Referat Sindrom Hellp [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu kondisi yang paling umum terjadi dalam kehamilan.1 Berdasarkan data dari World Health Organization pada tahun 2019, hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab terbanyak dari morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang.2 Di United States, hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan.3 Hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi 4, yaitu hipertensi gestasional, hipertensi kronik, preeklampsia dan eklampsia, dan preeklampsia superimposed.4 Sindrom HELLP merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia. Sindrom HELLP merupakan preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda nekrosis dari sel hepar.1,4 Prevalensi dari sindrom HELLP bervariasi, yaitu sebesar 0,5-0,9% dari jumlah seluruh kehamilan, dan sebesar 10-20% terjadi sebagai lanjutan/komplikasi kasus preeklampsia berat.5 Masih belum terdapat definisi definitif terkait sindrom HELLP. Sindrom HELLP dikarakteristikkan dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim liver, dan trombositopenia. 1,4 Wanita hamil dengan sindrom HELLP mungkin memiliki gejala yang tidak spesifik, seperti malaise dan flu-like syndrome, sehingga sindrom HELLP masih memerlukan perhatian khusus terkait komplikasi yang mungkin terjadi. 5 Tenaga kesehatan harus mempertimbangkan sindrom HELLP pada pasien yang tidak memiliki gejala preeklampssia klasik karena sebanyak 12% hingga 18% wanita dengan kondisi normotensi dan sebanyak 13% tidak memiliki proteinuria. Meskipun sindrom HELLP dapat dianggap sebagai subtipe preeklampsia, diagnosis sindrom HELLP atipikal dapat ditegakkan tanpa memenuhi kriteria tekanan darah untuk diagnosis preeklampsia.3 Wanita hamil dengan sindrom HELLP memiliki prognosis hasil kehamilan yang lebih buruk dan terkadang dapat berkembang menjadi keadaan gawat darurat yang mengancam nyawa. 6 Komplikasi dari sindrom HELLP yang dapat terjadi, antara lain berupa eklampsia, solusio plasenta, persalinan prematur, koagulopati, stillbirth, BBLR, IUGR, gagal ginjal akut, perdarahan intraserebral, edema pulmonal, ARDS, sepsis, stroke, dan kematian perinatal.4,7,8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1



2.1



Hipertensi dalam Kehamilan Hipertensi dalam kehamilan umumnya merupakan kelompok spektrum luas dari wanita



hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah. Hipertensi dalam kehamilan dikarakteristikan dengan peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik 90 mmHg dalam minimal dua kali pemeriksaan dimana antara satu pemeriksaan dan pemeriksaan selanjutnya memiliki berjarak 4-6 jam pada wanita hamil yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal / normotensi.1,4,9 Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi 4, yaitu: hipertensi gestasional, hipertensi kronik, preeklampsia dan eklampsia, dan preeklampsia superimposed. 1,4,9 



Hipertensi gestasional Merupakan hipertensi dalam kehamilan yang muncul pada usia kehamilan >20 minggu dan tanpa disertai proteinuria. pada wanita yang sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi.







Hipertensi kronik merupakan hipertensi dalam kehamilan yang muncul pada usia kehamilan 35 tahun







Nullipara







Riwayat Hipertensi kronis







Penyakit ginjal







Obesitas dan resistensi insulin







Diabetes mellitus







Riwayat trombofilia







Riwayat merokok.







Kehamilan dengan pasangan yang berbeda







Riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya







Riwayat abortus sebelumnya







Kehamilan ganda







Riwayat keluarga dengan preeklampsia Etiopatogenesis



Preeklampsia dan sindrom HELLP memiliki gambaran utama berupa remodeling vaskular fisiologis yang tidak sempurna pada alas plasenta dan angiogenesis yang menyimpang. Telah disetujui bahwa kadar protein angiogenik dan antiangiogenik yang bersirkulasi berkorelasi baik dengan tingkat keparahan penyakit.11 Mekanisme penting yang terlibat dalam patogenesis preeklampsia adalah kerusakan plasentasi dalam, yang ditandai dengan persistensi dari endotel pada arteri spiralis plasenta. Pathogenesis dari preeklampsia terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: 11 1. Tahap 1: defek remodeling arteri spiralis dan retensi endotel Penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan fisiologis pada preeklampsia cenderung terbatas pada segmen desidua arteri spiralis. Ketidaksempurnaan dari proses remodeling di bagian zona junctional arteri spiralis 4



disebut sebagai defek dari plasentasi dalam. Patogenesis dari defek dari plasentasi dalam diduga disebabkan oleh gangguan invasi trophoblas, interaksi kombinasi spesifik antara reseptor killer imunoglobulin-like poligenik ibu dan antigen leukosit manusia janin, kurangnya prekondisi uterus dan gangguan desidualisasi, dan penyakit metabolik dan kardiovaskular ibu yang sudah ada sebelumnya. Preeklampsia juga dikaitkan dengan proses nekrotik di arteri spiralis uteroplasenta karena hipertensi akut. Persistensi dari sel endotel yang teraktivasi yang melepaskan agen vasokonstriksi kemungkinan besar bertanggung jawab untuk mempercepat penyakit selama trimester kedua kehamilan. 2. Tahap 2: stres oksidatif plasenta Kondisi ini menunjukkan bahwa kegagalan aliran darah uteroplasenta menyebabkan hipoksia relatif di jaringan trofoblas, dan akan menimbulkan respon stres oksidatif di seluruh plasenta. Hasil akhir dari proses ini adalah pembuluh darah fetoplasenta yang reaktif dan tidak normal. Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada reaktivitas vaskular, aliran darah, dan pengiriman oksigen dan nutrisi ke janin. Faktor-faktor yang diduga dapat memicu jalur stres oksidatif di dalam plasenta adalah peningkatan faktor endotelin-1 di sirkulasi, dan peningkatan produksi reseptor tirosin kinase Fms-like terlarut (sFlt-1) oleh plasenta, dimana bertentangan dengan faktor-faktor proangogenik seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular dan faktor pertumbuhan plasenta. 3. Tahap 3: manifestasi biokimia dan klinis dari preeklampsia Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan bahwa proses endoteliosis dalam sirkulasi sistemik akan mengganggu keseimbangan antara agen vasodilator yang berasal dari endotel (oksida nitrat, prostasiklin, dan faktor hiperpolarisasi) dan agen vasokonstriktor (endotelin-1 dan tromboksan-A2), yang akan menyebabkan peningkatan vasokonstriksi, hipertensi, dan manifestasi klinis lainnya dari preeklampsia. Sejumlah faktor risiko genetik, demografis, dan lingkungan merupakan faktorfaktor yang dapat berkontribusi terhadap disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme, termasuk



penyimpangan



integrin utero-plasenta, sitokin, dan



metaloproteinase mitreks (MMPs). Peningkatan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 sebagai respon terhadap sinyal estrogen dan progesteron dalam ehamilan berkaitan dengan terjadinya vasodilatasi, 5



plasentasi, dan ekspansi uterus. Pada kehamilan patologis, terjadi penurunan kadar MMP-2 dan MMP-9 vaskular dimana proses ini akan mengganggu remodeling arteri



spiralis.



antiangiogenik



Pada (sFlt-1



akhirnya, dan



terjadi



endoglin



ketidakseimbangan



terlarut)



dan



antara



faktor



proangiogenik



(faktor



pertumbuhan endotel vaskular dan faktor pertumbuhan plasenta) yang memicu terjadinya peningkatan mediator inflamasi, spesies oksigen reaktif, dan autoantibodi agonistik terhadap reseptor angiotensin-II tipe 1. Faktor-faktor yang bersirkulasi ini menargetkan sel-sel otot polos endotel dan vaskular, menyebabkan disfungsi vaskular, peningkatan vasokonstriksi, dan hipertensi pada kehamilan. Kerusakan pada sel endotelial vaskular oleh faktor anti-angiogenik dan paparan TNFa disertai dengan aktivasi dari VWF akan menyebabkan terjadinya mikroangiopati trombotik pada sindrom HELLP. 10 Sel-sel darah merah akan terfragmentasi saat melewati pembuluh darah dengan endotelium dan fibrin yang rusak, yang akan menyebabkan kondisi anemia hemolitik mikroangiopati (MAHA). Hemolisis dapat menyebabkan anemia dan meningkatkan kadar laktat dehidrogenase (LDH). Hemoglobin bebas akan berikatan dengan bilirubin tak terkonjugasi di dalam limpa, atau haptoglobin di dalam plasma darah. Produk dari hemolisis intravaskular ini nantinya akan mengaktivasi proses koagulasi dan meningkatkan risiko DIC.10 Cedera hepatosit akan terjadi dan disebabkan oleh FasL yang berasal dari plasenta (CD95L) dan merupakan komponen toksik bagi sel hepatosit. FasL memicu produksi TNFa yang dapat menginduksi apoptosis dan nekrosis hepatosit. Kerusakan sel hepatosit akan semakin diperberat oleh mikroangiopati yang menghambat aliran darah dari pembuluh darah portal.10,12 Disfungsi ginjal pada sindrom HELLP disebabkan oleh proses endoteleliosis dari glomerulus. 10,12



Gambar 1.Patogenenis Sindrom HELLP10



6



2.2.5



Gejala Klinis Sindrom HELLP biasanya memberikan gejala klinis pada saat usia kehamilan



memasuki trimester kedua (bentuk onset dini) atau trimester ketiga (bentuk onset lambat), yaitu pada saat usia gestasi lebih dari 20 minggu.5 Gejala klinis dari sindrom HELLP adalah terdapat nyeri kolik di abdomen kuadran perut kanan atas atau nyeri kolik di abdomen di kuadran epigastrium, mual, dan muntah, edema. Hingga 30-60% memperlihatkan gejala berupa nyeri kepala dan sekitar 20% memperlihatkan gejala visual.5,7,2 Gejala klinis dari sindrom HELLP bervariasi. Wanita hamil dengan sindrom HELLP mungkin memiliki gejala yang tidak spesifik, seperti malaise dan flu-like syndrome, sehingga sering kali di diagnosis menjadi penyakit yang lain.5,12 2.2.6



Diagnosis dan Klasifikasi Diagnosis



Untuk menegakkan diagnosis terkait sindrom HELLP, kriteria diagnosis hipertensi dalam kehamilan pertama-tama harus terpenuhi7, yaitu dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik 90 mmHg dalam minimal dua kali pemeriksaan dimana antara satu pemeriksaan dan pemeriksaan selanjutnya memiliki berjarak 4-6 jam pada wanita hamil yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal / normotensi.1,4,9. Namun perlu diperhatikan bahwa tanda-tanda lain pada preeklampsia, seperti proteinuria merupakan tanda yang tidak spesifik, dan terkadang tidak ditemukan pada



7



sindrom HELLP.7,10 Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg selama kehamilan, dan akan kembali normal pasca partum.1,4,10 Sindrom HELLP memiliki dua klasifikasi, yaitu menurut Mississippi dan Tennessee. Klasifikasi berdasarkan Mississippi membagi sindrom HELLP menjadi 3, yaitu ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi berdasarkan Tennessee membagi sindrom HELLP menjadi 2, yaitu sindrom HELLP komplit dan parsial. 10  Klasifikasi Sindrom HELLP menurut Mississippi:7,10 Parameter Trombosit AST atau ALT LDH Perdarahan



Ringan 100.000 – 150.000 /µL



Sedang 50.000 – 100.000 /µL



Berat < 50.000 /µL



> 40 IU/L



> 70 IU/L



> 70 IU/L



> 600 IU/L > 600 IU/L > 600 IU/L 8% 13% 7,10 Tabel 3. Klasifikasi Sindrom HELLP (Mississippi)



 Klasifikasi Sindrom HELLP menurut Tennessee:10 1. Sindrom HELLP komplit a. Trombosit < 100.000/ µL b. AST atau ALT > 70 IU/L c. LDH > 600 IU/L atau bilirubin >0,2 mg/dL 2. Sindrom HELLP parsial Tidak memenuhi ketiga kriteria sindrom HELLP pada sindrom HELLP komplit. a. ELLP: o Tidak terdapat hemolisis o Terdapat peningkatan enzim liver o Terdapat trombositopenia, b. EL: o Tidak terdapat hemolisis o Terdapat peningkatan enzim liver o Tidak terdapat trombositopenia c. LP: o Tidak terdapat hemolisis o Tidak terdapat peningkatan enzim liver o Terdapat trombositopenia, 8



d. HEL: o Terdapat hemolisis o Terdapat peningkatan enzim liver o Tidak terdapat trombositopenia, 2.2.7



Tatalaksana Tatalaksana awal terhadap wanita yang didiagnosa dengan sindrom HELLP harus



dimulai dengan tatalaksana umum terkait hipertensi dalam kehamilan.1,4,6  Tatalaksana umum hipertensi dalam kehamilan9 o Pencegahan dan tatalaksana kejang  Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).  MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eclampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).  Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.  Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.



Gambar 2.Cara Pemberian MgSO49



9



o Obat Antihipertensi  Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi.  Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya: nifedipine, nikardipin, metildopa. Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.



10



Tabel 4.Obat Antihipertensi9  Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan o Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan  Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak terjadinya kejang.  Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.  Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi. Lakukan pengawasan ketat.  Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat.  Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini dianjurkan.  Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.



11



Gambar 3.Algoritma Manajemen Ekspektatif9



 Tatalaksana khusus sindrom HELLP9 o Terminasi kehamilan sebaiknya dilakukan dalam 24-48 jam setelah diagnosis ditegakkan.4 o Evaluasi mencakup hitung darah lengkap dan pengujian transaminase hati. Pemeriksaan koagulasi intravaskular diseminata (fibrinogen, waktu protrombin,



12



waktu tromboplastin parsial) pada wanita dengan perdarahan abnormal atau jumlah trombosit kurang dari 50 × 103 per µL (50 × 109 per L). 3 o Wanita dengan sindrom HELLP harus menerima MgSO4 sejak masuk rumah sakit hingga 24 hingga 48 jam pascapartum..3 o Trombosit diindikasikan untuk mereka dengan jumlah kurang dari 20 × 103 per µL (20 × 109 per L) sebelum persalinan pervaginam atau kurang dari 50 × 103 per µL sebelum persalinan sesar atau pada wanita dengan perdarahan abnormal.3 o Anestesi regional dapat digunakan bila jumlah trombosit lebih besar dari 100 × 103 per µL, tetapi harus dihindari jika jumlahnya kurang dari 50 × 103 per µL.3 o Kortikosteroid meningkatkan jumlah trombosit pada wanita dengan sindrom HELLP, tetapi belum terbukti meningkatkan hasil akhir janin atau ibu kecuali untuk manfaat yang terbukti pada pematangan paru janin sebelum usia kehamilan 34 minggu.3



2.2.8



Komplikasi Meskipun jarang, pasien-pasien dengan sindrom HELLP mengalami komplikasi berupa



keadaan gawat darurat berupa infark hepar, ruptur hepar dengan perdarahan yang mengancam jiwa atau komplikasi lainnya.6 Komplikasi lain dari sindrom HELLP yang dapat terjadi, antara lain berupa eclampsia, solusio plasenta, persalinan premature, koagulopati, stillbirth, BBLR, IUGR, gagal ginjal akut, perdarahan intraserebral, edema pulmonal, ARDS, sepsis, stroke, dan kematian perinatal.4,7,8 2.2.9



Prognosis Pasien dengan sindrom HELLP memiliki kemungkinan untuk mengalami sindrom



HELLP kembali, yaitu sebesar 2-27% pada kehamilan berikutnya. Menurut penelitian oleh Malmstrom, et al. yang dilakukan di Norway, kemungkinan berulangnya sindrom HELLP pada kehamilan selanjutnya adalah sebesar 3,6%.8 Pemantauan dan pengawasan hemodinamik pasca partum terhadap pasien dengan sindrom HELLP sebaiknya dilakukan terakit komplikasi-komplikasi yang mungkin muncul.4,8



BAB III 13



KESIMPULAN Hipertensi dalam kehamilan umumnya merupakan kelompok spektrum luas dari wanita hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah. Hipertensi dalam kehamilan dikarakteristikan dengan peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik 90 mmHg dalam minimal dua kali pemeriksaan dimana antara satu pemeriksaan dan pemeriksaan selanjutnya memiliki berjarak 4-6 jam pada wanita hamil yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang normal / normotensi. Berdasarkan data dari World Health Organization pada tahun 2019, hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab terbanyak dari morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Di United States, hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi 4, yaitu: hipertensi gestasional, hipertensi kronik, preeklampsia dan eklampsia, dan preeklampsia superimposed Sindrom HELLP merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia. Sindrom HELLP ditandai dengan preeklampsia yang disertai dengan terjadi nekrosis dari sel hepar. Sindrom HELLP



dikarakteristikkan



dengan



terdapat



hemolysis,



peningkatan



enzim



liver,



trombositopenia. Wanita hamil dengan sindrom HELLP mungkin memiliki gejala yang tidak spesifik, sehingga sindrom HELLP masih memerlukan perhatian khusus terkait komplikasi yang mungkin terjadi. Tatalaksana dari sindrom HELLP berupa tatalaksana umum terkait hipertensi dalam kehamilan dan terminasi kehamilan sebaiknya dilakukan dalam 24-48 jam setelah diagnosis ditegakkan. Wanita hamil dengan sindrom HELLP memiliki prognosis hasil kehamilan yang lebih buruk. Komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul adalah eklampsia, kelahiran prematur, peningkatan angka mortalitas perinatal, abrupsio plasenta, gagal ginjal akut, stroke, koagulopati, ARDS, dan sepsis.



14



DAFTAR PUSTAKA 1.



Gabbe SJ, Niebyl JR, Simson JL, Landon MB, Galan HL, Jauniaux ER, et al. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 7th ed.. New York: Elsevier; 2017



2.



WHO | World Health Statistics 2019: Monitoring health for the SDGs [Internet]. [cited 2020



Okt



2].



Available



from:



https://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/2019/en/ 3.



Leeman L, Dresang LT, Fontaine P. Hypertensive Disorders of Pregnancy. AFP. 2016;93(2):121–7.



4.



Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Williams Obstetrics. 24th ed. New York : McGraw-Hill; 2014.



5.



Haram K, Mortensen JH, Nagy B. Genetic aspects of preeclampsia and the hellp syndrome. Journal of Pregnancy. 2014; 910751



6.



Wilson SG, White AD, Young AL, Pollard SG. The management of the surgical complications of HELLP syndrome. Ann R Coll Surg Engl. 2014; 96: 512–6



7.



Rimaitis K, Grauslyte L, Zavackiene A, Baliuliene V, Nadisauskiene R, Macas A. Diagnosis of HELLP syndrome: a 10-year survey in a perinatology centre. Int. J. Environ. Res. Public Health. 2019 ;16: 109;



8.



Malmstrom O, Morken NH. HELLP syndrome, risk factors in first and second pregnancy: a population-based cohort study. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2018;97: 709-16



9.



Kementerian Kesehatan, R. I. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.1st Ed. 2013.



10. Abildgaard U, Heimdal K. Pathogenesis of the syndrome of hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count (HELLP): a review. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology . 2013 ;166: 117123 11. Brosens I, Brosens JJ, Muter J, Puttemans P, Benagiano G. Preeclampsia: the role of persistent endothelial cells in uteroplacental arteries. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2019 ;221(3):219–26. 12. Kota LN, Garikapati K, Kodey PD, Gayathri KB. Study on HELLP syndrome - maternal and perinatal outcome. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2017;6(2):714-9



15