Referat Kelainan Kulit Pada DM [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nana
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT DERMATO-VENEROLOGI “KELAINAN KULIT PADA DIABETES MELITUS”



Oleh :



Idamaryani



H1A011033



Khaleed Kandara



H1A011036



Pembimbing :



dr. I G A A Ratna Medikawati, M.Biomed., Sp. KK



DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat tepat pada waktunya. Referat yang berjudul “Kelainan Kulit pada Diabetes” disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis. 1. dr. I Wayan Hendrawan, M.BioMed, Sp.KK selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDP NTB. 2. dr. Yunita Hapsari, M.Sc, Sp.KK, selaku Koordinator Pendidikan SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDP NTB. 3. dr. Dedianto Hidajat, Sp.KK, selaku pembimbing. 4. dr. I.G.A.A Ratna Medikawati,M.BioMed, Sp.KK, selaku pembimbing referat ini. 5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Akhirnya



penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak



kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya bagi penulis dan pembaca dalam menjalankan praktik sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih.



Mataram, April 2018



Penulis



2



BAB I PENDAHULUAN



Kulit merupakan bagian terbesar dari tubuh, mencakup sekitar 15% dari total berat badan dewasa. Kulit memiliki beberapa fungsi penting seperti memberikan pertahan terhadap trauma fisik, kimia dan biologis, menjaga keseimbangan cairan dan sebagai termoregulasi. Kulit terdiri dari 3 lapis yaitu epidermis, dermis dan subkutan.1 Diabetes adalah penyakit endokrin yang paling sering terjadi, sekitar 8,3% dari populasi. Diabetes mellitus merupakan suatu kondisi yang sering disertai dengan manifestasi pada kulit. Manifestasi yang muncul pada kulit pun dapat bermacam-macam bentuknya. Adanya efek metabolik didalam mikrosirkulasi dan berubahnya susunan kolagen dikulit mengakibatkan banyak kelainan yang mungkin terjadi pada kulit penderita DM.2 Penyakit kulit dapat muncul pada 79,2% penderita diabetes. Pada sebuah studi 750 penderita diabetes, ditemukan penyakit infeksi kulit (47,5%), xerosis (26,4%) dan penyakit inflamasi kulit (20,7%). Individu dengan DM tipe 2 cenderung lebih mudah terkena manifestasi DM pada kulit daripada DM tipe I. Penyakit kulit dapat muncul sebagai tanda awal DM atau dapat muncul kapanpun.2 Pasien dengan diabetes melitus memiliki resiko untuk mengalami infeksi pada kulit dan yang menjadi penyebabnya adalah hiperglikemia dan ketoasidosis yang menyebabkan disfungsi sistem imun. Infeksi-infeksi ini dapat berkomplikasi dan dapat menjadi fatal jika tidak ditangani lebih awal dan ditangani secara tepat.3 Kelainan dari insulin dan peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan keterlibatan banyak sistem organ seperti ginjal, sistem saraf, mata dan kulit. Lebih dari sepertiga penderita pasien diabetes memiliki kelainan dermatologis. Kelainan pada metabolisme karbohidrat, aterosklerosis, mikroangiopati, degenerasi neuron dan gangguan sistem pertahanan tubuh berperan penting dalam kelaianan pada kulit akibat diabetes. Kelainan kulit pada diabetes bermanfaat untuk tenaga kesehatan karena dapat menjadi salah satu penanda diagnosis dari diabetes dan juga dapat merefleksikan kadar kontrol glikemik pada penderita diabetes.4



3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2. 1. Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kulit Hampir semua pasien dengan diabetes dapat terjadi komplikasi kulit akibat efek jangka panjang dari diabetes melitus pada mikrosirkulasi dan pada kolagen kulit. Namun, pasien dengan diabetes tipe 2 lebih sering mengalami infeksi kulit, sedangkan orang-orang dengan diabetes tipe 1 lebih sering memiliki autoimun terkait lesi. Perbedaan pola lesi kulit pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan 2 masih belum jelas. Prevalensi kelainan kulit pada penderita diabetes melitus tipe 2 lebih tinggi (75,6%) dibandingkan dengan penderita diabetes melitus tipe 1 (41%).2,4,5 Peningkatan insiden infeksi dan luka dengan penyembuhan kronis dapat pula terjadi pada penderita diabetes melitus. Pada lapisan kulit tikus dengan diabetes, produksi IL-17 terganggu. Berkurangnya produksi IL-17 di tepi luka terkait erat dengan penundaan penutupan luka pada tikus dengan diabetes. Interleukin 17 (IL-17) adalah sitokin pleiotropic yang bekerja pada banyak sel terkait dengan peradangan dan penyembuhan luka. IL-17 dapat menginduksi ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) di keratinosit dan menginduksi angiogenesis, dan juga menginduksi subpopulasi makrofag atipikal dikaitkan dengan penyembuhan luka. IL-17 dapat meningkatkan migrasi sel induk mesenkim untuk memulai regenerasi jaringan.6 Pada penderita diabetes, terjadi kerusakan sel endotel yang menyebabkan terganggunya fungsi vasodilatasi terutama akibat penurunan pelepasan prostasiklin dan nitric oxide. Hal ini mengakibatkan sel endotel lebih bergeser kearah vasokonstriksi dan terjadi penurunan aliran darah pada kulit saat istirahat. Hal ini juga menjadi faktor resiko terjadi infeksi pada penderita diabetes melitus. Faktor predisposisi terjadi infeksi adalah kelainan mikrosirkulasi, hypohidrosis dan supresi imunitas sel, terutama pasien yang ketotik.7 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sharkawy et al. prevalensi risiko infeksi jaringan dan kulit oleh kelompok streptokokus ditemukan hampir empat kali lebih tinggi pada pasien dengan diabetes. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Schuchat, risiko infeksi streptokokus Grup B ditemukan meningkat 11 sampai 30 kali lipat pada orang (kelompok umur 20 sampai 64 tahun) dengan diabetes tapi sedikit meningkat menjadi 3,7-5,7 kali lipat pada orang (> 64 tahun) dengan diabetes. Staphylococcus aureus adalah patogen utama yang terlibat dalam infeksi foot diabetic.8 4



Keterkaitan DM dengan infeksi diakibatkan oleh beberapa perubahan pada sistem imun para penderitanya. Kaitannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.9



Komplemen. Sistem komplemen merupakan salah satu mekanisme yang bertanggung jawab terhadap imunitas humoral. Hal tersebut termasuk serum dan protein permukaan yang fungsi utamanya untuk mendukung opsonisasi dan fagositosis mikroorganisme melalui makrofag dan neutrofil dan menginduksi lisisnya mikroorganisme. Aktivasi komplemen menyebabkan aktivasi pembentukkan antibodi limfosit B. Walaupun beberapa penelitian mendeteksi adanya defisiensi komponen C4 pada diabetes melitus, reduksi C4 kemungkinan karena disfungsi dan penurunan respon sitokin.9 Sitokin inflamasi. Sel mononuklear dan monosit dari orang-orang dengan diabetes melitus mensekresi interleukin-1 dan interleukin-6 lebih sedikit sebagai respon terhadap stimulasi lipopolisakarida. Hal tesebut muncul karena produksi yang rendah dari interleukin sebagai konsekuensi defek intrinsik pada sel-sel individu yang DM. Terdapat penelitian yang melaporkan bahwa



peningkatan glikasi dapat menghambat produksi interleukin-10 oleh sel myeloid,



demikian pula interferon gamma dan tumor necrosis factor alfa oleh sel T. Glikasi juga



5



menurunkan ekspresi major histocompatibitlity complex (MHC) kelas I pada permukaan sel myeloid, sehingga mengganggu imunitas sel.9 Leukosit PMN dan MN. Penurunan mobilisasi PMN, kemotaksis dan aktivitas fagositosis muncul selama hiperglikemia. Lingkungan hiperglikemia juga dapatmeningkatkan apoptosis leukosit PMN dan menurunkan transmigrasi leukosit PMN. Pada jaringan yang tidak membutuhkan insulin untuk transport glukosa, lingkungan hiperglikemik meningkatkan level glukosa intraseluler yang dapat dimetabolisme menggunakan NADPH sebagai kofaktor. Penurunan NADPH mencegah regenerasi molekul yang memainkan peranan mekanisme antioksidan sel, sehingga meningkatkan kecenderungan mengalami stress oksidatif. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ketika hemoglobin terglikasi (HbA1c) 50 tahun dan telah mengalami diabetes dalam waktu yang lama. Laki-laki cendrung 2 kali lipat lebih 11



sering terkena DD, tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Masih diperdebatkan apakah DD merupakan penyakit yang patognomik pada diabetes, tetapi Morgan et al. mengganggap bahwa DD merupakan penyakit yang patognomik pada penderita diabetes. Masih belum jelas apakah DD lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 atau DM tipe 2. DD sangat berkaitan dengan komplikasi mikrovaskuler pada diabetes terutama nefropati, neuropati dan retinopati. Insidensi DD meningkat 52% dengan adanya 1 komplikasi mikriangiopati, dan meningkat 81% dengan adanya ketiga komplikasi tersebut.2,14,15 Penyebab DD masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa hipotesis yang diperkirakan mendasari terjadinya DD, salah satunya adalah akibat trauma minor pada tibia yang tidak disadari oleh pasien dan area iskemia yang sensitif terhadap panas lokal, tetapi kedua hipotesis ini gagal dibuktikan. Hipotesis lain mengatakan bahwa DD disebabkan karena gangguan perfusi pada kulit, tetapi dengan pemeriksaan Laser Doppler menunjukan bahwa aliran darah ke ekstremitas bawah meningkat pada pasien dengan diabetes. Penjelasan lain yang masih dapat diterima adalah DD akibat trauma minor pada kondisi terganggunya proses penyembuhan luka.2,14,15 Temuan histopatologi yang didapatkan pada DD adalah atrofi pada rete ridges, hiperkeratosis sedang, dan pigmentasi bervariasi pada sel basal. Pada papilari dermis terjadi telangiektasia, proliferasi fibroblas, edema, mikroangiopati hialin, dan deposit hemosiderin. Infiltrat perivaskuler berisi sel limfoid dan histiolitik. Adanya peningkatan pada sel plasma perivaskuler dermis dapat menjadi indikator spesifik DD pada kondisi yang tepat.



Gambar 5 : .Diabetic Dermopathy. Lesi berbatas tegas, hiperpigmentasi, depresi atrofi, linear, pada tibia laki-laki usia 55 tahun dengan diabetes dan neuropati perifer.2,14



12



2. Acanthosis nigricans Merupakan manifestasi kulit pada DM yang paling mudah dikenali. Terdapat pada 74% penderita dewasa yang obesitas dan dapat menjadi prediksi terdapatnya hiperinsulinemia. Adanya AN merupakan indikator prognosis pada DM tipe 2. Kemungkinan ada predisposisi genetik atau hipersensitivitas kulit terhadap hiperinsulinemia pada suku berbeda. Pada tingkat gizi yang sama obesitas, prevalensi AN terendah pada kulit putih (0,5%), lebih tinggi pada Hispanik (5%), dan lebih tinggi lagi pada Afrika-Amerika (13%).2,15 AN adalah penebalan lipatan kulit disertai hiperpigmentasi, predileksi di leher, aksila, dan inguinal. Manifestasi tambahan kemungkinan skin tags dan hiperkeratosis. Faktor keturunan, obesitas, penyakit endokrin, obat tertentu, dan keganasan berhubungan dengan AN. Bentuk AN jinak tipe 2 berhubungan dengan DM tipe 2 dan pseudo-AN tipe 3 berhubungan dengan sindrom metabolik. AN yang berhubungan dengan DM tipe 2 onsetnya diam-diam dan awalnya muncul sebagai hiperpigmentasi.2 Acanthosis nigricans sangat sering terjadi pada penderita diabetes yang memiliki BMI tinggi. Klinisnya adalah penebalan dan hiperpigmentasi kulit yang berwarna coklat sampai coklat kekuningan pada daerah intergriginosa, nantinya akan diikuti oleh papul dan plakat. Resistensi insulin dan tingginya kadar insulin growth factor 1 (IGF 1) menyebabkan peningkatan aktivasi reseptor IGF 1 dan memicu proliferasi pada keratinosit epidermis. Trauma mekanik seperti gesekan juga memiliki peranan penting pada penyakit ini. Secara histologis terdapat hiperkeratosis, papilomatosis, dan akantosis pada epidermis. Jumlah melanositnya tidak berubah, perubahan warna menjadi kecoklatan disebabkan karena penebalan epidermis. Pengobatan penderita diabetes dengan acanthosis nigricansdilakukan dengan penurunan berat badan dan kontrol glukosa darah. Dapat juga diberikan retinoid sistemik atau topikal, asam salisilat atau urea topikal, metformin, atau prosedur pembedahan.11,12,15



13



Gambar 6.Acanthosis nigricans.12



3. Acrochordons Acrochordons atau Fibroepitelial Polyps, skin tags, dan soft fibroma adalah pertumbuhan keluar dari kulit normal, predileksi di kelopak mata, leher, aksila dan inguinal. Ditemukan pada 25% dewasa, jumlah kasus dan prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia. Riwayat penyakit keluarga, obesitas dan AN sudah pernah dihubungkan dengan acrochordons; hubungan hiperinsulinemia dengan skin tags sudah dipublikasikan. Acrochordons bersifat jinak tapi bisa simptomatik dengan abrasi atau nekrosis. Skin tags merah atau hitam adalah akibat bagian dasarnya diputar sehingga suplai darah terputus. Diagnosis acrochordons adalah diagnosa klinis. Jarang dicurigai sebagai keganasan dan dikirim untuk diperiksa histologi. Penatalaksaan biasa untuk kosmetik atau untuk kasus dengan iritasi. Eksisi dapat dilakukan dengan forceps, gunting, cryosurgery dengan nitrogen cair atau electrodessication.2,12



4. Xanthoma Eruptif Xanthoma Eruptif (XE) mempunyai predileksi di bokong, siku dan lutut, onset mendadak muncul papul-papul kuning dengan dasar eritematosa. EX jarang terjadi dan lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol. Onset mendadak dari EX dapat membuat penderita khawatir dan akhirnya berobat ke dokter. Lesi kulit dapat terlihat sebagai tanda pertama diabetes. Penurunan aktivitas lipoprotein lipase yang terdapat pada diabetes dependen insulin menyebabkan akumulasi trigliserid serum. Kadang bila trigliserid serum mencapai 2000mg/dl,



lipid



terdeposit



di



kulit.



Manifestasi



kulit



berhubungan



juga



dengan



hipertrigliseridemia tipe I,III, IV, dan V, atau hiperlipidemia sekunder. Tipe I, III, IV dan V 14



menunjukan konsentrasi tinggi VLDL (Very-Low-density lipoprotein) dan kilomikron. Lesi EX cenderung resolusi spontan dalam hitungan minggu. Diagnosis dapat secara klinis atau ditegakkan dengan biopsy kulit. Penting untuk memeriksakan kadar lipid puasa pada presentasi. Penderita EX lebih berisiko dari hipertrigliseridemia nya untuk lebih awal kena penyakit jantung koroner dan pankreatitis.2,12



Gambar 7. Xanthoma Eruptif12



5. Granuloma Annulare Granuloma annulare merupakan kelainan kulit yang sangat berkaitan dengan diabetes. Secara klinis granuloma annularetampak sebagai papulodermis atau nodul subkutan yang berwarna seperti kulit normalnya atau merah pucat berukuran 1-2 mm (dapat mencapai 5 cm) yang jumlahnya dapat mencapai ratusan yang berkumpul dan membentuk plakat annular tersusun dalam bentuk lingkaran. Lesinya dapat menyebar secara sentrifugal, terdapat central clearing dan batasnya tegas. Lokasi predileksinya pada dorsum jari, tangan, kaki, siku dan lutut, tetapi dalam kasus yang jarang dapat terjadi pada seluruh tubuh (granuloma annulare diseminata). Umumnya tidak ada pengobatan spesifik yang dapat diberikan, tetapi beberapa pengobatan dermatologis topikal dapat efektif.11,12,14



15



Gambar 8.Granuloma annulare diseminata.11



Secara histopatologi terdapat degenerasi fokal kolagen pada tengah lesi yang dikelilingi oleh sel histiosit dan makrofag, yang membentuk granuloma. Pada granuloma annulare generalisata, granuloma terdapat pada papilari dermis, menyerupai liken nitidus. Terdapat sejumlah besar multinucleated giant cell, infiltrat perivaskuler dari limfosit dan histiosit dengan beberapa eosinofil yang dapat ditemukan diantara granuloma. Pada bentuk granuloma annulare yang inkomplit atau interstitial, tidak ada daerah nekrobiosis yang terbentuk sempurna, dan histiosit bercampur dengan gumpalan kolagen, dengan tampakan kasar akibat degenerasi. Ini akan memberikan gambaran “busy” pada dermis akibat tingginya jumlah histiosit dan limfosit, dan membentuk interstitial granulomatous dermatitis.11



2.2.3 Infeksi Kulit yang Berhubungan dengan Diabetes



Infeksi merupakan kelompok penyakit kulit yang berhubungan dengan diabetes terbanyak. Pada sebuah studi tahun 2009 dengan 50 subjek, 55% penderita diabetes pernah memiliki manifestasi infeksi kulit. Studi lain menunjukan tingkat prevalensi infeksi kulit pada penderita diabetes sebanyak 61%. Yang termasuk infeksi kulit: kandidiasis, dermatofitosis, dan infeksi bakteri.



1. Kandidiasis Kandidiasis mukokutan paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan tampak sebagai plak-plak eritematosa dengan khasnya eksudat putih lengket dan pustule-pustul membentuk lesi satelit. Risiko infeksi meningkat dengan hiperglikemi yang membantu 16



proliferasi kandida. Kandida vulvovaginitis paling sering terjadi, dan kandidiasis perianal sering terjadi pada laki dan perempuan. Tanda lain yaitu thrush (infeksi mukosa mulut dan perleche), angular cheilitis, intertrigo (infeksi lipatan kulit dan erosion interdigitalis blastomysetica chronic), infeksi sela-sela jari, paronychia (infeksi jaringan lunak di sekeliling lempeng kuku), dan onikomikosis (infeksi kuku). 2



Tabel 3: Infeksi kulit oleh jamur2



Pasien dengan klinis buruk dengan ketoasidosis diabetikum (KAD) dapat didiagnosa dengan mucormycosis, tapi ini jarang terjadi, yaitu infeksi jaringan lunak akut, berat, disebabkan Mucor, Rhizopus, dan spesies Absidia. Jamur saprofit lebih suka lingkungan pH rendah yang terdapat saat DKA dan tumbuh pada kondisi hiperglikemi. Beberapa jamur juga menggunakan keton sebagai substansi nutrisi. Kira-kira 50-70% dari kasus mucormycosis rhinocerebral terjadi pada pasien dengan diabetes. Mucormycosis bersifat progresif dan respon buruk terhadap antifungal sistemik. Opsi terapi antara lain itraconazole, fluconazole, amphotericine B, dan voriconazole. Kondisi ini biasanya fatal.2



2. Dermatofitosis Tinea atau dermatofitosis adalah infeksi superficial kulit, rambut dan kuku oleh jamur. Tinea korporis, pedis dan onikomikosis adalah infeksi dermatofit yang sering ditemukan pada penderita diabetes. 2 Pada sebuah studi tahun 2013 dengan 76 penderita tinea korporis, faktor predisposisi utama adalah xerosis. Pada studi tahun 2001 dengan 171 penderita diabetes dibandingkan dengan 276 subjek kontrol, infeksi paling sering pada penderita diabetes adalah tinea pedis, diikuti dengan onikomikosis subungual distal. Studi ini tidak menunjukan korelasi antara dermatofitosis 17



dan durasi atau tipe diabetes atau komplikasinya. Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes dan Tricophyton tonsurans adalah dermatofita paling sering. Infeksi dermatofita sering dijumpai, maka tidak perlu dirujuk ke dermatologis. Terapi terdiri dari anti jamur topikal dan sistemik. Tabel 4 menyimpulkan infeksi jamur yang umum terjadi dan antifungal oral dan sistemik yang sering dipakai. 2



Gambar 9 : Tinea Pedis2



Gambar 10 : Onikomikosis2



18



Tabel 4: Pilihan Terapi untuk Infeksi Jamur yang Sering Terjadi2



3. Infeksi Bakteri Infeksi kulit oleh bakteri lebih sering terjadi, lebih berat, pada penderita diabetes. Ulkus kaki diabetikum adalah penyebab pertama morbiditas pada penderita diabetes. Terjadi karena sensasi menurun akibat neuropati diabetik dan trauma tidak disadari, dengan infeksi penyerta. Disfungsi leukosit yang disebabkan peningkatan kadar glukosa menyebabkan bakteri proliferasi. Folikulitis atau abses kulit ec Staphylococcus adalah infeksi kulit ec bakteri tersering pada



19



penderita diabetes dengan kontrol gula buruk, respon baik terhadap antibiotic dan drainase bedah.2 Pseudomonas aeruginosa adalah organism lain yang sering menyebabkan ulkus kaki diabetik. Infeksi liang telinga luar yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa juga sering terjadi pada penderita diabetes. Pseudomonas berkembang di lingkungan kaya oksigen. Lesi kulit tampak sebagai pigmen hijau-biru, dan berfluoresensi dibawah lampu Wood’s. Secara mikroskopik, pseudomonas adalah batang gram negative. Penderita dapat datang dengan otalgia, otorrhea, tuli, edema, dan eritema liang telinga luar. Terapi terdiri dari mengeringkan daerah tersebut dan dioles antibiotic topikal pada infeksi tanpa komplikasi. Otitis eksterna malignan perlu diagnosis cepat dan antibiotic sistemik seperti flurokuinolon, ditambah antibiotic antipseudomonas (penicillin anti-pseudomonas, sefalosporin anti-pseudomonas, monobactam, aminoglikosida, atau carbapenem). Dosis lebih tinggi dan debridement bedah diperlukan untuk emncegah penyebaran infeksi ke tulang dan sistem saraf. Terapi segera otitis eksterna penting karena potensinya untuk cepat menyebar ke tulang dan saraf cranial, yang dapat menyebabkan mortalitas.2



20



BAB III PENUTUP



KESIMPULAN Kulit adalah bagian terbesar dari tubuh, mencakup sekitar 15% dari total berat badan dewasa. Hampir semua pasien dengan diabetes dapat terjadi komplikasi kulit akibat efek jangka panjang dari diabetes melitus pada mikrosirkulasi dan pada kolagen kulit.Kelainan pada metabolisme karbohidrat, aterosklerosis, mikroangiopati, degenerasi neuron dan gangguan sistem pertahanan tubuh berperan penting dalam kelaianan pada kulit akibat diabetes. Kelainan kulit pada diabetes bermanfaat untuk tenaga kesehatan karena dapat menjadi salah satu penanda diagnosis dari diabetes dan juga dapat merefleksikan kadar kontrol glikemik pada penderita diabetes. Berdasarkan epidemiologi, terdapat sekitar 30%-76,6% penderita diabetes melitus mengalami kelainan kulit saat hidupnya. Secara umum kelainan kulit yang dapat terjadi pada penderita diabetes melitus yaitu infeksi (bakteri, virus, jamur dan parasit), perubahan kulit terkait mikroangiopaty (nekrobiosis lipoidika diabetikorum,



dermangiopaty diabetic, bullosis



diabeticorum), granuloma annulare.



21



DAFTAR PUSTAKA



1. Kolarsick PA, Kolarsick MA, Goodwin C. Anatomy and physiology of the skin. Journal of the Dermatology Association. 2011 Jul 1;3(4):203-13. 2. Duff M, Demidova O, Blackburn S, Shubrook J. Cutaneous manifestations of diabetes mellitus. Clinical Diabetes. 2015 Jan 1;33(1):40-8. 3. Saifullah, GM. Review Article: Diabetic’s skin; a storehouse of infection. Journal of pakistan association of dermatologist. 2009; 19: Hal 34-37 4. Kataria U, Chhillar D, Kumar H, Chhikara P. Cutaneous manifestations of diabetes mellitus in controlled and uncontrolled state. 2015. Feb 2(2).90-93. 5. Macedo GM, Nunes S, Barreto T. Skin disorders in diabetes mellitus: an epidemiology and physiopathology review. Diabetology & Metabolic Syndrome. 2016 Aug 30;8(1):63. 6. Liu Z, Xu Y, Zhang X, Liang G, Chen L, Xie J, Tang J, Zhao J, Shu B, Qi S, Chen J. Defects in dermal Vγ4 γ δ T cells result in delayed wound healing in diabetic mice. American Journal of Translational Research. 2016;8(6):2667. 7. Petrofsky JS. Resting blood flow in the skin: does it exist, and what is the influence of temperature, aging, and diabetes?. Journal of diabetes science and technology. 2012 May 1;6(3):674-85. 8. Gangawane AK, Bhatt B, Sunmeet M. Skin Infections in Diabetes: A Review. Journal of Diabetes & Metabolism. 2016 Feb 4;2016. 9. Juliana C, Janine C, dan Cresio A. Infection in Patient with Diabetes Melitus: A Review of Pathogenesis. Endocrinology and Metabolism, 2012; vol 16, issue 7, Hal 27-36 10. Ahmed K, Muhammad Z, Qayum I. Prevalence of cutaneous manifestations of diabetes mellitus. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2009;21(2):76-8 11. Gkogkolou P, Böhm M. Skin disorders in diabetes mellitus. JDDG: Journal der Deutschen Dermatologischen Gesellschaft. 2014 Oct 1;12(10):847-64. 12. Van Hattem SI, Bootsma AH, Thio HB. Skin manifestations of diabetes. Cleve Clin J Med. 2008 Nov 1;75(11):772-4. 13. Fitzgibbons PG, Weiss AP. Hand manifestations of diabetes mellitus. The Journal of hand surgery. 2008 Jun 30;33(5):771-5.



22



14. Morgan AJ, Schwartz RA. Diabetic dermopathy: A subtle sign with grave implications. Journal of the American Academy of Dermatology. 2008 Mar 31;58(3):447-51. 15. Mendes AL, Miot HA, Junior VH. Diabetes mellitus and the skin. An Bras Dermatol. 2017. v.92(1)



23