Referat General Anastesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT GENERAL ANESTESI



Disusun oleh : Faras Afif Berlian 1261050089



Pembimbing dr. Arief, Sp.An



KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUD CIBINONG PERIODE 29 JANUARI – 24 FEBRUARI 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA



BAB I LATAR BELAKANG



Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos , "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkanrasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkanrasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnyakesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkanketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan daripasien.I.



1.1 TEORI ANESTESI UMUM Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya :



A. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid Solubity Theory).Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung dengan kelarutan dalamlemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlakupada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral.



B. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert ( The Inert Gas Effect ). Potensianalgesia gas – gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas – gas dengan syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul – molekulbebas aktif.



C. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat ( The Hidrat Micro-crystalTheory). Obat anestetika



berpengaruh



terutama



terhadap



interaksi



molekul



– molekulobatnya



dengan



molekul – molekul di otak.



D. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi denganmembrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Sejak pertama kali ditemukan oleh William Thomas Green Morton pada tahun 1846, anestesi terus berkembang pesat hingga sekarang. Saat itu ia sedang memperagakan pemakaian dietil eter untuk menghilangkan kesadaran dan rasa nyeri pada pasien yang ditanganinya. Ia berhasil melakukan pembedahan tumor rahang pada seorang pasien tanpa memperlihatkan gejala kesakitan. Karena pada saat itu eter merupakan obat yang cukup aman, memenuhi kebutuhan, mudah digunakan, tidak memerlukan obat lain, cara pembuatan mudah, dan harganya murah. Oleh karena itu eter terus dipakai, tanpa ada usaha untuk mencari obat yang lebih baik. Setelah mengalami stagnasi dalam perkembangannya selama 100 tahun setelah penemuan morton barulah kemudian banyak dokter tertarik untuk memperlajari bidang anestesiologi, dan barulah obat-obat anestesi generasi baru muncul satu-persatu (Mangku dan Senapathi, 2010) Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berati tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi. Sehingga anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa (without sensation) tetapi bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan semula. (Sudisma et al., 2006) Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati ingatan’), analgesi (bebas nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (“mati gerak”) (Mangku dan Senapathi, 2010) Untuk mencapai ke tiga target tersebut dapat digunakan hanya dengan mempergunakan satu jenis obat, misalnya eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus seperti tersebut di atas, yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik, khusus sebagai analgesi, dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target anestesia tersebut populer disebut dengan “Trias anestesi” (Mangku dan Senapathi, 2010).



Analgesi



Relaksasi



Sedasi



Gambar 3. Trias Anestesi (Mangku dan Senapathi, 2010) Dalam perkembangannya, anestesi digunakan secara luas, dalam bidang kedokteran hewan untuk menghilangkan nyeri dan kesadaran, juga digunakan untuk melakukan pengendalian hewan (restraint), keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar, pemotongan hewan yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia). Tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat anestesi secara tunggal maupun dengan balanced anesthesia yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestesi maupun dengan agen preanestesi (McKelvey dan Hollingshead, 2003; Tranquilli et al., 2007). Menurut Alex, (2010) balanced anesthesia dalam konteks ini meliputi yaitu a).Obat diberikan sebelum induksi anestesi (Premedikasi), b).Obat diberikan selama induksi anestesi, c).Obat diberikan selama maintenance anestesi. Anestesi merupakan tahapan yang paling penting dalam tindakan pembedahan, karena tindakan pembedahan belum dapat dilakukan bila anestesi belum diberikan (Pretto, 2002). Anestesi memiliki resiko yang jauh lebih besar dari prosedur tindakan pembedahan karena nyawa pasien yang dianestesi dapat terancam. Untuk pemilihan anestesi yang ideal dibutuhkan dalam menghasilkan sifat analgesi, sedasi, relaksasi, Unconsciousness (hilang kesadaran), keamanan dan kenyamanan untuk sistem vital, ekonomis, dan mudah dalam aplikasi baik di lapangan ataupun di ruang operasi. Namun, sampai saat ini anestesi yang memenuhi kriteria yang ideal belum ada (Fossum 1997).



2.1



Anestesi Umum Anestesi umum adalah subtansi yang dapat mendepres susunan saraf pusat (SSP) secara



reversibel sehingga hewan kehilangan rasa sakit (sensibilitas) di seluruh tubuh, reflek otot hilang, dan disertai dengan hilangya kesadaran. Anestesi ini terdiri atas 2 jenis yaitu, anestesi volatil (inhalasi) dan non-volatil (injeksi/parenteral). Tanda-tanda anestesi umum telah bekerja adalah hilangnya kordinasi anggota gerak, hilannya respon saraf perasa dan pendengaran, hilangnya tonus otot, terdepresnya medulla oblongata sebagai pusat respirasi, dan vasomotor, dan bila terjadi overdosis hewan akan mengalami kematian. (Sudisma et al., 2006). Menurut Sudisma, et al. (2006), agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui gabungan injeksi dan inhalasi. Anestesi umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran, sevofluran, desfluran, diethyl eter, dan nitrous oksida. Anestesi injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksi, asorbsinya cepat, waktu induksi, durasi dan masa pulih dari anestesia berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki indeks terapuetik yang tinggi, tidak bersifat toksik, minimalisasi efek samping pada organ tubuh seperti saluran pernafasan dan kardiovaskuler, cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotnya. Untuk mendapatkan efek anestesia yang diinginkan dengan efek samping seminimal mungkin, anestesi dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa anestesi atau dengan zat lain sebagai preanestesi dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia (Mc Kelvey dan Hollingshead, 2003). 2.2 TUJUAN ANESTESI UMUM Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom.



2.3 SYARAT, KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI ANESTESI UMUM Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :



a. Memberi induksi yang halus dan cepat.



b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons c. Timbulkan keadaan amnesia d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan. e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan operasi. f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama. Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA. Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat – obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow karena dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.



2.4 PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM



Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit – penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi – geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG. Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA) 2014. ASA I



: Pasien dalam keadaan normal dan sehat.



ASA II



: Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.



ASA III



: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.



ASA IV



: Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.



ASA V



: Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.



ASA VI



: Pasien yang di diagnosis mati otak yang organ tubuhnya dikeluarkan untuk tujuan donor.



Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan



lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent). Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas. Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain : 



Gol. Antikolinergik Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.







Gol. Hipnotik – sedatif Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa 100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah.







Gol. Analgetik narkotik Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada. Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV. Diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah.







Gol. Transquilizer Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB IM.



2.5 METODE PEMBERIAN ANESTESI UMUM Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui Perenteral (Intravena, Intramuscular), perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan, pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.



2.6 STADIUM ANESTESI Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesiasampai kehilangan kesadaran, stadium 2 respirasi teratur, stadium 3 dan stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung.



Stadium I Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata). Stadium II Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.



Stadium III Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.



Stadium IV Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.



2.7 TANDA REFLEKS PADA MATA



Refleks pupil Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati. Refleks bulu mata Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1. Refleks kelopak mata Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2. Refleks cahaya Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri rangsangan cahaya.



2.8 TEKNIK ANESTESI UMUM



a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan Indikasi : 



Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)







Keadaan umum baik (ASA I – II)







Lambung harus kosong



Prosedur : 



Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik







Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)







Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang)



efek



sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll 



Induksi







Pemeliharaan



b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala) Prosedur : 1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat) 2. Intubasi setelah induksi dan suksinil 3. Pemeliharaan Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS: S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed) A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia S = Suction. Penyedot lendir dan ludah Teknik Intubasi 1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap 2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+) 3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt



4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit ekstensi → mulut membuka 5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri 6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus ) 7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar ) 8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah 9. Masukan ET melalui rima glottis 10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )



Klasifikasi Mallampati : Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :



c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol) d. Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.



2.9







Teknik sama dengan diatas







Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)







Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.



OBAT – OBAT DALAM ANESTESI UMUM Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi.



Anestetik intravena 







Penggunaan



:







Untuk induksi







Obat tunggal pada operasi singkat







Tambahan pada obat inhalasi lemah







Tambahan pada regional anestesi







Sedasi



Cara pemberian



:







Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat







Suntikan berulang (intermiten)







Diteteskan perinfus



A. PREMEDIKASI 1. Benzodiazepine Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.



Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. Efek Benzodiazepine : 



Efek pada sistem saraf pusat. o Dapat menimbulkan amnesia,anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada,menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme







Efek pada sistem kardiovaskuler. o Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid







Efek pada sistem pernafasan o Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.







Efek pada sistem saraf otot o Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.



Diazepam Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan jantung berat. Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan serangan panik. Awitan aksi



: IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam



Lama aksi



: IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 5



Dosis : 



Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg







Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB







Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg







Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari



Midazolam Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam. Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus. Dosis : 



Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg







Sedasi : IV 0,02-0,05 mg







Induksi : IV 50-350 µg/kg5



Efek samping obat : 



Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi







Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi







Euphoria, agitasi, hiperaktivitas







Salivasi, muntah, rasa asam







Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan



2. Opioid Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping. Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat



transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800 μg). Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus. Efek opioid : 



Efek pada sistem kardiovaskuler o Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.







Efek pada sistem pernafasan o Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun . PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.







Efek pada sistem gastrointestinal o Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.







Efek pada endokrin o Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.



Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan memperlama kerja dan efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem



saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial



Morfin Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru. Dosis : 



Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam







Induksi : iv 1 mg/kg







Awitan aksi







Lama aksi : 2-7 jam



: iv < 1 menit, im 1-5 menit



Petidin Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. Dosis Oral/ IM/SK : Dewasa : 



Dosis lazim : 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,







Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.







Anak-anak oral







Dosis : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.



Untuk sebelum pembedahan 



Dosis dewasa : 50 – 100 mg IM/SK



Petidin dimetabolisme terutama di hati Fentanil Digunakan sebagai analgesic dan anastesia Dosis : 



Analgesic : iv/im 25-100 µg atau 1-3 µg/kgbb







Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB







Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB







Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB



Awitan aksi



: iv dalam 30 detik, im < 8 menit



Lama aksi



: iv 30-60 menit, im 1-2 jam



Efek samping obat : 



Bradikardi, hipotensi







Depresi saluran pernapasan, apnea







Pusing, penglihatan kabur, kejang







Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat







Miosis 5



B. INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi, intramuscular dan rektal. 1. Propofol Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8. Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin. Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi).



Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas. Efek propofol : 



Efek pada sistem kardiovaskuler. o Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi



pembebasan



katekolamin



dan



menurunkan



resistensi



vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung dari : 



Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali







Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian secara bolus



 



Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung



Efek pada sistem pernafasan o Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan (propofol). Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 detik.



Dosis dan penggunaan a. Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV. b. Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min IV. c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrasi sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg. d. Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain. e. Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%.



f. Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. Efek Samping Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% kasus. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada setengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol. Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.



2. Tiopenton Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran. Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah



sedangkan



pada



dosis



yang



tinggi



akan



menghasilkan



isoelektrik



elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial. Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis tinggi. Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard. Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2 menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Dosis Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien. Efek samping Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.



2,5



Suntikan arteri atau ekstravaskular (khususnya dengan



konsentrasi di atas 5%) menimbulkan nekrosis, gangrene.



3. Ketamin Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena. Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit. Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial. Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma. Dosis dan pemberian Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila



akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau IM. Dosis induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai. Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus. Efek samping Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.



2.10 Anastetik Inhalasi N2O Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain



Halotan Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.



Isofluran Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung



terhadap



ketokolamin.



Peningkatan



frekuensi



nadi



dan



takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.



Sevofluran Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi.



2.11



SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI



Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).



A. Aldrete Score Nilai Warna 



Merah muda, 2







Pucat, 1







Sianosis, 0



Pernapasan 



Dapat bernapas dalam dan batuk, 2







Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1







Apnoea atau obstruksi, 0



Sirkulasi 



Tekanan darah menyimpang 50% dari normal, 0



Kesadaran 



Sadar, siaga dan orientasi, 2







Bangun namun cepat kembali tertidur, 1







Tidak berespons, 0



Aktivitas 



Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2







Dua ekstremitas dapat digerakkan,1







Tidak bergerak, 0



Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan



B. Steward Score (anak-anak) Pergerakan 



Gerak bertujuan 2







Gerak tak bertujuan 1







Tidak bergerak 0



Pernafasan 



Batuk, menangis 2







Pertahankan jalan nafas 1







Perlu bantuan 0



Kesadaran 



Menangis 2







Bereaksi terhadap rangsangan 1







Tidak bereaksi 0



Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan



DAFTAR PUSTAKA



1. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009.



2. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). Kapita Selekta Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius – FK UI. 2007



3. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK UI. Jakarta.



4. ASA PHYSICAL STATUS CLASSIFICATION SYSTEM, OCTOBER 15, 2014.



5. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007