Refka 6 Anemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS



Dibaca tanggal 14 September 2015



“Dispepsia + Anemia Mikrositik Hipokrom”



Nama



: Dina Adlina Mallappa



No. Stambuk : N111 14 046 Pembimbing : dr.Christina M. Kolondam, Sp.A



DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO



1



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2015



BAB I PENDAHULUAN Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit paling rendah yang dianggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tegantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal, serta keadaan fisiologis tertentu, misalnya kehamilan.1 Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut. Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia yaitu me lalui pendekatan kinetik yaitu pendekatan yang didasarkan pada mekanis-me yang



2



berperan dalam turunnya Hb. Serta melihat dari pendekatan morfologi yang berarti mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit.2 Prevalensi di Indonesia untuk anak usia 6 bulan-5 tahun sekitar 24% (dari kalangan ekonomi mampu) dan sekitar 38%-73% berasal dari kalangan ekonomi kurang mampu. Tingginya anemia khususnya defisiensi besi pada bayi setelah usia 6 bulan khususnya di negara yang sedang berkembang. Gejala anemia berdasarkan kriteria WHO ditemukan pada 14 anak (20,3%) dan tidak anemia 55 anak (79,7%).Pada penelitian ini ditemukan gambaran mikrositik hipokrom pada 33 anak (47,82%), sedangkan 26 anak dengan mikrositik hipokrom 22 anak (31,8%) diperkirakan kemungkinan Db, diantara pasien tersebut 4 anak (5,7%) dengan kadar Hb normal atau rendah, kadar MCHC rendah dan RDW >14% dan 18 anak (26,1%) dengan kriteria yang sama tetapi MCHC normal. Satu anak menunjukkan kadar MCV normokrom sedangkan nilai MCH, MCHC rendah dan RDW >14%. Sebelas anak dengan gambaran darah tepi mikrositik hipokrom tetapi MCHC dan RDW dalam batas normal.3 Tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat pemeriksaan yaitu, rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunangkunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat (dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan di bawah kuku).3 Apabila Penyakit Anemia tidak di tangani dan di obati dengan baik dan secepat mungkin, maka dapat menimbulkan permasalahan atau komplikasi penyakit lain. Seseorang yang mengalami kondisi kekurangan zat besi akan berpengaruh menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga rentan terkena penyakit lain. Komplikasi anemia pada anak dapat berupa penurunan kecerdasan, terganggunya



perkembangan



koordinasi



mental



maupun



motorik



serta



mempengaruhi emosi bayi sehingga lebih penakut, ragu- ragu. Dan bila tidak diindahkan kelainan ini bisa bersifat irreversible.3



3



Mencegah anemia pada anak, sebaiknya pemberian asi diberikan minimal sampai usia bayi 6 bulan, diperkaya zat besi sereal dan susu formula yang dapat memastikan cukup zat besi selama transisi dari ASI atau susu formula ke makanan padat. Pastikan bahwa anak Anda secara teratur mendapat makanan yang mengandung zat besi seperti biji-bijian yang diperkaya zat besi dan sereal, daging merah, kuning telur, sayuran dan buah-buahan.3 Dispepsia adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut.5 Stres dan faktor psikososial diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna. Bakteri juga dapat menimbulkan dispepsia seperti Helicobacter pylori. Helicobacter pylori ini dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Selain



itu



sejumlah



obat-obatan



dapat



menyebabkan



beberapa



iritasi



gastrointestinal sehingga mengakibatkan mual, mual dan nyeri di ulu hati. Misalnya NSAIDs, aspirin, potassium supplemen dan obat lainnya. Klasifikasi klinis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominant membagi dispepsia menjadi tiga tipe. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid, nyeri saat lapar dan nyeri episodic. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala: mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan, mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas). Pada kasus ini akan dibahas tentang masalah dispepsia dan anemia mikrositik hipokrom pada anak usia 3 tahun yang dirawat di RSU Anutapura.



4



BAB II LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PENDERITA  Nama : Anak . Z  Jenis Kelamin : laki - laki  Usia : 3 Tahun  Agama : Islam  Tanggal masuk : 19 Agustus 2015 Identitas orang tua/wali       



Nama ibu Nama ayah Pekerjaan ibu Pekerjaan ayah Pendidikan ibu Pendidikan ayah Alamat



: Ny. N (41 tahun) : Tn. A (45 tahun) : IRT : Petani : SMP : SMP : Desa Binangga



2. ANAMNESIS  Keluhan Utama : Muntah dan pucat  Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan muntah. Muntah dialami sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah sebanyak 3 kali berisi makanan yang dimakan, darah (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati (+), sakit kepala, pusing, badan lemas, serta nafsu makan tidak ada. Demam (-),batuk (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), buang air besar lancar seperti biasa, tidak bercampur darah, serta buang air kecil lancar.



5



Ibu pasien mengeluhkan bahwa pasien malas makan dirumah. Dalam sehari, pasien biasanya hanya makan sekali, dan kadang tidak dihabiskan. Makanan yang dimakan sehari – hari yang paling disukai hanyalah mie instan, pasien juga tidak menyukai makanan yang dicampur dengan sayur –sayuran maupun daging.  Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien belum pernah menderita keluhan 



seperti ini sebelumnya dan tidak memiliki riwayat perdarahan sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien dan tidak ada riwayat perdarahan didalam keluarga pasien. Family tree



Keterangan :



= Ayah



= Pasien



= Ibu 



Riwayat Sosial-Ekonomi : Rumah tidak dilengkapi dengan plafon, berlantaikan tikar dan lantai kasar, dinding rumah sebagian papan. Ayah pasien berkerja sebagai seorang petani. Makanan yang biasa dikonsumsi didalam keluarga adalah nasi dengan lauk – pauk, namun tidak setiap hari. Kadang hanya mengkonsumsi mie instan, pisang rebus dan singkong rebus.







Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan : Pasien sehari – harinya adalah seorang anak yang aktif dan suka bermain dengan anak-anak disekitar rumahnya. Sumber air dilingkungan rumah pasien cukup memadai dan bersih. Di lingkungan rumah pasien juga terdapat listrik yang cukup memadai untuk







aktivitas warga setempat. Riwayat Persalinan :



6



Ibu pasien rutin antenatal care dengan bidan. Pasien lahir secara spontan, dibantu oleh bidan, BBL 2800 gram, PBL 48 cm, dan lahir cukup bulan. Tidak ada masalah setelah lahir.  Anamnesis makanan: Pasien mengkomsumsi ASI dari lahir - 1 tahun 2 bulan, bubur susu mulai usia 4 bulan- 8 bulan, nasi tim diberikan 9-12 bulan, bubur biasa umur 1-2 tahun, makan nasi mulai umur 2 tahun- sekarang. Dari saat lahir sampai dengan sekarang pasien tidak pernah mengkonsumsi susu formula. Dalam sehari, pasien biasanya hanya makan sekali, dan kadang tidak dihabiskan. Makanan yang dimakan sehari – hari yang paling disukai hanyalah mie instan, pasien juga tidak menyukai makanan yang dicampur dengan sayur –sayuran maupun daging.  Kemampuan dan Kepandaian Anak: Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 4 bulan, tertawa umur 3 bulan, berceloteh umur 5 bulan, duduk saat berusia 7 bulan, merangkak saat berusia 8 bulan, berdiri saat berusia 10 bulan, berjalan saat berusia 11 bulan, dan mulai mengucapkan kata dengan jelas saat berusia 12 bulan. 



Anaktidakmengalamiketerlambatanperkembangansaatini. Riwayat Imunisasi : - Vaksin Hepatitis B Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan - Vaksin Polio Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan - Vaksin BCG Usia 3 bulan - Vaksin DPT Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan - Vaksin campak Usia 9 bulan



3. PEMERIKSAAN FISIK  Keadaan umum : Sakit Sedang  Kesadaran : Komposmentis  Berat Badan : 10 Kg  Tinggi Badan : 62 cm  Status Gizi : Gizi kurang (Z-score -3 SD)  Tanda Vital  Denyut nadi : 98 Kali/menit  Suhu : 36,8o C  Respirasi : 26 kali/menit  TD : 80/60 mmHg



7











Kulit Efloresensi Pigmentasi Jaringan parut Lapisan lemak Turgor Tonus Oedema



: : : : : : :



Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada < 2 detik Normal Tidak ada



Kepala Bentuk Rambut Mata Sclera Cornea reflex Pupil Lensa Fundus Visus Gerakan Telinga Hidung Mulut Lidah Gigi Selaput mulut Gusi Bau pernapasan Tenggorokan Pharynx Leher Kelenjar



: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :



Normocephale Tidak mudah tercabut, berwarna hitam Conjungtiva : Anemis (+) Ikterik (-) Normal Normal Normal Normal Normal Normal Otorrhea (-) Rhinorrhea (-) Bibir : Sianosis (-) Monoliasis (-) Normal Normal Perdarahan (-) Normal Tonsil : T1.T1 Hiperemis (-) Trachea : Normal Pembesaran kelenjar getah bening (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)



Kaku kuduk 



: Normal



Thorax Bentuk : Normal Rachitic rosary : Tidak ada Ruang intercostal : Normal Precordial bulging : Tidak ada Xiphosternum : Tidak ada Harrlson’s groove : Tidak ada Retraksi : Tidak ada Paru-paru - Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-)



8



-



Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-) Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-)



Jantung - Inspeksi - Palpasi - Perkusi



: Ictus Cordis tidak tampak : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra : Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal dextra Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra - Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)  Abdomen - Inspeksi : Bentuk datar, massa (-), distensi (-), cicatrix (-) - Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal - Perkusi : timpani di seluruhkuadran abdomen - Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio umbilikus - Genital : Tidak ditemukan kelainan. - Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat (+), -



edema (-) Kuku Punggung Otot-otot Refleks



: Terlihat cekung dan rapuh : Tidak ada deformitas : Atrofi (-), Tonus otot baik : Fisiologis (+), Patologis (-)



4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin Red Blood Cell 5,4. 106/uL (3,90-5,40 106/uL) Hematocrit 30,4 % (30,0-40,0%) Platelet 767. 103/uL (150-450 103/uL) White Blood Cell 9,2.103/uL (5,0-19,0 103/L) Hemoglobin 8,5 g/dl (9,5-14,1 g/dl) MCV 55,9 fL (80 – 99 fL) MCH 15,6 pg (27 – 31 pg) MCHC 28 g/dl (33 – 37 g/dl) RDW-CV 17,7% (11,5 – 14,5%) 5. RESUME  Pasienlaki – laki mengeluhkan pucat dan muntah sebanyak 3 kali, sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit Anutapura.



9







Sakit kepala (+), pusing (+), lemas (+), tidak ada nafsu makan, mimisan (-), perdarahan gusi (-), juga tidak terdapat riwayat perdarahan yang







pernah dialami pasien. Muntah (+), sakitperut (+) sakit perut dirasakan diregio umbilikus, nafsu



    



makan menurun. BAB biasa, warna coklat, tidak bercampur darah. BAK lancar Kuku terlihat cekung dan rapuh Tidak ada riwayat perdarahan didalam keluarga pasien Dari pemeriksaanfisik, denyut nadi: 98 kali/menit, lemah, Suhu: 36,8oC, Respirasi: 26 kali/menit, tekanan darah 80/60 mmHg. Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan (+) pada regio umbilikus, hepar tidak teraba, dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas teraba akral







hangat. Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 19 agustus 2015) a. Darah rutin : Hemoglobin 8,5 g/dl (9,5-14,1 g/dl) PLT 767. 103/uL (150-450 103/uL) MCV 55,9 fL (80 – 99 fL) MCH 15,6 pg (27 – 31 pg MCHC 28 g/dl (33 – 37 g/dl) RDW-CV 17,7% (11,5 – 14,5%)



6. DIAGNOSIS Dispepsia + Anemia Mikrositik Hipokrom et causa ??



7. DIFERENSIAL DIAGNOSIS - Anemia Defesiensi Besi - Anemia Sideroblastik - Anemia Penyakit Kronik - Thalassemia 8. TERAPI Medikamentosa:



10



-



IVFD Ringer asetat + sohobion 1 amp/ hari12 tetes/ menit Domperidon syrup 3 x 1/2cthjikamuntah Immunossyrup 1x1 cth



Non medikamentosa -



Tirah baring Asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya (diet serat dan tinggi zat besi)



9. ANJURAN - ADT - Pemeriksaan Feses - Fe Serum - TIBC FOLLOW UP AMC Lt. IV, 20Agustus 2015 Subjek (S): Panas (-), sakit kepala (+), muntah (-), lemas, nafsu makan tidak ada Objek (O)



:



a. KeadaanUmum b. Kesadaran c. Tanda Vital o Denyut Nadi o Respirasi o Suhu o TD



:Sakitsedang : Compos mentis : 98 kali/menit : 26 kali/menit : 36,80C : 80/60 mmHg



d. PemeriksaanFisik - Mata anemis (+/+), - perdarahan (-), hepardan lien tidak teraba - akral hangat Assesment (A)



: Anemia Mikrositik hipokrom et causa??



+



Dispepsia Plan (P) : - IVFD Ringer asetat + sohobion 1 amp/ hari12 tetes/ menit - Domperidon 3 x 1/2cth jika muntah - immunos1x1 cth AMC Lt. IV, 21Agustus 2015 11



Subjek (S)



: Panas (-), sakit kepala (+), muntah (-), lemas, nafsu makan tidak ada



Objek (O)



:



a. KeadaanUmum : Sakitsedang b. Kesadaran : Compos mentis c. Tanda Vital o Denyut Nadi : 96 kali/menit o Respirasi : 28 kali/menit o Suhu : 36,40C o TD : 90/60 mmHg d. PemeriksaanFisik - mataanemis (+/+) - perdarahan (-) - abdomen:  nyeritekan (-), hepardan lien tidak teraba - akralhangat e. PemeriksaanPenunjang Laboratorium (AMC Lt.IV, tanggal 21/08/2015) Morfologi Sel darah Eritrosit : mikrositik hipkrom, anisopoikiloitosis, ovalosit (+), sel target,sel burr (+), polikromasi (+), benda inklusi (-), normoblast (-) Leukosit : Jumlah cukup, limfosit > PMN, morfologi normal, sel muda () Trombosit : Jumlah meningkat, giant trombosit (+) Kesan : Anemia mikrositik hipkrom suspek kausa defesiensi Fe dengan tanda – tanda penurnan fungsi hati, trombositosis reaktif Assesment (A) : Anemia mikrositik Hipokrom et causa suspek Plan (P) -



defesiensi Fe + Post Dispepsia : IVFD Ringer asetat + sohobion 1 amp/ hari12 tetes/ menit Domperidon 3 x 1/2cth jika muntah Ferlin 2x 1 cth immunos1x1 cth



AMC Lt. IV, 22 agustus 2015 Subjek (S)



: Panas (-), sakit kepala (-), muntah (-), lemas, nafsu makan



masih berkurang Objek (O)



:



a. KeadaanUmum b. Kesadaran



: Sakitsedang : Compos mentis



12



c. Tanda Vital a. Denyut Nadi : 84 kali/menit b. Respirasi : 26 kali/menit c. Suhu : 36,50C d. TD : 90/60 mmHg d. PemeriksaanFisik - Mata anemis (+/+) - Bunyi pernapasan bronkovesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/- abdomen: bentuk cembung, nyer tekan (-), hepar dan lien tidak teraba - akral hangat



e. Pemeriksaan Feses No Pemeriksaan Feses 1 Makroskopis - Konsistensi - Warna - Bau - Lendir - Darah 2 Mikroskopis - Leukosit - Eritrosit - Amuba - Telur Cacing Assesment (A)



Hasil



Nilai Rujukan



Padat Coklat Khas Negatif Negatif



Negatif Negatif



0–1 0–1 Tidak ditemukan Tidak ditemukan



0-5 0-5 Negatif Negatif



: Anemia Mikrositik Hipokrom suspek defesiensi Fe + Post Dispepsia



Plan (P) : - IVFD Ringer asetat + sohobion 1 amp/ hari12 tetes/ menit - Domperidon 3 x 1/2cth jika muntah - Ferlin 2x 1 cth AMC Lt. IV, 23 agustus 2015 Subjek (S)



: Panas (-), sakit kepala (-), muntah (-), lemas, nafsu makan mulai membaik



Objek (O)



:



a. Keadaan Umum b. Kesadaran



: Sakit sedang : Compos mentis



13



c. Tanda Vital a. Denyut Nadi b. Respirasi c. Suhu d. TD



: 86 kali/menit : 30 kali/menit : 36,70C : 100/70 mmHg



d. PemeriksaanFisik - Mata anemis(+/+) - perdarahan (-) - bunyi pernapasan bronkovesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/- abdomen datar, nyeritekan (-), hepar dan lien tidak teraba Assesment (A)



: Anemia mikrositik hipokrom suspek defesiensi



Fe + Post Dispepsia Plan (P) : - IVFD Ringer asetat + sohobion 1 amp/ hari12 tetes/ menit - Domperidon 3 x 1/2cth jika muntah - Ferlin 2x 1 cth AMC Lt. IV, 24 agustus 2015 Subjek (S)



: Panas (-), sakit kepala (-), muntah (-), nafsu makan mulai membaik



Objek (O)



:



e. Keadaan Umum : Sakit sedang f. Kesadaran : Compos mentis g. Tanda Vital a. Denyut Nadi : 88 kali/menit b. Respirasi : 28 kali/menit c. Suhu : 36,70C d. TD : 100/60 mmHg h. PemeriksaanFisik - Mataanemis (+/+) - perdarahan (-) - bunyipernapasanbronkovesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/- abdomen datar, nyeritekan (-), hepardan lien tidak teraba Assesment (A)



: Anemia mikrositik hipokrom suspek defesiensi Fe



Plan (P) - Aff infus - Ferlin 2x 1 cth - Boleh pulang



:



+ Post Dispepsia



14



BAB III DISKUSI



Penegakkan diagnosis anemia mikrositik hipokrom pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini dari anamnesis didapatkan pasien tampak pucat dan mengalami muntah sebanyak 3 kali. Disertai sakit kepala, lemas, serta tidak adanya nafsu makan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva anemis, tampak pucat pada telapak tangan, wajah, dan kuku pasien juga terlihat cekung dan rapuh. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin didapatkan kadar hemoglobin adalah 8,5 g/dl, terbukti bahwa pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin. Dalam hasil indeks eritrosit terlihat nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) adalah 55,9 fL yang berarti mengalami penurunan dari kadar normal (80 – 99 fL). Terihat juga nilai MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) yang juga mengalami penurunan dengan nilai 15,6 pg dari kadar normal (27 – 31 fg). Dari hasil temuan ini mempunyai makna bahwa pasien didiagnosis dengan anemia mikrositik hipokromik. Hal ini sesuai teori yang menjelaskan bahwa dikatakan anemia apabila dari hasil hemoglobin dalam darah mengalami penurunan yaitu untuk anak usia 6 bulan – 6 tahun adalah < 11 gram/dl. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pasien tampak lemas, konjungtiva anemis, tampak pucat pada wajah dan kuku terlihat cekung dan rapuh. Untuk klasifikasi anemia pada pasien ini juga sudah sesuai teori yang menjelaskan bahwa dikatakan mikrositik hipokrom dapat dilihat dari hasil indeks eritrosit yaitu nilai MCV dan MCH. Apabila mengalami penurunan pada MCV yang mencerminkan ukuran eritrosit, dapat disebut mikrositik. Selanjutnya apabila mengalami penurunan pada MCH yang mencerminkan jumlah hemoglobin per eritrosit, dapat disebut hipokrom. 1



Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia:



15



1. Pendekatan kinetik : Pendekatan ini didasarkan pada mekanis-me yang berperan dalam turunnya Hb. 2. Pendekatan morfologi : Pendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV) dan res-pons retikulosit. Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen: 



Berkurangnya produksi sel darah merah. Anemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah : a. Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi (anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe). b. Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik, pure red cell aplasia, mielodisplasia, infl itrasi tumor). c. Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi, radiasi). d. Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah



(eritro-poietin



pada



gagal



ginjal,



hormon



tiroid



[hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]). e. Anemia penyakit kronis/anemia inflamasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar







eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit. f. Meningkatnya destruksi sel darah merah g. Kehilangan darah.2 Peningkatan destruksi sel darah merah. Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110120 hari.2 Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.



16



Penyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai vo-lume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik.1 Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.3 Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifikasikan menjadi : • Anemia makrositik (gambar 1)



• Anemia mikrositik (gambar 2)



17



• Anemia normositik (gambar 3)



Pasien ini memiliki gejala



umum pada anemia yaitu anemia



simtomatik,diamana kadar hemoglobin telah turun dibawah 11 g/dl yaitu 8 gr/dl. Juga terdapat Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, dan dyspepsia. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak pucat (dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan di bawah kuku). Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa gejala umum anemia timbul karena mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Anemia simtomatik apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7



18



gr/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia.2 Namun, untuk gejala yang khas untuk membedakan anemia berdasarkan penyebabnya tidak terlihat jelas. Sehingga hanya bisa disimpulkan anemia pada pasien masuk dalam klasifikasi anemia mikrositik hipokrom. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah rutin yang menunjukkan hasil MCV 55,9 fL (kadar normal 80 fL) yang berarti mikrositik dilihat dari jenis anemia berdasarkan besarnya sel. MCH 15,6 pg (kadar normal 27 – 31 pg) , serta MCHC 28 g/dl (kadar normal 33 – 37 g/dl) yang berarti hipokrom dilihat dari jenis anemia berdasarkan konsentrasi Hb. Disimpulkan bahwa klasifikasi anemia pada pasien adalah anemia mikrositik hipokrom. Kemudian pada pasien ini dilakukan pemeriksaan morfologi sel darah, yang menunjukkan hasil eritrosit terlihat mikrositik hipokrom suspek defesiensi Fe. Bisa disimpulkan bahwa menurut pemeriksaan penunjang, klasifikasi anemia pada pasien ini adalah anemia mikrositi hipokrom.



Hal ini sudah sesuai teori, dapat dilihat dari tabel dibawah ini :3



19



Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah : a. Anemia sideroblastik. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam 20



mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa.3 b. Anemia karena penyakit kronis Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun. Alasan untuk mengatakan bahwa anemia karena penyakit kronis adalah anemia yang ditemukan pada bebagai kelainaan klinis yg kronis seperti artritis reumatoid, limfoma hodgkin, serta kanker.4 c. Thalassemia Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang



membentuk



hemoglobin,



sehingga



hemoglobin



tidak



terbentuk sempurna. Keadaan yang berat pada beta-thalasemia mayor akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, penderita tampak pucat karena kekurangan hemoglobin. Perut terlihat buncit karena hepatomegali dan splenomegali sebagai akibat terjadinya penumpukan Fe, kulit kehitaman akibat dari meningkatnya produksi Fe, juga terjadi ikterus karena produksi bilirubin meningkat. gambaran morfologi eritrosit ditemukan mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. d. Anemia Defesiensi Besi Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Pada bayi dan anak 21



anemia defisiensi besi disebabkan oleh faktor nutrisi, dimana intake makanan yang mengandung besi heme kurang, seperti daging sapi, ayam, ikan, telur sebagai protein hewani yang mudah diserap. Serta kurangnya intake besi non heme seperti sereal, gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah, beras putih, kismis, tahu, sayuran, kacang-kacangan, serta buah-buahan. Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh ; 1. kurang gizi, 2. gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung), 3. kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan dalam masa pertumbuhan anak). Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe . Anemia



defisiensi



besi



merupakan



hasil



akhir



keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu : 



Tahap pertama Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.



22







Tahap kedua Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)







meningkat. Tahap ketiga Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang lebih lanjut.4 Gejala klinis ADB sering terjadi perlaban dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).5



Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang pada pasien ini lebih mengarah pada anemia mikrositik hipokrom yang disebabkan oleh anemia defesiensi besi. Sesuai dengan gejalanya, pasien ini memiliki keluhan pucat, lemas, tidak ada nafsu makan, serta intake yang tak terjamin dari pasien khususnya makanan yang mengandung besi heme berkurang, sehingga terjadi



23



gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb. Pada pemeriksaan morfologi



sel



darah



juga



ditemukan



eritrosit



mikrositik



hipokrom,



anisopoikiloitosis, ovalosit (+), sel target,sel burr (+), polikromasi (+). Hal ini sesuai dengan teori yaitu pada apusan darah tepi yang khas pada anemia mikrositik hipokrom yang dicuragai karena defesiensi besi. Pada pasien ini diberikan terapi besi oral yaitu ferlin syrup 100 mL dengan dosis 2,5 ml/kgBB/kali. Ha ini sudah sesuai teori,terapi ini diberikan untuk memberikan suplemen vitamin serta Fe terkait dengan anemia yang dicurigai terjadi karena defesiensi Fe. Pasien juga diberikan terapi non medika mentosa dengan diet makanan bergizi tinggi protein, serat serta buah – buahan. Hal ini juga sesuai dengan teori, bahwa pasien yang dicurigai anemianya terjadi karena defesiensi Fe, maka harus mendapatkan intake yang terjamin melalui diet makanan bergizi tinggi protein, serat, serta diberikan vitamin untuk meningkatkan absorbsi besi. Namun, pada pasien ini tidak dilakukan transfusi darah, dengan alasan karena anemia pada pasien dicurigai karena defesiensi besi. Yang biasanya tidak memerlukan transfusi untuk menghindari penumpukkan besi. Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa pada anemia yang terjadi karena defesiensi besi dan sideroblastik jarang dilakukan transfusi. Untuk menghindari adanya penumpukkan besi pada eritrosit.4 Anemia berkelanjutan pada anak-anak akan sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka di masa mendatang. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan mereka yang terhambat. Tanpa nutrisi dan oksigen yang cukup, perkembangan mental, intelektual dan kemampuan kognitif anak terhambat. Energi dan kemampuan anak untuk beraktivitas fisik juga berkurang jika sedang mengalami anemia. Pada akhirnya, semua ini bisa berdampak buruk pada fungsi emosi dan sosial mereka. Perilaku dan performa akademik anak pun lebih terbelakang dibanding anak-anak seusia yang tidak mengalami anemia. Selain itu, anemia juga menyebabkan turunnya pertahanan



24



kekebalan tubuh. Anak yang menderita anemia pun menjadi rentan terserang berbagai macam infeksi.3 Pencegahan yang dapat dilakukan adalah : 5 a. Memberikan ASI Ekslusif, Untuk



mencegah anemia pada anak,



sebaiknya pemberian asi diberikan minimal sampai usia bayi 6 bulan. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Meskipun kandungan zat besi dalam asi rendah akan tetapi tingkat penyerapan relatif tinggi. Untuk bayi yang baru lahir, ASI yang cukup dapat membantu mereka menghindari anemia. b. Pilihan Waktu Tepat dalam Pemberian MPASI Selain itu, makanan pendamping asi harus tepat waktu, yaituusia 6 bulan. Banyak dari makanan tambahan mengandung zat besi yang melimpah, seperti kuning telur dan daging tanpa lemak. Makanan yang mengandung banyak vitamin C juga harus diberikan untuk anak-anak, yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi. c. Bahan Makanan yang Mengandung Penyerapan Zat Besi Meskipun zat besi sudah dapat diperoleh dengan baik akan tetapi hal yang harus dipertimbangkan selanjutnya adalah bahan makanan yang dapat membantu anda dalam penyerapan zat besi, contohnya adalah brokoli, jus tomat, jeruk, stroberi atau makanan yang mengandung zat besi yang mudah diserap yaitu golongan daging seperti unggas dan ikan. Prognosis pada penderita anemia jikaditangani dengan cepat maka prognosisnya baik. Prognosisnya juga baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestas klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Anemia berat yang tidak diobati dapat menyebabkan syok hingga koma dan dapat menyebabkan kematian.4



25



DAFTAR PUSTAKA



1. Supandiman I., Sumantri, R., Fadjari, TN., Firanza, PI., Oehadian, A., 2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK. Bandung : Q-Communication 2. McCance, KL., Huether, SE., 2006. PATHOPHYSIOLOGY The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 5th edition. USA : Elsevier Mosby 3. Schick, P., 2007. Megaloblastic Anemia. Thomas Jefferson University Medical College. Available at www.emedicine.com 4. Connor, S., Kaplan, S., Final Diagnosis – Anemia. Available at path.upmc.edu 5. Zuckerman K. Approach to the anemias. In: Goldman L, Ausiello D, eds.Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007:chap 162.



26