Referat Word [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT PENYAKIT JANTUNG BAWAAN KRITIS



Disusun oleh : Audrey Fidelia 112019250



Dokter Pembimbing : dr. Mustari, Sp.A



KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RSUD TARAKAN JAKARTA PUSAT PERIODE 23 Agustus 2021– 30 Oktober 2021



LEMBAR PENGESAHAN REFERAT Nama



: Audrey Fidelia



NIM



: 112019250



Periode



: 23 Agustus 2021 – 30 Oktober 2021



Judul



: Penyakit Jantung Bawaan Kritis



Nama Pembimbing



: dr. Mustari, Sp.A



Jakarta, 15 Oktober 2021 Yang mengesahkan,



dr. Mustari, Sp.A



BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung bawaan kritis adalah sebuah malformasi structural jantung sejak lahir dan memerlukan intervensi segera dalam 1 tahun kedepan. PJB kritis meliputi 25% kasus PJB. Kasuskasus kelainan sianotik dan sirkulasi tergantung ductus, termasuk PJB kritis. Terdapat dua tipe sirkulasi tergantung ductus, yaitu sirkulasi sitemik tergantung ductus (lesi obstruktif jantung kiri) dan sirkulasi pulmonal tergantung ductus (lesi obstruktif jantung kanan). Kelainan ini memerlukan patensi ductus arteriosus dalam menjaga perfusi paru maupun seluruh tubuh tetap terpenuhi. Secara alami, ductus arteriosus akan menutup secara fungsional dalam 10-15 jam setelah kelahiran melalui konstriksi otot polos lapisan medial. Penutupan anatomis ductus arteriosus akan terjadi setelah 2-3 minggu dengan perubahan permanen lapisan endotel dan subintima.1 Insidensi penyakit jantung bawaan di Amerika Serikat dan Eropa berkisar antara 7 sampai 9 kasus setiap 1.000 kelahiran hidup. Dua puluh lima hingga 30% diantaranya merupakan penyakit jantung bawaan kritis. Angka kematian akibat PJB kritis di Amerika Serikat mencapai 29% dari seluruh kematian akibat kelainan kongenital dan sekitar 5,7% seluruh kematian pada bayi. Di Eropa Barat prevalensi mencpat 45% dari seluurh kematian yang disebabkan oleh kelainan kongenital.2 Penyakit jantung bawaan kritis memiliki onset gejala dan derajat keparahan yang beragam. Gejala dapat timbul beberapa jam, hari bahkan minggu setelah kelahiran dengan gambaran klinis yang tidak begitu jelas, sementara pada keadaan lain dapat menimbulkan kebiruan, penurunan perfusi jaringan, serta sesak secara mendadak. Keadaan ini disebabkan sirkulasi transisi 6-8 minggu pertama kehidupan serta mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan keseimbangan normal. Gejala baru jelas muncul setelah tubuh gagal mengompensasi proses kegawatan yang terus berlanjut atau pada kelainan yang sangat berat.2 Penyakit jantung bawaan kritis mencakup 7 kelainan primer yang mejadi target utama untuk skrining oksimetri karena hamper selalu menyebabkan hipoksemia. Penyakit jantung bawaan kritis primer meliputi sindrom hypoplasia jantung kiri, atresia pulmonal, tetralogy Fallot, anomaly aliran vena pulmonal, transposisi arteri besar, atresia trikuspidalis, dan trunkus arteriosus.2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 FISIOLOGI SIRKULASI JANIN Pengetahuan mengenai fisiologi sirkulasi janin dan transisinya ke kehidupan ekstrauterin sangat penting untuk memahami PJB kritis. Sirkulasi janin sangat berbeda dari sirkulasi normal setelah lahir. Sirkulasi paru janin tidak berfungsi dengan baik karena resistensi vascular paru yang tinggi. Plasenta menyediakan darah kaya oksigen untuk janin melalui vena umbilikalis. Pada hati, beberapa darah dari vena umbilikalis masuk ke sirkulasi hepatic dan sisanya masuk ke vena cava inferior melalui ductus venosus. Setelah mencapai jantung, Sebagian besar darah dari atrium kanan mengalir ke atrium kiri melalui foramen ovale.3 Darah pada atrium kiri mengalir ke dalam ventrikel kiri, lalu masuk ke aorta untuk mencapai sirkulasi sistemik. Beberapa darah dari atrium kanan menuju ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Darah di arteri pulmonalis mengalir ke bagian proksimal aorta desendens melalui ductus arteriosus, tanpa melewati paru-paru, terjadi deoksigenasi darah dari janin kembali ke plasenta melalui arteri umbilikalis. Maka dari itu, kehadiran pusat shunt (ductus arteriosus, ductus venosus, dan foramen ovale) penting untuk sirkulasi janin. 3 Setelah lahir, ductus arteriosus, ductus venosus, dan foramen ovale akan menutup sebagai adaptasi terhadap kehidupan ekstrauterin. Pada bayi baru lahir cukup bulan yang sehat, ductus artriosus mengalami penutupan fungsional dalam 24-72 jam pertama kehidupan. Pada bayi baru lahir dengan PJK kritis, aliran darah di paru atau sirkulasi sistemik mungkin terganggu, kecuali shunt diperoleh dari rute lain, misalnya melalui paten ductus arteriosus (PDA), defek septum atrium (ASD),



defek septum ventrikel (VSD), atau kombinasi. Bayi dengan PJK kritis



memerlukan patensi ductus arteriosus untuk mempertahankan aliran darah paru atau sistemik sebelum definitive intervensi. 3



II.2 DIAGNOSIS Diagnosis awal PJB kritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dasar yang penting adalah foto x-ray toraks dan elektrokardiografi. Pemeriksaan penunjang tidak boleh menunda proses tatalaksana dan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai pada kondisi darurat.4 1. Riwayat Penilaian Penyakit Pada pengambilan riwayat keluarga, penting untuk mengevaluasi ada atau tidak adanya factor risiko untuk PJB. Faktor risiko dapat berupa riwayat keluarga PJB, riwayat obat yang dikonsumsi, dan penyakit yang diderita ibu selama kehamilan. Peristiwa perinatal yang menyebabkan distress pernapasan dan sianosis segera saat lahir dapat menyebabkan kecurigaan PJB. 3 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus mencakup tanda-tanda vital, warna kulit, murmur jantung, denyut nadi tangan dan kaki, tanda pembesaran hati, dan evaluasi nilai CRT. Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah, laju pernapasan, suhu tubuh, pengukuran oksimetri, dan berat badan. Bayi afebris dengan gangguan pernapasan parah dapat meningkatkan kecurigaan PJB. PJB dapat terjadi denga nada atau tidak adanya murmur jantung. Murmur jantung pada bayi dapat berupa fisiologis atau patologis. Tidak terdapatnya murmur tidak dapat mengesampingkan PJB kritis, karena murmur mungkin tidak ditemukan pada beberapa PJB kritis seperti TGA dengan septum ventrikel utuh, obstruksi TAPVR, HLHS, dan stenosis pulmonal akut. 3 3. Foto x—ray toraks Foto x-ray toraks dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab kongenital lain atas distress napas pada neonatus, seperti hernia diafragmatika atau congenital cystic adenomatous malformation (CCAM). Adanya gambaran kardiomegali, bentuk jantung khas, corakan paru meningkat (plethora) atau menurun (oligemia) dapat mengarahkan diagnosis ke PJB tertentu. Kardiomegali adalah salah satu gambaran terjadinya PJB dengan aliran pulmonal meningkat, misal trunkus arteriosus atau TAPVR. Oligemia tampak pada PJB dengan aliran pulmonal menurun, misal pada TOF atau atresia pulmonal. Bentuk jantung seperti sepatu boot sesuai dengan TOF/PA dan variannya. Bentuk jantung “egg on



string” terlihat pada TGA. Bayangan atrium kanan yang sangat besar sesuai dengan Ebstein anomaly.4 4. Elektrokardiografi (EKG) EKG dapat membantu menegakkan diagnosis PJB. Deviasi aksis ke kiri dapat dijumpai pada atresia tricuspid dan defek septum atrioventrikular (AVSD). Adanya gelombang P pulmonal yang besar sesuai dengan gambaran anomaly Ebstein. Deviasi aksis ke kanan disertai gambaran hipertrofi ventrikel kanan merupakan manifestasi TOF dan variannya.4 II.3 DETEKSI DINI Penyebab kematian pada anak PJB kritis adalah ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi sebelum sempat dilakukannya intervensi paliatif atau definitive. Sebagian besar PJB kritis tidak memperlihatkan gejala yang jelas sehingga baruu terdiagnosis setelah terjadi significant physiologic compromise (SPC) yang sebetulnya dapat dicegah dengan terapi paliatif seperti pemberian PGE1, balloon atrial sptostomy sebelum dilakukan tindakan intervensi definitive. 3 Significant physiologic compromise merupakan sebagai asidosis metabolic berat, kejang, henti jantung, atau terdapat bukti kerusakan ginjal atau hati sebelum dilakukannya terapi invasive. Significant physiologic compromise akibat PJB kritis dapat dicegah jika terjadi pada 12 jam pertama kehidupan, sehingga deteksi dini terhadapp PJB kritis harus dilakukan dalam 12 hingga 24 jam kehidupan, selambat-lambatnya 48 jam kehidupan. 3 1. Diagnosis Prenatal Diagnosis prenatal menggunaka ultrasonografi (USG) masih meyisakan 10% kasus penyakit jantung bawaan yang tidak terdeteksi. Hal ini dipengaruhi oleh usia gestasi saat ditindaklanjuti pemeriksaann USG prenatal yang abnormal dengan ekokardiografi postnatal. 3 2. Ekokardiografi Janin Deteksi dinni PJB kritis pada masa prenatal periode dengan ekokardiografi janin dapat mengurangi morbiditas dan kematian. Namun deteksi dini prenatal masih rumit karena fasilitas ekokardiografi janin tidak tersedia secara luas. Ekokardiografi janin diindikasikan pada kehamilan berisiko tinggi seperti riwayat keluarga PJB atau kelainan



genetic, penggunaan anti-steroid nonsteroid obat inflamasi pada trimester ketiga, paparan teratogen jantung (lithium, antikonvulsan) dan infesi TORCH selama kehamilan.3 3. Skrining Pulse Oksimetri Skrining oksimetri nadi merupakan pemeriksaan sederhana, non-invasif, dan hemat biaya. Secara universal diimplementasikan untuk deteksi dini PJK kritis pada bayi baru lahir. Skrining oksimetri nadi dilakukan 23 hingga 48 jam setelah lahir untuk mengukur proporsi hemoglobin dalam darah yang jenuh dengan oksigen. Terdapat hipoksemia atau perbedaan antara saturasi preductal dan postduktal sering mendahului tanda atau gejala lain pada bayi baru lahir dengan PJB kritis. 3 Biasanya bayi baru lahir memiliki saturasi oksigen 95% setelah usia 24 jam. Skrining oksimetri nadi hasilnya positif jika saturasi oksigen 3% antaranya, pemeriksaan haris diulang dalam 1 jam dengan maksimal 2 kali pengulangan. Bayi yang memiliki hasil skrining positif perlu ekokardiografi dan harus dirujuk ke pusat perawatan tersier dengan perawatan kardiologi pediatrik untuk evaluasi lebih lanjut. 3



Gambar 1. Algoritma skrining pulse oksimetri. 3



II.4 KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN KRITIS II.4.1 Sindrom Hipoplasia Jantung Kiri (Hypoplastic Left Heart Syndrome, HLHS) Sindrom hypoplasia jantung kiri adalah penyakit jantung bawaan dengan etiologi multifaktoral yang mempengaruhi satu dari 5.000 bayi baru lahir. Tiga puluh tahun lalu tidak ada pilihan pengobatan untuk penyakit ini dan dapat menyebabkan kematian dalam minggu-minggu pertama kehidupan. Terjadinya kelainan anatomi jantung berspektrum luas yang pada umumnya berupa hypoplasia pada ventrikel kiri disertai hypoplasia aorta asenden. Spektrum ini bervariasi dari hanya berupa hypoplasia ringan ventrikel kiri, stenosis ringan katup aorta dan koartasio aorta, hingga tidak terbentuknya ventrikel kiri sama sekali, atresia aorta, disertai terputusnya arkus aorta (interrupted aortic arch). Tanpa intervensi dini kelaianan akibat fatal.5 Epidemiologi Prevalensi sindrom hypoplasia jantung kiri kurang lebih 5% dari seluruh prevalensi kelainan jantung bawaan dan merupakan 25% penyebab kematian akibat kelainan jantung pada minggu pertama kehidupan/ insidensinya kurang lebih 1,8 dari 10.000 kelahiran hidup, dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Dua puluh lima persen kasus berhubungan dengan malformasi non kardiak lain dan berhubungan dengan kelainan kromosom umumnya berupa trisomy 13, 18, dan 21. Lesi sindromik jarang ditemukan namun beberapa kasus menyertai Sindrom Turner. Risiko rekurensi berkisar antara 2,3% hingga 6% pada yang memiliki riwayat keluarga kelainan serupa.5 Patofisiologi Struktur HLHS memaksa aliran darah pulmonal mengalir keluar atrium kiri melalui defek intraarterial. Darah dari ventrikel kanan mengalir ke dalam sirkulasi pulmonal melalui arteri pulmonal dan ke dalam sirkulasi sistemik melalui ductus arteriosus. Prinsip koreksi pembedahan adalah untuk mempertahankan kestabilan proses fisiologis ini. 5



Gambar 2. Anatomi Sindrom Hipoplasia Jantung Kiri. 5 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis HLHS bergantung pada 3 faktor yaitu kecukupan pirau tingkat atrium, patensi ductus arteriosus, dan tingkat resistensi pulmonal. Gejala muncul seiring dengan mulai menutupnya ductus arteriosus, diawali dengan sianosis ringan dan takipnea yang kemudian diikuti dengan tanda-tanda gangguan perfusi sistemik yaitu pucat, letargis, dan hilangnya nadi femoral.5 Saat kelahiran, bayi bergantung pada pirau kanan ke kiri di ductus arteriosus untuk menyuplai aliran darah sistemik. Seiring penutupan atau konstriksi ductus arteriosus, bayi menjadi sangat kritis ditandai dengan tanda dan gejala gagal jantung akibat aliran darah ke paru berlebih dan obstruksi aliran balik ke vena pulmonal. Nadi teraba lemah atau bahkan tidak teraba. Bunyi jantung kedua tungal dan mengeras. Biasanya tidak ada murmur jantung yang terdengar. Sianosis mungkin minimal, tapi curah jantung rendah mengakibatkan kulit yang dingin dan mottled berwarna keabu-abuan.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan jantung menunjukkan impuls ventrikel kanan yang dominan dan bunyi jantung kedua tunggal yang sering disertai dengan murmur sistolik non spesifik. Foto toraks memperlihatkan pembesaran jantung ringan disertai peningkatan corakan paru. Gambaran elektrokardiografi menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, deviasi aksis jantung ke kanan, serta hilangnyaa gambaran gelombang Q dan gelombang R yang kecil pada sadapan dada kiri.5



Pemeriksaan ekokardiografi prenatal dapat mendeteksi unbalanced ventricle sejak usia gestasi 20 minggu dan ekokardiografi postnatal dapat menegakkan diagnosis dengan jelas dan mengarahkan tatalsakan medis atau operatif yang akan diberikan. Gambaran katup mitral yang kecil atau atresi, ventrikel kiri yang kecil atau dilastik, ventrikel kanan yang dominan, serta hypoplasia aorta dan anulus aorta merupakan gambaran diagnostic untuk HLHS.5 Tatalaksana Tatalaksana HLHS dapat dilakukan pemberian prostaglandin E1 (PGE1) untuk mempertahankan tetap terbukanya ductus arteriosus disertai balloon atrial septostomy pada kelainan yang disertai ASD restriktif. Pendekatan three stage single ventricle palliation atau Metode Norwood merupakan pendekatan operatif yang paling banyak digunakan, koreksi dimulai dengan rekonstruksi arkus aorta dan membuat sumber aliran darah pulmonal yang cukup. Koreksi tahap ke-2 dan ke-3 berupa pemisahan bertahap sirkulasi sistemik dan pulmonal. Transplantasi adalah pilihan jika strategi paliatif tidak berhasil.5 Prognosis Harapan hidup setelah strategi paliatif kurang lebih 80%. Bergantung pada beberapa variable, termasuk factor anatomis seperti diameter aorta asendens, berat badan, atrial septal defek restriktif, dan anomaly lain yang menyertai. Angka kematian durante operasi antara 5-10% terutama pada operasi tahap 2 dan 3.5 Komplikasi Komplikasi jangka Panjang akibat keterlambatan diagnosis dapat berupa kegagalan ventrikel, regurgitasi katup atrioventricular, aritmia, dan protein-loosing enteropathy, yang memerlukan intervensi ulang dan transplantasi.5 II.4.2 Tetralogy of Fallot Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kelainan jantung bawaan sianotik yang pada umumnya terdiri atas 4 kelainan yaitu defek septum ventrikel (VSD) perimembran, aorta overriding terhadap VSD, stenosis pulmonalis infundibular dengan atau tanpa stenosis valvar atau supravalvar, dan hipertrofi ventrikel kanan. 6



Etiologi Secara anatomis, terdapat empat kelainan stuktur yaitu defek septum ventrikel (DSV), stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. TOF terjadi akibat septasi abnormal trunkus arteriosus saat struktur ini berkembang menjadi aorta dan arteri pulmonal pada periode gestasi dini (3-4 minggu). Ukuran DSV pada TOF adalah besar dan stenosis pulmonalnya umumnya terjadi pada subvalvular atau infundibular. Stenosis pulmonal mungkin juga terjadi di tingkat valvular, supravalvular, atau sering berupa kombinasi obstruksi di berbagai tingkatan. 6 Epidemiolgi TOF merupakan PJB sianotik yang paling umum terjadi pada anak-anak yang bertahan hidup. Prevalensi sekitar 7% sampai 10% dari cacat bawaan, terjadi pada 3 hingga 5 dari setiap 10.000 kelahiran hidup. Prevalensi pria dan wanita seimbang. 6 Manifestasi Klinis Gejala utama TOF adalah sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak kecil. Terdapat spell hipersianotik yang bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Spell hipersianotik adalah suatu episode hipersianotik yang dipresipitasi oleh peningkatan tiba-tiba pirau dari jantung kanan ke kiri.6 Stenosis yang sangat berat memberikan gejala sianosis dini, spell hipersianotik sudah dapat terjadi pada usia1 bulan dengan puncak insidensi antara usia 2 hingga 3 bulan. Factor pencetus spell hipersianotik adalah defekasi, mennagis, bangun tidur, dan rasa sakit. Pada stenosis sedang gejala klinis mungkin hanya berupa murmur jantung, bahkan pada stenosis yang snagat ringat tidak memberikan gambaran sianosis sehingga disebut pink Fallot, gejala yang muncul berupa gejala gagal jantung kanan yyang disebabkan pirau kiri ke kanan dari VSD dan peningkatan aliran darah pulmonal. 7 Patofisiologi Berat ringannya manifestasi klinis TOF ditentukan oleh derajat stenosis arteri pulmonalis. Semakin berat derajat stenosis arteri pulmonalis semakin berat manifestasi klinis yang terjadi. Stenosis arteri pulmonalis berfluktuasi sepanjang perjalanan penyakit. Hal ini menyebabkan aliran



darah sistemik terhambat memasuki sirkuit pulmonal. Sebagai respons terhadap stenosis pulmonalis terjadi kompensasi miokardium ventrikel kanan berupa peningkatan kontraksi sebagai usaha untuk mendorong darah melewati stenosis arteri pulmonal, hal ini menyebabkan hipertrofi pada dinding ventrikel kanan. 6 Defek septum ventrikel yang besar memungkinkan terjadi pirau dari jantung kiri ke jantung kanan, namun stenosis pulmonal dapat tiba-tiba sedemikian besar meningkatkan tekanan di ventrikel kanan sehingga terjadi aliran pirau balik dari jantung kanan ke jantung kiri yang memperberat sianosis dan sebabkan hipoksemia. Keadaan ini disebut spell hipersianotik. 6 Overriding aorta terhadap VSD menyebabkan darah yang belum teroksigenasi dari ventrikel kanan langsung masuk ke dalam aliran darah sistemik bercampur dengan darah teroksigenasi dari ventrikel kiri. Empat puluh persen penderita TOF memiliki kelainan jantung tambahan seperti lengkung aorta kanan, abnormalitas aretri koronaria, dan pembuluh darah kolateral yang mensuplai arteri pulmonalis dan ductus arteriosus persisten. Kelainan tambahan ini dapat memengaruhi intervensi operatif maupun terapi medis. 6



Gambar 3. Anatomi Tetraology of Fallot. 5 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan jantung dapat ditemukan murmur ejeksi sistolik yang dihasilkan dari turbulensi darah akibat stenosis pulmonalis. Murmur ini terdengar di sepanjang linea sternalis kiri



tengah hingga atas. Selain itu dapat ditemukan bunyi jantung ke-2 tunggal akibat hilangnya komponen P2. 6 Pemeriksaan Penunjang Gambaran radiologis khas pada TOF adalah gambaran boot shape yang disertai penurunan corakan paru dan gambaran hipertrofi pada ventrikel kanan. Gambaran elektrokardiografi menunjukkan pembesaran ventrikel kanan yang ditandai dengan gelombang R yang tinggi di V1 yang kadang disertai pembesaran atrium kanan yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi dan tajam di V1 serta deviasi aksis jantung ke kanan. Hipertrofi biventricular dapat ditemukan pada bentuk yang asianotik. Gambaran ekokardiografi memperlihatkan adanya VSD dengan overriding aorta, stenosis pulmonal, dan pembesaran ventrikel kanan. 6 Tatalaksana Koreksi operatif harus dilakukan dalam tahun pertama kehidupan segera setelah diagnosis TOF ditegakkan. Selama menunggu koreksi dapat dilakukan pemberian prostaglandin untuk mempertahankan patensi ductus arteriosus. Digoksin dan diuretic diberikan pada penderita yang memperlihatkan gejala gagal jantung kanan. Tatalakasana spell hipersianotik dilakukan dengan mempertahankan aliran darah pulmonal melalui pemberian oksigen, posisi knee-chest, pemberian morfin sulfat 0,2 mg/kgBB untuk mengurangi takipnea dan menekan pusat napas. Cairan intravena dan natrium bikarbonat diberikan untuk mengatasi asidosis. Jika serangan hipoksia tidak memberikan respon yang baik dengan Tindakan tersebut, dapat diberikan vasokonstriktor seperti fenileprin dosis 0,02 mg.kgBB secara intravena atau ketamin dengan dosis 1—3 mg/kgBB secara intravena dalam waktu 60 detik. Serangan spell hipersianotik dapa tdicegah dengan memberikan beta blocker seperti propranolol dengan dosis 0,5-1,5 mg/kgBB setiap 6 jam peroral. 6 Sianosis yang bersifat progresif dan serangan spell hipersianotik adalah indikasi untuk dilakukan terapi operatif. Terdapat dua prosedur operatif yang umumnya dilakukan: operasi paliatif dengan membuat anastomosis arteri subklavia dengan cabang arteri pulmonalis ipsilateral atau Metode Blalock-Taussig ditujukkan untuk meningkatkan alirand arah ke arteri pulmonalis, yang dilanjutkan dengan operasi koreksi intrakardiak dengaan menutup VSD, melakukan reseksi dari otot infundibular dan valvotomy pada aktup pulmonal. 6



Prognosis Penderita TOF yang sudah menjalani terapi operatif menunjukkan prognosis yang baik dengan 20-year survival rate lebi dari 90%. Komplikasi yang ditemukan pascaoperasi yaitu aritmia jantung takikardia ventricular dan aritmia atrial. Lebih jauh lagi penderita TOF dapat mengalami hipertrofi ventrikel kanan akibat stenosis pulmonal residual. Komplikasi jangka Panjang dapat berupa perlunya terapi operatif tambahan, gangguan perkembangan, dan gibrosis miokardium.6



II.4.3 Atresia Katup Pulmonal dengan Septum Ventrikel Utuh (Pulmonary Atresia with Intact Septum, PA-IVS) Jantung dengan PA-IVS tidak didapatkan katup pulmonalis, ventrikel kanan yang kecil, dan katup tirkuspidalis yang paten. Tidak disertai pula dengan defek pada septum ventrikel (VSD). Prevalensi PA-IVS