. Wafat tahun 926 H/1520 M. Ia dianggap sebagai Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



207



master terbesar sepanjang sejarah Ottoman. Kaligrafer-kaligrafer Utsmani yang datang kemudian berkiblat kepada rumus-rumus dan tulisan Hamdullah. Syaikh Hamdullah menulis sejumlah al-Qur'an dan beberapa manuskrip lain. Karyanya yang terhitung monumental adalah inskripsinya pada pintu utama masjid Sultan di Istanbul. Perhatian besar pihak kesultanan terhadap kaligrafi memungkinkan Hamdullah berkarya dengan lapang dan lebih kreatif. Beberapa sultan bahkan belajar kaligrafi, dan begitu menaruh hormat kepada khathath. Pada masa Hamdullah, Sultan Bayazid 11 (1481-1512 M) belajar kaligrafi kepadanya. Sang sultan sendiri selalu bersedia membayar mahal untuk setiap huruf yang meluncur dari



qalamnya. Sultan memang lebih menaruh perhatian kepada perkembangan kaligrafi, ketimbang cabang seni lukis atau lainnya. Ada sebuah cerita yang meriwayatkan betapa sang Sultan menghargai gurunya: selama Syaikh menulis, sang Sultan bersedia memegangkan tempat tintanya sampai is selesai. Di antara murid tersohornya adalah Ahmad Qarahisari (wafat 963 14-11~55 M), yang mendapatkan ijazahnya. Qarahisrai sendiri banyak meninggalkan karya. Syaih Hamdullah al-Amasi adalah kaligrafer legendaris selama lima abad terakhir ini. Lewat tangannyalah pembakuan penulisan huruf dengan rumus-rumus tertentu mencapai finalnya, dan terpakai hingga sekarang. Karenanya, tak salah jika Hamdullah dianggap sebagai penyumbang terbesar bagi kaligrafi Islam sekarang. Kiblat perkembangan kaligrafi sejak masa Hamdullah telah berpindah ke Istanbul setelah mendewasa di Baghdad dan menclapat angin segar di Persia. 5. Hafidh Utsman Hafidh Utsman bemama asli Utsman ibn Ali, lahir di Asitanah, Istanbul, tahun 1052 H/1642 M. Sejak masa mudanya ia hafal al-Qur'an, yang karena itu orang menjulukinya al-Hafidh (penghafal). Ia sendiri suka menulis di akhir karyanya secara lengkap: al-Hafidh al-Qur'an. Seperti Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



208



nampak pada kaligrafer lain periode Utsmaniyah, Hafidh menekuni gaya



Tsuluts dan Naskhi. Kejeniusannya menulis dua gaya ini nampak pada karyanya, Hilyah (sebuah deskripsi tentang Nabi Muhammad), tahun 16911692 M. Para sejarawan dan kaligrafer setelahnya menjulukinya sebagai Ustadz al-Kull (guru keseluruhan). Ia juga dijuluki sebagai "Syaikh Hamdullah ketiga", setelah sang gurunya, Darwisy Ali (wafat 1086 H), sebagai ranking kedua. Hafidh menulis enam hari dalam seminggu, dan istirahat pada hari Jum'at. Diriwayatkan, bahwa Hafidh mengkhususkan hari Ahad untuk mengajar kaligrafi secara gratis kepada orang-orang tidak mampu, sementara hari Rabu ia mengajar orang-orang kaya. Ia menulis 25 buah mushaf al-Qur'an dan inskripsi-inskripsi lain yang tersebar di manamana. Sebagian mushaf dan karya kaligrafinya tersebut kini tersimpan di Universitas Aya Sofia, Perpustakaan Universitas Nur Utsmaniyah dan Perpustakaan Nuruddin Bek Musthafa, Kairo. Hafidh terpilih menjadi guru kaligrafi dua sultan Utsmaniyah, Ahmad Khan II (1691-1695) M) dan Musthafa Khan II (1695-1703 M). la meninggal ketika sembahyang Isya , tahun 1110 H/1698 M. 6. Musthafa Al-Raqirn Musthafa al-Raqim lahir tahun 1171 H di Konya, Anatolia, Turki, dan finggal di Istanbul sejak ia masih muda. Bakal melukis dan kaligrafinya telah nampak sejak kecil. Mempelajari Naskhi dan Tsuluts dari kakak tertuanya, kaligrafer Ismail Zuhdi, kemudian kepada Darwisy Ali. AlRaqirn menjadi penulis kesultanan Ottoman masa Salim III (1789-1807 M) yang kemudian mengangkatnya menjadi pegawai di Departemen Seni Lukis kesultanan, dan jabatan-jabatan semacam lain. Al-Raqim menjadi guru kaligrafi untuk dua sultan Utsmani, Salim III dan Mahmud II (18081839 M). Kaligrafer Ismail Haqqi, dalam tulisan serinya di majalah "Tadrisat Majmu'ah Siy" menulis tentang al-Raqim, "Apabila Barat bangga Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



209



dengan Raphael dan Michaelangelo (pelukis), kita mesti bangga dengan alRaqim: kaligrafer jenius ini Ialah meniupkan ruh dalam setiap huruf. Al-Raqirn memperbaharui lagi kaidah-kaidah penulisan dan mengembangkan gaya-gaya terdahulu, di samping berusaha lebih kreatif dalam penciptaan gaya baru tulisan. Di zamannya ia dijuluki sebagai rail al-



khathathin (pemuka para kaligrafer). Tulisan-tulisan bahkan dianggap sebagai warisan paling mengagumkan. Kaligrafer lain semasanya yang pantas disebut di sini, meski kedudukannya di bawah al-Raqim, adalah Mahmud Jalal al-Din. Tidak diketahui tahun kelahirannya. Ia meninggal di Istanbul tahun 1245/1829 M. Mahmud banyak menekuni Khath Naskhi dan Tsuluts seperti kebanyakan kaligrafer lain periode Ottoman. Kaligrafi di masa kesultanan Turki Utsmani memang pantas diberi catatan khusus, bukan saja periode ini sempat melahirkan gaya-gaya baru



Diwani, Diwani Jali, Riq'ah, misalnya, tiga gaya baru yang datang belakangan akan tetapi juga yang menarik adalah besarnya perhatian pihak pemerintah kepada seni ini. Betapa beberapa sultan Turki datang merunduk belajar kaligrafi kepada khaththath masanya. Mereka begitu tinggi menghargai kaligrafer. Terakhir, tercatat Abd al-Madjid II (1922-1924 M), penguasa terakhir Turki Utsmani, belajar kaligrafi kepada Muhammad Azat sampai mendapatkan ijazah dari sang kaligrafer. Kiblat kaligrafi Islam yang sejak abad 15 M berpindah ke Turki, setelah mendewasa di Baghdad sejak abad 9 dan berkembang di Persia sejak abad 14 menemukan perkembangan



finalnya di sana. Rumus-rumus baku penulisan Arab tercipta pada periode ini, yang terpakai syah hingga kini, membuktikan hal itu. Turki merupakan pertahanan terakhir kaligrafi Islam. 7. Hamid Al-Amidi Ia adalah Hamid Aytac al-Amidi, yang benama ash Musa Azmi. Dilahirkan di Amid (sekarang dikenal dengan Diyarbakir) pada tahun 1891 Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



210



M. Menetap di Istanbul sejak umur 15 tahum untuk belajar hukum, kaligrafi dan cabang seni lain. Ketika di Jerman ia sempat menaruh perhatian kepada seni lukis. la mempunyai kemampuan istimewa, yang dipelajarinya dengan tekun dari karya ahli-ahli pendahulunya. Mereka adalah pioner-pioner kaligrafi Daulah Utsmaniyah seperti Syaikh Hamdullah, Musthafa al-Raqim, Hafidh Utsman, Mahmud Jalal al-Din dan lain-lain. Akan tetapi yang membimbing Hamid secara langsung adalah kaligrafer Nadhif (1262-1331 H). Kaligrafer-kaligrafer lain yang cukup, berpengaruh sebelumnya, di antaranya, Sarni. (guru Nadhif) dan Muhammad Amin (1300-1372 H). Hamid



Aytac,



akhirnya



dikenal



dengan



Al-Amidi



(kola



kelahirannya). Ia menulis kaligrafi di beberapa gedung penting di Istanbul. Dua salinan al-Qur'annya dianggap sebagai karya masterpiecenya yang liar biasa. Karya lainnya adalah kaligrafi di sejumlah kubah dan dinding mesjid, termasuk kubah mesjid Ayub Sultan, dan beberapa inskripsi lain. la mempunyai mired yang tersebar di seluruh dunia. Salah satunya adalah Hasyim Muhammad al-Baghdadi penulis buku ini. Hamid al-Amidi berusia panjang, 91 tahun, meninggal pada 18 Mei 1982. Semoga Allah merahmatinya. Untuk mengenang kebesarannya, International Comission



for the Preservation of Islamic Cultural Heritage (Komisi Internasional untuk Pemeliharaan Warisan Kebudayaan Islam), di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang berpusat di Istanbul, setiap tiga tahun sekali.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



211



KHAT NASKHI DAN KAIDAH PENULISANNYA



A. Sejarah Khat Naskhi



Khat Naskhi, atau juga disebut khat badi', khat muqawwar, dan khat mudawwar, merupakan salah satu jenis kaligrafi yang sangat indah. Sesuai namanya (naskh artinya menyalin merupakan asal dari kata nuskhah atau naskah), khat naskhi banyak digunakan oleh para penulis naskah kitab kitab, dan mushaf-mushaf. Ibnu Muqlah yang hidup pada abad ke 4 Hijriyah/9 masehi, disebut-sebut sebagai orang pertama yang meletakkan dan menyempurnakan dasar-dasar Khat Naskhi. Setelah beliau, Khat



Naskhi terus disempurnakan oleh para khattat dan Arab. Diantara tokoh tokohnya antara lain : Hafidz Utsman yang telah membuatkan timbangantimbangan bagi keserasian huruf hurufnya, Muhammad Aziz Rifa'i yang memperkenalkan



khat



Naskhi ke Mesir, Majid al Zuhri yang



memperkenalkannya ke Irak. Dari Irak kemudian lahirlah kaligrafer besar Hasyim Muhammad al Baghdady, yang tulisan-tulisannya banyak ditiru oleh kaligrafer masa kini. 1. Khat Naskhi



Khat Naskhi adalah tulisan yang sampai ke wilayah Arab Hijaz dalam bentuknya yang paling akhir, setelah lepas dari bentuknya yang kuno sebelum masa kenabian. Selanjutnya gaya tulisan yang semakin sempurna tersebut digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan surat menyurat di zaman kekuasaan Islam. Pada abad ke-3 dan ke-4 hijriyah, pola-pola naskhi bertambah indah berkat kodifikasi yang dibuat ibnu Muqlah (272-328 H). Para ahli sejarah beraggapan, bahwa Ibnu Muqlah adalah peletak dasar Khat Naskhi dalam bentuknya yang sempurna pada zaman Abbasiyah. Di zaman kekuasaan Atabek Ali (545H), usaha memperindah Khat Naskhi mencapai puncaknya sehingga terkenallah gaya Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



212



yang disebut Naskhi Atabeki yang banyak digunakan menyalin mushaf alqur’an di abad pertengahan Islam, dan menggeserkan Khat Kufi kuno yang banyak digunakan sebelumnya. Khatini disebut Naskhi karena para Khattat menulis al-Qur’an dan berbagai buku dengan menggunakan gayannya. Ciri-cirinya ialah mempunyai kelembutan, mudah dibentuk, praktikal dan mudah dibaca. Khat Naskhi ada 2 model, yaitu: 1) Khat Naskhi Qadim adalah gaya tulisan yang sampai kepada zaman Abbas kemudian diperindah oleh ibnu Muqlah, diperindah lagi oleh masyarkat Atabek, lalu diolah lagi menjadi karya yang semakin sempurna oleh orang-orang Turki. 2) Khat Naskhi Suhufi /jurnalistik merupakan gaya tulisan yang terus berkembang bentuk hurufnya. Dinamakan suhufi karena penyebaranya yang luas dilapangan jurnalistik. Berbeda dengan Naskhi Qadim yang lebih lentur dengan banyak putaran, naskhi suhufi cenderung kaku dan beberapa bagian mendekati bentuk kufi.



Khat Naskhi ditulis miring oleh Kaligrafer Syauqi



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



213



Naskah kitab Muqaddimah Ibnu Sholah dalam Khat Naskhi kuno Diantara kelebihan khat Naskhi adalah kejelasan bentuk-bentuk hurufnya sehingga mudah dibaca, serta kemudahan dan kecepatannya dalam penulisan.



Khat Naskhi pada masa kini menjadi font standar untuk pengetikan, majalah majalah, koran, dan mushaf-mushaf al-Qur'an. Dalam pengajaran kaligrafi diseluruh dunia, Khat Naskhi adalah yang paling pertama diajarkan kepada para murid. Menguasai Khat Naskhi, dijadikan standar sebelum si murid mempelajari khat lainnya. Di Indonesia, Khat Naskhi menjadi tulisan wajib MKQ yaitu, cabang mushaf dan naskah.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



214



Karya Khat Iran : Mustofa Ridho'i Contoh : Ukuran untuk khat naskhi : huruf alif tingginya lima titik. Dan yang tidak kalah uniknya huruf satu terbentuk dari huruf lainnya, maka bila belajar harus menguasai dari yang pertama, karena akan berpengaruh pada huruf-huruf berikutnya. Berikut perinciannya, bagian pertama adalah huruf-huruf diatas garis seperti pada gambar berikut: 1. Huruf Alif (dan semua yang terbentuk darinya



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫ ط – ظ‬- ‫ ك‬- ‫ ل‬- ‫)ا‬



215



2. Huruf Ba, Ta, Tsa (hanya beda peletakan titik) dan badannya huruf Fa



3. Huruf Dal, Dzal Dan Awal Huruf Ha



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



‫ه‬- ‫د‬



216



4. Huruf Tho dan Dzho (perutnya berasal dari Shod badannya dari Alif) ‫ظ‬



-‫ط‬



5. Fa (kepalanya Wau badannya Ba’)



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



217



6. Kaf ( Dari Alif )



7. Kaf Model Kedua



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



218



8. Ha ( Dari Dal )



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



219



9. Lam Alif



10. Model 2



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



220



11. Hamzah



12. Ya Model 1



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



221



HURUF YANG MEMOTONG GARIS 1. Ha' ( perutnya sama dengan 'Ain)



2. Ro ( badannya sama dengan Wau )



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



222



MODEL 2



3. SIN, SYIN



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



223



4. SHOD, DHOD



5.'AIN ,GHOIN



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



224



6. QOF



7. LAM



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



225



8. MIM 1



MIM 2



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



226



9. NUN



10. WAWU



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



227



11. YA 2



11. HURUF SAMBUNG DAN SYAKL



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



228



12. HURUF YANG DIPANJANGKAN



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



229



KHAT TUSLUTSI DAN KAIDAH PENULISANNYA A. Sejarah Kaligrafi. Islam dalam bahasa Arab berarti "penyerahan" dan berasal dari kata yang berarti "perdamaian,". Agar manusia mendapatkan kedamaian dalam kehidupan mereka di dunia ini dan akhirat. Islam adalah pesan universal terungkap dalam kitab suci al-Quran, melalui Nabi Muhammad, dan saham dengan agama-agama Ibrahim lainnya, Yahudi dan Kristen, ajaran-ajaran etika dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa. Islam adalah baik agama dan cara hidup. Bagi umat Islam al-Quran adalah Firman Allah yang sebenarnya terungkap melalui



malaikat jibril kepada Nabi



Muhammad selama periode dua puluh tiga tahun misi kenabiannya. Hal itu terungkap dalam bahasa Arab, oleh karena itu bahasa Islam bahkan untuk non-Muslim Arab. 1. Awal Perkembangan Kaligrafi Utara aksara Arab, yang dipengaruhi oleh Script Nabatian, didirikan di utara-timur Saudi dan berkembang di abad ke-5 antara suku-suku Arab yang mendiami Hirah dan Anbar. Hal ini menyebar ke Hijaz di bagian barat Saudi, dan penggunaannya dipopulerkan di kalangan bangsawan Quraisy, suku Nabi Muhammad, oleh Harb bin Ummayyah. Meskipun sumber-sumber Arab awal menyebutkan beberapa gaya kaligrafi dalam referensi ke kota-kota di mana mereka digunakan, mereka umumnya masuk ke dalam dua kategori luas dengan beberapa variasi kecil, ini adalah "gaya kering," pendahulu awal Kufic, dan "gaya lembab , "pendahulu awal dari keluarga kursif atau script. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



230



2. Reformasi Tulisan Arab Dengan meningkatnya jumlah Muslim non-Arab, ada kebutuhan yang lebih besar untuk memfasilitasi membaca dan belajar bahasa Arab. Sejak beberapa surat dari pangsa huruf Arab bentuk yang sama, dan karena vokal tidak jelas menunjukkan, reformasi beberapa diperlukan untuk menghindari kebingungan, dan sistem Naqt atau I'jam (surat-menunjuk), dan Tashkeel (indikasi vokal) adalah dikembangkan. Abul Aswad al Du'ali (w. 688) adalah pendiri legendaris tata bahasa Arab, dan dikreditkan dengan inventing sistem menempatkan titik berwarna yang besar untuk menunjukkan Tashkeel tersebut. Itu digunakan dengan script Kufic, namun terbukti agak rumit untuk digunakan dengan script yang lebih kecil, atau tertulis biasa. Para Ummayad Gubernur Hajjaj bin al Yusuf al Thaqafi ditegakkan sebuah sistem yang seragam untuk membedakan hurufhuruf dengan menggunakan titik, yang dia bertanya dua mahasiswa al Du'ali untuk memodifikasi. Al Khalil bin Ahmad al Farahidi (w. 786) merancang sistem



tashkeel untuk menggantikan Abu al Aswad itu. Sistem-Nya adalah universal digunakan sejak awal abad kesebelas, dan termasuk enam tanda diakritik: Fathah (a), Dammah (u), Kasrah (i), Sukun (vowelless), Shaddah (konsonan ganda), dan Maddah (pemanjangan vokal) yang diterapkan pada Alef tersebut. 3. Perkembangan kursif skrip



Kursif skrip hidup berdampingan dengan Kufic dan tanggal kembali ke sebelum Islam, tetapi karena pada tahap awal pengembangan mereka kurang disiplin dan keanggunan, mereka biasanya digunakan untuk tujuan sekuler saja. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



231



Di



bawah



Ummayads



dan



Abbasiyah,



persyaratan



pengadilan untuk korespondensi dan pencatatan mengakibatkan banyak perkembangan ke script kursif, dan beberapa gaya dirancang untuk memenuhi kebutuhan ini. Abu Ali Muhammad Ibnu Muqlah (w. 940), bersama saudaranya, menjadi kaligrafi dicapai di Baghdad pada usia dini. Abu Ali menjadi wazir untuk tiga khalifah Abbasiyah, dan dikreditkan



dengan



mengembangkan



script



pertama



untuk



mematuhi aturan proporsional yang ketat. Sistemnya dimanfaatkan



dot sebagai unit pengukuran untuk proporsi garis, dan lingkaran dengan diameter sama dengan ketinggian Alif sebagai unit pengukuran untuk proporsi huruf. Ibnu Muqlah sistem, menjadi sebuah alat yang ampuh dalam pengembangan dan standarisasi skrip kursif, dan bekerja kaligrafi nya mengangkat gaya kursif sebelumnya ke tempat menonjol, dan membuat mereka diterima sebagai layak penulisan Quran.



Pengertian Khat Tsulust Khat Tsuluts pertama kali dibuat pada abad ke-7 pada zaman khalifah Ummayah akan tetapi baru dikembangkan pada akhir abad ke-9. Kata Tsuluts berarti sepertiga, dalam pembahasan ini mungkin disebabkan karena tulisan ini memiliki ukuran lebih sepertiga dibandingkan dengan gaya tulisan lainnya. Walaupun tulisan ini jarang digunakan untuk tulisan al-Qur’an, tsuluts tetap sangat populer dan memegang peran penting terutama untuk tulisan hiasan/dekorasi, judul, dan kepala surat. Tulisan ini juga paling populer untuk dekorasi masjid, mushalla, dan produk kaligrafi lainnya.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



232



Dinamakan Khat Tsuluts karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong dengan ukuran sepertiga (Tsuluts) goresan kalam. Ada pula yang menamakannya Khat Arab karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya setekah khat



Kufi. Untuk menulis dengan Khat Tsuluts, pelatuk kalam dipotong dengan kemiringan kira-kira setengah lebar pelatuk. Ukuran ini sesuai untuk Khat Tsuluts Adi dan Tsuluts Jali. Khat Tsuluts yang banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan berbagai media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari segi kaedah ataupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni dan seimbang. Dalam rentang perjalanannya, khat Tsuluts berkembang menjadi beberapa gaya. a) Macam-Macam Khat Tsulust



1) Khat Tsulust Musalsal 2) Khat Tsulust Jali 3) Khat Tsulust ‘Adi 4) Khat Tsulust Riqa’ atau Ruqa’ 5) Khat Tsulust Tawqi’ 6) Khat Tsulust Raihani 7) Khat Tsulust Muhaqqaq 8) Khat Tsulust Tumar 9) Khat Tsulust Mutazhir 10) Khat Tsulust Handasi 11) Khat Tsulust Muta’assir bil rasm 12) Khat Tsulust Mahbuk b) Pengertian Khat Tumar



Khat yang diciptakan oleh Qutbah al-Muharrir yang tumbuh dan berkembang di masa Bani Umayyah ini biasa ditulis dalam ukuran besar dengan aturan-aturannya yang simple. Khat ini sangat Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



233



cocok untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. Para khattat Turki menamakannya Jali Tsuluts atau Tsuluts Besar.



Tumar atau Tamur jamaknya Tawamir bermakna sahifah (lembaran atau manuskrip). Khat Tumar artinya Khat yang ditulis di lembaran atau manuskrip. c) Khat Muhaqqaq Penciptanya adalah Ibnu Bawab (w.413 H). Ibnu Bawab adalah kaligrafer masyhur setelah Ibnu Muqlah. Khat ini hampir mirip dengan Khat Tsuluts karena perbedaan keduanya sangat samar dan hanya dapat diketahui oleh ahli khat yang cermat. Pada perkembangannya, Khat ini semakin redup dan jarang sekali digunakan sehingga posisinya digeser oleh Khat Tsuluts. d) Khat Raihani Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah al-Rayhan (w. 834 M) sehingga namanya diambil untuk nama Khat ini. Pendapat lain menjelaskan Rayhani dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya. e) Khat Tawqi’



Tawqi’ artinya tanda tangan, karena para khalifah dan perdana



menteri



senantiasa



menggunakan



Tawqi’



untuk



menandatangani perbagai naskah mereka. Diciptakan oleh Yusuf al-Syajari (w.210/825M). Lalu berkembang di tangan Ahmad ibn Muhammad yang dikenal dengan Ibnu Khazin (w.1124 M) sebagai murid generasi kedua Ibnu Bawab. Yang membedakan Tsuluts dengan Tawqi’ adalah ukuran Tawqi’ yang selalu ditulis sangat kecil. Bentuk yang menyerupai Tawqi’ adalah Tugra’ atau Turrah



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



234



yang pada awalnya berfungsi sebagai cap dan lambang sultansultan Usmani dengan ukuran bervariasi. f) Khat Riqa’ atau Ruqa’



Riqa’ jamaknya Ruq’ah artinya lembaran daun kecil halus yang digunakan untuk menulis Khat tersebut. Gaya ini diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir yang diolahnya dari Khafif Tsuluts. Sebagian sejarawan menamakan gaya ini dengan Khat Tawqi’, namun yang lebih benar adalah bahwa Riqa’ pun diolah pula dari



Tawqi’. Ukuran Riqa’ lebih kecil dari Tawqi’ dan digunakan khusus untuk menyalin teks-teks kecil dan penyajian kisah. g) Khat Tsulusain Diciptakan oleh saudara Yusuf al-Syajari bernama Ibrahim al-Syajari (w.200an H) di zaman Bani Abbas. Ibrahim membuat kaedah Tsulusain dari Khat yang sudah ada semenjak dahulu yaitu



Khat Jalil. Tsulusain berarti dua pertiga karena ditulis dengan kalam yang ujung pelatuknya dipotong seukuran dua pertiga lebar goresan kalam, sedikit lebih kecil dari Khat Tumar yang ditulis sangat besar. h) Khat Musalsal Diciptakan oleh Al-Ahwal al-Muharrir dari keluarga Barmak di zaman Bani Abbas. Sebagian huruf-huruf khat ini saling berhubungan, oleh karena itu beberapa sejarawan modern menamakannya Khat Mutarabit yang berarti saling ikat atau berikatan. i) Khat Tsuluts ‘Adi Pencipta Khat ini adalah Ibrahim al-Syajari diawal abad ke3 H di zaman Bani Abbas. Dalam beberapa kamus bahasa Arab



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



235



disebutkan, “anna al-sulusiyya min al-khuttut huwa al-galiz al-



huruf” (sepertiga dari khat adalah huruf yang sulit). j) Tsulus Jali Jali artinya wadih (jelas). Kejelasan dalam hal ini terletak pada lebar anatomi hurufnya yang lebih dominan daripada jaraknya, dibandingkan dengan jarak yang lebih dominan daripada lebar



anatomi hurufnya dalam Tsulus ‘Adi. Dengan demikian, dalam Tsulus Jali akan tampak dengan jelas komposisi huruf yang bertumpuk memadati ruang media yang ditulis. Khat ini banyak digunakan untuk menulis judul-judul dan media seni yang permanen. k) Khat Tsulus Mahbuk



Mahbuk artinya terstruktur atau tersusun rapi, yang diukur menurut keindahan pembagian (husn al-tawzi’) dan aturan komposisi (ihkam al-tartib). Keindahan pembagian dicirikan dengan tidak adanya kelompok huruf yang bertumpuk di satu tempat sementara tempat lain terlalu kosong sehingga mendorong



Khatta memperbanyak dan mengisinya dengan Syakal dan hiasan untuk mensari keseimbangan. Sedangkan aturan komposisi adalah ketepatan memposisikan kata, huruf, dan titik di tempat-tempat yang strategis. l) Khat Tsulus Muta’assir bil Rasm Beberapa khattat atau kaligrafer berusaha menggubah aksara Arab kepada bentuk visual yang bisa berbicara biar lebih bervariasi sekaligus untuk menyeimbangkan antara ketaatan terhadap ajaran agama dengan kesenangan menggambar, karena dalam Islam visualisasi makhluk hidup secara jelas berlawanan dengan semangat dakwah agama tersebut untuk selalu menjaga Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



236



ketauhidan dan menjauhi kesyirikan. Potensi huruf Arab yang sangat lentur dan mudah dibentuk mendorong para Khattat menciptakan gambar-gambar simbol yang mengungkap kalimatkalimat suci dan tauhid, sehingga kaligrafi diolah menjadi sarana menggambar yang terbebas dari visualisasi makhluk hidup secara terang-terangan. Khat yang dipengaruhi gambar ini akhirnya diterima dan populer di kalangan seniman muslim. Banyak ragam dan variasi aliran Khat ini, yang secara bebas mengambil pola



figural atau simbolik berupa gambar manusia, binatang, tumbuhan dan benda-benda. m) Khat Tsulus Handasi Gaya ini merupakan Tsulus yang menyusun huruf dan kata secara geometris (handasi) dan indah berdasarkan rasa seni, sehingga menjadi dasar kekompakan, keserasian, dan penyatuan sebuah karya n) Khat Tsulus Mutanazhir



Mutanazhir artinya saling memantul. Dinamakan pula Khat Tsulus Mir’at (cermin), dimana yang berada disamping kanan memantul ke samping kirinya, sehingga seolah diantara dua sisi tersebut ada cermin. Khat ini dinamakan juga dengan gaya Ma’kus (memantul), musanna (AC-DC atau dua dimensi), dan ‘Aynali (saling tatap). Gaya ini tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan muslim yang saling berbalas kebaikan dalam kehidupan sehari-hari seperti memberi salam dan menjawabnya.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



237



Kaidah Penulisan Kaligrafi. Menurut Ibnu Muqlah, dikutip dari buku ‘Seni Kaligrafi Islam’ karangan Drs. H.D. Sirojuddin AR M.Ag, bahwa bentuk kaligrafi al-Quran barulah dianggap benar jika memenuhi lima kriteria sebagai berikut: a) Tawfiyah (tepat), yaitu huruf harus mendapatkan usapan goresan sesuai dengan bagiannya secara utuh, baik lengkungan, kejuran, dan bengkokan. b) Itmam (tuntas), yaitu setiap huruf harus diberikan ukuran yang utuh, baik panjang, pendek, tebal dan tipis. c) Ikmal (sempurna), yaitu setiap usapan goresan harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, baik gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung. d) Isyba’ (padat), yaitu setiap usapan goresan harus mendapat sentuhan pas dari mata pena (nib pen) sehingga terbentuk keserasian. Dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan, satu bagian tampak terlalu tipis atau kelewat tebal dari bagian lainnya,



kecuali



pada



wilayah-wilayah



sentuhan



yang



menghendaki demikian. e) Irsal (lancar),yaitu menggoreskan kalam secara cepat dan tepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di pertengahan goresan sehingga menimbulkan getaran tangan yang pada akhirnya merusak tulisan yang sedang digoreskan. Lebih lanjut, Ibnu Muqlah merumuskan semua potongan huruf dalam standar huruf alif yang digoreskan dalam bentuk vertikal, dengan ukuran sejumlah khusus titik belah ketupat yang ditemuka mulai dari atas hingga kebawah (‘amadiyyan, vertex to vertex), dan jumlah titik tersebut pusparagam sesuai dengan bentuknya, dari lima sampai tujuh titik. Standar lingkaran memiliki radius atau jarak yang sama dengan alif. Kedua standar Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



238



alif dan lingkaran terebut digunakan juga sebagai dasar bentuk pengukuran atau geometri. Inilah yang disebut dengan rumusan atau kaligrafi berstandar (al-khat al-mansub) sesuai dengan kaidah yang baku dan menjadi standarisasi pedoman penulisan kaligrafi murni. Penguasaan atas rumusan ini butuh waktu adaptasi yang cukup lama. Oleh karenanya, ketekunan untuk selalu coba dan mencoba walau kesalahan kerap kali ditemukan merupakan dinamika penguasaan khat. Usaha ini harus terus dilakukan sehingga bisa teradaptasi langsung, baik bayangan bentuk rumus, bentuk huruf, titik, skala garis, dan sebagainya. Coba perhatikan gambar berikut ini.



Adapun tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut Ibnu Muqlah menghendaki perbaikan empat hal, antara lain: 1. Tarsîf (rapat dan teratur), yaitu tepatnya sambungan satu huruf dengan yang lainnya. Contoh gaya khat sulus diatas disusun dengan kerapatan yang teratur, seimbang jarak antar huruf, sesuai dengan ukuran kaidah baku yang dijadikan standarisasi penulisan resmi. Selanjutnya, coba perhatikan contoh gaya Khat Kufi diatas. Jarak, bentuk, kerapatan, kelenturan, dan potongan hurufnya disusun sama persis, simetri, dan proporsional. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



239



2. Ta’lîf (tersusun), yaitu menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal) dengan lainnya dalam bentuk wajar dan indah. Coba perhatikan contoh diatas, bentuk-bentuk tiap huruf gaya sulus diatas tidak ditulis dengan bentuk yang berbeda, melainkan sama semuanya, baik bentuk, tebal tipis, tinggi dan lebarnya. Keseragaman 3 huruf ha / jim yang terletak di tengah kanan, bawah, dan kiri menimbulkan kesan keindahan atas karakter bentuk huruf tersebut. Begitu juga 4 huruf lam alif. 3. Tastîr (selaras, beres), yaitu menghubungkan suatu kata dengan yang lainnya sehingga membentuk garisan yang selaras letaknya bagaikan mistar (penggaris). Coba perhatikan contoh sulus diatas, bagaimana 3 huruf lam alif disusun sejajar. 4. Tansîl (bagaikan pedang atau lembing kerena indahnya), yaitu meletakkan sapuan-sapuan garis memanjang yang indah pada tiap huruf sambung. Semua keindahan itu dapat disusun dengan proporsional, bentuk yang wajar, dan indah jika memenuhi kriteria penulisan yang diakui. Berikut ini adalah contoh kaidah khat naskah yang banyak sekali digunakan dalam penulisan manuskrip atau teks-teks resmi, yang diakui oleh khattat Indonesia pada umumnya sebagai langkah awal penguasaan kaidah huruf. Jika rumusan/ kaidah gaya huruf ini telah dikuasai, gaya huruf khat yang lain mudah dikuasai juga.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



240



Pada bagian atas dan bawah, terdapat kesamaan bentuk kepala ‘ain mulai dari atas potongan atas, tengah, dan bawah. Kesamaam bentuk itu disebabkan kemampuan ulung khattat Muhammad Syauqy yang telah menjadi master kaligrafi Turki. Begitu juga bentuk huruf-huruf yang lainnya. Adapun pada kolom tengah, merupakan kaidah naskhi yang terdiri dari bentuk-bentuk varian kaf. Sedangkan kolom tengah bagian bawah, merupakan bentuk varian huruf mim. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kriteria penulisan menjadi prinsip utama yang harus dikuasai khattat, kemudian mengaplikasikannya pada tiap gaya Khat tersendiri. Contoh: Penulisan Khat Tsuluts



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



241



KHAT RIQ’AH DAN KAIDAH PENULISANNYA A. Latar Belakang



Khat ialah perkataan Arab yang bermaksud garisan. Seni khat bermaksud garisan indah yang membentuk tulisan. Khat juga bermaksud tulisan-tulisan (kitabah) yang terikat dengan peraturan dan kaedah yang telah dikaji dan ditentukan oleh mereka yang terlibat dengan kemajuan seni. Tulisan-tulisan Arab pula mempunyai nilai dan kaedah tertentu yang mempunyai estetika yang tinggi. Setelah kehadiran islam, penulisan Arab telah memasuki tahap perkembangan yang begitu cepat. Pada abad pertama dan kedua Hijriah, khat merupkan salah satu ciri untuk memperindah sesuatu penulisan. Melalui khat suatu maksud dapat diungkapkan. Khat turut menjadi unsur penting daripada cabang-cabang kesenian yang masih terpelihara hingga kini. Picasso, seorang ahli seni terkenal di dunia dari Prancis pernah mengatakan, “selepas aku melihat seni yang terdapat pada khat Arab, aku mengakui bahwa dunia seni lukis masih terkebelakang dengan kesenian itu”. Seni Khat bukan sekedar wacana penyampai maklumat, tetapi mengandung nilai abstrak yang disimpulkan dengan kehalusan, kelembutan, kesinambungan, perhubungan, pergerakan, keharmonisan dan sebagainya. B. Khat Riq’ah



Riq’ah adalah salah satu gaya khat ciptaan masyarakat Utsmani. Muhammad Tahir Kurdi menyebutkan, bahwa penggagas dan peletak dasar-dasar kaidah khat riq’ah adalah Mumtaz Bek, seorang konsultan di zaman Sultan Abdul Majid Khan sekitar tahun 1280 M. Posisi khat riq’ah berada diantara khat diwani dan khat siyaqat, dimana Mumtaz Bek sangat Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



242



masyhur dengan keahliannya dibidang diwani seperti para kaligrafer selain dirinya. Tujuan awal diciptakannya tulisan ini adalah untuk mempersatukan seluruh kaligrafi bagi seluruh pegawai kerajaan, sehingga mereka hanya menulis dengan satu gaya khat dalam semua tata pergaulan resmi yang diterapkan untuk kantor-kantor pemerintahan. Penciptanya menamakannya riq’ah yang artinya menurut kamuskamus bahasa ialah “potongan daun untuk menulis”, dan tidak ada hubungannya dengan khat riq’ah kuno yang pernah digunakan di seluruh kantor administrasi surat-menyurat negara. Beberapa sultan utsmani seperti Sulaiman Al-Kanuni dan Abdul Hamid I sangat memperhatikan dan banyak menulis dengan khat riq’ah. Spesifikasi khat riq’ah terdapat pada huruf-hurufnya yang pendek dan bisa ditulis lebih cepat daripada khat naskhi, karena kesederhanaanya dan tidak memiliki struktur yang rumit. Karena itu, kita memiliki kenyataan dalam kehidupan modern ini khat naskhi khusus digunakan untuk mencetak teks buku, surat kabar dan majalah. Sedangkan khat Riq’ah khusus digunakan untuk catatan tangan atau dikte. Di lapangan advertising atau untuk penulisan judul-judul surat kabar, Riq’ah sering digunakan karena dapat mencakup kata-kata panjang dan goresan-goresan yang tidak banyak makan tempat. Pada saat tidak menggunakan pena tipis tebal, khat Riq’ah berfungsi untuk menulis catatan harian seperti pelajaran dan kuliah atau suratmenyurat dan reportase para juru tulis seperti wartawan. Kecepatan gerak



Riq’ah dapat disamakan dengan stenografi dalam tulisan latin. Hal ini memungkinkan karena spesifikasi hurufnya yang pendek dan beberapa



huruf yang diringkas seperti sin ( ‫) س‬tanpa gigi, alif ( ‫ )ا‬dan lam ( ‫ )ل‬tanpa



tarwisy dan lekungan-lekungan sederhana pada ya’ ( ‫) ي‬,jim ( ‫) ج‬,qaf ( ‫ق‬ Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



243



‫) ن‬. Khat Riq’ah lebih simpel daripada naskhi, karena tidak banyak lekukan memutar, misalnya pada huruf wawu ( ‫ ) و‬dan ra ( ‫ ) ر‬atau pada kepala wawu ( ‫) و‬, fa (‫) ف‬, dan qaf ( ‫) ق‬. Begitu pula alif ( ‫) ا‬ digoreskan secara lurus. Seperti juga sin ( ‫) س‬, dapat ditulis tanpa gigi. ), dan nun (



Pena yang digunakan sedikit lebih datar daripada pena untuk naskhi.



Ciri-ciri khusus khat ini ialah bentuk huruf yang kecil, tegak dan tidak menggunakan baris, lebih cepat dan mudah ditulis jika dibandingkan dengan khat lain. Karena itu, khat Riq’ah dapat digunakan lebih cepat seperti



stenografi, yang cocok digunakan untuk imla’ atau dikte, mencatat pelajaran atau wawancara yang kesemua itu membutuhkan kecepatan. C. Kaidah Penulisan Khat Riq’ah 1. Sebelum Menulis: a) Peralatan menulis : 1) Pena, kayu rosam dan sebagainya. Setiap pena mempunyai kelebihan masing-masing. Bagi yang ingin mendalami bidang ini, diharapkan memiliki kesemua jenis pena. Pena tumbuhan memerlukan kemahiran mengasah. Pena mata besi yang biasa digunakan oleh penggemar seni ialah produksi Pilot, Steadlers, Osmiroid, dan Plagtinum. 2) Kertas, buku latihan dan alat menulis. Sebaiknya gunakan kertas yang agak tebal, licin dan memudahkan



pengeringan



tinta.



Kertas



yang



biasa



digunakan ialah Art Paper, Mattart, Tracing Paper atau kertas biasa (seperti A4) 80 GSM yang licin serta tidak



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



244



mudah mengembangkan tinta. Alas tulis digunakan sebagai penghalang kekasaran pada permukaan meja. 3) Tinta dibeli atau dibuat sendiri. Tinta yang terbaik ialah yang mempunyai kehitaman yang maksimum, cepat kering ketika di atas kertas, memudahkan pergerakan tangan saat menulis dan warna yang bersinar (shinning) selepas kering. Diantara tinta yang biasa dipakai ialah Rotring, Faber castell, Challigraphy dan



Sheppers. Tinta tidak boleh dibiarkan melekat pada mata pena



khususnya



mata



pena



besi



karena



bisa



menghalangi/menyumbat aliran tinta saat menulis. 4) Buku paduan dan latihan. Buku paduan yang terbaik ialah yang dihasilkan di Timur Tengah oleh penulis-penulis terkenal. b) Cara duduk dan kedudukan kertas (dada menghadap ke meja dengan 1800) c) Cara memegang pena: 1) Pena yang digunakan berukuran 2.0 mm/0.2 cm. 2) Pena dipegang sesuai dengan kedudukan kertas 900. 3) Keseluruhan mata pena menyentuh mata kertas. 4) Pena dipegang dengan ukuran satu setengah inci dari awal mata pena. d) Suasana saat menulis: 1) Suasana harus tenang dan nyaman. 2) Cahaya cukup serta tidak menghalangi ruang kertas. 3) Jarak penglihatan tidak terlalu dekat atau terlalu jauh. 4) Nafas yang teratur dan tidak penat. e) Psikologi menulis: Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



245



Menulis dalam keadaan tenang. Disertai minat menulis, bukan sekedar suruhan. 2. Saat menulis: a) Tarfiyah ( tepat ), yaitu setiap huruf harus mendapatkan usapan sesuai dengan bagiannya, dari lengkungan kejuran, dan bengkokan. b) Itmam ( tunas ), yaitu setiap huruf harus diberi ukuran yang utuh, dari panjang pendek dan tipis-tebal. c) Ikmal ( sempurna ), yaitu setiap usapan garis harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar dalam gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung. d) Isyba ( padat ), yaitu setiap usapan garis harus mendapat sentuhan pas dari mata pena, sehingga terbentuk suatu keserasian. e) Irsyal ( lancar ), yaitu menggoreskan kalam secara tepat cepat, tidak tersandung atau tertahan-tahan sehingga menyusahkan atau mogok ditengah-tengah membuat getaran tangan yang merusak tulisan yang sedang ditorehkan. 3. Contoh Penulisan Khat Riq’ah :



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



246



KHAT DIWANI DAN KAIDAH PENULISANNYA 1. Khat Diwani Khat Diwani merupakan salah satu jenis Khat yang dicipta oleh penulis Khat pada zaman pemerintahan Kerajaan ‘Uthmaniyah. Ibrahim Munif adalah orang yang mencipta kaedah dan menentukan ukuran tulisan



Khat Diwani. Khat Diwani dikenali secara rasmi selepas negeri Qostantinopal ditawan oleh Sultan ‘Uthmaniyah, Muhammad al-Fatih pada tahun 857 Hijrah.



Khat Diwani digunakan sebagai tulisan rasmi di jabatan-jabatan kerajaan. Seterusnya, tulisan ini mula berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Kebiasannya tulisan Khat Diwani ini digunakan untuk menulis semua pekeliling pentadbiran, keputusan kerajaan serta surat menyurat rasmi dan pada masa sekarang ianya digunakan untuk menulis watikah, sijil dan untuk hiasan.



Khat Diwani terbahagi kepada 2 jenis iaitu Diwani biasa dan Diwani Mutarabit (bercantum). Akan tetapi, Khat Diwani biasa yang banyak digunakan dan diamalkan oleh penulis-penulis khat terkenal berbanding Khat Diwani Mutarabit. Asas bentuk bagi kedua-dua jenis Khat



Diwani ini adalah berbentuk bulat dan melengkung. Ianya ditulis dengan cara yang lembut dan mudah dibentuk mengikut kehendak penulis. Keistimewaan Khat Diwani dapat dilihat pada kesenian bentuk hurufnya yang melengkung dan memerlukan kemahiran penulis Khat itu menulisnya dengan lembut dan menepati kaedah. Hashim Muhammad alBaghdadi dan Syed Ibrahim merupakan antara penulis Khat yang terkenal dengan Khat Diwani.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



247



Diwani memiliki tiga macam bentuk, yaitu:



a. Khat Diwani 'Adi Diwani 'Adi merupakan gaya khat yang tampil biasa ('adi) sesuai struktur tulisan, sehingga mudah dibaca. Ciri tampilannya tampak pada kali-kali tulisan yang umumnya berbaris datar dengan pucuk-pucuk huruf bergelombang dinamis.



b. Khat Diwani Mutarabit Gaya ini merupakan Diwani yang huruf-huruf dan rangkaian katanya saling menjalin atau bersilangan (mutarabit) satu sama lain. Besar kemungkinan pola semacam ini merupakan hasil pengaruh



Khat Musalsal ciptaan Ibnu Bawab. Dalam jenis Khat Diwani Mutarabit ini, kaligrafer modern Gazlan Bek dari Mesir merupakan tokohnya. Gazlan berhasil membuat karya-karya masterpiece yang banyak dijadikan acuan, sehingga para kritikus dan pengamat menisbahkan gaya Khat ini kepada Gazlan sehingga disebut Khat



Diwani Gazlani. c. Khat Diwani Jali Diwani Jali diciptakan oleh Syahlan Pasha dari Turki dan merupakan pengembangan dari Diwani 'Adi. Jali artinya Jelas. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



248



Kejelasan tersebut tampak pada detail syakal dan hiasan yang penuh di dalamnya. Tujuan diciptakannya Diwani Jali ialah untuk menuliskan peraturan-peraturan kesultanan dan surat-surat ke luar negeri. Contoh:



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



249



KHAT FARISI DAN KAIDAH PENULISANNYA 1. Sejarah Khat Farisi Dahulu kala sebagai warisan dari nenek moyang mereka dari bangsa saman yang sebelum islam menulis dengan Khat Pahlevi. Gaya ini merupakan nisba ke Pahle,suatu kawasan antara Hamadan, Isfahan, dan Azerbaijan. Saat islam menaklukan negri Persia, masyarakat Iran pun memeluk islam sebagai agama baru mereka. Melalui pergaulan dengan masyarakat arab muslim, orang-orang islam mengganti tulisan Pahlevi dengan tulisan arab yang kemudian mereka namakan Khat Ta’liq. Pada waktu-waktu sebelumnya lahir pula gaya-gaya Khat yang lain seperti Nasta’liq dan Syikasteh. Terutama dua tulisan pertama, kerap disebut Farisi saja mengingat asalnya dari Persia. Seorang kaligrafer Persia Mir Ali Sultan al-Tabrizi kemudian mengembangkan gaya ini lebih halus dan variatif menjadi Nasta'lîq, dari Katai 'nasakh dan ta'lîq'. Namun demikian para kaligrafer Turki dan Persia tetap menggunakan tulisan ini pada momen-momen penting. Ta'lîq dan Nasta'lîq biasa digunakan untuk penulisan literatur dan syair-syair tentang kepahlawanan, bukan untuk penulisan Mushaf al-Qur'an. Diantara gaya Khat Farisi yang populer dari iran adalah: a) Khat Ta’liq atau khat Farisi Ta’liq Masyarakat iran mengola khat Ta’lig dari khat yang digunakan untuk menyalin Al-Qur’an waktu itu, yang disebut khat Firamuz. Semula cara-cara menulisnya dicuplik Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



250



dari kaedah khat Tahrir, khat Riqa,dank hat Tsulus. Keindahan Khat Farisi Ta’lig adalah pada kelenturan putarannya,huruf-huruf



tegaknya



yang



agak



condong



kekanan,sapuan sapuan memanjangnya yang tebal,dan gelombang gerigi yang tebal-tipis secara variatif. b) Khat Nasta’liq atau Khat Farisi Nasta’liq.



Khat Nasta’liq adalah hasil kreasi kaligrafer Iran Mir Ali alHarawi, diolah dari Khat Ta’liq yang dimasuki sedikit unsur



Naskhi sehingga menjadi gabungan Naskhi-Ta’liq atau Nasta’liq. Nasta’liq yang sekarang sering disebut Farisis sebagaimana Ta’liq, dikembangkan dan dipercantik oleh masyarakat Iran. Penggunaannya yang luas menjadi alat tulis naskah harian menempatkannya sama dengan posisi



Khat Naskhi di wilayah-wilayah lain. Karena itu, sangat mungkin pula gaya ini merupakan Khat Ta’liq yang difungsikan sebagai tulisan naskah yang meluas setelah dimodifikasi oleh Mir Ali. c) Khat Syikasteh Di samping Khat Ta’liq, orang-orang Iran juga menciptakan kaligrafi gaya baru yang mereka sebut Khat Syikasteh, diambil dari Khat Ta’liq dan Khat Diwani. Syikasteh artinya berantakan, karena gores-goresan akhir huruf yang diliarkan sehingga terkesan berantakan atau semrawut. Khat ini digunakan hanya di wilayah Persia dan tidak menyebar ke segenap pelososk wilayah Arab Islam sepeti gaya lain. Hal itu disebabkan karena Syikasteh sulit dibaca. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



251



d) Khat Farisi Mutanazhir.



Khat jenis ini dihubungkan dengan penampilannya yang saling pantul secara indah dan seimbang. Unsur-unsur saling pantul dalam Khat Farisi Mutanazhir ini terletak pada sapuan-sapuan



horizontalnya



atau



pada



huruf-huruf



vertikalnya seperti alif dan lam yang saling bangun secara harmonis. e) Khat Farisi Mukhtazal Gaya ini lahir sebagai reaksi atas adanya kemiripan bentuk huruf-huruf Farisi dan kemungkinan satu huruf memiliki lebih dari satu fungsi. Dengan demikian, satu goresan dapat berfungsi sebagai mukhtazal untuk meringkas beberapa huruf sehingga memiliki beberapa bacaan. Gaya ini kerap menyulitkan khattat dan pembaca. Khattat kesulitan karena dalam beberapa keadaan persilangan khat tidak mudah dibuat. Sedangkan bagi pembaca kesulitannya adalah karena menderita kesusahan dalam membaca dan memahami maksudnya, sehingga timbul dugaan bahwa Khat semacam ini merupakan teka-teki. Dari sini sebuah peribahasa mengatakan “Khairul khat ma quri’a (sebaik-baik khat adalah yang bisa dibaca). f) Khat Farisi Mir’at



Mir’at atau cermin yang berfungsi memantulkan gambar nampak dalam gaya kaligrafi ini saat sisi kanan memantul ke sisi kiri (sama persisi denga Khat Tsulus Mutanazhir), makanya sering juga disebut Khat Farisi Mutanazhir. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



252



Keindahan Khat Farisi terletak pada bentuk lengkungannya yang menarik, kurang garisan menegak dan bentuk hurufnya yang condong kekanan dan tidak berbaris. Khat Farisi juga merupakan jenis Khat arab klasik. Berbeda dengan Khat Diwani jalai yang dipenuhi oleh harakat dan ormanen-ormanen, Khat Farisi jusru sedikit sekali dan kadang tidak ada harakatnya alias plontos. Selain tidak berharakat ciri Khas ini mengutamakan permainan garis yang sangat kuat, tebal tipis disetiap huruf dengan tekanan yang tepat. Dinamakan Farisi kerana dinisbahkan kepada bangsa Iran. Dicipta oleh Mir Ali al-Tibrisi, kemudian diperelok oleh Imaduddin al-Syirazi. Khat ini juga dikenali sebagai Khat Taliq/Nastaliq, terkenal dan digunakan secara meluas di Iran. Keindahan khat ini terletak pada bentuk lengkungannya yang menarik, kurang garisan menegak dan bentuk hurufnya yang condong kekanan dan tidak berbaris. Banyak digunakan untuk menulis syair, dan kegunaan harian.



2. Contoh Khat Farisi



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



253



KHAT KUFI DAN KAIDAH PENULISANNYA A. Pengertian Khat Kufi



Khat Kufi merupakan kaligrafi Arab tertua dan sumber seluruh kaligrafi Arab. Dinamakan Kufi karena berasal dari kota Kufah kemudian menyebar ke seluruh jazirah Arab. Masyarakat Arab berusaha mengolah dan mempercantik gaya Kufi dengan menyisipkan unsur-unsur ornamen sehingga lahirlah beragam corak Kufi yang baru. Cara menulisnya pun tidak lagi terbatas pada bambu tapi juga dengan pena, penggaris, segitiga, dan jangka. Khat Kufi pernah menjadi satu-satunya tulisan yang digunakan untuk menyalin mushaf al-Qur’an. Selanjutnya Kufi berubah menjadi seni yang berdiri sendiri sebagai alat ekspresi para seniman kaligrafi. Meskipun cenderung kaku dengan banyaknya sudut-sudut yang menjadi karakternya,



Kufi sangat lentur dan mudah diolah. Karena lebih tergantung kepada alatalat bantu seperti penggaris, maka siapapun dapat menulis Kufi tidak harus seorang Khattat.



Kufi termasuk tulisan paling dominan pada zaman dahulu. Ia dibuat setelah berdirinya 2 kota muslim yaitu Basrah dan Kufah pada dekade kedua era Islam sekitar abad ke-8 Masehi. Ia memiliki bentuk huruf yang proporsional kaku dan persegi. Dari kata Kufah maka tulisan ini dikenal dengan Kufi. Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Gaya Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



254



penulisan kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah, memiliki karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan sangat



formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering dipadu dengan ornamen floral.



B. Sejarah Perkembangan Khat Seni Khat pada zaman permulaan Islam, kedatangan Islam membawa keperluan yang banyak kepada pembangunan tulisan lalu membuka bidang yang luas dalam penulisan dan dakwah secara persuratan. Rasulullah s.a.w. mengizinkan penulisan al-Quran malah berdakwah dengan menggunakan surat. Rasulullah s.a.w. mengarahkan sahabatsahabat untuk menulis ayat-ayat al-Quran. Kemudian, penulisan itu terus rancak pada zaman Saidina Abu Bakar r.a. hingga ke zaman Saidina Uthman dengan terhimpunnya Al-Quran Mushaf Uthmani yang ditulis semula sebanyak 6 naskhah dan diedar ke beberapa jajahan Islam. Seni Khat pada zaman Umawiyyah, pemerintahan pada zaman ini amat menitikberatkan kemajuan seni Khat kerana ia sangat diperlukan samada dalam penulisan mushaf, ukiran pada dinding, mencetak mata uang, surat-menyurat dan lain-lainnya. Pada zaman ini, pembaharuan seni Khat berlaku melalui penulisan dengan keseimbangan baris-baris bacaan supaya sama (disebut sebagai al- masyq). Pada zaman ini juga berlaku pembaharuan dari aspek peletakan titik huruf-huruf oleh Abu Al-Aswad Al-Dua'li dan penciptaan baris-baris oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Seni khat pada zaman Abasiyyah, zaman ini telah menyaksikan kemuncak pembaharuan seni Khat pelbagai dengan munculnya tokoh-tokoh seni seperti Abu Ali dan Ibnu Muqlah. Ibnu Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



255



Muqlah dianggap pembuka tirai sejarah pembaharuan seni Khat manakala Abu Ali pula telah mencipta sistem nisbah dalam pembentukan huruf tunggal yang berasaskan ukuran geometri. Kemudian diikuti oleh Ibnu Bawwab yang yang telah memperkembangkan sistem Khat bernisbah. Seterusnya Jamaluddin Yaqut al-Musta'simi yang telah membentuk enam gaya hasil pembelajarannya dari tulisan Ibnu Muqlah. Penjelasan mengenai



sejarah khat



lebih



lengkapnya yakni



kebangkitan baca tulis kaum muslimin dimulai sejak tahun 2 Hijriyah ketika Rasulullah mewajibkan kepada tawanan perang yang tidak mampu membayar tebusan untuk mengajari baca tulis kepada orang muslimin. Pada masa itu kaligrafi masih menggunakan Khat Kufi ( Khat yang berbentuk siku) yang merupakan kaligrafi paling tua. KuIfi saat itu masih belum mepunyai tanda baca sampai pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib tulisan tersebut mempunyai tanda baca dengan sempurna. Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah mulai timbul ketidakpuasan terhadap



Khat Kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, sehingga dimulailah perumusan tulisan yang lebih lembut dan mudah digoreskan. Perumusan tersebut menghasilkan beberapa jenis tulisan yaitu, Khat



Tumar, Jalil, Nisf, Tsulus dan Tsulusain. Tokoh kaligrafi saat itu yangterkenal adalah Qutbah al-Muharrir. Pengembangan kaligrafi terus dikembangkan sampai pada zaman Bani Abbasiyah sehingga muncul kaligrafi yang merupakan gaya baru ataupun modifikasi gaya lama seperti,



Khat khafif Tsuluts, Khafif Tsulusain, Riyasi dan al-Aqlam as-Sittah (Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’ah dan Tauqi). Selanjutnya Kaligrafi masuk pada masa penghalusan untuk menghasilkan karya-karya Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



256



yanglebih sempurna yang dimulai pada zaman kerajaan-kerajaan Persia sehingga menghasilkan gaya-gaya kaligrafi seperti, Khat Farisi, Ta’liq,



Nasta’liq, Gubar, Jali, Anjeh Ta’liq, Sikatseh, Sikatseh Ta’liq, Tahriri, Gubari ta’liq, Diwani dan Diwani Jali. Sedangkan tokoh-tokohnya adalah, Yahya al-Jamili, Umar Aqta, Mir Ali Tibrizi, Imanuddin al-Husaini, Muhammad bin al-Wahid, Hamdullah al-Amasi, Ahmad Qurahisari, Hafiz Usman, Abdullah Zuhdi, Hamid al-Amidi dan Hasyim Muhammad alBagdadi. Di Indonesia sendiri Kaligrafi pertama kali ditemukan di Gresik Jawa Timur , yaitu pada makam Fatimah binti Maimun yang wafat pada 495H/1028M. pada makam tersebut terdapat tulisan Kaligrafi yang menggunakan Khat Kufi. Selanjutnya kaligrafi berkembang mengikuti perkembangan Islam di Indonesia sampai saat ini. C. Tokoh-Tokoh Kaligrafi Di dunia Islam 1. Hamid al-Amidi Nama asli beliau adalah Musa Azmi. Beliau dilahirkan pada tahun 1891 di kota Diyar Bakr, sebelah tenggara kota Anatolia, Turki. Kota Diyar Bakr ketika itu lebih dikenal dengan nama Amid. Nama inilah yang kemudian ia pakai dalam nama penanya, Hamid al-Amidi. Sedangkan nama asli beliau, Azmi, sering ia pakai dalam tauqi’ pada karya-karya beliau sewaktu muda. Dan ketika masa tua, beliau lebih suka memakai nama sebutan



beliau,



Hamid.



Kaligrafer



yang



lebih



terkenal



dengan



kepiawaiannya dalam khat tsulust jali ini meninggal dunia pada tahun 1982 dimakamkan di Farjah Ahmad. Semasa hidupnya, beliau merupakan seorang kaligrafer modern Turki yang mempunyai banyak karya. Baik dalam bentuk misyq (kumpulan



Qoidah Khottiyyah) ataupun tulisan yang tersebar dalam lembaranQawaid al-Imla’ wa al-Khat



257



lembaran kertas dan goresan-goresan di dinding masjid dan tempat-tempat lainnya. cenderungan beliau kepada khat tumbuh sejak ia belajar di madrasah ibtida’i. Dan ketika ia pindah ke Istambul pada tahun 1908, ia sempat belajar di madrasah al-Huquq. Beliau berguru kepada beberapa orang kaligrafer yang juga merupakan tokoh kaligrafer pada masanya. Beliau belajar naskhi dan tsulus kepada al-Hajj Nadzif Bik. Disamping itu, beliau selalu bertukar pikiran dan bermulazamah dengan Haqqi Hafidz Bey, Kamil Afandi, Ismail Haqqi al-tunbazar dan Hulushi Afandi (yang juga guru dari seorang master kaligrafi Muhammad Syauqi). Sejak tahun 1910 sampai 1912, beliau mengajar kaligrafi, dan menjadi seorang kartografer di sekolah militer hingga tahun 1918, sebelum akhirnya mengabdikan seluruh hidupnya untuk dunia kaligrafi. Beliau telah menulis mushaf al-Qur’an sebanyak dua kali. Karya beliau paling banyak dijumpai di masjid Sisili di Istambul, Turki, dengan mengambil model ornamen tradisional. Enam bulan sebelum wafatnya, Pusat Penelitian Sejarah dan Seni di Turki sempat mengadakan rekaman film dokumenter dengan judul Hamid al-Khattatih. Dokumentasi dari film ini telah tersebar di beberapa negara termasuk Mesir. Ahmad Shabri Zayd, seorang khattath dan pemerhati seni kaligrafi di Mesir, mempunyai copian dari film tersebut.Selain merupakan tokoh inspirator bagi kaligrafer setelah zamannya, Hamid al-Amidi juga pernah memberi



ijazah



kepada



beberapa



khattath



yang



sudah



diakui



kapabilitasnya. Diantaranya, ia telah memberikan dua ijazah kepada seorang Kaligrafer ternama, Hasyim Muhammad al-Baghdadi masingmasing pada tahun 1950 dan 1952. Hasyim Muhammad,kaligrafer irak yang sempat hijrah ke Mesir ini, pernah belajar di Madrasah Tahsinul Khututh Malakiyyah (sekarang Kholil Agha) di Baab-el-Sya’rea Kairo. Ia berucap Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



258



kepada Hasyim “Kaligrafi telah kembali masa jayanya ke Iraq, dengan tangan Hasyim Muhammad”. 2. Hasyim Muhammad Al-Bagdadi Hamid al-Amidi mengumumkan Hashim sebagai Penulis Khat Terbaik dalam dunia Islam dan beliau mengatakan kepada Hashim " Kesenian kaligrafi islam bermula di Dar-As Salaam (Baghdad) dan ia pun kembali ke Dar-As-Salam". Penulis Khat termasyhur, Hashim Muhammad Alkhattat di lahirkan di baghdad pada tahun 1917. Beliau mulai mempelajari Kaligrafi Arab sejak dari zaman remaja, dan mendapat anugerah Diploma dari Mulla 'Ali al-Fadli pada tahun 1943. Kemudian beliau meneruskan studinya ke kairo dan mendapat gelar sarjananya dari Royal Institute of Calligraphy pada tahun 1944. Dalam tahun yang sama juga, beliau mendapatkan Ijazah dari dua orang penulis Khat terkenal, sayyid ibrahim dan Muhammad Husni. Pada tahun 1946, beliau menerbitkan sebuah buku gaya penulisan khat Al-Riqa'. Kemudian beliau berkunjung ke Turki dan menunjukkan hasil karya beliau kepada seorang Tokoh Khat Terkenal, Musa Azmi atau lebih dikenal sebagai Hamid alAmidi, dimana beliau telah menganugerahkan dua anugerah kepada Hashim, pada 1950 dan 1952. Pada penganugrahan yang kedua, Hamid alamidi mengumumkan Hashim sebagai Penulis Khat Terbaik dalam dunia Islam dan beliau mengatakan kepada Hashim " Kesenian kaligrafi islam bermula di Dar-As Salaam (Baghdad) dan ia pun kembali ke Dar-AsSalam".Gaya penulisan beliau lebih cenderung kepada gaya penulis klasik baghdad yaitu gaya Yaqut al Musta'asimi dan gabungan dengan penulisan



modern dari Ottoman School. Beliau juga dikenal sebagai penulis khat terbaik dalam gaya Khat Thuluth. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



259



Pada tahun 1960, beliau nobatkan sebagai pentashih Kaligrafi Arab di Institute of Fine Art di Baghdad. Kemudian, beliau menjadi Ketua Bahagian



Dekorasi



Islam



dan



Kaligrafi



Arab



sehingga



beliau



menghembuskan nafas terakhir pada 1973. Dalam tahun 1962, beliau menerbitkan sebuah buku koleksi khat beliau yang bertajuk " Kaedah Penulisan



Khat



Arab".



Sepanjang



hidupnya,



beliau



hanya



menganugerahkan satu ijazah saja kepada muridnya, yaitu Abdul Ghani alAni. 3. Mir Imad al-Haseni Mir Imad al-Haseni adalah tokoh pemimpin kaligrafi Ta’lik (Nask



Ta’lik) dengan menggunakan kerangka kerja Safawid, yaitu kerangka kerja seni kaligrafi Iran. Dia dilahirkan di kota Qazwin, ayahnya Ibrahim alHaseni adalah keluarga Saifi dari Qazwin; termasuk keluarga terpandang dan memiliki kedudukan yang tinggi di Safawid. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada waktu itu, Mir Imad pergi ke kota Tabriz, dimana ia memperoleh bimbingan belajar kaligrafi nask ta’lik dari seorang guru bernama Muhammad Husaini at-Tabrizi. Dia diuji oleh beberapa guru besar yang sangat menguasai yaitu Mir Ali Harewi dan Baba Shah Isfahani, dan dari mereka pulalah Mir Imad mengadopsi corak dan beberapa rumusan mengenai keteraturan, pengereman, kehalusan, dan keyamanan, yang kemudian ia padukan kedalam tulisannya. Mir Imad telah melakukan perjalanan kebeberapa kota di belahan dunia diantaranya India, Khorasan dan Damaskus. Ketika ia mulai mengajar kaligrafi di Qazwin, Isfahan telah menjadi kota besar; sama seperti beberapa seniman yang lain, kemudian ia pindah ke Isfahan, dimana ia dapat tinggal di istana oleh Shah Abbas. Di istana ia bekerja sebagai Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



260



seorang kaligrafer ahli dan penulis kitab, serta mengajar beberapa raja-raja muda. Dalam waktu yang sama, ia juga memberikan pelajaran ke beberapa murid yang datang dari luar istana, dan diantara mereka telah menjadi kaligrafer yang berhasil pada saat itu seperti putranya Mir Ibrahim, putrinya Gevhershad, keponakan laki-lakinya Abdurrashid Deylemi, juga Nureddin Mohammed Lahici, Abduljabbar Isfahani, dan Darwish Abdi dari bukhara yang telah membawa gaya kaligrafi Imad ke Istambul. Mir Imad mendapatkan penghargaan yang sangat tinggi dari istana; kepada Shah’s yang telah menganugrahkan penghargaan kepadanya, Mir Imad menuangkannya kedalam sebuah syair yang ia tulis sebagai pernyataan terima kasih, dan syair itu pun sangat diterima dengan baik oleh Shah sebagai sebuah penghargaan. Lalu kemudian, saingannya yang telah iri atas keberhasilannya di bidang seni dan telah melawan di mata Shah bemaksud jahat kepadanya; ditangannya Mir Imad terbunuh; jasadnya kemudian dikebumikan di Masjid Agung Maksud di Isfahan. Pada saat masih dalam kabar duka atau kematiannya, seorang penguasa India Jihangir berkata dengan airmata berlinang, “apa yang telah mereka inginkan berikan kepadaku, aku akan menukar permata seberat tubuhnya sebagai gantinya”. Beberapa karya besar buah tangan Imad baik yang berupa buku, naskah, atau kepingan-kepingan, sampai saat ini tersimpan dengan baik di beberapa museums, perpustakaan dan koleksi pribadi si Istambul, Teheran, St. Peterburg, Paris, dan masih banyak tersebar di belahan dunia lainnya.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



261



D. Contoh Penulisan Khat Kufi



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



262



KHAT IJAZAH, MAGHRIBI, DAN TUGHRAH A. Khat Ijazah 1. Sejarah Khat Ijazah



Khat ini dicipta/diambil dari dua jenis khat yaitu Nasakh dan Tsuluth. Ini bermakna khat Ijazah merupakan gabungan dua jenis khat menjadi satu. Dinamakan Ijazah kerana Ijazah bermakna syahadah atau sijil yang dikurniakan kepada mereka yang betul-betul cemerlang dalam bidang



khat. Maka guru khat tersebut akan menuliskan ijazah yang memperakui muridnya adalah orang yang berkelayakkan dalam bidang seni khat, ia juga digunakan untuk tandatangan sultan dan khalifah. Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah al-Rayhan (834 M), sehingga namanya diambil untuk nama khat ini. Pendapat lain menjelaskan Rayhani dengan kata



Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya 2. Pengertian Khat Ijazah Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah



Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab). Maka guru khat tersebutakan menuliskan ijazah yang memperakui muridnya adalah orang yang berkelayakkan dalam bidang seni khat, ia juga digunakan untuk tanda tangan sultan dan khalifah.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



263



Khat Raihani hampir menyerupai khat tsuluth, huruf-hurufnya agak lebar dan panjang serta ditambah dengan tanda-tanda syakal. Contoh:



B. Khat Kufi Maghribi 1. Sejarah Khat Kufi Maghribi Ia menjadi pecahan daripada bentuk kufi lama, bentuk yang tertua daripadanya bermula tahun 300 H. Digunakan secara meluas di Afrika seperti Nigeria dan Maghribi (Arab). Bentuknya agak kurus, bebas dan ekor hurufnya yang runcing. Ditulis dengan tidak menggunakan bentuk mata pena (qalam) seperti khat-khat lain. Selain di kawasan negeri Islam bagian timur (al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam). Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya kaligrafi yang berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad (Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif. Hijazi ialah skrip melengkung, mudah, biasanya tanpa tanda atas bawah diacritical.



Hijazi biasanya digunakan antara akhir abad ke-7 dan abad ke-8. Ia terdapat pada al-Quran pertama dan juga pada ukiran batu. Kufi adalah Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



264



gaya lebih geometrik dan jelas, dengan rima jelas dan penekanan kepada garis melintang. Vokal (nahu) kadang-kala ditanda dengan titik merah; konsonan dibedakan dengan sengkang kecil bagi menjadikan teks lebih mudah dibaca. Sejumlah al-Quran ditulis dalam gaya ini dijumpai di Masjid di Kairouan, di Tunisia. tulisan Kufi juga wujud pada syiling silam. 2. Pengertian Khat Kufi Maghribi Skrip Maghribi dan variasi Andalus adalah bentuk versi Kufi yang kurang kaku, dengan lebih lengkungan. Bagi penulis al-Quran dan dokumen lain, Kufi akhirnya digantikan dengan skrip melengkung. Ia kekal bagi tujuan hiasan: a) Dalam "Kufi berbunga", huruf geometrik kurus dikaitkan dengan unsur gaya tumbuhan. b) Dalam "Kufi geometrik", hurud diatur dalam pola dua dimensi, rumit, sebagai contoh memenuhi segi empat. Ia bertujuan sebagai hiasan dan bukannya untuk dibaca.



C. Khat Tughrah 1. Pengertian Khat Tughrah Asal bahasa Tughra adalah bahasa Tatar . Semula ia digunakan sebagai tanda tangan seorang Sultan. Biasanya Tughrah mengandung dua hal, yaitu nama sang raja dan gelar kebesarannya. Tughrah dipasang dalam surat menyurat, biasanya diletakkan setelah basmalah. Dibawah Tughrah' biasanya diberi tambahan tulisan khallada Allahu sulthanahu (semoga Allah mengekalkan kesultanannya).



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



265



2. Sejarah Khat Tughrah



Tughrah pertama kali digunakan oleh Raja ketiga Daulah Usmaniyah yaitu : Sultan Murad I (671 - 792 H). Peninggalan tertua dari



Tughrah' tertulis atas nama An Nashir Hasan bin Sulthan al Malik Muhammad Qalawun (Salah satu sultan Mamalik Mesir, 752 H). Dalam khazanah khat (kaligrafi Arab), tughrah' merupakan cabang tersendiri yang disebut khat tughrah'. Kekhasan tulisan tughrah' adalah merupakan hasil perpaduan khat diwani dan khat ijazah. Khat tughrah' kemudian berkembang tidak lagi sebagai tauqi' (tanda tangan), melainkan sebagai seni kaligrafi yang sangat indah melalui tangan para master kaligrafi semisal Mustafa Raqim dan lain lain. Tulisan Thugrah merupakan tulisan yang lazim dipakai oleh sultansultan atau khalifah muslim sebagai bentuk lambang. Tulisan ini bermula berasal dari zaman Turki Usmani, diman para seniman kaligrafi mereka berhasil menciptakn suatu jenis tulisan baru, yang kelak mendapat perhatian yang meluas dikalangan maupun dari kalangan kaligrafi Arab. Penguasa Turki yang pertama memakai lambang Thugrah adalah Sultan Murad I. Thugrah melambangkan seekor burung Humayuni (ke-kaisaran Turki Usmani) yang dinamai Isthoiri, yang dari kata ini lahir kata “thugral” artinya memayungi. Tulisan-tulisan Thugrah banyak digunakan sebagai cap dari kantorkantor pada masa kekuasaan Sultan Mameluk Al Nashir Hasan Ibn Sultan Muhammad Qaladun (752 H). Diperkirakan tulisan Thugrah ini merupakan perpaduan antara Khat



Tsuluts dan Diwani, yang perkembangannya masih banyak ditemukan di Republik Turki sekarang ini. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



266



KHAT RAIHANI DAN KAIDAH PENULISANNYA



A. Khat Raihani Jika dilihat dari segi bentuk Khat Raihani hampir menyerupai Khat



Tsuluts. Hanya huruf-hurufnya agak lebih lebar dan panjang serta ditambah dengan tanda-tanda syakal.Hashim Muhammad al-Khuttat dalam kitabnya



Qawa’id al-Khatti li al-Araby menyatakan bahawa kaligrafi khat adalah sesuatu yang mengasyikkan dan sangat menarik. Tulisan ini adalah satusatunya yang paling



fleksibel, elastik dan mudah dibentuk untuk



disesuaikan dengan tempat tanpa mengorbankan keasliannya. Lebih mempesonakan lagi jika khat tersebut dihasilkan oleh seorang seniman



Naturalist. Keindahan tulisan ini sering membuat seseorang seniman mengolahnya menjadikan benda-benda yang wujud seperti perahu, gelas, binatang dan sebagainya. Bahkan pengambilan sumber semulajadi yang lain seperti tumbuhan merupakan seni yang sangat indah dalam perkembangan kesenian Islam yang digabungkan dengan seni khat yang berasal daripada tulian Arab. Penyertaan ini pula pada hakikatnya merupakan kesadaran kepada arti larangan untuk mencoba menggambarkan makhluk-makhluk hidup sesuai dengan Hadits Nabi S.A.W. Sebagai hasilnya, maka usaha untuk mengabadikan ciptaan Ilahi yang berupa alam dan segala kandungannya dalam bentuk yang abstrak dan estatik. Pencipta khat ini adalah Ibnu Bawab juga, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah alRayhan (w. 834 M) sehingga namanya diambil untuk nama khat ini. Pendapat lain menjelaskan Rayhani dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya. Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya AdQawaid al-Imla’ wa al-Khat



267



Dahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar



bagi



pengembangan



tulisan



Tsuluts



dan



Tsulutsain



dan



mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya. Contoh:



Demikianlah beberapa konsep seputar khat/kaligrafi Arab dan kaidah penulisannya, semoga bermanfaat.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



268



DAFTAR RUJUKAN Akbar, Ali. Kaidah Menulis dan Karya-karya Mater Kaligrafi Islam, Cet. III. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. al-A’zami. The History of Quranic Texts – From Relevation to Compilation. Saudi Arabia, t.th. al-Alu>si>, ‘A>dil. al-Khat al-‘Arabiy, Nasyatuhu> wa Tathawwuruhu>, Kairo: Maktabah Da>r al-Arabiyah li al-Kuttab, 2008. al-Ba>qi>, Muhammad Fuad Abd. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfa>dz al-Qur’a>n, Maktabah Dahlan, tt. al-Baba, Kamil. Ru>h al-Khat al’Arabi>, alih bahasa Sirajuddin AR. Dengan judul Dinamika Kaligrafi Islam,. Jakarta: Darul Umul Press, 1992. al-Daukhi, Ibrahim bin Muhammad. Qawaid al-Imla’. Mamlakah al-Saudi al-Arabiyah, LIPIA 1419. al-Hamad, Ga>nim Qadwiri>. Rasm al-Mushaf Dirasa>t Lughawiyah Ta>rikhiyah. Cet. II. Beirut: Muassasah al-Mathba’ah, 1982M/1902H. Al-Kuhani, Abdul Qadir bin Ahmad. Huruf-huruf Magis. Terj. Diya’uddin Lukani dan Dahril Kamal. Yogtyakarta: Pustaka Pesantern, 2005. al-Mari>, Hamad bin Sha>lih al-Qamra>. Al-‘Udzra>’ fi> Qawa>id al-Imla>’ . t.p. t.th. al-Munjid,Shalahuddin.Fi< Tan al-‘Adad, Mesir: t.th. al-Qalqasyandi>, Abi ‘Abbas Ahmad ibn Ali. Shub al-‘A’sya fi> Shina’a>t alInsya’. Maktabah Lustatomad wa Syarikah, t.th. al-Qara>dhi>, al-Thahir al-Khalius al-Nahwiyah al-Imla>iyah fi> alLughah al-‘Arabiyah. Kairo: Da>r al-Mishriyah al-Bina>iyah, 2002. al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Tarj. Mudzakkir AS. Bandung: Pustaka Litera AntarNusa. 2001. al-Rifa>’i, Bila>l ‘ Abd al-Wahha>b. Al-Khat al-‘Arabi Tarikhu wa Hadhiruhu. Cet. I. Damaskus Beirut: Dar ibn Katsir, 1990M/1410 H. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



269



Al-Syami. Al-Fann al-Islami Iltizam wa Ibtida’. Cet. I; Damaskus: Dar alQalam, 1990 M / 1410 H. al-Thabba’. Al-Wasi>th fi> Qawa>id al-Imla>’ wa al-Insya>’. Beirut: Maktabah al-Ma’a>rif, 1993 M/1413 H. al-Thayyib, Abd al-Jawwa>d. Dira>sah fi id al-Imla>’. Kairo: Maktab alA>dab, 2005. al-Zanzani, Abu Abdullah. Wawasan Baru Tarikh Al-Qur’an. Tarj. Kamaluddin Marzuki Anwar dan Samsuri, Bandung: MIZAN. 1991 al-Zarqani>, Muhammad ‘Abd al-‘Adzhim. Mana>hil al-Irfa>n fi> ‘Ulu>m alQur’an, Jilid I. Beirut: Dar al-Fikri, 1998 M/1498 H. Amal, Taufik Adnan. Rekontruksi Sejarah al-Quran, Ciputat: Pustaka Alfabet, 2013. at-Thaba>’, Umar Faru>q. Al-Wasi>th fi> Qawa>id al-Imla>’ wa al-Insya>’, Beirut: Maktabah Ma’a>rif, 1993. Ba’labakki R. Mu’jam al-Mushthalaha>t al-Lughawiyah Arabic-English. Beirut: Da>r al-ilmu li al-Ma>liyi>n, 1990. Bahri, Sayid Hasan. Al-Asa>s fi> Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyah. Kairo: Muassasah al-Mukhtar,2002 M/1422 H. Boullata, J. Issa. Al-Quran yang Menakjubkan, terjemah, I’jaz al-Quran alkarim ‘Abra al-Tarikh. Tanggerang: Lentera, 2008. Chaer, Abdul. Linguistik Umum, (Surabaya: Arkola, 1994 D. Sirojuddin AR. Seni Kaligrafi Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 103. Edraswara, Suwardi. Metodologi Kritik Sastra, Yogyakarta: Ombak, 2013. Fadajli, Habibullah. Atlas al-Khat wa al-Khutu>t, Damaskus: Da>r Talas li alDira>sa>t wa al-Tarjamah wa al-Nasyt. 1993. Fath, Amir Faishol. The Unit of al-Qur’an. Jakarta Timur: Pustaka alKautsar, 2012. Hanasy, Idham Muhammad, al-Khattu al-‘Arabiyah fi> al-Watsa>iq al‘Ustma>niyah, Omman: al-Man>ahij, 1997M/1418 H. Harun, Abd al-Salam Muhammad. Qawa’id al-Imla’ Kairo: Maktabah alKhanjany. 1986 Hasim, Muhammad, Qa>waid al-Khat al-‘Arabi>, Beirut: Dar Kalam, 1990. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



270



Hitti, Philip K. History of the Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002. HS, Baharuddin. Pengaruh Rasm Ustmani terhadap Perkembangan Kaligrafi Islam, Makassar: Alauddin University Press, 2012. Ibn Khaldun, Abd Rahman. Muqaddimah, Libanon Beirut: Dar al-Fkir, 1981. Ibn Faruyis fi< al-Lughah. Ed. Styihab al-Din Abu Amr, Beirut: Dar al-Fikr li at-Tiba’ah wa naNasyr wa at-Tauzi’ tt. Ibra>hi>m, Abd al-‘Ali>m. Al-Imla>’ wa al-Tarqi>m fi> al-Kita>bah al-‘Arabiyah. Kairo: Maktabah Garib, 1975. Karim, Abdul. Khat Seni Kaligrafi, Jilid I. Kudus: Menara Kudus, t.th. Ladefoged, Peter. A Course in Phonetics, United of America: Harcourt Brace-Novich, 1982 Ma’luf, Lowis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’la>m, Beirut: Da>r al-Mahriq li an-Nashr, 1973. Madqur, Muhammad. Imla Kaidah-kaidah Menulis Arab, Yogyakarta: Nurma Media Idea, 2012. Mahmud, Mahdi al-Sayyid.‘Allim Nafsaka al-Khuthu>t al-‘Arabiyah. Kairo: Maktab Ibnu Si>na>, t.th. Mardan. Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Quran Secara Utuh, Cet. 1 Jakarta: Pustaka Mapan, 2009. Marifat, M. Hadi. Sejarah al-Quran. Al-Huda. 2007. Mas’an, Hamid. Ilmu Arudl dan Qawafi, (Surabaya: al-Ikhlas, 2000), h. 5. Nasution, Ahmad Sayuti Anshari, Fon dan Fonetik al-Quran, Jakarta: Amzah, 20012 Partanto, Pius A. Partanto dan M. Dahlan AlBarry. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 2001. Qabbisi>, Ahmad. al-Imla’ al-‘Arabiy : Nasyatuhu>, wa Qawa>iduhu>, wa mufrada>tuhu>, watamrina>tuhu>, Beirut: Da>r al-Rasi>d, 1983. Qutub, Sayyid. Al-Tashwi al-Qur’a>n. Kairo: Da>r Syuru>q, 1989. Safadi, Yasin Hamid. Kaligrafi Islam. Jakarta: Panja Simnpat, 1986. Salih, Riyad. Ta>rikh al-Kita>bah al-‘Arabiyah. Mekka: Univerist\y Umm alQuran, 1996. Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



271



Shali, Fakhri Muhammad. Al-Lughah al-‘Arabiyah Ara>an wa Nutqan wa



Imla’ wa Kita>ban. Shihab, M. Quraish. Mukjizat al-Quran. Bandung: Mizan, 2003. Syadali, Ahmad dan Rofii, Ahmad. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka Setia. 2000. Syaha>tah, Hassan dan Ahmad Thahir Husain. Qawa>id al-Imla>’ al-‘Arabi> baina al-Nadhzriya>t wa al-Thatbiq, Maktabah al-Dar al-Arabiyah li al-Kuttab, 1988, tth. Syalabi>, ‘Abd al-Fatta>h Isma>’i>l, Rasm al-Mushaf wa al-Ihtija>j bihi> fi alQira>ah. Mesir: Maktabah Nahdhah, 1960 M/1380 H. Syamlul, Muhammad. I’ja>zul Rasm al-Qur’a>n wa I’ja>zul Dar el-Salam, 2006.



Tila>wah. Kairo:



Tahir, Muhammad ibn Abdul Kadir al-Kurdi al-Makki al-Khattat. Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabuhu, Arab Saudi: Al-Jami’iyah al‘Arabiyah al-Su’udityah li al-Tsaqafah wal Funun, 1982. Wafi, Ali Abdul Wahid. Fiqh al-Lughah. Kairo: Kajbah al-Bayan al-‘Arabi, 1962. Wahhab, Muhbib Abdul. Epistimologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta: UIN Syahid Jakarta, 2008. Zainuddin, Naji. Musawwar al-Khat al-“Arabi, Bagdad; Maktabah Nahdah. 1974. Zararir, Abu Hisyam Nu’um Jirjis. Imla>’ al-Fari>d, Iraq; al-Majma’ al-Ilmi al-‘Ira>qi>. 1973.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



272



BIOGRAFI PENULIS Ibnu Rawandhy N. Hula, S.S, MA, lahir di Kwandang, Kab. Gorontalo, 06 Juni 1978 dari pasangan Natsir R. Hula & Sartin Kantu, S.Pd. Anak ke 3 dari 5 bersaudara ini menyelesaikan pendidikan Dasarnya di SDN Inpres II Moluo Kwandang (1990), kemudian melanjutkan di MTs Al-Khairat Kota Gorontalo (1993), dan menamatkan Madrasah Aliyahnya (MA) pada Ponpes Al-Huda Kota Gorontalo (1996). Setelah lulus aliyah, melanjutkan studi S-1 ke kota Daeng (Makassar) pada Universitas Muslim Indonesia UMI (2000) dengan judul skripsinya "Al-Abbas ibn al-Ahnaf wa Asy'aruhu al-Ghazaliyah", kemudian diutus oleh Yayasan Badan Wakaf UMI untuk mengikuti Program pembelajaran dan pengajaran Bahasa Arab di LIPIA Jakarta D1(2002), Gelar Magisterdiperoleh pada Program Pasca Sarjana (PPS) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab, dengan judul Tesisnya "Al-Amru fi Surah al-Baqarah” Dirasah



Tahliliyah Dilaliliyah wa Ma'aniyah dan selesai pada tahun 2005. Gelar Doktornya diraih di UIN Alauddin Makassar tahun 2020, dengan Judul Disertasi Problematika Ortografi Arab dalam Rasm Mushaf Madinah



“Studi Penggunaan Kaidah al-Hazf dan al-Ziyadah pada Surah al-Baqarah” Sekarang Dosen pada IAIN Sultan Amai Gorontalo Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.



Qawaid al-Imla’ wa al-Khat



273