Referat Malpresentasi Malposisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT MALPRESENTASI Tugas Kepanitiaan Klinik Pembelajaran Jarak Jauh Terpusat SMF Ilmu Penyakit Obstetri Ginekologi Periode 8 – 20 Mei 2020



Pembimbing : dr. Adi Sukrisno, Sp.OG



Diajukan Oleh : Salsa Nabila 1820221165



KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT OBSTETRI GINEKOLOGI PEMBELAJARAN JARAK JAUH TERPUSAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA TAHUN 2020 i



LEMBAR PENGESAHAN REFERAT MALPRESENTASI



Diajukan Sebagai Tugas Kepanitiaan Klinik Pembelajaran Jarak Jauh Terpusat SMF Ilmu Penyakit Obstetri Ginekologi Periode 8 – 20 Mei 2020



Disusun Oleh: Salsa Nabila 1820221165



Jakarta, Juni 2020 Telah dibimbing dan disahkan oleh,



Pembimbing,



dr. Adi Sukrisno, Sp.OG



ii



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya sehingga tugas referat ini berhasil diselesaikan. Presentasi referat yang berjudul “MALPRESENTASI” ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Penyakit Obstetri Ginekologi Pembelajaran Jarak Jauh Terpusat Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta. Bukan suatu hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan tugas referat ini. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Adi Sukrisno, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan pengajaran, serta terima kasih pula untuk seluruh teman dan semua pihak di Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Obstetri Ginekologi atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan yang lebih baik. Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.



Jakarta, Juni 2020



Penulis



iii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..................................................................................................................iii DAFTAR ISI.................................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2 2.1



Anatomi Pankreas...........................................................................................................2



2.2



Fisiologi Insulin...............................................................................................................4



2.3



Ketoasidosis Diabetikum................................................................................................7



2.3.1



Definisi......................................................................................................................7



2.3.2



Epidemiologi..............................................................................................................7



2.3.3



Etiologi......................................................................................................................8



2.3.4



Patogenesis................................................................................................................8



2.3.5



Manifestasi Klinis....................................................................................................10



2.3.6



Diagnosa..................................................................................................................10



2.3.7



Tata Laksana............................................................................................................11



2.3.8



Komplikasi...............................................................................................................18



BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................20



iv



BAB I PENDAHULUAN



Letak anak sangat penting berhubungan dengan prognosa persalinan. Presentasi sungsang dan malpresentasi kurang umum lainnya mempengaruhi hingga 3%-4% dari kehamilan saat aterm dan bahkan lebih umum pada kehamilan sebelumnya. 1 Faktor risiko untuk malpresentasi beragam dan termasuk usia ibu, paritas, anomali rahim, prematuritas, pembatasan pertumbuhan janin, kelainan janin, dan kelainan cairan amniotik. Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks yang mungkin menyebabkan partus lama atau partus macet. Letak janin (situs) di dalam rahim dapat dalam letak memajang, melintang ataupun miring terhadap sumbu rahim. Pada letak memanjang di bagian bawah dapat berupa kepala ataupun bokong. Pada kehamilan dengan kepala berada di bagian bawah disebut presentasi kepala dan bila bokong berada dibagian bawah disebut presentasi bokong. Janin yang melintang biasa bahu di bagian bawah sehingga disebut presentasi bahu. Pada kehamilan normal didapatkan terbawah kepala yang fleksi dengan ubun-ubun kecil terendah sebagai penunjuk yang berada di segmen depan, disebut presentasi belakang kepala ubun-ubun kecil depan, kanan depan atau kiri depan dan keadaan ini dinamakan normoposisi. Berdasarkan latar belakang tersebut, referat ini akan membahas mengenai malpresentasi, faktor risiko, diagnosa hingga penatalaksanaannya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Anatomi Panggul



Pankreas terletak retroperitoneal kecuali sebagian kecil cauda pancreatis. Pankreas umumnya terletak di posterior gaster, terbentang di sepanjang dinding posterior abdomen dari duodenum, di sisi kanan, sampai lien, di sisi kiri. Pankreas terdiri dari caput pancreatis, processus uncinatus, collum pancreatis, corpus pancreatis dan cauda pancreatis.9



Gambar 1. Anatomi Pankreas



Sumber: Gray Dasar-Dasar Anatomi, 2014



Berikut adalah bagian-bagian pankreas:9







Caput pancreatis terletak di dalam suatu cekungan berbentuk huruf C duodenum.







Processus uncinatus terbentang dari bagian bawah caput pancreatis, yang melintas di posterlor dari vasa mesenterica superior.







Collum pancreatis terletak di anterior vasa mesenterica superior. Di posterior collum pancreatis, venae mesenterica superior dan lienalis bergabung membentuk vena portae hepatis.







Corpus pancreatis memanjang dan terbentang dari collum hingga cauda pancreatis.







Cauda pancreatis melintas di antara lapisan-lapisan ligamentum splenorenale.



Ductus pancreaticus dimulai dari cauda pancreatis. Ductus ini melintas ke kanan melewati corpus pancreatis dan, setelah memasuki caput pancreatis, berbelok ke inferior. Pada bagian bawah caput pancreatis, ductus pancreaticus bergabung dengan ductus choledochus. Gabungan dari kedua struktur ini membentuk ampulla hepatopancreatica (ampulla Vaterii), yang masuk ke pars descendens duodeni pada papilla duodeni major. Di sekeliling ampulla terdapat sphincter ampulla (sphincter Oddii), yang merupakan kumpulan otot polos. Ductus pancreaticus accessorius bermuara ke duodenum tepat di atas papilla duodeni major yaitu pada papilla duodeni minor (Gambar 4.72). Bila ductus pancreaticus accessorius diikuti dari papilla duodeni minor sampai caput pancreatis, suatu titik percabangan dapat ditemukan:9







Satu cabang berlanjut ke kiri, melewati caput pancreatis, dan dapat berhubungan dengan dtas pancreaticus di titik yang strukturnya berbelok ke inferior.







Suatu cabang kedua turun menuju ke bagian bawah caput pancreatis, di anterior dari ductus pancreaticus, dan berakhir di processus uncinatus. Gambar 2. Anatomi Pankreas



Sumber: Gray Dasar-Dasar Anatomi, 2014



Ductus pancreaticus major dan ductus pancreaticus accessorius biasanya saling berhubungan. Keberadaan kedua ductus ini mencerminkan asal embryologis pancreas dari kuncup-kuncup dorsal dan ventral dari pre-enteron.9



Suplai arterial untuk pancreas berasal dari:9







arteria gastroduodenalis dari arteria hepatica communis (cabang dari truncus coeliacus).







arteria pancreaticoduodenalis superior anterior dari arteria gastroduodenalis.







arteria pancreaticoduodenalis superior posterior dari arteria gastroduodenalis,







arteria pancreatica dorsalis cubang dari arteria pancreatica inferior (cabang arteria lienalis/ splenica),







arteria pancreatica magna dari arteria pancreatica inferior (cabang arteria lienalis/splenical)







arteria pancreaticoduodenalis inferior anteri arteria pancreaticoduodenalis inferior (cabang arteria mesenterica superior), dan







arteria pancreaticoduodenalis inferior posterior arteria pancreaticoduodenalis inferior (cabang arteria mesenterica superior).



2.1



Fisiologi Partus Pankreas merupakan kelenjar campuran yang mengandung jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin yang predominan terdiri dari kelompok-kelompok sel sekretorik mirip anggur yang membentuk kantung yang dikenal sebagai asinus, yang berhubuangan dengan duktus yang akhirnya bermuara di duodenum. Bagian endokrin yang lebih kecil terdiri dari pulau-pulau jaringan endokrin terisolasi, yaitu pulau Langerhans, yang terbesar di seluruh pankreas. Hormon-hormon penting yang disekresikan oleh sel pulau-pulau Langerhans adalah insulin dan glukagon.10 Sel Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel B (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin, dan sel a (alfa), yang menghasilkan glukagon. Sel D (delta), yang lebih jarang, adalah tempat sintesis somatostatin. Sel pulau Langerhans yang paling jarang, sel PP, mengeluarkan polipeptida pankreas, yang mungkin berperan dalam mengurangi nafsu makan dan asupan makanan.10 Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen. trigliserida, dan protein. Insulin melaksanakan banyak fungsinya dengan mempengaruhi transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel arau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalurjalur metabolik tertentu. Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat, yaitu:10 1. Insulin mempermudah transpor glukosa ke dalam sebagian besar sel. 2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot rangka dan hati.



3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen menjadi glukosa maka insulin cenderung menyebabkan penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran glukosa oleh hati. 4. Insulin juga menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam amino di darah tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino menjadi glukosa. Pengangkutan glukosa antara darah dan sel dilaksanakan oleh suatu pembawa/ pengangkut membran plasma yang dikenal sebagai pengangkut glukosa (glucose transporter, GLUT). Terdapat enam bentuk pengangkut glukosa yang telah diketahui dan dinamai sesuai urutan penemuannya, GLUT-I, GLUT-2, dan seterusnya. Pengangkut glukosa yang bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel tubuh adalah GLUT-4, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin. 10 Molekul glukosa tidak dapat dengan mudah menembus membran sebagian besar sel tanpa adanya insulin sehingga kebanyakan jaringan bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa dari darah dan menggunakannya. GLUT-4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dari darah selama keadaan absorptif yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.10 GLUT-4 adalah satu-satunya jenis pengangkut glukosa yang berespons terhadap insulin. Tidak seperti jenis molekul GLUT lainnya yang selalu ada di membran plasma di tempat mereka melaksanakan fungsinya, GLUT-4 akan dikeluarkan dari membran plasma jika tidak terdapat insulin. Insulin memicu vesikel-vesikel bergerak ke membran plasma dan menyatu dengannya sehingga GLUT-4 dapat disisipkan ke dalam membran plasma. Dengan cara ini, peningkatan sekresi insulin menyebabkan peningkatan pesat penyerapan glukosa 10 sampai 30 kali lipat oleh sel-sel dependen insulin. Ketika sekresi insulin berkurang, pengangkut glukosa tersebut diambil kembali dari membran plasma dan dikembalikan ke dalam vesikel. Beberapa jaringan tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu, otak, otot yang sedang aktif, dan hati. Otak, yang



memerlukan pasokan konstan glukosa untuk kebutuhan energinya setiap saat, bersifat permeabel bebas terhadap glukosa setiap waktu melalui molekul GLUT-1 dan GLUT-3. Saat olahraga, sel-sel otot rangka tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, meskipun saat istirahat mereka memerlukannya. Kontraksi otot memicu penyisipan GLUT-4 ke membran plasma sel otot yang aktif meskipun tidak tendapat insulin. Hati juga tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa karena organ ini tidak menggunakan GLUT-4. Namun, insulin meningkatkan metabolisme glukosa oleh hati dengan merangsang langkah pertama dalam metabolisme glukosa, fosforilasi glukosa untuk membentuk glukosa-6-fosfat, sehingga mempermudah difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel.10 Secara singkat, insulin terutama menimbulkan efek dengan bekerja pada otot rangka inaktif, hati dan jaringan lemak. Selain merangsang jalur-jalur biosintetik yang menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa, hormon ini juga meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan lemak, serta meningkatkan sintesis protein. Jadi hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak dan asam amino darah. Ketika ekskresi insulin rendah, efek sebaliknya yang terjadi. Laju pemasukan glukosa ke dalam sel berkurang dan terjjadi katabolisme netto melebihi sintesis glikogen, trigliserida dan protein.10



Gambar 3. Faktor yang mengontrol sekresi Insulin



Sumber: Sherwood Fisiologi Manusia, 2014



2.2 2.2.1



Malpresentasi Definisi Ketoasidosis Diabetikum (KAD) pada anak adalah komplikasi kritis dari defisiensi insulin relatif yang mempengaruhi Diabetes Mellitus (DM) Tipe 1. 1,2 DM Tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan berhenti.11



2.2.2



Epidemiologi KAD pada DM Tipe 1 lebih sering ditemukan pada anak yang lebih muda (usia 200 mg/dL (>11 mmol/L)







Asidosis yaitu pH 7,30, bikarbonat > 15 mEq/L, BOHB < 1 mmol/L). b. Dosis insulin dapat diturunkan lebih rendah dari 0,05 U/kgBB/ jam jika pasien sensitif terhadap insulin dan tetap menunjukkan adanya perbaikan asidosis metabolik. 5. Untuk mencegah penurunan glukosa darah yang terlalu cepat selama asidosis belum teratasi maka tambahkan cairan Dektrosa 5% dalam cairan intravena



(Dekstrosa 5% ditambahkan pada NaCl 0,9% atau 0,45%) jika kadar glukosa plasma turun menjadi 250-300 mg/dL (14-17 mmol/L). a. Terkadang perlu menggunakan cairan Dekstrosa 10% atau 12,5% untuk mencegah terjadinya hipoglikemia sekaligus mengkoreksi asidosis metabolik. b. Jika penurunan glukosa darah lebih dari 90 mg/dL/jam (5 mmol/L/jam) maka pertimbangkan untuk menambahkan cairan yang mengandung glukosa meskipun kadar glukosa darah belum turun < 300 mg/dL. 6. Jika parameter KAD (seperti pH, anion gap, konsentrasi betahidroksi butirat) tidak mengalami perbaikan, evaluasi ulang pasien, dosis insulin, dan penyebab lainnya yang menyebabkan pasien tidak berespon terhadap terapi insulin (misalnya infeksi atau salah dalam pengenceran insulin dll). 7. Jika pemberian insulin intravena kontinu tidak memungkinkan pada pasien dengan KAD tanpa gangguan sirkulasi perifer maka dapat diberikan insulin subkutan atau intramuskuler tiap jam atau tiap dua jam. Insulin yang digunakan adalah insulin kerja cepat atau kerja pendek. a. Dosisnya dapat dimulai dari 0,3 U/kgBB dilanjutkan satu jam kemudian dengan insulin lispro atau aspart dengan dosis 0,1 U/kgBB/jam atau 0,15-0,2 U/kgBB tiap 2 jam. b. Jika kadar glukosa darah < 250 mg/dL (< 14 mmol/L) sebelum KAD teratasi, kurangi dosis insulin menjadi 0,05 U/kgBB/jam untuk mempertahankan glukosa darah 200 mg/dL sampai KAD teratasi. Kalium6 1. Pada pemeriksaan darah, kadar kalium plasma dapat normal, meningkat, atau menurun meskipun kadar total kalium tubuh menurun. 2. Pada semua pasien KAD perlu koreksi kalium, kecuali jika terdapat gagal ginjal.



3. Jika pasien hipokalemia: mulai pemberian kalium saat resusitasi cairan awal sebelum pemberian insulin atau berikan setelah cairan resusitasi bersamaan dengan mulai pemberian insulin. 4. Jika hiperkalemia (K+ >6 mEq/L): tunda pemberian kalium sampai diuresis normal. 5. Pemeriksaan



EKG



dapat



membantu



menentukan



hiperkalemia



atau



hipokalemia. 6. Kalium dapat diberikan dengan konsentrasi 40 mEq/L. Selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan kadar kalium plasma. 7. Jenis preparat kalium yang digunakan sebaiknya adalah kalium fosfat bersama-sama dengan kalium klorida atau asetat untuk mencegah terjadinya asidosis hiperkloremia dan hipokalsemia. Contoh: kalium fosfat diberikan 20 mEq/L sedangkan kalium klorida juga 20 mEq/L. 8. Pemberian kalium harus dilakukan secara terus menerus selama pasien mendapatkan cairan intravena. 9. Kecepatan penggantian kalium tidak boleh melebihi 0,5 mEq/kgBB/jam. 10. Jika hipokalemia menetap meskipun penggantian kalium sudah pada kecepatan maksimal maka dosis insulin dapat diturunkan. Asidosis6 1. Teratasi dengan pemberian cairan dan insulin. 2. Terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia. 3. Bikarbonat dapat digunakan pada kondisi hiperkalemia berat atau jika pH darah < 6,8. Dosisnya adalah 1-2 mEq/kg BB diberikan IV selama lebih dari 60 menit. Pemantauan6 Pemantauan pada pasien KAD meliputi: 1. Tanda vital (kesadaran, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, suhu) tiap jam.



2. Balans cairan tiap jam (jika terdapat penurunan kesadaran maka perlu dipasang kateter urin). 3. Pada KAD berat, monitoring dengan EKG membantu untuk mendeteksi adanya hiperkalemia atau hipokalemia. 4. Pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler tiap jam. 5. Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah dan analisis gas darah harus diulang tiap 4-6 jam (pada kasus yang berat elektrolit harus diperiksa tiap jam). Peningkatan leukosit dapat disebabkan oleh stres dan belum tentu merupakan tanda infeksi. 6. Observasi tanda-tanda edema serebri, meliputi tiba-tiba sakit kepala hebat, perubahan tanda-tanda vital (bradikardia, hipertensi, apnea), muntah, kejang, perubahan status neurologis (iritabilitas, mengantuk, inkontinensia) atau tanda neurologis spesifik (parese saraf kranial-opthalmoplegia, pelebaran pupil dan respon pupil terganggu), menurunnya saturasi oksigen. 7. Pemantauan keton urin tidak menggambarkan intervensi untuk perbaikan metabolik asidosis. Dengan perbaikan metabolik asidosis, keton urin tampak seolah-olah meningkat. Perbaikan metabolik asidosis mengakibatkan BOHB diubah menjadi asetoasetat, sedangkan pemeriksaan keton urin tidak bisa mendeteksi BOHB. Transisi ke insulin subkutan dan mulai asupan peroral6 1. Cairan oral mulai diberikan jika sudah terdapat perbaikan klinis nyata. 2. Jika sudah mulai diberikan cairan per oral maka jumlah cairan per oral ini harus dimasukkan dalam perhitungan cairan total. 3. Jika KAD sudah teratasi dan asupan per oral sudah ditoleransi dengan baik maka waktu paling baik untuk mengganti insulin menjadi insulin subkutan adalah saat sebelum makan. 4. Untuk mencegah terjadinya hiperglikemia rebound maka insulin subkutan pertama harus diberikan 15-30 menit (insulin kerja cepat) atau 1-2 jam (insulin kerja pendek) sebelum insulin intravena dihentikan.



2.2.7



Komplikasi Anak-anak dengan DKA pada diagnosis diabetes tipe 1 memiliki kecenderungan glikemik yang lebih buruk untuk setidaknya 15 tahun berikutnya, meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang.7 Edema serebri bertanggung jawab atas 60-90% kematian akibat KAD. Mortalitas akibat edema serebri sebesar 21-24%.6 Selain itu, KAD sedang hingga berat pada anak-anak saat diagnosis dikaitkan dengan skor kognitif yang lebih rendah dan pertumbuhan otak yang berubah.8 Penyebab morbiditas dan mortalitas pada KAD selain edema serebri adalah hipokalemia, hiperkalemia, hipoglikemia, komplikasi SSP yang lain, hematoma, trombosis, sepsis, rhabdomiolisis, dan edema paru.6



BAB III KESIMPULAN



Ketoasidosis Diabetikum (KAD) pada anak adalah komplikasi kritis dari defisiensi insulin relatif yang mempengaruhi Diabetes Mellitus (DM) Tipe 1. Risiko terjadinya KAD pada kelompok ini meningkat pada anak dengan kontrol metabolik buruk, riwayat KAD sebelumnya, anak yang tidak menggunakan insulin, gadis remaja atau peripubertal, anak dengan gangguan makan (eating disorders), sosial ekonomi rendah, dan anak dari keluarga yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Diagnosis dini DM Tipe 1, pemantauan pemakaian insulin yang patuh dan tata laksana yang tepat akan menurunkan terjadinya KAD. Anak dengan KAD harus dirawat di tempat yang memiliki perawat terlatih dalam menangani KAD, memiliki panduan tata laksana KAD, memiliki laboratorium yang memungkinkan evaluasi pasien secara ketat. Rehidrasi yang adekuat adalah tata laksana awal KAD yang optimal. Lalu dilanjutkan pemberian insulin 1-2 jam setelah pemberian cairan. Untuk mencegah penurunan glukosa darah yang terlalu cepat maka tambahkan cairan Dektrosa 5% dalam cairan intravena jika kadar glukosa plasma turun menjadi 250-300 mg/dL (14-17 mmol/L).



DAFTAR PUSTAKA 1. Abulebda K, Whitfill T, Montgomery EE, Kirby ML, Ahmed RA, Cooper DD, Nitu ME, Auerbach MA, Lutfi R, Abu-Sultaneh S. Improving Pediatric Diabetic Ketoacidosis Management in Community Emergency Departments Using a Simulation-Based



Collaborative



Improvement



Program. Pediatr



Emerg



Care. 2019 Mar 12;  2. Agarwal HS. Subclinical cerebral edema in diabetic ketoacidosis in children. Clin Case Rep. 2019 Feb;7(2):264-267 3. Flood K, Nour M, Holt T, Cattell V, Krochak C, Inman M. Implementation and Evaluation of a Diabetic Ketoacidosis Order Set in Pediatric Type 1 Diabetes at a Tertiary Care Hospital: A Quality-Improvement Initiative. Can J Diabetes. 2019 Jul;43(5):297-303. 4. Danne T, Garg S, Peters AL, Buse JB, Mathieu C, Pettus JH, Alexander CM, Battelino T, Ampudia-Blasco FJ, Bode BW, Cariou B, Close KL, Dandona P, Dutta S, Ferrannini E, Fourlanos S, Grunberger G, Heller SR, Henry RR, Kurian MJ, Kushner JA, Oron T, Parkin CG, Pieber TR, Rodbard HW, Schatz D, Skyler JS, Tamborlane WV, Yokote K, Phillip M. International Consensus on Risk Management of Diabetic Ketoacidosis in Patients With Type 1 Diabetes Treated With Sodium-Glucose Cotransporter (SGLT) Inhibitors. Diabetes Care. 2019 Jun;42(6):1147-1154. 5. EL-Mohandes N, Huecker MR. Pediatric Diabetic Ketoacidosis. [Updated 2019 Apr 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan 6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017 7. Duca LM, Wang B, Rewers M, Rewers A. Diabetic ketoacidosis at diagnosis of type 1 diabetes predicts poor long-term glycemic control. Diabetes Care 2017;40:1249–1255 2.



8. Aye T, Mazaika PK, Mauras N, et al.; Diabetes Research in Children Network (DirecNet) Study Group. Impact of early diabetic ketoacidosis on the developing brain. Diabetes Care 2019;42: 443–449 9. Drake, R. L., Vogl, A. W. & Mitchell, A. W. M., 2014. GRAY Dasar-Dasar Anatomi. 1st ed. Singapore: Elsevier. 10. Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC 11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017 12. Australian Paediatric Endocrine Group. Clinical Practice Guildelines: Type -1 Diabetes in children and Adolescents. 2005