Materi Entomologi Icha [PDF]

  • Author / Uploaded
  • icha
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Fakrunisa Isnaini A. | 4411413040



JURUSA N BIOLOGI , FMIPA



MATERI ENTOMOLOGI



MATERI ENTOMOLOGI



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kulish Entomologi



Dosen Pengampu : Dr. Niken Subekti, S.Si, M.Si Dyah Rini



Oleh : Fakrunisa Isnaini Adzikri 4411413040



JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016



BAB 1 EVOLUSI SERANGGA



Perubahan yang terjadi dalam peristiwa evolusi disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama yaitu variasi, reproduksi dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu mahkluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetikayang dapat meningkatkan variasi antara organisme.Evolusi terjadi ketika perbedaan- perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi (Bowler,2003). Berdasarkan catatan geologis, bumi ini telah ada kurang lebih 4,5 miliar tahun yang lalu sebagai hasil dari sebuah ledakan mahadahsyat di angkasa. Kehidupan diperkirakan mulai hadir 1 miliar tahun dan oleh para ahli percaya bahwa lautan merupakan tempat awal mula hadirnya kehidupan. Ketika binatang mulai muncul di bumi, bumi tidak berbentuk seperti sekarang ini. Tidak ada tumbuhan, daratan masih kosong, bukit, gunung-gunung dan lembah belum terbentuk. Lautan yang dangkal menyelimuti sebagian besar permukaan bumi. Dari dalam lautan inilah tumbuhan dan binatang mulai muncul. Dengan demikian, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai materi Evolusi Serangga maka disusunlah makalah Entomologi ini untuk membantu proses perkuliahan dan untuk lebih menambah pengetahuan. 1. Faktor yang mempengaruhi evolusi - Perkawinan tak acak Dalam hal ini, individu-individu tertentu tidak dapat menyumbangkan sifatsifat genetik secara berimbang pada generasi berikutnya. Namun pada kenyataannya, tidak tidak ada perkawinan yang benar-benar acak. Perkawinan umumnya dipengaruhi faktor pilihan. Akibat dari perkawina tak acak ini, alel yang membawa sifat yang lebih disukai akan menjadi lebih sering dijumpai berkurang dan mungkin akan hilang dari populasi. - Migrasi Migrasi menyebabkan bertambahnya variasi sifat dalam suatu populasi. Tidak adanya migrasi yang dapat menyebabkan perbedaan frekuensi gen antar populasi. Melalui proses evolusi, maka akan terjadi perubahan frekuensi gen pada kedua populasi tersebut. Perubahan yang terjadi dapat sama atau berbeda, tergantung pada keadaan lingkungan masing-masing. Jika lingkungan berbeda, perubahan dapat mengarah kepada terbentuknya dua spesies yang berbeda. Contoh spesies yang mengalami perubahan frekuensi gen adalah Xylocopa nobilis (kumbang kayu). Xylocopa nobilis yang terdapat di Pulau Sangihe memiliki ciri-ciri yang berbeda



dengan Xylocopa nobilis di daerah Manado. Apabila kumbang kayu dari Sangihe bermigrasi ke Manado dan terjadi interhibridisasi, maka akan timbul perubahan frekuensi gen pada generasi berikutnya. - Seleksi alam Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi (kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan bereproduksi). Seleksi alam terjadi melalui suatu interaksi antara lingkungan dan keanekaragaman yang melekat diantara individu organisme yang menyusun suatu populasi. Produk seleksi alam adalah adaptasi populasi organisme dengan lingkungannya. Terjadinya perubahan pada suatu lingkungan hidup akan mengakibatkan terjadinya dua hal yaitu: Organisme yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, Organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru akan mati atau pindah ke daerah lain yang tidak mengalami perubahan lingkungan. Suatu organisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya jika memiliki fenotipe sesuai untuk melangsungkan proses kehidupannya dengan lancar dan aman. Contoh adaptasi tejadi pada populasi ngengat malam Biston betularia di Inggris sebelum terjadi revolusi industri dan sesudah terjadi revolusi industry (Bowler,2003). 2. Proses evolusi berdasarkan zaman Awal mulanya dunia ini hanya sebatas planet yang kosong dan lama kelamaan dunia ini penuh dengan makhluk-makhluk yang menempati bumi ini dan mulailah terjadi kehidupan di dunia ini. Sejarah kehidupan dibumi dapat diungkap melalui fosil. Fosil telah menjadi bukti yang paling kuat untuk menjelaskan tentang kejadian makroevolusi. Makroevolusi merupakan perubahan dalam skala besar diatas tingkatan spesies yang berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama. Kebanyakan fosil ditemukan tertanam dalam batuan sediment. Melalui prose alami yang panjang, sediment-sedimen dapat tersusun secara berlapis-lapis membentuk strata (tingkatan). Setiap lapisan strata, disebut catatan fosil berguna bagi ilmuwan untuk menjelaskan sejarah kehidupan dibumi. Berdasarkan catatan geologis, bumi ini telah ada kurang lebih 4,5 miliar tahun yang lalu sebagai hasil dari sebuah ledakan mahadahsyat di angkasa. Kehidupan diperkirakan mulai hadir 1 miliar tahun dan oleh para ahli percaya bahwa lautan merupakan tempat awal mula hadirnya kehidupan. Ada empat masa yang dikenal berdasarkan kehadiran mahkluk hidup. Masa tersebut diantaranya yaitu : 1. Pre Cambrian ~ Masa Hedean (4570-850 Milyar tahun lalu) Merupakan masa awal pembentukan batuan kerak bumi. Tidak ada jejak fosil apapun tentang kehidupan yang ditemukan pada masa itu. ~ Masa Archean (3800-2800 Milyar tahun lalu) Kehidupan sederhana bersel satu mulai ditemukan dan diduga dari jenis bacteria dan archae. Untuk pertama kalinya ditemukan microfosil yaitu fosil kecil yang berukuran super mini, rata-rata tidak lebih dari 4 milimeter.



~Masa Proterozoic (2500-630 milyar tahun yang lalu) Atmosfer bumi mulai membentuk oxygen sehingga memungkinkan munculnya beberapa mahkluk hidup. Saat itu bumi masih sepenuhnya tertutup dengan air sehingga hanya mahkluk laut saja yang bisa ditemukan. Untuk pertama kalinya ditemukan hewan invertebrata bertubuh lunak sejenis ubur-ubur, binatangsejenis cacing laut (Trichophycus) dan beberapa koral laut (sponges). Masa Proterozoic ini terbagi menjadi 3 zaman dan masing-masing zaman masih terbagi lagi menjadi beberapa sub yang lebih kecil dan memiliki rentang wakturatusan milyar tahun. Hewan dan tumbuhan sederhana bersel satu yang ditemukan hampir seluruhnya muncul di masa Proterozoic periode akhir. 2. Cambrican ~Zaman Cambrican (590-500 juta tahun lalu) Sebuah daratan yang disebut Gondwana merupakan cikal bakal Antartika, Afrika, India, Australia, sebagian Asia dan Amerika selatan. Sedangkan Eropa, Amerika utara masih berupa benua-benua kecil yang terpisah. ~ Zaman Ordovician (500-440 juta tahun lalu) Meluapnya samudra dari zaman Es merupakan bagian peristiwa dari zaman ini. Gondwana dan benua-benua lainnya mulai menutup celah smudra yang berada diantaranya. Munculnya ikan tanpa rahang (hewan bertulang belakang paling tua) dan beberapa hewan bertulang belakang yang muncul pertama kali seperti Tetrakoral, Ekinoid(landak laut), krinoid (Lili laut) dan Bryozona. Koral dan alga berkembang membentuk karang,dimana trilobit dan Brakiopoda mencari mangsa. ~Zaman Silurian (440-410 juta tahun lalu) Selama zaman silur, deretan pegunungan mulai terbentuk melintasi Skandinavia, Skotlandia dan pantai Amerika utara. Zaman silurian merupakan waktu peralihan kehidupan dari air ke darat. Tumbuhan darat yang dianggap muncul pertama kali adalah Cooksonia yang merupakan cikal bakal tumbuhan besar (vascular plants), tumbuhan lain yang juga muncul pertama kali adalah Rhyniophyta and primitive lycopods. Hewan darat jenis millipedes atau kaki seribu untuk pertama kalinya muncul pada zaman tersebut. Munculnya ikan Bony-fish, (Osteichthyes) Ikan berahang juga mulai muncul untuk pertama kalinya dan banyak ikan mempunyai perisai tulang sebagai pelindung. Munculnya kalajengking jenis Mixopterus dan kalajengking laut (Eurypterids) menjadi raja dan menguasai lautan. ~Zaman Devonian (410-360 juta tahun lalu) Zaman devon merupakan zaman perkembangan besar-besaran jenis ikan. Ikan terbesar sepanjang sejarah yaitu Dunkleosteus muncul pada zaman tersebut.Jenis ikan lainnya adalah ikan Hiu primitif Cladoselache, lobe-finned fishes, Eusthenopteron, dan placoderm Bothriolepis. Ikan berahang dan ikan hiu semakin aktif sebagai pemangsa di dalam lautan. Serbuan ke daratan masih terus berlanjut selama zaman ini. Hewan Amfibi berkembang dan beranjak menuju daratan. Untuk pertama kalinya mulai ditemukan serangga tanpa sayap. ~Zaman Karbon (360-290 juta tahun lalu) Iklim tropis mulai terbentuk sehingga memicu munculnya berbagai binatang jenis baru secara besar- besaran. Reptilia muncul pertama kalinya dan dapat



meletakkan telurnya di luar air. Serangga raksasa muncul dan ampibi meningkat dalam jumlahnya. Pohon pertama muncul, jamur Klab, tumbuhan ferm dan paku ekor kuda tumbuh di rawa-rawa pembentuk batubara. Pada zaman ini benua-benua di muka bumi menyatu membentuk satu masa daratan yang disebut Pangea, mengalami perubahan lingkungan untuk berbagai bentuk kehidupan. ~Zaman permian (290-250 juta tahun lalu) Selama masa permian, tidak ada conifer atau tumbuhan ber-bunga. Pada periode ini, tumbuhan yang dihasilkan seperti pakis menggunakan spora, dan benua modern masih tergabung dalam satu daratan luas yang dinamakan Pangaea. Reptilia meningkat dan serangga modern muncul, begitu juga tumbuhan konifer dan Ginkgo primitif. Hewan Ampibi menjadi kurang begitu berperan. Zaman perm diakhiri dengan kepunahan micsa dalam skala besar, Tribolit, banyak koral dan ikan menjadi punah. Benua Pangea bergabung bersama dan bergerak sebagai satu massa daratan, Lapisan es menutup Amerika Selatan, Antartika, Australia dan Afrika, membendung air dan menurunkan muka air laut. Iklim yang kering dengan kondisi gurun pasir mulai terbentuk di bagian utara bumi. ~Zaman Triassic (250-210 juta tahun lalu) Lembaran es dibagian selatan mencair. Dataran yang awalnya berupa satu benua (Pangaea) mulai terpecah dan menimbulkan celah yang dimasuki oleh genagan air. Binatang mamalia dan buaya pertama muncul. Binatang amfibi Temnospondylus mulai berkembang biak. Tumbuhan Dicrodium merupakan flora umum di daratan. Koral modern dan ikan bertulang sejati (Teleost) muncul, dan juga beragam jenis serangga. Binatang Dinosaurus ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan beragam yaitu jenis Archosaurs untuk dinosaurus darat, dinosaurus jenis Ichthyosaursdan nothosaurs di lautan dan pterosaurs di udara. Dinosaurus jenis Cynodonts menjadi lebih kecil dan lebih menyerupai mamalia dibandingkan kadal. ~Zaman jurassic (210-140 juta tahun lalu) Jurassic adalah zaman yang mungkin paling populer dibandingkan dengan zaman lainnya. Kepopulerannya tidak lepas dari film Jurasic Park-nya Steven Spielberg yang bercerita tentang kehidupan dinosourus. Tidak salah tentu saja karena hewan reptil bertubuh raksasa alias dinosourus ini berkembang sangat pesat pada zaman tersebut. Dinosaurus berukuran tubuh luar biasa besar seperti sauropods, carnosaurs, dan stegosaurs seakan menguasai daratan. Sebagian besar fosil binatang bertubuh besar ini ditemukan pada zaman ini. Tumbuhan Gymnosperms (terutama conifers atau tumbuhan runjung, Bennettitales dan cycads atau sikas) dan pakupakuan umum ditemukan. Mamalia kecil umum ditemukan. Burung pertama dan hewan melata bersisik (Squamata). Sejumlah binatang air berleher panjang yang sangat unik (plesiosaurs), sejenis kerang seperti Bivalves, Ammonites dan belemnites, bulu babi (Sea urchins) lili laut (crinoids), bintang laut, Porifera, brachiopods.,terebratulid, dan rhynchonellid banyak ditemukan. Pada zaman Jurassic, benua besar (Pangaea) mulai terpisah menjadi Gondwanadan Laurasi. Amerika Utara memisahkan diri dari Afrika sedangkan Amerika Selatan melepaskan diri dari Antartika dan Australia.



~Zaman Kapur (140-65 juta tahun lalu) Iklim sedang mulai muncul, India terlepas jauh dari afrika menuju asia. Zaman ini adalah zaman akhir kehidupan binatang- binatang raksasa. Dinosaurus spesies baru bermunculan. Burung primitif (dinosaurus terbang) mulai muncul modern dan mulai menggantikan pterosaurus. Mamalia monotremes, marsupials dan placental serta tumbuhan berbunga mulai ditemukan. Buaya modern dan hiu modern muncul di laut serta ikan bertulang sejati modern bermunculan. ~Zaman tersier (65-1,7 juta tahun lalu) Pada zaman tersier terjadi perkembangan jenis kehidupan seperti munculnya primata dan burung tak bergigi berukuran besar yang menyerupai burung unta, sedangkan fauna laut seperti ikan, moluska dan echinodermata sangat mirip dengan fauna laut yang hidup sekarang. Tumbuhan berbunga pada zaman tersier terus berevolusi menghasilkan banyak variasi tumbuhan, seperti semak belukar, tumbuhan merambat dan rumput. Pada zaman tersier- kuarter, pemunculan dan kepunahan hewan dan tumbuhan saling berganti seiring dengan perubahan cuaca secara global. ~Zaman kuarter (1,7 juta tahun lalu-sekarang) Zaman Kuarter terdiri dari kala Plistosen dan Kala Holosen. Kala Plistosen mulai sekitar 1,8 juta tahun yang lalu dan berakhir pada 10.000 tahun yang lalu. Kemudian diikuti oleh Kala Holosen yang berlangsung sampai sekarang. Pada Kala Plistosen paling sedikit terjadi 5 kali jaman es (jaman glasial). Pada jaman glasial sebagian besar Eropa, Amerika utara dan Asia bagian utara ditutupi es, begitu pula Pegunungan Alpen, Pegunungan Cherpatia dan Pegunungan Himalaya Di antara 4 jaman es ini terdapat jaman Intra Glasial, dimana iklim bumi lebih hangat. Manusia purba jawa (Homo erectus yang dulu disebut Pithecanthropus erectus) muncul pada Kala Plistosen. Manusia Modern yang mempunyai peradaban baru muncul pada Kala Holosen. Flora dan fauna yang hidup pada Kala Plistosen sangat mirip dengan flora dan fauna yang hidup sekarang (Hadi,2009).



Gambar 1. Filogeni Serangga



DAFTAR PUSTAKA Bowler, Peter J. 2003. Evolution The History of an. University of California Press. ISBN 052023693-9. Hadi, Mochmad. 2009. Biologi Isecta Idea Entomologi. Yogyakarta.:Graha Ilmu. Mayr,Ernst. 2010. Evolusi dari teori ke fakta. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Price, P.W. 1998. Insect Ecology Third Edition. Jhon Wiley & Sons Inc. New York Ruslan, H. 2007. Entomologi. Jakarta: Fakultas Biologi Universitas Nasional.



BAB 2 KLASIFIKASI, SISTEM PENAMAAN, DAN IDENTIFIKASI SERANGGA 2.1 Pengertian Taksonomi, Identifikasi, Determinasi, dan Klasifikasi A. Taksonomi Taksonomi berasal dan kata Yunani, terdiri atas kata taxis = arrangement = penyusunan dan nomos = law = hukum. Pengertian taksonomi adalah penyusunan yang teratur dan bernorma mengenai organisme-organisme ke dalam kelompokkelompok yang tepat dengan menggunakan nama-nama yang sesuai dan benar (Lilies, 1991). Secara umum taksonomi adalah cabang dari Biologi, yang berkaitan dengan klasifikasi, pemberian nama dan identifikasi organisme, khususnya serangga. Di muka bumi, dijumpai mahkluk hidup kira-kira dua juta spesies, yang terdiri atas 350.000 spesies tumbuh-tumbuhan dan 1.650.000 species hewan.Dari jumlah spesies hewan tersebut, 75 %-nya atau sekitar 1.200.000 spesies adalah kelompok serangga (Borror dan DeLong, 1970). Taksonomi meliputi klasifikasi, tata nama dan identifikasi. Golongan/kerajaan binatang (animal kingdom) diklasifikasikan ke dalam kelompok berdasarkan ciriciri struktural yang secara umum sama (Anonim, 2004). B. Identifikasi Identifikasi adalah suatu proses mendeterminasi suatu spesimen atau individu denganmengenal ciri-ciri morfologinya. C. Determinasi Menyandra/mengenal suatu spesimen atau organisme berdasarkan ciri-ciri morfologinya(Anonim, 2004). D. Klasifikasi Klasifikasi adalah susunan dalam taksonomi yang menempatkantingkatan suatu organisme hidup secara alami. Serangga atau insekta termasuk ke dalam phylum Arthropoda, dan dibedakan menjadi 3 sub phylum, yaitu Trilobita, Mandibulata dan Chelicerata. Sub phylumTrilobita telah punah dan tinggal sisasisanya (fosil). Sub phylum Mandibulata terdiri atas beberapa kelas, dan salah satu di antaranya adalah kelas lnsecta (Hexapoda). Sub phylum Chelicerata terdiri atas beberapa kelas, termasuk Arachnida (Anonim, 2004). Berikut merupakan bagan klasifikasi serangga :



2.2 Nomenklatur Hewan mempunyai dua tipe nama, yaitu nama ilmiah (scientific name) dannama umum (common name). Nama ilmiah adalah satu-satunya yang digunakan oleh ilmuwan (scientist), nama ini digunakan di seluruh dunia, dan tiap-tiap taxon hewanmempunyai satu nama. Nama umum adalah nama daerah, nama ini sering kurang tepat bila dibandingkan dengan nama ilmiah (beberapa nama umum digunakan untuk lebih dari satu taxon), namun demikian banyak pula hewanbelum diberi nama karena hewan tersebut berukuran kecil atau jarang di jumpai (Borror dan DeLong, 1970). Nama ilmiah hewan mengikuti aturan-aturan tertentu, secara garis besardigambarkan dalam the International Code of Zoological Nomenclature (Stoll et al., 1964 dalam Borror dan DeLong, 1970).Nama ilmiah ditulis dalam huruf Latin (Latinized), atau mungkin diambil dan suatu bahasa atau dan nama-nama orang atau tempat. Sebagian besar nama diambil dan bahasa Latin atau bahasa Yunani, dan biasanya berhubungan dengan beberapa ciri dan hewan atau nama kelompok (Borror dan DeLong, 1970).



Tata nama pada serangga menggunakan sistem penamaan binomial atau binomial nomenclatur. Binomial nomenclatur adalah pemberian nama ilmiah spesies/jenis serangga dengan dua kata, yaitu istilah umum (nama genus) pada kata pertama dan nama khusus (spesies) pada kata kedua. Kata pertama (nama genus) diawali dengan huruf kapital, sedangkan untuk kata kedua (nama spesies) tidak diawali huruf kapital. Nama genus dan spesies harus ditulis dengan cetak miring atau digaris bawah (Borror dan DeLong, 1970). Selain binomial, dalam penamaan serangga juga terdapat trinomial, yang terdiri dari tiga kata, yaitu nama genus, nama jenis, dan nama subjenis. Nama-nama jenis dan subjenis kadang-kadang diikuti oleh nama author, orang yang membahas jenis atau subjenis itu. Nama author tidak dicetak miring atau digaris bawahi, ditulis secara lengkap atau disingkat dengan tanda baca titik. Nama-nama genera dan kategori yang lebih tinggi kata pertamanya dimulai dengan huruf besar, sedangkan untuk nama spesifik dan subspesifik tidak. Jika nama author dalam tanda kurung, hal tersebut menunjukkan bahwa author mendeskripsi species (atau subspecies, dalam kasus dan sebuah nama species) dalam beberapa genus berlainan dengan sekarang yang menempatinya (Borror dan DeLong, 1970). Berikut merupakan contoh penamaan serangga : 1. Papilio glaucus Linnaeus – ekor wallet harimau. Jenis glaucus, diuraikan oleh Linnaeus dalam genus Papilio (Borror dan DeLong, 1970). 2. Leptinotarsa decemlineata (Say) – Kumbang kentang Colorado. Jenis decemlineata diuraikan oleh Say dalam beberapa genus selain Leptinotarsa, dan jenis ini sejak saat itu telah dipindahan ke dalam genus Leptinotarsa (Borror dan DeLong, 1970). 2.3 Pengucapan Menurut Borror dan DeLong (1970) dalam pengucapan nama, dan istilahistilah yang dipakai dalam entomologi diketahui bahwa tidak semua ahli serangga setuju dengan pengucapan untuk sebagian nama, terdapat dua alasan mengapa hal demikian terjadi, yaitu : a. Huruf – huruf hidup (huruf vokal) Menurut Borror (1970),pada nama ilmiah semua “huruf hidup” diucapkan, huruf-huruf hidup biasanya dapat panjang atau pendek, pada contoh-contoh berikut, satu panjang suara huruf hidup ditunjukkan oleh aksen grave (i) dan suara pendek huruf hidup oleh aksen pendek misalnya, máte, mát, mète, mét, rót, cùte, cút, symmetry. Sebuah huruf hidup pada akhir sebuah kata mempunyai suara yang panjang kecuali bila itu sebuah a. Sebuah amempunyai suara ah,seperti dalam idea, huruf hidup dalam suku kata akhir sebuah kata mempunyai suara pendek, kecuali es.



b. Diftong Sebuah diftong terdiri dari dua huruf hidup yang ditulis bersama dan diucapkan sebagai satu huruf hidup tunggal. Diftong tersebut adalah ae



( diucapkan è) , oi ( diucapkan seperti dalam oil) eu (diucapkan ù) ei (diucapkan Ì) ai (diucapkan à) dan au (diucapkan seperti august) (Borror dan DeLong, 1970). c. Huruf-huruf mati (huruf konsonan) Ch mempunyai suara kecuali pada kata-kata yang berasal dari bahasa selain dari Yunani.Bila c diikuti oleh e, oe, i, atau y mempunyai suara yang lunak, sedangkan bila diikuti oleh a, o, oi, atau u mempuyai suara keras (k). Huruf g bila diikuti oleh ae, e, i atau y mempunyai suara lunak (j) ; bila diikuti oleh a, o, oi, atau u mempunyai suara (seperti pada go). Pada kata-kata yang diawali dengan ps, pt, ct, cn, gn, atau mn, huruf pertama tidak diucapkan. Ex : pteromorph, pseudococcus (Borror dan DeLong, 1970). 2.4 Identifikasi Serangga Salah satu tujuan utama dari mahasiswa bidang biologi adalah mempunyai kemampuan mengidentifiasi organisme-organisme dengan menggunakan kunci determinasi. Penyusunan kunci identifikasi/determinasi memerlukan pengetahuan yang cukup tentang semua morfologinya. Berikut merupakan berbagai cara yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi seekor serangga yang belum diketahui jenisnya menurut Borror dan DeLong (1970) : 1. Serangga diidentifikasi oleh seorang ahli. 2. Membandingkan serangga dengan spesimen yang berlabel dalam suatu koleksi. 3. Membandingkan serangga dengan gambar-gambar. 4. Membandingkan serangga dengan uraian-uraian (pertelaan). 5. Dengan menggunakan sebuah kunci analitik, atau dengan satu kombinasi dari dua atau lebih prosedur-prosedur tersebut di atas. Menurut Borror dan DeLong (1970) dalam mengidentifikasi serangga, terdapat empat hal yang mempersulit dalam melakukan identifikasi serangga, diantaranya yaitu : 1. Terlalu banyak perbedaan morfologi yang dimiliki oleh berbagai jenisserangga. 2. Sebagian besar serangga berukuran kecil, sehingga hal tersebut menyulitkan untuk melakukan identifikasi. 3. Banyak jenis serangga yang kurang sekali dikenal, dan sedikit memiliki informasi bilogis 4. Sebagian besar seranga mengalami tahapan-tahapan yang sangat berbeda dalam siklus hidupnya, dan dorang yang melakukan identifikasi mungkin mengetahui serangga-serangga dalam satu tahapan dari siklus hidup serangga. Berikut merupakan contoh cara – cara melakukan identifikasi dan klasifikasi serangga menggunakan kunci determinasi yang dikutip dari Subyanto dan Sulthoni, (1980) : Kunci untuk Ordo-ordo umum serangga (dilengkapi dengan contoh gambar) 1. (a) Memiliki sayap.........................................................................



2



(b) Tidak ada sayap (rudimenter)................................................... 21 2. (a)sayap depan dan belakang transparan (Gambar 1)....................Homoptera (b)sayapdepan dan belakang tidak seperti pada no. 2.A................ 3



3. (a) Sayap depan dengan tekstur yang lebih kasar dari pada sayap belakang, sayap belakang bersifat seperti membrane atau tidak ada sayap belakang ; sayaptanpa sisik atau rambut.................. 4 (b) Semua sayap bersifat membran, mungkin bersisik atau berambut 8 4. (a) Tipe mulut penghisap............................................................... 5 (b) Tipe mulut pengunyah.............................................................. 6 5. (a) Sayap depan seperti mika, kira-kira pada 2/3 bagian pangkal, bagian ujung bersifat membran (disebut hemelytra) dan sebagian besarsaling tumpang tindih (gambar 2.) ................................... Hemiptera (b) Sayap depan dengan tekstur yang sama pada semua bagian, sedikit saja saling tumpang tindih (gambar 3.) ...................................Homoptera



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004.Taksonomi Serangga. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Diunduh pada 10 Maret 2015. Borror, D.J. dan D.M. DeLong, 1970. An Introduction to The Study of Insect. Third Edition.New York : Holt, Rinehart and Winston. Lilies, S. Ch. (Ed.), 1991. Kunci Determinasi Serangga. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Subyanto dan A. Sulthoni, 1980. Kunci Determinasi Serangga. Cetakan IV. YayasanPembina Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakart



BAB 3 MORFOLOGI DAN ANATOMI LUAR SERANGGA Dalam pengamatan penampilan umum serangga satu mempunyyai kesamaan dengan serangga lainnya akan tetapi mereka menunjukan keragaman yang sangat besar tentunya. Oleh karena itu untuk membahas bentuk/morfologi dari anatomi serangga. Beberapa istiah berikut sering digunakan untuk menunjukan arah dan bagian tertentu dari tubuh serangga yaitu :



1. Anterior : mengarah atau berhubungan dengan bagian depan atau kepala serangga. 2. Pasterior : mengarah atau berhubungan dengan bagian belakang atau ujung apdomen serangga. 3. Porsal : mengarah atau berhubungan dengan bagian atas labah atau punggung serangga. 4. Ventral : mengarah atau berhubungan dengan bagian bawah tubuh atau perut serangga. 5. Lateral : mengarah atau berhubungan dengan bagian sisi tubuh serangga. 6. Mesal : mengarah atau berhubungan dengan bagian tengah tubuh serangga. 3.1 Anatomi Serangga Secara Umum



Gambar 2. anatomi serangga secara umum. Tubuh serangga dibagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen. 1. Kepala serangga berfungsi sebagai alat untuk pengumpulan makanan, penerima rangsangan dan untuk memproses informasi di otak. Pada kepala ini terdapat mata majemuk, ocellus, antena dan mulut. Mata majemuk merupakan 2 mata besar yang terdiri atas ribuan lensa kecil yang berfungsi untuk melihat gerakan-gerakan disekitarnya. Ocellus merupakan mata sederhana yang berfungsi untuk mendeteksi perbedaan benda berdasarkan intensitas serangga. Antena atau bisa juga disebut sungut berfungsi sebagai sensor, sensor membaui, raba dan panas. Dan untuk mulut terdiri atas maxilla, mandibula, labrum dan labium. Mulut sendiri ada beberapa bentuk yang dibedakan berdasarkan fungsinya yaitu untuk menggigit-menghisap, menusuk-menghisap, menghisap dan menjilat-menghisap. 2. Toraks adalah tagma lokomotor tubuh, atau penggerak, karena pada toraks ini mengandung sayap-sayap dan tungkai-tungkai. Yang sudah kita ketahui bahwa sayap untuk terbang dan tungkai-tungkai untuk berjalan bagi serangga yang tidak memiliki sayap. Bagian tungkai diantaranya ada coxa, trochanter, femur, tibia dan tarsus. 3. Abdomen terbuat dari 11 metamer/ruas. Metamer ke sebelas adalah metamer yg terdapat embelan-embelan yaitu ovipositor. Satu sklerit dorsal disebut stergit dan semuanya itu disebut stergum, begitu pula sklerit ventral. Satu sklerit ventral disebut sternit dan banyak disebut sternum. Pada abdomen ini terdapat spirakel, dan ovipositor.



A. Kepala



• • • • • • • • •



Ocellusà mata sederhana untuk mendeteksi perbedaan benda berdasarkan intensitas cahaya Compound eyeàmata majemuk Genaà bagian samping dari kepala Antenaà memiliki fungsi sensoris seperti menyentuh dan membau Fronsà bagian depan dari kepala serangga Clypeusàbagian dibawah frons Mandibleàuntuk mengunyah Labiumàrahang bawah Palpsàpada nyamuk berfungsi untuk mengigit punggung betina saat kawin Bagian – bagian Mulut •















Labrum, fungsinya untuk memasukkan makanan ke dalam rongga mulut. Mandibel, fungsinya untuk mengunyah, memotong dan melunakkan makanan Maksila, alat bantu untuk mengambil makanan. Labium, fungsinya untuk menutup/membuka mulut



Gambar 3. Berbagai bentuk mulut serangga B. Thorax



• • •



Toraks terdiri dari protoraks, mesotoraks dan metatoraks Pada toraks terdapat 2 pasang spirakel. Pada serangga terbang sayap muncul pada bagian mesotoraks dan metatoraks C. Abdomen



• • • •



Pada umumnya abdomen serangga terdiri dari 11 metamer Tiap metamer memiliki satu sklerit dorsal, satu sklerit ventral, dan satu selaput daerah lateral Terdapat spirakel Terdapat juga ovipositor, paraprok, sercus, dan epiprok



Gambar 4. Organ Reproduksi Serangga







Organ reproduktif jantan terdapat pada ruas ke 9 terdiri atas penis yang dsebut aedeagus







Organ reproduktif betina terdapat pada ruas abdomen ke 8 dan ke 9 membentuk ovipositor (alat peletakkan telur)



D. Dinding Tubuh



Gambar 5. Struktut dinding tubuh serangga Struktur dinding tubuh serangga dibagi menjadi tiga lapisan utama : 1. Epidermis 2. Selaput dasar 3. kutikula Lapisan dasar berada pada bagian terbawah, kemudian diatasnya ada lapisan epidermis. pada lapisan epidermis ini terdapat sel kelenjar sel termogen (sel yang membentuk kantung seta) dan sel trikogen (sel yang membentuk setae). Kutikula dibagi menjadi 3 bagian, yaitu endokutikula (bawah), exokutikula (tengah) dan epikutikula (teratas).



1. Tipe – tipe Antena



A. Setaseus : capung jarum B. Filiform : kumbang tanah C. Moniliform : kumbang kayu D. Gada : kumbang hitam tebebrionidae E. Gada : kumbang lady bird F. Kapitat : kumbang penghisap G. Serrata : click beetle H. Pektinat : kumbang warna api I. Plumosa : nyamuk jantan J. Arista : lalat syrphid K. Stilat : lalat L. Flabrlat : kumbang sedar M. Lamelat : kumbang juni N. Genikulat : chalcid



2. Tipe Kaki Serangga • • • • •



3. Modifikasi Sayap Serangga



Tipe running Tipe digging Tipe grasping Tipe jumping Tipe swiming



























Sayap membran, sayap sangat tipis yang kurang lebih tembus pandang, meskipun juga ada yang gelap, misalnya pada capung Sympetrum corruptum, tawon Dolichovespula maculata, dan rayap Reticulitermes virginicus Sayap sisik, permukaan sayap dipenuhi dengan sisik yang membuat sayap berwarnawarni, misalnya pada kupu-kupu Papilio turnus, ngengat io Automeris io, dan serangga neuroptera Nectopsyche utleyorum Haltere, modifikasi ekstrem pada serangga ordo Diptera, sayap belakang tereduksi menjadi sepasang pentul yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan, misalnya pada lalat Typula oleracea Elytra (tunggal elytron), sayap depan menebal untuk melindungi sayap belakang, menjadi penciri serangga ordo Coleoptera, misalnya pada kumbang kotoran binatang Heliocopris andersoni Hemelytra, menebal pada 2/3 bagian terdekat dengan badan, sedangkan 1/3 bagian terjauh dari badan tidak menebal, misalnya pada berbagai jenis kepik, seperti pada kepik mata besar Geocoris sp. Tegmina (tunggal tegmen), sayap depan menyerupai kertas pada ordo Orthoptera, Blattaria, dan Mantodea, misalnya pada kecoak Periplaneta fuliginosa dan belalang katidid Pterophylla camellifolia. DAFTAR PUSTAKA Rochmah, S. N., Sri Widayati, M. Miah. 2009. Biologi : SMA dan MA Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 346 Sastrdihardjo.1984. Pengantar Entomologi Terapan. Bandung: Penerbit ITB



BAB 4 ALAT KELAMIN SERANGGA



4.1



Anatomi dan Morfologi Alat Kelamin Serangga Serangga berkembangbiak dengan cara yang sangat bervariasi, umumnya serangga mempunyai satu jenis kelamin pada satu individu tetapi beberapa serangga tertentu memiliki dua jenis kelamin dalam satu individu (hermaprodit). Sistem reproduksi serangga terbagi menjadi dua yaitu sistem reproduksi bagian dalam dan alat kelamin bagian luar.



A. Sistem Reproduksi Bagian Dalam Serangga betina memiliki sepasang ovari (indung telur) dan setiap indung telur terdiri atas sejumlah ovariole yang berbentuk seperti tabung yang di dalamnya terdapat sejumlah ovum (Gambar 1). Ovari berbentuk oval dengan ujung meruncing yang disebut terminal filament. Pada bagian pangkal ovari terdapat calyx yang merupakan pertemuan antar cabang pada bagian pangkal ovariole. Bagian yang merupakan tangkai dari ovari yang bercabang dua disebut lateral oviduct, lateral oviduct ini bertemu pada satu titik menjadi sebuah tangkai yang menghubungkan dengan vagina yang disebut common oviduct. Didalam sistem reproduksi serangga betina terdapat spermatecha (kantung sperma) dan spermatechal gland (kelenjar spermatecha). Kantung sperma ini berfungsi sebagai penyimpan sperma setelah terjadi perkawinan dengan jantan yang digunakan untuk vertilisasi telur. Selain spermatecha juga terdapat sepasang atau dua pasang accessory gland atau kelenjar tambahan. Kelenjar tambahan ini struktur dan fungsinya sangat bervariasi, misalnya pada kecoa sekresi yang dikeluarkan dari kelenjar tambahan ini berbentuk sebuah kapsul atau ootheca yang mengelilingi telur dan terjadi akumulasi di dalam bursa capulatrix.



Sumber: Suputa et al. 2004 Gambar 1. Morfologi internal sistem reproduksi serangga betina



Sistem reproduksi serangga jantan terletak di bagian posterior abdomen dan terdiri dari sepasang gonad (testis) yang terhubung oleh beberapa saluran yang membuka dan berhubungan dengan organ seksual (aedeagus= penis) (Gambar 2). Sepasang testis berbentuk membulat yang didalamnya terdapat beberapa testicular folikel yang berpangkal pada vas defferens yang tersambung pada sebuah tangkai yang disebut vas defferens. Vas defferens tersebut berpangkal pada sebuah bagian yang disebut seminal vesicle. Pada sistem reproduksi jantan terdapat ejaculatory duct yang merupakan saluran terakhir dari alat reproduksi yang berujung pada aedeagus.



Sumber: Suputa et al. 2004 Gambar 2. Morfologi internal sistem reproduksi serangga jantan B. Alat–alat Kelamin Luar Alat–alat kelamin luar pada kebanyakan serangga diperkirakan berasal dari embelan-embelan ruas-ruas perut 8, 9, dan kemungkinan 10. Alat kelamin jantan adalah organ-organ primer yang ikut dengan kopulasi dan pemindahan sperma ke betina. Alat-alat kelamin betina ikut dalam peletakan telur-telur pada atau dalam substrat yang cocok. Struktur-struktur ini disebut alat kelamin luar walaupun dapat ditarik ke dalam ruas-ruas abdomen ujung apikal bila tidak dipakai dan seringkali (terutama pada jantan) tidak kelihatan tanpa pembedahan. Ovipositor embelan serangga-serangga pterygota diperkirakan telah mengalami evolusi dari suatu struktur sama seperti yang ada pada masa kini yang terdapat pada alat kelamin betina thysanura (gambar 3 A). Terdiri dari sebuah ovipositor, yang terbentuk dari embelan-embelan (gonopod-gonopod) ruas 8 dan 9. Gonokoksa pertama (valvifer pertama, dari ruas 8, gcx1)



berartikulasi di bagian dorsal dengan tergum 8; gonokoksa kedua (valviver kedua, dari ruas 9, gcx2) berartikulasi dengan tergum 9. Di sebelah lateral, gonokoksae mengandung stili, yaitu gonostili. Ini dianggap deretan homolog-homolog dari stili pada ruas-ruas pragenital dan karena itu sebagai mewakili telopod-telopod yang berasal dari embelan-embelan abdomen primitif. Di sebelah medial masing-masing gonokoksa mengandung sebuah juluran yang memanjang yang terkenal sebagai suatu gonapofisis (juga disebut valvula). Gonapofisis yang kedua (gap2, ruas 9) terletak di atas gonapofisis pertama (gap1, ruas 8) dan bersama-sama membentuk batang ovipositor. Koordinasi gerakan dari empat struktur yang memanjang ini dicapai oleh kedua mekanisme. Pertama, dua gonapofisis pada tiap-tiap sisi dihubungkan oleh suatu mekanisme lidah dalam lekuk yang dikenal sebagai olisteter. Sebagai tambahan, terdapat satu sklerit kecil pada tiap-tiap sisi yaitu gonangulum, yang berartikulasi dengan gonokoksa kedua, gonapofisis yang pertama dan tergum 9. Hal ini saling menghubungkan gerakan-gerakan dari gonapofisis pertama dan kedua pada masing-masing sisi.



Gambar 3. Ovipositor serangga-serangga. A, ovipositor Thysanura, pandangan ventral B, ovipositor peloncat daun, pandangan lateral dengan bagian-bagian yang diuraikan. C, ovipositor kedua Mecoptera, pandangan lateral atb, saluran dubur; gcx, gonokoksa pertama, gcx2, gonokoksa kedua; gap1, gonapofisis pertama; gap2, gonapofisis kedua; gpl, gonoplak; gst1, gonostilus pertama; gst2, gonostilus kedua. (A dan C digambar kembali dari Snodgrass) Pada serangga-serangga pterigota yang masih terdapat ovipositor embelan, gonostilus pertama hilang, dan gonakoksa kedua memanjang untuk membentuk penutup luar seperti suatu selubung untuk membungkus batang ovipositor, yaitu gonoplak



(juga terkenal sebagai valvulae ketiga, Gambar 3 B, gpl). Pada kebanyakan serangga, gonoplak berfungsi sebagai pelindung dan berfungsi sensorik dan tidak tersangkut dalam penembusan substrat agar dapat bertelur. Pada Orthoptera, gonoplak adalah struktur pemotong atau penggali, menggantikan fungsi gonapofisis kedua, yang menjadi susut dan berfungsi sebagai pengarah telur. Ada sejumlah perubahan dari struktur ovipositor embelan dasar ini pada pterigota, tetapi kebanyakan kondisi yang umum terdapat pada beberapa odonata, homoptera, orthoptera dan hymenoptera. Pada banyak holometabola komponen-komponen tambahan dari ovipositor sangat berkurang sekali dan tidak tersangkut dalam perteluran. Bahkan, ruas-ruas abdomen ujung membentuk saluran yang dapat dijulurkan, disebut pseudovipositor atau oviskapt, yang bila betina bertelur menjulur (Gambar 3 C). Pada beberapa kasus seperti lalat-lalat tephritid, tipe ovipositor ini mengandung keping-keping ujung pemotong, yang memungkinkan betina menaruhkan telur-telurnya jauh ke dalam substrat yang cocok. Alat kelamin bagian luar serangga-serangga jantan menunjukkan keragaman yang mencengangkan yang telah menyulitkan untuk menyimpulkan struktur-struktur primitifnya darimana mereka telah berkembang secara evolusioner dan untuk menghomologkan bagian-bagian pada ordo-ordo yang berlainan. Alat kelamin Thysanura dan Microcoryphya umumnya sama dengan yang betina, tetapi dengan satu tambahan penis median yang berasal dari ruas 10 (Gambar 4 A). Tetapi, alat kelamin jantan thysanura tidak tersangkut dalam kopulasi. Pada serangga-serangga ini, maupun heksapoda entognatus, pemindahan sperma tidak langsung; yang jantan meletakkan spermatofornya atau tetesan sperma pada substrat, dan yang betina secara aktif menaruhkan sperma tersebut di dalam genopornya.



Gambar 4. A, alat kelamin jantan Machilidae, pandangan ventral; B, alat kelamin bagian luar pterigota (diagramatik). aed, aedeagus; gap2, gonapofisis kedua; gb. Gonobase; prat, paramer; phtr, falotrema. (A. Digambar dari Snodgrass, B. Digambar kembali dari Snodgrass) Pada pengertian yang sangat umum alat kelamin terdiri dari organ-organ penjepit bagian luar dan sebuah organ untuk dimasukkan (pemasuk) bagian median (Gambar 4 B). Penjepitpenjepit bagian luar, atau parameter (pmr), dapat timbul dari satu dasar umum, gonobase atau cincin dasar (gb). Organ pemasuk bagian median adalah aedeagus (aed). Lubang aedeagus yang dilalui spermatofor dan semen adalah falotrema (phtr). Pada banyak jenis saluran ejakulasi tersembul keluar melalui falotrema selama kopulasi, lapisan yang dapat di sembulkan keluar ini disebut endofalus. 4.2



Aplikasi Alat Kelamin Serangga Menurut Herlina (2011) pengendalian hama, selama lebih dari 4 dekade, sejumlah serangga hama telah disterilisasi melalui teknik iradiasi maupun secara kimiawi untuk program pengendalian hama secara genetis, antara lain untuk mengendalikan lalat buah yang hingga kini menjadi barrier-trade (hambatan dalam perdagangan) bagi ekspor komoditi hortikultura. Strateginya dikenal dengan teknik releas jantan-steril di mana lalat buah jantan dikembangbiakkan (dipelihara) secara massal untuk selanjutnya disterilkan, biasanya dengan iradiasi (menggunakan radioaktif), untuk direleas sebagai pengendali lalat buah hama. Asumsi yang dipakai adalah, jika terdapat sekitar 100 jantan steril direleas untuk setiap jantan liar (perbandingan jantan steril vs jantan liar (non steril) adalah 100:1),



maka betina liar diharapkan akan lebih sering kawin dengan jantan steril (dengan asumsi keragaan kedua tipe jantan adalah sama) dan hasilnya akan menurunkan jumlah keturunan yang diproduksi. Menurut Sutrisno (2006) Teknik Serangga Mandul (TSM) meliputi iradiasi koloni serangga di laboratorium dengan sinar γ, n atau x, kemudian secara periodik dilepas di lapang sehingga tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga mandul dan serangga fertil makin menjadi bertambah besar dari generasi pertama ke generasi berikutnya akibat makin menurunnya persentase fertilitas populasi serangga dilapang. Pengaruh penglepasan serangga mandul (dengan rasio 9:1 terhadap serangga jantan alami dan potensi reproduksi setiap ekor serangga betina induk pada tiap generasi menghasilkan keturunan 5 ekor serangga betina) terhadap model penurunan populasi serangga didiskusikan secara konseptual. Berdasarkan penelitian Setiyaningsih (2014) Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan teknik pengendalian vektor ramah lingkungan dan spesifik target. Resistensi vektor terhadap insektisida mendorong dikembangkan TSM guna mengurangi populasi. Proses pemandulan serangga jantan di Indonesia hanya dapat dilakukan di BATAN Jakarta. Menurut Setiyaningsih (2014) aplikasi TSM terhadap penurunan populasi Aedes aegypti dapat diukur dari persentase telur steril. Telur steril merupakan merupakan telur yang tidak mengandung embrio dan biasa disebut telur mandul. Penelitian untuk mengetahui pengaruh aplikasi TSM terhadap peningkatan telur mandul dan penurunan populasi Ae. aegypti, telah dilakukan di daerah pemukiman penduduk kota Salatiga pada tahun 2012. Pelepasan Ae. aegypti jantan mandul dilakukan sebanyak lima kali, satu minggu sekali. Menurut Sutrisno (2006) prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik ini meliputi iradiasi koloni serangga di laboratorium dengan sinar γ, n atau x, kemudian secara periodik dilepas di lapang sehingga tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga mandul dan serangga fertil dari generasi pertama ke generasi berikutnya menjadi makin bertambah besar sehingga berakibat makin menurunnya persentase fertilitas populasi serangga di lapang. Secara teoritis pada generasi ke-5 persentase fertilitas mencapai titik terendah yaitu 0% atau dengan kata lain jumlah populasi serangga pada generasi ke-5 nihil. Faktor yang dianggap sebagai penyebab kemandulan pada serangga iradiasi ialah mutasi lethal dominan. Inti sel telur atau inti sperma mengalami kerusakan karena iradiasi sehingga terjadi mutasi gen.



Mutasi lethal dominan tidak menghambat proses pembentukan gamet jantan maupun betina, dan zygot yang terjadi juga tidak dihambat namun embrio akan mengalami kematian. Konsep TSM telah dapat dibuktikan secara eksperimental di lapang melalui keberhasilan program eradikasi lalat ternak Cochliomyia hominivorax Coquerel di pulau Curacao di selat Caribia Amerika Serikat pada tahun 1958 -1959. Teknik serangga mandul dapat diintegrasikan dengan teknik pengendalian yang lain seperti teknik pengendalian kimiawi. Pengaruh pengendalian secara terpadu antara teknik kimiawi (penyemprotan insektisida) dengan asumsi daya bunuh insektisida 90 % dan teknik jantan mandul dapat menurunkan jumlah populasi serangga secara lebih efektif. Masalah penurunan daya saing kawin serangga Lepidoptera yang diiradiasi dapat diatasi setelah diketahui bahwa keturunan pertama ngengat apel Laspeyresia pomonella (L) yang berasal dari induk yang diradiasi dosis substeril ternyata menjadi mandul penuh (full sterile). Gejala ini disebut kemandulan yang diwariskan (inherited sterility). Serangga hama model yang digunakan untuk mempelajari teknik kemandulan yang diwariskan antara lain hama apel L. pomonella, hama tembakau S. littoralis, hama jagung Ostrinia nubilaris Hubner dan hama kubis P. xylostella . Menurut Herlina (2011) kelemahan teknik jantan steril adalah, hanya akan efektif jika serangga betina hanya kawin satu kali saja. Kenyataannya, sulit untuk memonitor perilaku serangga tersebut di lapangan. Dengan mengkombinasikan metode r-DNA dalam teknik releas jantan steril, maka akan diperoleh manfaat yang signifikan yaitu meningkatkan efisiensi karena dapat dibedakan antara serangga liar dengan yang rekayasa. Kelemahan lain dari teknik jantan-steril untuk pengendalian hama ini adalah penurunan fitness serangga yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA Borror DJ, Charles AT, Norman FJ. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Herlina L. 2011. Rekayasa Serangga Biokontrol Hama di Indonesia. Bogor: Badan Litbang Pertanian, Agroinovasi Edisi 16-22 Maret 2011. Setiyaningsih R, Agustini M, Boewono DT, Rahayu A. 2014. Aplikasi Teknik Serangga Mandul (TSM) terhadap Sterilitas Telur dan Penurunan Populasi Aedes Aegypti di Daerah Urban Kota Salatiga. Bul. Penelit. Kesehat. Vol. 42. (1)



Suputa, Trisyono YA. 2004. Buku Ajar Entomologi Dasar. Yogyakarta: Laboratorium Entomologi Dasar, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Sutrisno S. 2006. Prinsip Dasar Penerapan Teknik Serangga Mandul untuk Pengendalian Hama pada Kawasan yang Luas. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi. Vol. 2 (2).



BAB 5 HORMON PADA SERANGGA 5.1 Hormon Pada Serangga Hormon adalah bahan kimia yang dilepaskan oleh kelenjar endokrin ke dalam lingkungan interna (CES). Hormon-hormon ini diangkut ke seluruh tubuh, mengkoordinasi banyak kegiatan berbagai bagian-bagiannya. Koordinasi ini memberikan antara lain suatu pengaturan sifat-sifat kimia lingkungan interna dan kegiatan organorgan interna. Peranan hormon dalam metamorfosis meliputi proses pengelupasan kulit larva, dan pembentukan pupa pada serangga holometabola, dan pengelupasan kulit nimfa pada serangga hemimetabola (Saunders, 1980). Hormon yang berperan dalam metamorfosis terdiri dari atas tiga macam yaitu, hormon otak, hormon molting (ekdison), dan hormon juvenil (Spratt, 1971). 1. Hormon Otak Hormon otak disebut juga ecdysiotropin, disimpan didalam corpora cardiace. Hormon otak mengandung kolesterol yaitu suatu senyawa steroid, atau juga berupa protein yang merupakan rangkaian senyawa polipeptida. Secara berkala sel-sel neurosekretori didalam otak menggunakan suatu hormon otak (Ecdysiotropin), hormon ini merangsang kelenjar protoraks untuk menghasilkan ekdison (Meyer et al,1970). Hormon otak disekresikan oleh bagian otak yang pelepasannya dipengaruhi oleh faktor makanan, cahaya, atau suhu. Adanya hormon otak menyebabkan sekresi hormone ekdison. Selain itu, hormon otak juga memicu mensekresikan hormon juvenil. 2. Hormon Ekdison Hormon molting (Ekdison) dihasilkan oleh kelenjar protoraks, yaitu suatu segmen pada tubuh serangga yang mempunyai pasangan kaki terdepan dari ketiga pasangan kaki terdepan serangga. Oleh karena itu, maka hormon ini juga dinamakan hormon protoracic gland atau disingkat menjadi PGH (Balinsky, 1981). Karlson dan Sakeris (1966) menyatakan bahwa ekdison merupakan suatu steroid dengan rumus molekul C18H30O4. Hormon ekdison merangsang pertumbuhan dan menyebabkan



epidermis menggetahkan suatu kutikula baru yang menyebabkan dimulainya proses pengelupasan kulit (molting) (Lukman, 2009). Hormon edikson berperan secara kontinyu dalam pengelupasan kulit serangga hingga dewasa, edikson juga berperan merangsang sintesa RNA dan protein yang diperlukan dalam proses pembentukan kepingan-kepingan imaginal. Pada serangga dewasa tidak terdapat hormon ekdison untuk pengelupasan kulit, karena kelenjarkelenjar protoraknya sudah mengalami degenerasi setelah metamorfosis (Saunders, 1980). 3. Hormon Juvenil (JH) Hormon juvenil dihasilkan oleh corpora allata, yaitu sepasang kelenjar endokrin yang terletak didekat otak (Balinsky, 1981). Menurut Meyer et al (1970) haormon juvenil terdiri atas senyawa hidrokarbon alifatik, sedangkan menurut Willian dan Law (1965) hormon juvenil berupa faesenol yaitu suatu prekursor kolesterol dan sterol-sterol lain. Fungsi hormon juvenil ini akan mempengaruhi metabolisme protein dan lemak, serta membentuk protein-protein vitelogenik (Saunders,1980). 5.2 Mekanisme Kerja Hormon Dalam Metamorfosis Hormon yang berperan dalam metamorfosis serangga ada tiga macam yaitu hormon otak, hormon ekdison (molting), dan hormon juvenil (Spratt, 1971). Ketiga hormon ini berperan dalam pengelupasan kulit pada fase larva, dan pembentukan pupa pada serangga holometaboala serta pengelupasan kulit nimfa pada serangga hemimetabola (Saunders, 1980). Sel-sel neurosekretori secara berkala didalam otak menggunakan suatu hormon otak (Ecdysiotropin), hormon ini merangsang kelenjar protoraks untuk menghasilkan hormon ekdison. Selanjutnya hormon ekdison merangsang pertumbuhan dan menyebabkan epidermis menggetahkan suatu kutikula baru yang menyebabkan dimulainya proses pengelupasan kulit (molting). Jika otak dari larva tersebut dibedah secara mikro, maka ekdison tidak akan dihasilkan lagi dan sementara itu pertumbuhan dan proses pengelupasan kulit terhenti. Pengelupasan kulit dan pertumbuhan serangga juga dipengeruhi oleh hormon juvenil. Adanya hormon juvenil yang dipengeruhi oleh hormon edikson akan menghasilkan bentuk stadium tidak dewasa saja. Konsentrasi hormon juvenil yang lebih tinggi dari pada hormon ekdison akan merangsang perkembangan larva dan mencegah proses pembentukan pupa. Jika suatu serangga mengelupas kulitnya tanpa adanya hormon juvenil maka hewan tersebut akan berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa. Hormon edikson dihasilkan secara kontinyu dalam pengelupasan kulit sampai dewasa dan berperan dalam merangsang sintesa RNA serta protein yang diperlukan dalam proses pembentukan kepingan-kepingan imaginal. Serangga dewasa tidak memiliki hormon edikson yang gunanya untuk pengelupasan kulit, karena kelenjar-kelenjar protoraknya sudah mengalami degenerasi setelah metamorfosis (Saunders,1980). Serangga dewasa sel neurosekretori yang ada pada otak akan menghasilkan allatotropin yang digunakan untuk menstimulasi corpora allata untuk memproduksi hormon juvenil (Li et al., 2005). Proses selanjutnya hormon juvenil akan dikeluarkan oleh corpora allata ke dalam hemolimfa. Hormon juvenil yang berada pada hemolimfa



akan diikat oleh juvenile hormon binding protein (JHBP) yang berfungsi untuk memudahkan larut dalam hemolimfa dan didistribusikan pada sel epidermis. JHBP kemudian akan terdistribusi pada sel epidermis yang kemudian akan terjadi moulting. Konsentrasi hormon juvenil dalam hemolimfa menentukan apakah larva akan moulting pada fase berikutnya atau akan berubah bentuk menjadi pupa demikian juga menentukan apakah pupa akan berubah bentuk menjadi dewasa. Jika dalam hemolimfa larva konsentrasi hormon juvenil tinggi maka larva akan melakukan moulting tetapi jika konsentrasi hormon juvenil rendah maka larva berubah menjadi pupa (Gilbert et al.,1980). Perkembangan serangga holometabola akan berhenti untuk sementara waktu terbentuk kutikula pupa. Penghentian ini dinamakan diapouse, gunanya untuk menyesuaikan diri pada musim dingin. Diapouse akan diakhiri kalau pupa mengalami pendedahan kepada pada suhu rendah selama perioda tertentu. Otak kembali menghasilkan hormonnya yang merangsang kelenjar protoraks untuk menghasilkan ekdison kembali, sehingga memacu terjadinya perombakan secara menyeluruh jaringan larva dan pertumbuhan secara cepat dari keping-keping imaginal dimana bagian-bagian tubuh hewan dewasa dibentuk (Spratt,1971). Peristiwa metamorfosisi merupakan ekspresi fenotipik kerja gen yang berurutan. Hormon-hormon yang berperan dalam metarmofosis adalah produk dari kerja gen secara bergantian mengontrol kerja gen lain dalam merangsang proses diferensiasi dan proliferasi sel. Hormon merupakan agent dari agen, yang mengontrol program perkembangan. Pendapat ini didukung oleh Saunders (1980), yang mengatakan bahwa proses transformasi dari larva ke pupa ditandai dengan perubahan pola-pola yang diambil dari kelenjar ludah hewan diptera yang menunjukkan terbentuknya puff, pada pita-pita kromosom tertentu. Puff adalah tempat berlangsungnya sintesis RNA. Sebanyak 200 puff terdapat pada kromosom sel-sel kelenjar ludah selama transformasi dari larva ke pupa. Pita-pita yang mengalami pembentukan puff dan regresi didalam polanya dipengaruhi oleh konsentrasi ekdison dan berhubungan dengan perkembangan dari tahap larva ke pupa (Balinsky, 1981). 5.3 Hormon Juvenil Mempengaruhi Sintesis Vitellogenin Hormon juvenil dan ekdisteroids mempengaruhi perkembangan dan reproduksi serangga. Hormon juvenil merupakan hormon yang berperan dalam proses regulasi sintesis dan pengambilan vitellogenin, tapi faktor ekdisteroids juga terlibat dalam prosese tersebut (Engelman, 1984, Koeppe et al., 1985 dalam Lorenz et al., 1999). Menurut Martinez et al., (2007) Hormon juvenil merupakan hormon yang mempunyai peran penting dalam mengatur perkembangan previtellogonic ovarian. Penelitian yang dilakukan oleh Martinez et al., (2007) terhadap nyamuk A. aegypti jumlah hormon juvenil sedikit pada saat eklosion, dan akan meningkat pada hari pertama setelah imago muncul. Jumlah hormon juvenil akan naik hal tersebut dilakukan karena untuk menyempurnakan organ reproduksi serangga betina. Kecapatan biosintesis hormon juvenil oleh corpora allata secara in vitro mencerminkan tingkat hormon juvenil dalam nyamuk, biosintesis hormon juvenil sangat rendah pada serangga betina baru yang muncul dan meningkat drastis selama 24 jam setelah eclosion (Li et al., 2005). Aktivitas



corpora allata nyamuk dikendalikan oleh faktor-faktor yang terdapat di kepala (Li et al., 2005), dan signal nutrisi akan mempengaruhi aktivasi sintesis hormon juvenil atau menghambat sintesis hormon juvenil. Mekanisme hormon juvenil mempengaruhi sintesis vitellogenin pada nyamuk A. aegypti yaitu neurosecretory pada otak akan menghasilkan allatotropin yang selanjutnya memerintah corpora allata untuk menghasilkan hormon juvenil (Hagedorn et al. 1997 dalam Caroci et al., 2004). Hormon juvenil yang sudah dihasilkan oleh corpora allata akan menstimulasi fat body dari in kompeten menjadi kompeten untuk menghasilkan vitellogenin. Pada kondisi ini hormon juvenil hanya menstimuli fat body menjadi kompeten (siap untuk menghasilkan vitellogenin), hormon juvenil tidak memerintah fat body untuk menghasilkan vitellogenin. Hormon juvenil juga mempengaruhi ovary dari immature ovary menjadi ovary yang mature tetapi inaktif (keadaan ovary siap untuk menjalankan perintah berikutnya). Hormon juvenil juga mempengaruhi perilaku mating dan feeding serangga, setelah nyamuk menghisap darah maka otak akan menyuruh neurosecretory sel untuk menghasilkan Egg development neurohormone (EDNH) dan selanjutnya akan dilepaskan dalam hemolimfa. EDNH dalam hemolimfa kemudian akan diterima oleh ovary yang inaktif (resting stage ovary) dan menstimuli sel folikel untuk menghasilkan ecdysteroid. Ecdysteroid selanjutnya akan memerintah fat body yang sudah kompeten untuk menghasilkan vitellogenin. Vitellogenin kemudian akan diambil oleh ovary untuk menyusun kuning telur, dan selanjutnya akan menghasilkan telur (Caroci et al., 2004). 5.4 Hormon Juvenil Mengontrol Pembagian Kasta Pada Serangga Sosial Hormon juvenil berperan dalam mengontrol pembagian kasta pada serangga-serangga sosial seperti lebah madu, semut, dan rayap. Menurut Robinson dan Vargo (1997) peran hormon juvenil dalam menentukan pembagian kasta pada lebah madu (Apis mellifera). Hormon juvenil mempengaruhi pembagian (divisi) pekerja pada koloni lebah madu Apis mellifera. Hormon juvenil mempengaruhi kecapatan perkembangan, sebagai contoh umur lebah akan merubah pekerja dalam sarang untuk mencari makanan nektar dan pollen di luar sarang. Sirkulasi hormon juvenil meningkat setelah berkembang menjadi dewasa. Lebah muda yang membawa brood (calon anakan) dan melakukan tugas lain dalam sarang, selama 2-3 minggu pertama mempunyai tingkat sirkulasi hormon juvenil yang rendah. Lebah pencari makan, merupakan lebah yang paling tua dalam koloni, mempunyai hormon juvenil paling tinggi (Huang dan Robinson, 1999 dalam Elekonich dan Robinson, 2000). Sirkulasi hormon juvenil tidak terdeteksi rendah pada lebah yang disarang dan lebah pencari makan tetapi terukur pada ratu dan pekerja yang meletakkan telur (Robinson et al., 1991 dalam Elekonich dan Robinson, 2000). Hormon juvenil mempengaruhi umur, untuk mengalarm feromon pada lebah madu. Hormon juvenil mempengaruhi perilaku perkembangan lebah madu dengan pengaturan respon sistem syaraf pusat (Robinson, 1987 dalam Elekonich dan Robinson, 2000). Telur lebah madu betina adalah totipotent dan dapat berkembang menjadi pekerja atau ratu. Larva yang mengalami tingkat suprathreshold dari hormon juvenil selama periode awal sensitif berkembang menjadi ratu (Hartfelder dan Engels, 1998 dalam Elekonich dan Robinson, 2000). Pada permulaan larva stadium tiga, individu yang akan menjadi



ratu akan memakan royal jely, subtansi yang kaya gula dan protein. Penambahan nutrisi ini disebabkan pada penambahan/peningkatan produksi hormon juvenil. Larva akan berkembang menjadi ratu yang mempunyai kecapatan metabolisme tinggi dibanding larva yang akan menjadi pekerja. Permulaan pada larva instar terakhir ratu dan pekerja juga menunjukkan perbedaan kecepatan dari sintesis protein ovari yang berhubungan dengan perbedaan sirkulasi ecdysteroid. Hormon juvenil juga mempengaruhi penentuan kasta pada semut dan rayap. Pada semut Pheidole bicarinata, hormon juvenil pada instar terakhir menyebabkan larva terus berkembang dari pada melakukan pupa. Larva menjadi lebih besar kemudian menjadi prajurit, perilaku dan morfologi dikhususkan untuk pertahanan, sedangkan larva yang tidak mengalami peningkatan hormon juvenil menjadi minor pekerja, dikhususkan untuk perawatan brood (Wheeler dan Nijhout, 1984 dalam Elekonich dan Robinson, 2000). Pada rayap Zootermopsis angusticollis, hormon juvenil mempengaruhi perbedaan antara pekerja dengan ratu. Tingkat hormon juvenil yang tinggi selama periode kritis akan mempengaruhi perkembangan pekerja dibanding ratu (Luscher, 1974 dalam Elekonich dan Robinson, 2000). 5.5 Feromon pada Serangga Istilah feromon (pheromone) berasal dari bahasa Yunani, yaitu phero yang artinya “pembawa” dan mone “sensasi”. Sifat senyawa feromon adalah tidak dapat dilihat oleh mata, volatil (mudah menguap), tidak dapat diukur, tetapi ada dan dapat dirasakan. Feromon adalah zat kimia yang berasal dari endokrin dan digunakan oleh mahluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok dan untuk membantu proses reproduksi. Feromon merupakan senyawa yang dilepas oleh salah satu jenis serangga yang dapat mempengaruhi serangga lain yang sejenis dengan adanya tanggapan fisiologi tertentu. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies). Secara umum, proses perkawinan serangga dipengaruhi oleh seks feromon yang diproduksi oleh serangga betina untuk menarik serangga jantan (Allison dan Carde, 2007). 5.6 Aplikasi Hormon dalam Serangga Hormon ekdison adalah hormon yang memicu pergantian kulit. Selain merangsang pergantian kulit hormon ekdison juga juga mendorong perkembangan karakteristik perubahan ulat menjadi kupu–kupu (Fadlilah, 2012). Sehingga apabila terdapat gangguan pada hormon ekdison, maka serangga akan terganggu proses perkembangannya. Senyawa yang dapat mengganggu proses ekdisis salah satunya adalah saponin. Daun Cerbera odollam positif mengandung saponin dan positif kuat mengandung steroid. Saponin dapat mengikat sterol dalam saluran makanan yang akan mengakibatkan penurunan laju sterol dalam hemolimfa (Utami, 2011). Dimana peran sterol dalah sebagai prekusor bagi hormon ekdison. Dengan adanya penurunan persediaan sterol, maka proses pergantian kulit akan terganggu. Akibatnya terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan. Penggunaan feromon juga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengendalian serangga hama yang potensial, karena mempunyai beberapa keunggulan seperti dapat diaplikasikan dengan taktik pengendalian non toksik/pengendalian biologi, mengurangi



penggunaan insektisida, sehingga teknologi dan strategi aplikasi feromon ke depan sangat prospektif (Samudra, 2006). Para peneliti telah mengenali lebih dari 1.600 feromon pada berbagai serangga, termasuk serangga hama. Karena telah teridentifikasi, feromon dapat dibuat dalam jumlah besar secara sintetis. Feromon sintetis umumnya digunakan sebagai perangkap serangga (Yahya 2004). Pada ulat bawang, feromon seks diproduksi oleh serangga betina dewasa, khususnya pada malam hari, untuk mengundang serangga jantan dewasa untuk datang dan kawin. Peran feromon seks dalam perilaku perkawinan tersebut telah diteliti, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk memanipulasi serta memerangkap serangga jantan dewasa (Haryati, 2009). Beberapa keunggulan feromon seks adalah: 1) bersifat selektif untuk spesies hama tertentu, 2) mampu menekan populasi serangga secara nyata, 3) bersifat ramah lingkungan, dan 4) menurunkan biaya penggunaan insektisida hingga Rp2 juta/ha dibandingkan dengan tanpa menggunakan feromon seks yang mencapai Rp4−6 juta/ha (Samudra 2006). DAFTAR PUSTAKA Allison, D.J. and T.R. Carde. 2007. Male pheromone blend preperence function measured in choice and no-choice wind tunnel trials with almonds moths, Cadra cautella. Anim. Behaviour 75: 259−266. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Feromon Exi Sukses Kendalikan Ulat Bawang Merah di Cirebon. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Caroci, A.S., Y. Li., F. G. Noriega. Reduced juvenile hormone synthesis in mosquitoes with low teneral reserves reduces ovarian previtellogenic development in Aedes aegypti. The Journal of Experimental Biology 207 : 2685-2690 Elekonich, M.M dan G.E. Robinson. 2000. Organizational and activational effects of hormones on insect behavior. Journal of Insect Physiology 46 (2000) : 1509–1515 Gilbert LI, R Rybczynski, S Tobe. 1996. Endocrine cascade in insect metamorphosis. In LI Gilbert, J Tata, P Atkison, eds. Metamorphosis: post-embryonic reprogramming of gene expression in amphibian dan insect cells.San Diego: Academic Press, pp 59-107. Haryati, Yati dan Agus Nurawan. 2009. Peluang Pengembangan Feromon Seks Dalam Pengendalian Hama Ulat Bawang (Spodoptera Exigua) Pada Bawang Merah. Jurnal Litbang Pertanian. 28(2). Lorenz, M.W., K.H.Hoffmann, G.G.de. 1999. Juvenile hormone biosynthesis in larval and adult stick insects, Carausius morosus. Journal of Insect Physiology 45 (1999) : 443 452 Li, S., Y.C. Ouyang, E. Ostrowski, D.W. Borst. 2005. Allatotropin regulation of juvenile hormone synthesis by the corpora allata from the lubber grasshopper, Romalea microptera. Peptides 26 (2005) 63–72 Lukman, Aprizal. 2009. Peran Hormon Dalam Metamorfosis. 2 (1): 42-45 Martinez, S. H, J. G. Mayoral, Y. Li, F. G. Noriega. 2007. Role of juvenile hormon dan allatotropin on nutrient allocation, ovarian development dan survivorship in mosquitoes. Journal of Insect Physiology 53 (2007) : 230–234 Meyer, A.T dan Evan, K.A, Lunts, I.J, 1970. Biochemistry, California University Press. Co.Ltd. Permana, A.D. dan Rostaman. 2006. Pengaruh jenis perangkap dan feromon seks terhadap tangkapan ngengat jantan Spodoptera exigua. Jurnal HPT Tropika 6 : 9-13



Robinson, G.E dan E. L. Vargo. 1997. Juvenile Hormone in Adult Eusocial Hymenoptera: Gonadotropin and Behavioral Pacemaker. Insect Biochemistry and Physiology 35:559–583 Samudra, IM. 2006. Pengendalian ulat bawang merah ramah lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28: 3-5. Saunders, J.W.Jr.1980. Developmental biology. Patterns problems principles. Macmillan Publishing Co. Inc, New York. Spratt, N.T.Jr.1971. Developmental biology. Wadsworth Publishing Company, Inc. Belmont. William, dan Lang. 1965. Priciples biological chemistry. Bowdoin college willard grant Press. New York. Yahya, H. 2004. Menjelajah Dunia Semut. PT Harun Yahya International.



BAB 6 POPULASI SERANGGA 6.1 Deskripsi Populasi Menurut Adrea (2010), Populasi dapat didefenisikan sebagai kelompok individu sejenis berada ditempat dan waktu yang sama, serta dapat saling kawin untuk menghasilkan keturunan. Suatu populasi dapat dinyatakan sebagai kelompok organisme yang terdiri atas kelompok-kelompok organisme dan diantara individuindividu dalam kelompok dan saling bertukar informasi, atau materi genetik. Kelompok organisme menempati suatu ruang tertentu dan berfungsi sebagai bagian dari komunitas biotik. Komunitas biotik itu sendiri merupakan suatu penyatuan populasi-populasi dan bersama-sama mengembangkan transformasi metabolism 6.2 Dinamika Populasi Serangga Menurut Manurung (2012), Dinamika populasi serangga adalah naik turunnya jumlah serangga dalam suatu populasi. Penyebab naik turunnya jumlah populasi serangga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. A. Faktor internal 1. Kemampuan berkembang biak Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga berbeda-beda. Kecepatan siklus hidup dari sejak terjadinya telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak setiap serangga membutuhkan waktu yang berbeda beda. Serangga yang memiliki siklus hidupnya pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup lebih lama. Contoh dari ordo Lepidoptera setiap fase siklus hidupnya hanya beberapa hari saja. Stadium larva terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 20−26 hari. Lama stadium pupa 8− 11 hari. Dan fase imago terdiri dari 2 minggu. Lepidoptera mempunyai jumlah telur sekitar 5000-1.0000 butir telur (Tharigan et al., 2012). 2. Perbandingan Kelamin (Sex ratio) Perbandingan serangga jantan dan serangga betina atau lebih dikenal dengan sex ratio sangat penting dalam menentukan cepatnya pertumbuhan populasi serangga. Sebagian besar serangga mempunyai sex ratio 1:1, artinya kemungkinan



serangga jantan dan serangga betina yang bertemu kemudian melakukan kopulasi akan lebih tinggi sehingga jumlah serangga tersebut akan meningkat. Pada beberapa serangga tertentu, perbandingan sex rationya tidak 1:1, contoh pada serangga Xylosandrus compactus jantan:betina sex rationya 1:9. Pada lebah madu (Aphis andrenifermis) juga termasuk poliandri, yaitu satu lebah ratu di buahi oleh beberapa lebah jantan (Novita et al., 2013). Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak di tempat-tempat yang baru. 3. Sifat mempertahankan diri Bebarapa spesies serangga dapat mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari serangga musuhnya, atau memiliki alat penusuk untuk membunuh lawan atau mangsanya. Kebanyakan serangga akan berusaha menghindar atau meloloskan diri bila terganggu atau diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam, dan kamuflase. Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya adalah: Kamuflase (penyamaran), digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau daun tanaman. Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari pemangsanya, yang dikenal dengan istilah mimikri. Cara meniru serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh, maupun bentuk pola warna. Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. 4. Keperidian Kemampuan serangga Betina untuk menghasilkan sejumlah telur merupakan faktor terpenting tinggi randahnya populasi serangga. Serangga yang mempunyai keperidian cukup tinggi biasanya diketahui dengan faktor luar sebagai penghambat perkembangannya juga tinggi. Baik berupa makanannya, musuh alami, faktor fisik, ataupun faktor kompetisi antara serangga itu sendiri dalam memperoleh ruang tempat hidup, memperoleh makanan dan lain sebagainya. Pada serangga tertentu meletakkan telur satu per satu dan dalam jumlah yang besar, namun mayoritas serangga akan meletakkan telur secara berkelompok dan begitu menetas akan terjadi kompetisi diantara serangga sendiri. Kompetisi akan terjadi pada individu-individu dalam suatu habitat untuk mendapatkan sumber kehidupan. Kompetisi antar individu dapat terjadi dalam bentuk: a. Kompetisi dalam hal makanan Kompetisi dalam hal makanan biasanya terjadi karena populasi membutuhkan makanan yang tinggi, sedangkan jumlah saat makanan itu berkurang, sedangkan populasi serangga stabil atau bahkan meningkat. Jika keadaan itu terus berlangsung lama mengakibatkan kematian antar sesamanya. b. Kompetisi dalam hal ruang gerak



Kompetisi itu terjadi pada serangga yang hidup dan berkembang pada ruang gerak terbatas. Dapat dicontohkan serangga yang hidup pada lubang yaitu jangkrik. Bila dalam sebuah lubang gerak dihuni oleh 2 ekor atau lebih, maka ruang gerak menjadi sempit. Akibatnya serangga yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan terdesak dan mati c. Kompetisi dalam hal tempat berlindung Kompetisi ini sering dijumpai pada serangga-serangga yang berukuran kecil yang umumnya lemah, tidak tahan sinar matahari langsung, kelembaban yang rendah, hujan lebat dan angin kencang. Jika tempat berlindung terbatas maka sebagian populasinya akan tertimpa keadaan ekstrim di atas. Akibatnya populasi menurun. Pengaruh lain akibat kompetisi ini adalah menurunnya populasi musuh alami karena berkurangnya inang ataupun mangsa. B. Faktor Eksternal 1. Faktor Abiotik a. Suhu/Temperatur Setiap spesies serangga mempunyai jangkauan suhu masing-masing dimana ia dapat hidup, dan pada umumnya jangkauan suhu yang efektif adalah suhu minimum ketahanan serangga. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami kematian. Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15ºC untuk suhu minimum, suhu 25ºC suhu optimum dan suhu 45ºC adalah suhu maksimum. Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan akan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit. b. Kelembaban Udara Kelembaban udara mempengaruhi kehidupan serangga langsung atau tidak langsung. Kelembaban harus dilihat sebagai keadaan lingkungan dan kelembaban sebagai bahan yang dibutuhkan organisme untuk melangsungkan proses fisiologis dalam tubuh. Sebagai unsur lingkungan, kelembaban sangat menonjol sebagai faktor modifikasi suhu lewat reduksi evapotranspirasi. Selanjutnya tidak ada organisme yang dapat hidup tanpa air. sebagian besar jaringan tubuh dan kesempurnaan seluruh proses vital dalam tubuh akan membutuhkan air. Serangga akan selalu mengkonsumsi air dari lingkungannya dan sebaliknya secara terus menerus akan melepaskan air tubuhnya melalui proses penguapan dan ekskresi. Dalam hal ini kebutuhan air bagi serangga sangat dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya terutama kelembaban udara. Kebanyakan air, seperti banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga (yasin., 2009) c. Cahaya Cahaya adalah faktor ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga, diantaranya lamanya hidup, cara bertelur, dan berubahnya arah terbang. Banyak jenis serangga yang memilki reaksi positif terhadap cahaya dan tertarik oleh sesuatu warna, misalnya oleh warna kuning atau hijau. Beberapa jenis serangga diantaranya mempunyai ketertarikan tersendiri terhadap suatu warna dan bau, misalnya terhadap warna-warna bunga. Akan tetapi ada juga yang tidak menyukai bau tertentu.



d. Angin Angin dapat berpengaruh secara langsung terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga dan juga berperan besar dalam penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap besar maupun yang kecil, dapat membawa beberapa ratus meter di udara bahkan ribuan kilometer. Angin mempengaruhi mobilitas serangga. Serangga kecil mobilitasnya dipengaruhi oleh angin, artinya serangga yang demikian dapat terbawa sejauh mungkin oleh gerakan angin. 2. Faktor biotik a. Predator Predator yaitu binatang serangga. Predator tidak spesifik terhadap pemilihan mangsa. Oleh karena itu predator adalah hewan yang memakan serangga hama secara langsung. Untuk perkembangan larva menjadi dewasa dibutuhkan banyak mangsa. Predator yang monophagous (mempunyai satu inang) menggunakan serangga sebagai makanan utamanya. Predator seperti ini biasanya efektif tetapi mempunyai kelemahan, yaitu apabila populasi yang rnenjadi hama mangsanya berkurang, biasanya predator tidak dapat bertahan hidup lama. Pada umumnya predator tidak bersifat monophagous, contoh: kumbang famili Coccinellidae, belalang sembah. b. Entomopatogen Entomopatogen dapat menimbulkan penyakit, meliputi cendawan, bakteri, virus, nematoda atau hewan mikro lainnya yang dapat mempengaruhi kehidupan serangga hama. Entomopatogen sudah mulai dikembangkan sebagai pestisida alami untuk mengendalikan serangga hama. Sebagai contoh Bacillus thuringiensis sudah diformulasikan dengan berbagai merek dagang. Bakteri ini akan menginfeksi larva sehingga tidak mau makan dan akhirnya larva mati. Demikian pula dengan cendawan sudah dikembangkan untuk mengendalikan serangga hama, seperti Metarhizium anisopliae yang digunakan untuk mengendalikan larva Oryctes rhinoceros. Entomopatogen lain seperti virus Nuclear Po1yhidrosis Virus (NPV) yang mempunyai prospek cukup baik untuk mengendalikan larva Lepidoptera, seperti ulat grayak. 6.3 Strategi Gerakan Serangga Menurut Sutrisno (2008) bahwa strategi gerakan serangga hanya ada dua macam yaitu gerakan di dalam habitatnya disebut pemencaran dan gerakan ke luar habitat yaitu dari habitat yang satu ke habitat yang lain disebut migrasi. Sutrisno (2008) dalam Andrewartha (19) hewan mempunyai tiga cara untuk pemencaran: 1 . Ikut terbawa oleh arus angin atau air, misalnya pada belalang yang ikut terbawa angin pada ketinggian yang jauh dari darat 2 . Berjalan atau terbang, misalnya pada Heliothis armigera 3 . Melekat pada obyek (benda) bergerak, misalnya pemencaran parasit Migrasi serangga dapat dibagi menjadi tiga kelompok, (Sutrisno (2008) dalam Johnson (1969) yaitu:



1. Serangga yang migrasi dari habitat ke habitat, kemudian serangga yang sama kembali lagi setelah terjadi proses oogenesis, bertelur pada habitat yang pertama atau habitat yang lain. Beberapa spesies melakukan gerakan tersebut berkali-kali, kadang-kadang ada sebagian serangga yang meninggalkan habitat tersebut. 2. Serangga yang melakukan migrasi dari suatu habitatnya ke suatu tempat untuk tidur dalam musim dingin atau aestivasi, biasanya berkumpul bersama-sama kemudian musim berikutnya mereka memencar dan minimal melakukan peneluran. 3. Serangga dewasa yang jangka hidupnya terbatas didalam satu musim, migrasi, bertelur kemudian mati. 6.4 Perilaku Interaksi Suara Terdapat berbagai keunikan yang dimiliki serangga salah satunya yaitu terkait dengan suara. Terdapat beberapa serangga yang menghasilkan suara dengan struktur yang khusus seperti jangkrik, dan belalang . Suara yang dihasilkan oleh serangga berbeda-beda yaitu ada yang suaranya sangat lembut atau sangat melengking tinggi. Suara pada serangga berpengaruh penting dalam perilaku serangga tersebut dan digunakan sebagai alat komunikasi antar serangga (Borror, 1992). A. Mekanisme menghasilkan suara 1. Dengan lengkingan penggesekan Penggesekan (stridulasi) mencakup penggosokan bagian tubuh terhadap bagian tubuh yang lain. Beberapa serangga penyanyi seperti jangkrik jantan (Gryllidae) dan belalang sungut panjang bergesek dengan sayap-sayap depan untuk menghasilkan suara. Nyanyian belalang dan jangkrik memiliki peranan yang penting dalam perilaku serangga dan jenis yang berbeda menghasilkan nyanyian yang berbeda pula. Perbedaan yang utama adalah pada ritme nyanyian tersebut. Pada saat seekor jangkrik menghasilkan nyanyian sayap depan ditinggikan dan bergerak maju mundur biasanya hanya gerakan menutup sayap menghasilkan satu suara. Suara yang dihasilkan oleh satu gesekan sayap depan disebut sebuah pulsa. Masing-masing tipe suara pada individu dihasilkan dalam keadaan yang berbeda dan reaksi khas yang dihasilkan. Suara yang terdengar yang paling nyaring dan paling umum adalah nyanyian panggilan yang berfungsi sebagai menarik perhatian serangga betina. 2. Dengan getaran selaput-selaput khusus (timbal) Timbal adalah struktur seperti selaput yang terletak di sebelah ventral pada ruas abdomen dasar yang digerakkan oleh urat-urat daging. Contohnya yaitu pada Homoptera (serangga peloncat) dapat menghasilkan bunyi tetapi bunyi yang dihasilkan sangat lemah 3. cairan dari beberapa lubang tubuh Produksi suara oleh dorongan udara atau cairan dari suatu lubang tubuh secara relatif jarang terjadi pada sarangga. Ngengat Acherontia atropos L, mengeluarkan udara secara paksa dari faring untuk menghsailkan suara siulan. Kecoak (Gromphadorina) menghasilkan saura berdesis oleh pengeluaran udara dari spirakel. Suara yang ditimbulkan sebagai respon terhadap gangguan atau ancaman musuh, dan interaksi sesama serangga yang sejenis



B. Ciri suara serangga Borror (1992) suara yang dikeluarkan oleh serangga seperti kegaduhan mengandung arti ketidak harmonisan yang dialami oleh serangga akibat adanya pengganggu. Suara utama yang dihasilkan oleh maing-masing serangga adalah perbedaan dalam irama yang dihasilkan. Serangga tersebut juga sangat peka terhadap perbedaan dalam irama. Perbedaan terjadi dalam sistem urat syaraf pusat. C. Kelakuan produksi suara Menurut Borror (1992) terdapat banyak serangga seperti jangkrik dan belalang menghasilkan suara yang berkesinambungan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan periode waktu pengeluaran suara pada masing masing serangga yaitu suhu dan intensitas cahaya. 6.5 Bioluminesen Cahaya yang dikeluarakan oleh hewan memiliki fungsi sebagai penerangan , menarik perhatian korban dan kadang juga menarik perhatian pemangsa serta berfungsi dalam perilaku kawin. Serangga yang mengeluarkan cahaya misalnya pada kumbang-kumbangan pada familia Elateridae, Phengodidae dan Lampyridae. Pada Pyrophorus (Elateridae) terdapat dua tempat pengeluaran cahaya yaitu pada sudutsudut belakang pronatum (yang mengeluarkan suatu cahaya berwana kehijauan) dan pada daerah ruas abdomen pertama (mengeluarkan cahaya orange). Cahaya yang tampak muncul perlahan dan hanya beberapa detik saja yang kemudain langsung meredup kembali. Pada Phengodidae atau disebut juga ulat menyala. mempunyai bintik-bintik berpasangan yang mengeluarkan cahaya pada beberapa ruas tubuh, dan apabila serangga tersebut sedang mengeluarkan cahaya serangga akan kelihatan seperti gerbong kereta api pada waktu malam hari (Borror, 1992). 6.6 Kelakuan Mengelompok dan Sosial A. Pengelompokan Borror (1992) beberapa kelompok serangga secara sederhana adalah hasil reaksi positif oleh banyak individu terhadap stimulus yang sama misalnya pada serangga yang tertarik pada suatu cahaya atau pada seekor hewan yang mati.Pengelompokkan lain karena adanya daya tarik yang saling menguntungkan maupun suatu reaksi umum terhadap stimulus yang sama. misalnya dalam menjaga kebersamaan kelompok seperti hibernasi contohnya pada kumbang lady bird. B. Masyarakat serangga Koloni-koloni eusosial ditandai oleh: 1. Kerjasama diantara anggota dalam memelihara yang lebih muda 2. Adanya kasta-kasta mandul 3. Generasi yang tumpang tindih Masyarakat serangga yang paling kompleks yang terdapat pada jenis ordo Isoptera (rayap) dan Hymenopteram(diantaranya yaitu lebah, semut dan tawon) semua rayap dan semut adalah eusosial (dengan perkecualian beberapa jenis semut yang telah mengalami evolusi menjadi parasit sosial terhadap semut lainnya). Koloni prasosial merupakan kelompok-kelompok dengan satu atau dua sifat eusosial misalnya pada Hymenoptera, Blattaria, Hemiptera, Homoptera dan Coleoptera.



Sifat yang nyata dari satu masyarakat serangga adalah polimorfisme (perbedaan kasta) dari anggotanya yang disertai dengan perbedaan kelakuan. Hanya individu tertentu yang melakukan reproduksi yaitu raja-raja dan ratu-ratu. Individu dalam kasta nonreproduktif (pekerja) melakuakan semua fungsi yang terkait dengan koloninya dan memelihara kelangsungan hidup individu dalam sarang (brood) atau dalam beberapa hal terdapat spesialisasi morfologi dan kelakuan lebih lanjut untuk melakukan fungsi pertahanan (tentara) atau mencari makan dan pemeliharaaan individu dalam koloni (pekerja). Kelompok pekerja yang satu dengan pekerja lainnya melakukan berbagai aktivitas yang berbeda terkait umur pekerja atau faktor lingkungan yang khusus yang mereka hadapi. Cara serangga sosial dalam memebentuk koloni yang baru yaitu dengan membentuk kelompok yang pindah atau melalui reprodukti baru (jantan dan betina) meninggalkan koloni induk, kawin dan mulai membentuk suatu koloni baru. Koordinasi bagian-bagian tubuh yang berbeda pada serangga dilakukan sebagian besar oleh sistem syaraf dan endokrin yang bertindak sebagai sarana komunikasi antara bagian tubuh yang berbeda. Sarana-sarana utama komunikai pada semut adalah dengan feromon. Aktivitas khas dalam masyarakat serangga adalah saling bertukar bahan (makanan, sekresi) antara individu-individu (trofalaksis). Seringkali pekerja saling menjilat satu dengan yang lainnya dan banyak pekerja memuntahkan makanan untuk individu lainnya. Hal ini adalah satu dari mekanisme yang penting dimana feromon diberikan dari satu individu pada individu lainnya dan hal terebut juga berfungsi dalam koordinaasi koloni. Sifat umum lainnya dari masyarakat serangga adalah kemanampun dapat mengenali anggota dari kelompoknya sendiri dan anggota kelompok lain. Pengenalan ini menyangkut bau sarang, sifat khusus dari bau sarang menyangkut baik faktor genetik maupun lingkungan. 6.7 Ledakan Populasi Serangga fenomena ledakan populasi serangga, seperti halnya ulat, adalah hal yang sangat lumrah. Peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) di muka bumi ini akan meningkatkan kebugaran tumbuhan. CO2 adalah salah satu bahan dalam proses fotosintesis tumbuhan. Artinya jika CO2 meningkat, maka proses fotosintesis juga meningkat, dan gilirannya serangga (herbivora) akan mendapatkan pakan yang lebih banyak. Tidak heran, populasi mereka meningkat dengan cepat. Hujan yang sering turun dengan amat deras akan meningkatkan kebasahan tanah, yang juga dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi tanah di beberapa lokasi (sesuai jenis tanah atau tidak secara umum di semua lokasi). Musuh alami yang berkurang, dan keseimbangan ekosistem yang rusak. pemakaian pestisida oleh petani hampir selalu berlebih dari jumlah yang dibutuhkan tanaman. Hal ini akan meningkatkan resistensi serangga terhadap insektisida tertentu, sehingga populasi serangga susah untuk dikontrol. 6.8 Resistensi serangga terhadap insektisida Borror (1992), Insektisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembang biakan, kesehatan, memengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktifitas lainnya yang dapat memengaruhi organisme pengganggu tanaman.



Akibat seleksi alami dari preadaptive mutants yang mempunyai mekanisme detoksikasi genetis, target site insensitivity, atau cara survival lain di lingkungan yang ada insektisidanya, misalnya enzym DDT-ase yang mengkonversi DDT menjadi bentuk yang tidak toksik DDE atau acetylcholinesterase yang sudah berubah yang dengan demikian tidak dapat diinaktifkan dengan insektisida Organofosfat. Faktor-faktor genetis ini dapat berada pada tingkat yang sedikit sekali pada suatu populasi sebelum adanya perlakuan insektisida; misalnya, Anopheles gambiae di Nigeria Utara diketahui mempunyai gen heterozigot yang resisten terhadap dieldrin yang pada awalnya banyaknya hanya sekitar 0,4-6 % dalam suatu populasi. Seleksi intensif dengan dieldrin atau BHC untuk mengendalikan malaria secara residual telah menambah frekuensi gen yeng resisten sampai 90 % dalam waktu 1-3 tahun ! Kebanyakan kasus resisten yang dilaporkan adalah terhadap DDT atau cyclodienes. jenis ini yang paling lama telah dipakai. Biasanya resisten terhadap insektisida jenis organoklorin terjadi 10 tahun setelah insektisida dipergunakan untuk pertama kali, dan didapatnya resistensi pada suatu bentuk akan memfasilitasi terjadinya resistensi bentuk lain. Pada tahun 1976, hanya ada empat kasus resisten sintetik piretroid yang dilaporkan. DAFTAR PUSTAKA Andea. 2010. Populasi dan Intensitas Serangan Hama Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dan Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chrysomelidae) pada Tanaman Ylang-Ylang. Jurnal littri, 16(2): 77-82 Borror DJ, Charles AT, Norman FJ. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Novita., R. Saefudin, & sutriyono. 2013. Analisis Morfometrik Lebah Madu Pekerja Apis ceranaBudidaya pada Dua Ketinggian Tempat yang Berbeda. Jurnal sains peternakan indonesia, 8(1):41-56 Manurung, B., P., Prastowo & E.,Tarigan. 2012. Pola Aktivitas Harian dan Dinamika Populasi Lalat Buah Bactrocera dorsalis complex pada Pertanaman Jeruk di Dataran Tinggi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. J. HPT Tropika, 12(2): 102-110 Selvia D. Sumual, S.D., B. A. N. Pinaria., D. Tarore,& E. Senewe. 2013. Jenis dan Populasi Serangga pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) FASE Generatif yang menggunakan Pupuk Organik dan Anorganik di Desa Tonsewer Kecamatan Tompaso II. Sutrisno, Singgih. 2008. Penandaan Serangga Hama Dengan Radioisotop Untuk Studi Pola Pemencaran, Migrasi dan Estimasi Kepadatan Populasi. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol.4 No. 1 Juni 2008. Tarigan, R., M.U. Tarigan, & S. Oemry. 2012. Uji Efektifitas Larutan Kulit Jeruk Manis dan Larutan Daun Nimba Untuk Mengendalikan Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman Sawi di Lapangan. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(1) Yasin., M. 2009. Kemampuan Akses Makan Serangga Hama Kumbang Bubuk dan Faktor Fisikokimia yang Mempengaruhinya. Prosiding seminar nasional serelia. Balai Proteksi Tanaman Serelia



BAB 7 ORDO – ORDO PENTING SERANGGA Tabel 2. Karateristik ordo-ordo heksapoda golongan apterygota (ektognathus) Ordo Microcoryphia (Archaeognatha)



Thysanura (Zygentoma)



Kharakteristik Microcoryphia merupakan serangga ekor rapuh, tubuh berbentuk silindris dan ditutupi dengan sisik-sisikserta memiliki toraks agak melengkung. Serangga ini memiliki mata tunggal dan mata majemuk besar yang bersinggungan. Bagian-bagian mulut terdiri dari mandibel yang memiliki satu titik artikulasi dengan kapsula kepala (archaeognatha). Tarsi dengan 3 ruas serta koksa-koksa tengah dan belakang biasanya mengandung stilus. Stilus pada abdomen terletak pada ruas 2-9 dan ruas 2-7 yang masing-masing mengandung 3 sklerit ventral. Sedangkan pada ruas-ruas 1-7 biasanya mengandung 1 atau 2 pasang gelembung-gelembung yang dapat disembulkan. Gelembung tersebut berfungsi sebagai organ penyerap air. (Borror et al. 1992) Serangga ekor perak merupakan serangga yang berukuran kecilsedang, biasanya berbentuk memanjang dan agak gepeng, mempunyai embelan-embelan seperti ekor pada ujung posterior abdomen. tubuh tertutup sisik-sisik. Bagian-bagian mulut adalah mandibulat dan masing-masing mendibel mempunyai 2 tempat artikulasi dengan kapsula kepala. Serangga ini memiliki mata tunggal dan mata majemuk kecil. Tarsi mempunyai 3-5 ruas dengan



Famili Machilidae Meinertellidae



Contoh



Archaeognatha sp



Lepidotrichidae, Lepismatidae Nicoletiidae



Tysanura sp



embelan-embelan seperti ekor terdiri dari sersi dan sebuah filamen ekor median. Abdomen dengan 11 ruas, namun ruas terakhir seringkali menyusut. Ruas-ruas 2-7 masingmasing mengandung sebuah sklerit tunggal ventral yang tidak terbagi atau sebuah sternit dan sepasang koksopolit. Terdapat stili pada ruasruas 2-9, 7-9, atau 8-9. (Borror et al. 1992) Tabel 3. Karateristik ordo-ordo heksapoda pterygota (paleoptera) Ordo Ephemeroptera



Kharakteristik Ephemeroptera merupakan serangga bertubuh sangat lunak, memanjang dan berukuran sedang. Ekor serangga tersesbut seperti benang yang panjang dan banyaknya 2 atau 3 buah. Serangga dewasa mempunyai sayap-sayap yang tipis dengan rangka-rangka yang banyak. Sayap-sayap depan biasanya besar dan berbentuk segitiga sedangkan sayap-sayap belakang kecil dan membulat. Pada waktu istirahat sayap-sayap tersebut ditempatkan bersama diatas tubuh. Serangga ini memiliki nimfa yang hidup pada lingkungan akuatik. Nimfa berbentuk ramping dan sangat aktif. (Borror et al. 1992)



Famili Oligoneuriidae, Behningiidae, Neoephemeridae , Polymitarcyidae, Potamanthidae, Palingoniidae, Ephemeridae, Siphionuridae, Ametropodidae Ephemerellidae, Leptophlebiidae, Baetiscidae, Baetidae, Heptageniidae, Metretopodidae Tricorythidae, Caenidae.



Odonata



Capung dan sibar-sibar memiliki dua pasang sayap yang besar bermembran. Serangga tersebut memiliki abdomen memanjang, mata majemuk yang besar dan mulut pengunyah. Odonata mengalami metamorphosis tak sempurna dan merupakan predator yang aktif. (Campbell 2008)



Petaluridae, Gomphidae, Aeshnidae, Cordulegastridae , Macromiidae, Corduliidae, Libellulidae, Calopterygidae, Lestidae, Protoneuridae,



Contoh Ephemeroptera sp



Coenagrionidae



Capung



Tabel 3. Karateristik ordo-ordo heksapoda pterygota (Neoptera- Exopterygota) Superordo Plecopteroidea



Ordo Plecoptera



Embiidina



Kharakteristik Lalat batu adalah serangga yang kebanyakan berukuran kecil, bentuk agak gepeng, bertubuh lunak dan berwarna agak labu kusam yang terdapat dekat aliran-aliran air atau tepi-tepi danau yang berbatu. Serangga dewasa memiliki sayapsayap depan yang memanjang dan agak sempit sedangkan sayap-sayap belakang relatif lebih pendek serta mempunyai gelambir dubur yang berkembang baik yang terlipat seperti kipas bila sayap-sayap dalam keadaan istirahat. (Borror et al. 1992) Pengayam jaring-jaring adalah serangga yang kecil, langsing, terdapat terutama di daerah tropis. Serangga jantan dewasa memiliki tubuh



Famili Contoh Euholognatha, Lalat batu Taeniopterarygidae, Nemouridae, Leuctridae, Capniidae, Systellonagtha, Pteronarcyidae, Peltoperiidae, Perlidae, Perlodidae Chloroperlidae



Anisembiidae, Teratembiidae Oligotomidae



Serangga pengayam jaring-jaring



Orthopteroidea



Phasmatodea



Mantodea



yang agak gepeng, tetapi serangga betina dewasa dan muda berbentuk silindris. Panjang tubuh 10 mm. sungut-sungut berbentuk filament, tidak terdapat mata tunggal,bagian mulut tipe penguyah dan kepala prognatus. Tungkai-tungkai pendek dan gemuk, tarsi 3 ruas dan femora besar sangat besar. Ruas dasar tarsus depan membesar dan mengandung kelenjarkelenjar sutera. (Borror et al. 1992) Serangga ranting dan serangga daun merupakan serangga peniru tumbuhan. Telurtelur dari beberapa spesies bahkan menyerupai biji tumbuhan, tempat serangga itu hidup. Serangga bertubuh silindris atau pipih dorsal. Tidak memiliki sayap depan namun memiliki sayap belakang mirip kipas. Bagian mulut teradaptasi untuk menggigit atau menguyah. (Campbell 2008) Belalang sembah adalah serangga dengan protoraks yang memanjang dan dapat



Timemidae, Serangga daun Pseudophasmatidae Heteronemiidae Phasmatidae.



Mantidae



Mantophasmatodea



Blattodea



Isoptera



Gryllobattaria



digerakkan menempel pada pterotoraks, koksa-koksa depan sangat panjang serta femora depan dan tibiae dilengkapi dengan duriduri yang kuat. (Borror et al. 1992) Serangga dengan ciriciri gabungan dari ordo Mantodea dan Phasmatodea Kecoa memiliki tubuh yang pipih dorsaventral, dengan kaki-kaki yang termodifikasi untuk berlari cepat. sayap depan kasap dan sayap belakang mirip kipas. Kurung dari 40 spesies berkisar dari hutan tropis hingga gua dan gurun. (Campbell 2008) Rayap merupakan serangga sosial pemakan selulosa, serangga ini memiliki 3 kasta yaitu kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduksi. Pada kasta reproduksi sayap berjumlah 4 yang memiliki ukuran hampir sama dan berselaput tipis. Serangga ini memiliki tubuh lunak dan berwarna putih. (Borror et al. 1992) Perayap-perayap batu karang merupakan serangga yang tidak bersaya, memanjang dan langsing dengan



Mantophasmatodea



Cryptocercidae Blattidae Blattelidae Blaberidae Polyphagidae



Termitidae Kalotermitidae Rhinotermitidae Hodotermitidae



Kecoak



Laron



Orthoptera



Dermaptera



panjang 15-30 mm. tubuh berwarna pucat, berambut halus dan memiliki mata kecil. Sungut panjang dan filiform, terdiri dari 5 atau 8 ruas serta memiliki ovipositor seperti pedang. (Borror et al. 1992) Sebagian besar belalang, jangkrik, dan kerabatnya merupakan herbivor. Serangga tersebut memiliki kaki belakang yang besar dan beradaptasi untuk meloncat, memiliki 2 pasang sayap (satu kasap, satu bermembran) dan mulut penggigit atau pengunyah. Orthoptera mengalami metamorphosis tak sempurna. (Campbell 2008)



Cocopet merupakan serangga nocturnal yang memakan bangkai. Beberapa spesies tak bersaya, sementara yang lain memiliki 2 pasang sayap yang tebal dan kasap serta satu pasang yang lain bermembran. Cocopet memiliki mulut penggigit dan capit posterior yang besar. Serangga ini



Tetrigidae Eumastacidae Tanaoceridae Acrididae



Pygidicranidae Carcinophoridae Labiidae Labiduridae Chelisochidae Forficulidae



Jangkrik



Zoraptera



bermetamorfosis tidak sempurna. (Campbell 2008) Zoraptera merupakan Zorotypidae serangga kecil, panjang 3 mm serta memiliki sayap-sayap yang berjumlah 4 dan berselaput tipis. Pada serangga dewasa sungut berbentuk merjan dan beruas 9, memiliki sersi yang pendek dan tidak beruas serta berakhir dengan rambut duri yang panjang. Abdomen berbentuk bulat telur dan beruas 10. Bagian-bagian mulut tipe pengunyah dan bermetamorfosis sederhana. (Borror et al. 1992)



Tabel 3. Karateristik sebagian ordo-ordo heksapoda pterygota (Neoptera- Endopterygota) Superordo Panorpoidea



Ordo Siphonaptera



Kharakteristik Pinjal merupakan serangga ektoparasit. Tubuhnya tidak bersayap dan pipih lateral. Serangga ini memiliki kaki yang termodifikasi untuk



Famili Hystrichopsyllidae Ctenophthalmidae Ctenopthalminae Doratopsyllinae Ceratophyllidae



Contoh



Hymenopteroi dea



Hymenoptera



bergelantung pada inang. Pinjal mengalami metamorphosis yang tak sempurna. Semut, lebah dan tawon umumnya merupakan serangga sosial. Serangga tersebut memiliki dua paasng sayap yang bermembran dan mulut pengunyah atau penghisap. Saerangga betina memiliki organ penyengat posterior. Hymenoptera mengalami metamorphosis sempurna.(Campbell 2008)



Xyelidae Pamphilidae Pergidae Argidae Cimbicidae Diprionidae Tenthredinidae



DAFTAR PUSTAKA Borror DJ, Triplehorn CA and Norman. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoedjono S, penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Study. Campbell NA and Jane BR. 2008.Biologi.Wulandari DT, penerjemah; Hardani W dan Prinandita A, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Biologi Capinera JL. 2008. Ecyclopedia of Entomology. Florida: Springer Science+Business Media B.V.



Gambar 1. Skema pembagian Ordo pada Serangga



BAB 8 TEKNIK PENGUMPULAN SERANGGA 8.1 Lokasi dan waktu mengumpulkan serangga Serangga-serangga dapat ditemukan dimana-mana dan selalu dalam jumlah yang sangat banyak. Semakin banyak macam tempat-tempat untuk mencari serangga, makin besar variasi yang akan didapatkan dalam pengumpulan. Koleksi serangga dapat di lakukan di rumah, di ruang belajar, pada



buku-buku, di halaman rumah, di bawah serasah, di bawah kulit kayu, di dalam tanah atau air, di pertanaman dan lain-lain. Untuk mengumpulkan serangga perlu memperhatikan musim, cuaca dan waktu tertentu dimana populasinya tinggi, akan tetapi untuk memperoleh keragaman yang terbesar harus mengumpulkan sepanjang tahun karena jenis yang berbeda aktif pada waktu-waktu yang berbeda juga.Waktu terbaik untuk mengumpulkan serangga adalah panas, meskipun serangga-serangga tersebut sebenarnya aktif dari permulaan musim semi sampai musim gugur, dan banyak pula ditemukan dalam keadaan hibernasi di musim dingin. Jenis serangga yang berbeda, aktif pada waktu yang berbeda pada siang, sore atau malam hari. Kondisi udara juga mempengaruhi aktivitas banyak jenis serangga, sehingga mempersulit dalam pengumpulan serangga. Tetapi untuk beberapa jenis serangga tertentu dapat ditemukan dalam kondisi udara apa pun, misal semut, dll. 8.2 Alat-alat pengumpul serangga Alat-alat yang biasanya digunakan ketika mengumpulkan serangga sebagai berikut: 1. Jaring serangga Jaring serangga dapat didapatkan dengan membeli atau dapat membuat sendiri. Untuk membuat jaring serangga cukup mudah dan tidak mahal. Tongkat yang digunakan harus ringan dan kuat, sedangkan material kantong bisa dari selembar kain dengan kriteria ringan, memiliki pori-pori yang halus dan cukup untuk melihat serangga yang ditangkap, tidak mudah kusut, dan tidak terlalu tipis sehingga tidak mudah robek. Jaring serangga dapat digunakan dengan 2 cara, yaitu: a. Mengayunkannya pada tanaman, diperlukan keterampilan khusus b. Menyapukan di sekitar tanaman



Gambar 1. Jaring buatan sendiri



Gambar 2. Bagian lengkap jarring



Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memngambil serangga yang telah tertangkap di dalam jaring: a. Untuk serangga kecil dan diperlukan dalam keadaan hidup dapat diambil dengan menggunakan aspirator. b. Untuk serangga dari ordo Lepidoptera dapat diambil dari jaring kemudian menekan toraksnya sebelum dimasukkan ke dalam botol pembunuh. Penekanan toraks ini bertujuan untuk mengurangi kerusakn sayapnya. c. Untuk keperluan koleksi dapat langsung memasukkan lipatan kantong jaring yang berisi serangga ke dalam botol pembunuh.



2. Botol-botol pembunuh Botol pembunuh diperlukan untuk membunuh serangga yang akan diawetkan tanpa merusak bagian tubuh serangga.Botol ini bisa terbuat dari kaca atau plastik. Botol pembunuh di dalamnya berisi racun, umumnya adalah sianida. Namun Ethyl asetat lebih aman digunakan daripada sianida, tetapi kelemahannya serangga tidak membunuh serangga dengan cepat dan sedikit berubah warna. Material lain yang dapat dipakai adalah karbon tetrakhlorida dan kloroform. Ketika menggunakan ketiga material tersebut diperlukan agen penyerap, yaitu kapas yang ditutup dengan selembar karton atau penyaring sehingga serangga yang terjebak mudah untuk dikeluarkan dari botol. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan botol pembunuh ini adalah harus diberi label ‘RACUN’ di permukaan luar botol, dan tidak membiarkan botol terbuka dalam waktu lama. Hal tersebut merupakan upaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.



Gambar 3. Botol pembunuh 3. Amplop-amplop atau kertas untuk membuat amplop Amplop (papilot) ini dibuat dari kertas koran, HVS atau jenis kertas lainnya dengan bentuk segitiga. Amplop berfungsi untuk menyimpan sementara serangga yang didapat dari lapangan. 4. Botol-botol kecil bermulut lebar untuk pengawetan Botol pengawet biasanya berisi alkohol atau formaldehid. Botol ini digunakan untuk menyimpan larva atau nimfa atau serangga yang memiliki tubuh relatif lunak. Botol sebaiknya dari kaca bening.



Gambar 4. Botol pengawet 5. Pinset Pinset digunakan untuk mengambil serangga yang bertubuh keras dan hidup, memiliki alat penusuk beracun atau bersembunyi di celah sempit dan di celah batang atau bagian lain dari tanaman.



Gambar 5. Penjepit 6. Lensa lapang Sebuah lensa lapangan bukan alat untuk mengumpulkan serangga, melainkan alat untuk mengamati serangga di lapangan.



Gambar 6. Lensa lapang



7. Kertas-kertas lembaran putih biasa Kertas atau tissue sebagai material penyerap di dalam botol pembunuh digunakan untuk mengangkut hasil serangga tangkapan dengan cara jaring.



8. Alat penyedot Alat penyedot berguna untuk menangkap hidup-hidup serangga-serangga kecil. Bagian dari alat ini adalah: pipa besi pengisap, gabus penutup botol, dan pipa plastik yang diarahkan pada serangga yang akan ditangkap, serta sebuah botol. 9. Payung pemukul atau lembaran kain Payung pemukul digunakan untuk mengumpulkan serangga yang berasal dari tanaman. Cara penggunaanya adalah dengan meletakkannya di bawah sebuah tanaman dan kemudian menggoyangkan tanaman tersebut dengan tongkat.



Gambar 7. Payung pemukul dan lembaran kain 10. Penyaring Penyaring digunakan untuk mengumpulkan jenis serangga kecil yang terdapat dalam sampah dan reruntuhan daun. Prosedur pengumpulan yang sederhana adalah dengan mengambil segenggam material dan menyaringnya perlahan dalam sepotong kain putih besar, plastik atau karton. Serangga yang tersaring dapat diambil dengan penyedot atau kuas basah.



Gambar 8. penyaring 11. Perangkap



Beberapa jenis perangkap serangga antara lain perangkap cahaya, perangkap Malaise, perangkap lubang, perangkap panci dan kombinasi perangkap panciMalaise untuk menangkap serangga terbang.



Gambar 9. Macam-macam perangkap (A) perangkap lubang (B) perangkap lalat (C) Perangkap Malaise (D) perangkap cahaya 12. Alat pengumpul akuatik Serangga air dapat ditangkap dengan jari tangan atau dengan penjepit, tetapi banyak serangga yang ditangkap dengan jaring serok, penyaring, penciduk, dll.



Gambar 10. Bentuk jaring serangga air bulat, segitiga, dan bentuk huruf D 13 Pisau lipat Pisau yang kuat diperlukan untuk mencongkel kuit kayu, memotong bungkil, dan menggali ke dalam berbagai material. 14. Kuas kecil Kuas digunakan untuk mengambil serangga-serangga yang berukuran relatif kecil dan bertubuh lunak. Biasanya pada ujung rambut kuas dibahasi dengan air atau alkohol sehingga serangga kecil dapat menempel.



Untuk metode khusus digunakan alat-alat sebagai berikut: 1. Aspirator



2. 3. 4. 5. 6.



Lubang perangkap (pitfall trap) Corong berlese Beating sheets Cahaya Baits



8.3 Metode pengumpulan serangga Metode pengumpulan serangga dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada jenis serangga dan habitatnya, metode yang dapat dilakukan diantaranya, sebagai berikut: 1. Aspirator :



  



Gambar 11. Alat aspirator Alat ini digunakan untuk menangkap serangga kecil yang aktif bergerak seperti parasitoid, lalat kecil, wereng dll. Aspirator juga digunakan untuk mengambil serangga-serangga kecil yang tertangkap dari jaring serangga Aspirator biasanya terbuat dari tabung kaca sebagai tempat pengumpulan serangga dan ditutup dengan karet yang diberi lubang untuk dua pipa, yang satu untuk menghisap serangga ke dalam tabung dan lainnya ke mulut untuk menghisap udara.



2. Koleksi dengan tangan:  Banyak serangga terdapat pada tanaman, di serasah, di bawah batu dan tempat-tempat lainn yang dapat dicari dan dikoleksi langsung dengan tangan. Pada tanaman, serangga dari berbagai stadia (telur, larva/nimfa, pupa, dan imago) dapat ditemukan di daun, batang atau kayu dan akar.  Banyak larva berbagai serangga terdapat pada kayu atau bahan organik yang membusuk, seperti kayu lapuk, bangkai binatang dll.  Koleksi dengan tangan membawa resiko, khususnya apabila serangga yang ditangkap beracun, oleh karena itu alat seperti forcep atau kaos tangan dapat digunakan untuk menghindari bahaya terhadap tangan. 3. Koleksi dengan jaring serangga :  Pada dasarnya ada tiga jenis jaring serangga yaitu jaring udara (aerial net), jaring ayun (sweep net) dan jaringan air (aquatic net).  Jaring udara digunakan untuk menangkap serangga terbang seperti kupu-kupu, lalat belalang, lebah dan capung.







Jaring serangga mempunyai diameter 35 cm pada bagian depan dan panjang jaring 50 cm. Tongkat tangkai jaring biasanya sepanjang 100 cm.  Jaring ayun untuk menangkap serangga pada daun-daunan atau rerumputan.  Bentuk jaring ayun adalah heksagonal  Agar serangga tidak keluar, usahakan waktu mengambil serangga dari jaring membelakangi sinar matahari  Jaring air harus lebih kuat untuk menahan kotoran dalam air, baik kawat lingkar dan bahan jaringnya.  Untuk mengambil serangga yang ada, yang biasanya tercampur lumpur, maka lumpur di taruh suatu nampan dan diberi air lalu di korek-korek untuk mendapatkan serangga tersebut. Apabila jenis serangga yang ditangkap memiliki kemampuan yang hebat untuk meloloskan diri dari jaring, maka diperlukan kehatia-hatian untuk mencegah serangga lolos dari jaring sebelum dimasukkan ke botol pembunuh. Cara yang paling aman adalah melipat jaring ke atas dengan serangga di atas jaring.



Gambar 12. Teknik menangkap serangga  



Sebelum dilakukan tahapan pengawetan dan perentangan, serangga dapat disimpan di amplop kertas, atau lebih dikenal dengan nama papilot Amplop ini bisa digunakan untuk menyimpan serangga bertubuh kecil dan bersayap lebar, seperti kupu-kupu dan capung, diluar amplopnya juga bisa digunakan untuk menuliskan data yang berhubungan dengan pengkoleksian.



Gambar 13. Cara melipat amplop 4. Koleksi dengan lembar pengumpul (Beating sheets) :  Beberapa serangga pada tanaman sulit dikenali karena bentuknya mirip daun atau duri pada tanaman  Beating sheets merupakan alat yang tepat untuk mengkoleksi serangga tersebut dan jenis lain seperti kutu-kutuan serta tungau. Lembar untuk koleksi diletakkan di bawah bagian tanaman, kemudian tanaman dipukul-pukul.



Koleksi serangga kecil dari lembar pengumpul dapat di lakukan dengan kuas yang dibasahi air. 5. Penyemprotan dengan insektisida knock-down : Pada tanaman yang tinggi serangga sulit ditangkap. Penyemprotan atau pengkabutan dengan menggunakan insektisida bereaksi cepat seperti piretroid sintetik. 6. Perangkat serangga Cara mendapatkan serangga selain dengan jaring dapat juga dilakukan dengan memperangkapnya. Prinsip yang dipakai dalam memperangkap serangga adalah bagaimana menarik serangga untuk datang ke perangkap dan kemudian serangga tersebut tidak dapat lagi keluar dari perangkap. Untuk jenis-jenis perangkap tersebut adalah: 1) Pitfall trap Digunakan untuk memperangkap serangga-serangga yang berjalann di atas permukaan tanah. Perangkap ini dibuat dengan cara membenamkan kaleng kecil ke dalam tanah. Dan di bagian dalam tanah di beri larutan pengawet. Untuk menarik kedatangan serangga, maka menempatkan umpan di dalam perangkap tersebut.



Gambar 14. Penampang pitfall trap 2) Light trap Perangkap ini terdiri dari lampu penarik atau pemikat, corong, dan botol atau tempat penampung. Serangga datang karena tertarik pada cahaya lampu akan jatuh melalui corong ke dalam botol atau tempat penampung yang berisi larutan pembunuh.



Gambar 15. Beberapajenis light trap. A. perangkapcahaya system gantung. B.perangkapcahaya system gantngdenganlampu di bawah. C. perangkapcahaya system tancapdenganlampuminyak.



3) Aerial bait trap Perangkap ini berukuran relatif kecil, dan biasanya terbuat dari dua buah toples plastik yang berdiameter 15 cm dengan bagian tutup berulir. Kedua toples tersebut diletakkan berhadapan pada bagian mulutnya. Tutup-tutup toples tersebut diberi lubang bulat dan besar. Pada bagian dalam tutup toples yang atas ditempelkan corong yang terbuat dari kain kasa. Bagian dasar dari toples yang atas diberi lubang-lubang kecil sebagai pentilasi untuk mencegah kondensasi dan membiarkan serangga yang terperangkap tetap hidup. Umpan diletakkan di dalam toples bawah sebagai penarik kedatangan serangga. Bagian samping toples yang bawah diberi lubang sebagai tempat serangga masuk.



Gambar 16. Bentuk aerial bait trap danbagian-bagiannya DAFTAR PUSTAKA Arista, Ririn Kurniati. 2014. “Inventarisasi Jenis-Jenis Serangga Pada Bunga Kelapa Sawit Di Perkebunan Kelapa Sawit PT Agri Andalas (Persero) Pasar Ngalam Kecamatan Air Periukan Kabupaten Seluma Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Biologi SMAN 3 Seluma Kelas X B”. (Skripsi). Bengkulu : Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Bengkulu. Borror, D.J, Triplehorn C.A., and Johnson, N.F.1996. Pengenalan PelajaranSerangga. Diterjemahkan oleh Partosoedjono. Edisi ke-enam. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press. Campbell, N.A., Reece, J.B, dan Mitchell, L.G. 2004. Biologi. Jakarta : Erlangga. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian.Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Putra Nugroho Susetya, Suputa, Witjaksono. 2011. Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar. Yogjakarta : Laboratorium Entomologi Dasar Universitas Gadjah Mada. Suhara. 2009. Familia meloidae. Bandung : Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia. BAB 9 PENGAWETAN SERANGGA 9.1 Tahapan – tahapan Koleksi Serangga 1. Menyiapkan alat koleksi yang dibutuhkan 2. Menangkap ( catching ) 3. Cara Membunuh Serangga ( killing ) 4. Fiksasi Serangga 5. Menyusun koleksi dalam kotak koleksi 6. Pemberian Label



9.2 Alat yang Digunakan Untuk Koleksi 1. Jaring serangga, 2. botol pembunuh, 3. kotak atau botol yang berisi kapas, 4. papan perentang, 5. jarum serangga, 6. kertas label, buku catatan. 9.3 Cara membunuh Serangga 1. Dibius 2. Dimatikan 3. Direndam 4. Ditekan 1. Dimatikan



-



Terdiri dari: Kloroform Kapas Karet Kertas sudah di lubangi 2. Cara Memfiksasi Serangga



• •



Mengeluarkan Serangga dari amplop/ botol pembunuh Badan Serangga diletakkan diantara papan perentang



• •



Dijepit kertas kemudian difiksasi dengan jarum Sayap diatur mendatar



3. Cara Pengaturan Sayap, Kaki, dan Anggota Badan Lainnya



• • • • • • •



Posisi sebelum memulai menaikkan sayap Sayap depan pada satu sisi dinaikkan Sayap depan pada sisi lain dinaikkan dengan batas” belakang sayap” depan dalam satu garis lurus Sayap belakang pada satu sisi dinaikkan Sayap belakang pada sisi lainnya dinaikkan Sungut” diarahkan dan ditetapkan dalam posisi dengan memakai pin Mengambil pin dari tubuh kupu”



4. Cara Penusukan (Pinning)



Menusuk dengan serangga dengan jarum : Cara ini hanya berlaku untuk serangga yang sudah dewasa atau imago. 5. Pemberian Label



Etiket dibuat dengan kertas tebal segi empat panjang dengan ukuran 7 x 18 cm, dengan keterangan : Nama tempat : Ketinggian : Tanggal : Kolektor : Nomor : Keterangan lain :



6. Awetan Basah Serangga



• • •



Dilakukan pada serangga bertubuh lunak (umumnya fase larva) dan serangga yang sangat kecil, Serangga disimpan dalam botol gelas yang tertutup rapat dan berisi alkohol 80% Cairan yang dipakai: etanol 70-80% yang biasanya dimodifikasi dengan larutan berikut: 1. Larutan hood 2. Larutan kahle 3. Larutan alkohol bouin



7. Slide Banyak artropoda kecil (kutu, pinjal, tungau, dan lain-lain) seringkali isolatnya dibuat dalam bentuk slide, bagian-bagian tubuh demikian seperti tungkai-tungkai atau alat-alat kelamin paling bagus dipelajari bila dibuat preparat. Material yang dibuat preparat biasanya dipindahkan ke sebuah gelas objek diberi perlakuan khusus untuk menghasilkan preparat permanen atau preparat sementara.



BAB 10 PENYEBARAN SERANGGA HAMA A. Pengertian hama Pengertian hama secara luas yaitu organisme pengganggu pada tanaman, hama merupakan hewan yang secara sadar maupun tidak adalah musuh manusia, sering merugikan dan mengakibatkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Persaingan manusia dengan serangga yang disebut hama sudah dimulai sejak dahulu, dan terus berkembang sampai sekarang serta akan tetap berlanjut selama manusia itu ada. B. Pengertian Serangga Hama Serangga hama merupakan serangga yang mengganggu dan merusak tanaman, kerusakan ini akan berakibat pada kualitas maupun kuantitas tanaman, sehingga tanaman yang dirusak oleh serangga yang termasuk hama akhirnya berdampak negatif terhadap nilai ekonomi tanaman tersebut. Sebenarnya istilah hama digunakan pada serangga yang merusak tanaman sangat parah dan berdampak sangat buruk pula. (Borroretal. 1970).



Seperti kita ketahui, serangga di muka bumi ini sangat banyak jumlahnya dan tersebar dimana-mana hampir di semua tempat merupakan tempat hidup serangga. Selain memiliki banyak manfaat dalam kehidupan, serangga juga dapat menimbulkan banyak masalah dan kerugian seperti yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai serangga yang termasuk hama. Pengertian serangga termasuk hama, tidak dapat lepas dari kebiasaan dan ekologi serangga tersebut, artinya serangga menjadi hama yang merugikan karena serangga itu sendiri membutuhkan makan guna mempertahankan hidupnya agar tidak mati kelaparan. Semua serangga harus makan, tiap-tiap jenis dan spesies mempunyai perbedaan dalam kebiasaan makan, menemukan makan, maupun dalam hal cara memakannya. Makanan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan banyaknya hewan, serta menemukan tempat dimana ia hidup (penyebarannya). Makanan serangga dapat berupa organisme-organisme lain, tumbuh-tumbuhan, hewan, atau produk dari tumbuhan dan hewan itu sendiri.(Suharto 2007). Karena sebagian besar atau hampir seluruh serangga merupakan hama atau perusak dengan menempati wilayah yang berbeda-beda seperti di wilayah pertanian, perkebunan, ataupun peternakan. Sebenarnya untuk mengetahui persebaran serangga hama dimana saja merupakan hal yang sangat luas dan kompleks, mengingat banyaknya jumlah serangga yang termasuk hama dan masing-masing spesifik memakan apa. Sehingga dalam pembahasan diawal akan dibahas serangga hama berdasarkan makanannya, yaitu terbagi menjadi : 1. Serangga pemakan tumbuh-tumbuhan Serangga pemakan tumbuhan disebut juga fitofagus atau herbivore, dan sebagian besar dari semua jenis serangga adalah pemakan tumbuhan, sisanya hanya sebagian kecil pemakan selain tumbuhan. Masing-masing serangga mempunyai cara yang berbeda-beda dalam makannya dan mempunyai kesukaan makan pada bagian tumbuhan yang berbeda pula. Jika serangga memakan tumbuhan yang juga merupakan makanan bagi manusia maka seringkali menyebabkan kerugian yang sangat besar terutama dalam bidang ekonomi. Serangga yang mempunyai tipe mulut pengunyah, akan menghabiskan daun-daun sehingga yang tersisa hanya tulang daun saja, atau menyebabkan daun banyak berlubang bahkan serangga yang besar biasanya memakan seluruh sampai tumbuhan tersebut habis. Contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali seperti pada sayuran yang sering banyak terdapat daun yang berlubang serta pada daun padi. Serangga yang melakukan makan dengan cara ini misalnya belalang, larva berbagai kupu-kupu, ngengat, lalat-lalat gergaji dan kumbang. Serangga lain makan tumbuhan dengan cara penghisapan cairan tumbuhan dari berbagai bagian tumbuhan seperti daun dan batang. Serangga-serangga pemakan daun dengan cara menghisap akan menghasilkan daun dengan kondisi yang berbeda misalnya bertotol, berubah warna menjadi coklat atau mengeriting dan menjadi layu. Sedangkan yang makan pada bagian batang maupun cabang akan menyebabkan kekerdilan dan kalayuan pada tumbuhan. Karena pengambilan cairan dalam tumbuhan akan menimbulkan luka dan merusak jaringan-jaringan sehingga tumbuhan menjadi layu. Serangga utama yang makan dengan cara ini misalnya serangga sisik, aphid,



peloncat-peloncat daun, peloncat-peloncat jingkat, dan berbagai hemiptera.(Borror etal. 1970). Contoh serangga pemakan tumbuh-tumbuhan yaitu aphid :



( www.greatlakeshybrids.com)(utahpests.usu.edu ) 2. Serangga Pemakan Hewan Serangga pemakan hewan (karnivora) merupakan serangga yang memakan hewanhewan lain. Hewan-hewan lainnya cukup beragam, tetapi kebanyakan adalah dari golongan serangga itu sendiri, biasanya disebut entomofagus. Secara umum, serangga entomofagus ada dua macam yaitu sebagai pemangsapemangsa dan sebagai parasite-parasit.Sebenarnya sulit dibedakan antara tipe pemangsa dan tipe parasite.Biasanya tipe pemangsa ini memakan serangga yang ukurannya lebih kecil atu lebih lemah, dan pemakannya merupakan serangga yang lebih kuat dan aktif. Selain itu, tempat hidup antara serangga dan yang menjadi mangsa / korban biasanya terpisah, sehingga serangga akan mencari tempat yang berbeda dan jauh untuk mencari mangsa.(Borror etal. 1970). Sedangkan untuk tipe parasit, mereka hidup di dalam tubuh induk semang mereka dan hidup terus menerus dengan induk semang mereka selama paling tidak sebagian dari siklus hidup mereka. Mereka mendapatkan makanan dari induk semang ini, dan parasite-parasit ini ukurannya lebih kecil dari induk semang nya bahkan bisa lebih dari satu parasite yang hidup dalam induk semang yang sama.(Borror etal. 1970). Contoh serangga yang memakan serangga lain yaitu capung dan capung jarum.



( cikopo.wordpress.com )



( www.fotografer.net )



Mereka merupakan pemangsa selama kedua tahapan nimfa dan dewasa. Nimfa-nimfa makan berbagai serangga air, dan yang dewasa makan nyamuk, ngengat kecil, dan serangga lain. Kebanyakan hemiptera, neuroptera dan diptera merupakan



pemangsa.Hemiptera misalnya, beberapa kepik-bau-busuk makan ulat-ulat, dan kepik akuatik makan jentik-jentik nyamuk serta hewan akuatik lainnya. Masing-masing tipe pemangsa memiliki cara dan strategi sendiri dalam memperoleh korban mereka. Ada yang mencarinya, beberapa ada pula yang mencari akal untuk menangkap atau melumpuhkan. Contoh pada kepik-penghadang dan belalang sembah, mereka berbaring diam menunggu korban datang dan kemudian menyerang nya bila korban sudah di depan mata. Ada lagi serangga yang membuat jerat untuk mendapatkan mangsa, dan kemudian memakan nya setelah korban tertangkap dalam jerat.Selain itu ada juga yang menangkap korban nya menggunakan zat kimiawi, contoh pada serangga renda-merjan zat kimia ini disemburkan dari bagian anus nya. Dan kebanyakan serangga pemangsa yang memiliki bagian mulut tipe penghisap melumpuhkan korban dengan menggunakan injeksi air liur ke dalam tubuh korban.(Borror etal. 1970). 3. Serangga Saprofagus Serangga saprofagus merupakan serangga yang makan tumbuh-tumbuhan yang mati dan membusuk, bisa juga hewan-hewan yang telah mati atau sering disebut bangkai. Serangga saprofagus terdapat pada banyak ordo, tetapi yang penting adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Ordo Blattaria (kecuak) Isoptera (anai-anai) Coleoptera (banyak family) Diptera (banyak family, terutama lalat muskoid. Silphidae (kumbang bangkai) Dermestidae (kumbang kulit)



Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada suatu waktu tertentu.Kelahiran dipengaruhi oleh cuaca, makanan, dan taraf kepadatannya sedangkan kematian dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami.Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi, yaitu berkurangnya populasi di suatu tempat dan dapat dianggap sebagai kematian. Cuaca berpengaruh terhadap tingkat kelahiran dan kematian, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi serangga melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh alaminya. (Kamarudin etal. 2005) Serangga dapat mengatasi keadaan ekstrim dengan cara melakukan adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetisnya. Serangga mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat berpindah tempat untuk menghindari keadaan ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai, ini terjadi pada serangga yang mempunyai sayap. Unsur cuaca itu sendiri antara lain : 1. Angin Angin merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran serangga, kadang arah penyebaran serangga mengikuti arah angin. Angin berpengaruh terhadap perkembangan hama, terutama hama tanaman. Misalnya kutu daun dapat terbang terbawa angin sejauh 1.300 km. 2. Cahaya



Cahaya matahari berpengaruh terhadap aktifitas dan penyebaran serangga.Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap cahaya, sehingga terdapat serangga yang aktif pada pagi, siang, sore, atau malam hari.Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan daya tahan kehidupan serangga baik secara langsung maupun tidak langsung.Contoh cahaya membantu serangga untuk mendapatkan makanan dan tempat yang sesuai.Sehingga dapat digolongkan ada serangga diurnal, serangga nocturnal, dan serangga krepskular. - Serangga diurnal merupakan serangga yang aktif pada siang hari, yaitu membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi. - Serangga nocturnal merupakan serangga yang aktif pada malam hari dan membutuhkan intensitas cahaya yang rendah. - Serangga krepskular merupakan serangga yang membutuhkan intensitas cahaya yang sedang. 3. Suhu Setiap jenis serangga mempunyai kisaran suhu tertentu untuk hidupnya, diluar kisaran suhu tersebut serangga akan kedinginan atau kepanasan dan akhirnya mati. Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 15 ℃ , suhu optimum 25 ℃ dan suhu maksimum 45 ℃ .



Secara garis besar suhu



berpengaruh terhadap kesuburan dan produksi telur, laju pertumbuhan dan penyebrannya. 4. Kelembapan / hujan Kelembapan atau curah hujan merupakan faktor penting yang mempengaruhi penyebaran, aktifitas, dan perkembangan serangga. Pada kelembapan yang sesuai akan membuat serangga lebih tahan terhadap suhu ekstrim dan kelembapan juga berpengaruh terhadap kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga. 5. Makanan Makanan merupakan sumber energy dan gizi yang digunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang biak. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang sesuai, maka populasinya akan cepat meningkat dan sebaliknya jika makanan kurang, makan populasinya akan menurun. Apabila terdapat populasi kecil serangga menyerang suatu habitat baru dan menyukainya, maka jumlahnya akan semakin bertambah mencapai populasi maksimum. Jumlah individu dalam suatu populasi tidak akan tetap sepanjang waktu, perubahan pasti selalu ada dan disebabkan oleh kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi. Kelahiran dan imigrasi akan menambah populasi, sedangkan kematian dan emigrasi menyebabkan berkurangnya populasi.(Untung 2006). Populasi serangga akan mengalami perubahan pada awal musim, terutama oleh faktor lingkungan seperti curah hujan, suhu, dan kelembapan. Misalnya Coleoptera dan serangga lainnya akan melimpah saat hujan. Kelimpahan dan perkembangan spesies kumbang scarabiddipengaruhi oleh pH tanah, tanaman penutup dan kepadatan makanan.(Kamarudin etal. 2005).



Pada serangga terbang, dapat berpindah untuk menghindari perubahan suhu, kelembapan, zat kimia atau faktor abiotic lainnya. Kepadatan populasi di lapangan ditentukan oleh : - Tersedianya sumber daya seperti makanan dan tempat hidup. - Keberadaan tempat sumberdaya dan kemampuan serangga untuk mencapai dan memperoleh sumberdaya tersebut. - Waktu atau kesempatan dalam memanfaatkan laju pertumbuhan yang tinggi. C. Persebaran Hama Tanaman Pangan 1. Hama Penting Tanaman Padi a. Scirpophagainnonata Wlk S. innonatadikenal dengan penggerek putih batang padi, sedangkan S. incertulas dikenal dengan penggerek kuning batang padi. Keduanya termasuk dalam ordo Lepidoptera dan family Pyralidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. b. Orzeoliaoryzae (Wood-Meson) Serangga hama ini dikenal dengan hama ganjur, termasuk dalam ordo Diptera dan family Cecidomyidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia c. Nilavarpatalugens Stall. Serangga hama ini dikenal dengan wereng coklat, termasuk dalam ordo Homoptera dan family Delphacidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. 2. Hama penting tanaman jagung a. Helicoverpaarmigera Hbn. Serangga hama ini dikenal sebagai penggerek tongkol, termasuk dalam ordo Lepidoptera dan family Noctuidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. b. Ostriniafurnacalis Guene Serangga hama ini dikenal dengan penggerek batang jagung, termasuk dalam ordo Lepidoptera dan family Pyralidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. 3. Hama penting tanaman sorghum a. Anthrerigona sp. Serangga hama ini dikenal dengan lalat bibit, termasuk dalam ordo Diptera dan family Muscidae. b. Agrotis sp Serangga hama ini dikenal dengan ulat tanah, termasuk dalam ordo Lepidoptera dan family Noctuidae. 4. Hama penting tanaman Ubi-ubian a. Hama penting tanaman ubi jalar, yaitu : - Agrius convoluredi L. Serangga hama ini dikenal dengan ulat tanduk, termasuk dalam ordo Lepidoptera dan family Sphingidae serta mempunyai daerah penyebaran di Jawa. - Cylas formicarius F.



Serangga hama ini dikenal dengan lanas, termasuk kedalam ordo Coleoptera dan family Curculionidae serta mempunyai penyebaran di Indonesia. b. Hama penting tanaman ubi kayu - Leucophalis rorida F. Serangga hama dikenal denngan uret, termasuk kedalam ordo Coleoptera, famili Melolontidadan mempunyai daerah penyebaran di Jawa dan Sumatera. - Tetranychus cinnabarius Boisd Serangga hama ini dikenal dengan tanah merah, termasuk kedalam ordo Acarinadan family Tetranvchidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. 5. Hama penting tanaman kacang-kacangan a. Hama penting tanaman kedelai - Chysodelixis chalcitas(Esper) Serangga hama ini dikenal dengan namaulat jengkal, termasuk kedalam ordo Lepidoptera dan famili Noctuidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. - Etiella zinckenella Serangga hama ini dikenal dengan penggerek polong, termasuk kedalam ordo Lepidoptcra dan family Pyralidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. b. Hama penting kacang tanah - Empoasca flavescens (F.) Serangga hama ini dikenal dengan wereng empoasca, termasuk kedalam ordo Homoptera dan famili Cicadellidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. - Lamprosema indicata F. Serangga hama ini dikenal dengan penggulung daun, termasuk kedalam ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae serta mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. (Soeranto 2004). D. Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pengertian PHT itu sendiri sebenarnya sangat beragam, tergantung pada tingkat pemahaman seseorang tentang ekosistem budidaya tanaman yang diusahakan serta lingkungan untuk tumbuhnya. PHT merupakan cara pengelolaan pertanian yang bertujuan untuk mengendalikan dan meminimalisasi serangan OPT secara alami, serta mengurangi bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimiawi terhadap manusia, tanaman maupun lingkungan. (Saptana etal. 2004). Berbagai studi yang dilakukan menunjukkanbahwa penggunaan pestisida (insektisida,fungisida, herbisida dan bakterisida) pada padisawah sangat tinggi, di Karawang rata-rata 11 kaliper musim, di Klaten 12 kali per musim. Hal initelah melemahkan ketahanan ekosistem sawah karena matinya serangga musuh alami, kematianmikroba endofit, kerusakan keanekaragamanhayati mikroflora dan



-



-



mesofauna, dan rusaknyajaring makanan yang kompleks di sawah. (Park and Lee, 2009). Penggunaan pestisida yang tinggi, jerami yang tidak dikembalikan, serta tidak dilakukannya pemupukan Kalium yang cukup menyebabkan agroekosistem padi sawah di Pulau Jawamerupakan agroekosistem yang fragil, rentan terhadap ledakan hama penyakit penting yaitu wereng batang coklat (WBC), penggerek batang dan penyakit blas. Sehingga dalam lima tahun terakhir telah dikembangkan sistem PHT Biointensif Padi, dan bersama para petani dari berbagai daerah di Jawa melakukan uji coba terhadap teknologi ini.(Wiyono et al. 2014). PHT Biointensif itu sendiri merupakan suatu integrasi teknik terbaik dalam pengelolaan hama dan penyakit padi yang didasari pada optimalisasi faktor pengendali hayati dan alami. Komponen teknologi PHT Biointensif Padi adalah sebagai berikut: Mengembalikan jerami ke sawah dengan tambahan sedikit pupuk kandang (2 kwintal/ ha), untuk meningkatkan pakanalternative predator, kelimpahan mikroba berguna, perbaikan sifat fisik kimia tanah dan sumber unsur hara K, Si dan unsur mikro. Mengatur air agar tidak tergenang terus untuk menghidupkan jaring-jaring makanan. Peningkatan ketahanan tanaman padi terhadap hama dan penyakit dengan perlakuan PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) dan cendawan endofit. Optimalisasi pemupukan dengan pupuk NPK berdasar rekomendasi setempat. Tidak menggunakan pestisida (insektisida, fungisida, bakterisida, herbisida) sama sekali karena akan melemahkan agroekosistem. Penerapan PHT Biointensif padi tersebut sudah di uji pada puluhan tempat di Pulau Jawa, dan kini sudah dipakai pada skala kelompok di Bekasi, Bogor dan Tegal. Penerapan PHT Biointensif pada 11 lokasi di Jawa menunjukkan bahwa penerapan PHT Biointensif telah meningkatkan produktivitas padi dari 5,71 ton GKP/ha menjadi 7,25 ton GKP/ha atau meningkat sekitar 27% dan hama yang hampir selalu terdapat di semua tempat yaitu penggerek batang dapat ditekan sampai 60%.(Wiyono et al. 2014). Keuntungan penerapan biointensif selain hama dan penyakit terkendali dan peningkatanproduktivitas 27%, juga menekan biaya produksikarena pemakaian pestisida berkurang 100%, danpenerimaan bersih meningkat 35 %.(Wiyono et al. 2014).



DAFTAR PUSTAKA Borror, D.J. dan D.M. DeLong, 1970. An Introduction to The Study of Insect. Third Edition.New York : Holt, Rinehart and Winston. Kamarudin, N., M. Basri, W., dan Ramle, M., 2005. Environtmental Factors affecting the population Density of Oryctesrhinoceros in a Zero-Burn Oil Palm Replant. Journal of Oil Palm Research. Park, Hong-Hyun., Joon-Ho Lee. 2009. Impact of Pesticide Treatment on an Arthropod Community in the Korean Rice Ecosystem. Journal of Ecology and Field Biology 32 (1):19-25. Saptana,Tri Panaji, Herlina Tarigan, dan Adi Setianto. 2004. Analisis kelembagaan pengendalian hama terpadu mendukung agribisnis kopi rakyat dalam rangka Otonomi



daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekomomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Soeranto Hoeman. 2004. Penelitian Pemuliaaan Tanaman Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Noench) dengan teknik Mutasi.Batan. Jakarta. Suharto. 2007. Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman Pangan. Penerbit Andi. Yogyakarta. Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu.Edisi ke dua.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Wiyono, S., Widodo, dan Hermanu Triwidodo. 2014. Mengelola ledakan hama dan penyakit padi sawah pada agroekosistem yang fragil dengan pengendalian hama terpadu biointensif. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB Bogor.Vol. 1 No 2:116-120.