Rangkuman Soca Blok 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RANGKUMAN SOCA BLOK 4 SKENARIO 1 ANEMIA DEFISIENSI BESI 1. Mengapa pasien berwajah pucat, mengeluh lemas, dan mudah lelah? Jawab: Karena ketika nilai hb turun, maka transport oksigen ke dalam sel-sel tubuh akan terganggu dan metabolisme tubuh pun akan terganggu sehingga tubuh menjadi lemas dan mudah lelah. Fungsi hb sendiri yaitu untuk mengedarkan oksigen dari paru-paru dan membawa karbondioksida dari seluruh tubuh. Kadar besi yang ada di dalam hb memberikan warna merah dalam darah, maka saat nilainya turun akan menyebabkan tubuh tampak pucat dan membran mukosa, salah satunya yaitu conjungtiva menjadi tampak anemis.



2. Apa hubungan antara tidak pernah sarapan pagi dan makan seadanya dengan pucat, lemas, dan mudah lelah? Jawab : Tidak pernah sarapan pagi dan makan seadanya berhubungan dengan asupan nutrisi yang berpengaruh terhadap kurangnya zat gizi untuk tubuh. Dalam proses eritrpoiesis dibutuhkan logam seperti besi, mangan, kobalt, vitamin seperti vitamin B12 (asam folat), vitamin C, vitamin E, vitamin B6, tiamin, riboflavin, asam pantotenat. Hormon yang berpengaruh yaitu eritropoetin, estrogen, tiroksin. Jika kekurangan nutrisi maka akan mengganggu proses eritropoiesis.



3. Mengapa konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik? Jawab : Konjungtiva anemis adalah salah satu tanda kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal, sedangkan sklera tidak ikterik karena kadar bilirubin tidak meningkat.



4. Mengapa tidak mengalami nafas cuping hidung dan retraksi dinding dada? Jawab : Karena kedua hal tersebut bukan termasuk gejala umum anemia. Nafas cuping hidung dan retraksi dinding dada menunjukkan adanya gangguan dalam proses respirasi (sesak nafas)



5. Bagaimana cara menghitung MCV, MCH, MCHC? Sebutkan beserta nilai normal!



Jawab : -



Nilai hemoglobin normal Untuk laki-laki yaitu 13,4-17,6 g/dl, untuk perempuan yaitu 12,0-15,4 g/dl



-



Nilai TIBC normal adalah 300-360 µg/dl.



-



Rumus perhitungan MCV (Mean Corpucular Volume) MCV = Nilai hematokrit (vol %) x 10 ∑ eritrosit (juta/uL)



-



Nilai MCV normal yaitu 81-96 µm/eritrosit.



-



Rumus perhitungan MCH (Mean Corpucular Hemoglobin) MCH = Nilai Hemoglobin (gr%) x 10 ∑ eritrosit (juta/uL)



-



Nilai MCH normal yaitu 27-31 pg/eritrosit.



-



Rumus perhitungan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) MCHC = Nilai hemoglobin(%) ∑ hematokrit (vol%)



-



Nilai MCHC normal yaitu 30-36 g/dl eritrosit.



6. Bagaimana proses eritropoiesis, hematopoiesis dan destruksi eritrosit? Jawab : Eritropoiesis



Hematopoiesis



Destruksi eritrosit



Ketika eritrosit menua, selnya akan menjadi lebih kaku dan rapuh. Hemoglobin difagositosis oleh makrofag terutama di limpa, hati, dan sumsum tulang kemudian komponen asam amino diangkut melalui plasma ke sumsum tulang dimana asam amino dapat digunakan dalam sintesis hemoglobin baru dan membentuk eritrosit. Kemudian zat besi yang ada



digunakan untuk memperbaiki apabila terdapat kerusakan pada eritrosit. Cincin porfirin hemoglobin yang berguna mengikat zat besi mengalami perubahan struktur kimiawi dan berubah menjadi bilirubin. Bilirubin ditransportasikan ke hati dan disekresikan di empedu lalu dikeluarkan melalu feses sebagai sterkobilinogen dan melalui urin sebagai urobilinogen.



7. Mengapa nilai hb, MCV, MCH, MCHC turun sedangkan nilai TIBC meningkat? Jawab : NO 1



2



3



JENIS TEST



PENGUJIAN



HASIL



SDM, SDP,



Menguji bentuk, ukuran dan



Apabila TURUN



dan Platelet



karakteristik pada sel darah



indikasi anemia



Perbedaan



Mengidentifikasi 5 tipe WBC



Perbedaan SDP



SDP



pada tiap sampel



indikasi anemia



Jumlah oksigen pembawa



Apabila TURUN



protein tersimpan dalam darah



indikasi anemia



Hemoglobin



Apabila NAIK, anemia kekurangan 4



MCV



Mengukur ukuran rata rata



B12



SDM



Apabila TURUN, anemia kekurangan FE



5



6



MCH



MCHC



Mengukur kandungan oksigen



Apabila TURUN



yang dibawa SDM



indikasi anemia



Total konsentrasi hemoglobin di dalam SDM



Mengukur kandungan kadar 7



TIBC



zat besi yang bisa ditemukan dalam transferrin



Konsentrasi abnormal indikasi anemia Hasil abnormal pada test, indikasi anemia defisiensi besi



Nilai Hb turun dikarenakan kurangnya zat besi yang dikonsumsi atau diserap tubuh dimana zat besi merupakan unsur pembuatan warna merah pada hemoglobin. Turunnya Hb pada darah mengakibatkan menurunnya O2 yang diedarkan ke seluruh tubuh. Sehingga tubuh secara tidak langsung kekurangan O2.



Dalam hal ini, nilai MCH MCV dan MCHC turun dikarenakan nilai Hb yang turun, dimana pembentukan Hb berbahan dasar zat besi. Nilai MCH MCV dan MCHC ialah nilai rata-rata eritrosit yang dalam pencarian nilainya melibatkan nilai Hb itu sendiri. Sedangkan nilai TIBC yang tinggi disebabkan tidak adanya zat besi yang diikat. Sehingga nilai TIBC naik. TIBC atau kapasitas pengikatan besi total digunakan untuk mengukur kemampuan transferin plasma membawa besi dari saluran cerna atau persediaan besi ke sumsum tulang.



8. Jelaskan prosedur pemeriksaan hb, MCV, MCH, MCHC! Jawab : (BACA BUKU PRAKTIKUM PK BUAT PERHITUNGAN HB, HEMATOKRIT, JUMLAH ERITROSIT) Jika sudah didapatkan nilai hb, hematokrit, dan jumlah eritrosit lalu masukkan ke dalam rumus MCV, MCH, MCHC



9. Mengapa hanya diberikan obat sulfat ferrosus dan bukan transfusi darah? Jawab : Obat sulfat ferrosus diberikan untuk meningkatkan kadar besi di dalam tubuh. Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb) sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah menimbulkan anemia hipokromik mikrositik. Zat besi disimpan dalam sel-sel mukosa intestinal sebagai ferritin sampai dibutuhkan tubuh. Defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan darah akut atau kronik, pemasukan yang kurang selama periose pertumbuhan cepat anak-anak, menstruasi atau wanita hamil. Karena itu, keadaan ini merupakan akibat keseimbangan negatif besi yang disebabkan habisnya simpanan besi dan pemasukan yang tidak cukup. Tidak diberikan transfusi darah karena tidak terdapat indikasi transfusi darah diantaranya ketika nilai hemoglobin kurang dari 7 g/dl.



10. Jelaskan farmakokinetik, farmakodinamik, indikasi, efek samping obat sulfat ferrosus! Jawab : a. Farmakokinetik obat sulfat ferrosus Fe diabsorpsi melalui saluran cerna, terutama di jejunum proksimal dan duodenum. Setelah diabsorbsi, Fe dalam darah diikat oleh transferin yang kemudian diangkut ke berbagai jaringan untuk dimetabolisme. Jumlah Fe yg diekskresi setiap hari sedikit



sekali, sekitar 0,5 - 1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, Selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yg dipotong. b. Indikasi obat sulfate ferrosus diberikan pada seseorang yang mengalami anemia defisiensi besi. Dosis yang diberikan yaitu 3 x 200 mg/hari. c. Efek samping obat sulfate ferrosus yaitu bisa menyebabkan gangguan pada traktus gastrointestinal berupa respon mual dan muntah. d. Farmakodinamik obat sulfat ferrosus Ikatan kompleks dengan protein merupakan bentuk ikatan kuat dalam bentuk organik yaitu sebagai ikatan non-ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion Fe di dalam tubuh merupakan fungsional/esensial dan 30% Fe nonesensial. Fe esensial : - Hb 60% - Myoglobin 8% - Enzim (berfungsi dalam transferin) 0,5% - Transferin 0,1% Absorpsi Absorpsi Fe mulai saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan jejunum proksimal,makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transpornya melalui sel mukosa usus terjadi secara transporaktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum,bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah,maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sum-sum tulang eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia. Pada individu normal efeisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% atau sekitar 0,51 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan Fe meningkat. Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita menstruasi, pada wanita hamil dapat menjadi 3-4 mg/hari.kebutuhan Fe juga meningkat pada bayi dan remaja. Absorpsi dapat ditingkatan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.



Fe yang terdapat pada makanan hewani misalnya daging umumnya diabsorpsi lebih mudah dibandingkan dengan makanan nabati. Fe yang didapatkan pada hemoglobin dan mioglobin daging lebih mudah diabsorpsi karena diabsorpsi dalam bentuk utuh, tidak memerlukan pemecahan lebih dahulu menjadi elemen Fe. Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain itu,bila Fe diberikan sebagai obat,bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya. Distribusi Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1-glubolin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama kesum-sum tulang depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis, dan juga berfungsi sebagai gudang Fe. Metabolisme Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe mengikat suatu protein yang disebut apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sum-sum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sum-sum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis. Bila Fe diberikan IV,cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati,sedamgkan setelah pemberian per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang berlebihan pula. Ekskresi Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali biasanya sekitar 0,5-1 mg seehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah



yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah ekskresi Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.



11. Jelaskan macam-macam anemia! Jawab : -



Anemia berdasarkan morfologi eritrosit



A. Anemia mikrositik hipokrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia mikrositik hipokrom yaitu berkurangnya zat besi (anemia defisiensi besi), berkurangnya sintesis globin (thalasemia dan hemoglobinopati), berkurangnya sintesis heme (anemia sideroblastik) a.



Anemia defisiensi besi



Gejala anemia defisiensi besi di golongkan menjadi tiga golongan besar : 



Gejala umum, di sebut juga sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi



apabila kadar hb turun di bawah 7-8 g/dl. gejala ini berupa badan lemas, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia ini hb turun secara perlahan-lahan. Pada pemeriksaan fisik di jumpai pasien yang pucat, terutama konjungtiva dan jaringan bawah kuku. 



Gejala khas defisiensi besi



a)



koilonychia : Kuku sendok, kuku menjadi rapuh.



b)



atrofi papil lidah : Permukaan lidah menjadi licin karena papil lidah menghilang.



c)



stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga mulut menjadi



pucat. d)



disfagia : nyeri menelan







Gejala penyakit dasar, misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang di



jumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning. b.



Anemia penyakit kronik







Penyakit ini banyak di hubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi



pada paru-paru, ginjal. 



Inflamasi kronik







Neoplasma



B. Anemia normositik normokrom Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit. Contohnya anemia pernisiosa, disebabkan karena ketidakmampuan tubuh menyerap vitamin B12 yang masuk melalui makanan dari saluran cerna misalnya defisiensi faktor intrinsik suatu bahan khusus yang disekresikan lapisan lambung. C. Anemia makrositik hiperkrom Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia) a.



Defisiensi vitamin B12



Adanya gangguan absorpsi vitamin yang yang merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien ini akan di jumpai penyakit-penyakit autoimun lainnya. b.



Defisiensi asam folat



Gejala dan tanda pada anemia defisiensi asam folat dengan anemia defisiensi vitamin B12, yaitu anemia megaloblastik dan perubahan megaloblastik pada mukosa mungkin dapat di temui gejala-gejala neurologis, seperti gangguan kepribadian dan hilangnya daya ingat. D. Anemia karena perdarahan a.



Perdarahan akut, Perdarahan yang mendadak biasanya perdarahan yang di sebabkan



oleh kecelakaan. b.



Perdarahan kronis, pengeluaran darah yang sedikit demi sedikit sehingga tidak di



ketahui oleh pasien. E. Anemia hemolitik Disebabkan karena pecahnya eritrosit yang berlebihan dalam sirkulasi darah. Ciri khas nya adalah terjadi organomegali kemudian hipertrofi spleen karena bekerja terlalu keras F. Anemia aplastik Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang memproduksi sel darah -



Anemia berdasarkan etiologi



A. Gangguan produksi eritrosit (anemia mikrositik hipokrom, anemia makrositik, anemia aplastik)



B. Kehilangan eritrosit dari tubuh (anemia karena perdarahan) C. Peningkatan penghancuran eritrosit (anemia hemolitik)



12. Jelaskan tentang golongan darah! Jawab : Golongan darah bergantung pada antigen permukaan pada eritrosit. Antigen adalah molekul kompleks berukuran besar yang memicu respons imun spesifik melawa dirinya sendiri ketika mendapatkan jalan masuk ke dalam tubuh. Contohnya, antigen ditemukan pada permukaan sel asing seperti bakteri yang menginvasi. Sel darah putih golongan tertentu mengenali antigen dan menghasilkan antibody yang spesifik untuk melawan bakteri tersebut. Antibodi berikatan dengan antigen spesifik yang terhadapnya antibodi dihasilkan dan memicu destruksi antigen melalui berbagai cara. Karena itu, tubuh menolak sel yang membawa antigen yang tidak cocok dengan antigen dirinya.



Membran permukaan eritrosit manusia mengandung antigen yang diturunkan yang bervariasi bergantung pada golongan darah. Di dalam sistem penggolongan darah utama, sistem ABO, eritrosit orang dengan golongan darah A mengandung antigen A, golongan darah B mengandung antigen B, golongan darah AB mengandung antigen A dan B, dan orang dengan golongan darah O tidak memiliki antigen permukaan eritrosit A atau B. Antibodi yang melawan antigen eritrosit yang tidak ada pada eritrosit tubuh sendiri, mulai muncul pada plasma manusia setelah bayi berusia 6 bulan. Oleh sebab itu, plasma golongan darah A mengandung antibodi anti-B, golongan darah B mengandung antibody anti-A, tidak ada antibodi yang terkait sistem ABO terdapat pada golongan darah AB, dan kedua antibodi antiA dan anti-B terdapat pada golongan darah O



GOLONGAN DARAH ABO GOLONGAN DARAH



ANTIGEN



ANTIBODI



A



A



ANTI B



B



B



ANTI A



O



-



ANTI A dan ANTI B



AB



A dan B



-



Produksi antibodi melawan antigen A atau B diinduksi hanya jika darah mengandung antigen asing diinjeksikan ke dalam tubuh. Namun, kadar tinggi antibodi ini ditemukan pada plasma orang yang tidak pernah terpajan dengan golongan darah yang berbeda. Oleh sebab



itu, ini dikatakan antibodi yang yang terbentuk secara alami yaitu, dihasilkan tanpa terpajan terhadap antigen apapun. Saat ini, Ilmuwan mengetahui bahwa manusia secara rutin terpajan sejak kecil terhadap sejumlah kecil antigen menyerupai -A- dan -B yang terkait dengan bakteri usus yang biasa dan tidak berbahaya. Antibodi yang dihasilkan melawan antigen yang hamper identik untuk golongan darah asing, bahkan pada pajanan pertama.



Jika seseorang diberikan darah dengan golongan yang tidak sesuai, terjadi dua interaksi antigen-antibodi. Sejauh ini, konsekuensi yang lebih serius datang dari efek antibodi dalamplasma resipien terhadap eritrosit donor yang akan dimasukkan. Efek antibodi donor terhadap antigen terikat-eritrosit resipien kurang penting kecuali ditransfusikan dalam jumlah yang besar karena antibodi donor terlarut pada plasma resipien sehingga hanya terjadi sedikit kehancuran sel darah merah pada resipien. Interaksi antibodi dengan antigen terikat-eritrosit dapat menghasilkan aglutinasi (penggumpalan) atau hemolisis (pecah) sel darah merah yang diserang. Aglutinasi dan hemolisis sel darah merah donor oleh antibodi dalam plasma resipien kadang dapat menyebabkan reaksi transfusi yang fatal.



Gumpalan aglutinasi dari sel donor yang diterima dapat menyumbat pembuluh darah kecil. Selain itu, salah satu konsekuensi mematikan dari ketidakcocokan transfusi adalah gagal ginjal akut yang disebabkan oleh pelepasan sejumlah besar hemoglobin dari eritrosit donor yang pecah. Jika hemoglobin yang bebas di plasma meningkat melebihi kadar kritis, hemoglobin bebas akan mengendap di ginjal dan menyumbat struktur penghasil urine, yang menyebabkan gagal ginjal akut.



Karena individu bergolongan darah O tidak memiliki antigen A atau B, eritrosit mereka tidak akan diserang oleh antibodi anti-A atau-B, jadi mereka disebut donor universal. Darah mereka dapat ditransfusikan kepada orang dengan berbagai jenis golongan darah. Namun, individu dengan golongan darah O hanya dapat menerima golongan darah O karena antibodi anti-A dan anti-B dalam plasma mereka akan menyerang baik antigen A maupun B dalam darah yang akan diterima.



Sebaliknya, individu golongan darah AB disebut resipien universal. Ketiadaan antibodi anti-A dan anti-B membuat mereka dapat menerima golongan darah jenis apapun meskipun mereka hanya dapat mendonorkan darah mereka ke orang dengan golongan darah sejenis. Karena eritrosit mereka memiliki antigen A dan B, sel mereka akan diserang jika ditransfusikan ke individu dengan antibody yang melawan antigen ini. Namun, istilah donor



universal dan resipien universal sering disalahartikan. Selain sistem ABO, banyak antigen eritrosit dan antibodi plasma lainnya yang dapat menyebabkan reaksi transfusi, yang terpenting di antaranya adalah faktor Rh.



13. Sebutkan indikasi transfusi darah! Jawab : -



Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan



-



Anemia kronis



-



Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen



-



Plasma loss atau hipoalbuminemia



-



Kehilangan sampai lebih dari 30% EBV, diberi cairan elektrolit dan transfusi (jika Hb < 8gr/dl)



14. Sebutkan jenis-jenis transfusi darah! Jawab : -



Darah lengkap (Whole Blood)



Satu unit darah (250-450 ml) dengan antikuagulan sebanyak 15 ml setiap 100 ml. Dilihat dari masa penyimpanannya, dibagi 2 jenis yaitu : a. Darah segar (fresh blood) yaitu darah disimpan kurang dari 6 jam, maih lengkap dengan trombosit dan faktor kuagulan. b. Darah yang disimpan (store blood), darah yang sudah disimpan lebih dari 6 jam. Indikasi : untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma darah dalam waktu bersamaan. Misalnya pada pendarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25-30% volume darah total, syok hemoragik (keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah yang cukup karena volumenya kurang) -



Packed Red Cell (PRC)



Darah didapatkan sehingga mencapai hematokrit 65-70% yg berarti menghilangkan 125-150 ml plasma darah dari setiap 1 unitnya. Indikasi : untuk meningkatkan jumlah eritrosit pada pasien dengan gejala anemia, yang memerlukan massa eritrosit pembawa oksigen saja. Misalnya pada pasien penderita gagal ginjal atau anemia karena keganasan, anemia defisiensi besi -



Washed Red Cell



Sel darah merah dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80% dengan volume 180 ml.



Indikasi : untuk mencegah febris dan alergi pada protein plasma -



Konsentrasi Trombosit (Platelet Concentrate)



Satu kantong konsentrat trombosit berisi 5,5 x 1010 trombosit dengann volume 50 ml. Harus ditempatkan di tempat yang tepat untuk menjamin keoptimalan fungsi yaitu pada suhu sekitar 20-24OC. Indikasi untuk mengatasi keadaan trombositopenia berat. Misalnya pada leukemia akut, anemia aplastik dan Purpura Idiopatik Trombositopenik. -



Fresh Frozen Plasma



Mengandung plasma dan faktor koagulan labil (faktor V dan faktor VIII), dibekukan dalam 8 jam dan disimpan pada suhu -20OC dapat bertahan selama 1 tahun. Memiliki volume 200-250 ml. Indikasi : untuk gangguan pembekuan darah, bila tidak ada cryopresipitate, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multiple antara lain penyakit hati, Disseminated Intravascular Coagulation dan Purpur Trombotik Trombositopenik. -



Cryoprecipitate



Mengandung faktor VIII (80-100 ml/unit), faktor von willebrand, fibrorectin dan fibrinogen (150-300 mg/kantung). Indikasi : untuk hemofilia A, penyakit von willebrand dan sumber fibrinogen pada acute defibrinogen syndrome.



15. Jelaskan tentang anemia defisiensi besi dan dasar diagnosisnya! Jawab : Adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositik dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. Etiologi a. Anemia defisiensi dapat disebabkan karena pendarahan menahun yang berasal dari: - Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. - Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia - Saluran kemih : hematuria - Saluran nafas : hemoptoe



b. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). c. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. d. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.



Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir indentik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab pendarahan paling sering pada laki-laki ialah pendarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhgia. Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Patogenesis Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kkebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi



kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja lainnya. Manifestasi Klinis -



Gejala umum anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)



dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. -



Gejala khas anemia defisiensi besi



a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok. b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. -



Gejala penyakit dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi



penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat kanker colon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi tersebut. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta



kemungkinan untuk dapat menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya. Diferensial diagnosis Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti : anemia akibat penyakit kronik, thalasemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel.



Keterangan



Derajat anemia



Anemia



Anemia



defisiensi



penyakit



besi



kronis



Ringanberat



Thalasemia



Anemia sideroblastik



Ringan



Ringan



Ringan-berat



MCV



Menurun



Menurun



Menurun



Menurun



MCH



Menurun



Menurun



Menurun



Menurun



Besi serum



Menurun



Menurun



Normal



Normal



TIBC



Meingkat



Menurun



Normal



Normal



Menurun



Menurun



Meningkat



Meningkat



Negatif



Negatif



Positif kuat



Positif



Meningkat



Meningkat



Normal



Normal



Saturasi transferin Besi sumsum tulang Protoporfirin eritrosit



Penatalaksanaan 1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacemen theraphy). a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus. b. Terapi besi parenteral Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi : .



Intoleransi terhadap pemberian oral



.



Kepatuhan terhadap berobat rendah



.



Gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi



.



Penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi



.



Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral.



.



Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi.



.



Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.



Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. c. Pengobatan lain 



Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani.







Vitamin C : vitamin C diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.



16. Bagaimana peran Fe dalam biosintesis hb? Jawab : Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah) yaitu sintesis hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hemoglobin terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Besi bebas terdapat dalam dua bentuk yaitu ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Konversi kedua bentuk tersebut relatif mudah. Pada konsentrasi oksigen tinggi, umumnya besi dalam bentuk ferri karena terikat hemoglobin sedangkan pada proses transport transmembran, deposisi dalam bentuk feritin dan sintesis heme, besi dalam bentuk ferro. Dalam tubuh, besi diperlukan untuk pembentukkan kompleks besi sulfur dan heme. Kompleks besi sulfur diperlukan dalam kompleks enzim yang berperan dalam metabolisme energi. Heme tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di sentral cincin yang berperan mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam eritrosit dan mioglobin dalam otot.



SKENARIO 2 LIMFADENITIS TUBERKULOSIS 1. Mengapa dapat timbul benjolan di leher? Jawab : Karena adanya tambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah bening.Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh getah bening yang melewatinya. Oleh karena dilewati aliran getah bening yang dapat membawa antigen berupa mikroba/benda asing dan memilki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka KGB dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut. Selain itu, bisa karena adanya penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KGB seperti limfosit, sel plasma, monosit, histiosit, neutrofil yang berguan untuk mengatasi infeksi di KGB



2. Mengapa benjolan kemerahan, hangat, dan nyeri saat disentuh? Jawab : Pada bagian leher terjadi inflamasi yang ditandai dengan munculnya benjolan, terasa nyeri, hangat bila diraba dan akan mengalami fungsiolesa. a. Benjolan/tumor Pembengkakan disebabkan oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah menuju ke ruang interstitial. b. Nyeri/dolor Disebabkan karena adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan local yang dapat menimbulkan rasa nyeri, adanya pengerluaran zat-zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri. c. Kemerahan/rubor Terjadi karena arteri yang mengedarkan darah ke daerah tersebut mengalami vasodilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera. d. Hangat/kalor Disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lainnya. e. Fungsiolesa



Merupakan gangguan fungsi dan jaringan yang terkena inflamasi. 3. Apa artinya konsistensi lunak dan tidak terdapat fluktuasi? Jawab : Bila benjolan pada kelenjar getah bening dengan konsistensi lunak mengarahkan kepada proses terjadi infeksi selanjutnya tidak adanya fluktuatif mengarahkan kepada tidak terjadinya abses/nanah.



4. Apa hubungan batuk yang tak kunjung sembuh dengan benjolan di leher? Jawab : Batuk tidak kunjung sembuh mengarah pada TBC. TBC menyerang kelenjar getah bening. TBC dibagi menjadi 2, ada TBC paru dan TBC kelenjar. TBC paru : identik dengan batuk lama lebih dari 3 minggu yang tidak kunjung sembuh. TBC kelenjar : ditandai dengan pembesaran KGB pada bagian leher dan rahang serta badan meriang dan pegal



5. Apa hubungan tonsillitis dengan benjolan di leher? Jawab : Tonsilitis bisa disebabkan karena infeksi yang berasal dari bakteri Streptococcus, bakteri yang masuk melaui makanan ke dalam rongga mulut akan melewati tonsil sebelum mencapai kelenjar getah bening pada bagian leher. Tonsil merupakan salah satu organ imun yang berperan dalam melawan infeksi sehingga terjadinya tonsillitis bisa menjadi salah satu gejala tuberkulosis kelenjar getah bening.



6. Bagaimana farmakokinetik obat isoniazid dan apa saja efek sampingnya? Jawab : 



Farmakokinetik Isoniazid atau biasa disebut INH segera diabsorpsi dari saluran pencernaan. Pemberian dosis



biasa (5 mg/kg/hari) menghasilkan konsentrasi puncak plasma 3-5 µg/ml dalam 1-2 ja. INH bedifusi segera ke dalam seluruh cairan tubuh dan jaringan. Konsentrasi di susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal lebih kurang 1/5 dari kadar plasma. Kadar obat di intraseluler dan ekstraseluler sama (Katzung, 2010). Metabolisme terutama asetilasi dari INH yaitu di bawah control gen. konsentrasi rata-rata INH aktif dalam plasma dari inaktivator cepat lebih kurang 1/3-



1/2 dari konsentrasi rata-rata inaktivator lambat. Waktu penuh rata-rata INH pada inaktivator cepat kurang dari1-1/2 jam, sedangkan pada inaktivator lambat yaitu 3 jam. Telah ditunjukkan bahwa pada asetilator cepat lebih cenderung mendapat toksisitas hepatic dari INH, tetapi hal tersebut belum dikonfirmasikan. Kecepatan asetilasi sedikit pengaruhnya dalam regimen disis harian tetapi mungkin mengganggu aktivitas antimikrobakteri pada pemberian INH intermiten (1-2 kali seminggu). INH diekskresikan terutama dalam urin sebagian besar dalam bentuk obat utuh, sebagian sebagai konyugat lain. Jumlah bentuk utuh, yaitu INH bebas dalam urin lebih tinggi daripada inaktivator 



Farmakodinamik  Indikasi pengobatan dan pencegahan TBC dalam bentuk pengobatan tunggal maupun kombinasi dengan obat OAT lain  Kontraindikasi penderita hati akut, penderita dengan riwayat kerusakan sel hati karena terapi INH.  Dosis dan aturan pakai -



Dewasa : 5 mg/kg/bb/hari atau 10 mg/kg/bb 3xseminggu



-



Anak.



: 10-15 mg/kg/bb 2-3 kali seminggu



Diminum sebaiknya saat keadaan lambung kosong 1-2 jam sebelum makan dan atau ketika terkena penyakit lambung maka bisa diminum bersamaan saat makan. 



Efek samping Neuritis perifer, neuritis optik, reaksi psikosis, kejang, mual, muntah, kelelahan, gangguan



lambung ,gangguan penglihatan, demam, kemerahan kulit , defisiensi vitamin B, dan hepatotoksisitas.



7. Mengapa dilakukan pemeriksaan biopsi dan kultur mikroorganisme? Jawab : Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi anatomi yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak hanya menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan tetapi juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari Bahasa latin yaitu bios: hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsy adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.



-



Biopsi terbuka : membuka kulit atau mukosa, akan mendapatkan spesimen yang lebih representatif



-



Biopsi insisipan : pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau bedah



-



Biopsi eksisional : pengambilan seluruh massa yang dicurigai disertai jaringan sehat disekitarnya



-



Biopsy jarum : pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara disedot lewat jarum



(1) biopsi dilakukan terutama untuk mengantisipasi gejala benjolan yang mengarah kepada kegaanasan, dimana biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sejumlah kecil jaringan KGB keluar melalui jarum, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/ FNAB) adalah prosedur biopsi yang menggunakan jarum sangat tipis yang melekat pada jarum suntik untuk menarik (aspirasi) sejumlah kecil jaringan dari lesi abnormal, selanjutnya jaringan tersebut dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan patologis mikroskopik; (2) mikroba dari jaringan yang diambil diletakkan pada kultur medium dan membiarkan mikroorganisme untuk berkembang, selanjutnya dilakukan pengidentifikasikan organisme penyebab infeksi untuk memudahkan dignosa penyakit. a.



Prosedur melakukan biopsy -



Terdapat macam-macam biopsy yaitu biopsy insisional, eksisional, biopsy jarum, biopsy jarum dengan bantuan endoskopi, punch biopsy.



-



Jarigan yang diperoleh dari hasil biopsy difiksasi untuk dilakukan pemeriksaan patologi. Tujuannya untuk menentukan apakah lesi itu ganas atau jinak dan membedakan jenis histologisnya. Sebelum dilakukan biopsy harus berhenti konsumsi obat aspirin, NSAID, dilakukan CT Scan untuk menentukan lokasi biopsy lalu lokasi biopsy dibersihkan, obat bius dimasukkan ke dalam tubuh, jarum dimasukkan ke area yang akan diteliti, sebagian sel /jaringan akan diambil dan diteliti.



b.



Prosedur kultur mikroorganisme Dilakukan dengan cara meletakkan jaringan pada media kultur dan membiakkan mikroorganisme berkembang untuk memastikan diagnose dan identifikasi organisme penyebab infeksi. Pemeriksaan ini termasuk ke dalam salah satu pemeriksaan mikrobiologi yang bisa digunakan untuk memastikan adanya suatu mikroorganisme pada specimen sehingga dapat diperoleh diagnosis yang tepat.



8. Jelaskan tentang limfadenitis tuberkulosis! Jawab : Etiologi Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobactericeae dan ordo Actinomyceales. Spesies patogen yang termasuk dalam Mycobacterium kompleks, yang merupakan agen penyebab penyakit yang tersering dan terpenting adalah Mycobacterium tuberculosis. Patogenesis Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium. Manifestasi Klinis Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan Diagnosis Untuk mendiagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi, dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur. Juga penting untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis.TB ekstrapulmoner yaitu basil TB yang



menginfeksi organ selain pulmo, biasanya organ yang terinfeksi adalah KGB, Pleura, Saluran kemih, Tulang. Beber apa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB : a. Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif b. Tes Tuberkulin Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm c. Pemeriksaan Sitologi Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggu nakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur. d. Pemeriksaan Radiologis Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB.



9. Bagaimana cara membedakan tumor jinak dan ganas? Melalui pemeriksaan fisik apa? Jawab : Tanda-tanda tumor jinak : - Tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul - Tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya, dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh



- Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormone atau yang terletak pada tempat yang sangat penting, misalnya di sumsum tulang belakang yang dapat menimbulkan paraplesia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak. Tanda-tanda tumor ganas : - Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltrative, merusak jaringan di sekitarnya. - Dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian. - Mempunyai kemampuan metastasis - Eksisi luas, pengangkatan rasional, pengobatan sistem (kemoterapi) Untuk membedakan tumor jinak dan ganas melalui pemeriksaan biopsi. 10. Apa saja aspek klinis pada bagian leher? Jawab : Aspek klinis dari system limfe leher berkaitan erat dengan penatalaksanaan suatu massa atau kelainan di leher. Limfadenopati merupakan istilah umum bagi nodus yang baik ukuran, konsistensi maupun jumlahnya abnormal. Ada banyak klasifikasi berbeda untuk limfadenopati tetapi yang paling lazim adalah: -



Limfadenopati generalisata Jika nodus membesar di dua atau lebih area yang tidak berdekatan



-



Limfadenopati local Jika hanya mengenai satu area



11. Mengapa batuk tidak kunjung sembuh? Jawab : Batuk yang terjadi dikarenakan adanya iritasi dan infeksi pada bronkus/saluran pernapasan bagian atas, dimana batuk ini membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). Adanya batuk yang tak kunjung sembuh disertai demam, nyeri tenggorokandan keringat malam serta penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis.



12. Bagaimana anatomi dan histologi sistem limfatik? Jawab :



1) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu timus dan sumsum tulang. Membantu menghasilkan limfosit virgin dari immature progenitor cells yang diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen, 2) Organ limfoid sekunder atau perifer, yang mempunyai fungsi untuk menciptakan lingkungan yang memfokuskan limfosit untuk mengenali antigen, menangkap dan mengumpulkan antigen dengan efektif, proliferasi dan diferensiasi limfosit yang disensitisasi oleh antigen spesifik serta merupakan tempat utama produksi antibodi. Organ limfoid sekunder yang utama adalah sistem imun kulit atau skin associated lymphoid tissue (SALT), mucosal associated lymphoid tissue (MALT), gut associated lymphoid tissue (GALT), kelenjar limfe, dan lien. Histologi sistem limfatik a.



Nodus lymphaticus/limfonodus. Terdiri dari beberapa susunan yaitu : -



Capsula, merupakan selubung yang terdiri atas jaringan ikat padat fibrosa yang mengandung banyak berkas kolagen dan elastis. Mempunyai dua macam vasa yaitu vasa aferen di bagian konveks dan vasa eferen di bagian konkaf. Selain itu terdapat trabekula yang berupa capsula menjorok ke tengah.



-



Korteks, lapisan luar nodus terpisah dari capsula oleh rongga bernama sinus subcapsularis. Korteks tersusun atas centrum germinativum dan corona.



-



Medula, bagian di bawah korteks yang tersusun oleh chorda medularis, terdapat sinus medularis.



-



Fungsi nodus lymphaticus adalah penyaringan benda asing, sebagai komponen sistem imun yang dilakukan secara humoral (limfosit B) dan seluler (limfosit T)



b.



Lien/spleen. Mempunyai dua pulpa yaitu : -



Pulpa alba/putih terdiri atas jaringan limfoid yang menyelebungi a. centralis dan nodul limfoid yang menempel pada selubung.



-



Pulpa rubra/merah terdiri atas korda limpa dan sinusoid, korda limpa terdiri atas anyaman serat retikuler kolagen tipe III



c.



Fungsi lien untuk tempat destruksi eritrosit. Thymus. Akan mengalami involusi saat seseorang berumur lebih dari 18 tahun. Thymus mempunyai struktur :



-



Capsula, teridiri dari jaringan ikat fibrosa, membungkus thymus dan membaginya menjadi dua lobus



-



Korteks, sebagai tempat produksi timosit



-



Medula, terdapat corpusculum thymicum yang mengalami degenerasi hyaline



d.



Fungsi thymus untuk tempat pematangan limfosit T Tonsila palatina. Terdiri dari capsula yang diatasnya terdapat epitel pipih berlapis nonkeratin, mempunyai kriptus yaitu ruang kosong atau bisa disebut sebagai epitel yang membentuk lekukan. Tonsila palatina berfungsi sebagai salah satu komponen sistem imun



13. Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan? Jawab :



Rangsangan trauma dan reaksi imun Sel mast dan basofil mengeluarkan mediator radang



Mediator radang : histamine,serotonin,bradikinin, sitokin (IL-1,IL-6)



Histamine membuat dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelia junction



Cairan dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma



Infeksi menimbulkan pembesaran kelenjar limfe apabila pertahanan tubuh berfungsi dengan baik



Sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag,neutrofil, dan sel T akan berupaya memusnahkan dan penginfeksi menghancurkan sel tubuh untuk memperoleh nutrisi



Kelenjar limfe membesar untu memproduksi sel limfoid serta menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan agar tidak menyebar ke organ lain



14. Sebutkan jenis-jenis antibiotik! Jawab : Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan/menghambat pertumbuhan kuman. 1. Antibiotik berdasarkan aktivitasnya/spektrum/kisaran terjadinya : a. Antibiotik berspektrum sempit (Narrow Spectrum) : yaitu antibiotic yang hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negative saja. Yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, streptomisin, neomisin, basitrasin. b. Antibiotic berspectrum luas (Broad Spectrum) : yaitu antibiotic yang dapat menghambat/membunuh bakteri dari golongan positif ataupun negative, yang termasuk dari golongan ini yaitu tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem, dll 2. Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya : a. Menghambat sintesis/merusak dinding sel bakteri, seperti betalaktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem), basitrasin, van komisin. b. Memodifikasi atau menghambat sistesis protein, misalnya aminoglikosida, kloramfenikol,



tetrasiklin,



makrolida



(eritromisin,



azitromisin,



klaritromisin),



klindamisin, mupirosin, speknitomisin. c. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimethoprim dan sulfonamid d. Mempengaruhi sistesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon, nitrofurantoin. 3. Antibiotik berdasarkan gugus kimianya a. Antibiotika B. Laktam dan penghambat sintesis dinding sel lainnya contoh penisilin b. Golongan antibiotik yang bekerja sebagai penghambat sistesis protein pada tingkat ribosom contoh chloramphenicol, tetracycline c. Aminoglycoside dan spectinomycin, yaitu golongan antibiotic bakteroisida yang memiliki sifat kimiawi, antimikroba, farmakologis dan toksin yang karalteristik. Contoh streptomycin, kanamysin, dll



SKENARIO 3 DENGUE HEMORRAGIC FEVER (DHF) 1. Mengapa terjadi demam? Jelaskan perbedaan demam karena infeksi bakteri dan infeksi virus! Jawab : Aktifnya makrofag dan monosit sebagai respon imun tubuh untuk melawan infeksi yang datang menyebabkan terangsangnya mediator nyeri seperti histamin dan prostaglandin. Terangsangnya prostaglandin akan menyebabkan terjadi demam. Demam infeksi terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya terangsang oleh pirogen eksogen yang berasal dari mikroorganisme. Pirogen merupakan protein yang identik dengan Interleukin-1 dan di dalam hipotalamus merangsang pelepasan asam arakidonat lalu terjadi sintesis PGE2 naik kemudian terjadilah demam. Ciri infeksi virus: a.



Demam tinggi



b.



Demam akut dadakan



c.



Suhu 39°C



d.



Takikardi



e.



Ruam merah



Ciri infeksi bakteri : Demam gradual (naik turun pada minggu pertama, minggu kedua suhu tinggi tetapi stabil.



2. Bagaimana mekanisme terjadinya demam pola bifasik? Jawab : Kurva demam berhubungan dengan saat pelepasan sitokin karena respon imun tubuh terhadap serangan virus. Saat virus menginfeksi sel fagosit dan berada dalam darah, terdapat 2 respon imun yang bekerja yaitu non spesifik dan spesifik. Selama 2-3 hari respon imun non spesifik mulai bekerja yaitu sel makrofag dan sel NK dengan cara memfagositosis antigen terutama virus dan mensekresikan sitokin. Dalam fase ini demam mulai meningkat akibat adanya sitokin atau pirogen endogen yang disekresikan oleh makrofag. Antigen di dalam makrofag mengaktifkan sel T helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus dan dimulailah respon imun spesifik dengan mengaktifkan sel T. Demam tinggi karena adanya sitokin yang dihasilkan respon imun oleh virus yang masuk. Virus menggunakan sel makrofag untuk tempat replikasi diri. Selama replikasi, virus terhindar



dari respon imun yang lain, sehingga respon imun dan sitokin yang dihasilkan berkurang dan demam mulai turun. Saat replikasi selesai, virus akan siap dikeluarkan lagi melalui lisis sel, sehingga virus yang telah replikasi keluar dari makrofag dan respon imun meningkat kembali dan menghasilkan sitokin kembali, akibatnya demam meningkat kembali dengan virus yang telah bereplikasi. Demam yang meningkat kembali suhunya tidak sama ketika awal infeksi karena telah terbentuk antibodi tubuh spesifik virus. Sehingga pada saat virus keluar dan menyerang lagi, tubuh sudah dapat mengkompensasi serangan virus tersebut untuk menetralisir. Contoh demam yang berpola bifasik a.



Colorado tick fever



b.



Rit valey fever



c.



Poliomielitis



d.



Kariomeningitis limfositik



e.



Demam dengue



f.



Demam kuning (Yellow fever)



g.



African hemorraghic fever



3. Bagaimana hubungan demam dengan cephalgia, nausea, nyeri regio epigastric, dan myalgia? Jawab : Cephalgia Aktifnya makrofag dan monosit sebagai respon imun tubuh untuk melawan infeksi yang datang menyebabkan terangsangnya mediator nyeri seperti histamin dan prostaglandin. Terangsangnya prostaglandin akan menyebabkan terjadi demam. Kemudian histamin ini yang nantinya akan menyebabkan terjadinya gangguan tekanan intrakranial yang berujung pada cephalgia. Nausea IL-1 yang merupakan hasil dari aktivasi monosit dan makofag akan memicu rasa kenyang di nucleus centralis sehingga akan membuat tubuh terus terasa kenyang. HCl yang dihasilkan gaster tetap terus terproduksi yang pada akhirnya membuat tubuh merasa mual.



Myalgia dan Nyeri Epigastrica Meningkatnya prostaglandin sehingga merangsang nosiseptor sehingga mempengaruhi nosiseptor dan juga perubahan metabolisme sehingga mengakibatkan vasodilatasi dan segingga



pembentukan energi dari aerob ke anaerob menyebabkan nyeri otot yg disebabkan penumpukan asam laktat.



4. Jelaskan macam-macam pola demam! Jawab : a. Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. b. Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari c. Demam remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal d. Demam intermiten Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. e. Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat. f. Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula g. Demam Undulan Demam menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal. h. Demam lama (prolonged fever) Demam menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya >10 hari untuk infeksi saluran nafas atas. i. Demam rekuren Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multiple j. Demam bifasik



Demam yang menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern atau saddleback fever). k. Demam periodik Demam ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal.



5. Mengapa bisa timbul petekie? Jawab : Karena terjadi pembentukan prostaglandin menyebabkan pembuluh darah kapiler di submukosa mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang terus menerus terjadi akan menyebabkan kebocoran kapiler darah dibawah submukosa. Setiap hari, trombosit berperan dalam menutup lubang-lubang kecil pada pembuluh darah kapiler. Berbagai lubang kecil itu pada endotel seering sekali ditutup oleh trombosit yang sebenarnya bergabung dengan sel endotel untuk membentuk membran endotel tambahan, atau ditutup dengan sumbat trombosit. Dimana pada setiap lokasi dinding pembuluh darah yang luka, dinding pembuluh darah mengaktifkan berturut-turut trombosit yang jumlahnya terus meningkat yang menyebabkan menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan, sehingga membentuk sumbat trombosit. Ketika nilai trombosit semakin rendah, maka semakin besar lubang pembuluh darah terjadi, karena tidak adanya sumbat platelet yang menutupnya. Sehingga terjadilah perdarahan pada jaringan.



6. Mengapa terjadi pendarahan pada hidung? Jelaskan macam-macam penyebab hidung berdarah/epistaksis! Jawab : Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik. Epistaksis adalah perdarahan pada hidung yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. Terjadi disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang



mengandung banyak pembuluh darah , lepasnya mukosa akan disertai luka ada pembuluh darah yang mengakibatkan perdarahan. Epistaksis dibagi menjadi 2 : a. Epistaksis anterior, pada bagian depan hidung , pecahnya pembuluh Kiesselbach dan darah mengalir keluar dari hidung. b. Epistaksis posterior pada bagian posterior hidung dan pecahnya pembuluh darah Woodruff dan menghasilkan sensasi seperti menelan darah. Epistaksis diebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a. Faktor lokal -



Trauma



-



Obat semprot hidung



-



Iritasi akan zat kimia



-



Kelainan vaskular



b. Faktor iskemik -



Usia



-



Sindrom rendu oster weber



-



Oba-obatan golongan antikoagulan



-



Kurangnya faktor koagulasi



-



Penyakit kardiovaskular



-



Kegagalan fungsi suatu organ



-



Atheroslerosis



-



Kelainan hormonal



c. Faktor lingkungan -



Perubahan cuaca yang ekstrem (irama sikardian yang dapat berubah-ubah)



7. Mengapa bisa terjadi leukopenia dan trombositopenia? Jawab : Etologi trombositopenia a. Berkurangnya produksi trombosit -



Anemia Aplastik



-



Leukimia



-



Myelofibrosis, merupakan perpindahan produksi trombosit. Sewaktu kecil, yang memproduksi trombosit adalah hepar dan limpa, tetapi setelah dewasa fungsi tersebut



menjadi tugas sumsum tulang. Pada seseorang yang menderita myelofibrosis, produksi trombosit bukan di sumsum tulang melainkan di hepar dan limpa. Karena tidak sesuai fungsinya, maka hepar dan limpa bekerja lebih berat dari biasanya, sehingga kedua organ ini bisa saja menjadi besar atau disebut splenomegali dan hepatomegali. -



Kelainan sumsum tulang



b. Trombosit menumpuk di limpa -



Splenomegali



c. Peningkatan kerusakan trombosit -



Demam Berdarah Dengue



-



Demam tifoid



-



Dissemnated Intravascular Coagulation, hanya terjadi pada pasien dengan penyakit berat seperti shock, sirosis hepar.



-



Lupus



-



Rheumatid arthritis



d. Kombinasi dari faktor di atas e. Purpura Trombositopenik Idiopatik (ITP), merupakan penyakit auto imun di mana zat antibodi tubuh menyerang trombosit karena tidak mengenali trombosit sebagai bagian dari sel darah tubuh. (perdarahan gusi bisa disebabkan karena trombositopenia) Etiologi leukopenia a. Penurunan produksi oleh sumsum tulang -



Depresi atau kerusakan sumsum tulang menyebabkan gangguan pada sintesis DNA.



-



Penyakit sumsum tulang sehingga homopoiesis terhambat mengakibatkan leukimia, anemia aplastik.



-



Kanker metastasis di sumsum tulang.



b. Peningkatan penghancuran leukosit -



Penyakit auto imun seperti ITP yaitu tubuh gagal mengenali diri sendiri.



-



Infeksi parah



-



Splenomegali



-



Penggunaan obat-obatan.



8. Jelaskan farmakokinetik obat antipiretik dan vitamin!



Jawab : Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan para-aminofenol (misalnya acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon dan metamizol) Farmakokinetik obat antipiretik (paracetamol) -



Absorpsi



Secara cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. -



Distribusi



Dalam plasma, 25% paracetamol terikat protein plasma. -



Metabolisme



Obat paracetamol dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian paracetamol dikonjugasi dengan asam glukoronat dan lainnya dengan asam sulfat. Obat ini bisa mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi dapat menyebabkan hemolysis eritrosit. -



Ekskresi Obat paracetamol diekskresi melalui ginjal dalam bentuk urin yaitu sebagian kecil dalam



bentuk paracetamol, sebagian besar sebagai bentuk konjugasi Macam Macam Vitamin Vitamin A diabsorpsi sempurna melalui saluran cerna. Kadar dalam plasma mencapai puncak setelah 4 jam. Absorpsi vitamin A berkurang bila diet kurang mengandung protein, atau pada penyakit infeksi tertentu, dan pada penyakit hati seperti hepatitis, sirosis hati atau obstruksi biliaris. Vitamin A terutama disimpan di dalam hati sebagai palmitat, dalam jumlah kecil ditemukan juga di ginjal, adrenal, paru, lemak intraperitoneal dan retina. Vitamin B. Pada pemberian parenteral, absorbsinya cepat dan sempurna. Absorbsi per oral maksimum 8-15 mg/hari yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg. Dalam satu hari sebanyak 1 mg tiamin mengalami degradasi di jaringan tubuh. Vitamin B2. Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorbsi dengan baik dan distribusi merata di seluruh jaringan. Vitamin B3. Niasin dan niasinamid mudah diabsorbsi. Ekskresinya melalui urin, sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian lainnya dalam bentuk berbagai metabolitnya.



Vitamin B5. Pada pemberian oral, absorbsinya baik dan distribusinya ke seluruh tubuh dengan kadar 2-45 mcg/g. Ekskresi dalam bentuk utuh 70% melalui urin dan 30% melalui tinja. Vitamin B6. Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorbsi melalui saluran cerna. Ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal. Vitamin C mudah diabsorbsi melalui saluran cerna. Ekskresi melalui urine dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg%. Absorpsi vitamin D melalui saluran cerna cukup baik. Vitamin D3 diabsorpsi lebih cepat dan lebih sempurna. Gangguan fungsi hati, kandung empedu dan saluran cerna seperti steatore akan mengganggu absorpsi vitamin D.Vitamin D disimpan dalam bentuk inert di dalam tubuh, untuk menjadi bentuk aktif vitamin D harus dimetabolisme lebih dahulu melalui serangkaian proses hidroksilasi di ginjal dan hati.Ekskresi vitamin D terutama melalui empedu dan dalam jumlah kecil ditemukan dalam urine Vitamin E diabsorpsi baik melalui saluran cerna. Dalam darah terutama terikat dengan betalipoprotein dan didistribusi ke semua jaringan. Kebanyakan vitamin E diekskresi secara lambat ke dalam empedu, sedangkan sisanya diekskresi melalui urine sebagai glukuronida dari asam tokoferonat atau metabolit lain. Absorpsi vitamin K melalui usus sangat tergantung dari kelarutannya. Absorpsi filokuinon dan menakuinon hanya berlangsung baik bila terdapat garam-garam empedu, sedangkan menadion dan derivatnya yang larut air dapat diabsorpsi walaupun tidak ada empedu



9. Jelaskan trombositopoiesis! Jawab : Proses pembentukan trombosit (Megakarioblast- Promegakariosit- Megakariosit- Trombosit) (BACA PPT DR DHARMA YANG HEMATOPOIESIS)



10. Jelaskan mekanisme hemostasis! Jawab : 1. Pembuluh darah terpotong/pecah --> pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah berkurang (terjadi vasokontriksi). 2. Setelah itu, akan diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2 menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain).



Proses aktivasi trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer. 3. Setelah itu dimulailah koagulasi yaitu hemostasis sekunder dengan pembentukan fibrin melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tromboplastin. Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh



darah



yang



rusak



dan



mengenai



kulit.



Paparan



kolagen yang



rusak akan mengubah faktor-faktor yang akan bekerja secara enzimatik dan akan berikatan dengan fosfolipid trombosit, dan ion kalsium sehingga membentuk aktivator protrombin. 4.



Selanjutnya senyawa itu akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (longgar), dan akhirnya dengan bantuan ion kalsium fibrin tersebut menjadi kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga menjadi kuat.



5. Apabila sudah tidak dibutuhkan, bekuan darah akan dilisiskan kembali melalui proses fibrinolitik. Proses ini dimulai dengan adaya proaktivator plasminogen yang dikatalis menjadi aktivator plasminogen dengan enzim streptokinase. Lalu plasminogen diubah menjadi plasmin dengan enzim urokinase. Plasmin inilah yang mendegradasi fibrin menjadi fibrin degeneration product.



11. Jelaskan prosedur pemeriksaan jumlah trombosit, leukosit, dan waktu koagulasi! Jawab : BACA BUKU PRAKTIKUM PK



12. Jelaskan tentang dengue hemorragic fever! Jawab : Definisi Dengue Haemorragic Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ( betina ) dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniket akan positif dengan/tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan Etiologi Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil, stabil pada suhu 70 º C. Patofisiologi Fenomena patofisiologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang extra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjer getah bening, pembesaran hati (hepatomegali), dan pembesaran limpa (splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terjadi karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikren yang berakibat ekstravisasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia serta renjatan/shock. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan adanya kebocoran / prembesan plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intra vena. Jika pemberian cairan tidak adekuat, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika hipovolemik atau renjatan berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Terjadinya trombositipenia, menurunnya fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin, faktor V, VII, IX, X, dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal.



Diagnosis banding a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain b. DBD harus dibedakan pada demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat 12 menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP. Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, rata – rata 2 – 8 hari. Penderita biasanya mengalami: -



Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).



-



Sering disertai menggigil



-



Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena



-



Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan



-



Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi



-



Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.



-



Hepatomegali, splenomegali



Klasifikasi DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi: 1) Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet (+), trombositopenia, dan hemakonsentrasi. 2) Derajat II Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain. 3) Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari ( tanda-tanda dini renjatan ). 4) Derajat IV Renjatan berat ( DSS ) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur Kriteria klinis demam berdarah ( DHF ) menurut WHO, 1986 ; 1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian dan kepala 2) Manifestasi perdarahan ; uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis, malena. 3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus. 4) Dengan / tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam menurun ( hari ke 3 dan ke 7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk. 5) Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi Pemeriksaan Penunjang 1) Darah. Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali. Trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.



2) Urine. Mungkin ditemukan albuminuria ringan. 3) Sumsum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi. 4) Serologi ; Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination inhibition test ( HI Test ) atau dengan uji pengikatan komplemen untuk mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang ada. Penatalaksanaan Setiap penderita tersangka DHF sebaiknya dirawat ditempat terpisah dengan penderita lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk, dan penatalaksanaan DHF tanpa penyulit adalah: 1) Tirah baring 2) Makanan lunak. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. 3) Medikamentosa yang bersifat simptomatis (Antipiretik, kompres dingin). 4) Antibiotika diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder. 5) Terapi cairan intra vena 6) Transfusi Indikasi pemberian transfusi darah Lima indikasi umum transfusi darah: o Kehilangan darah akut, bila 20–30% total volume darah hilang dan perdarahan masih terus terjadi. o Anemia berat o Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan sebagai tambahan dari pemberian antibiotik) o Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena komponen darah spesifik yang lain tidak ada o Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat. Memberikan Transfusi Darah Sebelum pemberian transfusi, periksa hal sebagai berikut: Golongan darah donor sama dengan golongan darah resipien dan nama anak serta nomornya tercantum pada label dan formulir (pada kasus gawat darurat, kurangi risiko terjadinya ketidakcocokan atau reaksi transfusi dengan melakukan uji silang golongan darah spesifik atau beri darah golongan O bila tersedia) Kantung darah transfusi tidak bocor



Kantung darah tidak berada di luar lemari es lebih dari 2 jam, warna plasma darah tidak merah jambu atau bergumpal dan sel darah merah tidak terlihat keunguan atau hitam Tanda gagal jantung. Jika ada, beri furosemid 1mg/kgBB IV saat awal transfusi darah pada anak yang sirkulasi darahnya normal. Jangan menyuntik ke dalam kantung darah. Komplikasi 1) DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh seperti; perdarahan ginjal, otak, jantung, patu-paru, limfa dan hati karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan, serta menyebabkan kematian. 2) Enselopati 3) Gangguan kesadaran dan disertai kejang 4) Disorientasi



13. Mengapa diberi obat antipiretik, vitamin, dan infus cairan? Jawab : Infus cairan Untuk memelihara volume cairan sirkulasi agar asupan cairan tetap terjaga, terutama cairan oral. Cairan infus ini diberikan ketika tidak bisa diberikan lewat oral, maka cairan infus diberika lewat injeksi intravena untuk menvegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit). Obat antipiretik Digunakan untuk menurunkan suhu tubuh, diberikan apabila suhu tubuh lebih dari 38,5 oC. Obat ini diberikan apabila diperlukan. Antipiretik yang biasa digunakan adalah paracetamol (PCT), sedangkan asetosal tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan pendarahan dan asidosis. Antipiretik bekerja sebagai inhibitor prostaglandin, apabila prostaglandin dihambat pembentukannya maka tidak terjadi demam. Vitamin Vitamin berfungsi langsung dalam metabolisme penghasil energi. Biasanya diberikan vitamin B12 dan asam folat (B9) guna memproduksi elemen darah. Vitamin C juga diperlukan dalam tubuh manusia. Hal ini dikarenakan vitamin C dapat menjaga daya tahan tubuh. Vitamin dibutuhkan dalam pembentukan sel darah oleh karena itu dokter memberikan vitamin agar trombosit dan leukosit dapat kembali dalam jumlah yang normal. Salah satu vitamin yang dibutuhkan yaitu vitamin B12.



SKENARIO 4 SYOK ANAFILAKTIK 1. Jelaskan mekanisme terjadinya reaksi anafilaktik! Jawab : Mekanisme hipersensitivitas (anafilaktik) (Antigen masuk ke dalam tubuh melalui tusukan/suntikan) Diikat oleh protein spesifik (seperti albumin) Menempel pada dinding sel makrofag Merangsang membran sel makrofag untuk melepas sel precursor pembentuk IgE IgE diikat oleh reseptor spesifik yang berada pada dinding sel mast Basofil membentuk reseptor baru yaitu F ab Reseptor F ab berperan sebagai pengenal dan pengikat antigen yang sama Pada saat tubuh diserang lagi oleh antigen yang sama, maka antigen akan dikenali oleh reseptor F ab yang telah terbentuk dan diikat membentuk ikatan IgE Ikatan ini menyebabkan dinding sel mast & basofil degranulasi Melepaskan mediator-mediator endogen (histamin, serotonin, kinin, Platelet Activating Factor (PAF) Mempengaruhi otot polos (merupakan reaksi hipersensitivitas) Pelepasan endogen bila berlangsung cepat: akut, tidak dapat diatasi oleh antihistamin



Pada saat fase akut: fosfolipid di membran sel mast & basofil dipengaruhi oleh enzim fosfolipase sehingga menjadi asam arakhidonat dan akhirnya membentuk prostaglandin, tromboksin, dan leukotrien (mediator endogen anafilaksis)



2. Apa saja zat-zat yang dapat menyebabkan reaksi anafilaksis? Jawab : Selain obat yang dapat menjadi penyebab tersering dari anafilaksis, terdapat beberapa pencetus lain seperti makanan, kegiatan jasmani, sengatan tawon, faktor fisis seperti udara yang panas, air yang dingin, dan beberapa kejadian yang tidak diketahui penyebabnya. Makanan merupakan pemicu tersering pada anak-anak dan obat-obatan pada orang dewasa. Secara umum makanan ataupun jenis obat apapun dapat menjadi pemicu, namun bebrapa jenis makanan seperti kacang-kacangan dan juga obat seperti pelemas otot, antibiotik, NSAID, serta aspirin dilaporkan menjadi penyebab tersering dari anafilaksis. Sengatan hewan



Tawon, lebah



Kacang-kacangan



Kacang tanah, kacang kenari, kacang almond, kacang brazil, hazel



Makanan



Susu sapi, telur, ikan, lobster, kepiting, udang, cumi-cumi, buncis, krustasea, pisang, siput, daging ayam, daging kalkun, daging babi



Antibiotik



Penisilin, cefalosporin, amphotericin, ciprofloxacin, vancomycin



Obat anastesi



Suxamethonium, atracurium, obatobat induksi



Obat lainnya



NSAID, ACEI, gelatin, protamin, Vitamin K, etoposide, acetazolamide, pethidine, anastesi lokal, diamorphine, streptokinase



Kontras



Iodinated (radiografi), technetium, fluorescein



Lainnya



Latex, cat rambut, hydatid



3. Jelaskan farmakokinetik obat golongan steroid dan adrenalin! Jawab : A. Contoh dari obat steroid adalah Dexamethasone a. Farmakodinamik:



Dexamethasone dapat melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma. Kompleks antara dexamethasone dan reseptor glukokortikoid ini dapat berikatan dengan DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi dan sintesis protein. Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator inflamasi terganggu, dan edema jaringan berkurang. Selain itu, dexamethasone juga menghambat phospholipase A2, menyebabkan tidak terbentuk prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator inflamasi kuat. Efek dexamethasone lainnya adalah meningkatkan sintesis surfaktan, memperbaiki mikrosirkulasi pada paru, meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam serum, dan menghambat mitosis. b. Farmakokinetik: Farmakokinetik dexamethasone cukup baik, dengan onset kerja obat bergantung pada rute pemberian. Durasi kerja dexamethasone sekitar 72 jam. c. Absorpsi Absorpsi dexamethasone secara oral mencapai 61–86%. Onset tergantung rute pemberian. Peak serum time oral tercapai dalam 1–2 jam, intramuskular 30 – 120 menit, dan intravena 5–10 menit. d. Distribusi Dexamethasone didistribusikan dengan berikatan dengan protein sebanyak 70%. Volume distribusi adalah 2 L/kg. Dexamethasone dapat melewati sawar plasenta. e. Metabolisme Dexamethasone dimetabolisme di hati oleh enzim CYP3A4. f. Eliminasi Waktu paruh dexamethasone sekitar 190 menit. Ekskresi sebagian besar melalui urine (65%), sebagian melalui feses. Indikasi dexamethasone adalah sebagai antiinflamasi atau imunosupresan, misalnya pada penyakit sendi inflamatori, meningitis bakterial, ataupun eksaserbasi akut multiple sklerosis. Efek samping dexamethasone biasanya timbul pada penggunaan jangka panjang atau dalam dosis besar. Salah satu efek yang dapat timbul adalah supresi aksis HPA. Dexamethasone adalah glukokortikoid sintetik yang poten sehingga dapat mensupresi sekresi ACTH (adrenocorticotropic hormone) melalui umpan balik negatif pada



hipotalamus dan pituitari. Supresi ini akan mengurangi sekresi kortisol yang dapat menyebabkan gangguan respons stres dan gangguan pertahanan tubuh terhadap infeksi. B. Contoh adrenalin adalah obat epinefrin a. Farmakodinamik Pada penggunaan dosis tinggi akan menimbulkan aksi pada reseptor alfa adrenergik sedangkan pada dosis yang lebih kecil akan menstimulasi reseptor beta 1 dan beta 2. Aksi terhadap reseptor alfa adrenergik dan menimbulkan vasokonstriksi pada pembuluh darah sehingga menjadi pilihan utama pada anafilaksis berat yang menimbulkan keadaan syok. Aksi terhadap reseptor beta akan menimbulkan relaksasi otot polos pada bronkus sehingga dapat mengatasi wheezing dan sesak pada keadaan anafilaksis dan asma berat. Selain pada bronkus, relaksasi juga terjadi pada otot saluran cerna, uterus dan vesika urinaria. b. Farmakokinetik 1. Absorbsi 



Pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang terdapat pada dinding usus dan hati







Pada penyuntikan subkutan , absorbsi lambat karena terjadi vasokontriksi lokal







IM : absorbsi cepat







Inhalasi : efek terutama pada saluran nafas



2. Biotransformasi dan ekskresi 



Epinefrin stabil pada pembuluh darah







Degradasi terutama terjadi di hati , karena terdapat banyak enzim COMT dan MAO







Metabolit epinefrin dikeluarkan melalui urine.



c. Efek samping 



Gelisah, nyeri kepala, tremor dan palpitasi







Dosis besar dapat menimbulkan perdarahan otak karena kenaikan tekanan darah yang hebat



d. Kontraindikasi Pada pasien yang mendapatkan β- bloker non selektif , karena kerjanya tidak terimbangi pada reseptor α yang dapat menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak. e. Penggunaan klinis 



Untuk syok anafilaksis , karena epinefrin bekerja dengan sangat cepat sebagai vasokontriktor dan bronkodilator







Untuk memperpanjang masa kerja anestesi lokal







Untuk merangsang jantung pada pasien henti jantung



4. Jelaskan tipe-tipe hipersensitivitas! Jawab : Hipersensitivitas tipe I Reaksi tipe 1 yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaktik atau reaksi alergi, timbul segera sesudah terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe 1, alergen yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respons imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi. Urutan kejadian reaksi tipe 1 adalah sebagai berikut: 1.Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) yang terdapat pada permukaan sel mast dan basofil. 2.Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast maupun basophil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh karena ikatan silang antara antigen dengan IgE. 3.Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator mediator yang di lepas selmast/basofil dengan aktivitas farmakologik. Hipersensitivitas tipe II Reaksi hipersensitifitas tipe II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi ini melibatkan antibodi IgG dan IgM yang bekerja pada antigen yang terdapat di permukaan sel atau jaringan tertentu. Antigen yang berikatan di sel tertentu bisa berupa mikroba atau molekul2 kecil lain (hapten). Ketika pertama kali datang, antigen tersebut akan mensensitisasi sel B untuk menghasilkan antibodi IgG dan IgM. Ketika terjadi pemaparan berikutnya oleh antigen yang sama di permukaan sel sasaran, IgG dan IgM ini akan berikatan dengan antigen tersebut. Ketika sel efektor (seperti makrofag, netrofil, monosit, sel T cytotoxic ataupun sel NK) mendekat, kompleks antigen-antibodi di permukaan sel sasaran tersebut akan dihancurkan olehnya. Hal ini mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada sel sasaran itu sendiri, sehingga itulah kenapa reaksi ini disebut reaksi sitotoksik/sitolisis (sito=sel, toksik=merusak, lisis=menghancurkan).



Prosesnya ada 3 jenis mekanisme yang mungkin, yaitu: 1. Proses sitolisis oleh sel efektor. Antibodi IgG/IgM yang melekat dengan antigen sasaran, jika dihinggapi sel efektor, ia (antibodi) akan berinteraksi dengan reseptor Fc yang terdapat di permukaan sel efektor itu. Akibatnya, sel efektor melepaskan semacam zat toksik yang akan menginduksi kematian sel sasaran. Mekanisme ini disebut ADCC (Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity). 2. Proses sitolisis oleh komplemen. Kompleks antigen-antibodi di permukaan sel sasaran didatangi oleh komplemen C1qrs, berikatan dan merangsang terjadinya aktivasi komplemen jalur klasik yang akan berujung kepada kehancuran sel. 3. Proses sitolisis oleh sel efektor dengan bantuan komplemen. Komplemen C3b yang berikatan dengan antibodi akan berikatan di reseptor C3 pada pemukaan sel efektor. Hal ini akan meningkatkan proses sitolisis oleh sel efektor.



Keseluruhan reaksi di atas terjadi dalam waktu 5-8 jam setelah terpajan antigen yang sama untuk kedua kalinya. Contoh penyakit yang ditimbulkan yaitu reaksi transfusi, Rhesus Incompatibility, Mycoplasma pneumoniae related cold agglutinins, Tiroiditis Hashimoto, Sindroma Goodpasture’s, Delayed transplant graft rejection. Hipersensitivitas tipe III Reaksi hipersensitifitas tipe III ini mirip dengan tipe II, yang melibatkan antibodi IgG dan IgM, akan tetapi bekerja pada antigen yang terlarut dalam serum. Seperti tipe yang lainnya, ketika antigen pertama kali masuk, ia akan mensensitisasi pembentukan antibodi IgG dan IgM yang spesifik. Ketika pemaparan berikutnya oleh antigen yang sama, IgG dan IgM spesifik ini akan berikatan dengan antigen tersebut di dalam serum membentuk ikatan antigen-antibodi kompleks. Kompleks ini akan mengendap di salah satu tempat dalam jaringan tubuh (misalnya di endotel pembuluh darah dan ekstraseluler) sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Aktifitas komplemen pun akan aktif sehingga dihasilkanlah mediator-mediator inflamasi seperti anafilatoksin, opsonin, kemotaksin, adherens imun dan kinin yang memungkinkan makrofag/sel efektor datang dan melisisnya. Akan tetapi, karena kompleks antigen antibodi ini mengendap di jaringan, aktifitas sel efektor terhadapnya juga akan merusak jaringan di sekitarnya tersebut. Inilah yang akan membuat kerusakan dan menimbulkan gejala klinis, dimana keseluruhannya terjadi dalam jangka waktu 2-8 jam setelah pemaparan antigen yang sama untuk kedua kalinya. Contoh penyakit yang ditimbulkan yaitu Systemic Lupus Erythematosus, Erythema Nodosum, Polyarteritis nodosa,



Arthus Reaction, Rheumatoid Arthritis, Elephantiasis (Wuchereria bancrofti reaction), Serum Sickness. Hipersensitivitas tipe IV Reaksi hipersensitifitas tipe IV berbeda dengan reaksi sebelumnya, karena reaksi ini tidak melibatkan antibodi akan tetapi melibatkan sel-sel limfosit. Umumnya reaksi ini timbul lebih dari 12 jam stelah pemaparan pada antigen, sehingga reaksi tipe ini disebut reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Antigen untuk reaksi ini bisa berupa jaringan asing, mikroorganisme intraseluler (virus, bakteri), protein, bahan kimia yang dapat menembus kulit, dan lain-lain. Hipersensitivitas ini diinisiasi oleh antigen yang mengaktivasi limfosit T, termasuk sel T CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ yang memediasi hipersensitivitas ini dapat mengakibatkan inflamasi kronis. Banyak penyakit autoimun yang diketahui terjadi akibat inflamasi kronis yang dimediasi oleh sel T CD4+ ini. Dalam beberapa penyakit autoimun sel T CD8+ juga terlibat tetapi apabila terjadi juga infeksi virus maka yang lebih dominan adalah sel T CD8+.



5. Bagaimana prosedur skin test? Jawab : (BACA BUKU SKILLS LAB TOPIK 3)



6. Jelaskan tentang syok anafilaktik! Jawab : Etiologi Melalui ig E



Tanpa melalui ig E



Antibiotic (penicillin, cephalosporin)



Zat pelepas antihistamin ecara langsung



Ekstrak allergen (bisa tawon, polen)



Aktivitas komplemen



Obat (glukokortikoid, thiopental,



Modulasi metabolisme asam arakidonat



suksinilkolin) Enzim (kemopapain, tripsin) Serum heterolog (AT, globulin, antilimfosit) Protein manusia (insulin, vasopressin, serum)



Tentu saja ada penyebab anafilaksis yang lain , seperti kegiatan jasmani, faktor fisis seperti udara panas, air yang dingin bahkan sebagian penyebabnya tidak diketahui. Patofisiologi Alergen Darah akan dikenali APC dimukosa maupun di darah APC mempersentasikan antigen ke sel limfosit th2 Th2 akan mengeluarkan sitokin (IL-4 dan IL-13) Sel memori Ig E



Apabila terpapar kembali : Alergen masuk Berikatan dengan ig E Mengaktivasi sel mast Mengeluarkan mediator inflamasi Terjadi gejala pada system organ



Diagnosis Diagnosis anafilaksis di tegakan berdasarkan adanya gejala klinik yang sistematik yang muncul beberapa detik atau menit setalah pasien terpajan oleh allergen atau faktor pencetus nya. Diagnosis banding Beberapa keadaan yang meyerupai reaksi anafilaksis yaitu reaksi vasovagal , infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histerik, atau angioedema herediter. Prognosis Penanganan yang cepat dan tepat akan memperbaik, penanganan yang lambat akan memperburuk dan berakibat fatal karena syok anafilaktik dapat menyebabkan kematian. Dan dapat kambuh kembali jika terpapar antigen spesifik yang sama. Komplikasi Gagal ginjal, serangan jantung, kerusakan otak dan syok kardioganik. Penatalaksanaan



-



Adrenalin 0,3 ml – 0,5 dari larutan 1:1000 diberikan secara intramuskuler yang dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuscular kurang efektif, dapat diberi secara intravena setelah 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10ml dengan NACL fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik



karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokontriksi pada kulit sehingga absorbsi obat tidak terjadi. -



Adrenalin merupakan drug of choice dari syok anafilaktik karena :



-



Obat adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat sehingga penderita dengan cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan pembunuh utama.



-



Adrenalin mampu meng vasokontriksikan pembuluh darah dengan kuat sehingga tekanan darah naik kembali secara cepat.



-



Antihistamin (AH) khususnya kombinasi AH , dengan AH2 bekerja secara sinergistik terhadap reseptor yang ada di pembuluh darah. Tergantung beratnya penyakit, AH dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat, antihistamin dapat di berikan IV. Untuk AH2 seperti simetidin 300mg atau ranitidine 150mg harus diencerkan dengan 20ml NACL 0.9% dan diberikan dalam waktu 5menit. Bila pasien mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sbg gantinya dipakai ranitidine.



-



Kortikosteroid harus rutin diberikan baik pada pasien yang mengalami gangguan nafas maupun gangguan kardiovaskular. Memang kortikosteroid tidak bermanfaat untuk reaksi anafilaksis akut, tetapi sangat bermanfaat untuk mencegah reaksi anafilaksis yang berat dan berlangsung lama. Jika pasien sadar bisa diberikan tablet prednisone tetapi lebih disukai memberikan intravena dengan dosis 5mg/kgBB hidrokortison atau ekuivalennya. Kortikosteroid ini dapat diberikan setiap 4-6 jam.



7. Apa pentingnya menanyakan riwayat alergi dan skin test? Jawab : Riwayat alergi pasien dan melakukan skin test adalah hal yang sangat penting dikarenakan untuk pasien savety yaitu untuk menghindari efek alergi/hipersensitivitas dari pasien. Skin test itu adalah melakukan test antibiotik atau obat lain (seperti ATS) melalui sub cutan untuk mengetahui ketahanan terhadap salah satu jenis antibiotik atau obat lain. Skin test digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit, dimana bila positif akan timbul bentol, merah, gatal-gatal. Dengan demikian, skin test bermanfaat membantu dokter



untuk mengkonfirmasi



sensitivitas pasien terhadap timbulnya alergi atau tidak pada obat yang akan disuntikkan, sehingga dokter dapat memberikan obat yang sesuai untuk menghindari alergi tersebut.



SKENARIO 5 LUPUS ERITEMASTOSUS SISTEMIK (LES) 1. Jelaskan definisi, etiologi, kriteria, manifestasi klinis, mekanisme, faktor-faktor yang mempengaruhi, macam-macam penyakit autoimun! Jawab : Definisi Autoimun adalah suatu respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang terjadi akibat kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self tolerance atau dapat dikatakan sebagai kegagalan pada toleransi imunitas sendiri (antibodi tidak mengenali antigen diri dan menganggap antigen diri itu asing). Penyakit autoimun terjadi ketika respon autoimun atau respon sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan kemudian menyerang jaringan tubuh itu sendiri sehingga memunculkan kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis, padahal seharusnya sistem imun hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh Etiologi Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan selftolerance sel B, sel T atau keduanya. Potensi autoimun ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat mengeskpresikan reseptor spesifik untuk banyak self antigen. Autoimun terjadi karena self-antigen dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Baik antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam pathogenesis penyakit autoimun, seperti Rheumatoid Arthritis (RA) dan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). -



Terjadi karena self antigen dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Baik antibody maupun sel T, keduanya dapat berperan dalam patogenesis autoimun. Namun penyebab sel menyerang dirinya sendiri belum diketahui secara pasti.



-



Pajanan antigen diri yang dalam keadaan normal tidak dapat dikenali kadang-kadang memicu serangan imun terhadap antigen tersebut.



-



Antigen diri yang normal mengalami modifikasi oleh faktor-faktor seperti obat, bahan kimia, lingkungan, mutase genetik sehingga tidak lagi dikenal oleh sistem imun. Manifestasi Autoimun



-



Nyeri di sekujur tubuh



-



Nyeri sendi, lutut, pergelangan tangan, kaki disertai pembengkakan atau kekakuan



-



Fatigue (merasa lelah berkepanjangan)



-



Timbul demam ringan namun suhunya masih dalam batas normal



-



Sering terkena sariawan Mekanisme autoimun (mekanisme hipersensitivitas tipe III) Faktor-faktor yang mempengaruhi Bisa berasal dari faktor genetik, lingkungan (terpapar zat kimia), hormon (misalnya hormon estrogen pada wanita), infeksi dan kemiripan molekuler (beberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan antigen sel sendiri), obat-obatan (antigen asing dapat diikat oleh permukaan sel dan menimbulkan reaksi kimia dengan antigen permukaan sel tersebut yang dapat mengubah imunogenitasnya) a. Faktor keturunan/genetik Dapat dijumpai pada keluarga tertentu. Misalnya, anggota keluarga generasi pertama mengandung autoantibodi maka keturunannya akan memiliki autoantibodi juga. b. Faktor hormon dan seks Hormon dari kelenjar tiroid, hipotalamus dan hormon adrenal mempengaruhi homeostasis sistem imun dan rangsangan terhadap antigen. Hormon seks yang berperan yaitu hormon estrogen sehingga kemungkinan wanita mengidap autoimun lebih besar dari pria. c. Faktor mikroba Beberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan antigen sel sendiri. Respon imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat bermula pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang sel B untuk membentuk autoantibodi. d. Sifat autoantigen Enzim dan protein sebagai antigen sasaran dan bereaksi silang dengan mikroba. e. Obat-obatan Obat-obatan dari jenis klorpomazin, metilpoda, isoniazid, dilantin, penisilamin, kuinidine, hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (obat detak jantung yang tidak teratur) jika dikonsumsi terus akan membentuk antibody penyebab Lupus. f. Usia Biasanya penyakit autoimun menyerang dewasa. Macam penyakit autoimun a. Penyakit autoimun spesifik organ



Beberapa penyakit autoimun endokrin merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam penyakit autoimun spesifik organ. Pada autoimunitas endokrin ini, proses diduga diawali dengan proses inflamasi dalam kelenjar endokrin. Sel-sel inflamasi menghasilkan berbagai sitokin yang merangsang ekspresi MHC kelas II pada permukaan sel endokrin. Kesalahan dalam ekspresi ini atau pengenalan kompleks MHC dengan antigen menyebabkan autoantigen dianggap sel asing sehingga sel-sel endokrin dihancurkan secara oksidatif dan enzimatik. Hal ini menyebabkan antigen-antigen kelenjar endokrin semakin banyak yang dilepas dan berinteraksi dengan sel-sel imun. Keberadaan autoantibodi akan menunjang diagnosis penyakit. -



Tiroiditis Hashimoto Pada penyakit ini, terjadi apoptosis yang mengakibatkan kehancuran sel-sel tiroid. Dalam prosesnya, respons imun selular berperan utama dalam menimbulkan keadaan patologik, meskipun autoantibodi juga dapat ditemukan dalam tiroiditis Hashimoto. Diduga sitotoksisitas yang terjadi adalah sitotoksisitas dengan bantuan antibodi (ADCC), karena di sini limofist T sendiri tidak bersifat sitotoksik terhadap sel kelenjar. Manifestasi klinis dapat berupa kelainan fungsi dan perbesaran kelenjar.



-



Graves’ Disease atau Tirotoksikosis Graves Tirotoksikosis adalah peristiwa berlebihnya hormon tiroid pada tubuh yang biasa diakibatkan oleh hipertiroidisme atau hiperaktivitas tiroid. Graves’ disease merupakan penyebab hipertiroidisme yang paling umum. Penyakit ini timbul akibat produksi antibodi yang merangsang tiroid. Antibodi yang menstimulasi tiroid disebut juga thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI) atau long-acting thyroid stimulator (LATS). Target dari antibody tersebut adalah reseptor TSH pada sel tiroid TSI kemudian menstimulasi sekresi dan pertumbuhan tiroid seperti halnya hormon TSH. Akan tetapi, TSI tidak dapat diberikan negative-feedback



sehingga pertumbuhan tiroid tersebut tidak terkontrol. Terkadang



TSI juga dapat memblok produksi hormon tiroid sehingga menimbulkan gejala yang kompleks. -



Diabetes Melitus Tipe I Diabetes melitus tipe I dahulu biasa disebut sebagai diabetes melitus yang bergantung insulin (insulin-dependent diabetes mellitus). Diabetes tipe ini adalah penyakit metabolik multisistem. Dasar penyakit ini adalah hancurnya sel-sel B pankreas yang memproduksi insulin oleh proses autoimun yang spesifik sel B sehingga produksi insulin terganggu. Hancurnya sel B dapat terjadi karena beberapa mekanisme, misalnya lisis oleh sel T sitotoksik, inflamasi yang dimediasi sel TH1 yang reaktif, produksi sitokin yang



menghancurkan sel, dan autoantibodi. Gejala-gejala penyakit ini adalah hiperglikemia dan ketoasidosis. Ateroskerosis progresif dapat terjadi pada komplikasi kronis. Gejala ini dapat berujung pada nekrosis iskemik pada organ internal dan alat gerak. Saraf perifer, glomerulus, dan retina juga dapat rusak akibat obstruksi mikrovaskular. b. Penyakit Autoimun Non Spesifik Organ Contoh penyakit autoimun nonspesifik organ yang paling sering dijumpai adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES) dan Artritis Reumatoid, tetapi ada juga penyakit lain seperti sklerosis sistemik, spondiloartropati seronegatif, dan Sindrom Sjörgren. -



Lupus Erimatosus Sistemik (LES) LES adalah penyakit autoimun kronis multisistemik yang umumnya terjadi pada wanita, dengan perbandingan insidens wanita banding pria 10:1. Faktor risiko LES bergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Gejala-gejala umum pada LES adalah ruam, artritis, glomerulonefritis. LES merupakan penyakit yang diakibatkan endapan kompleks imun. Pertama-tama, agregat kompleks imun akan disaring di ginjal sehingga mengendap di membran basal glomerulus. Kompleks lainnya dapat mengaktifkan komplemen sehingga terjadi proses inflamasi. Gejala yang bersifat sistemik pada LES melibatkan berbagai organ, seperti sendi, sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal. Akan tetapi, kematian oleh LES umumnya disebabkan kerusakan pada ginjal. Mekanisme pembentukan endapan kompleks imun pada LES adalah hasil ikatan autoantibodi dengan berbagai sel sehingga menimbulkan artritis, glomerulonefritis, dan vaskulitis. Gejala-gejala seperti trombositopenia, anemia hemolitik, dan keterlibatan sistem saraf pusat juga umum ditemukan. Pembentukan kompleks imun oleh autoantibodi dengan eritrosit menghasilkan anemia hemolitik sedangkan autoantibodi dengan platelet menghasilkan trombositopenia. (Akua N, 2015)



-



Reumatoid Artritis (RA) RA adalah penyakit kelainan sendi yang terjadi akibat tulang dan tulang rawan yang rusak.



Sendi-sendi yang rusak termasuk sendi pada jari, bahu, siku, lutut, dan pergelangan kaki. Respons imun seluler dan humoral sama-sama berperan dalam inflamasi pada sinovial. Seperti penyakit autoimun yang lain, faktor lingkungan dan genetik berpengaruh dalam menimbulkan penyakit ini. Dalam satu model mengenai ide patogenesis RA, faktor lingkungan seperti infeksi dan rokok merangsang pembentukan epitop antigen baru sehingga sel T dan antibodi individu-individu yang rentan gagal melakukan toleransi.



2. Jelaskan farmakokinetik obat immunosupresan! Jawab : -



Azatioprin Adalah antimetabolit golongan purin yang merupakan precursor 6-merkaptopurin. Azatioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-merkaptopurin yang merupakan metabolit aktif. Efek sampingnya akan menghambat proliferasi sel-sel yang cepat tumbuh seperti mukosa usus dan sumsum tulang.



-



Metotreksat (MTX) Mempunyai onset kerja antirematik salaam 3-6 minggu, diabsorpsi cepat dan baik pada dosis rendah, distribusinya yaitu penetrasi lambat, lebih lambat dari plasma, ikatan protein 50%, konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di ginjal dan hati. Terjadi konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat di hati. Ekskresinya berbentuk urin dan feses. Dapat digunakan untuk penyakit RA.



-



Kortikosteroid (bukan immunosupresan) Untuk mencegah reaksi penolakan transplantasi dan untuk mencegah autoimun. Biasanya digunakan Bersama immunosupresan. Kortikosteroid dapat menghambat proliferasi sel T.



3. Jelaskan tentang lupus eritemastosus sistemik! Jawab : a. Etiologi Belum diketahui secara pasti. Namun diduga melibatkan interaksi yang kompleks dan multifaktoral antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan proses apoptosis sel dan kompleks imun sangat berperan dalam perkembangan penyakit SLE. b. Patogenesis Bersifat multifaktoral meliputi faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor hormonal. -



Faktor genetik Memegang peranan penting terutama pada banyak penderita lupus yang mempunyai saudara kembar, atau dalam satu keluarga ada yang pernah terkena lupus



-



Faktor lingkungan Misalnya radiasi sinar ultraviolet. Radiasi UV mengarah pada self immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis



-



Faktor hormonal



Terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormone estrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga membuat produksi antibody pada SLE meningkat c. Patofisiologis SLE merepresentasikan gejala klinis yang unik dan berbeda dari penyakit lainnya. SLE memiliki spektrum gejala yang luas dan mencakup banyak sistem organ. Walaupun gejalanya tidak dapat dikenali secara spesifik, namun yang paling sering terjadi pada SLE adalah diproduksinya autoantibodi secara abnormal dan berlebihan serta terjadinya pembentukan imun kompleks. Produksi autoantibodi yang berlebihan merupakan akibat dari terjadinya hiperaktivitas pada limfosit B. Hiperaktivitas sel B ini dapat dipicu oleh hilangnya immune self tolerance, tingginya kadar zat zat yang bersifat antigenik baik yang bersumber dari lingkungan ataupun self antigen yang dipresentasikan oleh sel B ke sel B lain melalui spesifik antigen presenting cell, tejadinya perubahan sel T helper tipe 1 menjadi sel T helper tipe 2 yang mendorong sel B untuk memproduksi antibodi, serta terjadinya kerusakan pada supresor sel B. Selain itu, kerusakan yang terjadi pada proses regulatori imun juga dapat menyebabkan SLE yang meliputi limfosit T (suppressor T cells), sitokin (e.g., interleukins, interferon-γ tumor necrosis factor-α, transforming growth factor-β), dan natural killer cells (Dipiro et al., 2008).



d. Manifestasi klinis -



Gejala sistemik meliputi lemah, anoreksia, demam, berat badan turun



-



Gejala di kulit termasuk ruam malar, ulkus di kulit dan mukosa, purpura, keboatakan



-



Gejala nyeri sendi umumnya ditemukan namun sendi tidak mengalami deformitas



-



Gastrointestinal berupa nyeri perut akibat vasculitis peradangan pembuluh darah



-



Pada sistem saraf pusat dapat berupa kejang, koma, kelumpuhan pada satu sisi tubuh, neuropati



-



Nefritis yang bisa menyebabkan kematian



e. Diagnosis Bila dijumpai empat atau lebih dari kriteria dibawah ini maka diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85% dan spesifitas 95% -



Ruam malar/butterfly rash



-



Ruam discoid



-



Fotosensitivitas



-



Ulserasi mukokutaneus oral



-



Arthritis (bengkak, kaku)



-



Perikarditis



-



Pleuritis



-



Nefritis



-



Anemia hemolitik dengan retikulosis



-



ANA test (+), anti ds-DNA test (+)



f. Penatalaksanaan Melalui obat seperti antiinflamasi non steroid (untuk nyeri sendi), kortikosteroid dosis rendah, immunosupresan (siklofosfamid dalam bentuk intravena 0,5-1 gr/m2 dalam 0,9% NaCl, siklosporin dengan dosis 3-6 mg/kgBB)



g. Prognosis Umumnya penyakit SLE mempunyai prognosis yang tidak terlalu buruk, prognosis bertambah buruk jika terdapat komplikasi seperti kelainan pada otak, jantung, paru-paru atau ginjal.



4. Jelaskan pemeriksaan penunjang LES! Jawab : 1) Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED) 2) Urin rutin dan mikroskopik, protein kuantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin 3) Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)



4) PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid 5) Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4) 6) Foto polos thorax - Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring - Setiap 3-6 bulan bila stabil - Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif. Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik. Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada LES. Pada penderita LES ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai LES misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis reumatoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal.



5. Jelaskan faktor yang menyebabkan LES! Jawab : 1. Faktor yang menyebabkan Sistemik Lupus Eritematous a. Faktor Endogen 1. Faktor Genetik Faktor genetik meningkatkan adanya penemuan autoimun dibandigkan dengan populasi lain. Kecenderungan SLE yang terjadi pada anak kembar identik menggambarkan adanya kemungkinan faktor genetik yang berperan dalam penyakit ini. Gen-gen yang memiliki resiko tinggi terjadinya SLE terutama Human Leukocyte Antigen-DR2 (HLA-DR2) yang menunjukkan sel-sel yang mampu memberikan antigen/zat asing ke sel darah putih, HLADR3 yang mengurus gen struktural yang memproduksi berbagai jenis unsur penting pada darah dan jaringan sel lupus, dan biasa terdapat linkage SLE pada kromosom I. 2. Faktor Stress Stress yang berlebihan memicu aktifnya Lupus. Lupus merupakan penyakit kronik yang menyebabkan seseorang akan lebih rentan untuk merasa rendah diri, terbatas aktifitasnya, dan jauh dari pergaulan. Hal ini membuat daya tahan tubuh menurun dan menimbulkan infeksi. Demam akan memperparah Lupus karena bisa memicu proses melalui virus dan bakteri yang berkembang karena daya tahan tubuh menurun. 3. Faktor Endokrin



Faktor hormonal seks mempunyai peran penting dalam perkembangan dan penelitian klinis SLE. Pada wanita saat menstruasi anakn memiliki gejala SLE yang lebih buruk. 4. Antibodi dan Kompleks Imun Autoantibodi adalah penanda Lupus yang sering kali menghasilkan sesuatu yang tidak memiliki kepentingan klinis maupun patologis dan menyerang sel tubuh dan jaringannya sendiri. Autoantibodi yang berperan dalam Lupus dapat digolongkan menjadi : antibodi yang terbentuk pada nucleus, seperti ANA, Anti ds-DNA, dan Anti-sm. Antibodi yang terbentuk pada sitoplasma seperti, antibodi pada sel-sel yang berbeda jenis serta antibodi yang terbentuk pada antigen. Kompleks Imun yang rusak mengakibatkan reaksi imun sehingga mengaktifkan komplemen dan menarik makrofag dan neutrofil yang dapat menyebabkan peradangan vaskular, fibrosis dan kerusakan jaringan. b. Faktor Eksogen 1. Sinar Matahari Sinar matahari dapat memancarkan sinar ultraviolet yang dapat merangsang peningkatan hormone esterogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimun dan memicu terciptanya autoantibodi. Sinar ultraviolet menyebabkan sel-sel kulit melepaskan subtansi (sitokin, prostaglandin) yang memicu inflmasi pada organ tubuh yang terserang SLE. 2. Infeksi Virus Partikel Ribonucleat Acid (RNA) virus membuat reaksi respon imun abnormal. Virusvirus yang terlibat dalam penyebab SLE diantaranya myxoviruz, reovirus, measle, parainfluenza, mump, Epstein-Bar, dan onco atau retrovirus jenis C. 3. Makanan Makanan yang dapat memicu Lupus adalah makanan yang mengandung L-canavanine dan juga pemanis buatan (Aspartam) serta sayuran yang mnegandung belerang seperti kubis, dll. 4. Obat-obatan Obat-obatan dari jenis klorpomazin, metilpoda, isoniazid, dilantin, penisilamin, kuinidine, hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (obat detak jantung yang tidak teratur) jika dikonsumsi terus akan membentuk antibody penyebab Lupus.



6. Mengapa terjadi nyeri sendi? Jawab :



Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri sendi yaitu : a. Mekanisme imunitas Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor antigama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk. b. Faktor metabolik Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun. c. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga dengan masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab juga memicu pennyebab nyeri sendi. d. Faktor usia Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik.



NOTE: WAH BANYAK SEKALI YA RANGKUMANNYA, UDAH KAYA BUKU AJA HEHE. MAAF YA KALO KEPANJANGAN, TAPI KALIAN BISA KAN YA NTAR DIPILIH-PILIH MANA YANG HARUS DIPAHAMI DAN DIHAFAL. INI SUMBERNYA DARI BUKU SUCI, LAPORAN KALIAN, INTERNET, DAN BUKU-BUKU LAINNYA. OH IYA KALO MASIH RAGU/MASIH KURANG SILAHKAN BISA CARI REFERENSI SENDIRI YG LEBIH TERPERCAYA OK! SEMOGA BERMANFAAT YA. SEMANGAT GENGS! JANGAN LUPA BELAJAR DAN BERDOA! LUVV CREATED AND EDITED BY: HILDA MAULYDA U😊