Referat Malaria & Kehamilan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT MALARIA DALAM KEHAMILAN



Disusun Oleh Madame Arum Nurilla, S.Ked J510155029



Pembimbing: Dr. Ratna Widyastuti, Sp.Og



KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD Dr. HARJONO KABUPATEN PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015



REFERAT MALARIA DALAM KEHAMILAN Yang diajukan oleh : Madame Arum Nurilla, S.Ked J510155029 Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi Dokter Pada hari



, tanggal



November 2015



Pembimbing: dr. Ratna Widyastuti, Sp.OG



(............................)



Dipresentasikan dihadapan dr. Ratna Widyastuti, Sp.OG



(............................)



Kabag. Profesi Dokter dr. Dona Dewi Nirlawati



(............................)



KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD DR. HARJONO PONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015



BAB I PENDAHULUAN



Infeksi malaria sampai saat ini masih merupakan masalah klinik di Negara-negara berkembang terutama Negara yang beriklim tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia penyakit malaria masih merupakan penyakit infeksi utama dikawasan Indonesia bagian timur. Infeksi ini dapat menyerang semua masyarakat, temasuk golongan yang paling rentan seperti wanita hamil. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax, P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 40% atau lebih dari 2.400 juta penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria dan perkiraan prevalensi antara 300-500 juta kasus klinis setiap tahunnya, dengan angka kematian yang dilaporkan mencapai 1-1,5 juta penduduk pertahun. Wanita hamil lebih mudah terinfeksi malaria dibandingkan dengan populasi umumnya, selain mudah terinfeksi wanita hamil juga mudah mengalami infeksi yang berulang dan komplikasi berat yang mengakibatkan kematian. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kelemahan imunitas tubuh dan penurunan imunitas yang didapat di daerah endemik malaria. Perempuan hamil di daerah endemis malaria dapat mengalami berbagai konsekuensi dari infeksi malaria termasuk anemia maternal, akumulasi parasit di plasenta, berat lahir rendah akibat prematuritas dan Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), terpaparnya janin dengan parasit serta infeksi kongenital, dan kematian bayi yang berhubungan dengan berat lahir rendah baik oleh karena preterm maupun PJT. Dari sekian banyak perempuan hamil yang tinggal di daerah endemik malaria, hanya sedikit yang memiliki akses pada intervensi yang efektif. Oleh karena itu pencegahan malaria merupakan hal yang sangat penting.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



KEHAMILAN a. Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam prosesnya, perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul penuh perjuangan (Maulana, 2008, p. 125). Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Hanafiah, 2008, p. 213). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan (Prawiroharjo, 2008, p. 89). b. Tanda dan gejala kehamilan Tanda dan gejala kehamilan menurut Prawiroharjo (2008) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1) Tanda tidak pasti kehamilan a. Amenorea. Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi. Dengan diketahuinya tanggal hari pertama haid terakhir supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan taksiran tanggal persalinan akan terjadi, dengan memakai rumus Neagie: HT – 3 (bulan + 7). b. Mual dan muntah. Biasa terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan pertama. Sering terjadi pada pagi hari disebut “morning sickness”. c. Mengidam (ingin makanan khusus). Sering terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan, akan tetapi menghilang dengan makin tuanya kehamilan. d. Pingsan. Bila berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat. Biasanya hilang sesudah kehamilan 16 minggu.



e. Anoreksia (tidak ada selera makan). Hanya berlangsung pada triwulan pertama kehamilan, tetapi setelah itu nafsu makan timbul lagi. f. Mamae menjadi tegang dan membesar. Keadaan ini disebabkan pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang merangsang duktus dan alveoli payudara. g. Miksi sering. Sering buang air kecil disebabkan karena kandung kemih tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala ini kembali karena kandung kemih ditekan oleh kepala janin. h. Konstipasi atau obstipasi. Ini terjadi karena tonus otot usus menurun yang disebabkan oleh pengaruh hormon steroid yang dapat menyebabkan kesulitan untuk buang air besar. i. Pigmentasi (perubahan warna kulit). Pada areola mamae, genital, cloasma, linea alba yang berwarna lebih tegas, melebar dan bertambah gelap terdapat pada perut bagian bawah. j. Epulis. Suatu hipertrofi papilla ginggivae (gusi berdarah). Sering terjadi pada triwulan pertama. 2) Tanda kemungkinan kehamilan a. Perut membesar. Setelah kehamilan 14 minggu, rahim dapat diraba dari luar dan mulai pembesaran perut. b. Uterus membesar. Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari rahim. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan bentuknya makin lama makin bundar. c. Tanda Hegar. Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama daerah ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak. d. Tanda Chadwick. Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva, vagina, dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen.



e. Tanda Piscaseck. Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran tidak rata tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. f. Tanda Braxton-Hicks. Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda khas untuk uterus dalam masa hamil. Pada keadaan uterus yang membesar tetapi tidak ada kehamilan misalnya pada mioma uteri, tanda Braxton-Hicks tidak ditemukan. g. Teraba ballotemen. Merupakan fenomena bandul atau pantulan balik. Ini adalah tanda adanya janin di dalam uterus. h. Reaksi kehamilan positif . Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic gonadotropin pada kehamilan muda adalah air kencing pertama pada pagi hari. Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin. 3) Tanda pasti kehamilan a. Gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa atau diraba, juga bagian-bagian janin. b. Denyut jantung janin: 



Didengar dengan stetoskop-monoral Laennec







Dicatat dan didengar dengan alat doppler







Dicatat dengan feto-elektro kardiogram







Dilihat pada ultrasonograf.



4) Kehamilan Resiko a. Definisi Kehamilan risiko adalah keadaan buruk pada kehamilan yang dapat mempengaruhi keadaan ibu maupun janin apabila dilakukan tata laksana secara umum seperti yang dilakukan pada kasus normal. b. Risiko golongan ibu hamil menurut Muslihatun (2009, p. 132), meliputi:



1. Ibu hamil risiko rendah Ibu hamil dengan kondisi kesehatan dalam keadaan baik dan tidak memiliki faktor-faktor risiko berdasarkan klasifikasi risiko sedang dan risiko tinggi, baik dirinya maupun janin yang dikandungnya. Misalnya, ibu hamil primipara tanpa komplikasi, kepala masuk PAP minggu ke-36. 2. Ibu hamil risiko sedang Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor risiko tingkat sedang, misalnya ibu yang usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, tinggi badan kurang dari 145 cm dan lain-lain. Faktor ini dianggap nantinya akan mempengaruhi kondisi ibu dan janin, serta memungkinkan terjadinya penyulit pada waktu persalinan 3. Ibu hamil risiko tinggi Ibu hamil yang memiliki satu atau lebih dari satu faktor-faktor risiko tinggi, antara lain adanya anemia pada ibu hamil. Faktor risiko ini dianggap akan menimbulkan komplikasi dan mengancam keselamatan ibu dan janin baik pada saat hamil maupun persalinan nanti. Termasuk kehamilan risiko Menurut Puji Rochyati faktor risiko ibu hamil adalah: 1) Kehamilan risiko rendah a. Primipara tanpa komplikasi b. Multipara tanpa komplikasi c. Persalinan spontan dengan kehamilan prematur dan bayi hidup 2) Kehamilan Risiko Sedang a. Umur ibu terlalu muda (< 20 tahun) b. Umur ibu terlalu tua (> 35 tahun) c. Jarak kehamilan terlalu dekat (< 2 tahun) d. Jumlah anak terlalu banyak (> 4 anak) e. Ibu dengan tinggi badan kurang dari 145 cm f. Kehamilan lebih bulan (serotinus) g. Persalinan lama 3) Kehamilan Risiko Tinggi Penyakit ibu hamil :



a. Anemia b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.



Malaria TBC paru Penyakit jantung Diabetes Mellitus Infeksi menular seksual pada kehamilan Riwayat obstetrik buruk (persalinan dengan tindakan, keguguran) Pre eklampsia dan eklampsia Hamil kembar (gemelli) Kehamilan dengan kelainan letak Perdarahan dalam kehamilan



Bahaya yang dapat ditimbulkan akibat ibu hamil dengan risiko : 1. Bayi lahir belum cukup bulan 2. Bayi lahir dengan BBLR 3. Keguguran (abortus) 4. Partus macet 5. Perdarahan ante partum dan post partum 6. IUFD 7. Keracunan dalam kehamilan 8. Kejang



MALARIA Definisi



Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal Etiologi Malaria merupakan infeksi parasit yang disebabkan oleh empat spesies plasmodium yang mengenai manusia, vivax, ovale, malariae dan falciparum. Plasmodium falciparum yang paling mematikan. Penularannya melalui nyamuk Anopheles betina, oleh sebab itu ada beberapa faktor yang berperan terhadap perkembangan nyamuk, seperti suhu udara, kelembaban, serta musim hujan yang berpengaruh terhadap insiden malaria. Siklus Hidup Plasmodium Malaria Dalam siklus hidupnya plasmodium mempunyai dua hospes yaitu pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual yang berlangsung pada manusia disebut skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit didalam nyamuk disebut sporogoni. 1. Siklus Aseksual Sporozoit yang infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan ke dalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik daripada siklus hidupnya. Didalam hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit. Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian difagosit.oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik. Siklus Eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang besar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar kemudian memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah 8 lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual. 2. Siklus seksual Siklus seksual terjadi dalam tubuh nyamuk. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna oleh sel-sel lain. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti



yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filament dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membrane basal dinding lambung. Di tempat ini ookinet membesar yang disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporokista masuk kedalam darah dan mulailah siklus preeritrositik.



Patofisiologi Malaria ditularkan ketika nyamuk yang mengandung plasmodium menghisap darah manusia sehingga terjadi perpindahan sporozoit plasmodium dari air ludah nyamuk ke jaringan kapiler darah manusia. Dalam beberapa jam parasit akan berpindah ke hati dimana selanjutnya mengalami siklus dan replikasi sebelum dilepaskan kembali kedalam darah manusia. Periode inkubasi dimulai dari terjadinya gigitan nyamuk sampai munculnya gejala, biasanya 7 sampai 30 hari. Gejala yang terjadi demam, sakit kepala, mual, muntah dan mialgia. Bersamaan dengan terjadinya siklus parasitemia didalam darah penderita akan sering mengalami gejala setiap 2 atau 3 hari sekali, tergantung pada jenis plasmodium yang menginfeksi. Pada manusia,reproduksi infeksi plasmodium merupakan siklus hidup yang rumit yang melibatkan infeksi dihati dan eritrosit. Pada saat sporozoit masuk kedalam hati dia akan memperbanyak diri kemudian masuk kedalam aliran darah dalam bentuk merozoit. Merozoit akan masuk kedalam eritrosit dimana sel darah yang terinfeksi di fagosit oleh limpa.



Gejala malaria terutama disebabkan oleh terserangnya eritrosit serta respon inflamasi oleh tubuh. Infeksi malaria menyebabkan terjadinya sintesis immunoglobulin, bahkan pada P,falciparum membentuk immunoglobulin komplek dan meningkatnya produksi tumor nekrosis faktor. P.falciparum menyebabkan sitoadheren eritrosit pada dinding vaskuler yang kemudian mencetuskan terjadinya sequestran sel terinfeksi pada jaringan pembuluh darah perifer yang pada akhirnya merusak organ apakah akibat perdarahan maupun infark. Fagositosis sel darah terinfeksi berguna untuk menghilangkan infeksi namun juga berperan dalam terjadinya anemia dan defisiensi asam folat. Manifestasi Klinis Gejala malaria biasanya berlangsung antara hari ke tujuh sampai hari ke lima belas setelah terjadi inokulasi oleh nyamuk. Tanda dan gejala malaria bervariasi, akan tetapi umumnya sebagian besar pasien akan menderita demam. Biasanya ditandai dengan serangan yang berulang dari menggigil, demam tinggi, dan berkeringat pada saat turunnya demam, perasaan tidak nyaman dan malaise Tanda dan gejala lainnya adalah sakit kepala, mual, muntah dan diare. Malaria harus dicuragai pada setiap pasien demam yang tinggal atau bepergian pada daerah endemik dan harus dipertimbangkan differensial diagnosis dari pasien demam yang tidak diketahui sebabnya (fever unknown origin). Sebagian besar pasien yang terinfeksi P,falciparum yang tidak diterapi dapat dengan cepat terjadinya coma, gagal ginjal, udem pulmonal dan bahkan kematian. Demam terdapat pada 78 % sampai 100 % pasien malaria namun periodesitas demam sering tidak dijumpai. Gejala lainnya ialah nyeri abdomen, myalgia, nyeri punggung, kelemahan, pusing, kebingungan. Pada pemerikasaan fisik akan dijumpai splenomegali (24-40% pasien). Malaria berat ditandai oleh satu atau lebih dari tanda dan gejala. Malaria berat sebagian besar selalu disebabkan oleh P,falciparum dan jarang malaria berat disebabkan oleh P,vivax. Moore dkk (1993) mendapatkan demam dan menggigil 96 % dari 59 pasien malaria, kemudian sakit kepala 86 %. Sedangkan gejala lain seperti mual, muntah, nyeri abdomen, diare dan batuk serta splenomegali hanya 40 %. Disfungsi cerebral merupakan manifestasi berat yang paling banyak dijumpai terutama disebabkan oleh P,falciparum. Gejalanya terjadi secara bertahap hingga coma yang dapat disertai dengan kejang umum. Beberapa hipotesis menjelaskan proses penyakit ini karena adanya pengumpalan atau obstruksi pembuluh darah cerebral sehingga terjadi kerusakan endotel vaskuler yang mengakibatkan edema cerebral. Komplikasi Terhadap Ibu dan Janin



Berbagai komplikasi dapat ditimbulkan oleh infeksi malaria. Anemia sangat sering terjadi bahkan di daerah endemic sekalipun. Aborsi dan kelahiran prematur dapat terjadi pada wanita yang tidak mempunyai immunitas , pertumbuhan intrauterin yang berkurang, malaria kongenital dan kematian perinatal. 1. Anemia Prevalensi anemia sangat tinggi antara minggu 16 dan 28 minggu masa gestasi disertai dengan puncak terjadinya parasitemia. Wanita hamil yang non-immun akan mengalami anemia yang signifikan pada infeksi malaria. Mekanisme terjadinya anemia sangat beragam, hemolisis yang berhubungan dengan respon immun dapat terjadi di sirkulasi perifer. Sel darah dengan komplek immun dibersihkan dari sirkulasi oleh limpa. Sequestrasi eritrosit yang terinfeksi di limpa, hati, sumsum tulang serta plasenta juga menurunkan hematokrit. Pada penelitian Brabin dkk, derajat splenomegali berhubungan dengan tingkat beratnya anemia. Defisiensi nutrisi dapat berlanjut kepada anemia. Simpanan besi dapat menurun pada kehamilan berulang dengan diet yang tidak adekuat. Defisiensi folat yang menyebabkan anemia megaloblastik terjadi apabila diet tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan eritropoisis. Sequestrasi splenikus dari eritrosit yang terinfeksi malaria berperan terhadap defisisensi asam folat dan anemia mikrositik. Pada wanita hamil, sequestrasi eritrosit yang terinfeksi terjadi di plasenta, oleh sebab itu anemia berat yang terjadi karena infeksinya menjadi tidak proporsional. Di Afrika diperkirakan 25 % anemia berat disebabkan oleh malaria ( HB < 7 mg/dl). Wanita dengan anemia berat mempunyai risiko lebih tinggi terhadap morbiditas seperti gagal jantung kongestif, kematian janin dan bahkan kematian akibat perdarahan saat melahirkan. 2. Edema pulmonum Edema paru akut merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai pada malaria dengan kehamilan dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Edema paru ini dapat terjadi tiba-tiba setelah beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. 3. Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada wanita hamil. Faktor yang berperan terhadap hipoglikemia adalah adanya peningkatan kebutuhan dari hiperkatabolik dan parasit yang menginfeksi, hipoglikemia akibat starvasi serta peningkatan respon pangkreas terhadap rangsangan sekresi (seperti kuinin) sehingga mencetuskan hiperinsulinemia dan hipoglikemia. Hipoglikemia ini dapat berupa asimptomatis dan mungkin tidak terpantau. Ini disebabkan karena semua gejala hipoglikemia juga disebabkan oleh malaria seperti takikardi, berkeringat dan pusing.



Sebagian penderita mungkin akan mengalami kelainan tingkah laku, kejang, penurunan kepekaan atau hilangnya kesadaran secara tiba-tiba. Gejala hipoglikemia ini sering diduga sebagai malaria serebral. Oleh karena itu semua penderita wanita hamil dengan malaria falciparum terutama yang mendapat kuinin, gula darah harus dimonitor setiap 4 sampai 6 jam, oleh karena hipoglikemia dapat berulang diperlukan monitoring yang ketat. 4. Supresi Imunitas Supresi imunitas pada wanita hamil merupakan masalah tersendiri. Supresi imunitas akan menyebabkan wanita akan lebih mudah menderita malaria dan lebih berat, dan yang lebih menyusahkan lagi adalah malaria juga menekan respon imunitas. Perubahan hormonal pada wanita hamil menyebabkan menurunnya sintesis immunoglobulin dan fungsi sistim retikuloendotelial sehingga terjadi supresi imunitas pada kehamilan. Hal ini mengakibatkan kehilangan imunitas terhadap malaria yang menjadikan wanita hamil cenderung terkena malaria. Pada parasitemia yang tinggi malaria akan lebih berat dan penderita akan sering menderita demam dan relap. Infeksi sekunder (UTI dan Pneumonia) dan malaria algid juga sering pada wanita hamil dengan supresi imunitas. 5. Berat Badan Lahir Rendah Prevalensi berat badan lahir rendah pada bayi di daerah endemik malaria berkisar antara 15 %-30 %. Komplikasi maternal infeksi plasmodium seperti anemia juga berkaitan dengan berat badan lahir rendah. Masalah alamiah yang multifaktor dan kesulitan penilaian usia gestasi yang akurat mempersulit untuk menentukan pengaruh langsung malaria terhadap berat badan lahir. Mouris dkk melakukan evaluasi peranan sirkulasi parasit malaria, lesi plasenta malaria dan anemia maternal. Prevalensi berat badan lahir rendah berkisar 15 % dari total populasi, namun pada wanita yang tidak memiliki faktor tersebut berat badan bayi lahir rendah hanya 6,4%, namun jika sirkulasi parasit dan lesi plasenta didapat pada saat lahir, persentase berat badan lahir rendah 25,9 % dan naik menjadi 29,2 % apabila didapat anemia maternal. Secara teoritis penjelasan mengenai kaitan infeksi dan abnormalitas pertumbuhan janin adalah akibat kerusakan plasenta. Infeksi malaria menyebabkan penipisan membran dasar trofoblas. Sinusoid plasenta tertutup oleh pengumpalan eritrosit yang mengandung parasit, ini bersamaan dengan penumpukan makrofag intervillus dan deposit fibrin perivillus yang diduga sebagai penyebab obstruksi mikrosirkulasi dan penurunan aliran nutrisi terhadap janin.



Diagnosis Diagnosis malaria mungkin bisa menyulitkan. Diagnosis klinis berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit. Malaria harus dicurigai terhadap setiap pasien demam yang tinggal atau pernah bepergian ke daerah endemik malaria. Di daerah endemik pedesaan banyaknya angka kejadian infeksi asimptomatik dan keterbatasan sumber daya menyebabkan fasilitas kesehatan di perifer melakukan terapi presumtif (bersifat dugaan) dalam menangani infeksi malaria. Penderita yang demam tanpa diketahui secara pasti penyebabnya diduga menderita malaria yang kemudian diterapi tanpa konfirmasi laboratorium. Terapi praktis ini dapat berakibat fatal, bahkan merupakan penyebab utama dari salah diagnosis dan terapi malaria yang tidak diperlukan. Diagnosis pasti infeksi malaria dapat dilakukan baik dengan pemeriksaan mikroskopik (saat ini merupakan standar baku emas) maupun dengan rapid diagnostic test yang dapat mendeteksi antigen spesifik parasit. Pengalaman dan alat yang mencukupi akan dapat mendeteksi 15 parasit/uL. Namun selama kehamilan densitas parasit rendah dan parasit berkumpul di plasenta, yang berbahaya baik terhadap ibu dan janin, oleh sebab itu sensitifitas mikroskopik berkurang pada kasus seperti ini. Kurangnya sensitifitas mikroskopik merupakan kendala dalam mendeteksi dan menilai efektifitas terapi malaria pada wanita hamil. Rapid diagnostik test Akhir-akhir ini banyak digunakan. Uji ini praktis namun pada kehamilan kurang sensitif. PCR digunakan hanya pada kasus yang selektif, digunakan jika diagnosis film darah tidak cukup kuat. PCR juga digunakan untuk kepentingan penelitian. Pemeriksaan ini lebih akurat dari mikroskopi namun sangat mahal dan memerlukan seorang ahli. Metoda diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II dari parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula dilakukan uji imunoserologis yang lain seperti Tera Radio Immunologic (RIA) dan Tera Immuno enzimatik (ELISA)



Penatalaksanaan 1. Terapi pada spesies non-falciparum Sedikit sekali diketahui pengaruh spesies malaria non-falciparum terhadap ibu dan janin kecuali P,vivax, akan tetapi diduga dua spesies yang lain juga mempunyai pengaruh yang sama. Cloroquin (25 mg/kg BB) aman diberikan pada semua trisemester dan efektif pada episode malaria non-falciparum kecuali P,vivax di Asia Tenggara (kawasan Indonesia) dimana telah terjadi resistensi. Sedangkan di Thailand pada satu



penelitian double-blind placebo control didapatkan bahwa klorokuin masih efektif terhadap P,vivax. Amodiaquin juga efektif terhadap spesies non-falciparum, namun data mengenai efektifitas dan keamanan terhadap wanita hamil masih sedikit. Oleh sebab itu amodiaquin tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai profilaksis oleh karena berisiko terjadinya agranulositosis. Primakuin dikontraindikasikan terhadap wanita hamil dan menyusui oleh karena dapat mengakibatkan hemolisis sel darah merah. 2. Terapi infeksi falciparum Wanita hamil yang terinfeksi oleh P,falciparum harus segera diberikan terapi walaupun tidak menunjukkan gejala. Terapi berguna menghambat progresifitas menjadi simtomatik atau infeksi berat sehingga dapat mengurangi anemia maternal dengan membunuh parasit di plasenta. Terapi yang dini juga dapat mengurangi ancaman terhadap janin. Klorokuin tidak lagi efektif namun masih luas digunakan oleh karena harga yang murah dan mudah didapat. Sulfadoxin-pyrimetamin dianggap masih aman walaupun pada penelitian preklinik adanya bukti toksisitas. Efektifitas sulfadoxinpyrimetamin dikurangi oleh asam folat (5 mg/hari). Penggunaan sulfadoxinpyrimetamin dapat mengurangi perluasan resistensi dibeberapa daerah. Kuinin dengan Clindamycin terbukti mempunyai efektifitas yang tinggi terhadap strain multidrugresisten P,falciparum. Kombinasi obat ini direkomendasikan untuk trisemester pertama, sedangkan artemisin based combination therapy (ACT) efektif pada trisemester kedua dan tiga dan digunakan sebagai terapi lini pertama sesuai dengan guideline dari WHO. Penggunaan ACT didukung oleh bukti klinis terhadap keamanan dan efektifitas derivat artemisin terhadap lebih dari 1000 wanita hamil. Dosis artesunat diberikan mulai dari 4 mg/kg single dose dan meningkat sampai 12-16 mg/kg BB total dosis, diberikan 3-7 hari, dan tidak dijumpai efek samping terhadap ibu dan janin. Meflokuin efektif terhadap parasit resisten klorokuin dan telah digunakan secara luas di Asia lebih dari 20 tahun,namun resisten terhadap meflokuin telah dijumpai di Asia dan Amerika selatan. Saat ini meflokuin dianjurkan untuk dikombinasikan dengan artesunat. Meflokuin efektif terhadap pencegahan P,falciparum dan P,vivax pada wanita hamil, namun dalam satu penelitian retrospektif meflokuin berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian bayi. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis pada wanita hamil berguna menurunkan anemia maternal dan berat lahir rendah. Kemoprofilaksis pada wanita hamil sangat rumit, oleh karena dibatasi oleh



keamanan dan kepatutan dan juga karena kurangnya informasi tentang komposisi obat. Sejumlah obat antimalaria telah dievaluasi pada wanita hamil yang bepergian sebagai wisatawan . Klorokuin dapat digunakan namun dibatasi oleh resistensi yang semakin luas penyebarannya. Doksisiklin dan primakuin dikontraindikasikan. Oleh karena kurangnya data, atovaquone-proguanil tidak direkomendasikan, walaupun proguanil dianggap aman pada wanita hamil. Pada binatang percobaan tidak terjadi terjadi teratogenik oleh pemberian atovaquone. Meflokuin merupakan pilihan pada wanita hamil yang tidak dapat menunda perjalanannya pada daerah endemik malaria yang resisten klorokuin. Sejumlah peneliti memperkenankan pemakaian meflokuin pada semua trisemester. Penelitian terbaru mengenai klorokuin sebagai profilaksis terhadap P,vivax pada wanita hamil di Thailand, tidak di dapatkan pengaruh terhadap anemia maternal ataupun berat badan lahir, namun pada daerah yang predominan malaria P,vivax, infeksi pada wanita hamil berperan terhadap angka morbiditas dan mortalitas maternal. Klorokuin, hidroksiklorokuin dan meflokuin dapat diberikan pada wanita menyusui, dan atovaquone-proguanil dapat diberikan jika berat bayi menyusui lebih dari 5 kg. Proguanil disekresikan kedalam ASI dalam jumlah yang sedikit. Pada tikus percobaan konsentrasi atovaquone dalam susu ekitar 30% sama dengan di plasma.



BAB III PEMBAHASAN Pengaruh Malaria Pada Kehamilan a. Komplikasi Pada Ibu Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah kehamilan). Ibu



hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat menderita malaria klinis berat sampai menyebabkan kematian. Di daerah endemisitas tinggi, malaria berat dan kematian ibu hamil jarang dilaporkan. Gejala klinis malaria dan densitas para sitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan lebih berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada multigravida (kehamilan selanjutnya). Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah demam, anemia, hipoglikemia, edema paru, akut dan, malaria berat lainnya. (1) Demam Demam merupakan gejala akut malaria yang lebih sering dilaporkan pada ibu hamil dengan kekebalan rendah atau tanpa kekebalan, terutama pada primigravida. Pada ibu hamil yang multigravida dari daerah endemisitas tinggi jarang timbul gejala malaria termasuk demam, meskipun terdapat parasitemia yang tinggi. (2) Anemia Anemia telah sering dikaitkan dengan malaria, prevalensinya tergantung pada kelompok usia dan daerah endemik penularan malaria. Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga menyebabkan anemia pada ibu. Jenis anemia yang ditemukan adalah hemolitik normokrom, dari anemia ringan (Hb 10 - 12 g/dl), sedang ( Hb 7 - 10 g/dl ), berat (Hb < 7 g/dl) dan sangat berat (Hb < 4 g/dl ). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II. Plasmodium hidup di sel darah merah, mengkonsumsi dan menggunakan hemoglobin untuk pertumbuhan dan replikasi dan pada akhirnya skizon pecah dan menghancurkan sel-sel eritrosit inang. Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pada infeksi Plasmodium falciparum dapat terjadi anemia berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga terjadi peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga waktu hidup eritrosit menjadi lebih singkat dan anemia lebih cepat terjadi. Pada infeksi Plasmodium vivax tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya retikulosit yang diserang. Plasmodium vivax juga dapat menyebabkan beberapa derajat anemia, yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan anemia berat. Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan anemia berat terutama di daerah endemis dan merupakan penyebab penting dari mortalitas. Anemia



hemolitik dan megaloblastik pada kehamilan mungkin karena sebab nutrisional atau parasit terutama sekali pada wanita primipara. Akibat anemia berat pada kehamilan (pada semua tingkat transmisi) dapat terjadi gagal jantung segera setelah melahirkan, terutama pada Hb < 4 g/dl dan dapat dipercepat oleh pemberian transfusi darah yang terburu-buru/cepat. Akibat lainnya adalah syok hipovolemia akibat kehilangan darah sewaktu melahirkan dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi puerperalis/pneumonia Staphylococcus. Di Afrika 5 - 10% ibu hamil mengalami anemia berat. Proporsi ibu hamil dengan malaria yang mengalami anemia berat diperkirakan sebesar 26% pada seluruh paritas. Infeksi Plasmodium vivax juga dapat meningkatkan risiko anemia bagi ibu. Penelitian di Pakistan menyatakan bahwa 81% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan menderita anemia ringan dengan kadar Hb 8 -10gr %/dl dan sebanyak 38% anemia dengan kadar Hb kurang dari 8 gr%/dl. (3) Malaria serebral Malaria serebral karena infeksi Plasmodium vivax juga dilaporkan terjadi pada beberapa penelitian, meskipun jumlahnya lebih jarang dibandingkan pada infeksi Plasmodium falciparum. Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada infeksi Plasmodium falciparum dan memiliki mortalitas 20 - 50%. Serangan sangat mendadak walaupun biasanya didahului oleh episode demam malaria. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang selamat mengalami penyembuhan sempurna dalam beberapa hari. Pada anak-anak pada sekitar 10% terjadi sekuele neurologik. Sejumlah mekanisme patofisiologi ditemukan pada kasus ini antara lain obstruksi mekanis pembuluh darah serebral akibat kemampuan deformabilitas eritrosit berparasit berkurang atau akibat adhesi eritrosit berparasit pada endotel vaskuler yang akan melepaskan faktor-faktor toksik dan akhirnya menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat, sawar darah otak rusak, edema serebral dan menginduksi respon radang pada dan di sekitar pembuluh darah serebral. Malaria serebral sering dijumpai pada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Banyumas dan Purworejo), Sulawesi Utara, Maluku dan Papua. Sindroma klinik malaria serebral merupakan suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan lebih lanjut, ditandai dengan adanya hiperbilirubinemia, kreatininemia dan hipoglikemia, sindroma neurologi berupa ensefalopati difus reversibel dan kehilangan kesadaran yang cepat. Penurunan tingkat kesadaran dari apatis, somnolen, delirium, konfusi sampai koma dapat terjadi. Gangguan kesadaran ini dinilai dari skor koma Glasgow (GCS). Pada penelitian Richie dkk di Minahasa yang meliputi 52 kasus malaria serebral ditemukan 25 penderita (48%) dengan GCS 9 - 14 memiliki mortalitas 28% sedangkan 27 penderita (52%) dengan GCS 3 - 8 memiliki



mortalitas 67%. Penderita tersebut cenderung mengalami takipnea (respirasi > 35x/menit), leukositosis dan gagal ginjal. Bila disertai kejang angka prognosis lebih buruk. Penelitian di Pakistan menyatakan bahwa 2% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan menderita malaria serebral. (4) Hipoglikemia Pada wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan kecenderungan terjadinya hipoglikemia terutama pada trimester terakhir kehamilan. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah normal. Disamping ke 2 faktor tersebut, hipoglikemia dapat juga terjadi pada penderita malaria yang diberi kina secara intravena. Hipoglikemia karena kebutuhan metabolik parasit yang meningkat menyebabkan habisnya cadangan glikogen hati. Pada orang dewasa hipoglikemia sering berhubungan dengan pengobatan kina, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan penyakit itu sendiri. Hipoglikemia sering terjadi pada wanita hamil khususnya pada primipara. Gejala hipoglikemia juga dapat terjadi karena sekresi adrenalin yang berlebihan dan disfungsi susunan saraf pusat. (5) Paru Pada infeksi Plasmodium vivax diketahui juga menyebabkan komplikasi pada paru. Pada infeksi Plasmodium falciparum, pneumonia merupakan komplikasi yang familiar dan umumnya ditimbulkan oleh aspirasi atau bakteriemia yang menyebar dari tempat infeksi lain. Gangguan perfusi organ menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema interstitial. Hal ini akan menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi paru. Edema paru dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler sekunder terhadap emboli, disfungsi berat mikrosirkulasi, fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan bersamaan dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat parasitemia yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.



(6) Ginjal Gagal ginjal akut (GGA) terlihat terutama pada infeksi Plasmodium falciparum, tetapi plasmodium vivax dan Plasmodium malariae kadang-kadang dapat berkontribusi untuk gangguan ginjal. Kerusakan ginjal dapat terjadi sebagai akibat keterlibatan dengan hemolisis intervaskuler dan atau parasitemia berat. Banyak faktor penyebab yang berperan antara lain berkurangnya volume darah, hiperviskositas darah, koagulasi intravaskuler, iskemi ginjal yang diinduksi oleh katekolamin, hemolisis dan ikterus.



(7) Infeksi Plasenta Infeksi plasenta dengan parasit malaria lebih sering pada daerah endemik tinggi daripada daerah non-endemik, dan lebih sering pada primigravida semi-imun dari pada multigravida semi-imun. Wanita semi-imun (yang tinggal di daerah endemik) sering mempunyai pola parasitemia perifer rendah dan infeksi berat plasenta, sedangkan wanita non-imun (di daerah nonendemik) sering mempunyai pola kebalikannya. Infeksi plasenta menurunkan persediaan oksigen dan glukosa untuk perkembangan janin melalui mekanisme pemblokiran penebalan membran basal trofoblast, konsumsi nutrien dan O2 oleh parasit di plasenta dan pemindahan O2 yang rendah oleh eritrosit yang terinfeksi parasit di plasenta kepada janin. 2). Pengaruh Pada Janin Komplikasi malaria pada kehamilan bagi janin adalah : (1) Berat badan lahir rendah Penderita malaria biasanya menderita anemia sehingga akan menyebabkan gangguan sirkulasi nutrisi pada janin dan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan. Sebuah review yang diterbitkan Lancet Infection Disease tahun 2007, menyatakan bahwa BBLR merupakan komplikasi yang sering terjadi, hampir 20% BBLR disebabkan karena malaria dalam kehamilan. Penelitian di RSUD Kota Bengkulu pada tahun 2011 juga mendapatkan hasil yang serupa, dimana 45,9% BBLR yang dilahirkan di RSUD kota Bengkulu disebabkan karena ibu menderita malaria dalam kehamilannya. Sebuah studi yang dilakukan di thailand, mendapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan malaria melahirkan 20% BBLR, 10 % lahir prematur. Plasmodium vivax dapat juga meningkatkan risiko BBLR. (2) Kematian janin dalam kandungan Kematian janin intrauterin dapat terjadi sebagai akibat hiperpireksia, anemia berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat terjadinya infeksi transplasental. Infeksi malaria vivax juga meningkatkan risiko kematian janin dalam kandungan dan abortus. Penelitian di Papua dengan infeksi plasmodium vivax dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan. (3) Abortus Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena demam tinggi sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia berat. Penelitian di Pakistan menyatakan bahwa 14% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan mengalami abortus. Abortus karena infeksi malaria vivax juga dilaporkan pada sebuah penelitian di Venezuela, Amerika latin.



(4) Kelahiran Prematur Persalinan prematur umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria. Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur adalah febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta. Penelitian di Pakistan menyatakan bahwa 6% ibu hamil yang mengalami infeksi malaria dalam kehamilan mengalami partus prematurus. Infeksi Plasmodium vivax juga berkontribusi terhadap prevalensi kelahiran prematur. (5) Malaria kongenital Plasenta mempunyai fungsi sebagai barier protektif dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu sehingga bila terinfeksi maka parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta misalnya pada persalinan sehingga terjadi malaria kongenital. Gejala klinik malaria kongenital antara lain iritabilitas, tidak mau menyusu, demam, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali) dan anemia tanpa retikulositosis dan tanpa ikterus. Malaria kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : a. True Congenital Malaria (Acquired during pregnancy) Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalagejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1 - 2 hari setelah lahir. b. False Congenital Malaria (Acquired during labor) Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala gejalanya muncul 3 - 5 minggu setelah bayi lahir.



DAFTAR PUSTAKA Collins, W.E. et al. (2003) A retrospective examination of anemia during infection of humans with Plasmodium vivax. Am. J. Trop.Med. Hyg. 68, 410–412 Cunningham FG(ed). Infection. In: William’s Obstetrics. 21st ed. Connecticut: Appleton and Lange. 2001: 1477-88 Departemen kesehatan republik indonesia. Malaria. Epidemiologi I. 1991. Direktorat Jendral PPM & PLP.



Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (ed). Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC 1999: 38-53 Konsensus Penanganan Malaria 2003, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Agustus 2003 Mc. Gregor J. D and Avery J. G. Malaria Transmission and Fetal Growth. 1974. British Med. Journal (3) 433-436. Nosten F, Mc Gready R, Simpson JA, Thwai KL, Balkan S, Cho T, et al. Effects of Plasmodium vivax malaria in pregnancy. Lancet.1999;354(9178):546 – 549 Singh N. Malaria During Pregnancy: A Priority Area for Malaria Research and Control in South-East Asia. Regional Health Forum 2005 Volume 9. Number 1. Sutanto. I. Malaria Pada Kehamilan. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Tjitra E. Manifestasi Klinis dan Pengobatan Malaria. P3M. BPPK Depkes RI, jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 94. 1994.