Rangkuman SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 11 SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA



Sebelum kedatangan Islam, bangsa Indonesia sudah menganut berbagai kepercayaan seperti animism, dinamisme,dll. Disepakati bahwa agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui Sumatera, selanjutnya penyiaran agama Islam berkembang ke pulau-pulau lain di Nusantara. Tiga fokus pembicaraan mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Pada pertanyaan-pertanyaan ini terdapat perdebatan panjang di antara para ahli sejarah. beberapa teori yang populer tentang masuknya Islam ke Indonesia, masing-masing teori memberikan alasan dan argumentasi masing-masing. Sehingga antara satu teori yang satu dengan teori yang lainnya tdaklah saling bertentangan namun bisa menjadi pelengkap pengetahuan sejarah bangsa kita.



1.



Jalur Masuknya Islam di Indonesia a. Teori Gujarat  Pendapat beberapa sejarawan: 1. Pijnappel yang mengemukakan teori ini, dia mengkaitkan asal mula Islam di Indonesia dengan daerah Gujarat dan Malabar. Menurutnya, orang-orang Arab bermadzhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India yang kemudian membawa Islam ke Nusantara. 2. Piinappel juga menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara lewat pedagang dari Gujarat. Penjelasan ini didasarkan pada seringnya kedua wilayah India dan Nusantara ini disebut dalam sejarah Nusantara klasik. 3. Snouck Hurgronje berpendapat bahwa ketika Islam tiba di beberapa kota pelabuhan Anak Benua India, banyak di antara mereka beragama Islam yang tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara. Kemudian mereka datang ke dunia Melayu (Indonesia) sebagai para penyebar Islam pertama,  Bukti bukti: 1. batu nisan makam Raja Malik al-Saleh yang merupakan raja kerajaan Samudera Pasai, Aceh, batu nisan ini bertuliskan angka tahun 686H/1297M menggunakan nisan yang berasal dari Gujarat, India. 2. batu nisan yang terdapat di makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, batu nisan tersebut memiliki persamaan bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat, India yang sering digunakan oleh pemeluk agama Hindu Gujarat untuk membangun kuil-kuil mereka







kelemahan: 1. pada masa itu India diperintah oleh seorang yang beragama Hindu, sehingga kecil kemungkinan adanya hubungan antara Islam yang berkembang di Indonesia dengan Islam di India pada saat itu yang menjadi minoritas. 2. pemahaman keagamaan atau mazhab yang dianut oleh masyarakat India dan Indonesia. Muslim India yang pada waktu itu masih berjumlah sedikit, sebagian besar penganutnya bermadzhab Hanafi yang Syi’ah sementara Islam yang berkembang di Indonesia bermazhab Syafi’i yang Sunni. 3. meskipun batu nisan Raja Samudera Pasai al-Malik al-Shaleh menggunakan batu dari Cambay, Gujarat India, penggunaan gelar “Al-Malik” merupakan gelar yang berasal dari Arab-Mesir. 4. Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Batu nisannya ditulis dalam bahasa Arab dengan huruf kaligrafi bergaya Kufi, serta merupakan nisan kubur Islam tertua yang ditemukan di Nusantara.



b. Teori Arab  Pendapat para sejarawan: 1. Prof. Hamka. Dia menyatakan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (abad ke 7-8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur perdagangan yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat. 2. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi. 3. Thomas W Arnold juga berpandangan bahwa, para pedagang Arab telah menyebarkan Islam ketika mereka menjadi pemain dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi.  Bukti bukti: 1. ditemukannya adaptasi-adaptasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia atas pengaruh bangsa Arab ini. Misalnya saja dari segi bahasa dan tradisi, misalnya pada kata dan tradisi bersila yang sering dilakukan oleh bangsa Indoensia adalah tradisi yang dilakukan oleh tradisi bangsa Arab atau Persia yang egaliter. 2. Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Batu nisannya ditulis dalam bahasa Arab dengan huruf kaligrafi bergaya Kufi, serta merupakan nisan kubur Islam tertua yang ditemukan di Nusantara. 3. naskah Tiongkok yang dicatat oleh Pendeta Budha I-Tsing yang melakukan perjalanan dari Canton menuju India. Perjalanan teresbut menggunakan kapal Posse dan pada tahun 674M ia singgah di Bhoga (yang sekarang dikenal dengan Palembang, Sumatera Selatan) di Bhoga ia menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatera (Barus) tersebut. Sebagian orang-orang Arab ini diceritakan melakukan perkawinan dengan wanita lokal. Komunitas Arab ini disebutnya sebagai komunitas Ta-Shih dan



Posse. Mereka adalah para pedagang yang telah lama menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya. Karena demi hubungan perdagangan itulah kemudian kerajaan Sriwijaya memberikan daerah khusus untuk mereka. Menurut T.W. Arnold, disamping melakukan perdagangan, anggota komunitas Muslim ini juga melakukan kegiatan-kegiatan penyebaran dakwah Islam. c.



Teori Persia  Pendapat para sejarawan: 1. Pembangun teori Persia ini adalah Hoesein Djajaningrat. Ia berpendapat bahwan teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia  Bukti bukti: 1. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro. 2. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj. 3. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi Harakat. 4. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik. 5. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.



d. Teori Cina  Pendapat para sejarawan: 1. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik (sumber luar negeri) pada masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. 2. KH.Abdurrahman Wahid yang menyatakan bahwa Terdapat tiga gelombang kedatangan Islam di Nusantara. Gelombang pertama berasal dari perwiraperwira atau tokoh-tokoh Islam di Cina.  Bukti bukti: 1. Teori Cina didasarkan pada sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat). Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. 2. masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. 3. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik menurut catatancatatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.



2.



Strategi Dakwah dan Perkembangan Islam di Indonesia a. Perdagangan Globalisasi perdagangan menjadi saluran bagi masuknya berbagai pengaruh tradisi besar di kawasan Asia Tenggara. Salah satunya adalah ajaran Islam. Berdasarkan data sejarah yang diambil Tome’Pires bahwa perdagangan merupakan media dakwah yang paling banyak dilakukan oleh para penyebar agama Islam di Indonesia, setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping berdagang mereka juga menyiarkan agama Islam. Di beberapa tempat para bupati yang ditugaskan di daerah pesisir oleh kerajaan Majapahit banyak yang kemudian memeluk Islam. Para bupati tersebut memeluk Islam selain karena faktor politik yang sedang tidak stabil di kekuasaan Majapahit, namun juga karena faktor hubungan ekonomi yang baik dengan para pedagang muslim. Dan akhirnya memberikan kekuatan secara ekonomi bagi para saudagar muslim dan mengukuhkan kebaradaan mereka sebagai mitra para bupati dan penduduk setempat. Kekuatan ini memberikan pengaruh secara sosial maupun psikologis yang dengan sendirinya memudahkan agama Islam dapat diterima oleh para bupati dan penduduk setempat. b. Perkawinan Jalur perdagangan internasional yang dikuasai oleh para pedagang muslim menjadikan para pedagang Islam memiliki kelebiahn secara ekonomi. Para pedagang muslim yang tertarik dengan wanita-wanita Indonesia yang ingin menikah mensyaratkan agar para wanita tersebut haruslah memeluk Islam sebagai prasayarat dalam sebuah pernikahan. Dari pernikahan ini selain menjadikan penganut agama Islam semakin banyak juga semakin mengukuhkan generasi-generasi Islam di Indonesia. Selain pernikahan antar pribumi dengan saudagar muslim juga ada pernikahan antara keluarga bangsawan dengan keluarga parasaudagar muslim. Yang tentu akan semakin menguatkan posisi tawar mereka di masyarakat. c. Pendidikan Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan inilah para ulama semakin menguatkan posisi agama Islam dengan pengajaran-pengajaran ajaran agama Islam. Yang membuat islam semakin diminati masyarakat pribumi dalam hal pendidikan ialah di dalam agama Islam tidak dikenal perbedaan status sosial antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga semua orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini berbeda dengan di agama Hindu dan Budha kala itu, mereka memiliki



strata sosial yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya dalam bentuk penggolongan kasta-kasta. Para penganut agama Hindu dan Budha yang merasa tidak mendapat akomodasi dalam hal pendidikan di komunitas agamanya akan memilih memeluk Islam dan akhirnya semakin meningkatkan jumlah masyarakat yang memeluk Islam. d. Tasawuf Para sufi memiliki sifat dan berbudi pekerti yang baik sehingga memudahkan mereka bergaul dan memahami masayarakat setempat. Mereka memahami kemiskinan dan keterbelakangan sekaligus juga memahami kesehatan spiritual masyarakat. Mereka juga memahami hal magis yang menjadi satu bidang yang digandrungi masyarakat yang menganut paham animisme dan dinamisme kala itu, hal menjadikan para sufi ini mampu melihat celah yang dapat dimasuki ajaran-ajaran Islam. Di antara para sufu yang memberikan ajaran Islam kepada masyarakat adalah Hamzah Fansury dari Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung dari Jawa. Bahkan pengikutnya masih banyak hingga kini. e. Kesenian dan Budaya Para tokoh Muslim. seperti WaliSanga mengajarkan agama Islam menurut bahasa dan adat istiadat setempat. Mereka inilah yang memiliki peran besar dalam menyebarkan dan mengembangkan Islam di Indonesia. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti WaliSanga untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik kepada ajaran-ajaran Islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik karena media kesenian itu.



3. Masa Perkembangan Islam di Indonesia a. Masa Perkembangan Islam di Indonesia Pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.



Bila penguasa memeluk agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti ketika di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaankerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. b. Masa penjajahan Akibat penjajahan bangsa Barat atas wilayah Islam yang tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini. menimbulkan banyak kerugian yang dialami Islam pada masa itu baik dari materi maupun non materi yang menimbulkan imperialisme dengan bentuk penindasan, penghisapan dan perbudakan di wilayah Islam. Hal ini terjadi karena kondisi umat Islam yang sedang mengalami kemunduran. Sehingga bangsa Barat menggunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di Indonesia yang sangat berdampak negatif dalam bidang agama murni, kemasyarakatan serta politik terhadap dunia Islam nusantara 4. Gerakan dan organisasi Islam Keadaan organisasi islam pada masa kepemerintahan hindia belanda mulai berkembang ketika tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan Barat, serta gagasangagasan aliran pembaruan Islam di Mesir. Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam. Perkumpulan politik yang timbul menyebabkan persaingan antara partai-partai politik yang mengakibatkan putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan antara dua kubu, yaitu para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional. Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga perantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang menguntungkan kaum muslimin, yaitu:



1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda. 2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943. 3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.



5. Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia 1. Hamzah Fansuri hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590. Pernah belajar di Fansur-Aceh, India, Persia, Mekkah dan Madinah. ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra Arab. 2. Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari Sayid Ba Alwi bin Abdullah Al-‘allaham, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani, Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati, dan lain sebagainya. 3. Syaikh Abdussamad Al-Palimbani merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan. Ayahnya bermama Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis AlBatawi dan Daud Al-Tatani. 4. Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani lahir di Tanar, Serang, Banten, beliau wafat pada tahun 1897 M/1314 H. ia dan kedua saudaranya, Tamim dan Ahmad, di didik oleh ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. ia juga belajar dari Haji Sabal, dan dari Raden Haji Yusuf di Purwakarta Jawa Barat. Kemudian pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia berguru pada Sayid Ahmad bi Sayid Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali. ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.



6. Perkembangan islam di berbagai daerah 1. Perkembangan Islam di Sumatera Sejak abad ke-7 M, kawasan Asia tenggara mulai berkenalan dengan tradisi Islam. Ini terjadi karena para pedagang muslim, yang berlayar di kawasan ini, singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di semenanjung Melayu dan nusantara. Di Indonesia, kehadiran Islam secara lebih nyata terjadi sekitar akhir abad 13 M, yakni dengan adanya makam Sultan Malik alSaleh, terletak di kecamatan Samudra di Aceh utara. Pada makam tersebut tertulis bahwa dia wafat pada Ramadhan 696 H/1297 M. Dalam hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, dua teks Melayu tertua Malik Al-Saleh digambarkan sebagai penguasa pertama Kerajaan Samudra Pasai (Hill, 1960; Ibrahim Alfian, 1973, dalam artikelAmbary). Berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M merupakan bukti masuknya Islam di Sumatera, selain kerajaan Samudra Pasai juga ada kerajaan Perlak, dan kerajaan Aceh. pada tahun 1978, peneliti Pusat Riset Arkeologi Nasional Indonesia telah menemukan sejumlah batu Nisan di situs Tuanku Batu Badan di Barus. Yang terpenting dari temuan itu adalah makam yang mencantumkan sebuah nama, yaitu Tuhar Amsuri, yang meninggal pada 19 Safar 602 H, sebagaimana ditafsirkan oleh Ahmad Cholid Sodrie dari pusat Riset Arjeologi Nasional, tapi ada penafsiran lain yang mengemukakan bahwa Tuhar Amsuri meninggal pada 19 Safar 972. Tapi dari temuan Arkeologis di barus dikatakan bahwa batu nisan Tuhar Amsuri tertanggal 602 lebih awal dari batu nisan Sultan As-Salih yang tertanggal 696 H. Ini berarti jauh sebelum kerajaan Samudra Pasai, sudah ada masyarakat Muslim yang tinggal di Barus, salah satu tempat di sekitar pantai barat Sumatera (Tjandrasasmmita,15-16). 2. Perkembangan Islam di Kalimantan agama Islam yang masuk ke Kalimantan Selatan berkembang pada masa permulaannya di kalangan masyarakat yang sebelumnya telah dipengaruhi oleh unsur-unsur Kaharingan dan Syiwa-Budha. Agama Islam yang masuk itu kemudian dianut oleh sebagian besar masyarakat Kalimantan Selatan,yang sebelumnya telah menganut kepercayaan Kaharingan, agama Syiwa-Budha atau syncritisme dari agama-agama tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran-ajaran Islam yang mula-mula berkembang di daerah Kalimantan Selatan ini, menghadapi pengaruh dari unsur-unsur kepercayaan tersebut. Untuk itu dapat diikuti kutipan berikut, yakni kebiasaan lama yang dikenal oleh masyarakat di daerah Banjar: “Orang meminta selamat ketika mendirikan rumah, sembuh dari sakit, berlindung dari bahaya yang ditakuti atau ada hajat yang ingin dikabulkan dan sebagainya, lalu dibutlah nasi ketan yang ditempa-tempa seperti bentuk stupa dengan inti di puncaknya, bentuk stupa seperti yang pertama kali dibangun oleh Asoka, atau bentuk gunung mythologis perlambang pusat dunia dan keindahan, suatu yang dianggap keramat oleh pemeluk Hindu-Budha.



Upacara sajenan seperti itu tidak diberantas oleh penyiar Islam di waktu itu, hanya mantera-mantera yang semula ditujukan kepda roh gaib dan dewa-dewa diganti dengan do’a dan zikir kepada Allah. Upacara seperti ini di Kalimantan Selatan dikenal dengan sebutan “halarat”, demikian juga “batumbang”, “baanjur-anjur dengan 40 macam juadah”, adalah sesajen zaman pra Islam. Acara “badudus”, “mandi-mandi”, dan “baayun anak” adalah adat di zaman Hindu yang kemudian dituang dalam tuangan Islam dengan bacaan shalawat kepada Nabi.” Kehidupan Islam yang berkembang di masyarakat Banjar seperti yang digambarkan di atas menjalani masa yang cukup lama. Orang Banjar pada umumnya menjunjung tinggi ajaran Islam, tetapi dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ibadah dan amaliah masih banyak yang belum dapat melepaskan diri dari tradisi-tradisi kepercayaan dan agama yang berkembang sebelumnya. Memasuki abad ke 17 Banjarmasin telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Hal ini terjadi sehubungan dengan tindakan Kerajaan Mataram yang telah menyerang dan menghancurkan kota-kota pantai di utara Jawa, sehingga pedagang-pedagang pindah secara besar-besaran ke Makasar dan Banjarmasin. Dan pada waktu itu pula terjadi perubahan jalan dagang ke Maluku melalui Makasar, Kalimantan Selatan, Patani dan Cina, atau dari Makasar dan Banten ke India. Pada waktu itu orang Banjar sudah banyak yang melakukan pelayaran berdagang ke luar daerah. Tradisi berlayar ini memberikan kemungkinan kepada orang Banjar untuk melakukan ibadah haji ke Mekah dengan menggunakan kapal-kapal sendiri. Mereka yang pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah tersebut, biasanya tinggal beberapa tahun di sana sambil belajar pengetahuan agama. Mereka itu kemudian pulang dengan membawa pengetahuan dan kitab-kitab dari Mekah. Semakin banyak orang Banjar yang datang dari Mekah semakin banyak pandangan-pandangan baru yang masuk ke daerah ini. Di antara pandangan-pandangan baru yang masuk tersebut terdapat ajaran Sofi Al Hallaj, yang pernah diajarkan oleh Abdul Hamid di daerah ini. Selain itu telah masuk pula faham Syiah bersama para pedagang Arab dari suku Baalwi ke daerah ini. Sisasisa dari faham tersebut masih terdapat tradisi orang Islam di daerah ini, seperti pemakaian gelar Sayyid, penghormatan yang khusus terhadap turunan Ali dngan melakukan acara-acara tertentu, dan lain sebagainya. Di samping hal-hal tersebut di atas, maka pada waktu orang-orang Banjar telah banyak yang pergi haji tersebut, masuk juga nilai-nilai baru dalam aliran Ahlussunnah wal Jama’ah aliran Islam yang telah berkembang sebelumnya.



Tetapi sampai pada awl abad ke 18 nilai-nilai baru yang masuk bersama orang-orang yang datang dari Mekah tersebut tidak banyak tampak dalam masyarakat. Usaha pembaharuan dan penybaran agama Islam yang bersumber langsung dari Mekah tersebut baru dimulai pada pertengahan abad ke 18, yakni oleh seorang ulama kelahiran Martapura yang lebih 30 tahun memperdalam ilmu agama di Mekah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.