Referat Anemia Dalam Kehamilan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Fadli
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................



i



KATA PENGANTAR..............................................................................................



ii



LEMBAR PENGASAHAN..................................................................................... iii DAFTAR ISI............................................................................................................



iv



LAPORAM KASUS……………………………………………………………...



1



I.PENDAHULUAN……………………………………………………………...



4



II. DEFINISI............................................................................................................



5



III. EPIDEMIOLOGI...............................................................................................



6



IV. ETIOLOGI ........................................................................................................



6



V. PATOFISIOLOGI................................................................................................ 11 VI. GEJALA KLINIS DAN KLASIFIKASI........................................................... 14 VII.DIAGNOSIS ANEMIA DALAM KEHAMILAN............................................ 15 VIII. TERAPI........................................................................................................... 17 IX.KOMPLIKASI.................................................................................................... 20 X. PROGNOSIS...................................................................................................... 21 XI.KESIMPILAN…………………………………………………………..……. DAFTAR PUSTAKA



22



......................................................23



IV



ANEMIA DALAM KEHAMILAN



I.



PENDAHULUAN Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian ibu secara langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan penyebab tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahanperubahan dalam darah dan sumsum tulang. WHO memperkirakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar 14% dan di negara berkembang sebesar 51%. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan vitamin B12.(1,2,3,4,5) Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g %, lakilaki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatarbelakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah, dan peningkatan kematian perinatal. (1,6) 1



Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. Jadi, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal lebih dari 500 mg. Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan penambahan suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi asam folat atau vitamin B12. Diet yang ekstrem atau malabsorpsi menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik. Oleh karena itu, sebagian besar wanita mengonsumsi suplemen folat sebagai langkah pencegahan defek tuba neural pada janin dan kebanyakan dari suplemen tersebut merupakan kombinasi dari zat besi dan asam folat. Kedua anemia ini dapat mengakibatkan berkurangnya produksi heme. Jadi, pengobatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan produksi sel darah merah. (7,8,9)



II.



DEFINISI Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang dari



normal, yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi anemia berupa hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah persentil 10. (1,8) Berdasarkan WHO batas normal hemoglobin untuk ibu hamil adalah 11gr%. (1) Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam kehamilan adalah seperti yang berikut : 1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester pertama dan ketiga 2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester kedua. (3,9,10)



III.



EPIDEMIOLOGI Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu



berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu



2



63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. (2,4) Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita anemia. (10,11)



IV.



PATOFISIOLOGI Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada



peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia terutama anemia defisiensi besi. (6,12) Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, terjadi 3



peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan. (4,11,12) Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung. (4,11,12) Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. (4,11) Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terusmenerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia. (12)



4



V.



ETIOLOGI Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :



1) Didapatkan (acquired) 



Anemia defisiensi besi







Anemia karena kehilangan darah secara akut







Anemia karena inflamasi atau keganasan







Anemia megaloblastik







Anemia hemolitik







Anemia aplastik (9)



2) Herediter 



Thalasemia







Hemoglobinopati lain







Hemoglobinopati sickle cell







Anemia hemolitik herediter (9) Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik,



peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat (anemia megaloblastik), dan protein. (13)



5



VI.



GEJALA KLINIS



Kekurangan Asam Folat



Kekurangan Protein



Kekurangan zat besi



Berkurangnya pembentukan dan terjadinya kelainan sel darah merah



Pembentukan hemoglobin berkurang



Pembentukan tissue respiratory enzymes berkurang



Anemia Megaloblastik



Anemia Defisiensi Besi



Defisiensi penggunaan oksigen



Defisiensi pengangkutan oksigen di dalam darah



Gejala Klinis Anemia



Gambar 1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia (Dikutip dari kepustakaan 5).



Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah : a) Anemia ringan



: adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.



b) Anemia sedang



: adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan



tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare. c) Anemia berat



: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah



dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh, hepatomegali



dan



splenomegali



bisa



membawa



seorang



dokter



untuk



mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat. (3,7,14)



6



VII.



DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis



yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan derajat anemia yang diderita. (1,3,7,14) Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut: a) Anemia ringan



: Hb 10 – 11 gr%



b) Anemia sedang



: Hb 7 – 10 gr%



c) Anemia berat



: Hb < 7 gr%. (1)



Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga (lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase. (1)



7



Kriteria anemia menurut CDC (Centers for Disease Control) Reticulocyte count



Meningkat



Normal atau menurun



Anemia Makrositik, MCV>100, Mikrositik, MCV 1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga harus transfusi darah. (2,6) Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. (12)



Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar



10



hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). (12) Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi. (2,10,12)



Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi (Dikutip dari kepustakaan 9).



Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun bergantung pada tingkat kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya peningkatan berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang. (2,6)



11



Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. (4) Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: (15) Dosis Pencegahan Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. (15) Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg. Dosis Pengobatan Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. (15) Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejalagejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan tingkat penyerapannya. (15) Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat memuaskan. (4,11)



12



Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat). (4,13) Protokol Iron Dextran Indikasi : Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat besi secara oral. Kontraindikasi : 1. Hipersensitif pada iron dextran complex 2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar, dan arthritis rheumatoid. Dosis : Tes Dosis : 1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi 2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution dan infus sekitar 15 menit. 3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30 menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik. Dosis (mL) : 1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi) 2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL) 3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution. Volume yang sering digunakan 500mL 4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL 5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk 25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik. Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral. Efek samping:



13



1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (10%), menggigil(