Referat Appendicitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT Appendicitis Akut



oleh : Revina Andayani, S.ked J500 090 013



Pembimbing : dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B



STASE ILMU PENYAKIT BEDAH RSUD DR HARJONO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013



1



REFERAT Appendicitis Akut oleh : Revina Andayani, S.ked J500 090 013



Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing : dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B



(



)



2



Dipresentasikan dihadapan Dr. Saut Idoan Sijabat, Sp.B



(



)



(



)



Disahkan Ka Program Profesi : dr. Dona Dewi Nirlawati



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... DAFTAR ISI............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.................................................................... B. TUJUAN PENULISAN................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI..................................................................................... B. FISIOLOGI.................................................................................... C. DEFINISI....................................................................................... D. ETIOLOGI..................................................................................... E. PATOFISIOLOGI......................................................................... F. PERJALANAN PENYAKIT........................................................ G. GEJALA KLINIS..........................................................................



Halaman 1 2 3 4 5 6 7 7 7 8 9 11



3



H. PEMERIKSAAN FISIK.............................................................. I. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................. J. DIAGNOSIS................................................................................. K. DIAGDOSIS BANDING.............................................................. L. PENGOBATAN.......................................................................... M. KOMPLIKASI...................................................................



12 15 16 17 18 22



BAB III KESIMPULAN KESIMPULAN.............................................................................. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................



25 26



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Penelitian Nwomeh (2006) di Amerika Serikat pada 788 penderita appendicitis didapat proporsi kulit putih 81%, kulit hitam 12%, dan lainnya 7%.30 Penelitian Salari (2007) di Iran pada 400 penderita appendicitis didapat 287 orang (71,7%) laki-laki dan 113 orang (28,3%) perempuan, serta kelompok umur 5-14 tahun 58 orang (14,5%), 15-19 tahun 114 orang (28,5%), 20-24 tahun 99 orang (24,8%), 25-34 tahun 102 orang (25,5%), dan ≥35 tahun 27 orang (6,8%). Appendisitis dapat mengenai semua kelompok usia. Appendicitis akut pada dewasa muda mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik. Diagnosis appendisitis akut kadang-kadang sulit ditegakkan. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Riwayat 4



perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendisitis. Semua kasus appendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendisitis akut merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.



B. Tujuan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan komplikasi dari appendicitis akut.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren.



6



B. Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. C. Definisi Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vemiformis.



D. Etiologi Obstruksi lumen apendiks diikuti dengan kongesti vaskular, inflamasi dan edema, penyebab obstruksi pada umumnya berupa: 1



Fekolit



7



Pada 30% hingga 35% kasus (paling banyak terjadi pada orang dewasa). 2



Benda asing 4% (misalnya biji bah-buahan, cacing kermi, cacing pita, cacing tambang, kakulus)



3



Inflamasi Pada 50% hingga 60% kasus (hiperplasi jaringan limfoid submukosa merupakan etilogi yang paling sering pada anak-anak dan remaja)



4



Neoplasma 1% (karsinoma, penyakit metastasis, karsinoma)



E. Patofisiologi Patologi apendisitis dapat mulai dari mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan diseluruh mukosa, submukosa,



dan



muskularis



propria.



Pembuluh



subserosa



mengalami



pembendungan, dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivascular ringan. Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran yang merah, granular dan suram perubahan ini menandakan apendisitis akut dini.



8



Pada apendisitis akut, organisme awalnya menyerang dinding apendiks kemudian menyerang submukosa. Sampai akhirnya, seluruh dinding apendiks terlibat dalam peradangan akut dan menjadi bengkak serta memerah. Keterlambatan diagnosis menyebabkan apendiks menjadi bengkak, terutama jika terdapat obstruksi lumen. Terjadi vena stasis dan oklusi arteri menyebabkan pembentukan gangren pada ujung apendiks, dimana sulpai darah tidak stabil. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.11 Eksudat neutrofilik yang hebat menghasilkan reaksi fibrinopurulen di atas serosa. Dengan memburuknya proses peradangan, terjadi pembentukan abses di dinding usus, disertai ulserasi dan fokus nekrosis di mukosa. Keadaan ini mencerminkan apendisitis supuratif akut. Perburukan keadaan apendiks ini menyebabkan timbulnya daerah ulkus hijau hemoragik di mukosa, dan nekrosis gangrenosa hijau tua di seluruh ketebalan dinding hingga ke serosa dan menghasilkan apendisitis gangrenosa akut yang cepat diikuti oleh ruptur dan peritonitis supurativa.11Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna., tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan ssebagai mengalami eksaserbasi akut.



9



F.



Perjalanan penyakit Pada kebanyakan pasien khususnya kelompok yang lebih muda,



apendisitis karena hiperplasia folikel limfoid submukosa, yang menyebabkan obstruksi lumen appendix veriformis. Sekresi mukosa kontinum walopun ada lumen tersumbat dan tekanan di dalam apendiks meningkat. Karena tekanan intralumen meningkat, maka aliran limfe tersumbat yang menyebabkan edema apendiks. Ini merupakan stadium apendisitis fokal akuta yang ditandai oleh ekstravasasi bakteri yang dini. Karena apendiks vermiformis dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka mula-mula nyeri visera diterima sebagai nyeri tumpul samar-samar dalam area periumbilicus. Stadium kedua apendisitis (apendisitis supurativa akuta) ditandai oleh peningkatan lebih lanjut tekanan intralumen, obstruksi vena, iskemik fokal dan 10



iritasi serosa. Bila tunica serosa apendiks yang meradang dekat dengan peritoneum parietalis, maka pasien mengalami perpindahan nyeri periumbilicus ke kuadran kanan bawah. Nyeri somatik terlokalisasi baik ini menunjukkan ancaman penyediaan darah arteri dan iskemik menyebabkan infark kecil sepanjang batas arteri mesenterica apendiks. Stadium apendisitis gangrenosa ini disertai dengan peningkatan ekstravasasi bakteri dan kontaminasi lokalisasi cavitas peritonealis. Progresivitas menyebabkan perforasi dan massa periapendiks lokalisata atau peritonitis



generalisata.



Sehingga



apendisitis



berlanjut



melalui



stadium



peradangan, stadium obstruktif, stadium iskemi dan stadium perforatif, semuanya mencerminkan tanda dan gejala fisik berbeda. Perjalanan penyakit apensitis akut:



Apendisitis mukosa Sembuh Apendisitis flegmentosa (radang akut jaringan mukosa)



Apendisitis dengan nekrosis setempat



Perforasi



Apendisitis gangrenosa (kematian jaringan)



11



G. Gejala Klinis Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau paling sulit. Kasus klasik ditandai dengan : a



Rasa tidak nyaman ringan didaerah periumbilikus Variasi lokasi anatomi apendiks memberikan banyak variasi lokasi utama fase somatik dari rasa sakit. Misalnya, apendiks yang panjang dengan inflamasi di ujung kuadran kiri bawah menyebabkan nyeri pada daerah itu. Apendiks retrocecal dapat menyebabkan nyeri pinggul atau sakit punggung, apendiks pelvis, terutama nyeri suprapubik, dan apendiks retroileal, nyeri testis, mungkin karena iritasi arteri spermatika dan ureter. Malrotasi usus juga bertanggung jawab pada pola nyeri pada apendisitis.



b



Anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare



12



Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Hal ini begitu konstan sehingga diagnosis apendisitis perlu dipertanyakan jika pasien tidak anoreksia. Walaupun hampir 75% pasien mengalami muntah, tetapi ini tidak menonjol dan kebanyakan pasien hanya muntah sekali atau dua kali. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan adanya ileus. Kebanyakan pasien biasanya juga mengeluhkan kesuliatan buang air besar sebelum timbul sakit perut, dan banyak yang merasa bahwa dengan buang air besar akan menghilangkan rasa sakit perut mereka. Diare terjadi pada beberapa pasien, terutama pada anak-anak, sehingga pola fungsi usus memberikan sedikit nilai diagnosis. Urutan timbulnya gejala memberikan arti yang besar untuk diagnosis banding. Pada 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala utama. Kemudian diikuti dengan nyeri perut lalu muntah-muntah. Jika muntah timbul sebelum rasa sakit, diagnosis apendisits perlu dipertanyakan. c



Nyeri tekan kuadran kanan bawahyang dalam beberapa jam berubah



d



menjadi rasa pegal dalam atau nyeri di kuadran kanan bawah. Demam dan leukosistosis terjadi pada awal perjalanan penyakit.



Penyakit mungkin silent terutama pada usia lanjut, atau tidak memperlihatkan tanda lokal di kuadran kanan bawah, seperti bila apendiks terletakdi retrosekal atau terdapat malrotasi usus. H. Pemeriksaan fisik Pada Apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:



13



 Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.



 Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan



indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini.



14



 Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi.



Dasar anatomis terjadinya obturator sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini.  Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ)



 Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.  Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk.  Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix.



15



 Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis.  Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.  Dunphy sign: nyeri ketika batuk. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor 6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.



Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis



Gejala



Tanda



Manifestasi



Skor



Adanya migrasi nyeri



1



Anoreksia



1



Mual/muntah



1



Nyeri RLQ



2



Nyeri lepas



1



Febris



1



16



Laboratorium



Leukositosis



2



Shift to the left



1



Total poin



10



Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. G. Pemeriksaan penunjang 



Laboratorium



Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter. 



Ultrasonografi



17



Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix. 



CT-Scan



CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kirakira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”. H. Diagnosis Teknik diagnostik konvensional (diawali dengan pemeriksaan fisik), diagnosis apendisitis akut yang akurat hanya dapat ditegakkan pada sekitar 80% kasus. Modalitas pencitraan yang lebih baru meningkatkan keakuratan diagnosis menjadi 95%. Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilkukan observasi penderita di rumah sakit 18



dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pila laparoskopi pada kasus yang meragukan. Pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. I. Diagnosis Banding Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, yaitu: Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringandan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik ering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. Demam dengue Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpl Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat. Limfadenitis mesenterika Limfadeniris mesenterika yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang



19



sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu selama dua hari.



Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu. Kehamilan di luar kandungan Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri pada penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosintesis didapatkan darah. Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonograafi dapat menentukan diagnosis. Endometriosis eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.



20



Urolitiasis pielum/ ureter kanan Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosuria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, mengigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.



J. Penatalaksanaan Meskipun telah ditemukan modalitas diagnostik yang lebih canggih, tetapi intervensi operatif tidak boleh ditinggalkan. Setelah diagnosis apendisitis akut ditegakkan, pasien perlu dipersiapkan untuk menjalani operasi. Hidrasi pasien harus dipastikan mencukupi kebutuhan pasien, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi jantung, paru serta ginjal harus diperhatikan. Sebuah metaanalisis



menunjukkan



manfaat



pemberian



antibiotik



praoperasi



dalam



menurunkan komplikasi dari apendisitis. Kebanyakan ahli bedah secara rutin memberikan antibiotik pada semua pasienyang dicurigai menderita apendisitis. Jika didapatkan apendisitis akut simpel, tidak ada manfaat dalam memperluas cakupan antibiotik di luar 24 jam. Jika apendisitis mengalami perforasi atau ditemukan gangren, antibiotik diteruskan sampai pasien tidak demam dan memiliki jumlah sel darah putih yang normal. Pada infeksi intraabdominal dari traktus



gastrointestinal



yang



ringan



sampai



berat,



para



ahli



bedah



merekomendasikan satu agen terapi dengan cefoxitin, cefotetan, atau tikarsilinasam klavulanat. Pada infeksi yang lebih parah, satu agen terapi dengan carbapenem atau terapi kombinasi dengan cephalosporin generasi ketiga, monobactam, aminoglycoside ditambah antibiotik anaerob dengan klindamisin atau metronidazole. Rekomendasi tersebut juga berlaku untuk anak-anak. Apendektomi terbuka



21



Untuk apendektomi terbuka, sebagian ahli bedah menggunakan salah satu insisi, McBurney (miring) atau Rocky-Davis (melintang) pada otot-otot di kuadran kanan bawah pada pasien yang dicurigai menderita apendisitis. Sayatan harus pada kedua titik nyeri maksimal atau teraba massa. Jika dicurigai abses, sayatan ditempatkan di lateral, penting untuk memungkinkan drainase retroperitoneal dan untuk menghindari kontaminasi dari rongga peritoneum. Jika diagnosis diragukan, dianjurkan insisi lebih rendah pada garis tengah untuk memungkinkan pemeriksaan yang lebih luas dari rongga peritoneal. Hal ini terutama berkaitan dengan usia tua atau dengan keganasaan atau divertikulitis. Beberapa teknik dapat digunakan untuk menemukan lokasi apendisitis. Karena sekum biasanya terlihat pada sayatan tersebut, konvergensi taenia dapat dilihat sampai ke dasar apendiks. Gerakan dari sebelah lateral ke medial dapat membantu menunjukkan lokasi ujung apendiks ke dalam medan operasi. Sesekali, mobilisasi terbatas diperlukan untuk visualisasi yang cukup. Apendiks dapat digerakkan oleh mesoapendiks, dengan meligasi arteri apendikularis secara aman. Pangkal apendiks dapat dikelola dengan ligasi sederhana atau dengan ligasi dan inversi dengan baik atau jahitan Z. Selama pangkal apendiks jelas dan dasar sekum tidak terlibat proses inflamasi, pangkal apendiks dapat diligasi dengan aman dan diikat dengan jahitan nonabsorbable. Mukosa sekitar apendiks sering diambil untuk mencegah pembentukan mucocele. Rongga peritoneum dirigasi dan luka ditutup lapis demi lapis. Jika terjadi perforasi atau gangren pada orang dewasa, kulit dan jaringan subkutan harus dibiarkan terbuka dan dibiarkan sembuh dengan penyembuhan sekunder atau ditutup dalam sampai 5 hari sebagai penutupan primer yang tertunda. Pada anak-anak, yang pada umumnya memiliki sedikit lemak subkutan, penyembuhan primer tidak menyebabkan peningkatan insidensi infeksi pada luka. Jika tidak ditemukan adanya apendisitis, pencarian secara metodis harus dilakukan untuk diagnosis alternatif. Sekum da mesenterium harus diperiksa pertama kali. Kemudian, usus kecil diperiksa secara retrograde dari awal pada



22



katup ileocecal dan meluas sekitar 2 kaki. Pada wanita, harus diberikan perhatian khusus pada organ panggul. Isi perut bagian atas juga perlu diperiksa. Cairan peritoneal harus diperiksa dengan pewarnaan gram dan kultur. Jika cairan purulen, sangat penting untuk mengidentifikasi penyebabnya. Perpanjangan ke medial (Fowler-Weir), dengan pembagian selaput rektus anterior dan posterior, dapat dilakukan untuk mengevaluasi perut bagian bawah. Jika terdapat gangguan pada perut bagian atas, insisi kuadran kanan bawah harus ditutup dan harus dibuat insisi tepat pada garis tengah. Apendektomi Laparoskopi Apendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Tabung nasogastrik dan kateter urin ditempatkan sebelum terjadi pneumoperitoneum. Laparoskopi apendisitis biasanya membutuhkan tiga port. Kadang-kadang empat port untuk memobilisasi apendisitis retrocecal. Dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu asisten diperlukan untuk mengoperasikan kamera. Satu trocar diletakkan di umbilikus (10mm), dan trocar kedua diletakkan pada posisi suprapubik. Beberapa ahli bedah menempatkan port kedua di kuadran kiri bawah. Trocar suprapubik yaitu 10 atau 12 mm, tergantung pada apakah ada atau tidak stapler linier yang digunakan. Penempatan trocar ketiga (5 mm) bervariasi dan biasanya di kuadran kiri bawah, epigatrium atau kuadran kanan atas. Penempatan ini berdasarkan lokasi dari laporan dan pilihan ahli bedah. Awalnya, perut dieksplorasi sepenuhnya untuk menghilangkan penyakit lainnya. Apendiks dapat diidentifikasi dengan mengikuti taenia anterior. Diseksi di dasar apendiks memungkinkan ahi bedah untuk membuat jendela antara mesentrium sampai pada pangkal



apendiks. Mesentrium dan basis apendik kemudian diamankan dan



dibagi secara terpisah. Saat mesoapendiks terlibat pada proses inflamasi, hal ini baik untuk membagi apendiks pertama dengan linier staplerdan kemudian membagi mesoapendiks yang berdekatan dengan apendiks dengan klip, elektrokauter, harmonic scalpel, atau staples. Basis apendiks tidak terbalik. Apendiks akan diangkat dari cavum abdomen melalui situs trocar. Basis apendiks



23



dan mesoapendik perlu dievaluasi mengenai hemostasisnya. Kuadran kanan bawah harus diirigasi juga. Trocar kemudian diangkat secara langsung. Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery Natural orifice transluminal endoscopic surgery (NOTES) merupakan prosedur bedah baru dengan menggunakan endoskopi dalam rongga abdomen. Pada prosedur ini, akses diperoleh dengan cara mencapai organ secara alami, yang sudah ada pada orificium eksterna. Cara ini diharapkan memberikan keuntungan termasuk pengurangan nyeri pada luka bekas operasi, pemulihan pasca operasi yang lebih cepat, menghindari infeksi luka dan hernia pada dinding perut, dan mencegah adanya luka bekas operasi. Terapi Antibiotik Antibiotik digunakan sebagai terapi definitif. Manajemen tradisional apendisitis akut telah menekan manajemen bedah. Pendekatan ini didasarkan pada teori bahwa, apendisitis sederhana akan berkembang menjadi perforasi, dengan mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Akibatnya, tingkat apendektomi negatif relatif lebih tinggi untuk menghindari kemungkinanan terjadinya perforasi. Sebuah studi menganalisis waktu untuk operasi dan terjadinya perforasi, menunjukkan bahwa risiko waktu pecah apendisitis minimal adalah 36 jam dari onset gejala. Di luar titik ini, risiko sekitar 5% dari pecah dalam setiap periode 12 jam berikutnya. Namun, pada banyak pasien penyakit ini memiliki onset yang lambat. Banyak kondisi akut abdomen seperti diverticulitis dan kolesistitis akut dikelola dengan cepat tetapi tidak dengan operasi. Meskipun demikian, operasi masih menjadi gold standart untuk penanganan apendisitis akut. Interval Apendektomi Pendekatan terapi untuk apendisitis yang berhubungan dengan massa yang teraba atau yang terlihat secara radiografi (abses atau phlegmon) adalah terapi konservatif dengan interval apendektomi 6 sampai 10 minggu kemudian. Teknik ini cukup berhasil untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dibandingkan 24



dengan apendektomi segera. Tetapi, biaya untuk pengobatan seperti ini lebih besar dan waktu rawat inap pasien lebih lama ( 8 sampai 13 hari dibanding 3 sampai 5 hari). Pengobatan awal terdiri dari antibiotik IV dan mengistirahatkan usus. Meskipun terapi ini pada awalnya efektif, ada tingkat kegagalan sebesar 9 sampai 15%, dengan intervensi operasi dibutuhkan dalam 3 sampai 5 hari berikutnya. Operasi perkutan atau operasi drainase abses tidak dianggap sebagai kegagalan terapi konservatif.



K. Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Massa periapendikuler Massa apendiks terjadi apabila apendisitis ganrenosa atau miroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikuket yang pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih bebas disarankan segera untuk dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi masih mudah. Pada anak selama-lamanya dipersiapkan untuk operassi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendinginan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil



25



mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambah nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. Riwayat klasik apendisitis akutm yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyalit Crohn, dan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa apendik. Apendisitis perforata Adanya fekalitdi dalam lumen, umur (orang tua atau kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Dilaporkan insidensi perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidensi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan arteriosklerosis. Insidensi tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, mungkin mungkin dengan punctum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragman. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.



26



Apendisitis rekurens Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi, dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut, kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena karena terjadi fibrosis ddan jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidensi apendisitis rekurens adalah 10% dari spesimen apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat, yaitu nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendik secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidensi apendisitis kronil antara 1-5%.



27



BAB III KESIMPULAN Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau paling sulit. Penyakit ini mungkin silent terutama pada usia lanjut, atau tidak memperlihatkan tanda lokal di kuadran kanan bawah, seperti bila apendiks terletakdi retrosekal atau terdapat malrotasi usus. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendisitis. Penanganan dengan pembedahan menurunkan kejadian morbiditas dan mortalitas appendicitis akut.



28



DAFTAR PUSTAKA Bedah Digestif. 2008. Apendisitis akut. Retrieved May 22, 2010, from Ilmu Bedah UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendisitis-akut.html Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc Graw Hill Company. Craig, Sandy. 2008. Apendisitis, Acut - Follow-up. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com /article/773895-followup Craig, Sandy. 2008. Apendisitis, Acut Differential Diagnoses & Workup. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC: Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. EGC: Jakarta. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jilid II. EGC : Jakarta. She Warts, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. EGC: Jakarta.



29