Refarat Judi Patologis  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN



Referat Oktober 2018



REFERAT : JUDI PATOLOGIS (F63.0) LAPORAN KASUS : GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK(F25.0)



Disusun Oleh: Musyarrafah Jamil C014172088 Residen Pembimbing : dr. Novianti Hajai Supervisor Pembimbing : dr. Erlyn Limoa Sp.KJ Ph.D



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018



LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama



: Musyarrafah Jamil



Stambuk



: C014172088



Judul Referat



: Judi Patologis (F63.0)



Judul Lapsus



: Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0)



Adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus yang telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ILMU KEDOKTERAN JIWA Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar, 2 November 2018



Supervisor Pembimbing,



dr. Erlyn Limoa Sp.KJ, Ph.D



Residen Pembimbing,



dr. Novianti Hajai



i



DAFTAR ISI Lembar Pengesahan .............................................................................................



ii



Daftar Isi ...............................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................



3



1.1 Latar Belakang ....................................................................................



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................



5



2.1Definisi .................................................................................................



4



2.2Epidemiologi ........................................................................................



4



2.3Mekanisme Sindrom Adiksi.................................................................



5



2.4Etiopatofisiologi ...................................................................................



7



2.5Diagnosa dan Gambaran Klinis ...........................................................



12



2.5Diagnosa Banding ................................................................................



15



2.6Tatalaksana...........................................................................................



16



BAB III PENUTUP .............................................................................................



21



3.1 Kesimpulan..........................................................................................



21



DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................



22



2



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Beberapa perilaku, selain konsumsi zat psikoaktif, dapat menghasilkan “rewards” jangka pendek yang menimbulkan perilaku persisten, seperti kurangnya kontrol terhadap perilaku. Kurangnya kontrol terhadap perilaku adalah konsep inti yang mendefinisikan ketergantungan atau kecanduan zat psikoaktif. Kesamaan ini telah melahirkan konsep non-zat atau "perilaku" kecanduan, yaitu, suatu sindrom yang analog dengan kecanduan substansi, tetapi dengan fokus perilaku selain konsumsi zat psikoaktif. Menurut Undang-undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3) menjelaskan “Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain,demikian juga segala pertaruhan lainnya Judi patologis (pathological gambling) merupakan salah satu gangguan yang banyak dipelajari dari kecanduan perilaku, baik dalam beberapa studi terakhir sehingga, memberikan wawasan lebih lanjut ke dalam hubungan kecanduan perilaku dan gangguan penggunaan zat. Dalam referat ini akan dibahas mengenai judi patologis serta kelaianan kecanduan internet yang merupakan salah satu gangguan yang direncanakan masuk dalam kriteria diagnostik menurut DSM.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Judi Patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulangdan menetap dan menimbulkan masalah ekonomi serta gangguan yang signifikan di dalam fungsi pribadi, sosial dan pekerjaan. Aspek perilaku maladaptif mencakup (1) preokupasi terhadap judi; (2) kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin bertambah untuk memperoleh kegairahan yang diinginkan; (3) upaya berulang yang tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi; (4) berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah; (5) berjudi untuk membalas kekalahan; (6) berbohong untuk menutupi tingkat keterlibatan dengan perjudian;



(7)



melakukan



tindakan



ilegal



untuk



membiayai



judi;



(8)



membahayakan atau kehilangan hubungan baik pribadi maupun pekerjaan karena judi; dan (9) mengandalkan orang lain untuk membayar hutang.1 2.2 Epidemiologi Jumlah pasien yang dirawat dengan masalah judi patologis meningkat tiga kali lipat dalam rentang 2005 sampai 2010. Perkiraan jumlah penjudi patologis di Jerman bervariasi antara 103.000-290.000 jiwa atau sebanyak 0,2%-0,6% dari total populasi penduduk Jerman. Sebagian besar, 70-80% dari jumlah penjudi patologis adalah laki-laki; 90% dari penjudi patologis tersebut juga memiliki gangguan psikiatri lainnya; 40% dari penjudi patologis memiliki setidaknya 5 diagnosis psikiatri yang berbeda.2 Welte et al (2002) melakukan tanya jawab pada lebih dari 2700 laki-laki di US dengan usia 18 tahun keatas. Sebanyak 82% dari jumlah sampel mengaku pernah berjudi terutama di kasino dan lotere, sebanyak 2% merupakan penjudi patologis; meningkat dari jumlah tahun sebelumnya 1,35%.3 Tahun 2006 melakukan penelitian menggunakan sampel berusia 18 tahun atau lebih, di Misouri dan Illlinois US, ditemukan dari 552 sampel yang pernah berjudi, 16,8% merupakan penjudi patologis. 4



4



2.3 Mekanisme Sindrom Adiksi Sebuah sindrom adalah sekelompok gejala dan tanda yang berhubungan dengan sebuah kondisi abnormal; tidak semua gejala atau tanda ada pada setiap ekspresi sindrom, dan beberapa manifestasi dari sindrom memiliki tanda dan gejala yang unik. Sebagai tambahan, sindrom dan tanda yang muncul juga gejala yang muncul sebagai karakteristik dari kondisi yang mendasari memiliki progresi temporal. Bukti yang ada menunjukkan (1) beberapa persamaan gejala terjadi walaupun berasal dari adiksi yang berbeda dan (2) persamaan ini menunjukkan etiologi yang sama: sebuah sindrom. Gambar 3.1 merupakan gambaran hipotesis dari rantai kejadian sebelumnya sehingga sindrom adiksi muncul.



Gambar 3.1 diagram model mekanisme sindrom adiksi Sumber Gambar: Shaffer H.J, LaPlante DA, et al.Toward a Syndrome Model of Addiction: Multiple Expressions, Common Etiology. Harv Rev Psychiatry 2004;12:367–374



Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1, anteseden dari sindrom adiksi meliputi tingkat kerentanan individu, pajanan terhadap objekadiksi, dan interaksi dengan objek adiksi. Lebih spesifik lagi, mellaui pertumbuhan seseorang, orang tersebut akan berinteraksi dengan kombinasi elemen neurobiologis dan psikososial yang



5



dapat memengaruhi kebiasaan mereka, dan hal-hal ini akan terus berkumpul. Beberapa lemen akan meningkatkan kerentanan seseorang untuk mengalami adiksi, dan beberapa elemen dapat bersifat protektif dan dapat menurunkan kesempatan seseorang mengalami adiksi (seperti dukungan social dari kelompoknya dan kepercayaan agama). Selama kehidupan mereka, individu terekspos dan memiliki akses terhadap objek adiksi yang berbeda. Eksposur dan akses pada objek adiksi meningkatkan kemungkinan individu berinteraksi dengan objek tersebut. Interaksi berulang dengan sebuah objek adiksi dapat menyebabkan individual yang beresiko terekspos dengan konsekuensi neurobiologis yang keduanya umum pada semua objek adiksi (aktivasi reward circuity) dan kesemuaya unik pada adiksi objek yang spesifik (psikoaktivitas). 5 Bila (1) seorang individu berulang-ulang berinteraksi dengan objek yang spesifik atau objek adiksi, dan (2) konsekuensi neurobiologist dan social dari interkasi berulang ini menghasilkan pergeseran subjektifitas yang sangatdiingankan bersifat sangat kuat, maka tahap sindrom adiksi akan muncul. Pergeseran subjektifitas yang sangat diinginkan ini, merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan sindrom adiksi. 5 Pada tahap sindrom ini, sikap orang-orang akan menjadi lebih rentan dan terkesan bingung, sehingga kebiasaan mereka gampang menjadi lebih atau kurang ‘sehat’. Walaupaun distal atendens dari adiksi dapat didikomentasikan dengan baik, proksimal atendans yang mempengauhi perkembangan selanjutnya masih sulit didokumentasikan –tetapi faktor biopsikososial mempunyai berpengaruh pada distal antesedans. 5 Sindrom adiksi dapat bermanifestasi dalam beberapa cara; karakteristik premorbid dan beberapa sekuele bergantung pada objek yang digunakan orang berinteraksi. Sebagai contoh, jika orang lebih sering berinteraksi dengan slot mesin, ketika sindrom adiksi muncul, bermanifestasi dan sekuele nya akan terkait dengan karakteristik yangs ecara unik menganggambarkan objek adiksi ini.5



6



2.4 Etiopatofisiologi 2.4.1



Faktor Famili dan peran genetik



Teknik molekular genetik telah digunakan untuk menemukan hubungan faktor genetik pada judi patologis. penelitian molekular genetik telah mengedentifikasi varian alel spesifik dari gen yang berhubungan dengan sistem neurotransmiter yang berperan dalam judi patologis. Studi asosiasi menunjukkan terdapat hubungan antara judi patologis dan varian alel polimorfisme pada reseptor gen dopamin, gen transporter serotonin, dan gen monoamine-oksidase A. 6 Studi



asosiasi



dbiuat



dengan



membandingkan



frekuensi



dari



alel



polimorfisme pada kelompok pasien dengan penyakit tertentu dengan kelompok kontrol dari popolasi yang berbeda. Jika sebuah alel tertentu merupakan predisposisi penyakit yang dimaksud, maka alel tersebut secara statistik lebih banyak ditemukan pada kelompok penyakit dibandingkan dengan kelompok kontrol. 6



Tabel 4.1 menunjukkan kumpulan studi asosiasi yang telah dilakukan pada kelompok judi patologis. Sumber gambar: Ib´a˜nez Abgela, et al. Genetics of Pathological Gambling. Journal of Gambling Studies, Vol. 19, No. 1, Spring 2003.



7



Varian alel polimorfisme dari gene MOA-A ditemukan pada kelompok sampel laki-laki dengan judi patologis yang lebih berat, menunjukkan bahwa mungkin saja perbedaan gender menjadi salah satu etiologi pada judi patologis. selain itu, ditemukan varian pendek polimorfisme gen transporter serotonin yang tidak begitu berfungsi, berhubungan dengan aktivitas promoter yang berkurang, dan hal ini ditemukan lebih signifikan pada kelompok judi patologis laki-laki dibandingkan kelompok kontrol laki-laki. 6 Pada penelitian lain ditemukan peran gen yang berhubungan dengan sistem dopaminergik pada judi patologis. penelitian oleh Comings et all (1996), menemukan hubungan yang bermakna antara alel Taq-A1pada gen reseptor dopamin D2 pada judi patologis dibandingkan kelompok kontrol. Alel TaqA1 juga ditemukan berhubungan dengan kebiasaan impulsif-adiktifkompulsif. Hal ini, menunjukkan Reward Dificiency Syndrome bisa saja menjadi etiologi genetik yang utama pada judi patologis. 6 Alel DRD4 7-repeat yang menkode reseptor DRD4 yang ‘kurang efisien’ ditemukan lebih banyak pada perempuan dengan judi patologis jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukan jalur dopaminergik melalui keterlibatan DRD4 memegang peranan tertentu dalam etiologi judi patologis. 6 Walaupun ditemukan banyak faktor genetik yang mungkin saja menjadi patofisiologi judi patologis, tetap saja masih dibutuhkan penelitan lebih lanjut yang lebih mengkhusus pada hubungan subtrate geneik, fungsi biologis dan manifestiasi klinis spesifik dari judi patologis, kemungkinan keterlibatan perbedaan jenis kelamin, dan bantuan untuk mengembangkan terapi yang lebih efektif dari judi patologis.6 2.4.2 Faktor sosiologikal Perspektif sosiologikal berasumsi baha judi patologis merupakan response ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan permasalah (coping) pada lingkungan sosial yang lebih besar. Perjudian membantu untuk menciptakan subkultur yang lebih terkontrol dimana kehidupan menjadi lebih simpel dan



8



lebih berharga. Penelitian sosiologikalmenyebutkan stuktur sosial dalam sebuah lingkungan perjudian juga memegang peranan dalam perkembangan dan pemeliharaan judi patologis. perjudian terletak dalam sebuah spekturm luas dengan judi sosial dan judi patologis terletak di masing-masing ujung spektru tersebut. Interaksi antara penjudi dan petugas ruangan judi pada sebuah permaina judi kartu menimbulkan interaksi sosial. 7 Dalam sebuah penelitian oleh Rosecrane (1986, 1988), ditemukan bahwa penjudi dalam permainan acuan kuda tetap bermain walaupun kalah, dengan alasan bahwa hadiah/keuntungan yang didapatkan melebihi biaya yang dikeluarkan. Hadia/keuntungan yang dimaksud adalah interaksi sosia, stimulasi



sensoris,



kesempatan



untuk



membuat



keputusa,



dan



pengaktualisasian karakter. 7 Ocean and Smith tahun 1993 menemukan bahwa hadiah/keuntungan sosial yang didapatkan penjudi di kasino seperti kelompok sosial, dukungan emosi dan moral, kepercayan diri, dan status sosial) dan masalah penjudi tersebut dengan dunia luar (kehilangan hubungan sosial dengan kerabat dan konflik terhadap norma sosial) memegang peranan sebagai pendorong seorang judi bukan patologis untuk terus berjudi walaupun telah kalah berkali-kali. Sebuah proses yang disebut sebagai ‘double reinforcment’ terjadi, dimana hadiah/keuntungan sosial tadi beroeran sebagai ‘posiive reinforcment’ sedangkan masalah penjudi dengan dunia luarnya berperan sebagai ‘negative reinforcment’. 7 2.4.3 Faktor indvidu Beberapa



faktor



individu



yang



dimaksud



termasuk,



kepribadian,



biologi/biokimia, kognisi, dan keadaan psikologikal. 7 2.4.3.1 Kepribadian Beberapa ciri kepribadian yang bisa saja menjadi faktor risiko seorang penjudi berkembang menjadi penjudi patologis antara lain ciri kepribadian sensation-seeking/pencari perhatian dan impulsif. 7 Anderson dan Brown 1991, mengajukan hipotesis mengenai ciri kepribadian sensation-seeking/pencari perhatian melibatkan arousal



9



hypothesis/hipotesis gairah, yaitu orang-orang tetap berjudi bukan karena alasan uang hadiah yang akan didapatkan, melainkan perasaan bergairah dan bergembira yang menjadi hadiah yang akan didapatkan. Dickerson tahun 1984 menyatakan bahwa penjudi patologis yang terus menerus berjudi dan mendapatkan kekalahan, akan menghasilkan sebuah perasaan yang harus terpuaskan, yang nantinya akan mengakibatkan seorang penjudi patologis akan terus berjudi. 7 Meskipun begitu, beberapa peneliti masih membingungkan apakah ciri kperibadian sensation-seeking/pencari perhatian yang membuat seseorang cenderung berjudi, ataukah, perjudian meningkatkan kecenderungan seseorang untuk menjadi seorang sensation-seeking/pencari perhatian. 7 Impusivitas, dimensi inti dari semua kepribadian manusia, dapat diartikan sebagai kebiasaan yang bersifat spontan dan tidak terencanakan yang dapat terjadi tanpa kontol diri seseorang. Cartlon & Manowitz, 1994; Steel &Blaszczynski, 1998, dalam Raylu & Oei, 2002 menyatakan impusivitas merupakan karakteristik utama dari judi patologis. beberapa studi menunjukkan individu yang termasuk judi patologis memeriliki nilai impusivitas yang lebih tinggi dibandingkan pada individu bukan penjudi, penjudi rekreasi (recreational gamblers), dan penjudi dengan frekuensi berjudi yang lebih rendah. 7 2.4.3.2 Neurobiologi Dalam satu studi tentang aktivitas MAO-B platelet, yang merupakan marker perifer dari fungsi 5HT (serotonin), ditemukan menurin pada individu dengan judi patologis maupun penyalahgunaan zat. Kadar metabolit 5HT -5 asam setat hidroksindol dalam cairan serebrospinal ditemukan dalam kadar yang rendah, baik pada individu dengan judi patologis maupun penyalahgunaan zat. Meta-klorfenilpiperazin, sebuah metabolis dari trazodone yan berfungsi sebagai agonis parsial dan memeikili afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin, menimbulkan respon euforia pada individu dengan judi patologis dan penyalahgunaan zat, berbeda pada kelompok kontrol. Disfungsi serotonin pada gangguan



10



pengendalian impuls dapat menggambarkan gangguan inhibisi pada bagian forntal otak yang mencegah individu mengendalikan kemauan mereka. 8 Gangguan pada jalur dopaminergik telah diketahui sebagai penyebab seseorang mencari penghargaan/hadiah (rewards) seperti perjudian atau zat, yang dapat memancing pengeluaran dopamin dan menghasilkan perasaan nikmat. Bagian pusat dari ketergantungan berada pada jalur dopamine mesolimbik yang berhubungan dengan are tergmental ventral sampai pada nukleu accumbens atau stiatum ventral. Aktivitas dopamin pada nukleus accumbens terpusat pada model perkembangan dari sirkuit dorongan/motivasi yang mendasar judi patologis dan penyalahgunaan zat pada remaja. ‘reward deficiency syndrom’ merupakan sebuah hipotesis dimana level dopamin rendah –yangdapat merupakan efek keterlibatan banyak gen dan stimulus lingkungan, yang mengakibatkan seorang individu rentan mengalami gangguan kebiasaan adiksi yang banyak, impulsif, dan kompulsif. Gangguan fungsi dopamine dapat menimbulkan keinginan yang berlebihan terhadap sesuatu. 8 Selain itu, sistem opiodergik juga memegang peranan. Diketahui bahwa individu dengan gangguan sistem opiodergik juga merasakan eforia yang berlebihan setelah berhasil melakukan ‘perilaku’ tersebut dan setelahnya merasa sangat kesulitan untuk mengendalikan keinginan untuk melakukan perilaku adiksi tersebut. 8 Individu dengan judi patologis menunjukkan perilaku yang sama dengan pasien yang mengalami kerusakan kerusakan neurologikal pada korteks prefrontal ventromedial (VPC), seperti membuat keputusan hanya berdasarkan keuntungan sesaat/saat ini tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang akibat keputusan mereka.8 Lebih dari itu, pada penjudi patologis, masalah pemusatan perhatian dan impulsifitas menunjukkan penurunan fungsi eksekusi. Fungsi eksekusi ini



11



seringkali merupakan gambaran kerusakan otak minimal dengan gangguan pada lobus frontalis. 9 2.4.3.3 Kognisi Beberapa bukti penelitian menunjukkan pola pikir yang irasional memegang peranan penting dalam perkembanganjudi patolgois. Penjudi patolgois memegang kepercayaan yang salah tentang judi yang membnatu mereka tetap berjudi walaupun telah kalah berkali-kali. Penjudi umunya memeiliki dua kepercayaan: 1. Mereka dapat secara langsung atau tidak langsung memengaruhi haril dari permainan judi mereka, 2. Mereka dapat dengan benarmenebak hasil dari permainan mereka. 6 Dalam penelitian oleh Langer, 1975 dan Reid 1986 dikatakan bahwa, semakin banyak kesempatan berjudi yang memiliki faktor pilihan (seperti memeilih sendiri tiket perjudian), familiaritas (seperti memiliki mesin perjudian yang sudah sering digunakan) dan keterlibatan langsung dalam permainan (seperti permainan dadu, kartu), semakin besar ilusi kontol yang dibuat oleh individu tersebut. Selain itu, jika sebuah permainan judi membutuhkan skill pemain, maka semakin besar kecenderungan individu untuk mengontrol lingkunganya dan melebih-lebihkan eksempatannya untuk menang. 6



2.5 Diagnosa dan Gambaran Klinis Berdasarkan PPDGJ III (F63.0), judi patologis didiagnosa dengan 1. Gambaran esensial dari gangguan ini adalah berjudi secara berulang yang menetap (persistently repeated gambling), yang berlanjut dan seringkali meningkat meskipun ada konsekuensi social yang bmerugikan seeprti menjadi miskin, hubungan dalam keluara terganggu, dan kekacauan kehidupan peribadi. 2. Judi patologis harus dibedakan dari:



12







Judi dan taruhan untuk kesenangan atau sebagai paya mendapatkan uang, orang ini dapat menahan diri apabila kalah banyak atau ada efek lain yang merugikan







Judi berlebian oleh gangguan manic (F30.)







Judi pada kepribadian dissosial (F60.2); (disini terapat lebih banyak gangguan dalam perilaku social lain yang menetap, terlihat oula tindakan-tidakan agresif atau cara-cara lain yang



menunjukkan



sangat



kurang



peduli



terhadap



kesejahteraan dan perasaan orang lain Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk perilaku yang patologis, diperlukan sebuah pemahaman mengenai kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Pada dasarnya, ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu : 2



1.



Social Gambler Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori “normal” atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut memberi lottery ( kupon undian ), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol dorongandorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga. 2



2.



Problem Gambler



13



Penjudi tingkat kedua disebut penjudi “bermasalah” atau problem gambler,



yaitu



perilaku



berjudi



yang



dapat



menyebabkan



terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA 1997). Penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang paling tinggi disebut penjudi patologis jika tidak segera disadarai dan diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer, Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website Harvard Medical School ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis. 2 3.



Pathological Gambler Penjudi tingkat ketiga disebut penjudi ‘patologi’ atau pathological gambler atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terusmenerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan, tanpa



dapat



mempertimbangkan



akibat-akibat



negatif



yang



ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan di sekitarnya. 2 DSM-Vyang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan mental yang disebut Substance-Related and Addictive Disorder Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain. Individu yang sudah masuk dalam



14



kategori penjudi patologis seringkali diiringi dengan masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat (Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang berhubungan dengan fungsi seksual. 2 2.6 Diagnosis Banding Judi sosial dibedakan dengan judi patologis dalam hal bahwa judi sosial dilakukan dengan teman-teman, pada waktu khusus, dan dengan kehilangan yang dapat diterima serta ditoleransi yang telah ditentukan sebelumnya. Judi yang simptomatik pada episode manik biasanya dapat dibedakan dengan judi patologis melalui riwayat adanya perubahan mood yang nyata dan hilangnya penilaian sebelum berjudi. Perubahan mood mirip-manik lazim ditemukan pada judi patologis, tetapi selalu menyertai kemenangan dan biasanya digantikan dengan episode depresif



karena



kekalahan



selanjutnya.



Orang



dengan



gangguan



kepribadian antisosial dapat memiliki masalah dengan judi. Jika kedua gangguan ada, keduanya harus didiagnosis.2 2.7 Terapi 2.7.1



Terapi non farmakologis



2.7.1.1 Gamblers Anonymous Penjudi jarang datang langsung secara sukarela untuk diterapi. Masalah hukum, tekanan keluarga, atau keluhan psikiatrik lainnya membawa penjudi pada terapi. Gamblers Anonymous (GA) didirikan di Los Angeles pada tahun 1957 dan meniru alcoholics Anonymous (AA); GA merupakan terapi yang efektif, terjangkau, setidaknya di kota besar, untuk jadi pada sejumlah pasien. GA adalah suatu metode terapi kelompok inspirasional yang meliputi pengakuan di hadapan publik, tekanan kelompok sependeritaan, dan adanya penjudi yang telah pulih (seperti pada AA) yang siap membantu anggota untuk menolak impuls berjudi. Walaupun begitu, titik berat



15



GA lebih kepada kesulitan secara finansial dari individu dan keluarga. Meskipun demikian, angka drop-out dari GA tinggi. Pada beberapa kasus, perawatan di rumah sakit dapat membantu yaitu memindahkan pasien dari lingkungannya. Tilikan sebaiknya tidak dicari sampai pasien benar-benar jauh dari perjudian selama 3 bulan. Pada saat ini, pasien yang merupakan penjudi patologis dapat menjadi kandidat yang sangat baik untuk psikoterapi berorientasi tilikan.



Terapi



kognitif



perilaku



(contoh,



teknik



relasksasi



digabungkan dengan visualisasi penghindaran judi) memiliki beberapa keberhasilan.10



16



12 langkah pada Gambler’s Anonymous (Twelve Steps of Gambler's Anonymous).3 1. Kami mengakui, kami tidak berdaya terhadap perjudian- bahwa hidup kami menjadi tidak terkendali 2. Percaya bahwa kekuatan atau power yang lebih besar berasal dari diri kita sendiri, sehingga bisa mengembalikan kita kea rah berpikir dan hidup yang normal 3. Membuat keputusan untuk mengubah kehendak dan kehidupan kita, sesuai pemahaman kita sendiri. 4. Membuat sendiri fearless moral dan inventaris keuangan 5. Mengakui kesalahan yang ada pada diri sendiri kepada orang lain 6. Sepenuhnya siap untuk menghapus karakter yang buruk 7. Dengan rendah hati meminta Tuhan (dari pemahaman kita) untuk menghapus kekurangan kami. 8. Membuat daftar semua orang yang telah kita rugikan, dan bersedia untuk menembus kesalahan kepada mereka semua. 9. Membuat pengakuan salah langsung kepada orang lain 10. Melanjutkan untuk menhambil inventaris pribadi, dan ketika kita salah, segera mengakui kesalahan tersebut. 11. Berusaha melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sesuai kepercayaan kita 12. Setelah membuat upaya untuk berlatih prinsip-prinsip ini dalam semua urusan kami, kami mencoba untuk membawa pesan ini ke penjudi kompulsif lainnya



2.7.1.2 Terapi Perilaku Kognitif (Cognitve Behavioral Therapy) Perawatan ini menggabungkan kognitif dan aspek perilaku dan upaya untuk mengubah kognisi dan perilaku penjudi '. Sharpe & Tarrier, mengembangkan



pendekatan



kognitif-perilaku



yang



melibatkan



identifikasi situasi berisiko tinggi (melalui analisis fungsional) atau pemicu internal dan eksternal yang menyebabkan dorongan untuk berjudi dan kemudian bekerja pada strategi yang efektif. Pengobatan lain sering dimasukkan dalam paket kognitif-perilaku meliputi pelatihan di



17



ketegasan, pemecahan masalah, keterampilan sosial, pencegahan kambuh dan relaksasi.7 Beberapa percobaan terapi perilaku kognitif untuk judi patologis telah dilakukan. Sebuah studi yang membandingkan respon pengobatan antara terapi perilaku kognitif Cognitve Behavioral Therapy) dan kontrol daftar tunggu pada 29 subyek dengan judi patologis menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok perlakuan, termasuk bukti bahwa perbaikan tersebut dipertahankan pada tindak lanjut penilaian 6 dan 12 bulan. Penelitian lain menunjukkan hasil yang sama menggunakan terapi ini, baik pada individu maupun kelompok. Singkatnya, ada berbagai psikoterapi yang telah digunakan untuk mengobati judi patologis. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan sampai saat ini, ada data untuk mendukung pengurangan judi patologis menggunakan kedua mertode yakni 12-langkah Model Gamblers Anonymous dan terapi perilaku kognitif(Cognitve Behavioral Therapy).11



2.7.2



Terapi farmakologis Disamping efek pada diri dan sosial akibat adiksi judi, tidak ada medikasi farmakologi yang benar-benar diterima sebagai pengobatan dari judi patologis. walaupu demikian, 18 studi mengenai agen farmakologi (antidepresan, antagonis opioid, agen glutamanergik, dan stabilisasi mood) sebagai pengobatan judi patologis, dan dari banyak studi tersebut yang menunjukkan beberapa terapi medikasi



yang



mungkin saja berguna dalam terapi judi patologis ini. 12 Antidepresan merupakan salah satu medikasi yang digunakan untuk mengobati judi patologis berdasarkan hubungan antara judi patologis dan kompulsifitas, ditemukan disfungsi serotonin pada judi patolgis., kemungkinan efek clomipramin untuk mengobati judi patologis dan penggunaan



fluvozamine



unntuk



mengobati



compulsive-



buying.Penelitian akhir-akhir ini berfokus pada kesamaan gejala klinis



18



dari judi patologis dan penyalahgunaan zaat, seperti ketidak mampuan mengontrol impuls, peningkatan toleransi dan terus terlibat dalam kebiasaan tersebut walaupun individu dalam keadaan sadar akan konsekuensi negatif yang dapat ditimbulkan. Dan jalur neurologis yang hampir sama natara judi patologis dan adiksi zat, yang akhirnya memberikan pilihan penggunaan anatgonis opiat. 12 2.7.2.1 Antidepressants Penggunaan paroxetin sebagai terapi judi patologis telah diteliti sebeumnya dalam dua studi. Satu studi oleh Kim et al, 2002 meneliti penggunaan paroxetin dibandingkan dengan placebo pada kelompok populasi judi patologis selama 8 minggu. Kelompok dengan paroxetin menunjukkan hasil perbaikan yang lebih signifikan. Kelompok judi patologis dengan penggunaan paroxetin selama 8 minggu, didapatkan 61% mengalami perbaikan yang bermakna, sedangkan pada kelomok kontrol dengan placebo hanya sebanyak 23% yang mengalami perbaikan dalam waktu 8 minggu. 12 Selain itu, fluvoxamin juga diteliti dalam dua buah studi. Hasil yang didapatkan cukup bermakna. Satu studi oleh Hollander et al, 2000 menunjukkan hasil yang mendukung efikasi obat inipada odsis 207 mg/hari. Tetapi pada studi yang lain, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan.penelitian ini dilakukan selama 6 bulan,dikarenakan banyak sampel yang memundurkan diri dalam kurun waktu tersebut. 12 Sedangkan setraline, penelitian yang ada belum menunjukkan hasil yang bermakna, dengan doses 95mg/hari. 12 2.7.2.2.Antagonist Opioid Kemampuan opioid antagonis untuk mengatur transmisi dopamin pada jalur mesolimbik telah diteliti sebagai pengobatan judi patologis. Naltrexon telah disetujui FDA sebagai pengobatan ketergantungan alkohol, menurunkan intensitas dorongan untuk berjudi, serta pemikiran dan kebiasaan untuk berjudi. Pada sebuah studi oleh Kim et al, 2001 dilakukan pemberian naltrexone dosis 188 mg/hari, didapatkan hasil



19



yang signifkan, 75% subjek dengan naltrexone dapat menekan dorongan untuk berjudi, dibandingkan kontrol dengan placebo yaitu 24% yang dapat menekan dorongan berjudinya. 12 Selain itu, nalmefrene juga dipikirkan dapat menjadi pengobatan judi patologis. Pada sebuah studi oleh Grant JE, 2010 dengan jumlah subjek 207 orang, selama 16 minggu kelompok sampel diberikan nalmefrene. Hasil yang didapatkan sebanyak 59% sampel yang diberikan nalmefrene dapat mengendalikan dorongan untuk berjudi dibandingkan pada kontrol dengan plasebo. 12 2.7.2.3 Atypical Antipsikotik Dua studi telah mempelajari bagaimana penggunaan Olanzapie untuk mengobati judi patologis. Sebuah studi oleh Mc Elroy, 2008, menunjukkan penuruan kebiasaan dan dorongan untuk berjudi pada subjek dengan pemberian Olanzapin (rerata dosis 8,0±5,2mg)12



20



BAB III PENUTUP



KESIMPULAN Adiksi judi patologis merupakan gangguan adiksi non zat. Judi patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulang dan menetap yang mencakup preokupasi, kebutuhan untuk berjudi; upaya berulang yang tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi; berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah; berjudi untuk membalas



kekalahan;



berbohong;melakukan



tindakan



ilegal;



membahayakan atau kehilangan hubungan baik pribadi maupun pekerjaan; dan mengandalkan orang lain untuk membayar hutang. Terdapat banyak interaksi anatara etiologi padajudi patologis. Faktor geneik, sosilogikal, individu mulai dari cirri kepribadian, pernanann neurobiology yang terganggu, dan kognisi yang irrational. Terapi untuk judi patologis yaitu non farmakologi berupa terapi kelompok, dan CBT untuk memperbaiki pola pikir pasien. Dikarenakan penanan neurobiologist yang besar, terapi dapat pula diberikan untuk memperbaiki regulasi neurotransmitter yang berpean. Diberikan antidepressant terutama golongan SSRI untuk memperbaiki regulasi serotonin, dan opiate antagonis untuk memperbaiki regulasi dopamin.



21



DAFTAR PUSTAKA 1. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry : behavioral sciences / clinical psychiatry. 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 779 2. Erbas Biete, Buchner Ursula. Pathological Gambling: Prevalence, Diagnosis, Comorbidity, and Intervention in Germany. Deutsches Arzteblatt International 2012;109(10):173-9 3. Welte JB,Barnes GM, Wieczrocek, et al. Gambling Participation in the US-result from NAtinal Survey. Journal of Gambling 2002;18:313-37 4. Cunningham-William et al. Prevalence and predictors of pathologicl gambing: result from St. Louis personality, health, and lifestyle (SLPHL) study.J Psychiatr Res. 2005 July;39(4):377-390 5. Shaffer H.J, LaPlante DA, et al.Toward a Syndrome Model of Addiction: Multiple



Expressions,



Common



Etiology.



Harv



Rev



Psychiatry



2004;12:367–374 6. Ib´a˜nez Abgela, et al. Genetics of Pathological Gambling. Journal of Gambling Studies, Vol. 19, No. 1, Spring 2003. 7. Raylu N, Oei T.P.S. Pathological gambling A comprehensive review. Clinical Psychology Review 22 (2002) 1009–1061 8. Grant, Brewer, and Potenza. The Neurobilogy of Subtance and Behavioral Addictions. CNS Spectr 2006;11(12):924-930 9. Cavedini, Riboldi et al.Frontal Lobe Dysfunction In Pathological Gambling Patients.Biol Psychiatry 2002;51:334–341 10. Ferentzy P, Skinner W, Antze P. Gamblers Anonymous and the 12 Steps: How an informal society has altered a recovery process in accordance with the



special



needs



of



problem



gamblers.Journal



of



Gambling



Issues.2009.22:42-66 11. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2012.Tangerang, Indonesia.



22



12. Grant JE, Odiaug BL, Schrelber LR. Pharmacological treatments in pathological gambling. Br J Clin Pharmacol.2012



23