Referat Varises - Icha Wulandari [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU BEDAH



REFERAT



FAKULTAS KEDOKTERAN



SEPTEMBER 2020



UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA



VARISES



Oleh : Icha Wulandari Lapata 111 2018 2101 Pembimbing : dr. Azis Beru Gani, Sp.B DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2020



1



HALAMAN PENGESAHAN Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa : Nama



: Icha Wulandari Lapata



NIM



: 111 2018 2101



Universitas



: Universitas Muslim Indonesia



Laporan Kasus



: Varises



Adalah benar telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik berjudul Varises dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisorpembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Makassar,



September 2020



Supervisor Pembimbing



dr. Azis Beru Gani, Sp.B



2



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahuwa Ta’ala atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus ini sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah dan Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Dalam studi kasus ini penulis melakukan pembahasan mengenai “Varises”. Kami sangat menyadari bahwa penulisan studi kasus ini belum mencapai sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa saran dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan studi-studi kasus selanjutnya. Baik yang kami tulis sendiri atau orang lain. Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan sumbangsih bagi keilmuan baik bagi diri sendiri, institusi terkait, dan masyarakat umum.



Makassar, September 2020



Penulis



3



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...........................................................................................1 HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................2 KATA PENGANTAR.........................................................................................3 DAFTAR ISI.......................................................................................................4 BAB I



PENDAHULUAN...............................................................................6



1.1 Definisi..........................................................................................................6 1.2 Epidemiologi ................................................................................................6 1.3 Etiologi..........................................................................................................7 1.4 Anatomi dan Fisiologi Vena Tungkai Bawah ......................................... .....9 1.5 Patofisiogi....................................................................................................13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................17 2.1 Anamnesis...................................................................................................17 2.2 Pemeriksaan Fisik .......................................................................................18 2.3 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................24 BAB III PENATALAKSANAAN.................................................................26 3.1 Terapi Non Operatif....................................................................................26 3.2 Terapi Minimal Invasif................................................................................27 2.3 Terapi Pembedahan.....................................................................................28



4



BAB IV KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS................................................30 4.1 Komplikasi..................................................................................................30 4.2 Prognosis.....................................................................................................30 BAB V KESIMPULAN...................................................................................31 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................32



5



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatan tekanan vena. Varises ( vena varikosa ) adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva. Varises ini merupakan suatu manifestasi dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami aliran retrograde atau aliran balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti..1 1.2 Epidemiologi Penyakit ini merupakan yang penyakit yang sering ditemui di klinik dan masih dianggap sebagai penyakit biasa dan tidak perlu di lakukan pengobatan. Wanita adalah penderita utama untuk penyakit VVTB (Varises Vena Tungkai Bawah) dan 50 % terjadi pada orang dewasa. Umumnya terjadi pada wanita dan orang dewasa yang lebih tua, Varises vena mempengaruhi 22 juta wanita dan 11 juta pria berusia antara 40 hingga 80 tahun.1,2 Prevalensi varises vena tungkai di Inggris pada usia 18 – 64 tahun adalah 40% pada pria dan 32% pada wanita. Prevalensi di Amerika Serikat adalah 15% ( berkisar



6



dari 7 % menjadi 40 % ) pada pria dan 27,7% ( 25 % sampai 32 % ) pada wanita. Angka kejadian varises di Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 25% sampai 30% pada wanita dan 10% sampai 20% pada pria.1,3 1.3 Etiologi Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstrinsik yaitu faktor lingkungan bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa penderita pembentukan varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan vena. Pada pasien ini juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.1 Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup primer, namun faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih belum diketahui. Pada penderita yang memiliki riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v. Safena Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat. Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75 % kasus terjadi pada pasangan kembarnya.angka prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43 % sedangakan pada laki-laki sebesar 19 %.1 Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama akan memicu terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena hal ini akan menyebakan distensi vena kronis dan inkopetensi katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis. Jika



7



katup penghubung vena dalam dengan vena superfisialis di bagian proksimal menjadi inkopeten, maka akan terjadi perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini secara progresif menjadi irreversibel dalam waktu singkat.1 Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena tungkai, hal ini dikarenakan pada wanita secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron. Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita varises karena pengaruh faktor hormonal dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon ini akan meningkatkan kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena. Pada saat bersamaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume darah sirkulasi.Pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang membesar. Penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. berdasarkan mekanisme tersebut varises vena pada kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. Pengobatan pada varises yang sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain selama kehamilan1 Badan survei di Amerika Serikat mencatat 59% wanita menggunakan sepatu hak tinggi kurang lebih satu sampai delapan jam perharinya. Pemakaian sepatu hak tinggi dapat menyebabkan masalah pada pembuluh darah. Artinya, tendon Achilles yang berada di tumit belakang dan otot betis terus-menerus dalam keadaan tegang. Pembuluh darah tertekan, terjadi bendungan dan akhirnya mengakibatkan varises.2 8



Umur merupakan faktor risiko independen dari varises. Umur tua terjadi atropi pada lamina elastis dari pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan kelemahan pada vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi.1 Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi. Obstruksi akan menciptakan jalur baypass yang penting dalam aliran darah vena ke sirkulasi sentral, maka dalam keadaan vena yang mengalami varises tidak dianjurkan untuk di ablasi1 1.4 Anatomi dan Fisiologi Vena Tungkai Bawah Fungsi primer vena adalah sebagai saluran bagi pengembalian darah ke jantung kanan,sedangkan fungsi sekunder mencakup kapasitansi volume darah dan regulasi suhu. Aliran darah vena terjadi aktif maupun pasif. Aliran pasif ditentukan oleh perbedaan tekanan hidrostatik antara venula pasca kapiler dan atrium kanan, sedangkan aliran aktif dipengaruhi oleh mekanisme pompa muskulovena. Aliran balik vena pasif dari esktremitas bawah adekuat dalam posisi terlentang tetapi bisa tidak adekuat dalam posisi tegak. Sikap tegak memberikan tekanan hidrolik tambahan akibat kolom vertikal darah yang terbentang dari pergelangan kaki ke atrium kanan, yang dapat menambah 100 mmHg ke tekanan total di dalam vena ekstremitasbawah. Hal ini bisa menyebabkan stasis dan distensi vena profundus ekstremitas bawah yang berdinding tipis dan sangat komplians.4



9



Sistem vena pada tungkai terdiri dari vena superfisialis, vena profundus, dan vena perforantes (penghubung).Vena berbeda dengan arteri, dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah lebih lemah, jaringan elastis lebih sedikit serta terdapat katup semilunar. Katup vena merupakan struktur penting dari sistem aliran vena, karena berfungsi mencegah refluks aliran darah vena tungkai. Katup vena bersama dengan kontraksi otot betis akan mengalirkan darah dari vena superfisialis ke profundus menuju jantung dengan melawan gaya gravitasi. Pompa otot betis secara normal membawa 85-90% darah dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen superfisialis membawa 10-15% darah.4 1.4.1 Vena Superfisialis Vena superfisialis pada tungkai bawah adalah vena yang terletak antara fasia profundus, menutupi otot-otot di kaki dan kulit. Vena superfisialis yang utama adalah vena sefena magna dan vena safena parva.4 Vena safena magna merupakan vena terpanjang di tubuh, mulai dari kaki sampai ke fossa ovalis dan mengalirkan darah dari bagian medial kaki serta kulit sisi medial tungkai.. Vena safena magna keluar dari ujung medial jaringan vena dorsalis pedis. Vena ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior selebar tangan di belakang patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia kribriformis dan mengalir ke v.femoralis pada hiatus safenus. Bagian terminal v.safena magna 10



biasanya mendapat percabangan superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen.Dalam pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan v.safena dari femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena. Cabang-cabang femoralis anteromedial dan posterolateral (lateral aksesorius), dari aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga mengalir ke v.safena magna di bawah hiatus safenus.3 Vena safena parva merupaka vena superfisialis posterior yang paling penting pada kaki. Vena tersebut terletak di antara tendo Achilles dan malleolus lateralis sangat berdekatan dengan N. Suralis yang menyarafi kulit sisi lateral kaki. Vena ini berasal dari sisi lateral kaki dan mengalirkan darah ke dalam vena poplitea.



Vena



intrasaphenus



yang



membentang



di



posterior



paha,



menghubungkan VSP dan VSM mulai dari malleolus lateralis sampai proksimal betis.4 1.4.2 Vena Perforantes Vena perforantes adalah vena yang menhubungkan sistem vena superfisialis dan vena profundus, dengan cara langsung menembus fasia (direct communicating vein). Vena perforantes memiliki katup yang mengarahkan aliran darah dari vena superfisialis ke vena profundus, kemudian dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profundus memiliki tekanan lebih tinggi daripada superficial. Insufisiensi katup ini menyebabkan aliran darah terbalik, sehingga tekanan vena superfisialis semakin tinggi dan varises dengan mudah akan terbentuk.4



11



Gambar.1 Anatomi vena superfisiali dan vena perforantes pada tungkai bawah



1.4.3 Katup Vena Katup vena bikuspid adalah struktur penting yang membantu arus searah pada sistem vena normal. Selama kontraksi otot betis, katup-katup vena perforantes dan vena superfisialis menutup sehingga darah akan mengalir ke arah proksimal melalui sistem vena profundus. Pada waktu relaksasi, vena profundus mengalami dilatasi yang menimbulkan tekanan negatif. Tekanan negatif ini akan menarik darah dari sistem vena superfisiais ke dalam sistem profundus melalui vena perforantes. Penderita dengan insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem vena profundus ke dalam vena superfisialis. Sedangkan pada orang sehat, katupkatup dalam vena perforantes mencegah hal ini.4



12



Gambar 2. Perbedaan katup vena normal dengan yang mengalami inkompetensi



1.5 Patofisiologi Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru.Vena superfisial terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforata mengijinkan adanya aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.1,5 Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena



13



profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok.1,5 Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada varisesnya karena segera menghilang setelah penyebab obstruksi dihilangkan.1 Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena thrombosis. Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu.1



14



Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan. Tanpa adanya katupkatup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena adanya gradien tekanan dan gravitasi.1 Bila terjadi inkompetensi katup, maka tekanan tersebut dapat menyebabkan aliran darah berbalik dari vv profunda ke vv superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah jumlah darah kearah v. profunda dan v. superfisial, akibatnya terjadi peningkatan tekanan vena dan gangguan mikrosirkulasi. Inkompetensi katup primer dapat terjadi karena kerusakan katup yang menetap, misal destruksi atau agenesis katup. Inkompetensi katup sekunder merupakan penyebab tersering VVTB, katup tersebut dapat normal tetapi menjadi inkompeten akibat pelebaran dinding vena atau karena destruksi paska trombosis vena profunda. Vena safena magna dan cabang-cabangnya merupakan tempat yang paling sering mengalami varises, sebab dinding vena superficial ini lemah. Vena safena magna hanya mempunyai sedikit jaringan penyangga berupa jaringan ikat, lemak subkutis, dan kulit sehingga tidak mampu menahan tekanan hidrostatik yang tinggi akibat gaya gravitasi.6



15



Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan Deep Vein Thrombosis (DVT) akut.1,6



Gambar 3. Mekanisme terjadinya varises vena



16



BAB II DIAGNOSIS 2.1 Anamnesis Keluhan tersering pasien VTB yaitu nyeri di tungkai bawah, terutama di betis. Rasa ini bersifat tumpul, terutama timbul bila duduk/berdiri lama dan berkurang/menghilang bila berbaring dengan tungkai ditinggikan. Keluhan lain yang cukup sering adalah penampilan kosmetik yang buruk, terutama pada perempuan.4 Selain itu, anamnesis yang terarah dan harus ditanyakan meliputi halhal berikut ini:7 1. Riwayat insufisiensi vena (kapan onset terlihatnya pembuluh darah abnormal, onset dari gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya, adanya riwayat menderita varises sebelumnya) 2. Ada atau tidak adanya faktor predisposisi (misalnya keturunan, trauma pada kaki, pekerjaan berdiri lama, olahraga) 3. Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis edema, perubahan setelah beristirahat pada malam hari) 4. Riwayat pengobatan penyakit vena sebelumnya (obat, injeksi, pembedahan, kompresi) 5. Riwayat menderita tromboplebitis vena superficial atau vena profunda 17



6. Riwayat menderi penyakit vaskuler lainnya (penyakit arteri perifer, penyakit arteri coronaria, lymphadema, lymphangitis) 7. Riwayat keluarga 2.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara tidak langsung.7 1. Inspeksi Inspeksi dilakukan dengan cahaya terang dan pasien dalam posisi berdiri. Dari lipat paha sampai ke jari kaki harus diperiksa dengan seksama. Vena yang mengalami varises diperhatikan apakah superfisialis atau cabangnya. Biasanya vena tersebut tampak jelas melebar, berkelok-kelok dan berwarna kebiruan.4 Variases pada cabang vena superfisialis biasanya lebih berkelok-kelok dibanding varises pada vena superfisialis. Kelainan kulit disekitar pergelangan kaki biasanya ditemukan pada kasus lanjut berupa hiperpigmentasi, dermatitis, koreng atau tukak. Kulit disekitar varises yang berwarna kemerahan dan terasa nyeri merupakan tanda-tanda flebitis perifer sebagai komplikasi. Varises



18



primer biasanya dimulai dari proksimal kemudian berkembang ke bagian bawah tungkai.8



Gambar 4. Varises vena yang tampak di area betis



Gambar 5. Pasien dengan varises vena yang berliku-liku, refluks vena volume tinggi, dan perubahan stasis awal pada pergelangan



kaki bagian tengah



19



2. Palpasi Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal.Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superficial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena profunda. Lokasi, ukuran, bentuk, dan arah semua varises dicatat dan diameter terbesar vena diukur seakurat mungkin.1,7 Lengkungan dari long-saphenous-vein dapat teraba pada beberapa pasien yang tidak memiliki varises, tetapi dapat sangat terlihat pada pasien yang memiliki refluks pada saphenofemoral junction. Paling baik diraba dengan 2 ujung jari dibawah ligamentum inguinal dan tepat di medial arteri femoralis. Jika timbul refluks, maneuver batuk yang dipaksakan (forced coughing maneuver) dapat menghasilkan sensasi yang teraba atau ekspansi tiba-tiba pada vena tersebut.7 Palpasi



dilakukan



sepanjang



varises



untuk



menemukan



adanya



indurasi/pengerasan yang merupakan tanda-tanda tromboflebitis perifer. Pada pasien gemuk kadang-kadang varises kurang jelas terlihat sehingga perlu dilakukan palpasi untuk menilai vena yang terkena varises.4



20



3. Perkusi Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Tes perkusi / Schwartz dilakukan dengan meletakkan satu tangan di atas saphenofemoral junction atau saphenopopliteal junction sementara tangan lainnya digunakan untuk menekan bagian distal dari vena saphenous panjang atau pendek. Kehadiran impuls menyiratkan ketidakcukupan katup di segmen antara kedua tangan. Katup yang terbuka atau inkompeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.4,7



Gambar 6. Swartz Test



4. Manuver Perthes Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam



21



system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda.1,7 Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.7 Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.7



22



Gambar 7. Manuver Perthes



5. Tes Trendelenburg Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai 60° lalu turniket dipasang disekitar paha proksimal Kemudian pasien disuruh untuk berdiri selama 30 detik dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahanlahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adanya inkompetensi pada katup vena yang lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.7



23



Gambar 8. Tes Trendelenburg pada Varises Vena



2.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana. Ultrasonografi Doppler dapat menujukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal. Adapun Duplex Ultrasonography (USG Duplex) yang merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis insufisiensi varises dan untuk perencanaan pengobatan dan pemetaan pra operasi. Perincian stuktural yang dapat diamati meliputi katup vena yang paling halus, vena perforantes kecilm



24



vena retikler setebal 1 mm, dan (dengan probe 13 MHz khusus) bahkan saluran lmifatik sekecil sekalipun.4,9



Gambar 9. Pemeriksaan USG Doppler



Probe dari doppler ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.1,7



25



BAB III PENATALAKSANAAN



3.1 Terapi Non Operatif 3.1.1 Terapi Kompresi (Stocking) Terapi Kompresi menggunakan balutan elastik dari ujung kaki hingga paha dengan maksud memberikan penekanan yang merata untuk membantu aliran darah vena. Hasilnya akan bertambah baik bila penderita diminta banyak berjalan. Pemakaian stocking kompresi akan memberikan penekanan yang lebih merata dan mudah diganti.4 Terapi kompresi dapat berupa compression stockings, 26



compression bandages, dan pneumatic compression pumps. Menurut klasifikasi European Standardization Commission, Compression stockings (CS) dibagi berdasarkan tekanan terhadap pergelangan kaki menjadi 4 kategori. CS dengan tekanan 16-20 mmHg pada thrombosis prophylaxis. CS dengan tekanan 21-30 mmHg pada VVTB simtomatis post-skleroterapi, kehamilan. CS dengan tekanan 31-40 mmHg pada post-trombotic syndrome. Sedangkan CS dengan tekanan > 40 mmHg pada phlebolimpoedem.CS digunakan sepanjang hari kecuali penderita tidur dan pemakaiannya harus tepat dari telapak kaki sampai bawah lutut.6 3.1.2 Skleroterapi Terapi ini merupakan terapi utama pada kasus varises dengan cara menyuntikkan zat sclerosant ke dalam pembuluh darah agar pembuluh darah mengecil.



Beberapa



obat



yang



biasa



digunakan



sebagai sclerosant adalah



polidokanol, natrium tetradesil sulfat (STS), larutan salin hipertonik, gliserin, dan gliserin dikromasi.7 Tujuan dari skleroterapi adalah pengobatan varises dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi, pengurangan atau eliminasi keluhan, perbaikan gangguan hemodinamik, serta perbaikan estetik dan fungsional. Tindakan ini dapat dilakukan pada jenis varises berikut :1 a. Vena trunkal b. Vena kolateral c. Varises yang berhubungan dengan perforasi vena inkompeten d. Varises vena reticular e. Spider veins 27



f. Residual atau rekurensi varises setelah dilakukan tatalaksana 3.2 Terapi Minimal Invasif 3.2.1 Radiofrekuensi Ablasi (RF) Teknik ini biasanya digunakan pada refluks vena safena dengan memanfaatkan panas untuk menimbulkan injuri termal lokal yang akhirnya menimbulkan thrombosis dan fibrosis.



Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter



radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah.Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.1,10 3.2.2 Endovenous Laser Therapy (EVLT) Teknik ini digunakan sebagai pengobatan varises vena dengan memanfaatkan sinar laser untuk menimbulkan obliterasi vena.  Penelitian oleh Uruski et al pada tahun 2016 yang membandingkan EVLT dengan tindakan stripping menemukan bahwa tindakan ini lebih superior karena meningkatkan proliferasi sel dan mengurangi adanya radikal bebas pada sel endotel pembuluh darah.11 Vena yang direkomendasikan untuk tindakan ini di antaranya vena safena magna, vena safena parva, vena safena aksesorius, vena giacomini, vena superfisialis subkutan, perforasi vena insufisien, residual vena intra fascia setelah tatalaksana, dan malformasi vena.12 EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan dengan apabila dilakukan RF ablation, tetapi vena akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, 28



kemudia diikuti dengan kerusakan endotel, nekrosis koagulatif, penyempitan dan thrombosis vena.1 3.3 Terapi Pembedahan 3.3.1 Ambulatory phlebectomy (Stab Avulsion) Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.1 3.3.2 Saphectomy Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous, teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di sekitarnya. Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 2-3 cm sebelah medial lipatan paha untuk melihat SFJ.1 Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus diidentifikasi dan dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan Junction, peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong sampai level cruris selnajutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang dibuat (5 mm ataiu lebih kecil) sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut. Kemudian head stripper dipasangkan pada lipatan paha dan dikunci pada ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat 29



ke dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang dibuat sebelumnya di bagian distal. Jika di perlukan dapat diberikan gaas yang berisi efinefrin atau dilakukan ligasi untuk tujuan hemostasis setelah dilakukan stripping.1



BAB IV KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS 4.1 Komplikasi Komplikasi penyakit varises termasuk ulkus vena, perdarahan varises, dan tromboemboli vena.7 Beberapa komplikasi yang dapat timbul pada varises antara lain:13 a. Insufisiensi vena kronik yang timbul akibat dilatasi vena yang menimbulkan aliran refluks b. Ulkus vena yang disebabkan peningkatan dilatasi dan tekanan intravena  yang menimbulkan hipertensi vena dan meningkatkan risiko terjadinya ulkus.



30



c. Lipodermatosclerosis dan deposisi hemosiderin. Gejala ini timbul akibat fibrosis dan perubahan pada kapiler yang terjadi akibat sistem mikrosirkulasi. Sedangkan potensi komplikasi pengobatan termasuk anafilaksis, perubahan pigmentasi, ulserasi, parestesia, cedera arteri, dan tromboemboli vena.7 4.2 Prognosis Pada umumnya prognosis varises tergantung pada penatalaksanaan kasus ini, namun pada umumnya hampir > 95% kasus varises dapat membaik.13



BAB V KESIMPULAN



Varises ( vena varikosa ) adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol dan berliku-liku pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva. Umumnya terjadi pada wanita dan orang dewasa yang lebih tua, Varises vena mempengaruhi 22 juta wanita dan 11 juta pria berusia antara 40 hingga 80 tahun. Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstrinsik yaitu faktor lingkungan bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari varises vena adalah oleh karena peningkatan



31



tekanan vena superfisialis. Varises dapat diterapi dengan tindakan non-operatif maupun tindakan operatif, tergantung dari beratnya derajat varises yang dialami pasien. Pada umumnya prognosis varises hampir >95% dapat membaik. Namun bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi vena kronik, ulkus vena dan lipodermatosclerosis.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Kuncoro, Adi et al. Faktor Resiko Terjadiya Varises Vena Tungkai Bawah



(VVTB) Pada Pramuniaga Di Kota Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro Vol.5 No.1. 2016. 2.



Piazza, Gregory. Varicose Veins. Cardiovascular Division, Department of



Medicine, Brigham and Women’s Hospital, Harvard Medical School. American Heart Association. 2014. 3.



Sabputra, Siyan et al. Faktor Yang Mempengaruhi Varises Vena Tungkai



Bawah (VVTB) Pada Guru Sekolah Dasar (SD) Di Desa Securai Selatan Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Masyarakat& Gizi Vol. 2 No.1. 2019.



32



4.



Akbar, Faizal. Analisis Faktor Risiko Varises Tungkai Bawah Pada Buruh



Perempuan Pemetik Tembakau Kecamatan Ajung Kabupaten Jember. Fakultas Kedokteran Universitas Jember. 2018 5.



Craig



F.



Varicose



Veins.



Medscape.



Diakses



melalui



http://www.emedicine.com/ pada tanggal 30 Agustus 2020. 6.



Adriana, Carina. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya



Varises Vena Tungkai Bawah Pada Wanita Usia Produktif. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012 7.



Weis, Robert et al. Varicose Veins and Spider Veins Clinical Presentation.



2018. Diakses melalui https://emedicine.medscape.com/ pada tanggal 30 Agustus 2020. 8.



Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM.. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:



Binarupa Aksara. 2010 9.



Lew,



W.K.



Varicose



Vein



Surgery.



2015.



Diakses



melalui



http://emedicine.medscpae.com/ pada tanggal 30 Agusutus 2020 10.



Rabe E, Pannier-fischer F, Gerlach H, et al. Guidelines for Sclerotherapy of



Varicose Veins. Dermatologic Surgery, 2004. 30(5): 687–693. doi:10.1111/j.15244725.2004.30201. 11.



Uruski Paweb, Aniukiewicz Krzysztof, Miku Ba-Pietrasik Justyna, Sosi Nska



Patrycja, Tykarski Andrzej , et el. "Endovenous Laser Ablation of Varicose Veins Preserves Biological Properties of Vascular Endothelium and Modulates Proinflammatory Agent Profile More Favorably Than Classic Vein Stripping." BioMed Research International. 2017.  12.



Pavlović MD, Schuller-Petrović S, Pichot O, et al. Guidelines of the First



International Consensus Conference on Endovenous Thermal Ablation for Varicose Vein Disease – ETAV Consensus Meeting 2012. Phlebology: The Journal of Venous Disease, 2014. 30(4): 257–273



33



13.



Leon, Luis R. "Varicose veins." BMJ Best Practice (2017): 1-30



34