Referat Anemia Hemolitik Autoimun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I: PENDAHULUAN Hematopoiesis embrio terjadi pada hari ke-20 gestasi dan dibuktikan dengan terdapatnya pulau-pulau darah dalam yolk sac. Pada pertengahan masa gestasi, eritropoiesis terjadi di hepar dan lien; sumsum tulang menjadi tempat eritropoiesis paling banyak pada trimester akhir (mulai bulan ke-6 masa gestasi). Konsentrasi Hemoglobin (Hb) meningkat dari 8-10 g/dl pada usia gestasi 12 minggu menjadi 16,5-18 g/dl pada usia gestasi 40 minggu. Produksi eritrosit janin tergantung kadar eritropoeitin, dimana meningkat pada keadaan hipoksia janin dan anemia.1,2 Setelah lahir, kadar Hb meningkat sesaat dalam 6-10 jam kemudian menurun jadi 11-12 g/dl pada usia 3-6 bulan. Bayi prematur (usia gestasi < 32 minggu) memiliki konsentrasi Hb lebih rendah dan penurunan kadar Hb yang lebih cepat setelah lahir, yang akan mencapai kadar paling rendah dalam 1-2 bulan setelah lahir. Anemia prematuritas ini paling mungkin disebabkan oleh rendahnya kadar Hb pada saat lahir, penurunan usia eritrosit, dan respon terhadap eritropoietin yang suboptimal, dan semakin prematur dan kecil bayi, semakin terlihat jelas. Masa hidup eritrosit janin dan neonatus lebih singkat (70-90 hari) dan MCV lebih tinggi (110-120 fL) daripada dewasa. Dalam janin, produksi Hb pada 2 trimester terakhir memproduksi Hemoglobin F (HbF), terdiri dari 2 rantai α (alfa) dan 2 rantai γ (gamma). Kemudian sesaat setelah lahir, janin akan memproduksi rantai β; bayi aterm seharusnya mempunyai beberapa Hb dewasa (2 rantai α dan 2 rantai β). Hb janin mencakup 60-90% Hb pada bayi aterm dan kadarnya menurun ke kadar dewasa ( 10 g/dl. Respon terutama saat minggu kedua, dan apabila tidak ada respon atau respon minimal pada minggu ketiga, terapi steroid dianggap tidak efektif. Setelah Hb stabil, prednisone di tapper off 10-15 mg/minggu, kemudian 5 mg per 1-2 minggu hingga dosis mencapai 15 mg, kemudian 2,5 mg/2 minggu dengan tujuan menghentikan obat 15



secara total. Meskipun ada keinginan untuk tapper off steroid lebih cepat lagi, pasien AIHA harus diobat minimal 3-4 bulan dengan prednisone low dose (≤ 10 mg/hari). Malah pasien yang diterapi steroid low dose selama lebih dari 6 bulan, insidens relapsnya lebih rendah dan durasi remisi lebih lama daripada yang dalam 6 bulan sudah stop steroid. Selain itu pasien yang diterapi steroid harus ditambahkan suplemen bifosfonat, vitamin D, kalsium dan asam folat.8 Pasien AIHA dengan hemolisis cepat dan anemia sangat berat atau kasus kompleks seperti sindrom Evans, mungkin butuh Metilprednisolon IV 100-200 mg/hari 10-14 hari atau 250-1000 mg/hari 1-3 hari, meskipun terapi steroid dosis tinggi ini hanyalah dari laporan kasus. Terapi steroid diharapkan menghasilkan respon pada 75-80% pasien namun hanya 1 dari 3 kasus tetap dalam remisi begitu steroid dihentikan, 50% butuh dosis maintenance, 20-30% butuh terapi lini kedua tambahan. Pasien yang tidak respon terhadap steroid wajib dievaluasi apakah ada penyakit yang mendasari seperti keganasan atau autoantibody IgM yang refrakter terhadap steroid.8 Terapi lini kedua pilihan untuk AIHA tipe warm adalah splenektomi (karena penghancuran eritrosit utamanya adalah di lien). Indikasinya adalah:8,9 - Tidak respon terhadap steroid - Butuh steroid prednisone dosis maintenance lebih dari 10 mg/hari - Yang sering relaps Namun kegunaannya dan durasi remisi post splenektomi belum diketahui datanya. Faktor yang mendukung splenektomi adalah kegunaannya yang cepat terlihat, respon awal baik: remisi parsial atau komplit pada 2 dari 3 pasien (38-82% tergantung primer atau sekunder, yang sekunder lebih tidak responsif). Selain itu, sebagian dari pasien yang sudah splenektomi tetap dalam remisi beberapa tahun tanpa obat, dengan tingkat kesembuhan diasumsikan sekitar 20%. Bila post splenektomi masih perdarahan, steroid tetap diberikan, namun dosisnya lebih rendah daripada pre-splenektomi. Bila harus dilakukan splenektomi, harus dipertimbangkan risiko operasi, yang paling ditakutkan terjadi adalah sepsis, walau sudah diberi vaksinasi (pneumokokus, meningokokus dan hemofilus) dan antibiotik profilaksis, dan juga perlu dipertimbangkan risiko tromboemboli. Pada sebuah penelitian yang terdapat 256 pasien AIHA 16



anak (99 nya dengan sindrom Evans), splenektomi dilakukan pada 13,9% dari total kasus. Perlu diingat meskipun insidens infeksi pada anak dan dewasa dilaporkan mirip, tingkat mortalitas anak lebih tinggi daripada dewasa (1,7% vs 1,3%).8 Tabel 4. Tatalaksana AIHA



Rituximab (antibodi monoclonal terhadap antigen CD20 sel B) dosis 375mg/m 2 per minggu selama 4 minggu terbukti efektif terhadap tipe warm baik yang primer maupun sekunder, termasuk yang berhubungan dengan gangguan autoimun dan limfoproliferatif dan transplan sumsum



tulang.



Dapat



diberikan



monoterapi



atau



dikombinasikan



dengan



steroid,



imunosupresan dan interferon-α. Jangka waktu hingga respon terhadap terapi timbul bervariasi, dari penelitian didapatkan sebanyak 87,5% respon post terapi rituximab muncul setelah 1 bulan dan 3 bulan pada 12,5% pasien. Terapi ini bermanfaat untuk anak dan pada sindrom Evans (responnya sebesar 83%). Bahkan pada kasus-kasus terbaru, terdapat respon terhadap terapi rituximab pada 94% pasien. Rituximab cukup aman, untuk menghindari terinfeksi hepatitis B karena rituximab dan steroid berkepanjangan dapat menyebabkan reaktivasi hep B, diberi antiviral profilaksis. Untuk meminimalisir efek samping dan pengeluaran, rituximab low-dose (100mg fixed dose/minggu selama 4 minggu) terbukti efektif pada AIHA yang tidak respon terhadap terapi konvensional, diberikan sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan alemtuzumab. Lebih dari itu, rituximab low-dose sebagai terapi lini pertama atau kedua dapat menimbulkan respon rate 89% (respon komplit 67%), 68% pasien bebas dari relaps selama 36 bulan, sehingga patut dipertimbangkan pemberian rituximab pada awal terapi. Kemudian trial random fase III menunjukan 70% pasien diterapi glukokortikoid dan rituximab masih remisi



17



pada waktu 36 bulan post terapi, dibandingkan monoterapi dengan steroid, hanya 45% yang masih remisi pada waktu 36 bulan post terapi.8 Intravenous Immunoglobulin (IVIG) sering dipakai pada kasus AIHA, monoterapi atau kombinasi dengan prednisone, kebanyakan dipakai pada kasus anak, mungkin karena efektifnya sudah terbukti pada kasus ITP, lebih respon terhadap terapi ini (54% kasus anak terdapat respon) dan insidens efek samping lebih rendah dibanding terapi lain. Namun penggunaannya masih kontroversial karena hanya sedikit kasus yang sudah dilaporkan. Di guideline baru, IVIG dosis tinggi untuk AIHA tidak direkomendasikan, kecuali mengancam nyawa.8 Plasma exchange pernah dilakukan pada sedikit kasus AIHA tipe warm yang sangat berat, pada anak dan dewasa yang anemia tidak dapat distabilkan dengan steroid dan transfusi saja. Hasilnya tidak konsisten dan hasil yang baik hanya bertahan sebentar. Menurut American Association of Blood Banks (AABB) dan American Society for Apharesis, plasma exchange untuk AIHA dianggap indikasi kategori III.8 Terapi Suportif dengan transfusi darah, keputusan untuk transfusi darah sebaiknya tidak tergantung hanya dari kadar Hb, namun juga melihat klinis pasien dan komorbiditas, derajat penyakit, kecepatan progress anemia, dan adanya hemoglobinuria/hemoglobinemia/manifestasi hemolisis berat lain. Transfusi harus dilakukan pada kondisi kritis, bahkan pada kasus dimana tidak ada unit darah yang benar-benar cocok karena autoantibody warm biasanya panreaktif. Untuk meminimalisir febris akibat antibodi anti-leukosit, PRC yang leuko-depleted dipakai untuk AIHA. Jumlah pemberian harus hati-hati supaya tidak mengganggu hemodinamik, diberi perlahan, tidak lebih dari 1 ml/kg/jam.8 Edukasi - Beritahukan anak bahwa kedepannya akan banyak kunjungan ke dokter, pengambilan darah dan harus minum obat. - Beritahukan bahwa kedepannya aktivitas dan rutinitas anak akan terganggu.Anak harus istirahat bila lelah, boleh tetap sekolah seperti biasa tetapi bila harus pulang lebih awal karena tidak mampu mengikuti aktivitas sepanjang hari, sebaiknya tugas sekolah dibawa pulang.



18



- Diet makanan seimbang, banyak minum air putih dan istirahat banyak. Makan makanan dari keempat golongan makanan dalam beberapa porsi kecil per hari. Konsumsi suplemen, vitamin atau obat herbal sebaiknya ditanyakan ke klinisi yang bertanggung jawab karena beberapa dapat mengganggu terapi.10 BAB XIII: PROGNOSIS Prognosis AIHA pada anak cukup baik, mayoritas atau sekitar 80% dari total kasus AIHA anak remisi spontan.1



BAB XIV: KESIMPULAN Anemia Hemolitik autoimun adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh pembentukkan antibodi terhadap antigen eritrosit, dibagi menjadi primer dan sekunder dimana yang primer dibagi menjadi tipe warm dan cold, yang lebih sering terjadi adalah tipe warm. Ditandai dengan jaundice, pucat dan splenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapat anemia normositik normokrom, retikulositosis, RDW tinggi, leukosit dan trombosit normal; pada pemeriksaan apus darah tepi didapat sferosit; dan Coombs test direct (+). Terapi tergantung derajat anemia dan gejala klinis pasien dimana 70-80% anemia ringan sehingga dapat resolusi dalam 6 bulan maka tidak perlu intervensi/minimal saja. Prognosis cukup baik.



19



CBC



: Complete Blood Count



EPO



: Eritropoietin



Hb



: Hemoglobin



Ht



: Hematokrit



MCV



: Mean Corpuscular Volume



MCH



: Mean Corpuscular Hemoglobin



MCHC



: Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration



RDW



: Red Blood Cell Distribution Width



Rt



: Retikulosit



AIHA



: Autoimmune Hemolytic Anemia



PCH



: Paroxysmal Cold Hemoglobinuria



PRC



: Packed Red Cell



BAB XII: DAFTAR PUSTAKA 20



1. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatrics, 7th ed.Philadelphia: Elsevier; 2015. p.217,509-13,520,522 2. Kett JC. Anemia in infancy.2012; vol 33(4): 186-9. [Online]. Available from: http://pedsinreview.aappublications.org/ [cited 21 Mei 2016] 3. Irawan H. Pendekatan diagnosis anemia pada anak. 2013; vol 40(6): 422-4 [cited 20 Mei 2016]. Available from: http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_205Pendekatan%20Diagnosis %20Anemia%20pada%20Anak.pdf. 4. Beris P, Lambert JF. 2012. Pathophysiology and differential diagnosis of anemia. Dalam: Disorders of erythropoiesis, erythrocytes and iron metabolism. [Online]. Available from: www.esh.org/.../IRON2009_CAP.4(108-141).pdf [cited 21 Mei 2016] 5. Pasricha SR. Anemia: a comprehensive global estimate. 2014; 123(5): 611-2. Doi: http://dx.doi.org/10.1182/blood-2013-12-543405 [cited 21 Mei 2016] 6. Dhaliwal G, Cornett PA, Tierney LM. Hemolytic anemia. 2014; 69(11): 2599-601.[Online] Available from: http://www.med.umich.edu/digitallab/m2pathlabs/hemepath/PDF %20files/2004%20concise%20review%20dx%20hemolytic%20anemia.pdf. [cited 21 Mei 2016] 7. Elzouki AY, Harfi HA, Nazer HM, Stapleton B, Oh W, Whitley RJ, ed. Textbook of clinical pediatrics, 2nd ed. New York: Springer; 2012.p.2968-71. 8. Zanella A, Barcellini W. Treatment of autoimmune hemolytic anemias. 2014; 99(10): 1547-54 [Online]. Available from: www.haematologica.org/content/99/10/1547 [cited 21 Mei 2016] 9.Autoimmune hemolytic anemia. 2013. Diunduh https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/page/autoimmune-hemolytic-anemia, 22 Mei 2016



dari:



10. Autoimmune hemolytic anemia. 2012. Diunduh dari: http://www.ihtc.org/payors/conditionswe-treat/other-hematological-disorders/autoimmune-hemolytic-anemia/, 22 Mei 2016.



s



21