Referat Keratosis Obturans [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAGIAN THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR



REFERAT DESEMBER 2018



KERATOSIS OBTURANS



OLEH : Nadziefah Ghina Faiqah 10542050113



PEMBIMBING: dr. Yunida Andriani, Sp. THT-KL



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018



2



LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama



: Nadziefah Ghina Faiqah



NIM



: 10542050113



Judul Laporan Kasus



: Keratosis Obturans



Telah menyelesaikan Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.



Makassar, Desember 2018 Pembimbing,



(dr. Yunida Andriani, Sp. THT-KL)



3



KATA PENGANTAR



Assalamu Alaikum Wr. Wb. Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga Referat dengan judul “KERATOSIS OBTURANS” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya. Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Yunida Andriani, Sp. THT-KL yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan referat ini. Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan penulis secara khususnya. Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat Wassalamu Alaikum WR.WB. Makassar, Desember 2018



Penulis



4



BAB I PENDAHULUAN



Di Indonesia, gangguan pendengaran saat ini masih merupakan satu masalah yang dihadapi masyarakat. Salah satu penyakit atau keadaan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran yaitu Keratosis Obturans. Keratosis obturans merupakan keadaan yang tidak biasa di meatus auditorius externa yaitu terbentuknya akumulasi deskuamasi keratin pada kanalis auditorius externus. Dan pertama kali diketahui atau didokumentasikan pada abad ke-19. 1 Pada keratosis obturans ditemukan gumpalan epidermis di liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel yang berlebihan yang tidak bermigrasi kearah telinga luar. Pasien dengan keratosis obturans terdapat tuli konduktif akut, nyeri yang hebat, liang telinga yang lebih lebar, membrane timpani yang utuh tapi lebih tebal dan jarang ditemukan adanya sekresi telinga.2 Keratosis obturans merupakan keadaan yang sangat jarang didapatkan. Sebuah studi kasus mengatakan, frekuensi dari keratosis obturans yang telah diaporkan yaitu terjadi pada 4-5 diantara 1000 kasus barus otology.1



5



BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI



A. Anatomi Telinga Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi/mengenal suara & juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Secara anatomi telinga dibedakan atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Membran timpani memisahkan antara telinga luar dan telinga tengah.3



Gambar 1. Anatomi Telinga



6



Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu : 4 1. Telinga luar : Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi ke struktur – struktur telinga tengah. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna atau aurikel) dan liang telinga sampai membran timpani. 2. Telinga tengah : Di dalam telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes dan tuba eustachius. 3. Telinga dalam.: Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler



yang



terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis.



Nervus



vestibulocochlearis yang menghubungakan telinga dalam ke otak.



1. Telinga Luar Terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm. Daun telinga merupakan struktur tulang rawan yang berlekuk – lekuk dan dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan – lekukan ini dibentuk oleh heliks, antiheliks, tragus, antitragus, fossa skafoidea, fossa triangularis, konkha dan lobules. Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang datar. Tepi daun telinga yang melengkung disebut heliks. Pada bagian anterior



7



heliks terdapat lengkungan yang disebut antiheliks. Bagian superior antiheliks membentuk dua buah krura antiheliks dan bagian dikedua krura ini disebut fosa triangulari. Di depan anteheliks terdapat konka , yang terdiri atas dua bagian yaitu simba konka ,yang merupakan bagian antero superior konka yang ditutupi oleh krus heliks dan kavum konka yang terletak di bawahnya dan



di bagian



bawah krus heliks terdapat tonjolan kecil berbentuk segi tiga tumpul yang disebut tragus yang terletak di depan meatus akustikus eksterna.



Bagian di



seberang tragus dan terletak pada batas bawah anteheliks disebut antitragus. Daun telinga yang tidak memiliki tulang rawan yaitu incisura terminalis, terletak antara root of helix dan tragus dan lobules (lubang telinga) yang terletak dibagian bawah. 3,4



Gambar 2. Bagian bagian daun telinga (Pinna)



8



Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah saluran berbentuk tabung mulai dari dasar konka sampai membran timpani. Panjang dinding posterior MAE kurang lebih 24 milimeter.5 Posisi oblik dari membran timpani menyebabkan bagian posterosuperior MAE lebih pendek 6 millimeter daripada bagian anteroinferior.6 Bentuk MAE tidaklah lurus, bagian lateral MAE lebih ke arah posterosuperior, sedangkan bagian medial lebih ke arah anteroinferior.5 Meatus akustikus eksternus terdiri atas dua bagian yaitu bagian kartilago dan bagian tulang. Pertemuan antara bagian kartilago dan bagian tulang membentuk suatu penyempitan (ismus) yang merupakan bagian tersempit dari MAE.6 a. Bagian Kartilago Bagian kartilago dari MAE merupakan lanjutan dari kartilago aurikula. Bagian ini membentuk 1/3 luar dari MAE dengan panjang 8 milimeter. Terdapat dehisensi kartilago pada dinding anterior yang dikenal dengan fisura Santorini. Infeksi atau tumor MAE bisa menyebar ke kelenjar parotis atau sendi temporomandibula melalui dehisensi ini, atau sebaliknya.5,6 Epitel MAE merupakan kelanjutan dari epitel aurikula dan epitel membran timpani. Kulit pada bagian ini tebal (0,5-1 mm) dan mempunyai kelenjar serumen dan kelenjar pilosebaseus yang mensekresi serumen (earwax), seperti terlihat pada gambar 3. Rambut hanya terdapat pada bagian ini, sehingga furunkel hanya bisa terjadi pada sepertiga lateral dari MAE.3



9



Gambar 3. Potongan koronal MAE. Menunjukkan bagian kartilago dan bagian tulang dari MAE dan kulit yang melapisinya.6



b. Bagian Tulang Bagian tulang membentuk 2/3 sebelah medial dari MAE, dengan panjang kurang lebih 16 mm. Bagian anteroinferior terdapat cekungan yang disebut resesus anterior yang merupakan tempat menumpuknya cairan dan debris pada infeksi MAE dan telinga tengah. Pada bagian anteroinferior ini juga bisa terdapat dehisensi tulang yang disebut foramen Huschke yang memungkinkan penyebaran infeksi dari parotis dan sebaliknya. Dehisensi tersebut paling banyak ditemukan pada anak usia sampai empat tahun dan jarang pada dewasa.5 Kulit yang melingkupi bagian ini tipis dengan ketebalan kurang lebih 0,2 mm, dan berlanjut sampai membran timpani. Kulit yang tipis tersebut menyebabkan mudah terjadi trauma. Tidak terdapat folikel rambut dan kelenjar serumen pada bagian ini.5 Inervasi dinding anterior MAE oleh nervus aurikulotemporal (N. V3). Inervasi dinding posterior dan inferior oleh cabang auricular dari nervus vagus (N.



10



X). Dinding posterior juga mendapat inervasi dari serabut sensoris nervus fasialis (N. VII) melalui cabang aurikularis dari nervus vagus.5 Aliran limfa MAE merupakan saluran yang penting pada penyebaran infeksi dan neoplasma. Limfa dari bagian anterior dan superior MAE mengalir ke kelenjar limfa preaurikular dan kelenjar limfa leher dalam sebelah superior. Limfa dari bagian inferior MAE mengalir ke kelenjar limfa infraaurikular di dekat angulus mandibula. Bagian posterior MAE mengalir ke kelenjar limfa retroaurikular dan kelenjar limfa leher dalam superior.6 Untuk pembuluh darahnya sendiri, telinga luar mendapatkan suplai darah dari arteri auricular posterior dan arteri temporal superficial.3 Membran timpani adalah membrane fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap kebawah, depan, dan lateral. Pada cekungan yang paling dalam terdapat lekukan kecil yang disebut umbo terbaentuk oleh ujung manubrium mallei.Jika membrane terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan kerucut cahaya yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo. Daerah segitiga kecil pada membrane timpani yang diabatasi oleh plika-plika disebut pars flaksida, sedangkan bagian lainnya disebut pars tensa.Membran timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya disarafi oleh nervus aurikulotemporalis dan ramus aurikularis nervi vagi.3



11



Gambar 4. Membran Tympani B. Fisiologi Pendengaran Proses mendengar ini terdiri dari dua macam proses yaitu proses konduksi dan proses sensorineural. Yang pertama adalah proses konduksi. Pada proses konduksi disini gelombang bunyi dikumpulkan dan ditentukan arahnya oleh aurikulum; kemudian diteruskan dan diresonansi melalu meatus akustikus eksternus (MAE); kemudian diteruskan ke mambrana timpani dan tulang-tulang pendengaran (meleus, inkus, stapes setelah itu dilanjutkan dengan proses sensorineural.4,7,8



Gambar 5. Fisiologi Pendengaran



12



Pada proses sensorineural disini terdiri dari proses yang terjadi pada koklea dan retrokoklea. Dimulai dari proses pada koklea yaitu gerakan cairan perilimfe yang terdapat pada skala timpani dan skala vestibuli yang akan menggetarkan membrana reisner yang akan mendorong endolimfe sehingga menjadikan gerakan relatif terhadap membrana basilaris dan membrana tektoria. Gerakan-gerakan ini merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menyebabkan proses depolarisasi pada sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius (n. koklearis, n. akustikus) yang akan meneruskan impuls listrik ke nukleus auditorius di batang otak sampai ke pusat pendengaran korteks serebri lobus temporalis (Wernike) area 39-40.4,7,8



13



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



A.



Keratosis Obturans



1. Definisi Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi lapisan keratin epidermis pada liang telinga, berwarna putih seperti mutiara, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Penyakit ini tidak mengenai bagian kartilagenous meatus auditorius eksternus. Secara khas, lesi ini hanya terbatas pada meatus, tanpa menyebabkan destruksi tulang. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan destruksi bagian tulang meatus auditorius eksternus.5,9 Keratosis obturans biasanya bilateral dan dapat disertai bronkiektasis dan sinusitis kronis. Pasien datang dengan keluhan nyeri dan gangguan pendengaran. Walaupun dapat diamati pelebaran liang telinga serta hiperplasia dan radang epitel dan subepitel, namun tidak ada erosi tulang. Kondisi ini diduga disebabkan oleh produksi epitel dan sumbat skuamosa yang berlebihan atau migrasi epitel yang salah. 4,5,6,8 Keratosis obturans sebenarnya telah diperkenalkan oleh Wreden pada tahun 1874 untuk membedakannya dengan impaksi serumen. Penyakit ini juga harus dibedakan dari kolesteatoma primer yang ditandai dengan invasi jaringan skuamosa dari telinga bagian tengah yang disertai dengan erosi dan destruksi tulang. Piepergerdes dan rekannya pada tahun 1980 menyatakan bahwa keratosis obturans dihasilkan oleh penyakit pada kulit meatus auditorius



14



eksternus sedangkan penyakit pada tulang meatus auditorius eksternus merupakan dasar bagi kolesteatoma pada meatus auditorius eksternus.9,10



2. Epidemiologi Keratosis obturans merupakan keadaan yang sangat jarang didapatkan. Sebuah studi kasus mengatakan, frekuensi dari keratosis obturans yang telah diaporkan yaitu terjadi pada 4-5 diantara 1000 kasus barus otology.1 Keratosis obturans pada umumnya terjadi pada pasien usia muda antara umur 5-20 tahun dan dapat menyerang satu atau kedua telinga.5,9 Selain itu, ada juga yang berpendapat keratosis obturans terlihat pada pasien yang lebih muda biasanya kurang dari 40 tahun dan bilateral pada 50% kasus.11 Morrison melaporkan bahwa terdapat 50 kasus keratosis obturans pada tahun 1956 dimana 20 pasien berumur 5-9 tahun, 15 pasien berumur antara 9 ± 19, dan 15 pasien berumur antara 20 ± 59 tahun. Black and Clayton melaporkan terjadinya keratosis obturans pada anak-anak pada tahun 1958 dengan insidens 90% terjadi secara bilateral.8,9 3. Etiologi Pada keratosis obturans ditemukan gumpalan epidermis di liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel yang berlebihan yang tidak bermigrasi kearah telinga luar.2 Etiologi keratosis obturans hingga saat ini belum diketahui. Namun, mungkin disebabkan akibat dari eksema, seboroik dan furonkulosis. Penyakit ini kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik.5,8,9



15



4. Patogenesis Keratosis obturans terjadi karena migrasi abnormal epitel pada lapisan kulit liang telinga. Secara normal, epitel dari permukaan membran timpani pars flaksida bermigrasi turun ke pars tensa dan kemudian bergerak secara inferior melewati membran timpani. Namun, pergerakan sel epitel pada penyakit ini nampak terbalik. Kegagalan migrasi ini atau adanya obstruksi pada saat migrasi yang disebabkan oleh lapisan keratin menyebabkan akumulasi debris epitel pada meatus bagian dalam. Hal ini sesuai dengan studi tentang kulit normal pada telinga luar yang dilakukan oleh Alberti (1964) menunjukkan bahwa secara normal terdapat migrasi epitel dari membran timpani ke meatus auditorius eksternus. Menurut Paparella dan Shumrick, keratosis obturans dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : produksi berlebihan dari sel epitel, kegagalan migrasi epitel kulit dan ketidakmampuan mekanisme pembersihan diri oleh meatus auditorius eksternus.9 Selain itu penyebab keratosis obturans adalah terjadinya inflamasi kronik. Penyebab inflamasi karena adanya virus, jamur, maupun parasit akibat mekanisme keratosis obturans yang terjadi sebelumnya. 10



Mekanisme pembersihan diri oleh meatus auditorius eksternus merupakan



hasil dari kordinasi proses maturasi keratin dan migrasi sel ke luar. Pada keratosis obturans, mekanisme ini tidak berfungsi. 9 Penyakit ini kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik. Berkaitan dengan penemuan ini menyebabkan munculnya hipotesis bahwa adanya pus menstimulasi sistem refleks simpatis dari cabang



16



trakeobronkial untuk merangsang reflex sekresi serumen yang menyebabkan obstruksi oleh keratin dan pembentukan sumbat epidermal. 9



5. Klasifikasi Hawke dan Shanker membagi dua jenis dari keratosis obturans.  Jenis pertama adalah inflamasi kronis yang berkaitan dengan jaringan subepitelial dan hal ini bertanggung jawab terhadap hyperplasia epithelium dan pembentukan material skuamous di kanal eksterna. 



Pada jenis lain yakni silent type tidak terdapat inflamasi pada kulit di sepanjang kanal auditori. Hal ini terjadi bilateral dan dapat dihubungkan dengan penyakit keturunan atau penyakit didapat.9



Grade I



Nyeri ringan ± telinga tersumbat dengan adanya akumulasi keratin yang diselimuti oleh matriks yang melekat ketat; tidak ada ekspansi saluran eksternal (Gambar 1 )



Grade II



Nyeri sedang hingga berat ± tuli konduktif; kehadiran keratin yang terakumulasi oleh matriks yang melekat ketat dengan ekspansi ringan dari kanal tulang (panah) di hadapan keratosis obturans (Gbr. 2 )



Grade III



Nyeri sedang hingga berat ± tuli konduktif; kehadiran keratin yang terakumulasi oleh matriks yang melekat erat dengan kanal tulang yang diperluas (panah a) dengan jaringan granulasi (panah b) di persimpangan osteo-cartilaginous (Gbr. 3 )



Kelas IV



Kehadiran akumulasi keratin diselimuti oleh matriks ketat patuh (tingkat III) dengan paparan sel-sel udara mastoid dengan / tanpa keterlibatan nervus facialis Tabel 1. Klasifikasi Keratosis Obturans10



17



Tidak ada pelebaran kanal yang terlihat setelah membersihkan matriks yang melekat ketat (kelas I)



Pelebaran kanal tulang terlihat pada arah inferior (setelah keratosis obturans dihilangkan) seperti yang ditunjukkan (kelas II)



Kehadiran matriks dan keratin (belum sepenuhnya dihapus). Juga menunjukkan kanal tulang "melebar" ( panah a ). Jaringan granulasi ( b ) terlihat di persimpangan osteokartilago ( panah ) (tingkat III)



Gambar 6. Klasifikasi Keratosis Obturans10



Tidak didapatkan derajat IV pada penelitian. . Dalam hampir setiap kasus dalam pengamatan, tahap dominan didapatkan adalah kelas II (19,4%) dan III (68,7%).10



18



6. Gejala Klinis Gejala klinis yang dapat timbul pada penyakit ini adalah tuli konduktif ringan- sedang, nyeri telinga yang hebat, liang telinga yang lebih lebar, membran timpani yang utuh tapi lebih tebal dan tinnitus serta jarang ditemukan otorea. Gangguan pendengaran dan nyeri telinga yang hebat disebabkan oleh desakan gumpalan epitel berkeratin di liang telinga.1,2,9,10 Selain itu, nyeri telinga juga bisa disebaban akibat adanya peradangan yang terjadi pada massa keratin.12 7. Diagnosis Anamnesis Riwayat otologi harus diperoleh dalam rangka untuk mengetahui gejala awal keratosis obturan. Gejala yang paling umum adalah kehilangan pendengaran, otalgia yang hebat, otorea dan tinnitus yang bilateral disertai dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik. 4,9 Pemeriksaan Fisis Selain pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan otologi menjadi perhatian khusus. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam, perubahan status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan petunjuk kearah komplikasi.9 Pada inspeksi, tampak terlihat adanya obstruksi di sepanjang membrane timpani pada meatus auditorius eksternus oleh gumpalan debris keratin berwarna putih yang berisi serumen berwarna coklat pada bagian tengah. Adanya gumpalan keratin dalam meatus auditorius eksternus meningkatkan



19



tekanan pada dinding meatus sehingga terjadi remodeling tulang. Hal ini menyebabkan pelebaran tulang pada MAE yang disertai oleh inflamasi epithelium.



Gambar 7. Massa keratin yang dikeluarkan dari telinga pasien1



Gambar 8. Normal membrane timpani telinga kiri13



Gambar 9. Massa keratin yang berada di liang telinga pasien13



20



Walaupun dapat diamati peiebaran liang telinga serta hiperplasia dan radang epitel dan subepitel, namun tidak ada erosi tulang.8 Pada pasien dengan keratosis obturans terdapat gejala dengan penurunan pendengaran akibat tuli konduktif. Setiap masalah di telinga luar atau tengah yang mencegah terhantarnya bunyi dengan tepat dinamakan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran konduktif biasanya pada tingkat ringan atau menengah, pada rentang 25 hingga 65 desibel. Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala 512 Hz dilakukan untuk mengetahui tuli konduksi dan dibandingkan dengan pemeriksaan audiometri.9



Gambar 10. Pemeriksaan tes pendengaran Rinne dan Weber



21



Pemeriksaan penunjang - Radiologi: Pada CT-Scan tulang temporal dapat memperlihatkan erosi dan pelebaran meatus.



Gambar 11. Ct Scan Keratosis obturans9



- Histopatologi: Sumbatan keratin pada keratosis obturans terlihat seperti garis geometric di dalam meatus auditorius eksternus yang terlihat seperti gambaran onion skin. Gambaran patologi ini dihubungkan denagan adanya hyperplasia di bawah epithelium dan adanya inflamasi kronik pada jaringan subepitelium.9



Gambar 12. Histopatologi Keratosis obturans9



22



8. Penatalaksanaan Terapi yang dianjurkan pada keratosis obturans adalah pengangkatan sumbat dan penanganan proses radang.8 Pengobatan pada keratosis obturans berupa pengangkatan deskuamasi epitel squamous. Selain itu, dapat dilakukan operasi dengan general anestesi untuk debridement, canal plasty dan timpanomastoidektomi dapat dilakukan untuk mencegah berlanjutnya erosi tulang.4,9 Penyakit ini biasanya dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan liang telinga secara periodik setiap 3 bulan, mengurangkan akumulasi debris. Pemberian obat tetes telinga dari campuran alkohol atau gliserin dalam peroksid 3%, tiga kali seminggu sering kali dapat menolong. Kortikosteroid local bisa diberikan untuk mengurangi inflamasi.9,14 Diharapkan setelah telinga pasien dibersikan, pemasangan tampon pada MAE dengan antibiotic serta kortikosteroid dapat dilakukan untuk mengurangi inflamasi.9,12 Pada pasien yang telah mengalami erosi tulang liang telinga, seringkali diperlukan tindakan bedah dengan melakukan tandur jaringan ke bawah kulit untuk menghilangkan gaung di dinding liang telinga. Yang penting ialah membuat agar liang telinga berbentuk seperti corong, sehingga pembersihan liang telinga secara spontan lebih terjamin.9



23



9. Differential Diagnosis Keratosis obturans dan kolesteatoma eksterna dianggap sebagai penyakit yang sama proses terjadinya, oleh karena itu sering tertukar penyebutannya. Kolesteatoma adalah lesi (massa) kistik yang dibatasi oleh epitel skuamus berlapis berkeratin dan berisi debris keratin yang terdapat pada tulang temporal (telinga tengah, apex petrosa dan MAE). Lesi ini bersifat mengerosi tulang Kolesteatoma MAE adalah invasi jaringan epitel skuamosa ke dalam tulang MAE yang bersifat lokal. Erosi biasanya terjadi pada tulang dinding inferior dan posterior MAE.9 Pada kolesteatoma eksterna pasien dating dengan keluhan otore dan nyeri tumpul menahun. Hal ini disebabkan oleh invasi kolesteatoma ke tulang yang menimbulkan periosteitis. Pendengaran dan membrane timpani biasanya normal. Kolesteatoma eksterna biasa terjadi unilateral dan pada usia tua.2 Erosi tulang liang telinga ditemukan pada keratosis obturans dan juga kolesteatoma eksterna, hanya saja pada keratosis obturans, erosi tulang yang terjadi menyeluruh sehingga tampak liang telinga menjadi luas. Sementara pada



kolesteatoma



eksterna



erosi



tulang



terjadi



posteroinferior.2



Gambar 13. Kolesteatoma Eksterna13



hanya



di



daerah



24



Perbedaan kolesteatoma eksterna dan keratosis obsturans2



10.



Komplikasi Keratosis



obturans



dapat



menyebabkan



erosi



tulang



termasuk



automastoidectomy, yaitu lesi (massa) kistik yang dibatasi oleh epitel skuamous berlapis berkeratin dan berisi debris keratin yang terdapat pada tulang temporal dimana lama kelamaan akan membesar dan merusak dinding tulang MAE sampai ke tulang mastoid.9



Gambar 14. Automastoidectomy akibat keratosis obturans



25



BAB IV KESIMPULAN



Pada keratosis obturans ditemukan gumpalan epidermis di liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel yang berlebihan yang tidak bermigrasi ke arah telinga luar. Terdapat tuli konduktif akut, nyeri yang hebat, liang telinga yang lebih lebar, membran timpani yang utuh tapi lebih tebal dan jarang ditemukan adanya sekresi telinga. Erosi tulang liang telinga ditemukan pada keratosis obturans dan pada kolesteatoma eksterna. Hanya saja pada keratosis obturans, erosi tulang yang terjadi menyeluruh sehingga tampak liang telinga menjadi lebih luas. Sementara pada kolesteatoma eksterna erosi tulang terjadi hanya di daerah posteroinferior. Terapi yang dianjurkan pada keratosis obturans adalah pengangkatan sumbat dan penanganan proses radang. Penyakit ini biasanya dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan liang telinga secara periodik.



26



DAFTAR PUSTAKA



1. Nasrat Al-Juboori, Ahmad. Austin Journal of Otolaryngology. Case Report. Keratosis Obturans : A Rare Cause of Facial Nerve Palsy. Department of Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgeon, Al-Iraqia University: Iraq. 2015. 2. Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. Dalam Soepardi EA, Iskandarb N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-7. Jakarta : Balai penerbit FK UI; 2015.hal.55. 3. Keith L. Moore, MSc, PhD, DSc, FIAC, FRSM, FAAA. MOORE : Essential Clinical Anatomy Fifth Edition. Philadelpia : Wolters Kluwer Health. 2015 p 566,567,568 4. Maqbool Mohammad. Textbook of Ear, Nose and Throat Disease. Eleventh Edition. Jaypee Brothers. New Delhi. 2007. Pg 7,23 5. Dhingra PL, ed. Diseases of Ear, Nose and Throat. 6th ed. New York: Elsevier; 2000. p. 1-4, 54 6. Gacwk RR, Gacek MR. Anatomy of the auditory and vestibular systems. In: Snow JB, Ballenger JJ, eds. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th ed. Ontario: BC Decker Inc; 2003. p. 1-3,6 7. Soetirto, Indro. Hendarmin, Hendarto. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Soepardi EA, Iskandarb N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke7. Jakarta : Balai penerbit FK UI; 2012. Hal. 10-14. 8. Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997. Pg. 35-37 9. Chusnu Romdhoni, Achmad. BIOMOLECULAR AND HEALTH SCIENCE JOURNAL. Keratosis Obturans Management. Department of Otorhinolaryngology-Head and Nech Surgery, Faculty of Medicine



27



Universitas Airlangga - Dr. Soetomo General Hospital Surabaya, Indonesia: April, 2018. 10. Chong, A. W. Keratosis Obturans: A Disease of the Tropics?. Association of Otolaryngologists of India. India: 2017. 11. Cheng, Jeffrey Dr. et al. Keratosis Obturans. Radiology Reference Article. Radiopaedia.org Dapat



diakses



:



https://radiopaedia.org/articles/keratosis-obturans



(10/12/2018) 12. Roland, peter S. Disorders of the External Auditory Canal: Keratosis Obturans. J Am Acad Audiol 8. 1997. Pg. 374-375 13. Unknown. Common Pathologies of the Ear: Keratosis Obturans. Pg. 1,26 14. Mosa Mokhatrish, Mohammad. Scholars Journal of Applied Medicall Sciences.



Keratosis



Obturans:



Review



Article.



Department



of



Otorhinolaryngology, Prince Mohammed bin Abdulaziz Hospital, Riyadh, Saudi Arabia. 2018.