Refleksi Kasus Retinopati Diabetik Rianti - 20130310092 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS



RETINOPATI DIABETIK



Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang



Diajukan kepada : dr. Esti Mahanani, Sp.M



Disusun oleh : Rianti 20130310092



BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018



REFLEKSI KASUS



A. PENGALAMAN Seorang wanita, 41 tahun datang ke poli mata pada dengan keluhan mata kiri kabur sejak ± 1 tahun yang lalu. Penglihatan menjadi kabur perlahan-lahan untuk melihat jarak jauh maupun untuk membaca. Keluhan mata merah, nyeri mata, berair, dan bayangan yang mengganggu penglihatan pada mata disangkal. Pasien menyangkal ada riwayat trauma mata atau kepala sebelumnya. Pasien mengaku sudah menderita penyakit DM sejak 3 tahun yang lalu. Pasien rutin suntik insulin untuk diabetes dan pengukuran gula darah sewaktu yang terakhir adalah 140 gr/dL. Pada pemeriksaan mata didapatkan hasil bahwa visus mata kanan 6/24 dan mata kiri pasien hanya mampu melihat finger counting dalam jarak 3 meter.



B. MASALAH YANG DIKAJI 1. Bagaimana patofisiologi dari kasus Retinopati DM ? 2. Bagaimana penegakkan diagnosis dan terapi pada kasus Retinopati DM ?



C. ANALISIS I. ANATOMI MATA



Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut : a.



Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badankaca



b.



Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah sarafoptik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina c. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua



d.



Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps selbipolar, sel amakrin dengan sel ganglion



e.



Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral



f.



Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps selfotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal



g.



Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut



h.



Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi



i.



Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut



j.



Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelialberpigmen.



Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suau cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di retina. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisanparenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian retina yang paling tipis. Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2 sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri karotis interna. Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar. Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer. Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke sistem kavernosus. Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darahretina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.



II. FISIOLOGI RETINA



Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, yangmerupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin merupakan suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.



III.



DEFINISI RETINOPATI DIABETIK Retinopati diabetikum adalah salah satu penyebab utama kebutaan di



negara-negara barat, terutama di antara individu berusia produktif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh kecil di retina. Hiperglikemia kronik, hipertensi, merokok, dan hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko timbul dan berkembangnya retinopati. Orang muda dengan diabetes type 1 baru mengalami retinopati paling sedikit pada 3-5 tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Pada diabetes type 2, dapat sudah menjadi retinopati pada saat diagnosis ditegakkan, dan mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetik pada saat itu. Deteksi dan terapi retinopati diabetik sejak dini pentingdilakukan. Kelainan-kelainan yang mudah terdeteksitimbul sebelum penglihatan terganggu. Skrining retinopatidiabetik harus dilakukan dalam 3 tahun sejak diagnosisdiabetes tipe I, pada saat diagnosis diabetes tipe II, dan selanjutnya setahun sekali pada keduanya.



Fotografifundus



digital



terbukti



merupakan



metode



skrining



yangefektif dan sensitif. Fotografi tujuh-bidang merupakanpemeriksaan skrining baku-emas, tetapi pemeriksaan duabidang45 derajat, satu difokuskan pada makula dan satunyalagi pada diskus, telah menjadi metode pilihan padasebagian besar program skrining. Midriasis diperlukanuntuk mendapatkan foto yang berkualitas baik, terutamabila terdapat katarak.Retinopati diabetik dapat berkembang dengan cepatselama masa kehamilan. Setiap wanita diabetes yanghamil harus diperiksa oleh seorang oftamolog atau dilakukanpemeriksaan fotografi fundus digital pada trimester pertama dan sedikitnya setiap 3 bulan sampai waktupersalinan.



IV.



ETIOPATOGENESIS Retinopati



diabetik



merupakan



mikroangiopati



okuler



akibat



gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C. 



Jalur Poliol Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa



poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel. 



Glikasi Nonenzimatik Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel.







Protein Kinase C Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.



V.



PATOFISIOLOGI Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.



Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik Mekanisme Cara Kerja Terapi Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase Aldose reduktase menyebabkan kerusakan sel. inhibitor Meningkatkan perlekatan leukosit pada endotel kapiler, hipoksia, kebocoran, edema makula. Mengaktifkan VEGF, diaktifkan Protein Kinase C oleh DAG pada hiperglikemia. Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, meningkatkan VEGF. Synthase Menyebabkan hambatan terhadap Menghambat jalur metabolisme sel. ekspresi gen Apoptosis sel Penurunan aliran darah ke retina, perisit dan sel meningkatkan hipoksia. endotel kapiler retina Meningkat pada hipoksia retina, VEGF menimbulkan kebocoran , edema makula, neovaskular. Menghambat neovaskularisasi, PEDF menurun pada hiperglikemia. Inflamasi



Aspirin



Inhibitor terhadap PKC -Isoform Amioguanidin Belum ada Belum ada



Fotokoagulasi panretinal



Induksi produksi PEDF oleh gen PEDF Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,GHGH dan IGF-I receptor blocker, ocreotide PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.



VI.



KLASIFIKASI Retinopati dapaat digolongkan menjadi retinopati nonprolifetarive, makulopati, dan retinopati proloferative. a.



Retinopati nonproliferatif Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh kecil. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kapiler membentuk kantung kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang dibebut mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Retinopati nonproliferatif ringan ditandai oleh sedikitnya satu mikroaneurisma.



Pada



retinopati



nonproliferatif



sedang,



terdapat



mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-manik pada vena (aenous bending), danf atau bercak-bercak cotton raool. Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh bercakbercak cotton wool, gambaran manik-manik pada vena, dan kelainan mikrovaskular intraretina flRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan ditemukannya perdarahan intraretina di empat kuadran, gambaran manik-manik vena di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran. b.



Makulopati



Makulopati diabetik bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina setempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina pada tingkat endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien diabetes tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah kelainannya bermakna .secara klinis yang ditandai oleh penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea, eksudat keras pada jarak 500 mikron dari fovea yang berkaitan dengan penebalan retina, atau penebalan retina yang ukurannya melebihi satu diameter diskus dan terletak pada jarak satu.diameter diskus dari fovea. Makulopati juga bisa terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh edema makula, perdarahan dalam, dan sedikit eksudasi. Angiografi fluoresein



menunjukkan



hilangnya



kapiler-kapiler



retina



disertai



pembesaran zona avaskular Fovea c.



Retinopati proliferatif Komplikasi mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetik proliferatif. Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh- pembuluh halus baru yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum (dan fluoresens) dalam jumlah besar. Retinopati diabetik proliferatif awal ditandai oleh kehadiran pembuluh-pembuluh baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE). Ciri yang berisiko tinggi ditandai oleh pembuluh darah baru pada diskus optikus yang meluas lebih dari sepertiga diameter diskus, sembarang pembuluh darah baru pada diskus optikus yang disertai perdarahan vitreus, atau pembuluh darah baru di bagian retina manapun yang besarnya lebih dari setengah diameter diskus dan disertai perdarahan vitreus. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan posterior vitreus dan akan menimbul saat vitreus mulai berkontraksi menjauhi retina. Apabila pembuluh tersebut berdarah, perdarahan vitreus yang masif dapat menyebabkan penurunan penglihatan mendadak. Sekali terjadi pelepasan total vitreus posterior, mata berisiko mengalami neovaskularisasi dan perdarahan vitreus. Pada mata retinopati diabetik proliferatif dan adhesi vitreoretinal persisten, jaringan neovaskular yang menimbul dapat mengalami perubahan fibrosa dan membentuk pita-pita



fibrovaskular rapat/ yang menyebabkan traksi vitreoretina. Hal ini dapat menyebabkan ablatio retinae akibat traksi piogresif atau, apabila terjadi robekan retina, ablatio .retinae regmatogenosa. Ablatio retinae dapat ditandai atau ditutupi oleh perdarahan vitreus. Apabila kontraksi vitreus di mata tersebut telah sempurna retinopati proliferatif cenderung masuk ke dalam stadium "involusional" atau burned-out. Penyakit mata diabetik lanjut juga dapat disertai komplikasi neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan glaukoma neovaskular. Retinopati proliferatif berkembang pada 50% pasien diabetes tipe I dalam 15 tahun sejak onset penyakit sistemiknya. Retinopati proliferatif lebih jarang ditemukan pada diabetes tipe II; namury karena jumlah pasien diabetes tipe II lebih banyak, pasien retinopati proliferatif lebih banyak yang mengidap diabetes tipe II dibandingkan tipe I.



VII.



PENEGAKKAN DIAGNOSIS



a. Anamnesis Pada tahap awal retinopati diabetik, pasien umumnya tidak bergejala; pada tahap yang lebih lanjut dari penyakit pasien mengalami gejala yang meliputi floaters, penglihatan kabur, distorsi, dan kehilangan ketajaman visual progresif. Gejala Subjektif yang ditemui dapat berupa: 1.



Kesulitan membaca



2.



Penglihatan kabur



3.



Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata



4.



Melihat lingkaran-lingkaran cahaya



5.



Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip



b. Pemeriksaan fisik Diagnosis retinopati diabetik adalah pemeriksaan mata lengkap dan pemeriksaan retina melebar oleh dokter mata atau spesialis retina atau ahli bedah retina. Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa: 1.



Microaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma adalah tanda klinis awal retinopati diabetik dan terjadi sekunder pada dinding kapiler karena kehilangan pericyte. Mereka muncul sebagai titik merah kecil di lapisan retina dangkal, dan ada fibrin dan akumulasi sel darah merah dalam lumen mikroaneurisme. Ruptur menghasilkan bercak perdarahan. Daerah yang terkena mungkin tampak kekuningan pada waktunya, karena sel-sel endotel berkembang biak dan menghasilkan membran basalis.



2.



Perdarahan dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat microaneurisma di polus posterior. Perdarahan terjadi ketika microaneurysms pecah di lapisan retina yang lebih dalam, seperti lapisan nukleus dalam dan luar. Ini tampak mirip dengan mikroaneurisma jika mereka kecil; Angiografi fluoresens mungkin diperlukan untuk membedakan keduanya.



3.



Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok. Perdarahan splinter yang terjadi pada lapisan serat saraf yang lebih dangkal.



4.



Hard exudate merupakan ilfiltrasi lipid kedalam retina. Gambarannya khusus yaitu iraguler, kekuning-kuningan pada permulaan exudate pungtata



membesar dan bergabung. Exudate ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Edema retina dan eksudat keras disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina, memungkinkan kebocoran protein serum, lipid, dan protein dari pembuluh. 5.



Soft exudate yang sering disebut cotton woll patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan optalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina. Titik kapas-wol adalah infark lapisan serat saraf dari oklusi arteriol precapillary. Dengan penggunaan angiografi fluoresens, tidak ada perfusi kapiler. Ini sering dibatasi oleh mikroaneurisma dan hiperpermeabilitas vaskular.



6.



Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kedaerah preretinal, kebadan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan kaca. Hal ini terjadi berdekatan dengan area nonperfusi dan mencerminkan peningkatan iskemia retina. Kejadiannya adalah prediktor yang paling signifikan dari perkembangan ke retinopati diabetik proliferatif.



7.



Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga dapat mengganggu tajam penglihatan. Edema makula adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes. Dilaporkan 75.000 kasus baru edema makula didiagnosis setiap tahun. Ini mungkin karena kerusakan fungsional dan nekrosis kapiler retina. Edema makula yang signifikan secara klinis didefinisikan sebagai salah satu dari yang berikut: a. Penebalan retina terletak 500 μm atau kurang dari pusat zona foveal avascular (FAZ) b. Eksudat keras dengan penebalan retina 500 µm atau kurang dari pusat FAZ c. Penebalan retina 1 daerah disk atau lebih besar dalam ukuran terletak dalam 1 diameter cakram dari FAZ



c. Pemeriksaan penunjang a. Glukosa puasa dan hemoglobin A1c (HbA1c) adalah tes laboratorium penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes. Tingkat HbA1c juga penting dalam perawatan tindak lanjut jangka panjang pasien dengan diabetes dan retinopati diabetik. b. Angiografi fluoresen adalah tambahan yang tak ternilai dalam diagnosis dan manajemen retinopati diabetik. Mikroaneurisma muncul sebagai lesi hyperfluorescent tepat pada fase awal angiogram dan biasanya bocor pada fase selanjutnya dari tes.



c. Optical coherence tomography (OCT) menggunakan cahaya untuk menghasilkan gambar penampang retina. Ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan adanya pembengkakan di dalam retina serta daya tarik vitreomacular. Tes ini terutama digunakan untuk diagnosis dan manajemen edema makula diabetes atau edema makula yang signifikan secara klinis. Optical coherence tomography sangat bermanfaat dalam menentukan dan memantau edema makula. Umumnya. pengobatan diperlukan pada penebalan retina lebih dari 300 mikron. Angiografi fluoresein berguna untuk menentukan kelainan mikrovaskular pada retinopati diabetik. Defek pengisian yang besar pada jalinan kapiler-" nonperfusi kapiler"-



menunjukkan luas iskernia retina dan biasanya lebih jelas pada daerah midperifer. Kebocoran fluoresein yang disertai dengan edema retina, mungkin membentuk gambaran petaloid edema makula kistoid atau mungkin gambaran difus. Ini dapat membantu menentukan prognosis serta luas dan penempatan terapi laser. Mata dengan edema makula dan iskemia yang bermakna mempunyai prognosis penglihatan yang lebih buruk, dengan atau tanpa terapi laser, dibandingkan mata edema dengan perfusi yang reIatif baik.



d. B-scan ultrasonography dapat digunakan untuk mengevaluasi status retina jika media terhalang oleh perdarahan vitreous.



VIII. PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetikmerupakan upaya yang harus dilakukan secara bersamauntuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati danjuga untuk memperlambat perburukan retinopati. Tujuanutama pengobatan retinopati diabetik ialah untukmencegah terjadinya kebutaan permanen.



Pendekatanmultidisiplin



dengan



melibatkan



ahli



diabetes,



perawatedukator, ahli gizi, spesialis mata, optometris dan dokterumum, akan memberi harapan bagi pasien untukmendapatkan pengobatan yang optimal sehingga kebutaandapat dicegah. Kontrol glukosa darah yang baikmerupakan



dasar dalam mencegah timbulnya retinopatidiabetik atau memburuknya retinopati diabetik yang sudahada. Pencegahan Metode pencegahan retinopatidiabetik saat ini meliputi: a.



Kontrol glukosa darah Untuk mengetahui pengaruh kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian pada 1441 pasien diabetes tipe I yang belum disertai retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Kelompok pasien yang belum disertai retinopati dan mendapat terapi intensif dengan insulin selama 36 bulan mengalami penurunan risiko tejadi retinopati sebesar 76%. Demikian juga pada kelompok yang sudah menderita retinopati, terapi intensif dapat mencegah risiko perburukan retinopati sebesar 54%. Efek perlindungan melalui mengendalikan glukosa darah juga terlihat dari hasil penelitian United Kingdom Prospective Diabetes Study (UI(JDS) terhadap diabetes tipe 2. Pasien diabetes yang diterapi secara intensif, setiap penurunan lo/o HbAlc akan diikuti dengan penurunan risiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian dari DCCT dan UKPDS tersebut memperlihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati secara sempurna, namun dapat mengurangi risiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi risiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.



b.



Kontrol tekanan darah Kontrol Hipertensi Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap retinopati diabetik, UKPDS menganalisis pasien diabetes tipe 2 yang dilakukan konhol tekanan darah secara ketat dibanding dengan konhol tekanan darah sedang melalui pengamatan selama 8 tahun.



c.



Mempertahankan gaya hidup sehat Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olahraga teratur adalah penting, terutama bagi individu dengan diabetes. Olahraga dapat membantu mempertahankan berat badan optimal dan dengan penyerapan glukosa perifer. Ini dapat membantu dengan kontrol diabetes yang lebih



baik, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi komplikasi diabetes dan retinopati diabetik.



Tatalaksana a.



Fotokoagulasi dengan sinar laser: i.



Fotokoagulasi panretinal untuk RDP atau glaukoma neovaskular Fotokoagulasi panretinal (PRP) adalah bentuk yang lebih disukai dari pengobatan retinopati diabetik proliferatif (PDR). Ini melibatkan penerapan luka bakar laser di seluruh retina, menyisakan area makula pusat, dan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sistem pengiriman, termasuk lampu celah, ophthalmoscope tidak langsung, dan EndoProbe. Kehadiran PDR berisiko tinggi merupakan indikasi untuk pengobatan segera. Dalam kasus di mana edema macular dan koeksis PDR, perawatan laser dilakukan: pertama, perawatan laser digunakan untuk edema makula; kemudian untuk PDR, PRP tersebar di 3 hingga 4 sesi. Jika perlu untuk me lesaikan 2 prosedur pada saat yang sama, PRP diterapkan pada awalnya ke sepertiga retina. Pasien dengan PDR yang hanya menerima intravitreal anti-VEGF menunjukkan hasil anatomis dan fungsional yang lebih buruk setelah LTFU dibandingkan dengan mata yang menerima PRP. (Obeid, 2018)



ii.



Fotokoagulasi fokal untuk edema makula Fotokoagulasi ditujukan pada mikroaneurisma di fundus posterior yang mengalami kebocoran untuk mengurangi atau menghilangkan edema makula.



b.



Vitrektomi untuk perdarahan vitreus atau ablasio retina. Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskular Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.



Vitrektomi mungkin diperlukan dalam kasus-kasus perdarahan vitreous lama (di mana visualisasi status kutub posterior terlalu sulit), pelepasan retina traktual, dan pemisahan retina retraksi dan rhegmatogenous gabungan. Indikasi yang lebih jarang termasuk pembentukan membran epiretinal dan menyeret makula. Menurut The Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study, vitrectomy disarankan untuk mata dengan perdarahan vitreous yang gagal untuk sembuh secara spontan dalam 6 bulan. Vitrektomi dini (