REFARAT RADIOLOGI  [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Afni
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNTAD PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) REFERAT Ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Dalam menyelasaikan Kepaniteraan Klinik



Oleh: Nur Afni Fadillah N 111 21 100



Pembimbing Klinik: dr. Masyita, M.Kes, Sp. Rad dr. Dafriana Darwis, M.Kes, Sp. Rad



DEPARTEMEN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA 2022



i



HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Nama



: Nur Afni Fadillah



Stambuk



: N 111 21 100



Fakultas



: Kedokteran



Program Studi



: Profesi Dokter



Universitas



: Tadulako



Judul referat



: Patent Ductus Arteriosus (PDA)



Bagian



: Radiologi Bagian Radiologi RSUD Undata Palu Program Studi Profesi Dokter Fakulas Kedokteran Universitas Tadulako Palu, Oktober 2022



Pembimbing Klinik I



Pembimbing Klinik II



dr. Masyita, M.Kes., Sp.Rad



dr. Dafriana Darwis, M.Kes., Sp.Rad



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv I.



PENDAHULUAN ........................................................................ 1



II.



ANATOMI PDA .......................................................................... 1



III.



EMBRIOLOGI PDA ................................................................... 5



IV.



EPIDEMIOLOGI ........................................................................ 6



V.



KLASIFIKASI ............................................................................ 6



VI.



ETIOLOGI .................................................................................. 7



VII.



PATOFISIOLOGI ...................................................................... 8



VIII.



DIAGNOSIS ................................................................................ 10



IX.



DIAGNOSIS BANDING ............................................................. 15



X.



PENATALAKSANAAN ............................................................. 17



XI.



PROGNOSIS ............................................................................... 17



XII.



KOMPLIKASI ............................................................................ 18



REFLEKSI KASUS .................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 25



iii



Gambar 1.



DAFTAR GAMBAR Anatomi Jantung ....................................................................... 2



Gambar 2.



Embriologi Ductus Arteriosus ................................................... 6



Gambar 3.



Variasi Bentuk PAD ................................................................. 4



Gambar 4.



Patent Ductus Arteriosus ........................................................... 10



Gambar 5.



Radiografi dada pada bayi prematur dengan PDA besar. ........... 13



Gambar 6.



Foto Toraks PDA posisi PA ...................................................... 14



Gambar 7.



Foto Toraks PDA posisi RAO ................................................... 15



Gambar 8.



Eokardiografi pada arteri pulmonalis normal............................. 17



Gambar 9.



Ekokardiografi Dopler pada kiri-kanan PDA............................. 17



Gambar 10. CT Scan PDA 3 dimensi ........................................................... 18 Gambar 11. MRI pada PDA ......................................................................... 19 Gambar 12. Foto Toraks Kasus PDA ........................................................... 28 Gambar 13. Elektrokardiografi Kasus PDA .................................................. 29 Gambar 14. Ekokardiografi Kasus ............................................................... 30



iv



PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)



I.



PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan (PJB) didefinisikan sebagai sekumpulan besar defisit struktural dan fungsional sejak masa embriogenesis jantung. Penyakit jantung bawaan merupakan tipe defek bawaan lahir yang paling banyak, hampir sepertiga dari seluruh anomali bawaan mayor. Di seluruh dunia, 1,35 juta bayi dilahirkan dengan PJB setiap tahunnya. Secara umum, PJB dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yakni PJB sianotik dan asianotik. Duktus arteriosus persisten (DAP) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan asianotik yang disebabkan oleh kegagalan menutupnya duktus tersebut. 1 Duktus arteriosus (DA) adalah struktur pembuluh darah penghubung antara aorta dan arteri pulmonalis. Bagian penting pada sirkulasi janin ini normalnya menutup secara spontan pada waktu lahir. Pada bayi cukup bulan, penutupannya secara fungsional terjadi pada 24 sampai 48 jam setelah kelahiran. Dua hingga tiga minggu kemudian terjadi penutupan secara anatomi. Pada bayi prematur, penutupannya lebih lambat. Bayi dengan berat badan lebih dari 1500g, lebih dari 95% akan menutup spontan pada hari ke-4, sedangkan dengan berat lahir di bawah 1000g, 34% duktus akan menutup spontan pada hari ke-4 dan 100% pada hari ke8. Apabila duktus tidak menutup setelah usia 3 bulan, disebut sebagai persistent ductus arteriosus (PDA).2 Insidens DAP diperkirakan berkisar 1:2.000 sampai 1:5.000 kelahiran atau berkisar 10 sampai 12% dari semua jenis PJB. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu 2 sampai 3:1.6 Prevalensi DAP pada bayi prematur lebih besar, yakni 22,5% dari kelahiran hidup. Di Indonesia, 4.000 bayi lahir dengan DAP setiap tahunnya. Duktus Arteriosus Persisten sedang dan besar sering menyebabkan kegagalan jantung dan gangguan pertumbuhan pada anak-anak1.



1



II.



ANATOMI Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis ( anterior-inferior ICS – V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya pada mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan jantung dengan alat sekitarnya yaitu:



Gambar 1. Anatomi Jantung



a) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis setinggi kosta III-I. b) Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastinal.



2



c) Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra. d) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes, vena azigos, dan kolumna vetebrata torakalis. e) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma. Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah. Factor yang mempengaruhi kedudukan jantung adalah: a. Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk jantung agak turun kebawah b. Bentuk rongga dada: Perubahan bentuk tora yang menetap (TBC) menahun batas jantung menurun sehingga pada asma toraks melebar dan membulat c. Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan mendorong bagian bawah jantung ke atas d. Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal di pengaruhi oleh posisi tubuh. Otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu: a) Luar/pericardium Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus jantung yang terletak di mediastinum minus dan di belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak mengganggu jantung. b) Tengah/miokardium Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan miokardium yaitu: 



Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria.



3







Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin antrioventikuler sampai ke apeks jantung.







Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik(atrium dan ventrikel).



c) Dalam / Endokardium Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.



Bagian- bagian dari jantung: a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra dan sebagian oleh atrium dekstra. b. Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul.



Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu: a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan berbatasan dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel dekstra dan sedikit ventrikel sinistra. b. Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior, dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan sebgain kecil dinding ventrikel sinistra. c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel dekstra.



Tepi jantung( margo kordis) yaitu: a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari vena kava superior sampai ke apeks kordis b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari bawah muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis. Alur permukaan jantung:



4



a. Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis kordis b. Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis dengan aurikula sinistra berjalan kebawah menuju apek c. Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah kanan muara ena cava inferior menuju apeks kordis.



Ruang-ruang jantung Jantung terdiri dari empat ruang yaitu: 1. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis. a. Muara atrium kanan terdiri dari: 1) Vena cava superior 2) Vena cava inferior 3) Sinus Koronarius 4) Osteum Atrioventrikuler Dekstra b. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis c. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan terdiri dari: a. Valvula triskuspidal b. Valvula pulmonalis 2. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula 3. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta terdiri dari: a. Valvula mitralis b. Valvula semilunaris aorta.10



III.



EMBRIOLOGI DUKTUS ARTERIOSUS Pada perkembangan jantung normal, bagian proksimal pasangan keenam arkus aorta embrional berkembang menjadi cabang proksimal arteri pulmonal dan bagian distal pasangan keenam kiri arkus tersebut berkembang menjadi duktus arteriosus yang kemudian menghubungkan trunkus pulmonal utama dengan aorta dorsalis kiri. Biasanya, bagian distal kanan arkus keenam mengalami degenerasi. Duktus 5



arteriosus yang masih ada pada usia lebih dari 3 bulan dinyatakan persisten dan merupakan hal yang tidak normal.1 Saat usia gestasi 16 minggu, duktus terdiri dari otot saluran arteri dengan endotel yang dipisahkan oleh lamina elastik internal dan lapisan tipis subendotelial. Seiring pertambahan usia gestasi, bagian intima menebal, dan lapisan subendotelial diinvasi oleh sel dari media yang mengganggu lamina elastik internal. Selama masa janin duktus arteriosus (Botalli) berfungsi untuk menghubungkan a. pulmonalis dengan aorta; darah kaya oksigen dari vena kava inferior yang menuju ke atrium dan ventrikel kanan, hanya sebagian kecil yang diteruskan ke paru. Sebagian besar dialirkan melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah lahir, dengan tarikan napas, maka PO2 meningkat dan arteriol paru dilatasi; hal ini akan menyebabkan duktus menutup. Kelak duktus mengalami fibrosis dan menjadi ligamentum arteriosum. Bila karena sesuatu hal duktus tidak menutup maka terjadilah duktus arteriosus persisten.



Gambar 2. Embriologi ductus arteriosus



IV.



EPIDEMIOLOGI



6



Insidens DAP diperkirakan berkisar 1:2.000 sampai 1:5.000 kelahiran atau berkisar 10 sampai 12% dari semua jenis PJB. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu 2 sampai 3:1.6 Prevalensi DAP pada bayi prematur lebih besar, yakni 22,5% dari kelahiran hidup. Di Indonesia, 4.000 bayi lahir dengan DAP setiap tahunnya. Duktus Arteriosus Persisten sedang dan besar sering menyebabkan kegagalan jantung dan gangguan pertumbuhan pada anak-anak1 Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi dan anak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti diagnosis yang terlambat, ketidaktahuan, dan tata laksana yang tidak tepat. Duktus Arteriosus Persisten (DAP) yang merupakan 1/8 – 1/10 dari seluruh penyakit jantung bawaan dengan insidensi sekitar 1 per 2.000 – 5.000 kelahiran hidup. Di Jawa Barat diperkirakan terdapat 1.000 kasus DAP per tahun. Duktus arteriosus persisten ialah penyakit jantung nonsianotik disebabkan oleh patensinya duktus arteriosus setelah bayi lahir yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desenden. 8 V.



KLASIFIKASI



Tabel.1 Klasifikasi PDA berdasarkan ukuran Duktus arteriosus dapat terjadi dalam berbagai macam ukuran dan bentuk. Biasanya, ujung aorta duktus arteriosus lebih besar dari ujung arteri pulmonalnya, menyebabkan bentuk kerucut atau konikal. Ukuran, bentuk dan hubungan terhadap struktur sekitarnya penting diperhatikan untuk memperkirakan tahanan terhadap aliran darah (perkiraan penting derajat pirau) dan juga memiliki implikasi penting terhadap intervensi penutupan nantinya. Gambar 2 menunjukkan variasi ukuran dan bentuk duktus arteriosus menggunakan klasifikasi angiografi yang awalnya digunakan untuk membantu prosedur penutupan transkateter. Variasi duktus dibagi menjadi 5 tipe, yaitu: tipe A (konikal) jika ampula aorta tergambar dengan baik dan konstriksi dekat ujung arteri pulmonal; tipe B (jendela) pendek dengan ujung aorta yang konstriksi; tipe C (tubular) duktus tanpa disertai konstriksi yang signifikan;



7



tipe D (kompleks) dengan konstriksi multipel; dan tipe E (elongasi) duktus panjang dengan penyempitan anterior jauh ke trakea pada ujung arteri pulmonum.1



Gambar 3. Variasi Bentuk PAD



VI.



ETIOLOGI PDA 1. Genetik Kasus



keluarga



dari patent ductus arteriosus



(PDA)



telah



dicatat, namun penyebab genetik belum ditentukan. Pada bayi aterm dengan patent ductus arteriosus (PDA), memiliki tingkat kekambuhan 5% pada saudara kandung. Beberapa bukti, menunjukkan bahwa sebanyak 8



sepertiga kasus disebabkan oleh ciri resesif yang diberi label PDA1, terletak pada kromosom 12, setidaknya pada beberapa populasi.7



2. Abnormalitas Kromosom Beberapa kelainan kromosom dikaitkan dengan terjadinya patent ductus arteriosus. Kelainan kromososm yang terjadi akibat teratogen, meliputi infeksi rubella kongenital pada trimester pertama kehamilan, terutama pada kehamilan 4 minggu (terkait dengan patent ductus arteriosus [PDA] dan stenosis branch arteri pulmonalis), sindrom alkohol janin, ibu yang mengonsumsi amfetamin, dan ibu yang mengonsumsi fenitoin.7



3. Prematuritas Prematuritas pada bayi saat persalinan, dapat menjadi suatu hal yang berkontribusi terhadap terjadinya persistensi duktus. Beberapa faktor yang terlibat seperti,immaturenya otot polos di dalam struktur atau ketidakmampuan paru-paru yang immature untuk membersihkan prostaglandin yang beredar dari masa gestasi dan bertahan tetap bertahan saat kelahiran. Mekanisme ini tidak sepenuhnya dipahami. Kondisi yang berkontribusi sehingga tekanan oksigen rendah di dalam darah, seperti



paru-paru yang immature, defek jantung



kongenital, dan lahir pada daratan tinggi, dapat dikaitkan dengan patensi duktus yang terus-menerus.7



4. Lain-lain Penyebab lainnya meliputi bayi berat lahir rendah (BBLR), prostaglandin, lahir di daratan tinggi dan tempat dengan tekanan oksigen pada atmosfernya rendah, hipoksia.7



VII.



PATOFISIOLOGI



Sumber O2 janin selama masa intra-uterin berasal dari plasenta, bukan dari paru-paru seperti pada bayi baru lahir. Paru-paru belum berfungsi sebagai alat pertukaran gas selama masa intra-uterin karena tidak dilewati oleh darah. Hal ini disebabkan karena tekanan di paru masih sangat tinggi pada masa uteri. Selain itu, bayi berada dalam air ketuban yang juga



9



memenuhi saluran napas sampai ke saluran napas yang terkecil sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pertukaran gas. 3 Darah yang mengandung O2 tinggi dari plasenta akan mengalir melalui vena



umbilikalis



dan akan



melintasi hati melalui duktus venosus. Dari



duktus venosus darah akan masuk ke vena kava inferior untuk selanjutnya masuk ke atrium kanan. Sebagian besar (dua pertiga) darah dari atrium kanan akan menyeberang ke atrium kiri melalui foramen ovale untuk selanjutnya mengalir ke ventrikel kiri dan akhirnya dipompakan ke aorta untuk dibagi-bagikan ke seluruh tubuh. Sepertiga lagi darah dari atrium kanan akan mengalir ke ventrikel kanan lalu dipompakan ke arteri pulmonalis.



Gambar 4. Patent Ductus Arteriosus (PDA) Dari arteri pulmonalis darah tidak mengalir ke paru, melainkan darah akan menyeberang ke aorta melalui duktus arteriosus untuk dipompakan ke seluruh tubuh. Paru – paru tidak dapat dialiri darah karena tekanannya yang sangat tinggi. Kalaupun ada sedikit yang masuk ke paru, darah tidak akan mengalami pertukanan gas di paru dan akan kembali ke atrium kiri seperti semula. Selanjutnya darah yang sudah dipakai oleh tubuh akan dikembalikan ke plasenta melalui arteri umbilikalis untuk menjalani pertukaran gas di plasenta. Di dalam kandungan, darah dengan O2 tinggi dan darah dengan O2 rendah bercampur didalam jantung



sehingga saturasi O2 darah arteri rendah. Didalam



kandungan terdapat beberapa keadaan yang mempertahankan agar duktus arteriosus tetap terbuka yaitu: (1) kadar prostaglandin (PG) yang tinggi dalam



10



darah yang dibuat oleh plasenta, (2) katabolisme PG yang rendah akibat belum berfungsinya paru-paru dan (3) saturasi O2 darah yang relatif rendah. Setelah bayi lahir otomatis kadar PG akan menurun akibat dikeluarkannya plasenta, katabolisme PG di paru meningkat dengan mulai berfungsinya paru serta O2 darah meningkat. Ketiga hal inilah yang menyebabkan PDA menutup setelah bayi



lahir.



Jika



ditemukan



keadaan yang membuat oksigen darah tidak



meningkat seperti pada bayi yang mengalami distres pernapasan, atau bayi prematur dengan kadar PG masih tinggi serta terdapat



imaturitas duktus yang



tidak memberikan respons dengan kenaikan O2, maka terjadilah PDA yang angkanya meningkat terutama pada bayi prematur dibandingkan dengan BCB 3



VIII. DIAGNOSIS A. Gambaran Klinis Gambaran klinis pasien dengan patent ductus arteriosus bervariasi mulai dari yang asimptomatik sampai kepada gagal jantung kongestif yang berat atau Sindrom Eisenmenger. Banyak pasien ditemukan dengan murmur tanpa adanya gejala klinis dan beberapa ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan ekokardiografi untuk tujuan yang lain tanpa adanya gejala klinis yang berlebihan. Beberapa pasien dapat terlihat baik - baik saja namun memiliki toleransi terhadap olahraga belebihan atau memiliki diagnosis penyakit pernafasan. Biarpun banyak pasien PDA dapat berkompensasi dengan baik, bahkan dengan kondisi left to right shunt, dan tetap dalam kondisi asimptomatik selama masa anak - anak, kondisi overload cairan kronis dapat berujung pada kondisi gagal jantung kongestif pada dewasa. Gejala dapat bermula dengan permulaan atrial fibrilasi yang merupakan hasil dari pembesaran atrium kiri yang kronis dan progressive.5 Diagnosis sering dicurigai secara klinis. Murmur terus menerus atau sistolik dapat terjadi. Murmur mungkin tidak ada ketika shunt cukup besar sehingga aliran nonturbulen gagal menghasilkan murmur yang dapat dideteksi. Tekanan darah diastolik yang rendah (karena limpasan ke dalam duktus selama diastol, lebih sering pada bayi yang prematur). Tekanan nadi yang lebar (akibat limpasan duktus atau pencurian), hipotensi (terutama pada sebagian besar bayi prematur), denyut nadi meningkat, peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau oliguria, hepatomegali, tanda-tanda edema paru sering terlihat, termasuk 11



takipnea, penurunan saturasi oksigen, dan meningkatkan dukungan pernapasan. Radiografi dada dapat menunjukkan stigmata edema paru.4 Pasien dengan patent ductus arteriosus yang kecil secara umum asimptomatik. Gejala yang timbul pada pasien akan dipengaruhi oleh ukuran dari duktus arteriosus tersebut. Pasien dengan duktus yang besar dengan arah tekanan perpindahan darah ke kiri-kanan akan berpotensi menjadi gagal jantung kongestif yang awal dengan takikardia, pertumbuhan yang melambat, dan infeksi berulang saluran pernafasan. Lesi yang berukuran sedang dapat timbul dengan gejala mudah lelah, sesak nafas, dan jantung berdebar pada remaja dan dewasa. Fibrilasi atrium dapat terjadi sebagai akibat dari dilatasi atrium kiri. Aliran darah yang melewati kelainan dapat berpotensi untuk terjadinya infeksi vaskular, mirip dengan endocarditis, namun lebih tepat disebut sebagai endarteritis.9 B. Pemeriksaan Fisik Penemuan fisik klasik adalah bising jantung kontinu, sering terdengar seperti mesin, terdengar paling baik di daerah atas dada kiri di bawah klavikula pada daerah batas sternum kiri atas. Bising jantung tersebut sering bersamaan dengan thrill atau pulsasi yang menonjol di suprasternal notch.



1



Wide pulse pressure menandakan adanya regurgitasi aorta. Tekanan sistolik aorta meningkat karena peningkatan volume sekuncup di aorta (luaran jantung normal + volume darah dari pirau) dan tekanan diastol menurun karena aliran yang menuju sirkuit pulmonal.1 Keparahan dapat diketahui dari dua penemuan: intensitas komponen pulmonal dari suara jantung kedua dan adanya bising jantung sistolik apikal. Komponen pulmonal suara jantung kedua mengeras pada hipertensi pulmonal, baik dari peningkatan aliran darah pulmonal maupun dari peningkatan tahanan pembuluh darah pulmonal. Bising jantung pada pertengahan diastolik apikal menunjukkan kemungkinan adanya pirau besar dari kiri ke kanan melalui duktus arteriosus, menyebabkan jumlah besar aliran darah melewati katup mitral normal. Sedangkan klik ejeksi sistolik pada aorta terdengar akibat aorta asendens mengalami dilatasi.1



12



Tabel 2. Diagnosis PDA



C. Gambaran Radiologi a. Foto Polos Gambaran foto toraks dapat terlihat normal atau dapat terlihat kardiomegali dengan gambaran vaskular paru yang meningkat tergantung dari ukuran duktus arteriosus. Arteri pulmoner dapat terlihat membesar dan



13



pada pasien usia tua dengan hipertensi pulmoner dapat terlihat kalsifikasi duktus.5



Gambar 5. Radiografi dada pada bayi prematur dengan PDA besar. Terdapat bayangan jantung yang besar dan tanda paru yang meningkat yang menunjukkan oversirkulasi paru



Gambar 6. Corakan paru bertambah. Jantung sedikit membesar, a. pulmonalis menonjol, dan arkus aorta menonjol.



14



Gambar 7. RAO : esofagus terdorong ke belakang oleh atrium kiri yang dilatasi



b. Elektrokardiogram Gambaran EKG dapat terlihat sinus takikardia atau atrial fibrilasi, hipertrofi ventrikel kiri, dan pembesaran atrium kiri pada pasien dengan duktus dengan ukuran sedang dan besar. Pada pasien dengan ukuran duktus yang kecil gambaran EKG yang ditemukan biasanya normal. Pada pasien dengan duktus arteriosus yang besar dan peningkatan tekanan paru, anda tanda pembesaran atrium kanan dan hipertrofi kedua ventrikel sering ditemukan.5



c. Ekokardiogram Ekokardiogram merupakan prosedur pilihan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan karakter dari PDA. Ekokardiogram berguna dalam mengklasifikasikan PDA sebagai PDA yang kecil, sedang, maupun besar sesuai dengan informasi klinis yang diperoleh. Ekokardiografi mode-M digunakan untuk mengukur ukuran ruangan jantung dan menghitung fungsi sistolik ventrikel kiri. Pada pasien dengan duktus arteriosus yang kecil, ukuran ruang jantung akan normal, meskipun kadang pembesaran atrium kiri dan atau ventrikel kiri dapat ditemukan. Pada pasien dengan ukuran



15



duktus arteriosus sedang dan besar, pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri dapat ditemukan.5 Ekokardiografi adalah standar emas untuk diagnosis. Ukuran duktus saja tidak cukup untuk menghubungkan signifikansi hemodinamik. Meskipun diameter transductus absolut lebih dari 1,5 sampai 1,7 mm dengan doppler warna telah dikaitkan dengan peningkatan kecenderungan untuk hipoperfusi. Sebuah shunt kiri-ke-kanan besar menunjukkan shunt hemodinamik signifikan. Namun, tingkat shunting sebagian besar tergantung pada resistensi pembuluh darah paru. 4 Gambaran dua dimensi dapat mendemonstrasikan geometri dari duktus. Dopler berwarna untuk mendeteksi keberadaan patent ductus arteriosus dan sering digunakan untuk menentukan derajat pergerakan darah dalam duktus. Bahkan ukuran duktus yang sangat kecil dapat dideteksi dengan menggunakan pergerakan warna masuk ke dalam arteri pulmonalis. Pada pasien dengan resistensi pembuluh darah paru yang tinggi dan PDA, pergerakan kanan-kiri yang lemah, duktus arteriosus dapat sulit untuk dilihat dengan dopler berwarna.5 PDA dapat dikomfirmasi dari turbulensi vaskular pada dopler di arteri pulmonalis. Ketika terdapat pergerakan dari kiri-kanan melewati duktus arteriosus darah masuk kembali ke arteri pulmonalis dari aorta ascending. Pergerakan ini akan menghasilkan turbulensi pada arteri pulmonalis dan dapat secara mudah dan akurat dideteksi menggunakan ekokardiografi dopler. Metode ini dapat mendeteksi PDA dengan mudah dan akurat, namun tidak dapat mendeteksi PDA dengan pergerakan kanan-kiri karena tidak terdapat turbulensi



berarti dan tidak memberikan informasi mengenai



karakter PDA.6



16



Gambar 8. Ekokardiografi pada arteri pulmonalis normal menunjukkan aliran maju sistolik dan turbulensi minimal pada vaskular



Gambar 9. Ekokardiografi Dopler pada kiri-kanan PDA, menunjukkan turbulensi pada vaskular dan terkadang pada sistol



17



d. CT Scan



Gambar.10 (A) Patent ductus arteriosus (panah) ditunjukkan pada gambar 3 dimensi (gambar rendering volume). (B) Endarteritis (panah) di dalam arteri pulmonalis utama kiri terlihat pada tampilan koronal. Tanda panah menunjukkan bagian distal dari patent dustus arteriosus. (C) Patent ductus arteriosus (panah) dan endarteritis (panah) ditunjukkan pada tampilan endoskopi. (D) Embolus paru (panah) di arteri pulmonalis kiri bawah dan infark paru septik (panah) terlihat pada tampilan koronal.13



18



e. MRI Tomografi vaskular dapat berguna untuk menilai derajat kalsifikasi pada pasien PDA dewasa yang dapat berguna apabila terapi bedah akan dilakukan. MRI dan tomografi vaskular dapat berguna untuk menilai anatomi pada pasien PDA dengan vaskular aneh dan pada pasien dengan kelainan pada arkus aorta seperti aneurisma pada arkus aorta. 14



Gambar 11. MRI pada PDA menunjukkan PDA besar antara aorta dan arteri pulmonalis



IX.



DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari PDA dapat berupa venous hum, fistula arteri koroner, VSD, ASD, dan regurgitasi aorta: a. Venous hum merupakan fenomena yang terjadi akibat getaran darah balik melewati vena jugularis internal yang dapat menimbulkan suara seperti murmur pada dada atas dekar klavikula. Suara ini dapat hilang dengan melakukan auskultasi dengan posisi supine. Pemeriksaan fisik dapat membedakan kondisi ini dengan PDA serta apabilan dilakukan echo maka akan didapati hasil yang normal. b.



Fistula arteri koroner merupakan hubungan yang abnormal antara arteri koroner dengan ruang jantung ataupun pembuluh darah lain. Kondisi ini dapat



19



menimbulkan murmur yang kontinu namun dapat didengar pada prekoridum bawah dan dapat dibedakan dengan PDA melalui gambaran echo. c. VSD dan ASD dapat terlihat sama dengan PDA lewat gambaran klinis, EKG dan gambaran foto thorax. Namun, murmur pada kedua kondisi ini hanya dapat didengar saat sistol, dan kondisi ini dapat dibedakan dengan PDA melalui gambaran echo.



Tabel 3. Diagnosis ASD



20



Tabel 4. Diagnosis VSD



21



d. Regurgitasi aorta dapat timbul dengan gejala intoleransi olahraga. Sering terjadi pada usia tua dan biasanya tidak didapati sesak nafas. Murmur dapat didengar dengan baik pada sternum bawah. Echo kembali dapat membedakan PDA dengan kondisi ini.



X.



TATALAKSANA Pada PDA kecil, tatalaksana bertujuan untuk mencegah endarteritis bakterialis ataupun komplikasi jangka panjang lainnya. Sedangkan pada PDA sedang sampai besar, penutupan duktus dilakukan untuk mengobati gagal jantung atau mencegah berkembangnya penyakit vaskular pulmonal atau keduanya. Penutupan duktus dengan medikamentosa, transkateter ataupun operatif merupakan tatalaksana definitif pasien PDA yang hemodinamik signifikan. Neonatus PDA simtomatik dapat diberi terapi obat. Kongesti paru dapat dikurangi dengan diuretik seperti furosemid dan klorotiazid.1 Penyekat siklooksigenase seperti indometasin ataupun ibuprofen masih menjadi pilihan terapi medikamentosa untuk penutupan duktus kasus PDA. Indometasin diberikan sebanyak 3 dosis dengan jarak 12 jam antar dosis, sedangkan ibuprofen diberikan sebanyak 3 dosis dengan jarak 24 jam antar dosis. Saat ini ibuprofen lebih banyak digunakan karena risiko efek samping necrotizing enterocolitis (NEC) dan insufisiensi renal transien lebih kecil. Angka penutupan duktus pada pemberian indometasin atau ibuprofen mencapai 80% pada bayi prematur. Pada pasien berusia lebih dari 2 minggu, terapi medikamentosa tidak berhasil. 1 Pada bayi asimtomatik, penutupan duktus sebaiknya ditunda hingga berusia 1 tahun, walaupun kemungkinan menutup spontan sangat kecil. Pada kasus DAP yang sudah menyebabkan gagal jantung kongestif, duktus harus segera ditutup tanpa melihat usia dan ukuran duktus.1 Teknik penutupan PDA adalah dengan pembedahan atau penutupan transkateter. Pembedahan ligasi dilakukan dengan ligasi atau pemasangan klip vaskular. Dalam 20 tahun terakhir, penutupan transkateter menjadi pilihan utama. Teknik ini pertama dilakukan oleh Portsmann, dkk. pada tahun 1967, diikuti oleh Rashkind, dkk., dengan menggunakan double-umbrella device. Alat ini membutuhkan penggunaan introducer sheath besar dan menyisakan residual shunt yang signifikan.1



22



Pasien simptomatis dengan PDA dapat diberikan digoxin. Pengurangan afterload, seperti ACE-inhibitor, dapat juga meningkatkan kondisi klinis. Pengobatan anti dysritmia dapat berguna bagi pasien dengan fibrilasi atrium. Profilaksis untuk endocarditis direkomendasikan untuk semua pasien dengan PDA hingga 6 bulan setelah penutupan duktus. Penatalaksanaan medis untuk gagal jantung akibat PDA bersifat singkat sampai penatalaksanaan definitif bedah ataupun penutupan transkateter dilakukan, namun dapat juga jangka panjang apabila terjadi cardiomegaly dan vaskular yang menetap.5 Pasien dengan PDA dan penyakit pembuluh darah paru yang tidak dapat dilakukan penutupan bedah dapat ditatalaksana dengan obat vasodilatasi pembuluh darah patu seperti oksigen, PGI2, Calcium Chanel Blocker (CCB), anatagonis endothelin, dan phosphodiesterase tipe 5 inhibitor. Salah satu strategi adalah menutup secara parsial untuk membuat duktus restriktif namun tidak tertutup sempurna diikuti dengan pengobatan vasodilator paru jangka panjang. Jika dalam follow up resistensi vaskular paru menurun makan penutupan sempurna dapat dipertimbangkan.5



XI.



PROGNOSIS Prognosis akan baik apabila PDA hanya merupakan satu satunya masalah pada pasien. Sehabis penutupan duktus pasien biasanya tidak mengalami gejala gejala klinis dan tidak ada perburukan lanjutan dari jantung. Penutupan duktus spontan pada bayi usia diatas 3 bulan jarang terjadi. Pada bayi usia dibawah 3 bulan, 72-75% mengalami penutupan spontan. Sebagai tambahan, 28% anak anak dengan PDA yang diterapi dengan ibuprofen dilaporkan penutupan terjadi 94%.12 Pada pasien dewasa, prognosis tergantung dari kondisi vaskular paru dan status otot jantung apablia terjadi kelainan sebelum dilakukan penutupan duktus. Pasien dengan hipertensi pulmonal yang minimal dan perubahan otot jantung sedang minimal memiliki angka ekspektasi hidup yang normal.12



XII.



KOMPLIKASI Penutupan duktus spontan dapat terjadi bahkan setelah masa kanak-kanak, dengan kecepatan 0,6% per tahun, bervariasi tergantung ukuran duktus. Pirau PAD dari kiri ke kanan yang signifikan menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri



23



yang berujung pada kejadian edema paru dan gagal jantung kongestif (takipnea, dispnea, takikardia, dan hipoksemia sistemik ringan). 1 Sindrom Eisenmenger disebabkan oleh pirau sedang hingga besar yang menyebabkan kelebihan beban kronik pembuluh pulmonal. Seiring waktu, tekanan tinggi yang melewati DAP akan berujung pada penyakit vaskular paru obstruktif irreversibel. Pada keadaan ini resistensi vaskular pulmonal seimbang atau melebihi resistensi vaskular sistemik.1 Anak anak dan orang dewasa dengan ukuran duktus sedang dan besar dapat berkembang gejala gagal jantung kongestif akibat dari sirkulasi berlebihan paru dan kelebihan cairan pada jantung kiri. Pada anak anak dengan ukuran duktus yang sedang atau besar, resistensi pembuluh darah paru meningkat, sehingga membatasi aliran darah melalui duktus dari aorta sehingga efek buruh terhadap pertumbuhan berkurang. Meskipun pasien dengan ukuran duktus kecil tetap tanpa gejala semasa bayi dan anak anak, gejala gagal jantung dapat tetap muncul pada usia dewasa sebagai akibat dari kelebihan cairan yang kronis.11



24



KASUS A. Identitas Pasien Nama



: Ny. Asmiri



Umur



: 48 tahun



Pekerjaan



: IRT



Alamat



: Desa Baliase



Pendidikan



: SMA



Agama



: Islam



Tanggal Pemeriksaan



: 25 Januari 2018



B. Anamnesis a. Keluhan Utama



: sesak napas



b. Riwayat Penyakit Sekarang



: pasien MRS dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari



yang lalu SMRS namun memberat 30 menit sebelum masuk RS. Sesak dirasakan pada bagian kiri atas, namun tidak menjalar ke bahu, ataupun tangan kiri, tidak tembus belakang, hilang timbul dan memberat saat beraktivitas, seperti saat lari, bekerja terlalu berat, bahkan saat BAB, keluhan sesak sudah dirasakan sejak kecil. Keluhan lain berupa badan terasa lemas, saat sesak pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan namun tidak ada penurunan BB yang bermakna, merasa sering cepat lelah sehingga pasien hanya beraktivitas terbatas, pasien tidak mengeluhkan adanya demam (-), sakit kepala (-), bibir berwarna biru (-), batuk (-), sakit menelan (-), nyeri epigastric (-), BAB lancar, memiliki riwayat sakit saat berkemih, dan urin berwarna pekat seperti teh sejak 1 minggu yang lalu, adanya nyeri dibagian suprapubic. Riwayat menstruasi lancar. c. Riwayat Penyakit Terdahulu



: Pasien sering mengeluhkan sesak napas sejak kecil,



seperti saat berolahraga pasien sering mengeluhkan sesak dan nyeri dada sebelah kiri, sehingga pasien tidak bisa beraktivitas dan mengikuti pelajaran olahraga, pasien tidak pernah memeriksakan hal tersebut karena menurutnya hal itu adalah normal. d. Riwayat Penyakit dalam keluarga



: tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan



keluhan serupa. C. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum SP: Sakit Sedang / Compos Mentis / Gizi Lebih BB: 68 kg TB: 154 cm 25



IMT: 28,67kg/m2 Vital sign Tekanan Darah



: 150/90 mmHg



Nadi



: 104 x/menit



Pernapasan



: 28 x/menit



Suhu



: 36,5oC



Kepala Wajah : Simetris bilateral, massa (-), exopthalmus (-), ptosis (-) Deformitas : Tidak ada Bentuk : Normocephal Mata Cowong : -/Konjungtiva : Anemis +/+ Sklera :Ikterik -/Pupil : Isokor diameter ±3cm /±3cm Mulut :bibir sianosis (-), lidah kotor (-) , gigi karies (-), tonsil (T1/T1), stomatitis (-) mukosa bucal merah mudah, bibir kering warna merah muda Leher Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran Tiroid : Tidak ada pembesaran JVP : Tidak ada peninggian, 5+2 cm Massa lain : Tidak ada Dada Paru-paru Inspeksi :Simetris bilateral, retraksi interkosta tidak ada Palpasi :Ekspansi paru normal, vocal fremitus paru kanan = kiri Perkusi :Sonor seluruh lapang paru Auskultasi :Bunyi vesikular diseluruh lapang paru, Rh -/-, Wh -/Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak Palpasi : Ictus cordis teraba SIC VIII Linea mid clavicula sinistra Perkusi Batas atas : SIC III linea parasternal sinistra Batas kanan :SIC V linea midclavicula dextra 26



Batas kiri :SIC IV linea midclavicula dextra Auskultasi : BJ I/II murni reguler, continuous murmur (+) Perut Inspeksi : Tampak datar, tidak ada luka Auskultasi : Peristaltik (+) dengan kesan normal Perkusi : Timpani ke empat kuadran (+) Shifting dulness (-) Palpasi : Nyeri tekan suprapubic (+) massa (-) hepatomegali (-) splenomegali (-)



Anggota gerak Atas : Akral hangat (+/+),edema (-/-) Bawah : Akral hangat (+/+),edema(-/-) Pemeriksaan Khusus : Turgor kulit normal D. Resume Pasien perempuan usia 48 tahun MRS dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari yang lalu dan memberat 30 menit sebelum masuk ke RS. Sesak dirasakan pada dada bagian kiri atas, memberat saat beraktivitas, seperti saat lari, bekerja terlalu berat, bahkan saat BAB, keluhan sesak dirasakan sejak kecil, adanya badan terasa lemas, adanya penurunan nafsu makan, merasa sering cepat lelah. Pada pemeriksaan fisis umum didapatkan TD 150 / 90 mmHg, nadi 104 x/menit, pernapasan 28x/menit, dan suhu axilla 36,5ºC. Pada pemeriksaan fisis didapatkan hal bermakna berupa konjungtiva anemis +/+, palpasi jantung ictus cordis teraba di SIC VIII linea midclavicula sinistra, perkusi batas jantung, batas atas SIC III linea parasternal sinistra, batas kanan SIC V linea midclavicula dextra, batas kiri SIC IV linea midclavicula dextra, auskultasi jantung BJ I/II murni reguler, continuous murmur. E. Diagnosis Kerja Susp. Congestif Heart failure dan Suspect Pulmoner Hypertension F. Diagnosis Banding VSD dan ASD Regurgitasi Aorta G. Anjuran pemeriksaan lanjutan -



Darah lengkap



-



EKG



-



Foto Polos Thorax PA



-



Echocardiography



27



H. Tatalaksana Non Medikamentosa - Istirahat yang cukup - Melakukan aktivitas fisik ringan Medilkamentosa - IVFD NaCL 0,9% 10 tpm - Furosemide 40 mg (2-0-0) - Spironolactone 50 mg 1x1 - Digoxin 0,25 mg 1x1 - Dorner 2x20 mg - Candesartan 16 mg (1-0-0) - Amlodipin 5 mg (0-0-1)



Foto Polos thorax PA



Gambar 12. Foto thorax -



Corakan bronchovaskular meningkat



-



Tidak tampak proses spesifik



28



-



Dilatasi hilus kanan



-



Cor : ukuran membesar, aorta dalam batas normal, apeks terangkat, pinggang jantung menonjol



-



Sinus dan diafragma baik



-



Tulang- tulang tampak intak



Kesan : Cardiomegaly dengan mitral heart disease DD/ VSD dengan hipertensi pulmonal



Elektrokardiografi



Gambar 13. EKG -



Irama : sinus ritme



-



HR : 80-90 reguler



-



Axis : I (+), AVF (+), normal axis, deviasi sudut 90 o



-



P : 0,16 (lebar), 0,08 (tinggi), negative di V1 (inversi)



-



QRS : 0,08 (normal)



-



ST : 0,28 depresi (-), elevasi (-)



-



PR : 0,24



-



T : inverted di lead V1



Kesan : Left Ventricle Hypertrophy (LVH) Left Atrial Hypertrhopy (LAH)



29



Ekokardiografi



Gambar 14. Ekokardiografi



- LA dan LV dilatasi - Global sistolik fungsi LV baik, EF 62% - Normokinetik - Disfungsi drastolik tipe relaksasi - Fungsi sistolik RV baik - Katup PML kaku, regurgitasi mitral mild - PDA besar, L – R shunt, diameter 5 mm, TVG 82 mmHg - MPAP normal Kesimpulan: PDA besar L – R shunt



30



DAFTAR PUSTAKA 1. Irfan, M., Ali, M., Tobing, T. C. L., Adriansyah, R., Abdillah, H. Z., & Amelia, P. (2021). Tatalaksana Penutupan Duktus Arteriosus Persisten Transkateter. Cermin Dunia Kedokteran, 48(6), 319-326. 2. Cahyono, A. (2020). Duktus Arteriosus pada Bayi Prematur. KELUWIH: Jurnal Kesehatan dan Kedokteran, 1(2), 86-94. 3. Dimiati, H., & Fasli, R. (2018). Peranan acetaminophen (parasetamol) dalam penutupan ductus arteriosus. Indonesian Journal of Cardiology, 39(3). 4. Haque, G. M. I., & Sarkar, P. K. (2020). Diagnosis and Management of Patent Ductus Arteriosus in Newborn: An Update. Dhaka Shishu (Children) Hospital Journal, 36(1), 61-66. 5. Moore



JW



&



Schneider



JD.



Patent



ductus



arteriosus.



AHA



journal



Circulation 2006;114: 1873-1882 6. Evans N, Malcolm G, Osborn D, et al. Diagnosis of Patent ductus arteriosus in Preterm Infants. NeoReviews 2004:5:86-93 7. Luke,



KK., et



al.Patent



Ductus



Arteriosus.



Journal



from http://emedscape.medcine.com/ 8. Kuswiyanto, RB., dkk. Luaran Penutuap Duktus Arteriosus Persisten Transkateter di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Vol. 48. No. 4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung; 2016. 9. Lily SL. Patophysiology of Heart Disease fifth edition. North America: Lippincott Williams & Wilkins, November 2010 10. Syaifuddin,Haji.2006.



Anatomi



fisiologis



mahasiswa



keperawatan.



Jakarta



Penerbit:EKG 11. Incidental Discovery of a Patent ductus arteriosus in Adult. Available from : http;//www.jabfm.org/content/22/2/214.full 12. Dice, JE., & Bhatia, J. Patent Ductus arteriosus; An Overview. J Pediatr Pharmacol Ther 2007;12:141-142 13. Lee, D., Yoo, S. M., Lee, H. Y., & White, C. S. (2020). Computed tomography diagnosis



of



patent



ductus



arteriosus



endarteritis



and



septic



pulmonary



embolism. Korean Circulation Journal, 50(2), 182-183. 14. Evans N, Malcolm G, Osborn D, et al. Diagnosis of Patent ductus arteriosus in Preterm Infants. NeoReviews 2004:5:86-93



31