Referat DM [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Lela
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan



suatu



kelompok



penyakit



metabolik



dengan



karakteristik



hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 4



2.2 Klasifikasi Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005, yaitu1 : 1. Diabetes Melitus Tipe 1 DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.



2. Diabetes Melitus Tipe 2 DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. 3. Diabetes Melitus Tipe lain a. Defek genetik pada fungsi sel beta b. Defek genetik pada kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas d. Endokrinopati e. Diinduksi obat atau zat kimia f. Infeksi g. Imunologi 4. DM Gestasional



KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998



DM TIPE 1:



DM TIPE 2 : insulin



DM TIPE LAIN :



Defisiensi



Defisiensi



1. Defek genetik fungsi sel beta :



insulin absolut



relatif :



Maturity onset diabetes of the young



akibat A



1. defek sekresi



Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain



destruksi sel



insulin lebih



2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis



beta, karena:



dominan daripada



Pankreatektomy



1.autoimun



resistensi insulin.



3.Endokrinopati : akromegali, cushing,



2. idiopatik



2. resistensi insulin



hipertiroidisme



lebih dominan



4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme



daripada defek



5.Akibat virus: CMV, Rubella



sekresi insulin.



6.Imunologi: antibodi anti insulin 7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter



DM GESTASIONAL



2.3 Prevalensi World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2



2.4 Patogenesis 2.4.1



Diabetes mellitus tipe 1 Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel



pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja



sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.5 2.4.2



Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin



abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5



2.5



Manifestasi Klinik Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan



mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit 1. Kriteria diagnostik :  Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau



Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8 



Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3



Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94  Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.  Berpuasa paling sediikt 8 jam



(mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,



minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.  Diperiksa kadar glukosa darah puasa  Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB



(anak-anak) ,



dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.  Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai  Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa  Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat  Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh  TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl  GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl



2.6 Komplikasi a.



Penyulit akut



1.



Ketoasidosis diabetik KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah



menjadi nefropati dimana terjadi kerusakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.9 •



Neuropati diabetik Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6



2.



Makroangiopati







Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM







Pembuluh darah tepi Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9



2.7



Penatalaksanaan



Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari : 1.



Edukasi Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.



2.



Terapi gizi medis Terapi gizi medik merupakan salah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.



Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan : 1.



Kadar glukosa darah yang mendekati normal a)



Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl



b)



Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl



c)



Kadar HbA1c < 7%



2.



Tekanan darah 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .



Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyak pula benda keton yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke



keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi



program



CRIPE



:



Continous,



Rhythmical,



Interval,



Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan



dan



dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll. 4.



Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.



1. a.



obat hipoglikemik oral Insulin secretagogue :



sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.



Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid, nateglinid. b.



Insulin sensitizers



Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak. c.



Glukoneogenesis inhibitor Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga



memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia. d.



Penghambat absorbsi glukosa



α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi Hal-hal yang harus diperhatikan : OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada



saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan. 2.



Insulin



 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.  Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.  Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.  Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin) Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.



3.



Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk



kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin



PENCEGAHAN •



Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer6.







Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.







Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih



menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan



kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.



2.



Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id



3.



Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1906.



4.



Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011



5.



Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.



6. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006 7. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanise Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920 8. Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873 9. Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme glukosa dan diabetes mellitus.



Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses/ Sylvia Anderson price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit[et.al.]editor bahasa Indonesia. Jakarta;2005; hal.1259