Referat GPPH Revisi Terbaru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN/HIPERAKTIVITAS (GPPH)



Disusun oleh



Ayu Naniza Peri Derianti Pertiwi Gebby Puspita Angraini M. Ilham Assalam



Pembimbing dr. Rina Amtarina, Sp.KJ



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PEKANBARU 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, karena atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH)”.Penulis menyusun referat ini untuk memahami lebih dalam mengenai GPPH khususnya definisi, etiologi, diagnosis dan psikoterapi GPPH serta sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas RiauRumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter pembimbing di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau - Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbarudr. Rina Amtarina, Sp.KJ atas saran dan bimbingannya dalam menyempurnakan penulisan referat ini. Penulis sadar pembuatan referat ini memiliki kekurangan. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.



Pekanbaru,



Juli 2019



Penulis



i



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar belakang Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH) atau juga dikenal



dengan attention-deficit/hyperactivity disorders (ADHD) merupakan gangguan neurobehavior yang paling sering ditemukan pada anak-anak ditandai dengan tiga gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas.1 Prevalensi dari GPPH di seluruh dunia berkisar antara 3-11%.2 Prevalensi di Amerika Serikat mencapai angkat 8,4% pada anak-anak dan 2,5% pada dewasa.3 Di Indonesia sendiri belum ada angka kejadian GPPH yang pasti, hanya dapat ditemukan bahwa GPPH paling sering ditemui pada anak-anak prasekolah maupun sekolah.2 Menurut Saputro, angka kejadian GPPH pada anak sekolah dasar adalah sebesar 16,3% dari total populasi 25,85 juta anak.4 Sebuah penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian GPPH lebih sering ditemukan pada laki-laki, yaitu sebesar 66,67% dan rentang usia tersering berada di kisaran delapan hingga sepuluh tahun. Keluhan tersering orang tua dengan anak GPPH adalah anaknya nakal, tidak mau belajar, tidak bisa diam, cepat beralih perhatian, baik di rumah maupun di sekolah.5 Menurut Kementrian Kesehatan Republik Kesehatan, beberapa penyebab dari GPPH adalah faktor genetik, faktor neurologik (kerusakan dalam otak), faktor neurotransmiter, faktor psikososial, faktor lingkungan, trauma otak, gula dan zat tambahan pada makanan.6 Diagnosis GPPH mulai timbul pada usia 3 tahun, namun pada umumnya baru terdeteksi setelah anak duduk di sekolah dasar, ketika belajar formal menuntut pola perilaku yang terkendali, termasuk pemusatan perhatian dan konsentrasi yang baik.GPPH segera dikenali karena anak dengan kondisi GPPH harus mendapat perhatian khusus karena akan memberikan pengaruh terhadap pendidikan, perilaku, dan sosial yang merugikan penderita dan juga orang sekitar.7



1.2



Tujuan Penulisan



Tujuan penulisan referat ini adalah: 1.



Memahami



definisi,



epidemiologi,



etiologi,



cara



mendiagnosa,



menyingkirkan diagnosis banding serta psikoterapi gangguan pemusatan perhatian/GPPH. 2.



Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.



3.



Memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru.



1.3



Metode Penulisan Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu



pada beberapa literatur.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Definisi ADHD merupakan kependekan dari attention deficit hyperactivity dioreder,



(Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan) atau dalam bahasa Indonesia, berarti berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif (GPPH). GPPH adalah kondisi ketika seseorang meperlihatkan gejala-gejala kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impuls yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup.8 Seorang anak yang terdiagnosis GPPH mak memerlukan penangan khusus agar pada saat dewasa, gejala klinis tersebut tidak menimbulkan kerugian pada pendidikan, perilaku, dan aspek sosial penderita.8



2.2



Epidemiologi Laporan mengenai kasus GPPH di Amerika Serikat bervariasi dari 2-20%



pada anak-anak sekolah dasar. Angka konservatif adalah kira-kira 3 hingga 7% pada anak-anak sekolah dasar pra pubertas. Orang tua dari anak-anak dengan GPPH menunjukkan peningkatan insiden hiperkinesia, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, serta gangguan konversi. Gejala GPPH sering muncul pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis umum baru terdeteksi saat anak masuk ke dalam lingkungan sekolah terstruktur, seperti prasekolah atau taman kanak kanak, ketika guru di sekolah dapat membandingkan perhatian dan impulsivitas anak dibandingkan anak-anak sebayanya.8 GPPH terjadi pada sekitar 3-7 persen dari populasi masa kanak-kanak dan sekitar 2-5 persen dari populasi dewasa. Di antara anak-anak, rasio jenis kelamin adalah sekitar 3: 1 dengan anak laki-laki lebih cenderung memiliki gangguan daripada anak perempuan. Di antara orang dewasa, perbandingan jenis kelamin turun menjadi 2: 1 atau lebih rendah. Gangguan ini ditemukan ada di hampir setiap negara, termasuk Amerika Utara, Amerika Selatan, Inggris, Skandinavia, Eropa, Jepang, Cina, Turki, dan Timur Tengah.9



3



Di Indonesia sendiri belum ada angka kejadian GPPH yang pasti, hanya dapat ditemukan bahwa GPPH paling sering ditemui pada anak-anak prasekolah maupun sekolah.2 Menurut Saputro, angka kejadian GPPH pada anak sekolah dasar adalah sebesar 16,3% dari total populasi 25,85 juta anak.4 survei yang dilakukan pada anak sekolah dasar dari kelas 1-6 di Jakarta Pusat pada tahun 2011 menunjukkan angka proporsi GPPH sebesar 26,2%. 2 2.3



Etiologi Faktor dugaan yang turut berperan untuk ADHD mencakup pajanan toksik



prenatal, prematuritas, dan cedera mekanis prenatal pada sistem saraf janin.8 a.



Faktor Genetik Bukti adanya dasar genetik pada ADHD mencakup concordance yang lebih



tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai gejala hiperaktif yang menonjol, sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol. Pola biologis anak-anak dengan gangguan ini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk ADHD.8



b.



Kerusakan Otak Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD mengalami



kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama periode janin dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat disebabkan karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanis, atau fisik pada otak selama masa bayi awal yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Tanda-tanda neurologis non fokal (halus) ditemukan dengan angka yang lebih tinggi pada anak dengan ADHD dibandingkan populasi umum. 8



c.



Faktor Neurokimia



4



Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi gen, sehingga terjadi peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik dan lobus prefrontal akibat perubahan aktivitas Dopamine Transporter Gene. 8



d.



Faktor Neurofisiologis Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram



(EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan kontrol normal.Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomographic (PET) menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol. 8



e.



Faktor Psikososial Peristiwa psikis yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan



keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain dapat turut berperan di dalam mulainya atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dalam berperilaku atau berpenampilan. 8 2.4



Proses Perkembangan GPPH Pada GPPH, terjadinya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel



neuron di dalam sistem limbik dan lobus prefrontal akibat dari perubahan aktivitas dari Dopamine Transporter Gene akibat dari proses mutasi. Pada penelitian kromosom, ditemukan adanya pengulangan allele ke 7 dari reseptor dopamine 4 (D4 Dopamine receptor).Hal ini dikaitkan dengan gangguan dalam fungsi neurotransmiter dopamine di susunan saraf pusat.Kondisi ini membuat anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi eksekutifnya, berupa kontrol diri yang buruk dan gangguan dalam menginhibisi perilakunya.10



Akibat perubahan aktivitas Dopamine Transporter Gen, anak dengan GPPH akan mengalami beberapa kondisi seperti :10



1.



Gangguan dalam non-verbal working memory, dengan gambaran: 



Kehilangan rasa kesadaran tentang waktu



5



2.







Ketidakmampuan menyimpan informasi di dalam otaknya







Persepsi yang tidak sesuai terhadap objek/kejadian







Perencanaan dan pertimbangan yang buruk



Gangguan dalam internalisation of self-directed speech: 



Kesulitan untuk mengikuti peraturan yang berlaku







Tidak disiplin







Self guidance dan self questioning yang buruk Untuk



memahami



jalannya



perkembangan



GPPH,



maka



teori



mengemukakan bahwa anak GPPH memiliki kekurangan motivasi, arousal (dorongan), self-regulasi dan penahanan respon (Respon Inhibition). Adapun penjelasannya sebagai berikut:11 a.



Motivation Deficit : Anak GPPH menunjukan gangguan pada kesensitifan mereka terhadap reward dan punishment,



b.



Arousal Deficit: Anak GPPH pada umumnya memiliki dorongan yang sangat rendah,



c.



Self-regulation: Adanya kerusakan pada otak sehingga mereka impulsive dan memiliki kekuatan usaha yang buruk,



d.



Behavior Inhibition: Anak GPPH mengalami kesulitan ketika harus mempertahankan responnya terhadap sesuatu. Hal ini berpengaruh pada kemampuan kognitif, bahasa dan motorik.



Dinamika gangguan ini dapat diawali dari pengaruh genetik. Ibu yang mengkonsumsi alkohol semasa hamilnya atau mengalami komplikasi kehamilan, akan menyebabkan kerusakan pada dopamin dan kerusakan pada lobus frontalis dan ganglia basalis. Seluruh kerusakan tersebut memicu gagalnya menekan respon yang tidak tepat, sehingga kemampuan kognitif (seperti memori, self-directed dan self-regulation menjadi berkurang. Jika kemampuan kognitif mengalami kemunduran, maka anak akan mengalami inattention (sulit memusatkan perhatian pada sesuatu), hiperaktif (susah diam) dan impulsif (mengambil suatu tingkah laku tanpa dipikirkan terlebih dahulu).11



6



Perkembangan sosial anak yang seharusnya berjalan normal menjadi terhambat, karena biasanya anak yang mengalami hiperaktif, tidak mampu memperhatikan dan impulsive dijauhi oleh peergroupnya. Karena tuntutan tersebut, maka orang tua anak membentuk suatu pola pengasuhan yang bias saja kurang tepat untuk menangani gangguan tersebut. Pada akhirnya, anak akan mengalami gangguan tingkah laku.11 Perjalanan gangguan GPPH bervariasi.Gejala dapat ada hingga remaja atau dewasa, gejala juga dapat pulih saat pubertas atau hiperaktivitas dapat hilang tetapi berkurangnya rentang atensi dan masalah pengendalian impuls dapat tertahan. Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang akan pulih, dan mudah teralih perhatian adalah gejala yang terakhir pulih. Meskipun demikian, sebagian besar pasien dengan gangguan ini mengalami remisi parsial dan rentan terhadap perilaku antisosial, gangguan penggunaan zat, dan gangguan mood.Masalah belajar sering berlanjut seumur hidup.



2.5



Manifestasi Klinis Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan, dalam



urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perspektual, labilitas emosi, defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih perhatiannya, perseverasi, gagal menyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam aktivitas, kurang teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir, ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda neurologis ekuifokal dan ketidakteraturan EEG. 8 Kesulitan di sekolah, baik dalambelajar atau berperilaku, adalah masalah lazim yang sering timbul bersama dengan GPPH; kesulitan ini kadang-kadang datang akibat gangguan komunikasiatau gangguan belajar yang ada atau akibat mudahteralih perhatian atau atensi yang berfluktuasi, dan menghambat perolehan, retensi, dan penunjukan pengetahuan. Kesulitan ini terutama diamati secara khusus pada tes kelompok.8



7



2.6



Diagnosis Karakteristik prinsip dari GPPH adalah inatensi, hiperaktifitas, dan



impulsivitas yang mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak.Biasanya gejala hiperaktifitas dan impulsivitas mendahului inatensi.Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang berbeda dan tergantung pada situasi.12 Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga sering dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan.Sedangkan anak-anak yang pasif atau lebih banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi.12 Semua anak GPPH terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak tanpa berpikir,



terkadang



dapat



terlihat



melamun.



Saat



hiperaktifitas



anak,



distraktibilitas, konsentrasi yang kurang, atau impulsivitas mulai berpengaruh pada penampilan anak di sekolah, hubungan sosial dengan anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya GPPH dapat diperkirakan.Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka GPPH sulit didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.12 Anak yang hiperaktif biasanya akan terus bergerak. Mereka suka menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh atau bermain dengan apa saja yang dilihatnya, atau bicara tanpa henti. Anak tersebut menjadi sangat sulit untuk duduk diam saat makan ataupun di sekolah.Mereka suka menggeliat dan gelisah di tempat duduknya atau suka mengelilingi kamar.Mereka juga suka menggoyang-goyangkan kakinya, menyentuh segala sesuatu, atau membuat keributan dengan mengetuk-ketukan pensilnya.Sedangkan remaja atau orang dewasa yang hiperaktif lebih sering merasakan kegelisahan dalam dirinya.Mereka sering memilih untuk tetap sibuk dan melalukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan.12 Anak yang impulsif terlihat tidak mampu berpikir sebelum bertindak, sering mengatakan sesuatu yang tidak sesuai tanpa dipikirkan dahulu, memperlihatkan emosinya tanpa mampu mengendalikannya.Impulsivitas ini membuat anak sulit menunggu sesuatu yang mereka inginkan atau menunggu giliran untuk bermain. Mereka dapat merampas mainan dari anak lainnya atau memukul anak lain saat mereka kalah. Pada remaja dan dewasa, mereka lebih memilih mengerjakan



8



sesuatu dengan segera walaupun gajinya kecil dibandingkan melakukan sesuatu dengan gaji besar namun penghargaan yang diterimanya tidak segera didapat.12 Anak dengan tipe inatensi susah memusatkan perhatiannya pada satu hal, perhatiannya mudah beralih pada suara-suara yang didengarnya atau apa saja yang dilihatnya, dan mudah bosan dengan tugasnya setelah beberapa menit. Bila mereka melakukan sesuatu yang sangat disukainya, mereka tidak kesulitan dalam memusatkan perhatian.Tetapi pemusatan perhatian yang disengaja, perhatian untuk mengatur dan melengkapi tugas atau belajar sesuatu yang baru sangatlah sulit.Anak-anak tersebut sering lupa mengerjakan pekerjaan rumahnya atau meninggalkan tugasnya di sekolah.Mereka juga sering lupa membawa buku atau salah membawa buku.Bila pekerjaan rumahnya sudah selesai, biasanya banyak sekali kesalahan dan bekas hapusan.Adanya pekerjaan rumah sering disertai frustasi baik pada anak maupun pada orang tua anak tersebut.Anak tipe ini juga jarang sekali dapat mengikuti perintah, sering kehilangan barang seperti mainan, pensil, buku, dan alat-alat untuk mengerjakan tugas; mudah beralih dari aktivitas yang belum diselesaikannya ke aktivitas lainnya.12



Kriteria diagnostik GPPH berdasarkan DSM-V ialah satu dari kriteria (1) atau (2) berikut:13 A. Baik (1) atau (2) : (1) Gangguan pemusatan perhatian (inatensi): ≥ 6 gejala inatensi berikut telah menetap selama sekurang- kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. Gejala gangguam pemusatan perhatian ialah sebagai berikut: a.



Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas



b.



Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain.



c.



Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung.



d.



Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas ditempat kerja (bukan karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).



9



e.



Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.



f.



Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di sekolah dan pekerjaan rumah).



g.



Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan)



h.



Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar.



i.



Sering lupa dalam aktivitas sehari- hari.



(2) Hiperaktivitas-impulsivitas: ≥6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurang- kurangnya 6 bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. Gejala hiperaktivitas ialah sebagai berikut: a.



Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di tempat duduk.



b.



Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau di dalam situasi yang diharapkan anak tetap duduk.



c.



Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak seharusnya.



d.



Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang



e.



Sering dalam keadaan “siap bergerak/ pergi” (atau bertindak seperti digerakkan oleh mesin).



f.



Sering bicara berlebihan.



Gejala impulsivitas ialah sebagai berikut: g.



Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih dahulu sebelum pertanyaan selesai.



h.



Sering sulit menunggu giliran.



i.



Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga menyebabkan hambatan dalam lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.



B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan hendaya terjadi sebelum usia 12 tahun.



10



C. Beberapa hendaya akibat gejala ada dalam dua atau lebih keadaan misal, di sekolah atau tempat kerja, dan di rumah). D. Harus ada bukti jelas adanya hendaya didalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan yang secara klinis bermakna. E. Gejala tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain serta tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (missal gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian).



Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 12 tahun. Beberapa gejala akibat gejala timbul di dua atau lebih situasi seperti di rumah atau sekolah.Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan. Gejala tidak semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain. Pemberian kode berdasarkan tipe ialah sebagai berikut: 13 



314.01 (F90.2) GPPH tipe kombinasi: jika kriteria A1 dan A2 terpenuhi untuk selama 6 bulan terakhir.







314.00 (F90.0) GPPH predominan tipe inatensi: jika kriteria A1 terpenuhi tetapi kriteria A2 tidak terpenuhi selama 6 bulan terakhir.







314.01 (F90.1) GPPH predominan tipe hiperaktif-impulsif: jika kriteria A2 terpenuhi tetapi kriteria A1 tidak terpenuhi selama 6 bulan terakhir.



Menurut PPDGJ III, GPPH tergolong kediagnosis F90 yaitu Gangguan Hiperkinetik. Pedoman diagnostik: 14 



Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).







Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini sering



11



kali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu karena perhatiannya tertarik pada hal lain. Berkurangnya ketekunan dan perhatian ini seharunya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama. 



Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini tergantung pada situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak



itu



tetap



duduk,



terlalu



banyak



bicara



dan



ribut,



atau



kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar atau berbelit-belit. Tolok ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak-anak yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan diatur yang menuntun suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi. 



Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.







Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah di catat secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.







Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun kriteria iklusi untuk diagnosis utamanya,tetapi ada tidaknya gejalagejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut.



12



2.6



Diagnosis banding Dalam praktik sehari-hari, GPPH sering kali memiliki gejala yang tumpang



tindih dengan autism spectrum disorder (ASD) dan communication disorder speech delayed. Pada penderita speech delayed harus dipastikan ada tidaknya gangguan pendengaran, retardasi mental atau kurang stimulasi. Persamaan GPPH dengan ASD ialah adanya gangguan konsentrasi, tak mampu menunggu giliran, meminta sesuatu dengan cara non-verbal, kurang peduli dengan lingkungan dan bila marah sulit ditenangkan.15



2.7



Penatalaksanaan GPPH merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi



klinis beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyembuhkan anak dengan GPPH secara total. Berdasarkan National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya di dunia seperti American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), penanganan anak dengan GPPH dilakukan dengan pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal.15 Tujuan utama penanganan anak dengan GPPH ialah:15 1.



Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama dengan memper- baiki fungsi pengendalian diri.



2.



Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.



Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini maka terapi yang diberikan dapat berupa obat,diet,latihan,terapi perilaku, terapi kognitif dan latihan keterampilan sosial. juga psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh serta guru yang sehari-hari berhadapan dengan anak tersebut.16 1.



Medikamentosa: Cara ini dapat mengontrol GPPH sampai 70-80%. Obat yang merupakan



pilihan pertama ialah obat golongan psikostimulan. Meskipun disebut stimulan, pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita GPPH.



13



Yang termasuk stimulan antara lain: amphetamine, dextroamphetamine dan derivatnya. Pemberian obat psiko-stimulan dikatakan cukup efektif mengurangi gejala-gejala GPPH.Obat ini memengaruhi sistem dopaminergik atau sirkuit noradrenergik korteks lobus frontalis-subkortikal, meningkatkan kontrol inhibisi dan memperlambat potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat menyelesaikan tugas.5 Efek sampingnya ialah penarikan diri dari lingkungan sosial, fokus yang berlebih, iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan, sindrom Tourette, serta munculnya tic.



2.



Diet Meta-analisis menemukan bahwa menghindari pewarna makanan buatan



dan bahan pengawet sintetik secara statistik bermanfaat mencegah terjadinya gejala GPPH.Keseimbangan diet karbohidrat dan asam amino (triptophan sebagai serotonin substrate) juga dapat menjadi upaya lain.Belum ada bukti bahwa pemanis buatan seperti aspartam memperburuk GPPH.



3.



Rehabilitasi medik Mengembangkan kemampuan fungsio-nal dan psikologis seorang individu



dan mekanismenya sehingga dapat mencapai kemandirian dan menjalani hidup secara aktif. Penanganan rehabilitasi medik pada anak dengan GPPH :15 a.



Terapi okupasi Terapi okupasi terdiri dari terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif



(cognitive behavior therapy), terapi sensori integrasi, terapi snoezellen, dan terapi musik. Terapi relaksasi adalah terapi yang menggunakan kekuatan pikiran dan tubuh untuk mencapai suatu perasaan rileks.Terapi relaksasi bertujuan untuk dapat mengontrol ansietas, stres, ketakutan dan ketegangan, memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri, meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri, serta meningkatkan kreativitas.Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang dengan mengubah pemikiran dan persepsi terutama pola berpikirnya. Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi respon kebiasaan (seperti marah, takut, dan sebagainya)



14



dengan cara mengenal situasi atau stimulus. Terapi ini melatih kemampuan berpikir, menggunakan pendapat dan membuat keputusan, dengan fokus memperbaiki defisit memori, konsentrasi dan atensi, persepsi, proses belajar, membuat rencana, serta pertimbangan. ‘ Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan penuh dari orang tua atau anggota keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga harus menarik seperti menggunakan media gambar kartun, role play, menggunakan bahasa menarik sesuai usianya, media latihan yang menyenangkan dan penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini dapat juga berupa metode self recording. Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan proses sensoris dengan cara: 1)



Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi dan kontrol perilaku



2)



Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi baik sebagai dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial dan kemandirian fungsional.



3)



Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi intrinsik anak untuk bermain interaktif dan bermakna.



Terapi sensori integrasi memberikan stimulasi sensori dan interaksi fisik untuk dapat meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan kemampuan belajar dan perilaku.Terapi ini merupakan terapi modalitas yang kompleks dan memerlukan.partisipasi aktif pasien dan bersifat individual melalui aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik untuk perbaikan organisasi dan proses neurologis.15 Terapi snoezellen dilakukan untuk memengaruhi sistem saraf pusat melalui pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori primer (penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, penciuman) dan juga pada sistem sensori internal (vestibular dan proprioseptif). Dalam bahasa Belanda kata snoezellen merupakan gabungan dari 2 kata, yaitu: “snufflen” yang berarti eksplorasi aktif dan “doezelen” yang berarti relaksasi atau pasif. Tujuan terapi snoezellen pada anak GPPH ialah:15



15



1)



Anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu stimulus



2)



Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi perilaku impulsif



3)



Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap lingkungan



4)



Anak mampu melakukan kontak dengan orang lain



5)



Anak punya rasa percaya diri



6)



Anak mampu mengeksplorasi lingkungan



7)



Anak mampu rileks secara fisik ditandai dengan penurunan muscle tension



Ruangan snoezellen khusus dirancang untuk memberi stimulasi pada berbagai sensasi, menggunakan efek lampu/cahaya, warna, musik, wangiwangian dan sebagainya.Kombinasi dari bahan berbeda pada dinding dieksplorasi menggunakan sensasi taktil, dan pada lantai disesuaikan untuk merangsang sensasi keseimbangan. Idealnya, snoezellen merupakan terapi yang tidak diarahkan dan dapat bertahap memberikan pengalaman multi sensorik atau fokus pada 1 sensorik saja, secara sederhana melalui adaptasi terhadap lampu/cahaya, atmosfer, suara, dan tekstur kepada kebutuhan spesifik pasien. Lingkungan snoezellen memberikan stimulasi langsung dan tidak langsung dari modalitas sensorik dan dapat digunakan secara individu atau berkelompok untuk memberikan pendekatan sensorik.15 Peralatannya disesuaikan dengan tiap-tiap anak GPPH: 1)



Stimulasi visual: serat optik semprot, proyektor dengan gambar.



2)



Stimulasi pendengaran (suara): kaset relaksasi, getaran suara dari peralatan musik.



3)



Olfaktori (bau): aroma terapi dapat mengurangi tingkat kecemasan.



4)



Gustatori (rasa): setiap zat makanan menyediakan rasa yang berbeda atau tekstur.



5)



Stimulasi taktil (sentuhan): bantal dan kasur dengan vibrasi, kain bertekstur.



6)



Rangsangan proprioseptif dan vestibular (gerakan): kursi goyang, rocking horses.



16



Terdapat beberapa macam ruang snoezellen yang ditata dengan tujuan yang berbeda contohnya: 1) Ruang relaksasi: Ruang ini dipenuhi dengan warna yang lembut dan tidak mencolok, lagu-lagu lembut atau musik relaksasi, pemberian aroma ruangan dengan aroma yang lembut, .ampu penerangan yang lembut 2) Ruang aktivitas/adventure: Ruangan ini dipenuhi dengan warna-warna yang mencolok, stimulasi visual yang dinamis, musik yang dinamis, dan alat- alat permainan aktif 3) Ruang natural: Ruangan alami seperti kebun bunga/taman, kolam ikan/ akuarium, terdapat pasir, tanah, dan air



Terapi musik merupakan terapi efektif dan alat edukasi untuk anak dengan GPPH sehingga dapat mempengaruhi perubahan keterampilan yang penting pada gangguan belajar atau perilaku. Terapi musik mencakup beberapa hal, yaitu: 1) Keterampilan kognitif Musik dapat menstimulasi dan memfokuskan atensi dan terutama untuk orang yang tidak respon dengan intervensi lain. Seluruh intervensi terapeutik akan terstruktur dengan musik, untuk mempertahankan atensi. 2) Keterampilan fisik Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme eratur dapat menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk menimbulkan rasa rileks. 3) Keterampilan komunikasi Efektif untuk menstimulasi dan memotivasi bicara, serta memberi ruang untuk komunikasi non-verbal. 4) Keterampilan sosial Memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas perkembangan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.



17



5) Keterampilan emosional Musik memberi kesempatan untuk mengekspresikan dan merasakan berbagai emosi. Keinginan untuk berpartisipasi pada musik dapat membantu untuk mengontrol emosi yang meledak-ledak, mengubah mood, serta dapat mencapai efek positif dari harga diri.



b.



Terapi psikologi15 Psikoterapi yang diberikan pada penderita GPPH termasuk dalam



pelatihan kepada orang tua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah. Terdapat berbagai pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan oleh seorang psikolog; penggunaannya tergantung kepada pasien dan simptomnya yang meliputi support groups, parent training, dan social skills training. Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat memperbaiki perilaku anak dengan GPPH, namun kendalanya ialah orang tua dari anak GPPH memperlihatkan kekurangan yang sama terhadap diri mereka sendiri, sehingga mereka tidak dapat cukup membantu anaknya dengan kesulitannya. Intervensi pendidikan yang berbeda untuk orang tua disebut sebagai parent management training. Teknik ini meliputi operant conditioning yaitu sebuah aplikasi rewards untuk suatu perilaku yang baik dan hukuman untuk perilaku yang buruk. Manajemen di dalam kelas (edukasi kepada guru) dilakukan sama dengan parent management training yaitu guru diajari tentang GPPH dan teknik untuk memperbaiki perilaku yang diaplikasikan di ruangan kelas. Strategi yang digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di kelas atau daily feedback.



c.



Terapi sosial medik Penanganan GPPH dalam peran sosial medik difokuskan pada bantuan



perorangan dan keluarga yang kesulitan dalam penyesuaian diri dan pelaksanaan fungsi- fungsi sosial diakibatkan oleh kondisi- kondisi yang disfungsi.Terapi ini berkaitan dengan usaha untuk menjangkau dan



18



memanfaatkan sumber dalam pemecahan masalah social dengan tujuan pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan, penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, serta pemberian informasi dan nasehat.



d.



Terapi perilaku Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini ialah: 



Reward system (anak diberikan ‘hadiah’bila dapat menyelesaikan tugas atau berperilaku baik)







Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di pojok ruangan selama 5 menit)







Response cost (misal: anak dilarang nonton TV bila tidak menyelesaikan PR).







Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan tugas dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas. Jumlah bintang menentukan reward yang diterima).



Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat menentukan suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai dengan edukasi dan pelatihan pasien serta keluarganya.



e.



Modifikasi lingkungan Anak-anak dengan GPPH tidak beradaptasi dengan baik untuk



mengubah dan tidak berfungsi dengan baik dalam lingkungan yang sangat memberikan banyak stimulasi. Di sekolah, mereka harus ditempatkan di barisan depan sehingga mereka dapat lebih memperhatikan guru. Seringkali, anak dengan GPPH mendapatkan keuntungan lebih dari metode mengajar satu-satu atau pengajaran dalam kelompok kecil.Rutinitas kelas harus diprediksi dan hanya satu tugas yang diberikan kepada anak pada suatu waktu.Rutinitas di rumah juga harus terstruktur dengan baik dan teratur.Keluarga harus menghindari keramaian, supermarket, dan pusat perbelanjaan besar yang dapat memberikan terlalu banyak stimulasi bagi anak.Kelelahan juga harus dihindari ketika anak menjadi tak terkontrol dan



19



hiperaktivitas meningkat ketika anak menjadi lelah.Saran dari psikiater, dokter anak dan social worker diperlukan dalam kasus-kasus individual karena mungkin ada kebutuhan untuk penempatan sekolah khusus atau program khusus untuk modifikasi perilaku.Anak yang cerdas juga dapat ditempatkan dalam program sekolah normal. Obat jarang diindikasikan kecuali terdapt indikasi tertentu seperti hiperaktif atau ketidakstabilan 15



suasana hati.



2.8



Prognosis Perjalanan anak dengan GPPH bervariasi; ada yang mengalami remisi,



tetapi ada juga yang menetap.15 1.



Persisten atau menetap Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau dewasa.Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komorbiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Pada beberapa kasus, hiperaktivitas akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan



alkohol



dan narkoba, kegagalan di



sekolah, sulit



mempertahankan pekerjaan, serta cenderung melakukan pelanggaran hukum. 2.



Remisi Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar ialah hiperaktivitas dan yang paling terakhir ialah distractibility.



3.



Remisi total Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.



4.



Remisi parsial Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan,



20



mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol serta narkoba.



21



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN



3.1



Kesimpulan



Berdasarkan teori diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a.



Attention deficit hyperactivity disorder (GPPH) adalah adanya pola menetap dari inatensi yang disertai hiperaktifitas dan impulsivitas, umumnya terjadi pada anak usia dini dan usia sekolah, dan dapat menetap sampai masa remaja dan dewasa.



b.



Attention deficit hyperactivity disorder (GPPH) dapat mengganggu fungsi dasar seorang anak, permasalahan dalam hal belajar, dan kesulitan membina hubungan dengan teman.



c.



Kriteria diagnosis didasarkan pada Diagnostic and Statistic Manual V (DSM- V), terdiri dari gangguan pemusatan perhatian (inatensi), hiperaktivitas-impulsivitas



dan



kombinasi



yang



menetap



sekurang-



kurangnya 6 bulan. d.



Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyem- buhkan anak dengan GPPH secara total. Diperlukan pendekatan komprehensif dan multidisiplin.



3.2



Saran



Berdasarkan teori diatas maka dapat diberikan saran sebagai berikut : 1.



Perlunya deteksi dini diagnosis GPPH pada anak agar tidak menganggu fungsi dasar anak, permasalahan dalam hal belajar dan kesulitan untuk bersosialisasi.



2.



Perlunya pengetahuan mengenai penanganan GPPH yang melibatkan multidisiplin ilmu dan komprehensif untuk mencapai hasil yang maksimal.



22



DAFTAR PUSTAKA



1.



Tanoyo DP. Diagnosis dan tatalaksana attention deficit/hyperactivity disorder. 2013.



2.



Wiguna T. Implikasi klinis polimorfisme gen Dopamin Transporter-1 (DAT1) pada gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH). J Indon Med Assoc. 2014; 64(9): 401-404.



3.



American Psychiatric Association. What is GPPH?. Available at:https://www.psychiatric.org/patients-families/GPPH/what-is-GPPH.



4.



Saputro D. GPPH (Attention Deficit/Hyperactive Disorder). Jakarta. 2009.



5.



Novriana DE, Yanis A, Masri M. Prevalensi gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada siswa dan siswi Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2013. J Kes Andalas. 2014; 3(2):141-146.



6.



Kementrian Kesehatan. Gangguan Pemusatan dan Hiperaktivitas. Deteksi Dini. Berita Negara Republik Kesehatan No 107. 2011.



7.



Adamis D, Tatlow GM, Gavin B, McNicholas F. General practitioners’ (GP) attitudes and knowledge about attention deficit hyperactivity disorder (GPPH) in Ireland. Ir J Med. Sci. 2018.



8.



Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. EGC.



9.



Barkley R. GPPH Facts. Available www.russellbarkley.org/factsheets/GPPH-facts.pdf



at



:



10. Buku ajar psikiatri edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. 11. Mash, E. J., & Barkley, R. A. (2003) Child Psychopathology. New York: Guilford. 12. Tanoto D. Diagnosis dan tatalaksana attention-deficit/hyperactivity disorder. Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2010. Tersedia di :http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82563&val=970 diakses pada tanggal 10 September 2018.



23



13. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (5th ed.). Washington, DC: American Psychiatric Publishing, 2013. 14. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa – rujukan ringkas dari PPDGJ III dan DSM-V. 2013. 15. Susanto B, Sengkey L. Diagnosis dan penanganan rehabilitasi medik pada anak dengan attention deficit hyperactivity disorder. Jurnal Biomedik. 2016; 8(3):157-166. 16. Mental help. GPPH Attention deficit hyperactivity disorder. Available from: http://www.mentalhelp.net/poc/view_doc.php?type=doc&id= 13871&cn=3. 2007.



24