REFERAT SPD - DM Theresia Dian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT Gangguan Pemrosesan Sensori Pada Anak Theresia Dian, S.Ked SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD Prof Dr. W.Z.Johannes Kupang Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang Dr. dr. Simplicia Maria Anggrahini, Sp.A (K); dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp.A, M. Kes Pendahuluan Perkembangan sensori merupakan perkembangan yang penting bagi suatu individu, sejak lahir anak telah mempelajari berbagai hal melalui pengalaman sensori. Sejak lahir anak mengkonstruksikan pemahamannya akan dunia melalui koordinasi pengalaman sensori dengan aktivitas motorik sehingga disebut tahap perkembangan sensori motorik. Pada dasarnya, setiap informasi yang diperoleh dari lingkungan melalui sensori manusia akan diolah di otak sehingga diharapkan informasi tersebut dapat menghasilkan respons perilaku yang tepat. (1,2) Gangguan pemrosesan sensori atau Sensory Processing Disorder (SPD) adalah gangguan pemrosesan informasi sensori yang menimbulkan respon perilaku yang tidak adaptif dan menyebabkan berbagai masalah fungsional serta perkembangan anak.(1,2,3,4) Prevelensi gangguan pemrosesan sensori berkisar 5- 10% pada anak tanpa kecacatan dan mencapai 40- 88% pada anak dengan berbagai kecacatan. Pada populasi normal anak taman kanak-kanak (TK) di Amerika Serikat memperlihatkan prevalensi gangguan pemrosesan sensori 5,3%.(3,4)



Adanya



suatu



gangguan



pemrosesan



sensoris



menyebabkan



anak



menunjukkan berbagai perilaku ekstrim yang berulang kali dalam waktu yang cukup lama sehingga menurunkan kemampuan anak untuk berkonsentrasi, mengorganisasi, regulasi diri, belajar, menimbulkan rasa percaya diri, dan lain-lain sehingga menyulitkan anak untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial di lingkungan masyarakat.(20) Akhirnya pada penyusunan referat ini diharapakan setiap pembaca terutama orang tua dapat lebih memahami setiap perubahan perilaku anak yang tidak adaptif yang bisa di curigai adanya gangguan pemrosesan sensori yang berpengaruh terhadap proses perkembangan anak. Definisi Sensory Processing Disorder (SPD) adalah gangguan pemrosesan infrormasi sensori yang menimbulkan respon perilaku yang tidak adaptif atau tidak tepat dan menyebabkan berbagai masalah fungsional serta perkembangan anak. Respons perilaku yang adaptif didefinisikan sebagai respons perilaku yang efektif. Pada keadaan gangguan proses sensori, input sensori dari lingkungan dan dari dalam tubuh bekerja masing-masing untuk membentuk respon sensori yang tepat, pada SPD terjadi gangguan pemrosesan proses mengenal, mengubah dan membedakan sensasi serta disfungsi neurologis pada tingkat neuron antara dua atau lebih modalitas sensorik dari sistem sensori yaitu sensasi melihat, mendengar, taktil, vestibular dan propioseptif yang juga dikenal sebagai disfungsi integrasi sensorik. Sehingga ketika



terjadi SPD anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dan bagaimana merespon dan apa yang harus dilakukan.(1,2,3,4,9) Epidemiologi Gangguan pemrosesan sensorik adalah gangguan dalam pengaturan input sensorik yang memengaruhi hingga tiga juta anak di Amerika Serikat. Gangguan ini dapat berdampak serius pada cara anak-anak berperilaku, bermain, serta belajar sehingga mempengaruhi kualitas hidup anak. Risiko Gangguan pemrosesan sensorik terjadi sekitar 39-52% pada bayi yang lahir prematur, terutama pada bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 32 minggu memiliki risiko terbesar mengalami SPD. Anak yang lahir prematur cenderung menunjukkan sikap defensif dan hiperaktif, sehingga memengaruhi kemampuan mereka untuk berinteraksi terhadap lingkungan dengan merespon dengan perilaku yang tepat. (5,6,7,8) Selain itu SPD sering terjadi pada anak dengan autisme,



menunjukkan 84,8% anak autism disfungsi



pemrosesan sensorik yang pasti.(14) Disfungsi pemrosesan sensorik yang paling umum melibatkan sensasi terhadap penglihatan (89,13%), penyaringan pendengaran (73,90%), dan sensitivitas sentuhan (60,87%). Sebagian besar anak tanpa autisme (66,66%) menunjukkan fungsi sensorik yang khas, disfungsi pemrosesan sensorik yang paling umum melibatkan sensitivitas taktil (33,3%), sensasi kurang responsif terhadap penglihatan (23,33%), dan sensitivitas gerakan (20%). (14) Etiologi



Etiologi SPD belum ditemukan penyebab pastinya, namun terdapat beberapa hipotesis faktor yang dapat menyebabkan masalah pemrosesan sensori pada anak. Adapun beberapa hipotesis penyebab SPD seperti faktor genetik, faktor lingkungan, peningkatan reseptor dopamine dan hipoksia otak. (1,10,11,12,14) 



Faktor genetik Pada faktor genetik tertentu pada anak dapat membuat bagian otak anak



menjadi lebih rentan. Satu per tiga anak dengan dengan orang tua yang terdiagnosa SPD cenderung juga akan mengalami SPD. Pada anak kembar, jika salah satunya mengidap SPD kemungkinan besar saudaranya juga terkena SPD. Selain itu beberapa analisis menyatakan terdapat gen tertentu yang menyebabkan SPD pada anak. 



Faktor Lingkungan Pada kondisi otak yang rentan, faktor lingkungan atau stress prenatal dapat



mengganggu perkembangan integrasi sensori anak. Lingkungan dalam hal ini termasuk lingkungan psikologis, lingkungan fisik dan biologis anak. 



Peningkatan kadar dopamin Peningkatan kadar dopamin pada fungsi frontal-striatal berperan dalam



inhibitory control dan/atau kesulitan menyaring informasi sensori, yang kemudian mengakibatkan peningkatan responsivitas anak terhadap stimulus sensori tertentu. 



Hipoksia Otak



Pada hipoksia otak dapat terjadi akibat riwayat persalinan yang sulit, lilitan tali pusat pada leher bayi, riwayat trauma kepala, tenggelam juga menjadi hipotesis etiologi penyebab dari SPD. (1,10,11,12,14) Adapun hipotesis lain menunjukan bahwa SPD bukanlah sebuah gangguan karena tidak diketahui penyebab pasti apakah kesulitan proses sensorik memiliki penyebab pada jalur sensorik otak atau apakah defisit perbedaan terkait dengan gangguan perkembangan dan perilaku.(13) Patofisiologi Proses integrasi sensorik berawal dari dalam kandungan dan memungkinkan perkembangan respons adaptif yang merupakan dasar berkembangnya keterampilan yang lebih kompleks seperti bahasa, berhitung dan pengendalian emosi. Pada keadaan gangguan proses sensori, input sensori dari lingkungan dan dari dalam tubuh bekerja secara masing-masing, sehingga anak tidak mengetahui apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Tahapan proses sensori meliputi pengenalan (sadar adanya sensasi), orientasi (memberikan perhatian pada sensasi), interpretasi (mengerti makna informasi yang datang), dan organisasi (menggunakan informasi untuk menghasilkan suatu respons). Respons yang dihasilkan dari pemrosesan sensori dapat berupa perilaku emosi, respons kognitif, atau respons motorik.(3)



Gambar 1 Sumber :Siegal D. The whole brain child revolutionary strategies to nurture child developing mind. Child success center 2020



Pada gangguan pemrosesan sensorik terjadi suatu disfungsi integrasi sensorik. Adapun Sistem integrasi sensori menekankan stimulasi pada tiga indera utama, yaitu taktil, vestibular, dan proprioseptif. Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familiar dibandingkan indera penglihatan dan pendengaran, namun sistem sensori ini sangat penting karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan. Sistem taktil merupakan sistem sensori terbesar yang dibentuk oleh reseptor di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen, yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas dan fungsi sehari-hari. Hipersensitif terhadap stimulasi taktil, yang dikenal dengan tactile defensiveness, dapat menimbulkan mispersepsi terhadap sentuhan, berupa respons menarik diri saat disentuh, menghindari kelompok orang, menolak makan makanan tertentu atau memakai baju tertentu, serta menggunakan ujung jari, untuk memegang benda



tertentu. Bentuk lain disfungsi ini adalah perilaku yang mengisolasi diri atau menjadi iritabel. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu obyek. Anak akan mencari stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak berada dalam bahaya. Sedangkan Sistem vestibular terletak pada telinga dalam (kanal semisirkular) dan mendeteksi gerakan serta perubahan posisi kepala. Sistem vestibular merupakan dasar tonus otot, keseimbangan, dan koordinasi bilateral. Anak yang hipersensitif terhadap stimulasi vestibular mempunyai respons fight atau flight sehingga anak takut atau lari dari orang lain. Anak dapat bereaksi takut terhadap gerakan sederhana, peralatan bermain di tanah, atau berada di dalam mobil. Anak dapat menolak untuk digendong atau diangkat dari tanah, naik lift atau eskalator, dan seringkali terlihat cemas. Anak yang hiposensitif cenderung mencari aktivitas tubuh yang berlebihan dan disengaja, seperti bergelinding, berputar-putar, bergantungan secara terbalik, berayun-ayun dalam waktu lama, atau bergerak terus-menerus. Adapun sistem proprioseptif terdapat pada serabut otot, tendon, dan ligamen, yang memungkinkan anak secara tidak sadar mengetahui posisi dan gerakan tubuh. Pekerjaan motorik halus, seperti menulis, menggunakan sendok, atau mengancingkan baju bergantung pada sistem propriosepsifnya. Hipersensitif terhadap stimulasi proprioseptif menyebabkan anak tidak dapat menginterpretasikan umpan balik dari



gerakan dan mempunyai kewaspadaan tubuh yang rendah. Tanda disfungsi sistem proprioseptif adalah clumsiness, kecenderungan untuk jatuh, postur tubuh yang aneh, makan yang berantakan, dan kesulitan memanipulasi objek kecil, seperti kancing. Hiposensitif sistem proprioseptif menyebabkan anak suka menabrak benda, menggigit, atau membentur-benturkan kepala.(1,3) Adanya gangguan pada keterampilan dasar menimbulkan menimbulkan kesulitan mencapai keterampilan yang lebih tinggi. Gangguan dalam pemrosesan sensori ini menimbulkan berbagai masalah fungsional dan perkembangan yang dikenal dengan disfungsi sensori integrasi. Dasar teori sensori integrasi adalah adanya plastisitas sistem saraf pusat, perkembangan yang bersifat progresif, teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, respons adaptif, serta dorongan dari dalam diri. Dasar rasional intervensi sensori integrasi adalah konsep neuroplasitistas atau kemampuan sistem saraf untuk beradaptasi dengan input sensori yang lebih banyak. Pengalaman dan input sensori yang sering dialamai akan meningkatkan perkembangan sinaptogenesis di otak. Berdasarkan konsep progresi perkembangan, sensori integrasi terjadi saat anak yang berkembang mulai mengerti dan menguasai input sensori yang di alami. Fungsi vestibular muncul pada usia gestasi 9 minggu dan membentuk refleks Moro, sedangkan input taktil mulai berkembang pada usia gestasi 12 minggu untuk ekplorasi tangan dan mulut. Sistem sensori akan terus mengalami perkembangan sejalan dengan bertambahnya usia anak.



Pada teori sistem dan organisasi sistem saraf pusat, proses sensori integrasi diyakini terjadi pada tingkat batang otak dan subkortikal. Proses yang lebih tinggi di tingkat kortikal diperlukan untuk perkembangan dan produksi respons adaptif. Respons adaptif ini bervariasi pada setiap anak yang bergantung pada tingkat perkembangan, derajat integrasi sensori, dan tingkat ketrampilan yang tercapai sebelumnya. Respons adaptif mencerminkan kemampuan anak menguasai tantangan dan hal baru. Proses pada tingkat kortikal bergantung pada adekuat tidaknya fungsi dan organisasi pusat otak yang lebih rendah. Gangguan pemrosesan sensori menyebabkan hiper atau hiposensitivitas terhadap input sensoris. Individu yang lebih sensitif terhadap informasi sensorik sering mengnganggap peristiwa sensorik berbahaya dan stress. Beberapa hipotesis mengenai hubungan antara ambang neurologis sentral dengan respon perilaku, anak hipersensitivitas memiliki ambang batas rendah yang memicu neuron bekerja lebih cepat yang menyebabkan lebih banyak reaksi terhadap rangsangan dari lingkungan dan mengakibatkan hipersensitivitas. Hal tersebut berdampak pada peningkatan persepsi dari berbagai rangsangan sensorik termasuk suara, somatesensorik, pembauan, cahaya dan sebagainya. Hipersensitivitas sensorik dapat dihasilkan dari aktivasi daerah subkortikal yang menerima input konvergen dan kemudian memproyeksikan secara luas ke berbagai daerah otak kortikal yang terlibat dalam mengintergrasikan beberapa modalitas sensorik seperti visual, auditori dan penciuman. Sedangkan anak dengan



hiposensitivitas, mekanisme penyesuaian sentralnya berada dalam ambang batas tinggi yang menyebabkan neuron bekerja lambat sehingga terjadi kurangnya respon dari suatu rangsangan. (3,15,16) Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Apabila input sensori tidak diintegrasi secara tepat, maka respon sensorik yang di berikan akan diinterpretasikan berlawanan dengan input sensori yang diterima. Mispersepsi ini menimbukan berbagai gangguan perkembangan dan perilaku. Gangguan pemrosesan sensori ini telah diakui dalam tiga kepustakaan klasifikasi diagnostik, yaitu Classification of Mental Health and Development Disorders of Infancy and Early Childhood , the Diagnostic Manual for Infancy and Early Childhood dari the Interdisciplinary Council on Developmental and Learning Disorders, dan the Psychodynamic Diagnostic Manual. Gangguan pemrosesan sensori terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu sensory modulation disorder (SMD), sensory based motor disorder (SBMD), dan sensory discrimination disorder (SDD): (1,3,10,18,20)



1. Sensory modulation disorder (SMD) Modulasi sensori terjadi ketika adanya susunan saraf pusat mengatur pusat saraf yang timbul akibat rangsangan sensori. Pada SMD, anak mengalami kesulitan berespon terhadap input sensori sehingga memberikan respon perilaku yang tidak sesuai. Sensory modulation disorder terbagi menjadi 3 sub tipe yaitu sensori over responsive (SOR), sensori under responsive (SUR), dan sensori seeking/craving (SS).



Anak dengan SOR berespon terhadap sensasi dengan lebih cepat,lebih intens,atau lebih lama dari pada sewajarnya. Sedangkan anak dengan SUR cenderung kurang berespon atau tidak memperhatikan rangsangan sensori dari lingkungan,hal ini menyebabkan anak menjadi apatis atau tidak memiliki dorongan untuk memulai sosialisasi dan eksplorasi. Pada tipe SS, anak seringkali merasa tidak puas dengan rangsangan sensori yang adadan cenderung mencari aktifitas yang menimbulkan sensasi yang lebih intens terhadap tubuh, misalnya bersuara yang keras, menstimulasi objek tertentu, atau memutar tubuhnya. 2. Sensory based motor disorder (SBMD) Pada anak dengan SBMD memiliki tanda gerakan postural yang buruk, pada keadaan ini anak mengalami kesalahan dalam menginterpretasikan input sensori yang berasal dari sistem proprioseptif dan vestibular. Tipe ini memiliki 2 sub tipe yaitu dispraksia dan gangguan postural. Pada dispraksia anak mengalami gangguan dalam menerima dan melakukan perilaku baru. Anak dengan dispraksia memiliki koordinasi yang buruk pada fungsi oromotor, motori kasar dan motori halus. Sedangkan pada gangguan postural anak mengalami kesulitan untuk menstabilkan tubuh saat bergerak mauppun saat beristirahat. Anak dengan ganguan postural biasanya tampak lemah, mudah lelah, dan cenderung tangan yang dominan secara konsisten. 3. Sensory discrimination disorder (SDD)



Pada anak dengan SDD mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan kualitas rangsangan, sehingga anak tidak dapat membedakan sensasi yang serupa. Diskriminasi sensori memungkinkan untuk mengetahui apa yang dipegang tangan tanpa melihat, menemukan benda tertentu dengan hanya memegang, membedakan tekstur dan bau-bauan tertentu, atau mendengarkan sesuatu meskipun terdapat suara lain disekitarnnya. Pada SPD terjadi disfungsi intergrasi pada sistem penglihatan dan pendengaran sehingga dapat menyebabkan gangguan belajar dan bahasa, sedangkan SDD pada sistem taktil, proprioseptif dan vestibular menyebabkan gangguan kemampuan motorik. Skrining dan Diagnosis Pada skrining SPD umumnya belum ada alat skrining tertentu yang digunakan untuk SPD. Adapun gangguan pemrosesan sensorik tidak dapat terdeteksi pada masa bayi. Untuk diagnosis SPD dapat di gunakan evaluasi komprehensif, meliputi sensory integration and praxis tests (SIPT) untuk anak berusia lima tahun ke atas. (3,10,18) Pada SIPT dilakukan pengukuran proses integrasi sensorik yang mendasari pembelajaran dan perilaku, dengan menunjukkan bagaimana anak mengatur dan menanggapi masukan sensorik, menunjukkan masalah organik tertentu yang terkait dengan ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, dan disfungsi otak minimal. Pada SIPT juga mengukur persepsi visual, taktil, dan kinestetik serta kinerja motorik yang masing-masing tes dilakukan selama 10 menit. (18,19,20)



Adapun tes



ini terdiri atas



(A) persepsi visual bebas motorik, (B)



somatosensori, (C) praksis, dan (D) sensorimotor, berikut ini penjelasannya :



A. Persepsi visual bebas motorik. Tes ini mengevaluasi kemampuan untuk melihat secara visual dan membedakan bentuk dan ruang, serta persepsi terhadap gambar tanpa melibatkan koordinasi motorik. Visualisasi ruang adalah tes seperti teka-teki di mana anak akan menunjukkan bentuk yang cocok dengan papan teka-teki. Meskipun anak diajak untuk meletakkan teka-teki pada papan teka-teki, aspek motorik dari tes ini tidak masuk ke dalam penilaian tes. Penguji mencatat apakah anak tersebut menggunakan tangan kanan atau kiri dalam memungut balok dan, dalam melakukannya, apakah dia melintasi garis tengah tubuh atau cenderung menggunakan masing-masing tangan di sisi tubuhnya sendiri. Dalam tes Persepsi gambar, anak menunjuk ke gambar yang tersembunyi di antara gambar lainnya. Tes ini mengukur seberapa baik seorang anak secara visual memandang fokus gambar dengan latar belakang yang berbeda.



B. Somatosensori Tes ini menilai sentuhan, otot, dan persepsi sendi. Selama pengujian somatosensori, anak didorong untuk merasakan daripada melihat. Selembar karton besar yang dipasang di area tempat lengan dan tangan bekerja membantu anak berkonsentrasi pada apa yang dirasakan. Saat disentuh anak tidak dapat melihat sentuhan tersebut sehingga seringkali membuat anak merasa tidak nyaman walaupun



tidak ada rangsangan taktil yang benar-benar menyakiti anak. Jika reaksi negatif anak terhadap pengujian tersebut kuat, tanggapan tersebut disebut sebagai pertahanan taktil. Pada tes persepsi, anak mengidentifikasi melalui indra taktil dan kinestetik bentuk yang tidak biasa yang dipegang di tangan. Pada tes kinesthesia pentingnya penilaian akan posisi dan gerakan sendi dengan upaya anak untuk meletakkan jarinya di tempat yang sama dengan yang telah dilakukan terapis sebelumnya. Persepsi taktil diukur dengan tiga tes:



a) Identifikasi Jari, di mana anak menunjuk ke jarinya yang disentuh terapis;



b) Graphesthesia, di mana anak menggambar dengan jari meniru desain sederhana yang sama dengan yang digambar terapis di punggung tangan anak;



c) Lokalisasi Rangsangan Peraba, di mana anak menunjuk ke titik di mana terapis telah menyentuh lengan atau tangan anak dengan pena. Tes terakhir ini menyisakan 14 titik kecil yang bisa dicuci di lengan dan tangan anak.



3. Praksis Keterampilan praxis dievaluasi dengan cara yang berbeda:



a) Praxis on Verbal Command, menilai kemampuan untuk menafsirkan secara lisan instruksi yang diberikan dan melakukan sesuai dengan yang diistruksikan. Contohnya seperti perintah mletakkan tangan di atas kepala.



b) Menyalin gambar.



c) Praksis Konstruksi, mengevaluasi kemampuan anak untuk membangun dengan balok, menggunakan struktur yang dibangun oleh terapis sebagai contoh. Baik Penyalinan gambar dan Praxis Konstruksi membutuhkan bentuk visual dan persepsi ruang, selain kemampuan praksis.



d) Postural Praksis, mengharuskan anak untuk meniru postur tubuh yang tidak biasa yang dilakukan oleh terapis.



e) Praksis Lisan, meminta anak untuk meniru gerakan dan posisi lidah, bibir, dan rahang.



f) Mengurutkan Praksis, meminta anak untuk mengurutkan tindakan secara berurutan.



4. Sensorimotor Empat tes sensorimotor disertakan dalam SIPT bertujuan untuk meningkatkan integrasi sensorik. Koordinasi Motorik Bilateral mengevaluasi kemampuan untuk



mengoordinasikan kedua sisi tubuh dalam serangkaian gerakan lengan. Standing and Walking Balance menilai derajat integrasi sensorik dari indera proprioseptif (otot dan sendi) dan vestibular (gravitasi dan gerakan kepala). Pada Akurasi Motorik, koordinasi mata-tangan diukur dengan seberapa baik seorang anak menggambar garis di atas garis yang gambar. Pelaksanaan tugas tersebut membutuhkan kontrol otot mata, kemampuan praxis, persepsi visual, dan koordinasi motorik. Akhirnya, Nystagmus Postrotary mengukur durasi gerakan mata refleksif bolak-balik mengikuti rotasi tubuh (10 kali dalam 20 detik).



Selain SIPT, untuk menilai perilaku adaptif anak dalam kehidupan sehari-hari, juga data digunakan kuesioner Infant/Toddler Sensory Profile (lampiran 1). Instrumen ini dapat digunakan untuk anak sejak lahir sampai berumur 3 tahun. Instrumen tersebut terdiri atas 38 pertanyaan. Hal yang ditanyakan meliputi kemampuan umum, auditori, visual, taktil, vestibular dan oral sensori.(20)



Tatalaksana Tatalaksana untuk SPD seperti farmakologi dan non-farmakologi, adapun terapi non farmakologi diantaranya : (1,3,17,20)



1. Terapi okupasi



Pada anak-anak dengan gangguan pemrosesan sensorik akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan dapat di tangaani dengan terapi okupasi. Dengan mempertimbangkan aspek sensorik dari perilaku , ahli terapi okupasi akan memberikan perspektif unik tentang pemberian layanan kepada anak dengan disintegrasi sensorik baik respon hipersensitivas maupun hiposensitivitas. Terapi yang diberikan berdasarkan elemen inti atau hal penting terkait SPD yang dapat dilihat pada tabel 1. Pada anak, terapi okupasi digunakan untuk membekali anak menghadapi situasi sekolah, situasi sosial seperti memiliki keterampilan dasar untuk hidup bersosial, dan menghadapi perubahan kognitif serta fisik sehingga anak dapat lebih diterima di kehidupan lingkungannya. Table 1 elemen inti terapi sensori integrasi (3, 17) Elemen inti Memberikan sensori



Deskripsi sikap dan perilaku terapis rangsangan Memberikan kesempatan pada



anak



untuk



mengalami berbagai pengalaman sensori, yang meliputi taktil, vestibular, dan/atau proprioseptif; intervensi yang diberikan melibatkan lebih dari satu



modalitas sensori Memberikan tantangan yang Memberikan aktivitas yang bersifat menantang, tepat



tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah, untuk membangkitkan respons adaptif anak terhadap



tantangan sensori dan praksis. Kerjasama menentukan pilihan Mengajak anak berperan aktif dalam proses terapi,



aktivitas



memberikan kesempatan pada anak mengontrol aktivitas yang dilakukan, tidak menetapkan jadwal



Memandu organisasi mandiri



dan rencana terapi tanpa melibatkan anak. Mendukung dan memandu anak



untuk



mengorganisasi perilaku secara mandiri, memilih dan merencanakan perilaku yang sesuai dengan kemampuan anak, mengajak anak untuk berinisiatif, Menunjang stimulasi optimal



mengembangkan ide, dan merencanakan aktivitas Menjamin lingkungan terapi yang kondusif untuk mencapai atau mempertahankan stimulasi yang



Menciptakan konteks bermain



optimal,



dengan



mengubah



aktivitas



untuk



menarik



lingkungan perhatian



atau anak,



engagement, dan kenyamanan. Menciptakan permainan yang membangun motivasi intrinsik anak dan kesenangan dalam beraktivitas; memfasilitasi atau mengembangkan permainan objek, sosial, motorik, dan imaginatif.



Memaksimalkan



kesuksesan Memberikan atau memodifikasi aktivitas sehingga



anak



anak dapat berhasil pada sebagian atau seluruh aktivitas, yang menghasilkan respons terhadap



Menjamin keamanan fisis



tantangan tersebut Meyakinkan bahwa secara fisik anak dalam kondisi aman, dengan menggunakan peralatan terapi yang



Mengatur



ruangan



aman atau senantiasa ditemani oleh terapis untuk Mengatur peralatan dan ruangan sehingga dapat



interaksi anak



memotivasi anak untuk memilih dan terlibat dalam



Memfasilitasi



aktivitas kebersamaan Menghormati emosi anak, memberikan pandangan



dalam terapi



positif terhadap anak, menjalin hubungan dengan anak, serta menciptakan iklim kepercayaan dan keamanan emosi



2. Terapi nutrisi Terapi peningkatan nutrisi banyak dilakukan dalam penanganan penderita SPD diantaranya



keseimbangan



diet



karbohidrat,penanganan



gangguan



pencernaan,penanganan alergi makanan atau reaksi simpang makanan lainnya. Substansi asam amino memiliki kemampuan untuk mensintesa norepinephrin sehingga konsumsinya dapat ditingkatkan. Beberapa hipotesis terapi bio medis lainnya dilakukan dengan pemberian berbagai suplemen nutrisi. 3. Terapi integrasi sensori Terapi Integrasi sensori menekankan stimulasi pada 3 indra utama, yaitu taktil, vestibular dan proprioseptif. Pada sistem taktil, ditingkatkan stimulasi pada rangsangan cahaya, sentuhan, nyeri, suhu dan tekanan. Pada sistem vestibular ditingkatkan rangsangan untuk mendeteksi gerakan, perubahan posisi kepala, dasar tonus otot, keseimbangan dan koordinasi bilateral. Pada proprioseptif dilakukan



rangsangan untuk meningkatkan motorik halus seperti menulis, menggunakan sendok, dan mengancingkan baju. 4. Terapi snoezelen Snoezelen adalah sebuah aktifitas yang dirancang mempengaruhi sistem susunan saraf pusat melalui pemberian stimuli yang cukup pada sistem sensori primer seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah dan pembau. Media yang digunakan dalam terapi ini antara lain: efek lampu, permukaan taktil, pemutaran musik dan aroma terapi. Disamping itu juga melibatkan sensori internal seperti vestibular dan proprioseptif untuk mencapai relaksasi dan meningkatkan kualitas hidup. 5. DIR/floortime Prinsip yang digunakan dalam DIR yaitu seperti mengikuti petunjuk anak, menyesuaikan diri dengan tahapan perkembangan anak, dan profil biodata masingmasing anak sesuai dengan kondisi dan manifestasi klinis setiap anak. Dengan menggunakan pendekatan DIR, pemberian interfensi dapat difokuskan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam memusatkan perhatian dengan menyesuaikan pendekatan terhadap masing-masing karakteristik manifestasi klinis setiap anak. Metode yang digunakan ialah mengikuti petunjuk anak, memacu anak untuk lebih kreatif, mengembangkan perilaku dan interaksi, serta menyertakan kemampuan motorik, afektif dalam berinteraksi dilingkungannya. 6. Terapi bermain



Adapun pada terapi bermain digunakan jenis permainan teka-teki silang yang akan mengkordinasikan mata dan tangan anak ketika mulai memasangkan urutan pertanyaan dengan letak kotak secara mendatar atau menurun, pada saat itulah anak membiasakan diri untuk focus serta berkonsentrasi untuk menuliskan jawaban pada kotak yang tepat. Saat mengumpulkan dan mengisi jawaban anak dapat terhindar dari stimulus yang mengganggu sehingga lebih dapat berkonsentrasi. Teka-teki silang merupakan suatu jenis permainan otak yang dapat diberikan ketika anak sudah mampu membaca dan menuliss dekitar usia 5 sampai 11 tahun terutama pada pasien dengan trauma neorologis yang memerlukan terapi neoropsikologis. Adapun terapi farmakologi pada SPD bertujuan untuk mengontrol kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Beberapa hipotesis penelitian menganjurkan pemberian obat-obatan seperti antidepresan, Ritalin, Dexedrine, cylert, busiprone dan clonodin. Obat Ritalin adalah yang paling sering digunakan, meskipun sebenarnya obat ini termasuk golongan stimulant namun pada kasus hiperaktif sering kali menyebabkan ketenangan bagi pemakaiannya. (1, 3,17,18) Prognosis Prognosis Gangguan pemrosesan sensorik seperti gangguan perkembangan lainnya bergantung pada kemandirian hidup, status pendidikan dan pekerjaan, hubungan sosial. Pada SPD disertai gangguan lainnya seperti autism memerlukan perawatan intensif oleh orang tua sehingga tidak dapat hidup secara mandiri. (14,16) Selain itu kemampuan untuk mendapatkan pendidikan, anak dengan SPD tergolong sebagai



anak berkebutuhan khusus yang dapat menerima pendidikan melalui pendidikan inklusi. Selain itu adanya hambatan interaksi sosial yang dimiliki individu dengan SPD membantu menghindari populasi ini dari kebiasaan buruk yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan petemanan.(14,16,20) Pencegahan 1. Menghindari faktor risiko SPD 2. Pantau berkala perkembangan anak 3. Deteksi dini masalah akibat gangguan pemrosesan sensorik seperti perilaku hipersensitif maupun hiposensitif Edukasi Edukasi yang diberikan pada orang tua adalah bagaimana sikap orang tua untuk lebih peduli dan memperhatikan perubahan pola perilaku anak sehari-hari serta memperhatikan perkembangan anak setiap harinya. Orang tua harus memberikan pola asuh, asih dan asah dengan baik, berprilaku positif serta memperhatikan bila ada perubahan perilaku negatif dari anak.



(12)



Selain itu orang tua harus menerima bahwa



tingkat ketergantungan anak dengan SPD sangatlah tinggi karena keterbatasan kemandirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari.(14,16)



Lampiran 1 SHORT SENSORY PROFILE Winnie Dunn Ph.D., OTR, FAOTA Tanggal: Nama anak



:



Tanggal lahir



:



Hubungan dengan anak



:



Diisi oleh



:



Nama penyedia layanan



:



Disiplin ilmu



:



Instruksi : Berilah tanda pada kotak yang paling memberi gambaran tentang frekuensi tingkah laku anak. Jawablah semua pernyataan. Jika anda tidak dapat berkomentar, karena anda belum mengamati tingkah laku tersebut atau anda percaya bahwa itu tidak berlaku bagi anak anda, berilah tanda X pada nomor tersebut. Jangan menulis di baris “total skor”. Gunakan kata berikut ini untuk menandai jawaban anda: Selalu



:



Jika mendapat kesempatan, anak anda selalu merespon dengan



sikap ini,



100%



:



Jika mendapat kesempatan, anak anda kadang kadang merespon dengan sikap ini, 0%.



Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Item 8. 9. 10. 11.



Sensitivitas Taktil



PernahTidak



Tidak pernah



PernahTidak



Jika mendapat kesempatan, anak anda kadang kadang merespon dengan sikap ini, sekitar 25% nya



Jarang



:



Jarang



Jarang



kadangKadang-



Jika mendapat kesempatan, anak anda kadang kadang merespon dengan sikap ini, sekitar 50% nya



kadangKadang-



:



Sering



Kadangkadang



Sering



Jika mendapat kesempatan,anak anda sering merespon dengan sikap ini, sekitar 75% nya



Selalu



:



Selalu



Sering



Merasa tertekan saat didandani ( misalnya, melawan atau menangis saat potong rambut, membasuh wajah, potong kuku) Lebih suka baju berlengan panjang saat hari panas, dan baju berlengan pendek saat cuaca dingin Menghindari bertelanjang kaki, khususnya di atas pasir atau rumput Bereaksi secara emosional dan agresif untuk menyentuh Menarik diri menghindari cipratan air Memiliki kesulitan berdiri dalam antrian atau berdiri dekat dengan orang lain Menggosok atau menggaruk bagian tubuh yang baru disentuh Total skor Sensitivitas Rasa/Bau Menghindari rasa tertentu atau bau makanan yang memang merupakan bagian dari menu makanan anak anak. Hanya mau makan makanan dengan rasa tertentu (sebutkan: ………………………………………….) Membatasi diri terhadap tekstur makanan tertentu atau suhu tertentu (sebutkan : ……………………………… ) Suka pilih pilih makanan, khususnya terkait tekstur makanan tertentu. Total skor



Item 28.



Terdistraksi/mudah teralih atau memiliki masalah untuk melakukan sesuatu jika gaduh di sekitarnya Tampak tidak mendengar apa yang anda katakan ( contohnya, tidak “selaras” dengan perkataan anda, tampak mengabaikan anda) Tidak dapat bekerja dengan suara suara di belakangnya (contohnya , kipas angin, kulkas) Memiliki masalah menyelesaikan tugas saat radio menyala Tidak merespon ketika namanya dipanggil tetapi anda tahu bahwa anak itu tidak memiliki masalah pendengaran Sulit memusatkan perhatian Total skor Energi rendah/ lemah (proprioseptif) Tampak memiliki otot yang lemah.



PernahTidak PernahTidak



Jarang Jarang



PernahTidak



27.



PernahTidak



25. 26.



Jarang



24.



Jarang



23.



kadangKadang-



22.



Sensitivitas Suara



kadangKadang-



Item



Sering



21.



Sering



17. 18. 19. 20.



Selalu



16.



Menikmati suara suara yang aneh, mencari cara untuk membuat suara gaduh hanya demi suara tersebut Senang bergerak dan ini memengaruhi rutinitas harian (contohnya , tidak dapat duduk tenang, gelisah) Menjadi bersemangat secara berlebihan selama aktivitas gerak Menyentuh orang dan obyek Tampak tidak terganggu saat wajah dan tangan kotor Pindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain, sehingga memengaruhi permainan. Membiarkan pakaian tergulung/ kusut di badan Total skor



Selalu



15.



kadangKadang-



Sulit merespon/mencari sensasi



kadangKadang-



Item



Sering



13. 14.



Kuatir atau tertekan saat kaki terangkat meninggalkan tanah/lantai Takut jatuh atau takut ketinggian. Tidak suka aktivitas dimana kepala berada di bawah ( misalnya, jungkir balik atau permainan kasar ) Total skor Sering



12.



Selalu



Sensitivitas Gerakan



Selalu



Item



34. 35. 36. 37. 38.



Sensitivitas auditori /pendengaran Merespon secara negatif terhadap suara ribut yang tidak diharapkan ( misalnya, menangis atau bersembunyi dari suara mesin penyedot debu, gonggongan anjing, pengering rambut) Menutup telinga untuk melindungi telinga dari suara Terganggu oleh cahaya terang setelah orang lain dapat beradaptasi terhadap cahaya. Menonton setiap orang yang bergerak di sekitar ruangan Menutup mata atau memicingkan mata untuk melindungi mata dari cahaya Total skor



PernahTidak



Item



Jarang



33.



kadangKadang-



32.



Sering



30. 31.



Mudah lelah khususnya saat berdiri atau tetap di satu posisi tubuh Memiliki genggaman yang lemah Tidak dapat mengangkat benda yang berat ( contohnya , lemah jika dibandingkan dengan anak seusianya) Menggunakan penopang untuk diri sendiri ( bahkan selama aktivitas) Daya tahan rendah/ mudah lelah Total skor Selalu



29.



Untuk diisi petugas Ringkasan Instruksi: Pindahkan skor ke dalam kolom skor tiap bagian. Cocokkan total skor dengan memberi tanda X pada kolom klasifikasi yang sesuai. (Performans Pada Umumnya (Typical Performance), Mungkin ada Perbedaan (Probable Difference), Pasti ada Perbedaan (Definite Difference)) Kunci jawaban: 1 = selalu



4 = jarang



2 = sering



5 = tidak pernah



3 = kadang-kadang Bagian



Skor total tiap bagian



Performans Pada



Mungkin ada Perbedaan



Pasti ada Perbedaan



Umumnya Sensitivitas Taktil



/35 35 ---------- 30



29 ---------- 27



26 ---------- 7



Sensitivitas Rasa/Bau



/20 20 ---------- 15



14 ---------- 12



11 ---------- 4



Sensitivitas Gerakan



/15 15 ---------- 13



12 ---------- 11



10 ---------- 3



Sulit merespon/mencari sensasi Filter Suara



/35 35 ---------- 27



26 ---------- 24



23 ---------- 7



/30 30 ---------- 23



22 ---------- 20



19 ---------- 6



Energi rendah/ lemah



/30 30 ---------- 26



25 ---------- 24



23 ---------- 6



Sensitivitas auditori/pendengaran



/25 25 ---------- 19



18 ---------- 16



15 ---------- 5



Total



/190 190 -------- 155 154 -------- 142 141 ------- 38