LP Keratosis Seboroik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Keratosis Seboroik merupakan tumor jinak pada kulit yang dapat muncul di seluruh daerah tubuh umumnya terjadi pada orang tua atau lanjut usia. Kelainan kulit ini seringkali muncul di daerah yang berambut seperti wajah, leher, punggung namun jarang terjadi di daerah mukosa, telapak tangan, dan telapak kaki. Awalnya keratosis seboroik muncul sebagai benjolan kecil yang kasar. Kemudian perlahan-lahan menebal dan pada permukaan muncul seperti kutil. Warnanya dari putih sampai ke hitam, namun kebanyakan berwarna coklat. Dahulu, keratosis seboroik dikatakan seringkali muncul pada individu dengan usia sekitar 40 tahun, tetapi pada beberapa kasus dijumpai pula penderita



di usia muda sehingga kini tidak bisa lagi dikatakan sebagai



keratosis senilis karena semua kalangan umur berpotensi terkena penyakit kelainan kulit ini. B. Etiologi Penyebab pasti dari keratosis seboroik belum diketahui. Ada pendapat yang mengatakan bahwa faktor keturunan memegang peranan penting. Pada individu yang mempunyai predisposisi genetik, pembentukan keratosis seboroik juga dapat dipacu oleh kerusakan aktinik ( actinic damage ) dan kadang - kadang bentuk lesi kulit yang lain seperti drug eruption. Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar sinar matahari secara kronis yang menjadi penyebabnya. Proses terjadinya disebabkan oleh efek kumulasi dari energi radiasi sinar matahari. Sebagian besar kasus menyerang mereka yang berkulit putih dan terpapar sinar matahari. Etiologi dari keratitis seboroik hingga saat ini belum diketahui. Namun, kelainan kulit ini tidak berpotensi berubah menjadi ganas. Peranan genetik, paparan sinar matahari, dan infeksi merupakan beberapa faktor yang diduga terlibat didalamnya. Banyak penderita dalam keluarganya memiliki riwayat penyakit serupa. Diduga adanya ketidakteraturan pengaturan penanda apoptosis



1



p52 dan Bcl-2, meskipun tidak ada lokus genetik atau ketidakseimbangan kromosom yang dideteksi hingga saat ini. Keratosis seboroik sesungguhnya dapat dengan mudah diatasi, jika prosedur dilakukan dengan baik bahkan bisa meminimalisasi bekas luka atau skar. Sebagian besar kasus penderita dengan



keratosis seboroik ditemui



dengan kualitas hidup yang baik C. Patofisiologi Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi reseptor immunoreactive growth hormone di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis seboroik. Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalan meng-encode reseptor tyrosine kinase FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada beberapa tipe keratosis seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis dalam patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta dalam memberikan sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40% keratosis seboroik akantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid. Keratosis seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sebagai salah satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik. D. Tanda dan Gejala Awitan keratosis seboroika biasanya di mulai dengan lesi datar, berwarna coklat muda, berbatas tegas, dengan permukaan seperti beludru sampai verukosa halus, diameter lesi bervariasi antara beberapa mm sampai 3 cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan member gambaran yang khas yaitu



2



menempel (stuck on) pada permukaan kulit. Lesi yang telah berkembang akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak. Predileksi tumor terutama pada daerah seboroika yaitu : dada, punggung, perut, wajah dan leher. Keratosis seboroik dapat terjadi pada seluruh permukaan kulit. Walaupun demikian, paling sering ditemukan pada wajah, punggung, daerah sternal, ekstremitas, dan daerah yang meradang. Bila terdapat lesi multipel, biasanya penyebarannya adalah bilateral dan simetris. Keratosis seboroik tampak sebagai lesi multipel berupa papul atau plak yang agak menonjol, namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi ini biasanya diliputi oleh kulit kering yang agak berminyak dan biasanya mudah lepas. Lesi biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun kadang kadang juga dapat ditemukan yang berwarna hitam atau hitam kebiruan. Permukaan lesi biasanya berbenjol- benjol. Pada lesi yang memiliki permukaan halus biasanya terkandung jaringan keratotik yang menyerupai butiran gandum.



Gambar 1. Lesi soliter keratosis seboroik Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan terus bertambah seiring dengan bertambahnya usia.



3



Gambar 2. Gambaran klinis keratosis seboroik pada leher Keratosis seboroik biasanya tidak memberikan gejala, namun kadang kadang dapat menjadi gatal dan meradang. Pada beberapa individu lesi dapat bertambah besar dan tebal, namun jarang lepas dengan sendirinya. Trauma atau penggosokan dengan keras dapat menyebabkan bagian puncak lesi lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Tidak ada tendensi untuk berubah ke arah keganasan. Ada 2 jenis keratosis seboroik. Yang pertama adalah keratosis seboroik teriritasi yang memberikan gejala berupa lesi yang eritematosa dan kadang kadang gatal. Yang kedua adalah dermatosis papulosa nigra yang biasanya muncul pada individu yang berkulit hitam. Lesi tampak sebagai papul berwarna coklat kehitaman dalam berbagai ukuran. Biasanya ditemukan di wajah dan leher. E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan karakteristiknya. Sarang-sarang sel skuamosa kadang dijumpai, terutama pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi pada pewarnaan hematoksilin-eosin.



4



Secara histopatologis terlihat adanya akantosis, pemanjangan dari badan interpapilari, dan pembentukan kista epitelial kecil yang disebabkan oleh invaginasi dari epidermis. Hanya terlihat sedikit sel mitosis.Biasanya terlihat sedikit reaksi peradangan pada kulit.



Gambar 3. Gambaran histopatologis keratosis seboroik Keratosis seboroik harus dibedakan dengan keratosis senilis. Keratosis seboroik terletak lebih superfisial dan lebih lunak dari keratosis senilis, serta lebih mudah untuk dilepaskan. Untuk membedakannya dengan melanoma, biopsi kulit perlu dilakukan. Biopsi akan menunjukkan adanya hiperplasia papilaris epidermal dan melanosit papilaris. Setidaknya ada 5 gambaran histologi yang dikenal : acanthotic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic (papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai 1. Tipe acanthotic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan campuran horn cyst.



Gambar 4. Keratosis seboroik tipe akantotik



5



2. Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.



Gambar 5. Tipe retikuler 3. Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis, papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa.



Gambar 6. Tipe hiperkeratotik 4. Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal. 5. Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat, dengan gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada dasar lesi yang menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik. Kadangkala terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid, jarang terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat.



6



Gambar 7. Tipe irritated Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel basaloid yang kecil berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok- kelompok melanososm yang sering membatasi membran dapat ditemukan di antara sel.



F. Komplikasi



a. Skar b. Perubahan warna c. Pembuangan tidak lengkap d. Rekurens G. Penatalaksanaan Tidak ada penanganan spesifik pada keratosis seboroik karena tidak adanya tendensi untuk berubah menjadi keganasan. Jika lesi tidak memberikan gejala, pengangkatan tidak penting, namun jika memberikan gejala atau tidak dapat diterima dari segi kosmetik, dapat diangkat. Sebelum dilakukan pengangkatan, pasien harus diberi informasi bahwa lesi baru akan terus muncul. Penanganan dapat berupa medikamentosa dan pembedahan, yang akan dibicarakan lebih lanjut dibawah ini :



7



a) Medikamentosa  Keratolytic agent Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang, lunak, maserasi kemudian deskuamasi. 1. Amonium lactat lotion Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang mempunyai daya keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan 5% strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi muka karena menjadikan sel-sel keratin tidak beradesi. 2. Trichloroacetic acid Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan iritasi



lokal.



Pengobatan



keratosis



seboroik



dengan



100%



trichloroacetic acid dapat menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli. Terapi topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari dalam 16 minggu menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15 pasien. b) Terapi Bedah 1. Krioterapi Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan sel-sel kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. Pada keratosis seboroik bila pembekuan terlalu dingin maka dapat



menimbulkan



skar



atau



hiperpigmentasi,



tetapi



apabila



pembekuan dilakukan secara minal diteruskan dengan kuretase akan memberikan hasil yang baik secara kosmetik.



8



2. Terapi Bedah listrik Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik boiakbalik berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi,



elektroseksi



atau



elektrotomi,



elektrolisis



den



elektrokauter.  Elektrodesikasi Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa jaringan parut.



3. Laser CO2 Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas



9



tertentu terhadap suatu bahan/target. Oleh karena memiliki sel target dan tidak memiliki efek radiasi sebagaimana sinar lainnya, ia dapat digunakan untuk tujuan memotong jaringan, membakar jaringan pada kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Sebagai pengganti pisau bedah konvensional, memotong jaringan sekaligus membakar pembuluh darah sehingga luka praktis tidak berdarah saat memotong. 4. Bedah scalpel Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik. H. Prognosis Keratosis seboroik merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi kesehatan individu. Lesi keratosis seboroik umumya tidak mengecil namun akan bertambah besar dan tebal seiring dengan waktu, dan tidak berubah menjadi ganas.



10



BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian Identitas Klien Nama



:



MR



:



Masuk ke RS



:



Tanggal Lahir



:



Umur



:



Jenis kelamin



:



Agama



:



Alamat



:



Keluhan utama Penderita mengeluh gatal-gatal pada daerah



yang terdapat lesi seperti



wajah,leher, punggung, bahu. Terkadang klien mengeluh dari segi kosmetik.b Pengkajian Riwayat Kesehatan 



Riwayat kesehatan sekarang Pada beberapa kasus penderita penyakit keratosis seborik menampakkan gejala yang diawali dengan lesi datar, berwarna cokelat muda, berbatas jelas dengan permukaan seperti beludru sampai verukosa halus dan lamakelamaan akan menebal dan memberi gambaran yang khas yaitu







menempel pada permukaan kulit. Riwayat kesehatan keluarga Keratosis seboroik tidak menular, namun ditengarai merupakan kasus yang diturunkan.



11







Riwayat kesehatan dahulu 1. Keadaan umum Secara umum pasien dengan keratosis seboroik dalam kondisi sadar (composmentis) 2. Kebutuhan dasar a. Rasa aman dan nyeri Penderita mengeluh gatal pada daerah yang muncul, seperti wajah, leher, punggung, bahu, daerah sternal, ekstremitas. Terkadang nyeri juga dapat dirasakan apabila muncul lesi sekunder akibat garukan/ penggosokan yang keras. b. Nutrisi Kebutuhan nutrisi pada pasien keratosis seboroik pada umumnya tidak



mengalami gangguan. Tidak ada makanan tertentu yang



dikonsumsi yang dapat menimbulkan penyakit. c. Kebersihan perorangan  Kepala Keadaan kulit kepala dan rambut bersih  Kuku Keadaan kuku secara umum pasien keratosis seboroik bersih karena tidak dipengaruhi oleh penyakit  Badan Penyakit ini terutama terdapat di daerah wajah, leher, punggung, bahu, bagian ekstremitas, dsb. Lesi yang muncul kadang menimbulkan gejala pruritus atau peradangan. d. Cairan Pasien keratosis seboroik secara umum tidak mengalami gangguan kebutuhan nutrisi e. Aktivitas dan latihan Pasien keratosis seboroik tidak mengalami gangguan dalam bergerak dan beraktivitas. f. Eliminasi Keratosis seboroik secara umum tidak mempengaruhi proses BAB dan BAK. g. Oksigenasi



12



Pada pasien keratosis seboroik umumnya tidak mengalami gangguan pola kebutuhan oksigen h. Tidur dan istirahat Pola tidur keratosis seboroik biasanya mengalami gangguan karena gatal. i. Neurosensori Status mental tereorientasi, j. Seksualitas Pada pasien keratosis seboroik,umumnya



tidak



mengalami



gangguan seksualitas B. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit 2. Pruritus yang berhubungan dengan iritasi derma 3. Nyeri akut b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang 4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder akibat penyakit C. Rencana Keperawatan 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit Tujuan



: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan



kondisi kulit klien menunjukkan perbaikan Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan: 



Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.







Berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit.



Intervensi : a. Kaji atau catat ukuran, warna, keadaan luka/kondisi sekitar luka Rasional : memberikan informasi dasar tentang penanganan kulit b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk lesi Rasional : mencegah agar luka tidak bertambah parah c. Anjurkan kepada klien untuk mencegah kekeringan kulit dan mengurangi aktivitas Rasional : kulit yang kering memperburuk keadaan luka



13



d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topikal. Rasional: Untuk mengurangi lesi yang bertambah parah 2. Nyeri b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang Kriteria Hasil: - Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol. - Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks. - Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat. Intervensi: a.



Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10 ) Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.



b.



Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guidedimagery. Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien dari nyeri.



c.



Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.



3. Pruritus yang berhubungan dengan lesi kulit. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan keluhan gatal pasien dapat berkurang Kriteria Hasil:  Melaporkan gatal berkurang/ terkontrol.  Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.  Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat Intervensi: a. Kaji kondisi lesi pada daerah yang dirasakan gatal Rasional : Untuk menilai derajat kerusakan kulit akibat adanya lesi b. Anjurkan untuk meningkatkan higienis harian



14



Rasional : Mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun akan membuang sisa debris pada kulit sehingga akan menurunkan respon gata c. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk lesi Rasional : menggaruk lesi dapat memperparah kondisi lesi d. Kolaborasi dalam pemberian obat antihistamin Rasional : dapat mengurangi rasa gatal



4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder akibat penyakit. Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan citra tubuh. Kriteria hasil : a. Gambaran diri baik No 1.



2. 3.



4. 5



Intervensi Rasional Dorong klien untukMencegah penularan bakteri yang menghindari semua bentukdapat memperparah infeksi pada lesi friksi (menggaruk dengankulit tangan) pada kulit Health education mengenaiPerawatan kulit yang benar perawatan kulit dengan bersihmengurangi resiko terakumulasinya dan benar. kotoran di kulit Anjurkan pasien untukDapat meningkatkan iritasi. menghindari krim kulit apapun, salep, dan bedak kecuali di izinkan dokter. Health education mengenaiPilihan pengobatan yang sesuai dan pengobatan dan discharge kepatuhan mempercepat planning rawat jalan penyembuhan Kolaborasi pengobatanProgram penyembuhan menggunakan laser dan alternative krim penyamar 15



b.



Keseimbangan antara ke-adaan tubuh dan idealisme, serta perilaku



c.



Bisa menerima perubahan penampilan tubuh



d.



Menerima perubahan status kesehatan



No 1.



2.



3.



4.



Intervensi Rasional Bantu klienBeberapa pasien memandang situasi sebagai mendiskusikan tantangan, beberapa sulit menerima perubahan perubahan yang terjadihidup/penampilan peran dan kehilangan karena penyakitnya kemampuan control tubuh sendiri. Bantu klienMemberikan bantuan positif bila perlu mendeskripsikan agar memungkinkan pasien merasa senang perubahan tubuh yangterhadap diri diri sendiri, menguatkan perilaku sering terjadi danpositif, meningkatkan percaya diri. berikan dukungan positif. Health education klienMembantu meningkatkan perilaku positif. untuk memperbaiki citra diri , seperti merias dan merapikan diri. Identifikasi kopingKoping keluarga yang efektif mampu keluarga dalammembantu untuk mempertahankan perasaan merespon perubahanharga diri klien. kondisi klien



DAFTAR PUSTAKA 1.



Balin,



K.A.,



2009. Seborrheic



Keratosis.



Diakses



dari



http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview 2.



Benign Skin Tumor, in Clinical Dermatology : A Colour Guide to Diagnosis & Therapy, T.P. Habif, Editor 2004, mosby: USA. p. 698-706.



16



3.



Doenges, E. Marylinn, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan PedomanUntuk Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3 Cetakan I. 2000



4.



Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta : EGC



5.



Seborrheic keratoses. American Academy of Dermatology, 2010.



6.



Siregar, R.A., 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC



7.



Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. (edisi 8). Alih bahasa: Agung Waluyu. Jakarta: EGC.



8.



Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC



17