Rangkuman Sejarah Cirebon [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama: Ahmad Gianul Mushlih Kelas: PMI 2/A Mata Kuliah: Cirebonologi



Sejarah Cirebon



Persamaan: Menurut Cerita Fajrin, Nama Cirebon pada awalnya adalah Lemah Wungkuk kemudian berubah namanya menjadi Caruban. Kemudian karena banyak pendatang dari beragama budaya, pada perkembangannya Caruban berubah menjadi Cirebon karena sebagian masyarakatnya sebagai nelayan yang membuat terasi udang dan petis masakan berbahan dasar air rebusan udang/cai rebon. Menurut bahasa sunda Cirebon berasal dari "Ci" artinya "air" dan "rebon" yaitu "udang kecil". Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati, wilayah Cirebon dapat dikelompokkan atas dua daerah yaitu daerah pesisir disebut dengan nama Cirebon Larang dan daerah pedalaman yang disebut Cirebon Girang. Cirebon Larang adalah sebuah daerah bernama Dukuh Pesambangan dan Cirebon Girang adalah Lemah Wungkuk. Dari Cirebon larang/Dukuh Pesambangan inilah perdagangan melalui jalur laut berlangsung dan menjadi jalur masuknya Islam di Cirebon. Cirebon Larang mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai mercusuar untuk memberi petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara Jati (sekarang disebut Alas Konda). Menurut cerita Suhayati, Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan kemudian diberi nama Caruban (carob dalam Bahasa Cirebon artinya Bersatu padu). Nama Cirebon tercampur dari berbagai pendatang yang beraneka Bahasa seperti, Sunda, Jawa dan Tionghoa. Jadi nama Cirebon itu dicampur dengan adanya



berbagai pendatang berbagai suku termasuk Arab. Kemudian tak lama kata Caruban berubah lagi menjadi “Carbon”. Lalu berubah lagi menjadi Cairebon dimana dalam Bahasa sunda cai=air rebon=udang. Hal ini dikarenakan sejak awal matapencaharian Sebagian masyarakat itu nelayan, maka berkembanglah penangkapan ikan itu seperti rebon (udang kecil) itu di laut, garam dan pembuatan terasi. Dan istilah air bekas terasi atau dalam Bahasa Cirebon itu belendrang. Yaitu bahan yang terbuat dari sisa udang rebon. Sehingga yang akhirnya kemudian diganti menjadi Cirebon. Dari cerita Kanisah, dapat di simpulkan bahwa Pada tahun 1302 AJ (Anno Jawa)/1389 M, dipantai Pulau Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan kerajaan Pajajaran yang diketuai oleh Mangkubumi yaitu Singapura, Pesambangan, dan Japura. Setiap daerah memiliki pemimpin sendiri, Singapura/Mertasinga dikepalai oleh Mangkubumi Singapura atau biasa disebut ki gedeng tapa, Pesambangan dikepalai Ki Ageng Jumajan Jati, dan Japura dikepalai Ki Ageng Japura. Dari ketiga daerah otonom ini, salah satunya adalah Dukuh Pesambangan yang dalam perkembangannya berubah menjadi Cirebon. terdiri atas Caruban pantai/ pesisir dan Caruban Girang. Termasuk di Cirebon, di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh pengaruh Hindu sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Pada tahun 1475-1482 M, kedudukan wilayah Cirebon berada di bawah kekuasaan Prabu Anggalarang (Tohaan) di Galuh. Prabu Anggalarang adalah ayah dari Prabu Siliwangi yang kemudian menjadi Raja Pajajaran. Ketika Prabu Siliwangi berkuasa, daerah Cirebon mulai ramai didatangi para pedagang dari luar Nusantara.



Perbedaan: Dari cerita Suhayati, Cirebon dikenal sebagai kota yang punya banyak keraton. Seperti keraton Kanoman dan keraton Kacirebonan. Hal ini yang menjadi ciri khas dan ada juga seperti topeng Cirebon dan Gua Sunyaragi. Cirebon juga mempunyai batik ciri khas dengan motif/pola mega mendung. Dari cerita Fajrin, Kesultanan Cirebon lahir setelah Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidyatullah menikahi sepupunya Nyai Pakungwati, anak dari Pangeran Cakrabuana/Walangsungsang sebagai Kuwu Cirebon. Pada tahun 1479 M, beberapa misionaris Islam dari Baghdad, Mekah, Mesir, dan



Siria berkumpul dipulau Jawa dalam rangka ekspansi agama Islam, membentuk sebuah Dewan Walisongo yang semula diketuai Sunan Ampel (setelah wafat) digantikan diketuai Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah. Para penyebar Islam di Jawa, dikenal dengan istilah Walisongo telah lama melihat perkembangan Cirebon sebagai basis dari penyebaran Islam, karenanya Sunan Gunung Jati sebagai orang yang dianggap memiliki riwayat mumpuni sebagai orang yang ilmu agama Islamnya tinggi dianggap bisa mewujudkan misi pengembangan Islam di Jawa. Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah yang pada tahun 1479 M mendapat restu Pangeran Cakrabuana dan dewan Walisongo yang diketuai Sunan Ampel telah menghentikan upeti kepada Pajajaran yang menandakan telah berdirinya Cirebon. Saat itulah Kesultanan Cirebon berdiri terlepas dari Pajajaran dan menjadi Kerajaan yang berdaulat. Dari cerita Kanisah, pada Pupuh kedua belas Sinom, 21 bait. Setelah membaca kitab rahasia yang menjelaskan bahwa lamun sira arep luwi, gegurua ing Mukhamad( jika ingin menjdi manusia istimewa bergurulah kepada Muhammad ), Syarif Hidayat merasa setengah tidak percaya terhadap amanat yang tertera dalam buku itu. Namun, dalam setiap tidurnya, ia selalu bermimpi melihat cahaya yang mengeluarkan suara: e Syarif Hidayat iki, rungunen satutur isun, lamon sira arep mulya, nimbangi keramat Nabi, ulatana sira guguru Mukhamad ( Hai Syarif Hidayat dengarkanlah petunjukku, jika engkau ingin menjadi manusia mulia sehingga dapat mengimbangi keramat nabi, carilah dan bergurulah kepada Muhammad ). Dalam hatinya, ia merasa pedih mengenang nasibnya yang tidak berayah sehingga tidak ada yang dapat menuntun mengkaji ilmu. Meskipun demikian, hatinya teguh hendak menuruti petunjuk kitab dan panggilan mimpi. Ia memohon diri kepada ibunya dan sudah tak dapat dicegah lagi kemauannya. Ia tidak tertarik pada kedudukan sebagai raja. Syarif Hidayat mulai mengembara mencari Nabi Muhammad. Ia berziarah ke patilasan Nabi Musa dan Nabi Ibrahim di Mekah, tetapi belum juga memperoleh petunjuk. Lalu, ia shalat hajat dua rakaat, memuji Tuhan, membaca shalawat nabi, dan mengucapkan taubat. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke gunung Jambini. Di sana, ia bertemu dengan Naga Pratala yang menderita sakit bengkak. Sang Naga minta diobati, dan Syarif Hidayat hanya menjawab : yen lamon isun pinanggi, pasti waras puli kadi du ing kuna ( jika aku benar-benar dapat bertemu dengan Nabi Muhammad pastilah engkau sembuh ). Seketika Naga Pratala menjadi sembuh. Kemudian, ia memberikan sebuah cincin pusaka bernama Marembut yang berkhasiat dapat melihat segala isi bumi dan langit. Oleh Naga Pratala, Syarif Hidayat dianjurkan agar pergi ke pulau Majeti (Mardada) menemui pertapa di sana. Pulau



Mardada dihuni oleh binatang buas dan berbisa yang sedang menjaga sebuah keranda biduri. Di sebuah cabang kay yang tinggi, Syarif Hidayat melihat ada seorang pemuda bernama Syekh Nataullah sedang bertapa. Pemuda itu menjelaskan bahwa tidak ada harapan untuk menemui orang yang sudah tiada, lebih baik berusaha mendapatkan cincin Mulikat yang berada di tangan Nabi Sulaiman. Ia menjelaskan bahwa barang siapa memiliki cincin Mulikat, ia akan menguasai seisi langit dan bumi, serta dihormati oleh umat manusia. Syarif Hidayat kemudian mengajak Syekh Nataullah bersama-sama mengambil cincin tersebut.