Referat Cairan Serebrospinal Fixx [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI



BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................................................1 BAB 2. PEMBAHASAN..............................................................................................................2 2.1.



Anatomi dan Fisiologi...................................................................................................2



2.1.1.



Sistem Ventrikel....................................................................................................2



2.1.2.



Meningen dan Ruang Subarachnoid.......................................................................3



2.2.



Produksi dan Penyaluran Cairan Serebrospinal (CSS)...................................................5



2.3.



Fisiologi Cairan serebrospinalis....................................................................................7



2.4.



Komposisi dan Fungsi Cairan Serebospinal..................................................................7



2.5.



Lumbal Pungsi............................................................................................................9



2.5.1.



Indikasi Lumbal Pungsi.....................................................................................9



2.5.2.



Kontraindikasi Lumbal Pungsi........................................................................11



2.5.3.



Peralatan Lumbal Pungsi.....................................................................................11



2.5.4.



Prosedur Lumbal Pungsi......................................................................................12



2.5.5.



Komplikasi..........................................................................................................13



2.6.



Pemeriksaan Cairan Serebrospinal.........................................................................14



2.6.1.



Pemeriksaan Makroskopis...............................................................................14



2.6.2.



Pemeriksaan Mikroskopis................................................................................16



2.6.3.



Bakterioskopi......................................................................................................17



2.6.4.



Kimiawi...............................................................................................................17



2.7.



Patofisiologi Cairan Serebrospinal..........................................................................20



2.8.



Kelainan Cairan Serebrospinal pada Penyakit Susunan Saraf Pusat............................23



2.9.



Hydrocephalus............................................................................................................27



2.9.1.



Definisi................................................................................................................27



2.9.2.



Klasifikasi...........................................................................................................27



2.9.3.



Etiologi................................................................................................................28



i



2.9.4.



Tanda dan Gejala.................................................................................................30



2.9.5.



Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................32



2.9.6.



Diagosis Banding................................................................................................35



2.9.7.



Penatalaksanaan..................................................................................................36



BAB 3. KESIMPULAN..............................................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................40



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Normal Cairan Serebrospinal dan Serum ................8 Tabel 2.2 Interpretasi Parameter Pemeriksaan Makroskopis...........................................15 Tabel 2.2 Temuan LCS pada Penyakit Susunan Saraf Pusat...........................................25



ii



BAB I



PENDAHULUAN Cairan serebrospinal sudah dikenal sejak Hippocrates dll seperti Herophilus 280 SM, Galen 150, Vesalius 1552, Cotugno 1764 dan Haller 1766, namun



secara



ilmiah



baru



diuraikan



oleh



Quincke



yang



sekaligus



memperkenalkan pungsi lumbal pada 1891. Mestrezat pada 1912 mengemukakan betapa pentingnya analisis cairan serebrospinal dalam klinik. Tulisan tulisan Marrit dan Fremont-Smith yang dipublikasikan pada 1937 mengenai hasil-hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang berhubungan dengan berbagai penyakit, merupakan penemuan-penemuan yang sangat penting untuk ilmu kedokteran. Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi, evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Sungguhpun banyak kemajuan ilmu kedokteran serta teknologi yang canggih akhir-akhir ini, pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal masih sangat bermanfaat dalam neurologi klinik.



1



BAB II



PEMBAHASAN



2.1. Anatomi dan Fisiologi Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu: 2.1.1. Sistem Ventrikel Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding



hipothalanus.



Di sebelah



anteropeoterior



berhubungan



dengan



ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.



2



Gambar 2.1 Sistem Ventrikel (Textbook of Medical Physiology)



3



Meningen dan Ruang Subarachnoid Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu piamater, arakhnoid dan duramater. Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.



Arakhnoid



mempunyai



banyak



trabekula



halus



yang



berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi



cairan



serebrospinal



dan pembuluh-pembuluh darah. Karena



arakhnoid tidak mengikuti lekukan- lekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna. Yang paling besar adalah sisterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons,



sisterna



interpedunkularis



di



permukaan venttralmesensefalon,



sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada



sudut antara



serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan a sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal. Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.



4



Gambar 2.2 Meningen dan Ruang Subarakhnoid (The Anatomy Of The Nervus System) A. Ruang Epidural Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural. B. Ruang Subdural Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural.



5



2.2. Produksi dan Penyaluran Cairan Serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari dua bagian yang berhubungan satu sama lainnya: 1. Sistem



internal



terdiri



dari



2



ventrikel



lateralis,



foramen-foramen



interventrikularis (Monroe), ventrikel ke-3, akuaduktus Sylvii, dan ventrikel ke-4. 2. Sistem eksternal terdiri dari ruang-ruang subaraknoid, terutama bagian-bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis ventrikel ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen Magendie). Cairan serebrospinal dibuat oleh pleksus koroideus melalui dialisis dinding koroidea di ventrikel lateralis (95%), sisanya di ventrikel ke-3 dan ke-4, juga melalui difusi pembuluh-pembuluh ependim dan piamater. Yang dibuat di ventrikel lateralis disalurkan melalui foramen interventrikularis (foramen Monro) ke dalam ventrikel ke-3, kemudian melalui akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel ke-4, lalu melewati apertura medianus ventrikel ke-4 (foramen Magendie) dan kedua apertura lateralis dari ventrikel ke-4 (foramen Luschka) yang terletak di sudut lantai ventrikel ke-4 dan serebelum ke ruang-ruang subaraknoid serebral dan spinal. Ruang subaraknoid terletak antara membran araknoid bagian luar dan piamater bagian dalam, berjalan ke atas dan membran meliputi seluruh permukaan otak dan medulla spinalis. Bagian subaraknoid di dasar otak antara permukaan bawah serebelum dan medulla spinalis lebih longgar dan dalam, disebut sisterna magna. Sisterna pontis terdapat pada permukaan ventral pons. Kedua sisterna ini berlanjut ke ruang subaraknoid spinal. Sisterna interpedunkularis terdapat di permukaan ventral mesensefalon. Di depan lamina terminalis terdapat sisterna khiasmatis. Sisterna vena magna serebri terletak di sudut serebelum dan lamina



6



kuadrigemina yzng berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subaraknoid spinal merupakan lanjutan sisterna magna dan pontis dan meluas sampai S2. Yang terletak di bawah L2 disebut sakus, tempat biasanya dilakukan pungsi lumbal untuk memperoleh likuor.



7



8 25th Gambar 2.3 Sirkulasi dan Aliran Cairan serebrospinalis (Atlas Of Human Anatomy Edition Netter dan Thieme Color Atlas Of Patophysiology)



2.3. Fisiologi Cairan Serebrospinalis Pada orang dewasa normal jumlah cairan serebrospinal 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 1020 ml. Kecepatan pembuatan likuor 500 ml sehari walaupun tekanan berubah ubah. Dengan pemeriksaan mikroskop electron terlihat bahwa sel-sel pleksus koroideus memiliki fungsi sekretoris. Pembuatan likuor serta komposisinya bergantung pada proses sekresi aktif sel-sel korioid. Pertukaran ion-ion Na, K, dll melalui transport aktif (proses sekresi) dimungkinkan oleh enzim-enzim Na-Kadenosintrifosfatase dan karbonikanhidrase, sedangkan masuknya protein dari serum dan pertukaran karbondioksida bergantung pada difusi. Komposisi likuor umumnya tidak berubah walaupun terjadi perubahan-perubahan pada plasma. Sebagai contoh, pada hyperkalemia atau hypokalemia, kadar kalsium dalam likuor tetap normal atau hanya sedikit sekali berubah. Sesudah ventrikel ke-4, likuor melewati foramen Magendie dan Luschka, masuk ke dalam sisterna basalis dan ruang subaraknoid, kemudian mengalir ke atas melalui permukaan hemisfer otak, sedangkan hanya sedikit melalui ruang subaraknoid spinal. Di dalam ruang subaraknoid, likuor diabsorpsi oleh vili subaraknoid yang menonjol ke sinus longitudinalis posterior dan sinus venosus lain, juga di ruang perineural dan ependim. Jumlah likuor yang diabsorpsi yakni ± 0,35 ml/menit. Mekanisme absorpsi bergantung pada perbedaan tekanan antara sistem vena intracranial dan tekanan likuor (di bawah 68 mm tak terjadi absorpsi). Absorbs juga terjadi di bagian araknoid spinal dan pembuluh-pembuluh darah serebral dan spinal. Menurut penelitian cairan serebrospinal setiap hari diperbarui 5,5 kali. Dalam keadaan normal, tekanan cairan serebrospinal berkisar antara 5-200 mm praktis sama dengan 50-200 mm H 2O bila diukur pada penderita dalam posisi tidue miring, dengan jarum pungsi dan sisterna magna berada dalam satu bidang. Tekanan likuor tidak diukur pada waktu penderita duduk atau perubahan posisi dari horizontal ke vertical, karena pada keadaan ini tekanan likuor dapat naik sampai 280 mm.



9



2.4. Komposisi dan Fungsi Cairan Serebospinal Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, cairan, glukosa yang lebih kecil dan konsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari darah. Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Normal Cairan Serebrospinal dan Serum (Diagnostic Test in Neurology, 1991)



CSS



Serum



Osmolaritas (mOsm/L)



295



295



Natrium (mmol/L) Klorida (mmol/L) PH Tekanan (kPa) Glukosa Total Protein (g/L) Albumin (g/L) Ig G (g/L)



150 3 7,33 6,31 3 0,2 0,23 0,03



145 4 7,4 25,3 5 70 42 10



10



Gambar 2.4 Komposisi Cairan Serebrospinal (Thieme Color Atlas Of Patophysiology)



11



Cairan serebrospinal mempunyai fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi utama



yaitu mekanis, melindungi otak terhadap kerusakan,



guncangan, dll dengan berfungsi sebagai penahan guncangan untuk otak dan medulla spinalis. 2) Membantu memikul berat otak. Berat otak ±1400 gram yang terdiri dari 80% air, beratnya hanya 50 gram bila ditimbang dalam cairan. 3) Sebagai buffer antara orak, duramater, dan tengkorak. 4) Mempertahankan agar hubungan antara tekanan dan volume di ruang tengkorak tetap konstan. 5) Mempertahankan komposisi kimiawi lingkungan susunan saraf pusat. 6) Membersihkan otak dari sisa-sisa metabolism benda asing dan zat toksik. 2.5. Lumbal Pungsi Pungsi lumbal adalah suatu tindakan dalam klinik untuk memperoleh cairan serebrospinalis dari ruang subaraknoid medulla spinalis. Likuor cerebrospinalis atau cairan lumbal adalah cairan jernih, tak berwarna yang mengisi ruang-ruang ventrikel, sisterna-sisterna, ruang subaraknoid otak, dan medulla spinalis. Otak dan medulla spinalis merupakan jaringan yang mudah rusak, terletak dalam suatu rongga bertulang, dan seolah-olah berenang di dalam ruang yang berisikan likuor. Dengan demikian fungsi utama likuor adalah mekanis, yaitu melindungi otak dan medulla spinalis. 2.5.1. Indikasi Lumbal Pungsi Lumbal Diagnostik 1. Infeksi susunan saraf pusat (meningitis, ensefalitis. Umumnya ditemukan peningkatan tekanan, pleositosis, penurunan kadar glukosa LCS, dan peningkatan konsentrasi protein. 2. Meningitis aseptik. Didapatkan perubahan non-spesifik pada LCS, pleositosis dan peningkatan protein.



12



3. Infeksi parameningeal dan abses. Pada LCS hanya tampak perubahan nonspesifik. Evaluasi lebih baik dengan pencitraan. 4. Perdarahan subarachnoid (SAH). Ditemukan LCS dengan sel darah merah dan tampak xantokrom. Pada SAH tindakan LP hanya dilakukan bila pemeriksaan CT scan diagnostik saja tidak dapat menegakkan diagnosis, CT Scan tidak tersedia, serta masih dicurigai adanya meningitis. 5. Penyakit demielinisasi. Ditemukan abnormalitas IgG yang dapat mendukung diagnosis 6. Inflammatory



polyneuropathies.



Terjadi



peningkatan



protein.



LCS



imunoglobulin mendukung diagnosis kelainan imunologis. 7. Leptomeningeal metastasis. Pleositosis, peningkatan protein, penurunan kadar glukosa. Pemeriksaan sitologi LCS dengan LP berulang mempunyai spesifisitas yang tinggi dan sensitivitas yang bervariasi sesuai jenis keganasan. Pemeriksaan tumor marker pada LCS dapat mengkonfirmasi diagnosis tetapi tidak spesifik untuk neoplasma. 8. Sindrom paraneoplastik. Tampak abnormalitas ringan pada LCS sering disertai dengan autoantibodi yang spesifik. 9. Tumor otak. Gambaran LCS nonspesifik, beberapa memilliki marker spesifik: 10. Trophoblastic metastasis dan germ cell: human chorionic gonadotropin 11. Germ cell:  fetoprotein 12. Pseudotumor serebri. LP diperlukan untuk mengetahui peningkatan tekanan intrakranial dan menyingkirkan meningitis. 13. Normal pressure hydrocephalus. Perbaikan klinis setelah pengambilan 50 ml LCS dapat memprediksi respon yang baik untuk tindakan shunting. 14. Septik serebral emboli. Tampak pleositosis. 15. Lupus eritematosa sistemik. Ditemukan kadar C4 yang menurun dan peningkatan respon imun intratekal. 16. Ensefalopati hepatik. Dapat diidentifikasi dengan cukup spesifik dan sensitif bila ditemukan peningkatan konsentrasi glutamin LCS. Lumbal Terapeutik



13



1. Infeksi Meningitis Kriptokokus dengan peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter. Tindakan LP dapat dilakukan berulang kali untuk menurunkan tekanan intrakranial. 2. Neoplasma Beberapa jenis keganasan seperti leukemia serebral, leptomeningeal limfoma dan meningeal karsinomatosis memerlukan kemoterapi intratekal. 3. Nyeri Nyeri hebat yang sulit diatasi terutama pasca-operasi dan nyeri pada kanker dapat disuntikkan morfin dosis kecil ke rongga subarakhnoid. 4. Nyeri kepala pada hipertensi intrakranial idiopatik Tindakan LP dapat mengurangi nyeri kepala dengan mengeluarkan sejumla LCS. 2.5.2. Kontraindikasi Lumbal Pungsi Lumbal Diagnostik 1. Peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan massa intrakranial atau penyumbatan aliran LCS yang memiliki risiko herniasi serebri dan kematian. 2. Infeksi di lokasi LP 3. Trombositopeni (< 20 000/uL) atau pemanjangan PT dan APTT yang tidak terkoreksi 4. Trauma medula spinalis akut Lumbal Terapeutik Sama dengan kontraindikasi LP diagnostik. Perlu diperhatikan apakah pasien alergi terhadap obat yang akan disuntikkan. Dosis, jenis obat dan pelarut harus tepat. Beberapa obat dapat menyebabkan chemical meningitis. 2.5.3. Peralatan Lumbal Pungsi Peralatan yang diperlukan untuk tindakan lumbal pungsi adalah sebagai berikut. 1. Sarung tangan steril 2. Iodine solusio



14



3. Alkohol 4. Kassa steril 5. Duk 6. Lidocaine (1%) 7. Syringe 5 ml 8. Jarum spinal (22G) 9. Manometer 10. Tabung LCS 11. Reagen Nonne dan Pandy 12. Plester



15



2.5.4. Prosedur Lumbal Pungsi 1. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur.



Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen, leher fleksi



kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee chest).



Gambar 2 5 Posisi Lumbal Pungsi



2. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.



Gambar 2 6 Lokasi Pungsi 16



3. Setelah menggunakan sarung tangan steril, desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan duk penutup. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum. 4. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang vertebra. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa lepas. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. 5. Syarat pemeriksaan cairan CSF ialah dilakukandalam waktu kurang dari 30 menit, karena bila lebih dari 30 menit, jumlah sel akan berkurang yang disebabkan karena: a. Sel mengalami sitolisis b. Sel akan mengendapm sehingga sulit mendapat sampel yang homogeny c. Sel terperangkap dalam bekuan d. Sel cepat mengalami perubahan morfologi 2.5.5. Komplikasi 1. Herniasi serebri Dapat dicegah dengan tidak melakukan tindakan LP pada pasien yang berisiko atau dengan pemberian anti-edema sebelum LP. 2. Postspinal positional headache Merupakan komplikasi tersering (5-40%). Biasanya sakit kepala muncul 72 jam setelah LP dan menghilang kurang dari 5 hari. Nyeri dirasakan bilateral terutama pada posisi berdiri dan batuk. Nyeri kepala akan membaik dengan posisi berbaring.Berdasarkan patofisiologinya pada postspinal positional headache terjadi robekan dura pada lokasi penusukan jarum spinal. Robekan ini mengakibatkan kebocoran LCS keluar dari dura sehingga tekanan akan menurun. Akibatnya otak akan bergeser turun dan terjadi traksi pada area sensitif nyeri seperti bridging vessels, dura dan nervus yang menyebabkan



17



rasa nyeri. Pada posisi supinasi tekanan di sepanjang kolumna spinalis sama sehingga otak tidak bergeser ke bawah dan tidak terjadi traksi pada area sensitif nyeri.Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri kepala ini. Gunakan jarum spinal berukuran kecil. Semakin kecil jarum semakin kecil pula robekan dura yang ditimbulkan. Memasang kembali mandrein ke dalam jarum sebelum melepaskan jarum spinal dapat menurunkan insiden nyeri kepala hingga 50%. Nyeri kepala sendiri dapat diatasi dengan analgesik dan berbaring. 3. Nyeri punggung lokal Kurang lebih 1/3 pasien mengeluhkan nyeri punggung lokal setelah tindakan LP yang berlangsung selama beberapa hari. Hal ini terjadi akibat trauma lokal jaringan lunak sekitar lokasi LP. 4. Perdarahan dan infeksi lokal Dapat dicegah dengan menunda pemberian antikoagulan, mengoreksi status koagulasi dan menggunakan jarum kecil, serta antiseptis sebelum tindakan. 2.6. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal Pemeriksaan terhadap LCS terdiri atas: a. Pemeriksaan Rutin 



Makroskopis







Mikroskopis







Kimia







Bakteriologi



b. Pemeriksaan Fisik 



Tekanan



c. Pemeriksaan Khusus 



Elektroforesa Protein







Imunoelektroforesa







Serologi







Imunoglobulin



18



2.6.1. Pemeriksaan Makroskopis Pemeriksaan Makroskopis meliputi:  Warna  Kekeruhan  pH  Konsistensi (Bekuan)  Berat Jenis



19



Tabel 2.2 Interpretasi Parameter Pemeriksaan Makroskopis No Parameter 1. Warna



Penilaian Tidak berwarna,



Kuning



Normal muda,Tidak berwarna



Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, 2.



Kejernihan



merah, hitam coklat Jernih, agak keruh, keruh, sangatJernih



3. 4.



Bekuan Ph



keruh, keruh kemerahan Tidak ada bekuan, ada bekuan 7,3 atau setara dengan



BJ



plasma/serum 1.000 – 1.010



5.



Tidak ada bekuan pH 1.003 – 1.008



CSS normal tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding air. Percobaan 3 tabung dilakukan untuk membedakan likuor murni dari likuor yang berdarah. Percobaan ini adalah sebagai berikut: 



Tampung likuor secaara berturut-turut dalam 3 tabung. Jika warna sama  perdarahan dalam kanalis spinalis. Jika ttabung pertama lebih merah  perdarahan artifisial akibat tusukan pungsi.







Tampung cairan dalam tabugn dan sentrifuge. Bila terjadi pemisahan cairan dengan sel darah jelas telihat  perdarahan artifisial. Bila terjadi kabut hemolisis dalam cairan  perdarahan sudah lama.







Pada pungsi lumbal traumatis (akibat tusukan), jumlah sel dihitung, kemudian sel eritrosit dilisiskan dengan asam asetat dan jumlah sel dihitung kembali. Bila jumlah total sel leukosit dibandingkan dengan eritrosit lebih banyak di dalam cairan serebrospinalis daripada di dalam darah  dalam likuor terdapat pleiositosis.



Likuor xantokrom (berwarna kuning) disebabkan antara lain oleh: 



Zat warna darah, misalnya perdarahan 5-6 jam sebelum pungsi lumbal







Pigmen darah: bilirubin, oksihemoglobin, methemoglobin







Perdarahan subaraknoid







Perdarahan intracranial yang masuk ke dalam ventrikel



20







Kadar protein tinggi (>150mg/100 ml)







Hematoma subdural







Ikterus yang berat, misalnya koma hepatikum







Nanah dalam likuor







Tumor intracranial







Infark serebri







Beberapa bentuk polyneuritis







Meningitis



Likuor yang keruh terdapat bila: 



Likuor mengandung banyak sel-sel PMN, misalnya pada meningitis TB akut (lebih dari 400/ml). Kekeruhan dapat sedemikian rupa sehingga di dasar tabung terdapat nanah dan lapisan atas berwarna kuning







Likuor mengandung banyak eritrosit







Tabung kotor



Likuor berdarah dapat terlihat dalam beberapa keadaan: 



Kesalahan teknik pungsi lumbal (vena robek)







Perdarahan yang terjdi 5-6 jam sebelum pungsi lumbal







Perdarahan subaraknoid







Hematomieli



Likuor dengan pengendapan fibrin disebabkan antara lain oleh: 



Fibrinogen dan fibrin, misalnya bila kadar protein likuor meningkat







Likuor mengandung banyak albumin sseperti pada blok subaraknoid







Beberapa bentuk polyneuritis







Pada meningitis TB bila terbentuk emdapan cob web disebabkan oleh kadar protein yang tinggi



2.6.2. Pemeriksaan Mikroskopis Syarat Pemeriksaan:



21







Dilakukan dalam waktu < 30’, karena bila > 30’ jml sel akan berkurang yang disebabkan:







Sel mengalami sitolisis







Sel akan mengendap, shg sulit mendapat sampel yang homogen







Sel terperangkap dalam bekuan







Sel cepat mengalami perubahan morfologi



22



1. Hitung Jumlah Sel 



Metode: Bilik Hitung







Prinsip: LCS diencerkan dengan larutan Turk pekat akan ada sel leukosit dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam kamar hitung di bawah mikroskop.







Interpretasi: Jumlah sel normal = 0 – 5 sel/mm3 LCS



2. Hitung Jenis Sel 



Metode: Tetes tebal dengan pewarnaa Giemsa







Perhitungan:



Jenis sel MN PMN Jumlah 



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



Jumlah %



Interpretasi: Normal MN 100% dan PMN 0%



2.6.3. Bakterioskopi Dari pemeriksaan bakteriologi terhadap CSS, bakteri yang sering muncul ialah: Mycobacterium tuberculosa, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophillus influenzae. Dengan melakukan pemeriksaan bakteriologi, di dapatkan petunjuk ke arah etiologi radang. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan Ziehl Nielsen.



2.6.4. Kimiawi Analisa kimia LCS → membantu diagnosis / menilai prognosis. Pemeriksaan rutin yang dilakukan: 1. Penetapan Protein Secara Kualitatif 2. Kadar Protein 3. Kadar Glukosa 4. Kadar Klorida



23



24



1. Protein Kualitatif 



Keadaan normal→ cairan otak mengandung sedikit sekali protein







Perbandingan antara albumin dan globulin LCS leih kecil daripada dalam plasma







Konsentrasi protein ↑ : o Permeabilitas sawar darah-otak ↑ oleh radang o Meningitis yang berat



Cara Pemeriksaan: A. Pandy Test  Prinsip: Reagen Pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti kabut.  Interpretasi hasil: - Negatif : tidak ada kekeruhan - Positif : terlihat kekeruhan yang jelas +1



: opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)



+2



: keruh



+3



: sangat keruh



+4



: Kekeruhan seperti susu



 Nilai normal



: (-) / (+1)



B. Test None Apelt  Prinsip: Reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin berhubungan dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal.  Interpretasi hasil: - Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan



25



- +1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya). - +2 : setelah dikocok terjadi opalesensi - +3 : mengawan setelah dikocok  Normal: (-)



26



2. Protein Kuantitatif  Metode: Biuret  Prinsip : Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalam medium alkali membentuk komplek warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer.  Nilai Normal: 15 – 45 mg/dL 3. Glukosa Kunatitatif Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS → meningitis purulenta (metabolisme leukosit & bakteri ↓ kadar glukosa. Semua mikroorganisme menggunakan glukosa, pe↓ kadar glukosa dapat disebabkan oleh: fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen. Meningitis oleh virus  sedikit me↓ kadar glukosa dalam LCS.  Metode: GOD-PAP  Prinsip: Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan hidrogen peroksida yang bereaksi dengn 4-aminoantipirin dan fenol dengan pengaruh katalis peroksidase menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah.  Reagensia: o Reagen kerja Glukosa o Reagen standar Glukosa 100 mg/dL  Nilai Normal: 45 – 70 mg/dL 4. Chlorida Kuantitatif  Metode: TPTZ  Prinsip : Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II), 2,4,4-tri-(2 pyridil)-Striazide kompleks (TPTZ) membentuk merkuri (II) chlorida. TPTZ bebas bereaksi dengan ion besi (II) menghasilkan warna biru kompleks. Perubahan absorben pada 578 nm sebanding dengan kadar chlorida.



27



 Reagensia: o Reagen warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ) dan merkuri (II) kompleks 0,96 mmol/L dan besi (II) sulfat 0,5 mmol/L o Standard Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau 355 mg/dL  Nilai Normal : 98 - 106 mmol/L



2.7. Patofisiologi Cairan Serebrospinal Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan memperhatikan: a. Warna Normal



cairan



serebrospinal



warnamya



jernih



dan



patologis



bila



berwarna: kuning, santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml. b. Tekanan Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerah lumbal, sisterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik



akan



ditransmisikan



melalui



ruang



serebrospinalis.



Pada



28



pengukuran dengan manometer,



normal tekanan akan sedikit naik pada



perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk. Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran vena dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe. Kelainan tersebut bisa berupa kelainan bawaan atau didapat. c. Jumlah sel Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat



1



sel



polymorphonuklear



saja,



Sel



leukosit



junlahnya



akan



meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk



29



fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna.Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah



sel



meningkat



secara



berlebihan



(5000-10000



sel



/mm3),



kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan.



Perbedaan



jumlah



sel



memberikan petunjuk ke arah



penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.



30



d. Glukosa Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang. e. Protein Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba



(pellicle) atau bekuan yang



menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar



darah



otak



(blood



barin



barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin lokal.



Sawar



darah



otak



hilang



biasanya



terjadi



pada



keadaan



peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang



31



lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya subarakhnoid.



Peningkatan



kadar



pada meningitis atau perdarahan



immunoglobulin



cairan



serebrospinal



ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub



acut



sclerosing



panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan



serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat. f. Elekt rolit Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik. g. Osm olaritas Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L). Bila terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS. h. PH Keseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat. 2.8. Kelainan Cairan Serebrospinal pada Penyakit Susunan Saraf Pusat Normalnya, cairan LCS bening dan tidak berwarna. Perubahan kecil pada warna dapat diamati dengan membandingkan tabung tes dengan air pada bidang berlatar putih dengan pencahayaan (lebih baik dengan pencahayaan matahari daripada iluminasi floresen), atau dengan mengamati tabung tersebut dari arah



32



atas (pemeriksaan dengan tabung mikrohematoktrit jarang dilakukan). Adanya eritrosit dalam LCS memberikan gambaran yang tidak jelas, setidaknya harus ada 200 eritrosit per millimeter kubik (mm3) untuk bisa mendeteksi perubahan warna. Jumlah eritrosit 1000-6000/mm3 akan memberikan warna sedikit merah muda atau merah, dan tergantung pada jumlah eritrositnya, dan dengan sentrifugasi akan didapatkan endapan eritrosit. Leukosit dengan jumlah ratusan dalam LCS (pleositosis) dapat menyebabkan cairan LCS menjadi berwarna agak keruh. Pada proses LP yang berdarah, dimana darah dari pleksus vena epidural bercampur dengan cairan LCS, akan meragukan dalam menegakkan diagnosis, karena jika tidak hati-hati bisa salah interpretasi dengan SAH subklinis. Untuk membedakannya, diambil dua sampai tiga sampel secara serial pada waktu yang sama. Pada keadaan LP yang berdarah, akan terdapat penurunan jumlah eritrosit pada sampel kedua dan ketiga. Biasanya pada LP yang berdarah, tekanan LCS biasanya normal dan jika jumlah darah yang bercampur cukup banyak maka akan terbentuk bekuan dan benang fibrin. Hal ini tidak akan tampak pada campuran darah yang berasal dari SAH subklinis, dimana darah sudah bercampur dengan LCS secara merata dan mengalami defibrinasi. Pada SAH, eritrosit akan mengalami hemolisis dalam beberapa jam sehingga memberikan warna merah muda (eritrokromia) pada cairan supernatan, kemudian dalam beberapa hari akan berubah warna menjadi kuning kecoklatan (xantokorm). LP yang berdarah akan memberikan warna bening jika disentifugasi dan hanya jika jumlah eritrosit lebih dari



100.000/mm3



yang



akan



memberikan



warna



xantokorm



apabila



disentrifugasi, hal ini terjadi karena terdapat kontaminasi dari bilirubin serum dan lipokrom. Perubahan warna cairan LCS pada SAH disebabkan oleh oksihemoglobin, bilirubin dan methemoglobin. Dalam bentuk yang murni, pigmen ini berwarna merah, kuning muda, dan coklat. Oksihemoglobin mulai tampak beberapa jam setelah onset dan mencapai jumlah maksimal dalam 36 jam, kemudian berkurang setelah 7 sampai 9 hari. Bilirubin mulai tampak setelah 2-3 hari dan meningkat sesuai dengan penurunan jumlah oksihemoglobin. Methemoglobin terbentuk



33



apabila eritrosit mengalami lokulasi atau enkistik dan terpisah dari aliran LCS. Teknik spektrofotometri dapat membedakan berbagai bentuk gangguan produksi hemoglobin dan kemudian memperkirakan waktu perdarahan rata-rata. Tidak semua LCS yang xantokrom disebabkan oleh hemolisis eritrosit. Pada ikterus yang berat, bilirubin I dan II menyebar masuk ke dalam LCS. Jumlah bilirubin dalam cairan LCS berkisar antara 1/10 sampai 1/100 dari kadar dalam serum. Peningkatan kadar protein dalam LCS menyebabkan warna sedikit opak dan xantokromia, serta peningkatan atau penurunan proporsi albumin-fraksi bilirubin. Perubahan warna LCS hanya dapat diamati secara makroskopik jika kadarnya lebih dari 150 mg/100 mL. Hiperkarotenemia dan hemoglobinemia (melalui gangguan produksi hemoglobin, khususnya oksihemoglobin) juga menyebabkan warna kuning pada cairan LCS, seiring pembekuan darah dalam ruang subdural atau epidural otak maupun medulla spinalis. Mioglobin tidak ditemukan dalam LCS karena ambang klirens renal yang rendah untuk pigmen ini sehingga memungkinkan terjadinya ekskresi yang cepat dari dalam darah.



34



Tabel 2.3 Temuan LCS pada Penyakit Susunan Saraf Pusat Diagnosis LCS



Penampila



Reaksi



Jumlah sel, Biokimia



Temuan



Pandy -



Patologi Hingga 4 sel Laktat



Lainnya Glukoasa



tidak



/



60%



berwarna



terutama



mmol/l.



limfosit



rasio



(85%)



albumin:



n lumbar Jernih,



normal



µl, 40 tahun, 10x103



adanya



(limfosit)



antibodi spesifik,



PCR



untuk



HSV



35



positif Meningitis



Jernih



+



Virus



Hingga



Rasio



beberapa



albumin



ratus



sel hingga



mononuklear ,



termasuk 20 x 10 terdapat



selular



-3



campuran,



glukosa



µl, albumin ;



terutama sel