Referat Tumor Parotis REVISI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT Tumor Parotis Benign dan Malignant



Oleh: Een Amalia Pratiwi



NIM. 1830912320027



Dina Dian Anggraini



NIM. 1830912320137



Muhammad Riza Maulidan



NIM. 1830912310041



Salsa Maulida



NIM. 1830912320005



Pembimbing: dr. Sasongko Hadi Priyono, Sp.B(K)-Onk



BAGIAN/SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN ULM RSUD PENDIDIKAN ULIN BANJARMASIN SEPTEMBER, 2020



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL..............................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3 BABIII KESIMPULAN.......................................................................................20 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22



ii



Universitas Lambung Mangkurat



BAB I PENDAHULUAN



Glandula salivatorius dibagi atas dua bagian: glandula salivatorius mayor yang terdiri dari 3 pasang glandula yaitu glandula parotis, glandula submandibularis dan glandula sublingualis. Glandula salivatorius minor yang terdiri dari 600-1000 glandula kecil yang tersebar disepanjang upper aerodigestivus tract.1 Dari seluruh neoplasma glandula salivatorius, 80% lokalisasinya dari glandula parotis (25% maligna), kira-kira 10% diglandula submandibularis (50% maligna), 1% di glandula sublingualis (90% maligna) dan kira-kira 10% dalam kelenjar ludah kecil yang letaknya di submukosa (60% maligna). Mayoritas tumor kelenjar ludah adalah benigna (adenomapleomorf).1 Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit didapatkan hanya 10-29% pasien dengan keganasan padakelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada akibat dari keganasan itu sendiri. Sebagian besar tumor parotis jinak muncul sebagai massa yang tumbuh lambat dan tidak nyeri, sering kali di bagian ujung kelenjar parotis. Dengan adanya massa parotid, pemeriksaan fisik adalah alat diagnostik pertama, karena, dalam banyak kasus, pemeriksaan ini memandu dokter ke arah yang menuju diagnosis klinis. Ultrasonografi (USG) adalah modalitas dengan sensitivitas tinggi dalam mendeteksi massa di lobus superfisial kelenjar parotis. Ketidakmampuannya untuk menunjukkan bagian lobus parotis yang lebih dalam diatasi dengan computerized tomography (CT) dan / atau magnetic resonance imaging (MRI).1 1



Universitas Lambung Mangkurat



Pembedahan kelenjar parotid cukup menantang karena bisa mengenai saraf kranial VII, yang muncul di foramen stilomastoid, memasuki kelenjar dan bercabang di dalam parotid, dan harus selalu diidentifikasi dan dibedah saat melakukan parotidektomi. Bahkan dengan adanya anatomi normal dan jaringan parotis di sekitarnya yang normal.1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi Tumor parotis adalah pertumbuhan sel yang tidak normal yang terjadi di kelenjar parotis.2 Sekitar 70-80% tumor kelenjar saliva berasa dari kelenjar parotis. Sementara 8% berasal dari kelenjar submandibular dan 22% lainnya berasal dari kelenjar saliva minor.2,3 Tumor kelenjar saliva adalah sel abnormal yang tumbuh di saluran kelenjar saliva. Tumor kelenjar saliva jarang terjadi dan hanya mewakili 24% tumor pada regio kepala dan leher. Tumor ini terbagi lagi menjadi tumor jinak/benign danganas/malignant.3 B. Epidemiologi Sekitar 75% tumor bersifat jinak dan adenoma pleomorfik adalah tipe histologis yang paling umum ditemukan. Semakin kecil kelenjar, semakin besar kemungkinannya untuk menjadi ganas. 25% tumor parotis bersifat ganas, sedangkan di kelenjar submandibular jumlahnya naik hingga 43% dan mencapai 82% di kelenjar saliva minor. Pada tumor parotis, subtipe histologis yang paling umum adalah adenoma pleomorfik (53,3%), diikuti oleh tumor Warthin (28,3%) dan karsinoma mukoepidermoid (9%). Tumor parotis menyerang 1:100.000 orang.5 Sebanyak 95% kasus terjadi pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak-anak. 4 Tumor sering terjadi pada dekade ke-6 kehidupan. Keganasan biasanya muncul setelah usia60



3



Universitas LambungMangkurat



tahun, sedangkan tumor jinak biasanya muncul setelah usia 40 tahun. Tumor jinak lebih sering terjadi pada wanita, tetapi tumor ganas memiliki distribusi jenis kelamin yang sama. Kelompok etnis tertentu, misalnya populasi inuit, memiliki tingkat tumor kelenjar saliva yang lebih tinggi yang bertahan bahkan setelah migrasi ke daerah dengan insiden rendah. Faktor lingkungan atau genetik yang mempengaruhi masih belum diketahui.3 C. Faktor Risiko Faktor etiologi untuk kelenjar saliva tidak didefinisikan dengan baik, tetapi beberapa penelitian menunjukkan hubungannya dengan: 1. Radiasi: radioterapi dalam dosis rendah telah diterapkan dalam patogenesis adenoma pleomorfik, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma mukoepidermoid setelah 15 sampai 20 tahun paparan. Bukti yang lebih besar terlihat dengan meningkatnya kejadian tumor ini pada orang yang selamat dari daerah yang terpapar bomatom. 2. Merokok: meskipun itu tidak berhubungan dengan perkembangan karsinoma kelenjar saliva, merokok berhubungan dengan tumor Warthin. 3. Virus Epstein-Barr: kecuali pada karsinoma yang tidak berdiferensiasi, tidak ada peran virus pada perkembangan tumor kelenjarsaliva. 4. Faktor Genetik: P53 (gen penekan tumor) dan MDM2 (onkogen) diidentifikasi dalam persentase tinggi pada karsinoma ex-adenoma pleomorfik; level tinggi faktor pertumbuhan endotel (VEGF) berhubungan dengan perrtumbunganukuran



4



Universitas Lambung Mangkurat



tumor, invasi vaskular, kekambuhan, metastasis dan agresivitas. Kehilangan alel atau translokasi 12q13-15 dikaitkan dengan perkembangan adenoma pleomorfik.4 D. Klasifikasi Tumor yang timbul dari kelenjar saliva dapat muncul dari parenkim kelenjar saliva atau stroma pendukung (mesenkim). Tumor kelenjar saliva juga dapat timbul dari komponen seluler termasuk duktus sel basal, duktus interklasi lurik, asini dan sel mioepitel. Tumor kelenjar saliva dapat secara luas dibagi menjadi dua jenis utama berdasarkan perilaku biologisnya yaitu tumor jinak/benign dan ganas/malignant.3 1. Tumor Jinak/Benign Tumor parenkim jinak dikenal sebagai adenoma. Tumor ini berbatas tegas dan umumnya tidak sakit. Sel tumor tersebut tidak bermetastasis. Contoh tumor jinak antara lain adenoma pleomorfik dan warthin tumor.3,6 2. TumorGanas/Malignant Tumor ganas dikenal sebagai adenokarsinoma. Tumor ini tidak berbatas tegas dan umumnya nyeri. Tumor ini bermetastasis. Contoh tumor ganas adalah karsinoma kistik adenoid, karsinoma mukoepidermoid.3 Karsinoma mukoepidermoid adalah keganasan yang paling sering ditemui di kelenjar parotis3 dan biasanya diklasifikasikan sebagai low grade atau high grade tumor. Namun, beberapa ahli patologi juga mencantumkan intermediate grade. Tumor low grade memiliki proporsi sel-sel mukosa lebih tinggidibandingkan



dengan epidermoid.lesi ini lebih seperti tumor jinak tapi mampu merusak jaringan lokal dan bermetastasis. Tumor high grade memiliki proporsi sel epidermoid yang terbanyak. Lesi high grade adalah tumor yang agresif dengan kecenderungan tinggi untuk metastasis. Lesi intermediate grade bersifat seperti tumor high grade. Tumor yang low grade, biasanya berbatas tegas, mirip dengan adenoma pleomorfik, tumbuh lambat tanpa disertai rasa sakit. Pada tumor low grade biasanya tibak melibatkan nervus fasialis, namun sebaliknya pada tumor high grade.7 WHO pada tahun 2017 mengklasifikasikan tumor pada kepala dan leher seperti pada gambar 2.1 dan 2.2.6



Gambar 2.1 Klasifikasi Tumor Jinak/Benign6



Gambar 2.2 Klasifikasi Tumor Ganas/Malignant6 E. Patofisiologi 1. Anatomi Kelenjar Parotis Kelenjar saliva terdiri atas tiga pasang kelenjar saliva mayor dan ribuan kelenjar saliva minor. Saliva mengandung air, musin, α-amilase untuk pencernaan karbohidrat, lisozim untuk mengontrol flora bakteri, ion bikarbonat untuk penyangga, antibodi, serta kalsium dan fosfat yang penting untuk kesehatan gigi. Saliva diproduksi sekitar 1,2 L air liur setiap harinya. 8 Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar sumandibularis, dan kelenjar sublingual.



Kelenjar parotis adalah yang terbesar diantara tiga kelenjar saliva mayor. Kelenjar parotid ditutup oleh kapsul fasia yang keras, yang berasal dari lapisan fasia serviks dalam. Kelenjar parotis memiliki bentuk yang tidak beraturan karena daerah yang ditempatinya, berada di anteroinferior dari meatus akustik eksternal, dimana terjepit di antara ramus mandibula dan prosesus mastoideus. Jaringan lemak di antara lobus kelenjar ini memberikan fleksibilitas sehingga dapat mengakomodasi gerakan mandibula. Puncak dari kelenjar parotis berada di posterior sudut mandibula, dan alasnya berhubungan dengan lengkung zygomatik. Permukaan lateralnya rata. Duktus parotis (duktus Stensen) lewat secara horizontal di tepi anterior kelenjar. Di perbatasan anterior musculus masseter, duktus berputar ke medial, menembus musculus buccinator, dan memasuki rongga mulut melalui lubang kecil di seberang gigi molar rahang atas ke-2. Pleksus parotis saraf facialis (N VII) dan cabangcabangnya, vena retromandibular, dan arteri karotis eksternal tertanam di dalam substansi kelenjar parotis. Pada selubung parotis dan di dalam kelenjar terdapat kelenjar getah bening parotis. Meskipun pleksus parotis N VII tertanam di dalamnya, N VII tidak memberikan persarafan ke kelenjar parotis. Saraf auriculotemporal, cabang dari N V3, melewati bagian superior kelenjar parotid bersama dengan pembuluh darah temporal superfisial. Saraf auriculotemporal dan saraf aurikuler besar, cabang dari pleksus servikalis yang terdiri dari serabut dari saraf tulang belakang C2 dan C3, menginervasi selubung parotis serta kulit di atasnya. Komponen parasimpatis dari saraf glossopharyngeal (N IX) memasok serabut sekretori presinpatik ke ganglion



otik. Serabut parasimpatis postsinaptik dibawa dari ganglion ke kelenjar oleh saraf auriculotemporal. Stimulasi serabut parasimpatis menghasilkan saliva yang encer. Serat simpatis berasal dari ganglia servikalis melalui pleksus nervus karotis eksterna pada arteri karotis eksterna. Aktivitas vasomotor dari serat ini dapat mengurangi sekresi dari kelenjar. Serabut saraf sensorik masuk ke kelenjar melalui saraf aurikuler dan aurikulotemporal besar.2



Gambar 2.3 Anatomi Kelenjar Parotis dan Struktur di Sekitarnya2



2. Anatomi Nervus Cranial VII (Facialis) Nervus cranial VII, nervus facialis, memiliki akar motorik dan akar sensorik/parasimpatis. Akar motorik N VII menginervasi otot-otot ekspresi wajah, termasuk otot superfisial leher (platysma), otot aurikuler, otot kulit kepala, dan otot tertentu lainnya yang berasal dari mesoderm di lengkung embrionik faring kedua. Setelah melalui rute yang memutar, melalui tulang temporal, N VII muncul dari kranium melalui foramen stilomastoid yang terletak di antara prosesus mastoid dan styloid. N VII mengeluarkn sebuang percabangan yaitu saraf aurikuler posterior, yang melewati posterosuperior ke daun telinga telinga untuk mensuplai posterior auricular dan perut oksipital musculus occipitofrontalis. Batang utama N VII berjalan di anterior dan masuk ke kelenjar parotis, di mana ia membentuk pleksus parotis. Pleksus ini memunculkan lima cabang terminal saraf wajah: temporal, zygomatik, bukal, mandibula marginal, dan serviks. Nama-nama cabang mengacu pada wilayah yang mereka suplai. N VII beserta kelima cabangnya tersebut membagi kelenjar parotis pars superficialis dan pars profunda.2 Cabang temporal N VII muncul dari batas superior kelenjar parotis dan melintasi lengkung zygomatik untuk mensuplai superior auricular dan anterior auricular, perut bagian depan dari oksipitofrontalis; dan, yang paling penting, bagian superior orbicularis oculi. Cabang zygomatik N VII menuju ke inferior mata untuk memasok bagian inferior orbicularis oculi dan otot wajah lainnya di inferior orbit. Cabang bukal N VII menembus musculus buccinator untuk mensuplai otot tersebut dan otot bibir atas (bagian atas orbicularis oris dan serat inferior levator labii superioris).



Cabang marginal mandibula N VII menginervasi musculus risorius dan otot-otot bibir dan dagu bawah. Cabang ini muncul dari batas inferior kelenjar parotis dan melintasi batas inferior mandibula jauh ke platysma untuk mencapai wajah. Pada sekitar 20% orang, cabang ini melewati bagian inferior dari sudut mandibula. Cabang serviks N VII lewat di bawah dari batas inferior kelenjar parotid dan berjalan ke posterior mandibula untuk memasok musculus platysma.2



Gambar 2.4 Anatomi Topografi Nervus Cranial VII dan Cabang-cabangnya2



2. Patofisiologi Tumor Kelenjar Parotis Terjadinya tumor parotis didasarkan pada dua teori utama yaitu : 1. Teori Sel Cadangan, yaitu merupakan teori yang paling banyak digunakan. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan sel – sel tumor dipicu oleh pertumbuhan sel – sel cadangan (stem cell) yang berasal dari duktus kelenjar parotis. Tipe tumor bergantung pada tipe stem cell dan dari diferensiasi stem cell pada tahap transformasi sel normal menjadi sel tumor. Stem cell dari duktus interkalaris akan berkembang menjadi karsinoma kistik adenoid dan karsinoma sel asinik. Stem cell dari duktus ekskretoris akan berkembang menjadi karsinoma mukoepidermoid. karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma duktussalivatorius. 2. Teori Multiseluler,menyatakan bahwa pembentukan sel – sel tumor kelenjar saliva berkembang dari diferensiasi sel – sel unitnya. Sebagai contoh, karsinoma sel skuamosa berkembang dari epitel duktus ekskretorius, dan karsinoma sel asinik berkemban dari selasini.3



Gambar 2.5 Gambaran Histologi Kelenjar Parotis9



F. Manifestasi Klinis Gambaran klinis yang paling umum adalah pembengkakan progresif lambat pada kelenjar parotis. Nyeri pada kelenjar parotis merupakan gejala kedua yang paling umum (13,56%) dan lebih sering terjadi pada tumor ganas daripada tumor jinak. Nyeri, kelumpuhan wajah, keterlibatan kelenjar getah bening, fiksasi, dan keterlibatan lobus dalam menunjukkan adanya keganasan. Potdar melaporkan bahwa kejadian nyeri pada neoplasma parotid maligna adalah 25% –33% dan paralisis saraf wajah 20% –33%. Kelumpuhan saraf wajah adalah tanda prognostik yangburuk.4,10,11 Sebagian besar tumor terletak di lobus superfisial dari kelenjar parotis, di mana tumor jinak lebih sering ditemukan, sedangkan lobus dalam dapat dipengaruhi oleh tumor jinak dan ganas. Ukuran rata-rata tumor parotis adalah antara 2 dan 4 cm (52,54%), dengan ukuran rata-rata adalah 4 cm. Tidak ada hubungan antara ukuran tumor dan keganasan. Dalam studi oleh Edward et al., 75% pasien memiliki ukuran tumor rata-rata 2-4 cm.11 Gambaran pertumbuhan yang cepat, nyeri dan kelumpuhan wajah yang terkait dianggap sebagai tanda keganasan. Konsistensi yang keras sebagian besar ditemukan pada tumor ganas. Nyeri terjadi pada 100% pasien dengan tumor ganas. Metastasis kelenjar getah bening serviks terlihat pada 11,86% pasien.10



G. Diagnosis a. Riwayat Klinis dan Pemeriksaan Fisik Kesulitan membedakan tumor jinak dari keganasan merupakan tantangan utama untuk tumor kelenjar parotis. Mereka biasanya muncul sebagai massa leher yang tidak menimbulkan



rasa



sakit



dan



berkembang



perlahan.



Gejala



klinis



yang



“mengkhawatirkan” (misalnya, nyeri, konsistensi keras, pertumbuhan tumor yang cepat, defisit saraf kranial, adenopati servikal) dapat digunakan untukmengidentifikasi keganasan



pada



sekitar



30%



kasus.



Pada



neoplasma



ganas,



nyeri



dapat



mengindikasikan invasi saraf, tetapi nyeri tidak boleh digunakan sebagai parameter untuk diferensiasi di antara neoplasma. Kelumpuhan saraf wajah sangat menunjukkan tumor ganas, meskipun bukan patognomonik, setelah dapat terjadi melalui kompresi saraf atau peregangan oleh tumor jinak yangberkepanjangan.12 b. Pemeriksaan Pencitraan Studi pencitraan (misalnya, ultrasonografi, computed tomography, magnetic pencitraan resonansi [MRI]) sering digunakan dalam pengaturan ini untuk lebih menentukan lesi neoplastik. Definisi jaringan lunak yang diberikan oleh MRI membuat modalitas pencitraan ini paling berguna untuk mengkarakterisasi patologi saliva. MRI juga dapat digunakan untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas karena temuan tertentu pada MRI, termasuk hipointensitas T2, margin tumor yang tidak jelas , pola pertumbuhan difus, dan invasi jaringan subkutan, sangat mendukung



proses keganasan. Namun, subset tertentu dari kanker saliva akan memiliki tampilan yang relatif jinak pada pencitraan, berpotensi menyebabkan kesalahan diagnosis pada pasien tertentu jika analisis patologis tidak dilakukan.12 c. Pemeriksaan Biopsi Peran biopsi rutin untuk massa saliva masih menjadi topik yang kontroversial. Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) dianggap oleh beberapa orang sebagai alat diagnostik yang penting untuk membantu perencanaan perawatan awal dan konseling pasien. Tingkat sensitivitas FNAB untuk membedakan lesi ganas dan jinak berkisar antara 80% dan 98%, dan teknik ini adalah akurat secara khusus dalam membedakan lesi tingkat tinggi dari lesi kurang agresif. Namun, FNAB buruk dalam menentukan patologi tumor dengan jelas, dan memiliki tingkat spesifisitas yang relatif rendah dan tingkat potensi negatif palsu yang tinggi. Biopsi inti yang dipandu ultrasonografi mungkin merupakan perbaikan dari FNAB, tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien, disertai dengan risiko cedera saraf wajah, dan risiko teoritis (meskipun belum terbukti secara klinis) dari penyebaran tumor. Oleh karena itu, pendekatan awal untuk neoplasma saliva harus menggabungkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis serta pencitraan, biopsi, dan temuan intraoperatif yang berpotensi untuk memastikan pasien menerima pengobatan lini pertama yang optimal. 12



H. Tatalaksana Terlepas dari lokasi tumor, histologi, atau stadium, pendekatan pengobatan lini pertama untuk keganasan saliva harus reseksi bedah kuratif, bila memungkinkan. Pengambilan keputusan sebelum operasi merupakan tantangan dalam kasus ini karena strategi operasi harus mempertimbangkan lokalisasi tumor anatomis, tingkat penyakit lokoregional, morbiditas kosmetik / fungsional tumor ekstirpasi, dan kebutuhan untuk rekonstruksi defek pasca operasi. Pertimbangan penting lainnya adalah kecenderungan histologi tumor tertentu (misalnya, karsinoma kistik adenoid) untuk invasi perineural. Jenis pembedahan yang akan dilakukan berkaitan dengan jenis lesi yang ditemukan, misalnya dalam beberapa kasus mungkin diperlukan pengorbanan struktur saraf atau vaskular dan indikasinya tergantung pada perilaku biologis tumor.11,12 Parotidektomi adalah pengobatan pilihan untuk semua tumor parotis jinak dan ganas dengan penjagaan saraf wajah. Parotidektomi superfisial adalah operasi yang paling umum dilakukan (69,49%), diikuti oleh parotidektomi total (23,73%), eksisi lokal (5,08%), dan parotidektomi dengan diseksi leher radikal termodifikasi (MRND) (1,70%). Reseksi total parotid diindikasikan untuk tumor ganas dan reseksi dengan rekonstruksi saraf fasialis yang terkena. Untuk tumor jinak submandibular, eksisi bersifat kuratif. Pada karsinoma, reseksi blok (kelenjar submandibular, level I dan II) diikuti radioterapi adalah metode yang dipilih.11



Radioterapi dengan pembedahan meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Keputusan penggunaan radioterapi pasca operasi yang direkomendasikan untuk karsinoma saliva umumnya tergantung pada ada / tidaknya gambaran klinis / patologis “berisiko tinggi”. Radioterapi adjuvan mungkin sedikit bermanfaat untuk lesi kecil (