Referensi Strabel 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Berikut ini akan kami bagikan model dan strategi pembelajaran aktif (Active learning)atau yang sring kita kenal dengan sebutan Strategi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Metode PAIKEM sebagai alternatif yang dapat digunakan oleh guru untuk dapat mengaktifkan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok. Guru diharapkan dapat melakukan pengembangan, modifikasi, improvisasi atau mencari strategi atau metode lain yang dipandang lebih tepat. Karena pada dasarnya tidak ada strategi yang paling ideal/baik. Masing-masing strategi memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri. Hal ini sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti tujuan yang hendak dicapai, pengguna strategi (guru), ketersediaan fasilitas, kondisi peserta didik dan kondisi lainnya. Aplikasi strategi PAIKEM harus bersifat variatif. Sekian banyak model strategi PAIKEM seharusnya tidak diterapkan secara tunggal, melainkan harus dikombinasi antara satu strategi dengan strategi lainnya. Kombinasi dua strategi atau lebih ini sangat menopang ketuntasan pencapaian tujuan optimal. Pemilihan dua atau lebih strategi dalam satu proses pembelajaran harus melihat dan mencermati Kompetensi Dasar disampaikan. Disamping itu, kombinasi dua strategi atau lebih ini sangat sesuai dengan prinsip dasar PAIKEM, yakni, pembelajaran serba variasi. Proses pembelajaran harus menggunakan variasi metode, variasi strategi, variasi media, dan variasi sumber belajar. Berikut ini macam-macam metode pembelajatan PAIKEM dan langkahlangkah penerapanya : 1. EVERYONE IS A TEACHER HERE (Setiap murid sebagai guru) Langkah-langkah Penerapan : 1. Bagikan kertas kepada setiap peserta didik dan mintalah mereka untuk menuliskan sebuah pertanyaan tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari, atau topik khusus yang ingin mereka diskusikan dalam kelas. 2. Kumpulkan kertas-kertas tersebut, dikocok dan dibagikan kembali secara acak kepada masing-masing peserta didik dan diusahakan pertanyaan tidak kembali kepada yang bersangkutan. 3. Mintalah mereka membaca dan memahami pertanyaan di kertas masingmasing, sambil memikirkan jawabannya. 4. Undang sukarelawan (volunter) untuk membacakan pertanyaan yang ada di tangannya (untuk menciptakan budaya bertanya, upayakan memotivasi siswa untuk angkat tangan bagi yang siap membaca--tanpa langsung menunjuknya).



5. Mintalah dia memberikan respons (jawaban/penjelasan) atas pertanyaan atau permasalahan tersebut, kemudian mintalah kepada teman sekelasnya untuk memberi pendapat atau melengkapi jawabannya. 6. Berikan apresiasi (pujian/tidak menyepelekan) terhadap setiap jawaban/tanggapan siswa agar termotivasi dan tidak takut salah. 7. Kembangkan diskusi secara lebih lanjut dengan cara siswa bergantian membacakan pertanyaan di tangan masing-masing sesuai waktu yang tersedia. 8. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah: membiasakan peserta didik untuk belajar aktif secara individu dan membudayakan sifat berani bertanya, tidak minder dan tidak takut salah. 2. WRITING IN HERE AND NOW (Menulis Pengalaman secara Langsung) Menulis dapat membantu peserta didik merefleksikan pengalamanpengalaman yang telah mereka alami. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah :  1. Guru memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh peserta didik. Ia bisa berupa peristiwa masa lampau atau yang akan datang. Guru menginformasikan kepada peserta didik tentang pengalaman yang telah dipilih untuk tujuan penulisan reflektif. Guru memberitahu mereka bahwa cara yang berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah mengenangkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan saat sekarang. Dengan demikian tindakan itu menjadikan pengaruh lebih jelas dan lebih dramatik dari pada menulis tentang sesuatu di "sana dan kemudian" atau di masa depan yang jauh. 2. Guru memerintahkan peserta didik untuk menulis, saat sekarang, tentang pengalaman yang telah dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan menulis apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan. Guru menyuruh peserta didik untuk menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaan-perasaan yang dihasilkannya. 3. Guru memberikan waktu yang cukup untuk menulis. Peserta didik seharusnya tidak merasa terburu-buru. Ketika mereka selesai, guru mengajak mereka untuk membacakan tentang refleksinya. 4. Guru mendiskusikan hasil pengalaman peserta didik tersebut bersama-sama. 5. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. 3. READING ALOUD (Metode Membaca dengan Keras)  Membaca suatu teks dengan keras dapat membantu peserta didik memfokuskan perhatian secara mental, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, dan merangsang diskusi. Strategi tersebut mempunyai efek pada



memusatkan perhatian dan membuat suatu kelompok yang kohesif. Prosedur dari strategi ini adalah sebagai berikut :  1. Guru memilih sebuah teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras, misalnya tentang manasik haji. Guru hendaknya membatasi dengan suatu pilihan teks yang kurang dari 500 kata. 2. Guru menjelaskan teks itu pada peserta didik secara singkat. Guru memperjelas poin-poin kunci atau masalah-masalah pokok yang dapat diangkat. 3. Guru membagi bacaan teks itu dengan alinea-¬alinea atau beberapa cara lainnya. Guru menyuruh sukarelawan-sukarelawan untuk membaca keras bagianbagian yang berbeda. 4. Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-contoh. Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para peserta didik menunjukkan minat dalam bagian tertentu. Kemudian guru melanjutkan dengan menguji apa yang ada dalam teks tersebut. 5. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. CATATAN : Ketiga contoh strategi di atas bertujuan untuk lebih memotivasi pembelajaran aktif secara individu. Sedangkan contoh berikutnya lebih memotivasi belajar aktif bersama, cooperative learning. 4. THE POWER OF TWO & FOUR (Menggabung 2 dan 4 Kekuatan) Langkah-langkah Penerapan : 1. Tetapkan satu masalah/pertanyaan terkait dengan Kompetensi Dasar/Indikator/Tujuan pembelajaran. 2. Beri kesempatan pada peserta untuk berpikir sejenak tentang masalah tersebut. 3. Bagikan kertas pada tiap peserta didik untuk menuliskan pemecahan masalah/ jawaban (secara mandiri) lalu periksalah hasil kerjanya. 4. Perintahkan peserta didik bekerja berpasangan 2 orang dan berdiskusi tentang jawaban masalah tersebut, lalu periksalah hasil kerjanya. 5. Peserta didik membuat jawaban baru atas masalah yang disepakati berdua, lalu  6. Selanjutnya perintahkan peserta didik bekerja berpasangan 4 orang dan berdiskusi lalu bersepakat mencari jawaban terbaik, lalu periksalah hasil kerjanya. 7. Jawaban bisa ditulis dalam kertas atau lainnya, dan guru memeriksa dan memastikan setiap kelompok telah menghasilkan kesepakatan terbaiknya menjawab masalah yang dicari. 8. Guru mengemukakan penjelasan dan solusi atas permasalahan yang didiskusikan tadi. 9. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.



Tujuan penerapan metode ini adalah membiasakan belajar aktif secara individu dan kelompok (belajar bersama hasilnya lebih berkesan). 5. INFORMATION SEARCH (Mencari Informasi) Langkah-langkah Penerapan : 1. Tersedia referensi terkait topik pembelajaran tertentu sesuai Kompetensi Dasar/Indikator/Tujuan pembelajaran. (misalnya: hakikat manusia dalam Islam). 2. Guru menyusun kompetensi dari topik tersebut. 3. Mampu mengidentifikasi karakter manusia Muslim kaffah. 4. Guru membuat pertanyaan untuk memperoleh kompetensi tersebut. 5. Carilah ayat dan Hadis terkait. 6. Bagi kelas dalam kelompok kecil (maksimal 3 orang). 7. Peserta ditugasi mencari bahan di perpustakaan/warnet yang sudah diketahui oleh guru bahwa bahan tersebut benar-benar ada. 8. Setelah peserta mencari dan kembali ke kelas, guru membantu dengan cara membagi referensi kepada mereka. 9. Peserta diminta mencari jawaban dalam referensi tersebut yang dibatasi oleh waktu (mis 10 menit) oleh guru. 10. Hasilnya didiskusikan bersama seluruh kelas. 11. Guru menjelaskan materi pelajaran terkait dengan topik tersebut. 12. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan suatu ilmu pengetahuan dengan proses mencari sendiri. 6. POINT- COUNTER POINT (Beradu pandangan sesuai perspektif tertentu)  Langkah-langkah Penerapan : 1. Pilih satu topik yang mempunyai dua perspektif (pandangan) atau lebih. 2. Bagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan perspektif (pandangan yang ada). 3. Pastikan bahwa masing-masing kelompok duduk pada tempat yang terpisah. 4. Mintalah masing-masing kelompok untuk menyiapkan argumen sesuai dengan perspektif kelompoknya. 5. Pertemukan kembali masing-masing kelompok dan beri kesempatan salah satu kelompok tertentu untuk memulai berdebat dengan menyampaikan argumen yang disepakati dalam kelompok. 6. Undang anggota kelompok lain untuk menyampaikan pandangan yang berbeda. Demikian seterusnya.



7. Beri klarifikasi atau kesimpulan dengan membandingkan isu-isu yang anda amati. Tujuan penerapan strategi ini adalah untuk melatih peserta didik agar mencari argumentasi yang kuat dalam memecahkan suatu masalah yang aktual di masyarakat sesuai dengan posisi yang diperankan. 7. READING GUIDE (Bacaan terbimbing) Langkah-langkah Penerapan : 1. Tentukan bacaan yang akan dipelajari. 2. Buatlah pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh peserta atau kisi-kisi dan boleh juga bagan atau skema yang dapat diisi oleh mereka dari bahan bacaan yang telah dipilih tadi. 3. Bagikan bahan bacaan dengan pertanyaan atau kisi-kisinya kepada peserta. 4. Tugas peserta adalah mempelajari bahan bacaan tersebut dengan menggunakan pertanyaan atau kisi-kisi yang ada. Batasi aktivitas ini sehingga tidak memakan waktu yang berlebihan. 5. Bahas pertanyaan atau kisi-kisi tersebut dengan menanyakan jawaban kepada peserta. 6. Pada akhir pembelajaran, berilah ulasan atau penjelasan secukupnya. 7. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Tujuan penerapan strategi ini adalah membantu peserta didik lebih mudah dan terfokus dalam memahami suatu materi pokok. 8. ACTIVE DEBATE (Debat aktif) Langkah-langkah Penerapan : 1. Kembangkan suatu pertanyaan yang berkaitan dengan sebuah kasus atau isu kontroversial dalam suatu topik yang relevan dengan Kompetensi Dasar/Indikator/Tujuan pembelajaran. 2. Bagi kelas menjadi dua kelompok; tugaskan mereka pada posisi “pro” satu kelompok, dan posisi “kontra” pada kelompok lainnya. 3. Minta setiap kelompok untuk menunjuk wakil mereka, dua atau tiga orang sebagai juru bicara dengan posisi duduk saling berhadapan. 4. Awali “debat” ini dengan meminta masing-masing juru bicara untuk mengemukakan pandangannya secara bergantian. 5. Setelah itu, juru bicara ini akan kembali ke kelompok mereka untuk minta pendapat guna mengatur strategi untuk membuat bantahan pada kelompok lainnya. 6. Apabila dirasa cukup, maka hentikan debat ini (pada saat puncak perdebatan) dengan tetap menyisakan waktu sebagai follow up dari kasus yang diperdebatkan.



7. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah untuk melatih peserta didik agar mencari argumentasi yang kuat dalam memecahkan suatu masalah yang kontroversial serta memiliki sikap demokratis dan saling menghormati terhadap perbedaan pendapat.  9. INDEX CARD MATCH (Mencari jodoh/pasangan kartu) Langkah-langkah Penerapan : 1. Buatlah potongan-potongan kertas sejumlah peserta dalam kelas dan kertas tersebut dibagi menjadi dua kelompok. 2. Tulis pertanyaan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya pada potongan kertas yang telah dipersiapkan. Setiap kertas satu pertanyaan. 3. Pada potongan kertas yang lain, tulislah jawaban dari pertanyaanpertanyaan yang telah dibuat. 4. Kocoklah semua kertas tersebut sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban. 5. Bagikan setiap peserta satu kertas. Jelaskan bahwa ini aktivitas yang dilakukan berpasangan. Sebagian peserta akan mendapatkan soal dan sebagian yang lain akan mendapatkan jawaban. 6. Mintalah peserta untuk mencari pasangannya. Jika sudah ada yang menemukan pasangannya, mintalah mereka untuk duduk berdekatan. Jelaskan juga agar mereka tidak memberikan materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. 7. Setelah semua peserta menemukan pasangan dan duduk berdekatan, mintalah setiap pasangan secara bergantian membacakan soal yang diperoleh dengan suara keras kepada teman-teman lainnya. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya. Demikian seterusnya. 8. Akhiri proses ini dengan klarifikasi dan kesimpulan serta tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok. 10. JIGSAW LEARNING (Belajar melalui tukar delegasi antar kelompok/ Tim ahli)  Langkah-langkah Penerapan : 1. Pilih materi pembelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen (bagian). 2. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada. Jika jumlah peserta 25 sedang jumlah segmen yang ada ada 5 maka masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. 3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca, memahami dan mendiskusikan serta membuat ringkasan materi pembelajaran yang berbeda. 4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompoknya.



5. Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan seandainya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok. 6. Berilah peserta didik pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi yang dipelajari. 7. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa berdiskusi dan bertanggung jawab secara individu untuk membantu memahamkan tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya. 11. ROLE PLAY (Bermain Peran) Langkah-langkah Penerapan : 1. Menetapkan topik : (Konflik interpersonal, Konflik antar golongan, Perbedaan pendapat/perspektif, dll. 2. Tunjuk dua orang siswa/peserta didik maju ke depan untuk memerankan karakter tertentu: 10 -15 menit. 3. Mintalah keduanya untuk bertukar peran. 4. Hentikan role play apabila telah mencapai puncak tinggi/dirasa sudah cukup. 5. Pada saat kedua siswa/peserta didik memerankan karakter tertentu di muka kelas, siswa/peserta didik lainya diminta untuk mengamati dan menuliskan tanggapan mereka. 6. Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah :  Memberikan pengalaman kongkrit dari apa yang telah dipelajari.  Mengilustrasikan prinsip-prinsip dari materi pembelajaran.  Menumbuhkan kepekaan terhadap masalah-masalah hubungan sosial.  Menyiapkan/menyediakan dasar-dasar diskusi yang kongkrit.  Menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa/peserta didik.  Menyediakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang tersembunyi di balik suatu keinginan. 12. DEBAT BERANTAI Langkah-langkah Penerapan : 1. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. 2. Masing-masing kelompok ditunjuk koordinator untuk menulis. 3. Mereka diberi konsep atau gagasan yang mengundang pro-kontra. 4. Masing-masing kelompok memberikan pendapatnya dengan cara : Koordinator mengatur posisi duduk melingkar, Setiap anggota kelompok menyampaikan ide setuju dengan alasannya, bergantian anggota yang lain tidak setuju dengan alasannya, Pada putaran kedua, anggota yang



tadi setuju berganti menyampaikan ide tidak setuju disertai alasan, sementara yang tidak setuju berganti menyampaikan setuju disertai alasannya, demikian hingga semua anggota selesai menyampaikan pendapat bebasnya. 5. Guru meminta siswa secara sukarela maju ke depan untuk menuliskan alasan yang setuju dan tidak setuju dari masing-masing kelompok tadi. 6. Guru menyimpulkan dan melakukan refleksi serta tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah untuk menggali kemampuan peserta didik agar bisa memberikan argumentasi (reasoning) antara dua pendapat yang kontradiktif supaya tidak berpikir ekstrem dalam menyikapi suatu masalah.  13. LISTENING TEAM (Tim Pendengar)  Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktifkan seluruh peserta didik dengan membagi peserta didik secara berkelompok dan memberikan tugas yang berbeda kepada masing-masing kelompok tersebut. Strategi ini dapat dibuat dengan prosedur sebagai berikut :  1. Peserta didik dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok mempunyai peran dan tugas sendiri-sendiri. Kelompok 1 (sebagai kelompok penanya) bertugas membuat pertanyaan yang didasarkan pada materi yang telah disampaikan oleh guru. Kelompok 2 (sebagai kelompok setuju) bertugas menyatakan poin-poin mana yang disepakati dan menjelaskan alasannya. Kelompok 3 (sebagai kelompok tidak setuju) bertugas mengomentari poin mana yang tidak disetujui dan menjelaskan alasannya. Kelompok 4 (sebagai pembuat contoh) bertugas membuat contoh atau aplikasi materi yang baru disampaikan oleh guru. 2. Guru menyampaikan materi pelajaran. Setelah selesai, kelompokkelompok tersebut diberi waktu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan yang ditetapkan. Tugas guru memberikan pengarahan dan pendampingan agar empat kelompok tersebut mengemukakan tugasnya dengan baik. Selain itu, guru juga memberikan komentar dan meluruskan jika ada pendapat kelompok yang menyimpang terlalu jauh dari materi pelajaran. 3. Guru melakukan klarifikasi, kesimpulan dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa belajar kelompok secara harmonis untuk mencapai hasil belajar yang lebih efektif. 14. TEAM QUIZ (Pertanyaan Kelompok)  Prosedur metode ini adalah sebagai berikut :  1. Guru memilih topik yang dapat dipresentasikan dalam tiga bagian, misalnya tentang pernikahan dan perceraian dalam Islam. 2. Guru membagi peserta didik menjadi tiga kelompok. 3. Guru menjelaskan bentuk sesinya dan memulai presentasi. Guru membatasi presentasi sampai 10 menit atau kurang.



4. Guru meminta tim A menyiapkan quiz yang berjawaban singkat. Quiz ini tidak memakan waktu lebih dari lima menit untuk persiapan. Tim B dan C memanfaatkan waktu untuk meninjau lagi catatan mereka. 5. Tim A menguji anggota tim B. Jika Tim B tidak bisa menjawab, Tim C diberi kesempatan untuk menjawabnya. 6. Tim A melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya kepada anggota Tim C, dan mengulangi proses yang sarna. 7. Ketika quiz selesai, guru melanjutkan pada bagian kedua pelajaran, dan menunjuk Tim B sebagai pemimpin quiz. 8. Setelah Tim B menyelesaikan ujian tersebut, guru melanjutkan pada bagian ketiga dan menentukan tim C sebagai pemimpin quiz. Tujuan penerapan metode Teknik tim ini dapat meningkatkan kemampuan tanggungjawab peserta didik tentang apa yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan. 15. SMALL GROUP DISCUSSION (Diskusi Kelompok Kecil) Langkah-langkah Penerapan :  1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (misal: maksimal 5 murid). 2. Setiap kelompok menyepakati ketua dan sekretaris kelompok. 3. Guru menyiapkan lembar kerja (LK) berisi soal studi kasus/permasalahan untuk dipecahkan siswa sesuai dengan Kompetensi Dasar/Indikator/Tujuan pembelajaran. 4. Guru menginstruksikan setiap kelompok untuk mendiskusikan soal studi kasus/permasalahan tersebut. 5. Setiap kelompok melaksanakan diskusi secara intensif. 6. Guru mendampingi, memeriksa dan memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi. 7. Guru mengelola jalannya diskusi dengan manajemen waktu yang tersedia. 8. Guru menginstruksikan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya dalam forum kelas secara bergantian dan urut. 9. Guru melakukan klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut. Tujuan penerapan metode ini adalah: agar peserta didik memiliki ketrampilan memecahkan masalah terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 16. CARD SORT (menyortir kartu) Langkah-langkah Penerapan : 1. Guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pembelajaran sesuai Kompetensi Dasar/Indikator/Tujuan pembelajaran. (Catatan: @perkirakan



jumlah kartu sama dengan jumlah murid di kelas. @Isi kartu terdiri dari kartu induk/topik utama dan kartu rincian).  2. Seluruh kartu diacak/dikocok agar campur. 3. Bagikan kartu kepada murid dan pastikan masing memperoleh satu (boleh dua). 4. Perintahkan setiap murid bergerak mencari kartu induknya dengan mencocokkan kepada kawan sekelasnya. 5. Setelah kartu induk beserta seluruh kartu rinciannya ketemu, perintahkan masing-masing membentuk kelompok dan menempelkan hasilnya di papan secara urut. 6. Lakukan koreksi bersama setelah semua kelompok menempelkan hasilnya. 7. Mintalah salah satu penanggungjawab kelompok untuk menjelaskan hasil sortir kartunya, kemudian mintalah komentar dari kelompok lainnya. 8. Berikan apresiasi setiap hasil kerja murid. 9. Lakukan klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut. Tujuan : Mengaktifkan setiap individu sekaligus kelompok (cooperative learning) dalam belajar. 17. GALLERY WALK (Pameran berjalan) Langkah-langkah Penerapan : 1. Peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok. 2. Guru menentukan suatu topik terkait materi pembelajaran untuk bahan diskusi. 3. Setiap kelompok melakukan tugas diskusi yang dibimbing guru. 4. Hasil diskusi dituangkan pada kertas plano/ flip cart. 5. Hasil kerja kelompok ditempel di atas dinding (diberi jarak antar kelompok). 6. Setiap kelompok berputar mengamati hasil kerja kelompok lain. 7. Salah satu wakil kelompok menjelaskan setiap apa yang ditanyakan oleh kelompok lain. 8. Koreksi/review bersama-sama. 9. Klarifikasi dan penyimpulan. Tujuan penerapan metode ini: Membangun kerjasama kelompok (Cooperative learning) dan saling memberi apresiasi dan koreksi dalam belajar. 18. JEOPARDY GAME Jeopardy game berarti permainan jeopardy. Permainan ini digunakan untuk kelas dengan satukomputer untuk memudahkan terciptanya pembelajaran aktid dan interaktif.



Permainan Jeopardy adalah permainan dimana pemain diberi jawaban dan harus mencari dan memberikan pertanyaan. Permainan ini hampir mirip dengan quiz. Hanya saja, permainan jeopardy ini didisain dalam sebuah program. Permainan ini dirancang dengan sedemikian rupa, dan untuk merangsang gairah belajar siswa, setiap pertanyaan yang berhasil dijawab diberi harga. Makin sulit pertanyaan, makin tinggi nilai yang diberikan. Aturan permainan : 1. Semua pertanyaan diperebutkan. Tim yang berhak menjawab adalah yang tercepat tunjuk tangan dan sudah dipersilahkan fasilitator. 2. Setiap tim harus memilih satu anggota sebagai juru bicara untuk menjawab. Jawaban dari selain juru biacara dianggap tidak sah, dan boleh direbut tim lain. 3. Apabila ada kategori yang dijawab salah oleh suatu tim, kategori tersebut diperebutkan kembali. 4. Setiap anggota tim diperbolehkan tunjuk tangan. 5. Setiap tim yang berhasil menjawab dengan benar menunjukkan yel-yel, dan berhak memilih kategori selanjutnya. 6. Keputusan juri bersifat mutlak, tidak dapat diganggu gugat. 19. STRATEGI CERAMAH PLUS (Ceramah Bervariasi/ ceramah interaktif) Metode ceramah (melulu ceramah) adalah metode yang paling disuka dan banyak digunakan guru dalam proses pembelajaran di kelas, karena dianggap paling mudah dan praktis dilaksanakan. Meskipun metode ceramah memiliki kelebihan, mari kita melakukan refleksi terhadap kelemahan metode ceramah dan kemudian kita maksimalkan penerapannya sehingga menjadi ”metode ceramah plus” atau “ Ceramah bervariasi”.  Beberapa           



Kelemahan



Metode



Ceramah



Bersifat monoton (tidak variatif). Cepat Membosankan. Siswa tidak aktif. Informasi hanya satu arah. Feed back (umpan balik) relatif rendah. Terlalu menggurui dan dirasa melelahkan siswa. Kurang melekat pada ingatan siswa (short term memory). Kurang terkendali, baik waktu maupun materi. Kurang mengembangkan kreatifitas siswa. Menjadikan siswa hanya sebagai objek didik. Kurang merangsang siswa untuk membaca.



:



Saran memaksimalkan metode ceramah : a. Membangun minat siswa :  awali dengan cerita atau gambar/ ilustrasi menarik.  Ajukan kasus atau masalah.  Ajukan pertanyaan b. Maksimalkan pemahaman dan ingatan/kesan siswa :  Berikan kata-kata kunci.  Beri contoh dan analogi.  Gunakan multimedia visual/ Audio visual atau media lainnya. c. Melibatkan siswa :  Beri kesempatan siswa menjawab pertanyaan dan memberi contoh.  Selingi penyajian dengan aktivitas singkat (kondisional) d. Memperkuat pembelajaran :  Terapkan materi pembelajaran pada masalah  Minta siswa mengkaji ulang materi yg disampaikan. 20. BILLBOARD RANKING  Banyak materi belajar tidak mencakup isi yang berupa pernyataan yang benar atau salah. Misalnya pembahasan tentang hikmah-hikmah shalat, haji atau zakat. Uraian tentang hal itu sangat terbuka bagi siapapun untuk menambah atau menguranginya dengan memberikan argumentasi yang tepat. Ketika nilai, opini, ide, dan preferensi menyinggung topik yang sedang Anda ajarkan, aktivitas ini dapat digunakan untuk menstimulasi refleksi dan diskusi. Prosedur : 1. Kelompokkan peserta didik menjadi beberapa grup yang terdiri empat sampai enam peserta. 2. Berilah peserta didik daftar yang sama, misalnya : Hikmah-hikmah shalat, Hikmah-hikmah zakat, Hikmah-hikmah haji, Sebab-sebab keruntuhan dinasti Bani Umayah, Sebab-sebab keruntuhan dinasti Bani Abbas. 3. Berilah setiap grup kertas Post-it. Mintalah mereka menulis setiap item di atas daftar di lembaran terpisah. 4. Berikutnya minta setiap grup untuk memilah-milah lembaran-lembaran sehingga point-pont terpenting yang mereka pilih ada di puncak dan sisanya berada urutan pada berikutnya secara berranking. 5. Buatlah "papan pengumuman" di mana setiap grup dapat memamerkan pilihan urutan rangkingnya. (catatan Post-it dapat dipindahkan ke papan tulis, flip chart, atau lembaran kertas yang lebar). 6. Bandingkan dan kontraskan dengan ranking lintas grup yang sekarang dipamerkan secara visual. Aktivitas ini dapat digunakan untuk menstimulasi refleksi dan diskusi. 



Variasi : 1. Usahakan mencapai konsensus seluruh kelas. 2. Perintahkan peserta didik untuk menginterview anggota kelompok yang mempunyai ranking berbeda dari miliknya. 21. CRITICAL INCIDENT Metode ini digunakan untuk memulai pembelajaran, dengan tujuan untuk melibatkan siswa sejak awal dengan melihat pengalaman mereka. Critical incident dapat diartikan sebagai kejadian penting, pengalaman yang membekas dalam ingatan. Belajar dengan menggunakan metode ini bertujuan untuk melibatkan siswa dalam pembelajaran dengan merefleksikan pengalaman mereka. Prosedur : 1. Sampaikan kepada siswa, topic atau materi yang akan dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. 2. Beri mereka waktu beberapa menit untuk mengingat-ingat pengalaman penting mereka yang tidak terlupakan yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. 3. Tanyakan pengalaman penting apa yang mereka alami baik yang menyenangkan, mengharukan, menyedihkan, dsb. 4. Selanjutnya sampaikan materi pelajaran dengan cara mengaitkan pengalaman-pengalaman siswa dengan materi tersebut. Metode ini tepat digunakan untuk materi-materi dalam Pendidikan Agama Islam, baik yang terkait dengan akhlak, akidah, maupun ibadah. Misalnya dalam materi akhlak kepada sesama, guru bisa menyakan pengalaman para siswa yang berkesan dalam pergaulan mereka dengan orang tua, dengan tetangga, atau dengan temantemannya. Dari pengalaman yang disampaikan oleh siswa guru bisa menjelaskan mana akhlak yang terpuji, dan mana akhlak yang tercela. Variasi : Untuk lebih efektif dan memberi kesan kepada siswa, guru merubah posisi duduk menjadi sebuah lingkaran, sehingga terjdi komunikasi interarktif antarasiswa dengan guru dan dengan sesama siswa. 22. SNOWBALLING (Bola Salju 1-2-4-8-16- dst) 



Metode ini diawali dengan melakukan aktivitas baik itu kegiatan mengamati maupun membaca yang dilakukan secara individu. Kegiatan perorangan ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatan kelompok kecil yang terdiri dari dua orang berkembang menjadi empat orang, delapan orang, enam belas orang, dan seterusnya hingga berakhir pada pembagian dua kelompok besar dalam satu kelas. Metode ini memiliki prosedur penerapan sebagai berikut : 1. Kemukakan sebuah masalah  2. Mintalah setiap siswa untuk berpendapat 3. Setelah semua menjawab, minta kembali kepada siswa untuk berpasangan (setiap pasangan terdiri atas 2 orang). Satu sama lain saling bertukar jawaban dan membahasnya. 4. Apabila setiap pasangan selesai membahas, mintalah tiap-tiap pasangan itu untuk mendiskusikannya dengan pasangan yang lain. Demikian seterusnya sampai terbentuk 2 kelompok besar dalam satu kelas. 5. Setelah terbentuk 2 kelompok besar, mintalah kepada kedua kelompok itu untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Perlengkapan : Ada beberapa perlengkapan yang harus disiapkan guru diantaranya adalah :  Kertas plano minimal 2 lembar, yakni untuk 2 kelompok besar.  Spidol besar buah.  Alat rekat (solasi/lakban kertas) 23. POSTER COMMENT Metode ini bertujuan untuk menstumulasi dan meningkatkan kreatifitas dan mendorong penghayatan siswa terhadap suatu permasalahan. Dalam metode ini siswa didorong untuk bisa mengungkapkan pendapatnya secara lisan tentang gambar atau poster. Metode ini memiliki prosedur sebagai berikut : 1. Pilihlah sebuah gambar atau poster yang ada kaitannya dengan topik bahasan yang akan dibahas. 2. Mintalah siswa untuk mengamati terlebih dahulu gambar atau poster tersebut. 3. Mintalah mereka untuk berdiskusi secara berkelompok, kemudian mereka diminta memberikan komentar atau pendapat tentang gambar atau poster tersebut. 4. Siswa diminta untuk memberikan solusi atau rekomendasi berkaitan dengan gambar atau poster tersebut. Gambar yang dipilih hendaknya juga memiliki prinsip kesederhanaan, keterpaduan, dan yang paling penting terkait dengan materi yang dipelajari. Perlengkapan :  Sebuah poster atau sejumlah kelompok.  Poster-poster tersebut sesuai dengan topik yang akan dibahas.







Solasi/lakban plastik



  



Autobiografi



Posted by: teguhtw | August 2, 2014



41 MACAM MODEL METODE PEMBELAJARAN EFEKTIF Populernya model metode pembelajaran ceramah  dan 41 model pembelajaran yang sering terlupakan…. Berikut akan saya paparkan macam-macam metode pembelajaran yang efektif untuk dapat dilaksanakan. Khususnya para pendidik atau juga para calon pendidik. Selama ini kita hanya familiar atau bahkan selalu hanya menggunakan metode seperti ceramah. padahal banyak sekali selain metode tersebut yang dapat digunakan dan  efektif dalam usaha meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang kita sampaikan dan pada akhirnya tujuan dari pembelajaran yang sudah kita tetapkan di awal tercapai dengan baik dan akan tecipta pembelajaran yang berkualitas serta tercipta pengalaman-pengalaman yang menarik. Selanjutnya anda dapat mengklik metode di bawah ini, karena dalam micro teaching di daftar mata kuliah saya dan termasuk kedalam pembahasan kependidikan jadi disini akan dijelaskan secara singat untuk masing-masing metode tersebut. 1. EXAMPLE NON EXAMPLE Contoh dapat dari kasus/ gambar yang relevan dengan KD 2. PICTURE NON PICTURE 3. NUMBERED HEADS TOGETHER (Kepala bernomor, Spencer Kagan 1992) 4. COOPERATIVE SCRIPT (Dansereau Cs 1985)



5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (Modifikasi dari number heads) 6. STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) Tim siswa kelompok prestasi 7. JIGSAW -MODEL TIM AHLI (Aronssn – Braney – Stephen – Sikes – and Snapp 1978) 8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI) Pembelajaran berdasarkan masalah 9. ARTIKULASI 10. MIND MAPPING 11. MAKE – A MATCH mencari pasangan (lorna Curran 1994) 12. THINK PIR AND SHARE 13. DEBATE 14. ROLE PLAYING 15. GROUP INVESTIGATION Sharan 1992 16. TALKING STICK 17. BERTUKAR PASANGAN 18. SNOWBALL THROWING 19. STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING Siswa/ peserta mempresentasikan ide/ pendapat pada rekan peserta lainnya 20. COURSE REVIEW HORAY 21. DEMONSTRATION DAN EKSPERIMEN ( Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen ) 22. EXPLISIT INSTRUCTION Pengajaran langsung ( Rosenshina and Stevens 1986 ) 23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) Kooperative membaca dan menulis (Steven and Slavin 1995) 24. INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR) oleh Spencer Kagan 25. COOPERATIVE LEARNING (TEBAK KATA) 26. WORD SQUARE 27. SCRAMBLE 28. TAKE AND GIVE 29. CONSEPT SENTENCES 30. COMPLETTE SENTENCE 31. TIME TOKEN AREND 1998 32. PAIR CECKS SPENCER KAGEN 1993 33. ROUND CLUB (KELILING KELOMPOK) 34. TARI BAMBU



35. DUA TINGGAL DUA TAMU (TWO STRAY TWO STRAY) SPENCER KAGAN 1992) 36. STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK (SAS) 37. PEMBELAJARAN OTENTIK (OUTENTIC LEARNING) 38. NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) 38. INQUIRY 39. MODEL PEMBELAJARAN TERPADU 40. BERBASIS PROYEK DAN TUGAS 41. PEMBELAJARAN BERBASIS JASA DAN LAYANAN (SERVICE LEARNING)



Model Pembelajaran EXAMPLE NON EXAMPLE EXAMPLE NON EXAMPLE 1.



Pengertian



Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.  Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contohcontoh gambar yang disajikan. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti : a. kemampuan berbahasa tulis dan lisan, b. kemampuan analisis ringan, dan c. kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas. B. Ciri-ciri  Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. – Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan – non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.



Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada. C Kelebihan dan Kekurangan. Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example antara lain: 1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek. 2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example 3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example. Kebaikan: 1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar. 2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. 3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kekurangan: 1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2. Memakan waktu yang lama. 1.



Langkah-langkah :



1.



Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran



2.



Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP



3.



Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk     memperhatikan/menganalisa gambar



4.



Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat    pada kertas



5.



Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya



6.



Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai



7.



Kesimpulan



MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah Model Pembelajaran Picture and Picture ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu



menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarnya harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran. Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain. Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut: 1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. 3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. 4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. 5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik. 2. Menyajikan materi sebagai pengantar. Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari. 3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi. Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu. 4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang



logis. Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi. 5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut. Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik. 6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indicator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan. 7. Kesimpulan/rangkuman Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Picture and Picture: Kelebihan: 1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa. 2. Melatih berpikir logis dan sistematis. 3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir, 4. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik. 5. Siswa dilibatkan daiam perencanaan dan pengelolaan kelas Kekurangan: 1. Memakan banyak waktu 2. Banyak siswa yang pasif. 3. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas. 4. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain 5. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai KESIMPULAN Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut: 1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. 3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota



kelompoknya. 4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. 5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Picture and Picture adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Menyajikan materi sebagai pengantar. 3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi. 4. Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk mengurutkan gambar-gambar secara logis 5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut. 6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. 7. Kesimpulan/rangkuman



Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah             Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : 1.



Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar  belakang.



3. Pengembangan keterampilan social Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat  orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads Together adalah sebagai berikut : Kelebihan: – Setiap siswa menjadi siap semua – Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. – Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan: – Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama.. – Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu : a) Pembentukan kelompok; b) Diskusi masalah; c) Tukar jawaban antar kelompok Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut : Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.



Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah : Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 1. Memperbaiki kehadiran 2. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 3. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil 4. Konflik antara pribadi berkurang 5. Pemahaman yang lebih mendalam 6. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 7. Hasil belajar lebih tinggi KESIMPULAN Model pembelajaran ini baik digunakan karena model ini mengajarkan kepada siswa untuk lebih siap dalam menguasai materi serta belajar menerima keanekaragaman dengan kelompok lain, karna dalam model ini siswa dituntut untuk berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah. Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk setiap pokok bahasan, karena setia model atau metode mengajar masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan oleh karenanya guru dituntut untuk pandai memilih model pembelajaran yang sesuai. Metode Belajar Cooperative script metode belajar Cooperative script



  Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagianbagian dari materi yang dipelajari. Langkah-langkah: 1.



Guru membagi siswa untuk berpasangan.



2.



Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.



3.



Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.



4.



Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.



5.



Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.



6.



Kesimpulan guru.



7. Kelebihan: 



Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.







Setiap siswa mendapat peran.







Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.



Kekurangan: 



Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu







Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).



  model pembelajaran Kepala bernomor struktur Model pembelajaran Kepala bernomor struktur 1.



Pengertian Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model pembelajaran kooperatif. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang membutuhkan atau anggota lain dalam kelompoknya, sehingga belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi.



Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam dalam diskusi kelompok. Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling



berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008). Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. 2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif (Dalam model Pembelajaran Kepala bernomor struktur) Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu. Ciri-ciri pembelajaran kepala bernomer struktur sebagai berikut: 1) Penomoran Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. 2) Pengajuan Pertanyaan Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. 3) Berpikir Bersama Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masingmasing pertanyaan. 4) Pemberian Jawaban Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. 3. Langkah – langkah Kepala bernomor struktur



1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor 2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya 3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka 4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain 5. Kesimpulan 4. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kepala bernomor struktur



5. Kelebihan dan kekurangan



1) Kelebihan a. Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Mampu memperdalam pamahaman siswa. c. Melatih tanggung jawab siswa. d. Menyenangkan siswa dalam belajar. e. Mengembangkan rasa ingin tahu siswa. f. Meningkatkan rasa percaya diri siwa. g. Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama. h. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi. i. Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar. j. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar. 2) Kelemahan a. Ada siswa yang takut diintimidasi bila Memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi) b. Ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawabnya.Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu . c. Apabila pada satu nomer kurang maximal mengerjakan tugasnya, tentu saja mempengaruhi pekerjaan pemilik tugas lain pada nomer selanjutnya.   Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) Model Pembelajaran STUDENT TEAMS- ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) Model pembelajaran STAD termasuk model pembelajaran kooperatif. Semua model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatifsiswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. 1.



PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD



1.      Menurut wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil,yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,ras atau suku yang berbeda (heterogen) 2.      Johnson (dalam Etin Solihatin,2005 :4 ) menyatakan bahwa :pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama. 3.      Slavin ( dalam Wina,2008:242) mengemukakan dua alasan bahwa : pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki pembelajaran selama ini. Pertama,beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat menngkatkan kemampuan hubungan sosial,menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,serta dapat meningkatkan



harga diri.kedua,pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar,berfikir,memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. 2.



Prinsip Pembelajaran Kooperatif sebagai berikut.



      a.   Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. b.   Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. c.   Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. d.   Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. e.   Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. f.    Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 3.



Ciri Pembelajaran Kooperatif



Masih menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai a.   Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b.   Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. c.   Penghargaan menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu. 4.



Sintaks Model Pembelajaran STAD



Langkah-langkah model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti Tabel 2.1 Enam Langkah Model Pembelajaran STAD Langkah



Indikator



Tingkah laku guru



Langkah 1



Menyampaikan tujuan dan



Guru menyampaikan tujuan pembelajaran



 



memotivasi siswa



dan mengkomunikasikan kompetensi dasar



 



 



yang akan dicapai serta memotivasi siswa



 



 



 



 



 



Guru menyajikan informasi kepada siswa



 



 



 



 



Menyajikan informasi



Guru menginformasikan pengelom-pokkan



Langkah 2



 



Siswa



 



 



 



 



 



Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja



Langkah 3



Mengorganisasikan siswa ke



 



dalam kelompok- kelompok belajar



siswa dalam kelompok-kelompok belajar   Guru mengevaluasi hasil belajar tentang  



 



 



Membimbimg kelompok belajar



dilaksanakan



Langkah 4



 



 



 



 



 



 



 



 



 



 



Guru memberi penghargaan hasil belajar



 



Evaluasi



individual dan kelompok



Langkah 5



 



 



 



 



 



 



 



 



 



materi pembelajaran yang telah



      Memberikan penghargaan Langkah 6 Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi dan kuis. Sintaks model Pembelajaran STAD dalam Chotimah (2007) antara lain : a. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. b. Guru menyajikan pelajaran. c. Guru memberi tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok d. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal menjelaskan kepada anggota kelompok      lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti. e. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab     kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu. f. Guru memberi penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin g. Guru memberikan evaluasi. h. Penutup. Dalam STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis. Sumbangan poin peningkatan siswa terhadap kelompoknya didasarkan atas ketentuan pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan STAD Skor Kuis



Poin peningkatan



Lebih dari 10 point di bawah skor dasar



5



1-10 point di bawah skor dasar



10



Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar



20



Lebih dari 10 poin di atas skor dasar



30



Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor dasar



30



Catatan: Nilai kuis sebelumnya dapat digunakan sebagai skor dasar (Sumber:Slavin, 1995 dalam Parlan, 2006:17) Skor kelompok untuk setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan yang diperoleh oleh setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin peningkatan anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Penghargaan kelompok diberikan dengan empat kriteria seperti pada tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok Kriteria



Nilai Perkembangan 22,6 – 30



Excellent



15,1 – 22,5



The best teams Good teams



7,6 – 15,0



General teams ≥7,5  (Sumber: Slavin, 1995 dalam Supriyo, 2008:50) 5.



Kelebihan dan Kekurangan pembelajaran Tipe STAD



A)    Kelebihan model pembelajaran Kooperatif STAD Menurut Davidson (dalam Nurasma,2006:26) : a)      Meningkatkan kecakapan individu b)      Meningkatkan kecakapan kelompok c)      Meningkatkan komitmen d)     Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya



e)      Tidak bersifat kompetitif f)       Tidak memiliki rasa dendam B)    Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD a)      Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007 )yaitu: b)      Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang c)      Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan. 1.



Hubungan Penerapan Model STAD dengan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa



Dalam proses belajar mengajar guru sebagai pelaksana pengajaran harus dapat menciptakan kondisi yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Dengan demikian diharapkan terjadi interaksi antara guru dan siswa yang pada umumnya akan merasa mendapat motivasi yang tinggi apabila guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Selain itu siswa akan lebih memahami dan mengerti konsep-konsep fisika secara benar. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara konsisten baik bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan resistensi (daya lekat) terhadap materi pelajaran menjadi lebih panjang (Ellyana, 2007). Pembelajaan kooperatif yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang bervariasi dengan model STAD dapat menumbuhkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Pengajaran fisika yang disajikan dengan model pembelajaran STAD memungkinkan untuk memberikan pengalaman-pengalaman sosial sebab mereka akan bertanggung jawab pada diri sendiri dan anggota kelompoknya. Keberhasilan anggota kelompok merupakan tugas bersama. Dalam pembelajaran STAD ini anggota kelompok berasal dari tingkat prestasi yang berbeda-beda, sehingga melatih siswa untuk bertoleransi atas perbedaan dan kesadaran akan perbedaan. Disamping itu pembelajaran yang disajikan dengan model STAD akan melatih siswa untuk menceriterakan, menulis secara benar apa yang diteliti dan diamati. Apabila ditinjau dari proses pelaksanaannya, kegiatan model pembelajaran STAD lebih membawa siswa untuk memahami materi yang disajikan oleh guru, karena siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, pengajaran fisika yang disajikan dengan dengan penerapan model pembelajaran STADakan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-student-teams.html#ixzz2uZXKTNWl Model Pembelajaran Jigsaw Model Pembelajaran Jigsaw 1.



Pengertian



Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.Pada  model pembelajaran jigsaw  ini keaktifan siswa (student centered)  sangan dibutuhkan, dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli.



Dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal.  Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang biberikan. 1.



Langkah- Langkah  dalam metode jigsaw



Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu: 1.



Awal kegiatan pembelajaran a. Persiapan 1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan Guru dapat menjabarkan isi topik secara umum, memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan dipelajarinya topik tersebut. 2. Materi Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa bagian pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap kelompok serta banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa. 3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan 3-5 orang yang heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun latar belakang sosialnya 4. Menentukan Skor Awal Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis sebelumnya atau nilai akhir siswa secara individual pada semester sebelumnya.



2.



Rencana Kegiatan 1. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.



2. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok. 3. Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan topik yang didiskusikannya. 4. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik. 5. Pemberian penghargaan kelompok berupa skor individu dan skor kelompok atau menghargai prestasi kelompok. 3.



Sistem Evaluasi Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan: 1. Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik. 2. Membuat laporan mandiri atau kelompok. 3. Presentasi Materi Evaluasi – Pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh mahasiswa. – Proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.



1.



Kelebihan



Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya 2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat 3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. 1.



Kelemahan



Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu : 1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti. 2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat. 3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi. 4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.



Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaran-jigsaw.html#ixzz2uZXP82Tt



4/21/2012 MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED INTRODUCTION) PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI) MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH  Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain – University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006)) Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran. A. Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Suherman (2003: 7) Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran. Gijselaers ( 1996) Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan. Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan self directed learning. Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Departemen Pendidikan Nasional (2003) Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka



siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu. Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar. Muslimin Ibrahim (2000:7) Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri. Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran. Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk: 1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, 2. belajar peranan orang dewasa yang otentik, 3. menjadi siswa yang mandiri, 4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru, 5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif 6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah 7. meningkatkan motivasi belajar siswa 8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru B. Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL 1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil. 2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilanketerampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do),



strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal? 3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990). Bridges (1992) dan Charlin (1998) Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges dan Charlin telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut. 1. Pembelajaran berpusat dengan masalah. 2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan. 3. Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah. 4. Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri. 5. Siswa aktif dengan proses bersama. 6. Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru. 7. Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna. 8. Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan. 9. Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya. 2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. 3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya. 4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Pannen (2001) Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:



1. mengidentifikasi masalah, 2. mengumpulkan data, 3. menganalisis data, 4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, 5. memilih cara untuk memecahkan masalah, 6. merencanakan penerapan pemecahan masalah, 7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan 8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Arends (2004) Ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Fase Aktivitas guru Fase 1: Mengorientasikan mahasiswa pada masalah. Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih Fase 2: Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar. Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu mahasiswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Membantu mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah. Berikut langkah-langkah PBM. 1. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa. 2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan. 3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi halhal terkait. 4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami. 5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting. 6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan. 7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh. 8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya. 9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas. Dalam penyelidikan suatu masalah, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. 1. Membaca dan menganalisis skenario dan situasi masalah. Periksa pemahaman Anda tentang skenario dengan mendiskusikan hal itu dalam kelompok Anda. Sebuah upaya kelompok mungkin akan lebih efektif dalam menentukan apa faktor-faktor kunci dalam situasi ini. Karena ini adalah situasi pemecahan masalah nyata, grup Anda akan harus secara aktif mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. 2. Daftar hipotesis, ide, atau firasat Tulis dalam daftar teori atau hipotesis tentang penyebab masalah atau ide-ide tentang bagaimana untuk memecahkan



masalah. Anda juga akan mendukung atau menolak ide-ide sebagai hasil penyelidikan Anda. Daftar ide yang berbeda lain yang perlu ditangani. 3. Daftar apa yang dikenal. Buat pos berjudul “Apa yang kita ketahui?” pada selembar kertas. Kemudian temukan informasi yang terkandung dalam skenario. 4. Mengembangkan sebuah pernyataan masalah. Suatu pernyataan masalah harus berasal dari analisis Anda apa yang Anda ketahui. Dalam satu atau dua kalimat Anda harus dapat menjelaskan apa yang grup Anda sedang mencoba untuk menyelesaikan, memproduksi, menanggapi, tes, atau mencari tahu. Pernyataan masalah mungkin harus direvisi sebagai informasi baru ditemukan dan dibawa ke menanggung pada situasi. 5. Daftar apa yang dibutuhkan. Siapkan daftar pertanyaan Anda pikir perlu dijawab untuk memecahkan masalah. Rekam mereka di bawah daftar kedua berjudul: “Apa yang kita perlu tahu?” Beberapa jenis pertanyaan yang mungkin sesuai. Beberapa orang mungkin alamat konsep atau prinsip-prinsip yang perlu dipelajari untuk mengatasi situasi. Pertanyaan lain mungkin dalam bentuk permintaan untuk informasi lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membimbing pencarian yang mungkin akan terjadi on-line, di perpustakaan, atau dalam pencarian out-of-kelas yang lain. 6. Daftar tindakan yang mungkin. Daftar rekomendasi, solusi, atau hipotesis di bawah judul: “Apa yang harus kita lakukan?”. Daftar rencana Anda untuk penyelidikan. Rencana ini mungkin termasuk mempertanyakan ahli, mendapatkan data online, atau mengunjungi perpustakaan. 7. Mengumpulkan dan Menganalisis informasi. Bagilah tanggung jawab untuk mengumpulkan, mengorganisir, menganalisis, dan menafsirkan informasi dari banyak sumber. Menganalisis informasi yang anda kumpulkan. Anda mungkin perlu merevisi pernyataan masalah. Anda dapat mengidentifikasi laporan masalah yang lebih. Pada titik ini, grup Anda mungkin akan merumuskan dan menguji hipotesis untuk menjelaskan masalah. Beberapa masalah mungkin tidak memerlukan hipotesis, bukan solusi yang dianjurkan atau pendapat (berdasarkan data riset Anda) mungkin tepat. 8. Menyajikan temuan-temuannya. Siapkan laporan di mana Anda membuat rekomendasi, prediksi, kesimpulan, atau solusi lainyang tepat untuk masalah berdasarkan data Anda dan latar belakang. Bersiaplah untuk mendukung rekomendasi Anda. Jika sesuai, pertimbangkan presentasi multimedia dengan menggunakan gambar, grafik, atau suara. Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah Pierce dan Jones (Ratnaningsih, 2003) Mereka mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: a. Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukkan dugaan dan rencana penyelesaian. b. Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribuskan informasi. c. Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan.



d. Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah. A. Tugas Perencanaan. Pembelajaran Bedasarkan Masalah memerlukan banyak perencanaan seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya. 1. Penetapan Tujuan. Pertama mendiskripsikan bagaimana pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya ketrampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dn membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa 2. Merancang situasi masalah yang sesuai Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru memberikan kebebasan siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik ( berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa ), mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum. 3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa karena dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas. B. Tugas interaktif 1. Orientasi siswa pada masalah. Siswa perlu memahami bahwa pembelajaran berdasarkan masalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi pembelajaran ini adalah kegiatan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi pelajar yang mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam menyajikan masalah adalah dengan menggunakan kejadian-kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk memecahkan masalah tersebut. 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif juga diperlukan pengembangan ketrampilan kerja sama di anatara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. a. guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat siswa memimikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok b. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa. c. Puncak kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster,



model-model fisik, videotape dsb. Tugas guru pada tiap akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan. 4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Tugas guru pada tahap akhir pembelajaran berdasarkan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan. C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen Guru perlu memberikan seperangkat aturan, sopan santun kepada siswa untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan sehingga terciptanya kenyamanan, kemudahan siswa dalam melakukan aktivitasnya. D. Asesmen dan evaluasi Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar). Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar ( learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem. Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut: Guru sebagai pelatihv Siswa sebagai problem solverv Masalah sebagai awal tantangan dan motivasiv Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ø memonitor pembelajaranØ probbing ( menantang siswa untuk berfikir )Ø menjaga agar siswa terlibatØ mengatur dinamika kelompokØ menjaga berlangsungnya prosesØ peserta yang aktifØ terlibat langsung dalam pembelajaranØ membangun pembelajaranØ menarik untuk dipecahkanØ menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajariØ



Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusan-keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran. Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: 1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah. Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning. 2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan 3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut. 1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif 2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah 3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar 4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru 5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri 6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan 7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna. 8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. 9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut. 1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah. 2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum. 3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda,” (hal. 419). 4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya. 5. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi F. Kesimpulan



Pembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada. Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik, Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan, Knowing About Knowing (metakognisi) mempengaruhi pembelajaran, danFaktor-faktor kontekstual dan sosial mempengaruhi pembelajaran. Kriteria pemilihan bahan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah : 1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik 2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa 3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak 4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa 5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa Langkah- langkah model Pembelajaran Berdasarkan Masalah, yaitu : 1. Orientasi siswa kepada masalah 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pelaksanaan Pembelajaran Bedasarkan Masalah adalah sebagai berikut. A. Tugas Perencanaan.



1. Penetapan Tujuan. 2. Merancang situasi masalah yang sesuai. 3. Organisasi sumber daya dan rencana logistik. B. Tugas interaktif 1. Orientasi siswa pada masalah. 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. 4. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. C. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Managemen. D. Asesmen dan evaluasi Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu: 1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah. 2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan 3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut. 1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif dan mandiri 2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan memecahkan masalah 3. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru 4. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna. 5. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. 6. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah sebagai berikut. 1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. 2. Kurangnya waktu pembelajaran. 3. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar. 4. Seorang guru sulit menjadi fasilitator yang baik.



  MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING 1.



Pengertian



Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa.. Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif. Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif. Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain. Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan daya ingat hingga 78%. Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Maping 



Catatan biasa :



a.       Catatan Biasa b.      Hanya berupa tulisan-tulisan saja c.       Hanya dalam satu warna d.      Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang lama e.       Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama f.       Statis 



Mind mapping :



a.       Peta pikiran b.      Berupa tulisan, simbol, dan gambar c.       Berwarna warni d.      Untuk mereview ulang diperlukan waktu yang pendek e.       Waktu yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif f.       Membuat individu menjadi kreatif Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.) Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran. Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis. Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ). Langkah-langkah pembelajarannya : 1.      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 2.      Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.



3.      Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang. 4.      Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya. 5.      Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. 6.      Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa. 7.      Kesimpulan/penutup. 2.



Prinsip Dasar Mind Mapping



Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon. 3.



Kelebihan dan Kekurangan mind mapping



Beberapa manfaat memiliki mind maping antara lain : a.       Merencana b.      Berkomunikasi c.       Menjadi Kreatif d.      Menghemat Waktu e.       Menyelesaikan Masalah f.       Memusatkan Perhatian g.      Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran h.      Mengingat dengan lebih baik i.        Belajar Lebih Cepat dan Efisien j.        Melihat gambar keseluruhan Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu : a.       Cara ini cepat b.      Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda



c.       Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain. d.      Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis. Kekurangan model pembelajaran mind mapping: a.       Hanya siswa yang aktif yang terlibat b.      Tidak sepenuhnya murid yang belajar c.       Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan KESIMPULAN Jadi model pembelajaran mind mapping adalah suatu model pembelajaran untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ). Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan dengan menggunakan teknik pohon. Mind mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif. Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan mind mapping ini membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif. Kelebihan : a.       Cara ini cepat b.      Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda c.       Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain. d.      Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis. Kekurangan : a.       Hanya siswa yang aktif yang terlibat b.      Tidak sepenuhnya murid yang belajar c.       Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan



METODE MAKE A MATCH METODE MAKE A MATCH 1. PENGERTIAN Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari. Ternyata suatu penelitian telah membuktikan setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil belajar siwa tenyata dengan pendekatan seperti itu hasil belajar siswa dirasa belum maksimal. Hal ini tampak pada pencapaian nilai akhir siswa . Rendahnya pencapaian nilai akhir siswa ini, menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan belum efektif. Nilai akhir dari evaluasi belajar belum mencakup penampilan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, hingga sulit untuk mengukur keterampilan siswa . Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya .Atas dasar itulah mencoba dikembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan metode make a match. Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (2000:2) model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30) Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan metode pembelajaran make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. 2. PRINSIP ATAU CIRI-CIRI Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam



suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan bela negara akan berpasangan dengan kartu yang bertuliskan soal “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara” . 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama. 7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. 8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Pada penerapan metode make a match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode make a match dapat memupuk kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukan oleh Lie (2002:30) bahwa, “Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerja sama kelompok.” 3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN Pembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut: 1. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan 2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa 3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50% . 4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move) 5. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis. 6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa. Tak ada gading yang tak retak , begitu pula pada metode ini. Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu: 1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan 2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran. 3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai. 4. Pada kelas yang gemuk (