Referat Tanatologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT TANATOLOGI



Disusun guna memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang Periode 28 Oktober – 9 November 2019 Disusun Oleh: Dwi Agus Kurniawan



H2A014013P



Mohammad Dwitopo Pinoko



H2A014051P



Dean Gama Putrisani



H2A014040P



Fitri Maryuni



H2A013048P



Titik Meilasari



H2A014004P



Fairuz Febrita Dinarsari



H2A014058P



Dosen Penguji: dr. Abraham, Sp.F



Residen Pembimbing: dr. Chotimah Zainab/ dr. Nurul Ummi Rofiah



ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG



HALAMAN PENGESAHAN



Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing, referat dari: Nama: Dwi Agus Kurniawan



H2A014013P



Mohammad Dwitopo Pinoko



H2A014051P



Dean Gama Putrisani



H2A014040P



Fitri Maryuni



H2A013048P



Titik Meilasari



H2A014004P



Fairuz Febrita Dinarsari



H2A014058P



Fakultas



: Kedokteran Umum



Universitas



: Universitas Muhammadiyah Semarang



Bagian



: Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi



Judul



: Tanatologi



Dosen Penguji



: dr. Abraham, Sp.F



Residen Pembimbing : dr. Chotimah Z./ dr. Nurul Ummi Rofiah



Residen Pembimbing 1,



Residen Pembimbing 2,



dr. Chotimah Z.



dr. Nurul Ummi Rofiah



Semarang, 5 November 2019 Dosen Penguji,



dr. Abraham, Sp.F



i



DAFTAR ISI



HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah . ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3 1.3Tujuan Penelitian . ......................................................................................... 3 1.3.1 Tujuan Umum . .................................................................................... 3 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian . ...................................................................................... 3 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4 2.1 Definisi Tanaologi . ...................................................................................... 4 2.2 Kematian. ...................................................................................................... 4 2.3 Cara Mendeteksi Kematian. ......................................................................... 6 2.4 Tanda Kematian. ........................................................................................... 6 2.4.1 Tanda Kematian Tidak Pasti. ................................................................. 7 2.4.2 Tanda Kematian Pasti. ........................................................................... 7 1) Livor Mortis. .................................................................................. 7 2) Penurunan Suhu Badan (Algor Mortis)........................................ 14 3) Kaku Mayat (Rigor Mortis). ........................................................ 19 4) Dekomposisi. ............................................................................... 26 BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan- Nya, sehingga Referat ini dapat diselesaikan. Referat dengan judul “Tanatologi” ini ditujukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan kelulusan Kepaniteraan dari Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Referat ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Abraham, Sp.F selaku dosen penguji dan dr. Chotimah Zainab serta dr. Nurul Ummi Rofiah selaku Residen Pembimbing, beliau begitu banyak membantu selama penelitian dan penulisan referat ini. Kesabaran dan perhatiannya menjadi spirit besar bagi penulis. Kepada ketua dan teman-teman kelompok Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 28 Oktober – 9 November 2019 yang telah memberikan dukungan dan penyediaan fasilitas dan kebijakan yang sangat membantu mahasiswa untuk melaksanakan penelitian, penulis sampaikan terima kasih banyak. Selanjutnya, penulis juga menyampaikan para staf medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang yang selalu menjadi tim yang solid selalu bersedia membantu penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala bantuan, dukungan, dan fasilitas yang telah diberikan.. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan referat ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Semarang, November 2019



Penulis



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Masalah Menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika tubuh di temukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan. Namun, informasi yang memadai sering tersedia untuk dapat menerka perkiraan rentang waktu yang meliputi saat kematian sebenarnya. Pada umumnya, postmortem interval lebih pendek, perkirakan rentang waktu lebih sempit. Sebaliknya, postmortem interval yang lebih panjang memerlukan berbagai perkiraan yang lebih luas dan sering kali ada peluang yang sangat besar untuk terjadi kesalahan. Tidak adanya pengamatan tunggal mengenai mayat merupakan indikator yang tepat atau akurat pada postmortem interval. Perkiraan yang paling dapat diandalkan didasarkan pada kombinasi berbagai pengamatan yang dilakukan dari tubuh dan tempat kejadian kematian. Kondisi yang diamati melibatkan tubuh termasuk rigor mortis, livor mortis, algor mortis dan dekomposisi. Isi lambung juga dapat membantu dalam menentukan waktu kematian.1 Selain memeriksa tubuh, juga penting untuk menyelidiki tempat kejadian kematian, selama waktu yang ditentukan kondisi lingkungan harus di dokumentasi. Kondisi lingkungan, terutama suhu, banyak faktorfaktor penting yang mempengaruhi perubahan tubuh yang dialami setelah kematian. Penentuan interval postmortem tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan namun tidak terbatas pada, aktivitas antemortem. Livor mortis, rigor mortis, algor mortis, suhu tubuh pada saat kematian, habitus tubuh, dan kondisi lingkungan seperti pakaian, suhu lingkungan, media lingkungan (misalnya, udara, air, tanah), dan tentu saja, riwayat, peristiwa terminal, dan tempat kejadian yang ditemukan. Sebagai akibat dari beberapa faktor yang kompleks, melibatkan pengaruh dari perubahan



1



postmortem, patologi forensik menyediakan berbagai waktu untuk memperkiraan interval postmortem, sebagai perbandingan tunggal atau kepastian



waktu



kematian.



Pengamatan



yang



dilakukan



selama



penyelidikan tempat kejadian dapat membantu menilai perubahan tubuh dan juga dapat memberikan informasi tambahan yang berguna dalam memperkirakan saat kematian terjadi. Kombinasi dari pemeriksaan tempat kejadian dan pemeriksaan tubuh akan memberikan infornasi terbaik untuk penyidik dalam memperkirakan waktu kematian terjadi. 1, 2 Pengamatan tubuh seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan pelatihan dan pengalaman yang cukup dalam penyelidikan kematian sesegera mungkin setelah tubuh ditemukan. Tubuh tidak harus perlu dimanipulasi sebelum melakukan pengamatan ini. Perubahan lingkungan, seperti membuka pintu dan jendela atau menyalakan AC, juga harus di minimalisir sampai pengamatan dilakukan. Berbagai kondisi di berbagai belahan negara (dan dunia) akan mempengaruhi perubahan laju postmortem.



Meskipun



beberapa



ahli



telah



menyarankan



untuk



menggunakan stimulasi myoelectrical, pengosongan lambung, suhu tubuh, kalium vitreous, derajat, dan metode lain untuk menentukan postmortem interval ilmiah "akurasi," metode ini tidak terlalu dapat dipercaya. Kadar kalium vitreous mungkin berbeda secara luas antara kedua mata pada tubuh yang sama. 1, 2 Estimasi waktu setelah kematian yang paling mendekati adalah melalui pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat kematian, awal timbulnya livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya. Perubahan dapat dievaluasi, estimasi dari interval postmortem semakin akurat.2



2



1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penulisan referat ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan tanatologi? 2. Apa saja manfaat tanatologi? 3. Apa saja jenis kematian? 4. Apa saja tanda tidak pasti kematian? 5. Apa saja tanda pasti kematian? 6. Bagaimana memperkirakan saat kematian?



1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk menjelaskan tentang tanatologi. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Sebagai persyaratan mengikuti ujian akhir Stase Forensik dan Medikolegal di RSUP Dr. Kariadi Semarang. 2. Menjelaskan pengertian tanatologi, manfaat tanatologi, jenisjenis kematian, tanda kematian tidak pasti, tanda pasti kematian dan perkiraan saat kematian.



1.4 Manfaat Penelitian Penulisan referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi dokter muda yang sedang dalam proses pendidikan di Stase Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang mengenai tanatologi sebagai salah satu ilmu dasar dalam Ilmu Kedokteran Forensik.



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Tanatologi Tanatologi berasal dari kata thanos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, seperti:3,4 1.



Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.



2.



Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal.



3.



Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainankelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.



2.2 Kematian Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh.4 Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu : 1. Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap. Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi4,5 2. Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga



4



sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam 4,5 3. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan 4,5 4. Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat 4,5 5. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi



kerusakan



seluruh



isi



neuronal



intrakranial



yang



irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.4,5 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas, yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostatis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.4



5



2.3 Cara Mendeteksi Kematian Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya



sistem saraf, ada lima hal yang harus kita



perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektroensefalografi (EEG) mendatar/flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektrokardiografi (EKG) mendatar/flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.1 Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.1 2.4 Tanda Kematian Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.4



6



2.4.1 Tanda Kematian Tidak Pasti4,5 a. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit. b. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba. c. Kulit pucat. d. Tonus otot menghilang dan relaksasi. e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata. 2.4.2 Tanda Kematian Pasti 1) Livor Mortis Definisi Livor Mortis (Postmortem Lividity, Postmortem Stains, Postmortem Hypostatis, Postmortem Suggillation, Postmortem Vibices, lebam mayat) yaitu warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan pada bagian tubuh akibat akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil di bagian tubuh paling rendah akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang tertekan alas keras. Livor Mortis dapat berwarna ungu kebiruan ataupun merah kebiruan.5,6,7



Livor



Mortis



terbentuk



pada



daerah



tubuh



yang



menyokong berat badan tubuh seperti bahu, punggung, bokong, betis pada saat terbaring diatas permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna livor mortis disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah di daerah ini yang mencegah akumulasi darah.6



7



Gambar 2.1 Lebam pada mayat7 Patomekanisme Livor Mortis Livor Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed yaitu tempat pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen saling berhubungan. Darah dan sel-sel darah terakumulasi memenuhi saluran tersebut



dan sukar



dialirkan ke daerah tubuh lainnya.6 Sel darah merah (eritrosit) akan bersedimentasi melalui jaringan longgar, tetapi plasma akan berpindah ke jaringan longgar



yang



menyebabkan



terbentuknya



edema



setempat,menimbulkan blister pada kulit. Dari luar akan terlihat bintik-bintik berwarna merah kebiruan atau adanya eritrosit pada daerah terendah terlihat dengan timbulnya perubahan warna kemerahan



pada



kulit



yang



disebut



livor



mortis.6



8



Lebam



Bagian terendah



Muncul dalam beberapa bentuk ‘patch’



Bergabung membentuk area luas perubahan warna



Posisi tubuh berubah



Lebam masih hilang dengan penekanan



Sering Berubah posisi



Posisi tubuh tetap



Lebam mayat tidak muncul



Lebam muncul di area baru Lebam tidak hilang dengan penekanan



Gambar 2.2 Bagan terjadinya lebam mayat7 Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi. Meningkatnya interval waktu post mortem, akan mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah merah keunguan. Warna merah keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit post mortem dan konsumsi



oksigen



terus-menerus



oleh



selsel



yang



awalnya



mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler (misalnya sel-sel hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan selotot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk Deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu.6 Livor mortis mulai tampak 20-30 menit pasca kematian, 9



semakin lama intensitasnya bertambah kemudian menetap setelah 812 jam. Menetapnya livor mortis disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel- sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah terbentuknya livor mortis yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya livor mortis pada penekanan dengan ibu jari memberi indikasi bahwa livor mortis belum terfiksasi secara sempurna. Lebam mayat dikatakan sempurna ketika area lebam tidak menghilang jika ditekan (misalnya dengan ibu jari) selama 30 detik. Akan tetapi, lebam baru masih dapat terbentuk setelah 24 jam jika dilakukan perubahan posisi.5,6 Tabel 2.1 Mekanisme dan Estimasi waktu munculnya Livor mortis Mekanisme Pengendapan



Onset Segera setelah kematian



Mulai muncul 2 – 4 jam



Maksimum 8 – 12 jam



Lebam postmortem dan memar pada antemortem dapat dibedakan dari penyebab, situasi yang mendasari, apakah terdeapat bengkak, dan jika dilakukan sayatan dan disiram air, lebam mayat akan pudar/hilang, tetapi pada kasus resapan darah (ekstravasasi akibat trauma) bercak tidak hilang.5,7



10



Tabel 2.2 Perbedaan antara lebam mayat dengan memar7 Lebam mayat Kongesti/ memar intravital Penyebab Akumulasi menetapnya darah Statisnya system pembuluh pada pembuluh darah darah yang disebabkan oleh keadaan patologi Lokasi Bagian tubuh terendah Sebagian atau seluruh bagian organ yang mungkin mengalami kelainan patologi Edema Tidak ada Mungkin ada Kejadian Postmortem Antemortem Sayatan pada Lebam mayat akan pudar/ Terbentuk eksudasi cairan permukaan hilang bercampur dengan darah Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Livor Mortis Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lebam mayat antara lain7: a. Posisi – posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan terbentuknya lebam mayat. Demikian jika tubuh sering dibolak balikkan maka biasanya lebam tidak terbentuk. b. Perdarahan – jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau terjadi syok hemoragik, lebam mayat mungkin sulit dinilai. c. Anemia – jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai adanya lebam pada mayat. d. Warna kulit – lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang dengan warna kulit terang dibandingkan orang dengan warna kulit gelap. e. Suhu dingin – jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam mayat mungkin lebih lama terbentuk dan dalam beebrapa keadaan, hal ini bukanlah oarameter yang baik untuk menentukan estimasi waktu kematian.



Distribusi Livor Mortis Lebam mayat menetap pada bagian terendah tubuh disebabkan karena adanya gaya gravitasi. Selain itu alasan yang pertama, setelah terbentuknya lebam mayat, darah tidak mudah melewati pembuluh darah. Kedua, selang beberapa jam lebam mayat menjadi lengkap,



11



rigor mortis juga akan terjadi pada otot. Saat terjadinya kaku mayat, pembuluh darah yang berjalan diantara otot tertekan sehingga darah sulit untuk mengalir. Dan ketiga, saat rigor mortis lengkap terjadi, pembuluh darah berikutnya juga tertekan sehingga tidak dapat berdilatasi untuk mengalirkan darah pada area berikutnya.7 Jika posisi korban terlentang, maka lebam muncul pada daerah terendah tubuh, yaitu pada daerah belakang tubuh seperti punggung, paha, betis. Jika korban dalam posisi tengkurap, maka lebam mayat muncul di daerah terendah tubuh, yaitu bagian depan tubuh yaitu dada, perut, paha bagian depan, tangan. Saat posisi korban miring ke samping, maka lebam muncul di sisi terendah tubuh.7



Gambar 2.2 Pembentukan lebam mayat pada bagian tubuh terendah berdasarkan posisi7 Warna Livor Mortis Warna lebam dapat menentukan penyebab kematian, misalnya merah terang pada keracunan karbonmonoksida (CO) atau sianida (CN). Serta kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, atau sulfonal.5



12



Tabel 2.3 Distribusi lebam mayat berdasarkan warna yang terbentuk7 Penyebab Karbon monoksida Sianida Fluoroasetat Di Lemari pendingin Hipotermi Sodium klorat Hidrogen sulfide Anilin Karbon dioksida



Warna lebam yang terbentuk Merah muda Merah terang Merah muda/merah terang Kemerahan Kemerahan Cokelat Hijau Biru gelap Kebirua-biruan



Kepentingan Medikolegal Beberapa hal berikut terbentuknya Livor mortis digunakan dalam kepentingan medikolegal7: 1.



Sebagai tanda pasti kematian



2.



Estimasi waktu kematian dapat ditentukan



3.



Distribusi terbentuknya lebam mayat, dapat membantu posisi tubuh mayat saat kematian



4.



Penyebab kematian – diketahui dari warna lebam mayat yang terbentuk



5.



Lebam mayat mungkin dapat ditemukan di jaringan bawah kuku jika memang berada dalam posisi yang lebih rendah dan menetap. Hal ini penting jika sulit membedakan dengan sianosis.



6.



Lebam mayat mungkin sulit dibedakan dengan memar



7.



Bintik perdarahan mungkin sulit dibedakan dengan lebam mayat



8.



Keadaan dibawah suhu lingkungan, membuat warna keunguan pada lebam mayat akan terlihat merah terang atau merah muda karena resaturasi hemoglobin dengan oksigen. Hal ini penting untuk membedakannya dengan keracunan karbon monoksida



9.



Terbentuknya lebam mayat pada daerah usus, kadang sulit dibedakan dengan terjadinya infark atau strangulasi usus.



13



2) Penurunan suhu badan (Algor mortis) Algor mortis dapat juga disebut penurunan suhu tubuh. (algor =dingin, mortis = setelah kematian) Temperatur oral normal pada individu yang hidup adalah 37° C (98,7°F) pada rectal suhu lebih tinggi sekitar 0,5°C dibanding temperatur oral. Setelah meninggal suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Penurunan suhu tubuh (algor mortis), secara tradisional, suhu tubuh di nilai secara rektal menggunakan termometer. Namun, terdapat masalah dengan pemakaian cara ini karena setiap gangguan dengan anus atau rektum sebelum pemeriksaan forensik dapat membingungkan atau mencemari investigasi kemudian ke keberadaan bahan biologis seperti semen, darah atau rambut.14 Tabel 2.4. Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu tubuh.14



Saat ini, metode yang paling berguna untuk memperkirakan waktu kematian adalah Nomens Henssge dengan angka keakuratan 95 persen untuk metode ini. Nomens Henssge bergantung pada tiga pengukuran suhu tubuh, suhu sekitar, dan berat badan. Ketepatan dalam salah satu dari ini akan menurunkan hasil akhir. Selain itu, ada penerapan faktor korektif empiris untuk memungkinkan pakaian, pergerakan udara dan /



14



atau air sebagai factor kecepatan penurunan suhu tubuh.14,15 Secara umum, menilai penurunan suhu tubuh dapat membantu penentuan waktu kematian dalam 10-12 jam pertama setelah mati ketika tubuh di temukan di lingkungan dingin (70-75oF). Pada waktu ini. Suhu tubuh dapat membantu penentuan waktu kematian bila suhu tubuh diukur secepatnya setelah mayat ditemukan dalam suhu lingkungan yang di atur dan terukur. Suhu tubuh sebaiknya diukur paling tidak minimal 2 kali, dengan jarak kurang lebih antara 1 jam.15



Gambar 2.3 Urutan perubahan mayor setelah kematian pada lingkungan iklim sedang



15



Gambar 2.4 perkiraan waktu kematian dengan nomogram Penurunan suhu tubuh setelah meninggal dipengaruhi oleh 2 hal:7 1. Setelah meninggal tidak lagi diproduksi panas baik secara fisik, kimia dan aktivitas metabolik. 2. Terjadi penurunan suhu tubuh yang terjadi secara konstan hingga suhu tubuh sama dengan suhu lingkunga, hal ini diakibatkan oleh pusat yang mengatur regulasi panas menjadi tidak aktif . Ada 3 mekanisme kehilangan panas tubuh melalui permukaan tubuh:7 1. Konduksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak langsung dengan objek . Organ dalam mengalami penurunan suhu dengan cara konduksi. 2. Konveksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak dengan udara yang kontak dengan tubuh.



16



3. Radiasi, perpindahan panas yang terjadi melalui sinar inframerah. Hukum Newton Cooling menyatakan bahwa untuk terjadinya pendinginan tubuh dengan proses konversi yaitu kehilangan suhu sebanding dengan perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungan sekitarnya. Hukum ini bagaimanapun hanya berlaku pada bahan inorganik yang regular. Meskipun banyak penelitian dilakukan, hukum ini gagal untuk menghitung penyimpangan dari bentuk tubuh, efek pakaian, ventilasi ataupun posisi fisik mayat. Bahkan selama penelitian Davey



di



British



menyatakan



suhu



lingkungan



yang



sering



mengakibatkan suhu awal mayat meningkat selama durasi postmortem awal Pengukuran suhu pada cadaver bedasarkan letaknya. Menggunakan thermometer kimia, ukuran 25 cm dengan rentang suhu 0°C - 50°C 1. Rectum, 4 inchi di atas anus 2. Daerah sub-hepatic Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolism dalamt tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.10,11 Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu tubuh mayat, yaitu: a. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya. b. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan suhut ubuhnya. c. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat d. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. e. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. f. Aktivitas sebelum meninggal. g. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu



17



tubuh tinggi. h. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. i. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar. Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain: a. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat. b. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting. c. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem. d. Badan dingin setelah 12 jam post mortem. e. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem. f. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran, dan keadaan lairnya. Apabila korban meninggal di dalam air, maka penurunan suhu jenazah tergantung pada: a. Suhu air b. Aliran air c. Keadaan air



Gambar 2.5 Kurva perubahan suhu pada postmortem



18



3) Kaku Mayat (Rigor Mortis) Rigor mortis adalah perubahan fisikokimia bergantung suhu yang terjadi di dalam sel-sel otot sebagai akibat dari kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen berarti bahwa energi tidak dapat diperoleh dari glikogen melalui glukosa menggunakan fosforilasi oksidatif sehingga produksi adenosin trifosfat (ATP) dari proses ini berhenti dan proses anoksik sekunder mengambil alih untuk waktu yang singkat tapi, karena asam laktat yang merupakan produk sampingan respirasi anoksik, sitoplasma sel menjadi semakin asam. Dalam menghadapi jumlah ATP rendah dan keasaman tinggi, aktin dan miosin berikatan bersama dan membentuk gel. Hasil dari perubahan metabolik selular kompleks ini adalah otot-otot yang menjadi kaku. Namun, mereka tidak memendek kecuali mereka berada di bawah ketegangan.9 Jika tingkat glikogen otot rendah, atau jika sel-sel otot menjadi bersifat asam pada saat kematian sebagai akibat dari latihan, proses rigor akan berkembang lebih cepat. Listrik juga berhubungan dengan rigor yang semakin cepat dan ini mungkin disebabkan oleh rangsangan berulang dari otot-otot. Sebaliknya, pada orang muda, tua atau kurus, kekakuan mungkin sangat sulit untuk dideteksi karena otot yang kecil.9 Rigor berkembang merata di seluruh tubuh tetapi umumnya pertama didapatkan pada kelompok otot yang lebih kecil seperti otot di sekitar mata dan mulut, rahang dan jari-jari. Kekakuan berjalan dari kepala ke kaki karena kelompok otot yang lebih besar dan lebih besar menjadi kaku. Kekakuan biasanya terlihat pertama di rahang, maka siku dan akhirnya lutut. Tubuh dikatakan dalam kekakuan lengkap atau penuh ketika rahang, siku dan lutut sendi yang tidak bergerak. Kemampuan untuk pasif memindahkan sendi tergantung pada jumlah otot mengendalikan sendi. Kekakuan melibatkan bersama dengan sejumlah kecil otot seperti jari mudah diatasi, sementara itu mungkin sulit untuk bergerak bersama seperti siku, yang terhubung ke otot-otot yang relatif besar. Sebagai aturan, orang akan memiliki kekakuan yang



19



lebih kuat daripada perempuan karena laki-laki biasanya memiliki massa otot yang lebih besar daripada wanita. otot-otot besar, terutama pada individu berotot, mungkin menjadi begitu tahan terhadap peregangan yang mungkin memerlukan upaya lebih dari satu orang untuk bergerak bersama besar. Kadang- kadang, tulang bisa pecah sebelum rigor mortis diatasi. Sebaliknya, kekakuan mungkin buruk dibentuk atau tidak jelas pada individu dengan massa otot kecil, seperti bayi atau orang dewasa kurus.9,10 Dalam kondisi beriklim sedang rigor umumnya dapat terdeteksi di wajah antara sekitar 1 jam dan 4 jam dan pada tungkai antara sekitar 3 jam dan 6 jam setelah kematian, dengan kekuatan rigor meningkat menjadi maksimal sekitar 18 jam setelah kematian. Rigor lengkap membutuhkan



waktu



sekitar



10-12



jam



untuk



sepenuhnya



mengembangkan dalam ukuran dewasa rata-rata ketika suhu lingkungan adalah 70-75 ° F. Tubuh akan tetap kaku untuk 24-36 jam pada suhu yang sama ini sebelum dekomposisi menyebabkan otot-otot untuk mulai lumayan melonggarkan, tampaknya dalam urutan yang sama mereka menegang. Setelah terjadi, rigor akan menetap sampai sekitar 50 jam setelah kematian sampai autolisis dan dekomposisi sel-sel otot mengintervensi dan otot menjadi flaksid lagi. Waktu ini hanya pedoman dan tidak pernah bisa mutlak.9 Tabel 2.5 Estimasi waktu perubahan rigor mortis Mekanisme



Onset



Mulai



Maksimal



Perubahan fisik



Segera



1-6 jam 6-24 jam



Menghilang 12-36 jam



Rigor mortis dipengaruhi oleh suhu lingkungan. suhu yang tinggi akan mempercepat penampilan dan hilangnya kekakuan. Kekakuan yang melibatkan tubuh tergeletak di lapangan akan datang dan berlalu lebih cepat pada hari musim panas daripada di musim dingin satu. Laju perkembangan dan hilangnya kekakuan akan terpengaruh oleh perubahan suhu yang dialami oleh tubuh, seperti terjadi selama panas



20



hari dan kesejukan malam.10 Rigor mortis juga dipengaruhi oleh suhu tubuh internal yg meninggal dan aktivitas sebelum kematian. suhu tubuh yang lebih tinggi pada saat kematian dan kondisi yang menyebabkan lebih laktat produksi asam menyebabkan kekakuan untuk mengembangkan lebih cepat. Misalnya, seseorang yang meninggal memiliki demam dari infeksi seperti pneumonia dapat mengembangkan kekakuan lebih cepat dari seseorang dengan suhu tubuh normal. Dipercepat kekakuan juga dapat dilihat pada orang sekarat dengan hipertermia meskipun suhu lingkungan mungkin normal, seperti dapat terjadi pada kematian yang berhubungan dengan kokain, PCP atau metamfetamin. 10 Timbulnya kekakuan juga dapat terjadi lebih cepat jika aktivitas fisik yang berat terjadi segera sebelum kematian. Misalnya, seseorang yang melarikan diri dari penyerang sebelum ditembak atau ditikam dapat mengalami rigor mortis lebih cepat daripada jika tidak ada aktivitas fisik yang intens. Rigor mortis yang sangat cepat dapat terjadi karena kombinasi dari suhu tubuh meningkat dan peningkatan produksi asam laktat. 10 Pada sedikit kasus, rigor mortis dapat muncul dalam beberapa menit setelah kematian. Hal ini disebut "cadaveric spasm" dan biasanya dikaitkan dengan aktivitas fisik yang ekstrim sesaat sebelum kematian. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa kondisi lain seperti luka listrik.10 Berbeda dengan suhu lingkungan yang tinggi, kondisi dingin dapat memperlambat atau mencegah rigor mortis. Proses ini akan dimulai atau bertambah cepat ketika tubuh berada di lingkungan yang hangat. Jika tubuh tidak dalam kekakuan lengkap dan ditempatkan dalam pendingin proses akan melambat dan mungkin berhenti. Rigor dapat berlanjut sampai selesai ketika tubuh hangat. Kekakuan pada rigor harus dibedakan dari pengerasan otot atau beku karena cuaca sangat dingin. Dalam kondisi lingkungan seperti itu, kekakuan mungkin sulit



21



untuk dievaluasi. 10 Rigor mortis juga akan membantu penyidik dalam menentukan apakah tubuh telah dipindahkan. Jika penyidik tiba di tempat kejadian dan menemukan sebuah lengan yang tidak disangga atau kaki mengarah ke udara, penyidik tahu bahwa orang yang meninggal telah dipindahkan setelah rigor terjadi. Seseorang mungkin mati dengan lengan atau kaki di udara, tapi gravitasi akan mencegah ekstremitas yang tidak disangga tetap dalam posisi tersebut setelah kematian. 10



Gambar 2.6. Kaku mayat.10 Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot baik otot lurik maupun otot polos dan bila terjadi pada otot anggota gerak, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan tenaga untuk melawan kekuatan tersebut. Berdasarkan teori tersebut maka kaku mayat akan terjadi lebih awal pada otot-otot kecil, karena pada otot-otot yang kecil persediaan glikogen sedikit. Otot-otot yang kecil itu antara lain otot-otot yang terdapat pada muka misalnya otot palpebra, otot rahang dan sebagainya. Sesudah itu kaku mayat terjadi pada leher, bagian atas tubuh, dada, perut dan terakhir bagian bawah tubuh. Tubuh dikatakan memiliki kekakuan penuh atau penuh ketika sendi rahang, siku dan lutut tidak bergerak.18 Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat



22



mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar craniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot. Faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.17 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain :16,1 a. Persediaan glikogen Pada mayat dari orang yang sebelum meninggalnya banyak makan makanan yang mengandung karbohidrat maka kaku mayat akan timbul lebih cepat. b. Kegiatan Otot Pada orang yang melakukan akfitifitas berlebihan sebelum kematiannya,



kaku



mayatnya



akan



menjadi



sangat



cepat.



ketersediaan glikogen dan adenosin trifosfat dalam otot merupakan elemen penting dalam pembentukan kekakuan. Pengerahan otot mempengaruhi interaksi zat-zat ini dan menyebabkan timbulnya kekakuan. c. Suhu udara sekitarnya Pada suhu udara yang tinggi kaku mayat akan lebih cepat dan berlangsung lebih singkat, sedang pada suhu rendah terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama Kekakuan total berkembang dengan cepat, kemudian memudar pada hari pertama saat dekomposisi terjadi.



23



d. Umur Pada anak-anak timbulnya kaku mayat lebih cepat daripada orang dewasa. Niderkorn (1874) pada 113 mayat menunjukkan rentang 2–13 jam agar kekakuan menjadi lengkap, kluster utama adalah 3 hingga 6 jam setelah kematian, periode yang lebih pendek. Berikut ini adalah ratarata ‘check spot’ yang dapat digunakan dalam menilai kondisi kaku mayat :19 1. Jika badan terasa hangat dan lembek, berarti sudah mati kurang dari 3 jam. 2. Jika badan terasa hangat dan kaku, itu sudah mati dari 3 hingga 8 jam. 3. Jika tubuh terasa dingin dan kaku, itu sudah mati 8 hingga 36 jam. 4. Jika badan terasa dingin dan lembek, berarti sudah mati lebih dari 36 jam. Kekakuan pada tubuh jenazah akibat rigor mortis perlu dibedakan dengan kekakuan akibat proses lainnya16 a. Cadaveric spasm (Instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm jarang dijumpai, tetapi sering ditemukan pada masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.



24



Gambar 2.7 Bentuk kekakuan seketika, pada korban jatuh ke air. Korban pulih dalam waktu singkat (seperti yang dapat dilihat dari tidak adanya kulit maserasi) tetapi memiliki rumput dari tepi sungai yang dipegang erat-erat di tangan. b. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut- serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk dikappe tinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian. c. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekukakan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi. 4) Dekomposisi Dekomposisi adalah kehancuran jaringan tubuh setelah meninggal. Dekomposisi merupakan suatu hal yang wajar pada tubuh yang sakit. Bagaimanapun,



dibawah



kondisi



lingkungan



spesifik



tertentu,



modifikasi dekomposisi tubuh yag mati terjadi dan kasus tersebut tidak mudah dan total penghacuran tubuh mati, adalah dibutuhkan waktu yang cukup. Modifikasi dekomposisi tersebut dapat terjadi jika



25



pembentukan mumifikasi dan adipocere.7 Mekanisme Dekomposisi7 Dekomposisi



mengikuti



perkembangan



proses



biokimia,



mempertahankan dan menjaga integritas elemen seluler. Selama dekompposisi, komponen jaringan bocor dan hancur melepaskan enzim hidrolitik. Jaringan tubuh organic kompleks terurai menjadi komponen sederhana. Bakteri dan mikroorganisme lain berkembang pada komponen organic tidak terlindung dari tubuh. 1. Autolisis. Penghancuran pada jaringan tubuh oleh pelepasan enzim dari penghancuran sel. 2. Pembusukan. Ini adalah perubahan yang dihasilkan oleh aksi bakteri dan mikroorganisme lain berkembang pada tubuh Perubahan autolisis7 1.



Autolisis adalah sebuah proses penghancuran diri pada jaringan tubuh oleh enzim. Proses ini juga bisa terjadi pada orang yang hidup ditandai dengan cedera fokal jaringan dan nekrosis yang dikelilingi oleh reaksi inflamasi. Mekanisme yang sama terjadi setelah kematian,di tubuh yang mati, proses yang terjadi pada skala besar dan tanpa reaksi inflamasi autolisis diduga dirangsang oleh penurunan pH intraseluler diikuti akibat penurunan oksigen setelah kematian.



2.



Proses ini terjadi awal dan cepat di beberapa jaringan kaya enzim hidrolitik seperti pancreas dan mukosa gaster; jaringan menengah seperti jantung, hati dan ginjal dan terlambat jaringan fibrosa seperti uterus dan otot rangka.



3.



Proses autolisis adalah tergantung suhu. Pendinginan pada tubuh akan terjadi setelah kematian akan menghambat pencernaan enzim diri sel sedangkan semakim tenaga meningkat suhu mendukung degradasi seperti



26



yang terlihat dalam proses kematian oleh panas, atau kematian pada suhu lingkungan yang tinggi. 4.



Fenomena autolisis ini terlihat pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk contoh terlihat autolisis pada kulit licin. Di kulit licin, pelepasan enzim hidrolitik terlepas pada demo-epidermal junction karena melonggarnya epidermis dari lapisan bawah sebagai hasil, epidermis mengelupas sampai dermis. Sama rambut dan kuku yang longgar. Mikroskopis, autolisis adalah identifikasi secara homogen dan sitoplasma eosinofil dengan hilangnya rincian seluler dengan sel tetap sebagai puing-puing.



5.



Autolisis internal dapat melihat konsistensi organ pucat. Demikian pula pembuluh darah besar noda karena hemolisis postmortem. Hemolisis ini hanyala autolisis pembuluh darah.



6.



Gastromalacia adalah pecahnya postmortem dinding lambung karena proses autolisis. Ini biasanya terjadi di fundus daerah dan tanpa ada reaksi penting. Demikian pula oesophagomalacia adalah pecahnya postmortem dari ujung bawah kerongkongan karena autolisis dan tidak memiliki reaksi penting.



7.



Disintegrasi janin mati dalam rahim ibu disebut sebagai maserasi dan dianggap sebagai autolisis aseptik.



Gambar 2.8 Kulit terkupas7



27



Pembusukan7 1.



Tahap pembusukan:







Tahap 1: Fresh stage Tahap ini dimulai dari saat awal kematian hingga kemunculan



tanda bloating. Tanda-tanda awal kematian seperti kaku mayat maupun lebam mayat mungkin terlihat. Organisme pertama yang mendatangi jenazah adalah blowflies (Calliphoridae) 



Tahap 2: Bloated Stage Penguraian tubuh berlanjut akibat aktivitas bakteri atau putrefaksi



sehingga tahap ini mudah dibedakan dengan tahap lainnya. Gas yang menyebabkan jenazah menggembung dihasilkan oleh metabolisme bakteri anaerob. Tahap ini diawali dengan pembengkakan abdomen dan kemudian seluruh tubuh menjadi membengkak. Pada tahap ini semakin banyak blowflies yang tertarik karena bau gas yang dihasilkan jenazah. Vass et al. (1992, 2004) menemukan bahwa beberapa serangga tertarik karena bau makanannya. Rove beetle (Staphylinidae) misalnya, tertarik pada jenazah karena ia adalah predator telur dan larva lalat. 



Tahap 3: Active decay stage Pada tahap ini ditemui kulit-kulit terlepas. Hal ini disebabkan



karena gas pembusukan yang mulai keluar dari tubuh. Gas-gas ini menyebabkan beberapa serangga tertarik, antara lain silphid beetle, seperti Nicrophorus humator, Hister cadaverinus, dan Saprinus rotundatus, serta lalat kelas Muscidae, Hydrotaea capensis. 



Tahap 4: Post-decay / Advanced decay stage Pada tahap pembusukan selanjutnya, yang tersisa adalah bagian



tubuh seperti kulit, tulang rawan, tulang, dan usus sementara jaringan tubuh lain mengering. Indikator utama tahap ini adalah bertambahnya kemunculan kumbang dan berkurangnya dominasi lalat (Diptera) pada mayat. 



Tahap 5: Dry or remain stage/ Putrid dry remains/ Skeletonization



28



Pada tahap ini, pada mayat hanya tersisa rambut dan tulang. Tidak ada serangga yang khas pada tahap ini, meskipun dalam beberapa kasus dapat ditemukan kumbang dari famili Nitidulidae. Proses pembusukan berjalan lambat karena telah memasuki tahap akhir pembusukan. Beberapa komponen yang ditinggalkan antara lain tulang tungkai dan kaki, tengkorak, dan tulang iga. 2.



Perubahan pembusukan tergantung pada berbagai faktor seperti



dijelaskan dibawah. Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah Clostridium welchi, B.coli, Staphylococci,non-hemolitik,Streptococcus, Proteus, dan lain-lain. 3.



Perubahan fisik terdiri dari kembung dengan distensi abdomen oleh



distensi gas. Hal ini menyebabkan obliterasi identitas almarhum. Pada laki-laki, gas dari peritoneum melewati kanalis inguinalis lalu menuju skrotum sehingga menyebabkan pembengkakan skrotum. 4.



Gas yang berbeda dari dekomposisi menginduksi perubahan kimia.



Misalnya hidrogen Sulfida mudah berdifusi melalui jaringan. Bereaksi dengan



hemoglobin



membentuk



sulfhemoglobin.



Pigmen



ini



meyebabkan adanya warna hijau di seluruh tubuh. 5.



Pembusukan terjadi pada tingkat yang berbeda di berbagai jaringan



tubuh dan tergantung pada kadar air mereka.



Gambar 2.9 warna kehijauan pada fossa iliaca



29



Perubahan Dekomposisi 1.



Tanda eksternal Pembusukan adalah tanda yang paling mutlak pada kematian.Tanda



eksternal pertama dari pembusukan (dekomposisi) adalah perubahan sebuah warna kehijauan dari sisi kanan perut atas wilayah caecum tepat. Secara bertahap warna menyebar ke seluruh perut, dan di dada dan saat ini bau busuk menjadi semu. Isi cairan caecum dan penuh bakteri karena pembusukan berkembang sebelumnya. Sejak caecum adalah dekat dengan dinding perut, kanan bawah perut noda pertama. Demikian pula, permukaan hati dengan usus buntu juga menunjukkan perubahan warna kehijauan. Perubahan warna kehijauan karena pembentukan sulphmethemoglobin. Di musim panas, warna biasanya berkembang sekitar 12 sampai 18 jam dan di musim dingin dibutuhkan sekitar 18-24 jam. Ada pembentukan beberapa kulit menjadi lepuh mengandung udara dengan kulit lepas pada tempat. Seluruh tubuh menjadi bengkak dengan cairan dan akhirnya



mencairkan dan



megalami disintegrasi. Marbling pada kulit menjadi menonjol oleh 24 jam di musim panas sedangkan sekitar 36 sampai 48 jam di musim dingin. Pembuluh darah itu diserang oleh mikroorganisme. Formasi dari sulphmethemoglobin menyebabkan pewarnaan kehijauan-coklat dari dinding bagian dalam pembuluh darah. Fenomena ini memberikan naik ke penampilan marmer pada kulit. Warna merah postmortem gigi (pink gigi) - warna merah adalah karena hemolisis setelah eksudasi derivatif hemoglobin melalui tubules gigi.7 Berbagai produk yang terbentuk selama proses dekomposisi. Sebagai proses berlangsung dekomposisi, bau aneh yang dipancarkan oleh tubuh menarik serangga. Setelah invasi tubuh oleh lalat, mereka bertelur di 18 sampai 36 jam tergantung pada kondisi lingkungan. Mereka biasanya bertelur di dekat lubang. Telur menetas dalam waktu 12-24 jam untuk larva. Larva juga disebut sebagai belatung. Belatung pemakan rakus. Selain itu, belatung mempunyai enzim proteolitik yang



30



menyebabkan kerusakan lebih dan dapat menyebabkan sulit dalam menafsirkan cedera permukaan.7 Serangga dan hewan lainnya akan memakan tubuh setelah kematian. Hal ini biasa terjadi baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Kecoak dan semut dapat menyebabkan kuning / erosi coklat dari kulit yang bisa menyerupai lecet dan membingungkan penguji. Gigitan semut dan kecoak pada kulit anak yang meninggal karena memiliki SIDS telah disalahartikan sebagai bukti pelecehan. Serangga dan larva mereka memainkan utama peran dalam pembersihan tubuh selama dekomposisi. Hewan yang lebih besar, termasuk hewan peliharaan rumah tangga, juga akan memakan mayat. Kucing dan anjing akan mengunyah pemilik mati mereka jika dibiarkan saja dan lapar. Tikus, musang, possum dan hewan liar lainnya juga dapat menyebabkan cukup



kerusakan tubuh.



Sebagian besar cedera



postmortem adalah mudah diakui baik oleh ahli patologi atau antropolog konsultasi. Jarang tidak hewan mengkonsumsi seluruh tubuh. Namun, hewan dapat menyebar bagiandari sisa-sisa di wilayah yang luas.12



Gambar 2.10 Pembentukkan bula pada pembusukan



31



Gambar 2.11 tanda Marbling



Gambar 2.12 Pembentukan beberapa kulit melepuh dan kulit terkupas



Gambar 2.13 Telur



Tabel 2.6 Produk Dekomposisi Asam: asetat, palmitat, oksalat, suksinat, laktat Amina dan asam amino: leusin, tirosin, putrisine, cadaverinezat aromatik: indol, skatol merkaptan Gas: Hidrogen Sulfida, karbon dioksida, sulfur dioksida, amonia dll Enzim: SGOT, LDH dll



32



2.



Tanda internal7 Dekomposisi dari organ internal tergantung pada beberapa faktor



seperti : a.



Keutuhan organ



b.



Kadar air dari organ



c.



Kepadatan organ



d.



Jumlah darah di organ



Urutan dari awal dan akhir pembusukan terjadi di organs internal .



Gambar 2.14 telur



Gambar 2.15 Larva



Gambar 2.16 Hati berbusa



33



Gambar 2.17 Dekomposisi hati Tabel 2.7 Urutan pembusukan organ internal Organ internal membusuk awal Otak Mukosa trakea dan laring Lambung dan usus Limpa Hati



Organ internal membusuk akhir Kerongkongan Diafragma Jantung Paru-paru Ginjal Kandung kemih Uterus Prostat



Faktor eksternal7 1. Suhu antara 21 ° C sampai 43 ° C adalah menguntungkan untuk penguraian. Dekomposisi ditangkap di bawah 0 ° C dan di atas 50 ° C. Paparan sehingga suhu tinggi dan rendah kelembaban mempercepat dekomposition. 2. Kelembaban sangat penting untuk proses dekomposisi karena mikroorganisme penyebab pembusukan membutuhkan kelembaban dan suhu optimum untuk pertumbuhan mereka. Oleh karena itu organ yang mengandung lebih banyak air, terurai lebih awal dari yang kering. 3. Udara,



adanya



udara



mempromosikan



dekomposisi



oleh



berkurangnya penguapan. 4. Cara



penguburan,



dekomposisi



dimulai



awal



dalam



tubuh



dimakamkan di kuburan dangkal. Diktum Casper adalah berguna



34



untuk penilaian kasar dari tingkat dekomposisi. Ini delapan kali lebih lambat di bawah tanah dan dua kali lebih lambat di bawah air dibandingkan dengan udara Faktor internal7 1. Usia - mayat anak-anak terurai cepat dari pada orang dewasa. Mayat orang tua tidak terurai dengan cepat, mungkin karena lebih sedikit lembab. 2. Seks - jenis kelamin tersebut tidak memiliki pengaruh pada dekomposisi Namun, perempuan dalam periode postpartum awal mungkin terurai dengan cepat jika kematian tersebut terkait dengan keracunan darah.



3. Kondisi tubuh – gemuk terurai lebih awal dari yang tipis dan kurus. 4. Penyebab kematian 5. Scars - laju dekomposisi terhambat di bekas luka daerah (di bekas luka) sebagai daerah ini tanpa pembuluh darah. Tabel 2.8 Kondisi yang mempercepat dekomposisi Kondisi mempercepat dekomposisi - Sepsis - Rhabdomyolysis - Overdosis Kokain - Daerah edema Kondisi menghambat dekomposisi - Dehidrasi - Perdarahan masif - Lingkungan Dingin - Emblasing



35



a.



Adipocere



Adipocere adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti "lemak" (adipo) "Lilin" (cera). Hal ini mengacu pada zat lilin abu-abu putih keras yang terbentuk selama penguraian. Ini adalah perubahan jarang terjadi, terutama terkubur selama waktu dingin, lingkungan yang lembab dan paling sering terlihat setelah mayat telah terendam air selama musim dingin. Tidak semua badan memiliki adipocere ditemukan dalam air. Misalnya, mayat yang ditemukan dalam kantong plastik yang menyediakan lingkungan yang lembab juga dapat mengalami perubahan ini. Pembentukan zat ini membutuhkan lemak. Jaringan lemak di bawah kulit mulai berubah menjadi sabun. Umumnya, wanita dan anak-anak membentuk adipocere lebih mudah karena mereka memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi. Pengerasan biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk sepenuhnya berkembang tapi jarang dapat sepenuhnya berkembang dalam waktu 4 minggu.9 Eksterior tubuh tetap putih dan lapisan terluar dari kulit lolos. Berbeda dengan proses dekomposisi biasa, mungkin tidak ada perubahan signifikan warna hijau atau kembung sejak suhu dingin menghambat bakteri yang biasanya berkembang biak dan membentuk gas. Adipocere awalnya terbentuk pada bagian tergantung dari tubuh. bagi tubuh benar-benar tenggelam dalam air, adipocere biasanya akan didistribusikan cukup merata seluruh permukaan tubuh. Kadangkadang, mungkin ada perbedaan pembentukan antara bagian-bagian tubuh yang berpakaian dan bagian-bagian telanjang. Pembentukan berbeda juga dapat terjadi di daerah yang cedera.9 1.



Adipocere, ketika segar, ini aneh, keras, lembab, keputihan



dan tembus. Hal ini mudah terbakar dan luka bakar dengan kuning samar. 2.



Adipocere mengapung dalam air dan larut dalam alkohol dan



36



eter. 3.



Adipocere memiliki bau tengik. Beberapa pihak berwenang



menggambarkan bau dan ammonical. 4.



Adipocere, sekali terbentuk, tampaknya stabil untuk beberpa



periode. 5. Bakteri Gram positif mampu menurunkan adipocere. 6.



Setelah beberapa tahun, adipocere menjadi rapuh, retak dan



pucat. 7.



Adipocere biasanya pertama-tama dilihat pada lemak



subkutan pipi, payudara, perut dan kemudian lain organ dan jaringan. Biasanya diperlukan waktu sekitar tiga minggu untuk adipocere untuk berkembang sepenuhnya. Namun, di India, Dr Coull Mackenzie menemukan itu terjadi dalam 3 sampai 15 hari dalam tubuh terendam sungai Hooghly atau dikubur di tanah basah dari Bengal rendah. Dr Modi juga telah mengamati pembentukan adipocere di 7- 35 hari. 8.



Adipocere mempertahankan ciri karena identitas almarhum



dapat dibuat. Demikian itu mempertahankan luka, jika ada lebih dari tubuh sehingga membantu dalam menjelaskan penyebab kematian. Menurut Evans (1962) beberapa penyakit bisa diakui pada pemeriksaan mikroskopis adipocere jaringan dalam beberapa instances. Mekanisme7 1. Asam lemak tak jenuh dari tubuh diubah menjadi jenuh asam lemak dengan proses hidrolisis dan hidrogenasi. 2. Dalam adipocere, ada hidrogenasi lemak tubuh tak jenuh menjadi aneh, keras, berwarna putih kekuningan, lilin lemak asam jenuh. Proses pembentukan adipocere dimulai lemak netral (misalnya adiposa) dan diprakarsai oleh lipase intrinsik, yang menurunkan trigliserida menjadi asam lemak. Asam lemak yang dihidrolisis dan terhidrogenasi menjadi hidroksi- asam lemak. Jadi adipocere terutama terdiri dari asam lemak jenuh. Proses ini difasilitasi oleh bakteri



37



anaerob seperti Clostridium welchii. Clostridium welchii yang mengandung toksin rahasia lecithinase, protease dan phospholipases. Aksi bakteri menciptakan limbah yang kaya amonia yang memberikan kontribusi untuk membentuk lingkungan basa. 3. Pada saat kematian, tubuh mengandung sekitar setengah persen asam lemak tetapi sebagai pembentukan adipocere dimulai mawar lemak tubuh 20% dalam waktu satu bulan dan lebih dari 70% dalam tiga bulan. 4. Awalnya air yang diperlukan untuk proses ini diperoleh dari jaringan tubuh (air intrinsik).



Persyaratan7 Berikut ini adalah persyaratan untuk pembentukan adipocere : 1.



Hujan atau lingkungan air



2.



Suhu Hangat



3.



Rindakan enzimatik bakteri intrinsik



4.



Jaringan adiposa



Faktor pembentukan adipocere tergantung pada beberapa faktor seperti7: 1.Kondisi Atmosfer - Dikatakan bahwa untuk pembentukan adipocere, kondisi ambient menengah (tepat kondisi atau fenomena Goldilocks) yang diperlukan. Dengan kata lain, jaringan akan mengering (mummifikasi) jika kondisi terlalu kering sedangkan jika kondisi terlalu basah, tubuh mungkin lebih basah atau mungkin cair. 2.Suhu - ketika suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi, tidak ada formasi adipocere terjadi, karena bakteri diperlukan untuk mempercepat proses tersebut tidak akan berproliferasi pada suhu tersebut. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa pertumbuhan optimum adipocere terjadi pada suhu ambient. 3. Kelembaban atau air yang diperlukan untuk proses pembentukan



38



adipocere. Awalnya cairan tubuh digunakan untuk memulai proses tapi untuk penyelesaian adipocere itu, kehadiran kelembaban atau air yang diperlukan dalam lingkungan. 4. Gerakan Air - memperlambat proses karena gerakan udara tubuh menguap dan mengurangi suhu tubuh sehingga memperlambat proses kimia. 5. Tempat dan media pembuangan - lebih sering terjadi pada tubuh terendam air atau dimakamkan di tempat yang lembab. Jika terkubur, pemakaman yang mendalam menunjukkan pembentukan adipocere ditandai dari kuburan dangkal. 6.



Iklim lembab bagus utnuk pembentukan adipocere.



7.Tanah - dalam lingkungan pemakaman, pH tanah, suhu, kelembaban dan kandungan oksigen dalam kubur mempengaruhi pembentukkan adipocere. 8.Pakaian - Kehadiran pakaian atas tubuh muncul untuk mempercepat pembentukan adipocere karena mempertahankan air. 9.Peti - jika tubuh dimakamkan dalam peti, peti akan menghambat laju pembentukan adipocere. 10. Air - bentuk adipocere baik dalam air hangat daripada dingin air.



Gambar 2.18 Pembentukan adipocere



39



Gambar 2.19 pembentukkan adipocere



Gambar 2.20 adipocere tangan diawetkan



Gambar 2.21 adipocere kaki diawetkan b.



Mummifikasi



Mumifikasi terjadi di lingkungan kering panas di mana tubuh mampu dehidrasi dan proliferasi bakteri minimal. Kulit menjadi gelap, kering dan kasar. Organ internal mengering dan menyusut. Kebanyakan mumifikasi terjadi pada bulan-bulan musim panas, tetapi juga dapat terjadi selama musim dingin jika suhu cukup hangat. Seluruh tubuh dapat terjadi mumifikasi dalam beberapa hari sampai minggu. Sebagai kulit mengering dan mengeras, jaringan lunak membusuk. Setelah beberapa minggu, seluruh tubuh mungkin muncul diawetkan dengan beberapa penyusutan karena dehidrasi. Namun, jika sebuah insisi dibuat melalui kulit, jaringan lunak, lemak dan organ internal mungkin hampir tidak ada. Setelah tubuh dalam keadaan ini, mungkin tetap dipertahankan untuk waktu beberapa tahun kecuali kulit robek atau rusak. Mumi diterjemahkan ke bagian tubuh tertentu relatif umum. Mumifikasi dari jari tangan dan kaki mudah terjadi dalam lingkungan yang relatif kering terlepas dari suhu.9 40



Kulit menjadi kering karena dehidrasi sel dan menampilkan perubahan warna hitam kecoklatan dan perkamen. Mummifikasi menjadikan jari-jari dan jari-jari kaki dalam keadaan kering, keras dan layu.7 Pengeringan dari bagian-bagian tertentu dari tubuh dapat menyebabkan penyusutan kulit dan karena menyusut dan meregangan, menyebabkan perpecahan besar terutama perpecahan ini umum dipangkal paha, leher dan ketiak. Perpecahan tersebut dapat menyerupai cedera7. Lemak subkutan mejadi cair selama mummifikasi.7 Organ internal berkurang dalam ukuran karena kehilangan konten air dan mungkin tidak mudah diindentifikasi.7 Penghancuran tubuh mumifikasi terjadi akhir. Jaringan diubah menjadi debu. Waktu yang dibutuhkan untuk mummifikasi lengkap tubuh tidak dapat dinyatakan bervariasi dan tergantung pada beberapa faktor seperti dibahas di bawah. Peripheral mummifikasi adalah fenomena yang cukup umum dengan ekstremitas distal, terutama jari-jari dan jari-jari kaki dalam waktu 2 sampai 3 hari. Dalam kondisi lingkungan, perubahan dapat terjadi antara kira-kira 3 minggu sampai 3 bulan.7 Mekanisme 1.Mummifikasi berlangsung di mana tubuh kehilangan cairan ke lingkungan melalui penguapan. 2.Karena



tidak



adanya



kelembaban



dan



suhu



panas,



yg



menyebabkan perbusukan bakteri tidak dapat berkembang biak di lingkungan yang tidak bersahabat seperti itu. Faktor Pembentukan mummifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti: 7 1.



Ukuran tubuh



2.



Kondisi Atmosfer - suhu panas bagus untuk pembentukan



mummifikasi. Demikian pula membutuhkan lingkungan kering yaitu itu tidak dapat terjadi dalam kondisi lembab tinggi. 3. Gerakan Air - gerakan udara bebas mempromosikan



41



pembentukan mummifikasi. 4.



Tempat pembuangan – mummifikasi terjadi secara alami



ketika udara dan / atau tanah yang sangat kering.



Gambar 2.22 Gambar mumifikasi diawetkan



Gambar 2.23 Gambar mumifikasi



Gambar 2.24 Mumifikasi pada tangan



Gambar 2.25 Mumifikasi pada kaki



42



BAB III KESIMPULAN Menetapkan waktu kematian atau jarak antara waktu kematian dan ketika tubuh di temukan (postmortem interval) biasanya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Kecuali kematian disaksikan, waktu pasti kematian tidak dapat ditentukan. Estimasi waktu setelah kematian yang



43



paling mendekati adalah melalui pertimbangan semua data investigasi, termasuk pemeriksaan tubuh di tempat kematian. Awal timbulnya Livor mortis, rigor mortis, dan postmortem lainnya. Tanda kematian ada yang tidak pasti seperti pernafasan berhenti berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit, terhentinya sirkulasi dinilai dalam 15 menit dengan nadi karotis tidak teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang



dan



relaksasi,



pembuluh



darah



retina



mengalami



segmentasi, dan terjadi pengeringan kornea. Tanda kematian pasti yang terdiri dari livor mortis yang dapat ditemukan pada bagian terendah tubuh dipengaruji oleh gaya gravitasi yang mulai muncul 2-4 jam setelah kematian dan tidak menghilang dengan penekanan setelah 8-12 jam setelah kematian. Algor mortis dapat disebut penurunan suhu tubuh dimana Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid kemudian setelah itu suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Rigor mortis atau kaku mayat mulai terjadi 1-6 jam setelah kematian dan lengkap pada 10-12 jam, dan menghilang 12-36 jam.



Dekomposisi



atau



pembusukan



sangat



dipengaruhi



oleh



lingkungan, dapat muncul setelah 24 jam kematian. 37 35 33 31 29 27 0



6



12



Algor Mortis



18



24



Rigor Mortis



30



36



42



Livor Mortis



48 Dekomposisi



Gambar 3.1 Interval Postmortem berdasarkan Tanatologi



44



DAFTAR PUSTAKA



1. Dix J, Graham M, Time of Death.,Decomposition., and Identification An Atlas. CRC Press LLC. 2000 2. Dolinak D, Matshes E W, Lew E O. Forensic Pathology Principles and Practice. Elsevier Inc. USA. 2005. p. 528-553 3.



Henβge C, Madea B. Estimation of the Time Since Death in the Early Post- Mortem Period. Forensic Science International. 2004; 144; 167–75.



4.



Sampurna, Budi, et al. 2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Universitas Indonesia.



5.



Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi . Jakarta: Media Aesculapius.



6.



Thanos C.A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal eClinic (eCI), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016



7.



Bardale, R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher



8. Tsokos M, eds. Postmortem Changes and Artifacts Occurring During the Early Postmortem Interval. In: Forensic Pathology Reviews Vol 3. Germany : Humana Press;2005. p: 189-235. 9. Payne, J. Simpson’s Forensic medicine 13th edition. London : Hodder Arnold An Hachette UK Company; 2011. P 46 10. Dix J, Graham M. Time of Death (Postmortem Interval) and Decomposition



dalam



Time



of



death,



decomposition



and



identification: an atlas. 2000. Florida: CRC Press LLC 11. Catts EP. Problems in Estimating the Postmortem Interval in Death Investigations. J. Agric. Entomol. October 1992; 9(4); 245-55. 12. Death : Meaning, Manner, Mechanism, Cause and Time. Chapter 11. 13. Kercheval J. 1997. Standards Employed to Determine Time of Death.



45



Disajikan dalam AAFS New York Meeting, New York, NY, 17 – 22 Februari. 14. James JP, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpson’s Forensic Medicine. Hodder Arnold Education. London. 2011 15. B: Graham M, Dix J. Time of Death, Decomposition and Identification. CRC Press. 2000 16. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum. Universitas Dipnegoro. 2000 17. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik.



Bagian



Kedokteran



Forensik.



Fakultas



Kedokteran



Universitas Indonesia. 1997 18. Idries AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Edisi 1, Jakarta: Binarupa Aksara, 1997; hal 131-168 19. Saukko P, Knight B. Knight Forensic Pathology. Third Edition. Hodder Arnold: London; 2004. p 58.



46