Referat Tumor Testis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar). Testis merupakan lokasi tumor sel germinal tersering pada pria dan hanya 1%-2% berasal dari lokasi lain. Lebih dari 50% tumor merupakan penggabungan lebih dari satu jenis tumor, seperti : seminoma, embrional karsinoma, kuning telur tumor kantung, polyembryoma, koriokarsinoma, dan teratoma. Tumor sel germinal testis banyak ditemukan pada kelompok usia 15-35 tahun. Insidensinya meningkat dari 4,1 kasus dari 100.00 pria pada populasi umum di tahun 1975 hingga 6,6 kasus dari 100.00 pria pada tahun 2005. Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis antara lain: maldesensus testis, traumatestis, atrofi atau infeksi testis dan hormonal.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



II.1



Definisi Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa



menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar). II.2



Etiologi Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang



erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis antara lain: maldesensus testis, traumatestis, intersex syndrome atrofi atau infeksi testis dan hormonal. Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda mengurangi insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan resiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda. II.3



Epidemiologi Tumor testis merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Secara umum, insidensi



tumor sel germinal telah menunjukkan peningkatan pada sebagian besar populasi di negara Eropa dalam beberapa dekade terakhir. Insidensi tumor sel germinal sedikit meningkat setelah pubertas dan mencapai peningkatan yang berarti pada pria usia 20-30. II.4



Anatomi Testis Testis terletak di scrotum, berukuran masing-masing ± 4 cm x 3 cm x 2,5 cm, volume 25



ml yang dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea. Parenkim testis terdiri dari 250-350 lobulus yang akan mengalirkan cairan melalui mediastinum testis menuju epididimis. 2



Masing-masing lobulus dipisahkan oleh septa jaringan ikat yang berasal dari mediastinum testis. Sebuah lobulus testis terdiri dari beberapa tubulus seminiferus yang berakhir dan bermula di rete testis. Tubulus seminiferus bermuara di bagian posterior untuk membentuk ductus yang lebih besar yaitu tubulus rectus yang akan mengalirkan cairan menuju rete testis di bagian hilum testis. Rete testis mengumpul di bagian posterior membentuk 15-20 ductus efferen yang masuk melalui sebuah area yang menebal di tunica albuginea untuk membentuk caput epididymis. Area tersebut akan masuk ke testis dan membentuk mediastinum testis. Ductus, saraf dan pembuluh darah masuk dan keluar testis melalui mediastinum tersebut. Sekali berada di epidydimis, ductus efferen mengumpul membentuk tubulus convolutus di corpus dan cauda yang akan keluar dari epididymis sebagai vas deferens. Sel germinal dan sel Sertoli merupakan sel penyusun tubulus seminiferus. Spermatogenesis akan menghasilkan spermatogonium yang selanjutnya akan menjadi spermatocyt, spermatid dan akhirya spermatozoa yang akan bermigrasi menuju bagian tengah tubulus. Sedangkan sel Sertoli yang berperan dalam maturasi sel germinal akan menuju ke lumen tubulus. Sel Sertoli yang saling berikatan berperan sebagai blood-testis barrier. Ruang interstitial di antara tubulus seminiferus berisi sel Leydig berperan dalam produksi hormon testosteron, jaringan ikat, lymphatic, pembuluh darah, dan sel mast. Testis diperdarahi oleh a. testicular yang merupakan cabang dari aorta abdominal. Epidydimis diperdarahi oleh a. epidydimis superior, cabang dari a. testicular. Jaringan peritesticuler diperdarahi oleh a. cremasterica yang merupakan cabang dari a. epigastrica inferior dan beranastomosis dengan a. deferential. Sedangkan a. deferential sendiri merupakan cabang dari a. vesicle superior yang memperdarahi vas deferens. Terdapat anastomosis yang bervariasi antara a. epidydimis posterior, a. deferential dan a. cremasterica. Cabang a. transmediastinal dari a. testicular tampak memperdarahi separuh bagian dari testis. Arteri tersebut melewati mediastinum untuk memperdarahi a. capsular bersamaan dengan komponen vena. Pembuluh vena testis berasal dari plexus pampiniformis (plexus venosa pada spermatic cord) yang membentuk vena testicularis dan mengosongkan hingga vena renalis atau vena cava inferior.



3



Pembuluh lymphatic testis mengalikan cairan lympha melalui spermatic cord menuju lymphonodi paraaorta. Sedangkan pembuluh lymphatic scrotum mengalirkan cairan lymphatic menuju lymphonodi inguinal. Persarafan otonom testis berasal dari ganglia paraaortic yang terdiri dari ramus genitalis dari n. genitofemoral dan n.ilioinguinal. Ramus genitalis n.genitofemoral berasal dari plexus lumbal setinggi L1-2 yang melewati canalis inguinalis. Saraf tersebut mempersarafi kulit scrotum, m. cremaster dan tunica dartos. Sedangkan n. ilioinguinal berasal dari plexus lumbal mempersarafi kulit scrotum, penis dan selangkangan.



II.5



Fisiologi Testis Testis mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk



mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual. Pusat pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis. Hipotalamus memproduksi Gonadotropin Hormone Releasing Hormone (GnRH). Hormon-hormon ini adalah Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH) dan Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH). Hormone-hormon ini dibawa ke hipofisis anterior untuk merangsang sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), yang pada pria lebih umum dikenal sebagai Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH). Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikendalikan oleh kromosom Y dan dirangsang oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang menyebabkan proses diferensiasidari



vasa



deferens



dan



vesikula



seminalis.



Metabolit



testosteron



yaitu



Dihirotestosteron (DHT), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia eksterna. Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat pada permulaan pubertas. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, DHT dan estradiol, FSH akan merangsang sel sertoli untuk mempengaruhi pembentukan sperma. FSH dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH. Testosteron harus dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses spermatogenesis dapat berlangsung dengan sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun ICSH harus dilepaskan oleh hipofisis 4



anterior agar spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya testosteron, DHT, estradiol dan zat yang disekresi oleh tubular-inhibin akan menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis anterior, sehingga terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi darah. II.6



Klasifikasi Tumor Testis



Dalam Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1997), klasifikasi organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation / WHO) tentang tumor testis ganas : 1. Seminoma :  Spermatositik  Anaplastik 2. Non Seminoma  Karsinoma embrional Sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.  Teratokarsinoma Asal



dari



dibandingkan



sel



dengan



benih. Insiden seminoma. HCG



puncak dan



20







30



alfa-fetoprotein



tahun.



Lebih



agresif



berguna sebagai pertanda



tumor. Teratoma terdiri atas berbagai jenis jaringan dari endoderm, ektoderm dan mesoderm. Pendapat pada saat ini, teratoma sel benih, dan bukan berasal dari sel totipoten yang terlepas dari keikutsertaan pengorganisasian dalam embrio. Insidensi puncak teratoma antara umur 20 sampai 30 tahun dan dibandingkan dengan seminoma, teratoma lebih agresif. digunakan



di



teratoma, yaitu :



Inggris



dan



negara



Klasifikasi



yang



manapun, terdapat empat kelompok histologis dari



o Berdiferensiasi o Ganas intermedia o Ganas tanpa berdiferensiasi 5



o Ganas trofoblastik  Teratom matur dan imatur 3. Koriokarsinoma Seminoma testis adalah tumor testis yang paling umum sekitar 45% dari semua tumor testis. Biasanya ditemukan pada



pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.



Seminoma berasal dari sel benih yang tumbuh dari epitel tubulus membesar



berupa



tumor



solid



berwarna



putih, homogen



dan



seminiferus. keras.



Testis



Tumor



ini



mengganti seluruh bagian tubuh testis. Sekelompok kecil sisa testis terdesak pada salah satu tepi tumor.



II.7



Patogenesis Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan isinya



berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi dan prognosis tumor. Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen. Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO) paling sering dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat karsinoma embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang dianggap berasal dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%). Metastasis tumor testis kadang berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer terdiri dari berbagai jenis jaringan embrional dengan daya invasi yang berbeda. Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar 6



mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak. II.8 Pertumbuhan dan Perkembangan Berdasarkan WHO :



Penentuan stadium klinis yang sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb : Stadium A atau I : tumor testis terbatas pada testis, tidak ada bukti penyebaran baik secara klinis maupun radiologis. Stadium B atau II : tumor telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (paraaorta) atau nodus limfatikus iliaka. Stadium II A untuk pembesaran limfonodi para aorta yang belum teraba, stadium II B untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba (>10 cm). Stadium C atau III : tumor telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telahmengadakan metastasis supradiafragma. Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe. Kelenjar limfe terletak para aortal kiri setinggi L2 tepat dibawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan v. kava setinggi L3 7



dan prakava setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam kulit skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikus. Penyebaran hematogen luas pada tahap dini merupakan tanda koriokarsinoma. Rute penyebaran hematogen primer adalah melalui sirkulasi darah dari testis ke paru, rute kedua adalah dari metastasis kelenjar retroperitoneal melalui ductus thoracicus dan v.subclavia ke paru. Kecepatan terjadinya metastasis sering tampak ada hubungan dengan subtipe histologiknya. Seminoma bermetastasis lambat dan terutama ke kelenjar paralumbal, koriokarsinoma bermetastasis cepat dan kebanyakan hematogen. II.9



Manifestasi Klinik Semua gambaran atau manifestasi klinis tumor urogenital tergantung dari letak tumor,



stadium, dan penyulit yang disebabkan oleh tumor. Gambaran khas tumor testis ialah adanya benjolan di dalam skrotum yang tidak nyeri. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, perut kembung, sesak napas, batuk, dan ginekomastia menunjukkan adanya metastatis yang luas. Metastasis pada kelenjar paraaorta sering menyebabkan perut menjadi kembung dan pasien mengeluh adanya massa di perut bagian atas. Metastasis di paru dapat menyebar dengan cepat sehingga menimbulkan sesak napas dan juga batuk. Sedangkan ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar bHCG di dalam sirkulasi sistematik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma. Tidak jarang penurunan berat badan secara drastis dapat terjadi pada pasien dengan tumor testis.



II.10 Diagnosis 



Anemnesa







Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi tetapi kadang-kadang nyeri pada perabaan dan konturnya bisa sangat ireguler atau sedikit ireguler dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi.







Pemeriksaan penunjang 8



USG Seminoma biasanya muncul sebagai massa testis homogeny echogenicity rendah dibandingkan dengan jaringan testis normal. Massa biasanya oval dan didefinisikan dengan baik tanpa adanya invasi lokal. Aliran darah internal terlihat. Daerah fibrosis dan kalsifikasi kurang umum daripada non-seminomatous tumor sel kuman. Seminoma lebih besar dapat tampil lebih beragam.



. 9



Sebuah gambar melintang melalui



testis



kanan (Panel A) menunjukkan



massa intratesticular kompleks dengan cysticcomponent (panah) dan komponen padat (panah). Jaringan testis normal terlihat di sepanjang aspectof anterior massa. Sebuah gambar Doppler (Panel B) mengungkapkan minimal vascularity dalam komponen padat (panah) CT Scan CT



abdomen



dan



panggul



yang



penting



dalam



memvisualisasikan



metastasis baik sebagai bagian dari seminoma stadium primer tetapi juga dalam diagnosis utama ketika massa testis tidak diketahui. Metastasis ke para-aorta kelenjar getah bening pada tingkat pembuluh ginjal adalah situs pertama khas karena menyebar ke drainase limfatik dari testis berhubungan dengan penurunan testis embriologi. Metastasis nodal sering



besar, kepadatan



sekitarnya.



Metastasis



homogen kelenjar



dan cenderung



untuk membungkus



vessles



getah inguinalis atau iliaka simpul menyarankan



limfatik menyebar melalui skrotum dan ekstensi tumor itu lokal di luar tunika vaginalis. Metastasis visceral terlihat di sekitar 5% pasien pada presentasi (paru-paru, hati, tulang, otak). Staging CT dada hanya ditunjukkan ketika daerah getah bening para-aorta penyebaran simpul hadir atau jika ada Foto toraks abnormal. Setelah metastasis kelenjar getah terapi simpul mengurangi nyata dalam ukuran tetapi beberapa jaringan abnormal tidak aktif tetap ada yang dapat sulit dibedakan dari penyakit sisa dan pemantauan sementara diperlukan. Biopsi Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari testis yang didekati melalui sayatan inguinal. Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal.



10



Bila ternyata ganas dilakukan orkidektomi, yang disusuli pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran. Jika diagnosis tumor sel embrional telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan tambahan penetapan stadium. Ini berarti di samping pemeriksaan fisik lengkap juga pemeriksaan pencitraan terdiri atas CT-scan toraks dan abdomen. Pemeriksaan ini tergantung pada simtomatologinya. Tumor Markers Untuk menandai tumor seminoma atau non seminoma yang



dilihat



adalah



jumlah AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic gonadotrophin). -



aFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari



-



HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini



meningkat pada



semua pasien koriokarsinoma, pada 40% - 60% pasien karsinoma embrional, dan 5% - 10% pasien seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam



11



II.11 Diagnosis Banding Diagnosis diferensial meliputi setiap benjolan didalam skrotum yang berhubungan dengan testis dan keluhan-keluhan pada daerah testis, seperti epididimitis dan orkitis (nyeri dan gejala-gejala inflamasi), torsio testis, hidrokel (kemungkinan hidrokel simtomatik terdapat sebagai akibat tumor testis, diperlukan pungsi dan kemudian palpasi), varikokel, spermatokel, kista epididimis, hernia skrotalis.



II.12 Penatalaksanaan Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi. Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran. Pada eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus spermatikus harus diklem dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran limfe. Kemudian tetis



12



diluksasi dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa. Pungsi atau biopsi skrotum harus dianggap sebagai satu kesalahan tindakan. Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma. Seminoma Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah orkidektomi pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun kelenjar limfe regional, juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar limfe dibaeah diafragma. Lapangan penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah inguinal dan terapinya terdiri atas paling sedikit 30 Gy dalam 3-4 minggu. Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio paraaorta dan regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan stadium IIC mendapat kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan kemoterapi. Kepada penderita stadium III diberikan skema kemoterapi yang berlaku untuk penderita non seminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran lengkap prognosis baik sekali. Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis (stadium I), dalam beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita yang frekuen tanpa radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan diameter lebih dari 5 cm dan atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis hematogen maka ini terindikasi untuk kemoterapi. Kebanyakan hal ini digunakan empat siklus masing-masing 3 minggu yang terdiri atas sisplatin dan etoposid (Mencel dkk., 1994). Dalam pusat tertentu nilai kombinasi kemoterapi ini dibandingkan dengan karboplatin, sendirian atau dalam kombinasi. Non-seminoma Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan setelah pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan kemoterapi 13



dua seri. Pada stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi. Penderita stadium IIC dan III diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin dan vinblastin. Bila respon tidak sempurna diberikan seri tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa jaringan di regio retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur merupakan jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi. Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini disebut stadium I. Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita (wait and see policy). Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25% penderita selama follow up menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering, dengan menetapkan zat-zat penanda, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis, dan karena kecilnya massa tumor dapat diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika dibuktikan adanya metastasis, pertama-tama dinilai dengan polikemoterapi. Semula kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin, vinblastin, dan bleomisisn, sesudah itu vinblastin diganti dengan etoposid. Kombinasi ini sama efektifnya tetapi cukup ringan toksisitasnya. II.13 Prognosis Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di paru atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi. Prognosis tumor testis bukan hanya bergantung kepada sifat histologiknya, melainkan terutama pada stadium tumor. Ketahanan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut: o Seminoma, stadium I dan II : 95% o Seminoma, stadium III-IV : 70-90% o Non-seminoma, stadium I : 99% o Non-seminoma, tumor sedikit : 70-90% o Non-seminoma, tumor banyak : 40-70%



14



15



BAB III KESIMPULAN  



Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat keganasan tinggi, tetapi dapat sembuh bila diberi penanganan adekuat.







Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis, trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.







Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma embrional, teratoma dan khoriokarsinoma.







Seminoma bermetastasis lambat dan terutama ke kelenjar paralumbal, koriokarsinoma bermetastasis cepat dan kebanyakan hematogen.







Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah µFP dan HCG, penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor testis.







Seminoma atau non-seminoma sangat sensitif terhadap kemoterapi. Seminoma juga sangat radiosensitif, non-seminoma jauh kurang sensitif.







Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di paru atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi.



DAFTAR PUSTAKA 



Anonym, 2004, Sertoli Cell Tumor of the Testis, www.gfmer.ch. 16







Coulier B, Lefevre Y, Vischer, Bourgeois, Montfort L, Clausse M, Mailleux P, Gielen . Metastases of Clinically Occult Testicular Seminoma Mimicking Primary Extragonadal Retroperitoneal Germ Cell Tumors.JBR-BTR. 2008, 91:139-44. 3.







Davey P. Tumor Testis. At a glance medicine. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2005.







Krohmer SJ, McNulty, Schned. Testicular Seminoma with Lymph Node Metastases. RSNA, 2009, 29:2177–83







Lea, Febinger. Gray’s Anatomy. 2000, p 301







Price, Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Gangguan Sistem Reproduksi Pria, Buku 2, Edisi 4, EGC, Jakarta







Purnomo B., Dasar-dasar Urologi, Tumor Urogenitalia, Edisi kedua, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2003, Hlm 181-185.







Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of ModernSurgical Practice. Edisi 16.USA:W.B Saunders companies.2002







Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hillcompany.20054. M ansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Edisi ke-3. Jakarta : Media Aesculapius FK UI;2000.







Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Tumor Ganas Testis, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, Hlm 1070-1073.







Tsili AC, Tsampoulas C, Giannakopoulos X, Stefanou D, Alamano Y, Sofikiti N, 2007, MRI in the Histologic Characterization of Testicular Neoplasms, AJR, p 189.







Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J., Onkologi,Tumor Testis, Edisi 5 Revisi, Panitia Kanker RSUP Sardjito Yogyakarta, Alih Bahasa : Arjono,, Hlm 556-563.







WHO, Pathology and Genetics of Tumours of the Urinary System and Male Genital Organs, International Agency for Research on Cancer (IARC), IARCPress Lyon, 2004



17