Referat Appendicitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT Appendicitis



Pembimbing: Dr. H. Reiza Farsa, SpB.,MH.Kes Disusun oleh : Nama : Agung Zukhruf NPM : 10310020



KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD DR SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI 2014 1



BAB 1 PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal masyarakat awam sebenrnya kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Yang paling sering adalah peradangan akut pada appendiks. Peradangan akut ini memerlukan tindakan bedah segera agar tidak terjadi komplikasi. Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan tindakan bedah dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi. Hal ini dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang berujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum. Kejadian apendisitis ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur. Diagnosa apendisitis pada kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat penderita usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya. Sehingga kejadian apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi perforasi. Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian pada pria 1,4 kali lebih besar dari pada kelompok wanita. Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak di ketahui, faktor resiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, serta infeksi. Berdasarkan World Health Organization (WHO), angka mortalitas akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, dimana populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa. Sekitar 10 persen pasien apendisitis berusia kurang dari 10 tahun atau berusia lebih dari 50 tahun. Apendisitis akuta mempunyai puncak dalam usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah usia 30 tahun. 2



Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Banyak hal dapat sebagai faktor pencetusnya, diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan berupa erosi mukosa oleh cacing askaris dan E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan fungsional apendiks, dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut. Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis suatu penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam rangka waktu bervariasi. Gejala pasien mencerminkan keadaan proses penyakit dalam perjalanan waktu penyakit. Apendisitis khas tampil dengan riwayat nyeri epigastrium atau periumbilicus tumpul samar-samar yang disertai oleh anoreksia (90%), mual (80%), muntah (65%).



3



BAB II LANDASAN TEORI



B. Tinjauan Pustaka Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah. Apendisitis akut menjadi salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Belakangan ini gejalanya kadang – kadang dibingungkan karena akut abdomen dapat menyerang semua usia. Tidak ada jalan untuk menjegah perkembangan dari apendisitis. Satu – satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene.



Gambar 1. Appendicitis



1. Anatomi Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5 – 15 cm dan diameter sekitar 0,5 – 0,8 cm dan berpangkal di sekum. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan appendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Dalam proses perkembangan nya, awalnya appendiks berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat Plica ileocaecalis. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Namun demikian, 4



pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan melebar pada bagian ujung. Hampir seluruh permukaan appendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang appendiks dan berakhir di ujung appendiks. Apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya,apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.



Gambar 2. Letak appendisitis



Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam : a. Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum b. Appendix pelvicum, terletak menyilang arteri iliaca externa dan masuk ke dalam pelvis c. Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum d. Appendix retroileal e. Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal



5



Gambar



3.



Variasi letak appendiks Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang berjalan di sepanjang mesoapendiks dan merupakan cabang trunkus mesenterik superior. a.apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral, Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.



Gambar 4. Vaskularisasi appendiks



6



2.



Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Pada keadaan normal lendir ini



dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15-25 cmH2O dan meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan pada lumen sekum antara 3-4cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke sekum. Awalnya, appendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, appendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobilin A (Ig A). Walaupun appendiks merupakan komponen integral dari sistem GALT (gut associated lymphoid tissue) , imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh. 3. Patofisiologi Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini dapat menyebabkan sumbatan , yaitu hiperplasia jaringan limfoid, fekalit benda asing, striktur, kingking , perlengketan. Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa, stadium ini disebut appendisitis akut ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta. Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial nyang mempunyai vaskularisasi minimal, 7



sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut appendisitis gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis akut perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti hal tersebut diatas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “Walling Off” oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate. Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang ,membengkak dan terdiri dari appendiks,usus, omentum, dan peritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepatatau kondisipenderita yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi menjadi dua: a. Appendikuler infiltrate mobile b. Appendikuler infiltrate fixed Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehinggaakan terbentuk abses primer. Sedangkan padawalingoff yang belum sempurna akan terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut



yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan



sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan



berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat



meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 2436 jam setelah munculnya gejala,kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.



8



Gambar 6. Patofisiologi appendicitis



9



4. Klasifikasi/tipe appendisitis Ada beberapa jenis appendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan prognosis. Appendisitis diklasifikasi sebagai berikut : A. Appendisitis akut 1) Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendisitis ) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu alairan limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada appendisitis cataral terjadi leukositosis dan appendiks



terlihat normal,



hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa. 2) Appendisitis akut purulent (supurative appendicitis) Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc.Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. 3) Appendisitis akut gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen. B.



Appendisitis infiltrat 10



Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan masa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. C. Appendisitis abses Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic. D. Appendisitis perforasi Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. E. Appendisitis kronis Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radagn yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.



Gambar 7. Appendiks normal dan Appendiks yang mengalami inflamasi 5. Gambaran Klinis  Nyeri abdominal Karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendix yang mengalami peradangan. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar, tumpul dan hilang timbul yang merupakan nyeri viseral di daearah epigastrium atau sekitar umbilicus kareana appendix dan usus halus mempunyai persarafan yang sama. Setelah beberapa jam (4-6 jam) nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Apabila 11



terjadi inflamasi (>6jam)akan terjadi nyeri somatik setempat yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari appendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak appendix ketika 



meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut : Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal.rasa nyeri lebih ke arat perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karenea adanya kontraksi m.psoas mayor yang







menegang dari dorsal. Bila appendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat



terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.  Mual-muntah biasanya pada fase awal Disebabkan karena rangsangan visceral akibat aktivasi nervus vagus. Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat pemulaan. Hampir 75%penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali.  Nafsu makan menurun (anoreksia) Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut.



 Obstipasi dan diare pada anak-anak Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare. Hal tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.  Demam Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu 37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.



12



Gambar 8. Titik Mc Burney



6. Diagnosis  Anamnesis Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala 



appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting yaitu : Nyeri mula- mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian



  



menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri visceral Demam Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut.



 Pemeriksaan fisik  Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tamapk kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. 



Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus paralitik karena







peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc.Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu :  Nyeri tekan (+)Mc. Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.  Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat



13



tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc Burney.  Defans muskuler (+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis  Defans muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada  



nyeri pinggang. Perkusi : nyeri ketuk (+) Pemeriksaan RectalToucher Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12.pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.



Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosa apendisitis.  Pemeriksaan khusus/tanda khusus  Rovsing Sign (+) biladilakukan penekanan abdomen kiri bawah dan nyeri dirasakan pada abdomen kanan bawah,hal ini terjadi karena tekanan peristaltik dan udara usus sehingga menggerakkan sekitar apendiks yang meradang (somaticpain). Tanda rovsing bisa positif dengan adanya apendisitis supurativa



14



Gambar 9. Cara melakukan rovsing’s Sign







Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeripada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.







Psoas signdapat (+) terjadikarena ad anya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks (Jarrel,1991)



c



15



Gambar 10. Cara melakukan Psoas Sign







Obturator Sign Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggulatau articulation coxae. Obturator (+) bila terasanyeri di perut kanan bawah.



16



Gambar 11. Cara melakukan Obturator Sign







Kadang-kadang pada apendisitis yang lanjut, dapat dideteksi suatu masa .adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah dengan spasme otot kuadran kanan bawah merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis mungkin bukan diagnosis primer.



Tabel 1. The Modified alvarado Score The Modified Alvarado Score Gejala



Skor



Perpindahan nyeri dari ulu hati1 ke perut kanan bawah



Tanda



Pemeriksaan Lab



Mual-muntah



1



Anoreksia



1



Nyeri di perut kanan bawah



2



Nyeri lepas



1



Demam diatas 37,5 C



1



Leukositosis



2



Hitung jenis leukosit shift to1 the left Total



10



Interpretasp i dari Modified Alvarado scoree : 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8.10 pasti apendisitis akut 17



Penanganan berdasarkan Alvarado scoree : 1-4 : observasi 5.7



: antibiotik



8-10 : Operasi dini



 Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan labolatorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis appendisitis akut . penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang kadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit permilimeter kubik atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.







Foto Polos Abdomen



Pada apendisitis, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu, mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasuskasus menahun, pada apendisitis kronik. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang menyertai apendisitis.



18



Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat sekaligus menggambarkan keadaan kolon di sekitar appendik dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang menyerupai appendiks,misalnya penyakit Chron’s, inverted appendicel stump, intusepsis, neoplasma benigna/maligna.







Ultrasonografi



Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun apendisitis dengan abses. Apendiks yang normal jaragn tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan apendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitoneal, dan abses tunggal atau multiple. 



Computed Tomography Scanning (CT-Scan)



Pada keadaaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan dinding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. 



Laparoskopi



19



Disamping dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendiktomi laparoskopi.



7. Diagnosis Banding Diagnosis banding nyeri abdomen akuta dalam masa bayi mencakup kolik, gastroenteritis akuta, intusepsis, hernia unkarserata, dan volvulus. Khas gastroenteritis tampil sebagai muntah yang mendahului mulainya nyeri dan sering disertai dengan doare.ia jarang disertai dengan tanda lokalisasi atau spasme otot. Bising usus biasanya hiperaktif dan pemeriksaanrectum jarang positif dalam gastroenteritis, walaupun sering ia dilaporkan positif dalam kelompok usia ini pada pasien apendisitis. Diagnosis yang mengacaukan lainnya pada pria muda mencakup adenitis mesenterica dan gastroenteritis akuta. Adenitis mesenterica sering didahului oleh infeksi tractus respiratorius atas dan disertai dengan ketaknyamanan abdomen samar-samar yang sering dimulai pada kuadran kanan bawah. Pemeriksaan abdomen hanya menunjukan nyeri tekan kuadran kanan bawah ringan yang sering tidak terlokalisir baik. Tanda-tanda yang membedakan appendisitis dengan penyakit lain : 



Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas







dan leukositosis kurang menonjol dibanfingkan appendisitis Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan







perasaan mual-muntah. Peradangan pelvis Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnesitis.untuk menegakkan diagnosa penyakit ini didapatkan riwayat kontak seksual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bwah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika







uterusdiayunkan makan akan teras nyeri. Kehamilan ektopik 20



Adanya riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapaatkan nyeri dan 



penonjolan kavum douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. Diverticulitis Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadangkadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.







Batu ureter atau batu ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan panyakit tersebut.



8. Komplikasi appendisitis  Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus 



halus atau usus besar Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usu halus atau usus



 



besar. Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam > 38.30C Peritonitis : peritonitis lokal dihasikan dari perforasi gangren appendiks, yang kemudian dapat menyebar keseluruh rongga peritoneum.gejalanya ialah :







peningkatan kekakuan otot abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi. Ileus



9. Penatalaksanaan apendisitis Bila diagnosa klinis sudah jelasmaka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20 %. Pada apendisitis akut tanpa



21



komplikasi tidak banyak masalah.pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito. Untuk pasien yang dicurigai appendisitis:  Puasakan  Rehidrasi  Penelitian menunjukan bahwa pemberian analgesik tidakakan menyamarkan  



gejala saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/KET terutama pada wanita usiaproduktif Berikan anatibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan



laparotomi.  Terapi non-operatif  Penelitian menunjukan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk apendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas),atau bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk dilakukan operasi.  Konsulkan dengan dokter spesialis bedah.  Terapioperatif Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)  Pemberian antibiotika preoperatifefektifuntukmenurunkan terjadinya infeksi post  



operasi Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob. Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotika kombinasi.kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,



Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.  Persiapan prabedah :  Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi  Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin  Rehidrasi  Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena  Obat-obat penurun panas, phenergen sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai



22



 Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah tercapai. Suhu tidak melebihi 38 derajat, produksi urin berkisar 1-2ml/kg/jam. Nadi di bawah 120/menit



Indikasi Appendiktomi  Appendisitis akut  Appendisitis kronik  Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang  Apendiks terbawa dalam operasi akndung kemih  Apendisitis perforata Macam-macam insisi untuk appendiktomi  Insisi Grid Iron (McBurney Incision) Insisi gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,



melewati



titik



McBurney



yaitu



1/3



lateral



garis



yang



menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dan umbulikus



McBurney Incision  Lanz transverse incision Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis midklavikula-midingunal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.







Lanz transverse incision Rutherford morisson’s incision (insisi suprainguinal)



23



Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir



insisi suprainguinal







Low midline incision Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum







Insisi paramedian kanan bawah Insisi vertikal paralel dengan midline 2,5 cm di bawah umbilikus sampai diatas pubis.



24



a. Teknik pembedahan 



Insisi transversal di sebelah kanan sedikit dibawah umbilikus. Sayatan fowler weier lebih di pilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan otot rektus







Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa.membuka peritoneum sedikit dahulu dan alat pengisap telah disiapkan sedemikian rupa sehingga



nanah



tepisayatan.sayatan



dapat



langsung



peritoneum



diteruskan.apendiktomi



dikerjakan



terisap



diperlebar sepereti



tanpa



kontaminasi



ke



dan



pengisapan



nanah



biasa.



Pencucian



rongga



peritoneum mutlak dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benarbenar bersih. Cairan yang dimasukkan terlihat jernih sewaktu diisap kembali.pengumpulan nanah biasa ditemukan di fossa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma dan diantara usus-usus.luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis juga setelah peritoneum dan lapisan fasi yang menempel peritoneum dan sebagaian otot di jahit.penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat dan rapat. 



Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian rongga peritoneum benar-benar bersih dren tidak diperlukan.lebih baik dicuci bersih tanpa dren daripada dicuci kurang bersih dipasang dren.



Gambar 13. Setelah di lakukan pembedahan



25



Perawatan pascabedah Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari kurang lebih 23 liter cairan Ringer Laktat dan dekstrosa. Pada appendisitis tanpa perforasi : antibiiotik diberikan hanya 1 x 24 jam . pada appendisitis dengan perforasi :antibiotik diberikan hingga jika gejala klinik infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca operasi. Pemberian makan peroral dimulai dengan memberikan minum sedikit-sedikit (50cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usu yaitu adanya flatus dan bising usus. Bilaman dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka pemberian makanan peroral di mulai. Jahitan pada hari ke lima sampai hari le tujuh pascabedah. Laparoscopic Appendectomy Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dansuspek appendisitis akut. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari appendisitis akut sangat mudah dengan menggunakan laparoskop



Gambar 12. Laparoscopic Appendectomy



26



Komplikasi 



Duranted operasi : perdarahan intraperitoneal, dinding perut, robekan caecum







atau usus lain Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel usu, abses intraperitoneal



Prognosis appendisitis Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboliparu,atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelumperforasi terjadi dan dengan antibiotik yanga dekuat.morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.



27



BAB III KESIMPULAN Appendisitis



adalah



peradangan



pada Appendix vermicularis.. Appendicitis



merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau periumbilikus. Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan Rovsing's sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumberg's sign, Defence musculare, nyeri pada titik McBurney. Pemeriksaan lain yang dapat mendukung diagnosa yaitu nyeri tekan pada rectal toucher. Upaya mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, anatra lain dengan



menggunakan



sarana



diagnosis



penunjang



:



pemeriksaan



laboratorium



(darah,urin,crp), foto polos abdomen, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis juga dapat dibantu dengan skoring alvarado.kita juga perlu menyingkirkan diagnosa banding, mencegahkomplikasi. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Appendicitis adalah perforasi, peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic,mesenterial pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendiktomi, dapat dilakukan secara open surgery atau laparaascopic appendictomy.



28



DAFTAR PUSTAKA



1. Brunicaradi C, Anderson DK, Biliar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC. 2010. The Appendix on chapter 30 in Schwart’z Principles of Surgery . New York: McGraw-hills 2. Smitzer, suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Kepereawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.Edisi 8 Volume 3, Jakarta : EGC 3. Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis proses penyakit Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC 4. Snell, Richard S, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, Jakarta 5. Dudley H.A.F, appendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 6. Craig, Sandy. 2008. Appendisitis,



Acut-Follow-Up.



http:/emedicine.medscape.com/article/773895-followup.



Available Accessed



at



: in



september,12,2013



29