Refleksi Kasus THT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS ”Fraktur Maksilofasial” Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT di RSUD dr Soediran Mangun Soemarso Wonogiri



Disusun Oleh: Ayu Indra Mashita (14711120)



Pembimbing : dr. Ernest Yoice Yuana, Sp.THT-KL



SMF ILMU PENYAKIT THT RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2020



Page 1



FORM REFLEKSI KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA



________________________________________________________________________________________ Nama Dokter Muda



: Ayu Indra Mashita



Stase



: Ilmu THT



NIM: 14711120



Identitas Pasien Nama / Inisial



: Nn. N



No RM



: 6826**



Umur



: 15 Tahun



Jenis kelamin



: PR



Diagnosis/ kasus : CKR + fraktur dinding posterior maxilla sinistra Pengambilan kasus pada minggu ke: 4 Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya wajib) a. Ke-Islaman* b. Etika/ moral c. Medikolegal d. Sosial Ekonomi e. Aspek lain Form uraian 1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang diambil ). Keluhan utama : Nyeri Post Operasi Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang pada hari Selasa 13 Maret 2020 ke RSUD dr. Soediran melalui instalasi gawat darurat dengan Nyeri pada pipi kiri. Pasien mengeluhkan nyeri sejak 1 hari yang lalu setelah kecelakaan menggunakan seperda motor. Saat ini pasien merasa bengkak di sekitar wajah. Saat kecelakaan motor pasien mengakatkan sempat pingsan 1x dan keluar darah dari hidung tetapi saat ini keluhan sudah tidak dirasakan. Keluhan pusing masih dirasakan, mual muntah disangkal, BAK BAB tidak ada keluhan. Pasien telah mendapatkan pengobatan dan pembersihan luka di wajah sesaat setelah kecelakaan di dokter



Page 2



Riwayat Penyakit Dahulu : -



Keluhan serupa disangkal



-



Riwayat Hipertensi disangkal



-



Riwayat Diabetes Mellitus Disangkal



-



Riwayat asma disangkal



-



Riwayat alergi disangkal



Riwayat Penyakit Keluarga : -



Keluhan serupa disangkal



-



Riwayat Hipertensi disangkal



-



Riwayat Diabetes Mellitus disangkal



-



Riwayat asma disangkal



-



Riwayat alergi disangkal



Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi Pasien adalah anak kedua dari 3 bersaudara. pasien tinggal bkedua orang tua dirumah. Pasien merupakan pelajar sekolah menengah pertama.. Pasien makan seperti biasanya yaitu 3 kali sehari dengan menu makanan nasi lauk serta sayur dan tempe ataupun tahu. Sehari pasien biasanya meminum sekitar 1 aqua 1,5 liter air putih. Pasien mengaku tidak pernah merokok maupun minum alkohol Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum: Tampak lemas Kesadaran



: Compos mentis (GCS: E4, V5, M6)



Tanda vital



: - Tekanan darah : 125/63 mmHg - Nadi



: 100 x/menit



- Respirasi : 20x/menit - Suhu



: 36,90C



Kepala



: Normochepal,



Mata



: Konjungtiva anemis (-/-), sclera anemis (-/-)



Leher



: Limfadenopati (-)



Thorax



:



Page 3



Pulmo



: Inspeksi: Pergerakan dinding dada kanan kiri simetris



Auskultasi : suara dasar vesikuler (+) Cor



: Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak



Abdomen: Inspeksi : Dinding dada sejajar dengan dinding perut, distensi -, Auskultasi: Bising usus (+) Perkus : Timpani (+) Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan sekitar luka (+) STATUS LOKALIS : Cranium : laserasi di regio dagu (+) brill hematoma pada mata kiri (+), vulnus excoriatum multiple pada pipi kiri (+) edema (+) Ekstremitas atas : v. ekskoriatum (+) Ekstremitas bawah : v.ekskoriatum (+) Telinga : nyeri tekan tragus AD et AS (-), CAE AD et sinistra bersih, darah (-), sekret (-), hiperemis (-), MT intak con of light terlihat Hidung : Hidung simetris kiri dan kanan, cavum nasi dextra et sinitra discharge (-), darah (-), konka inferior hipertrofi (-) edema (-) Mulut : gigi karies (-), Tonsil :T1-T1 hiperemis (-), edema (-), detritus (-) Faring : dinding posterior faring hiperemis (-), sekret (-), darah (-) Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium ( 13 Maret 2020 )



Pemeriksaan Hemoglobin Eritrosit Hematokrit MCV MCH MCHC Leukosit Trombosit



Hasil 11,9 g/dl 4,3 juta/µl 36,2 % 84,2 fl 27,6 fl 32,8 pg 20,5 255 ribu/µl



Nilai Rujukan 14-18 g/dl 4.6-6.2 juta/µl 40-54 % 80-97 fl 26-32 fl 31-36 pg 4.1-10.9 ribu/µl 140-440 ribu/µl



Keterangan



Page 4



Golongan Darah ABO Masa Perdarahan (BT) Masa Pembekuan (CT) RDW-CV MPV Limfosit Gran% MID%



A 1’00”



1’-3’



10’00”



9’-15’



13,7 % 8,9 fL 8,6 % 81,1 % 10,3 %



11.5-14.5 % 0.1-14 fL 22-40 % 50-70 % 3-9 %



L



CT SCAN : Kepala ( 13 Maret 2020 ) kesan : Edema cerebri Perdarahan sinus maxilaris sinistra Fraktur dinding posterior maxilaris sinistra Asessment CKR + fr dinding posterior maxilla sinistra Rencana Terapi Infus futrolit 20 tpm Perbaikan KU Inj. Asam Tranexamat 500mg/8jam IV Inj. Cftriaxon 1 gr/ 12jam IV Inj. Metilprednisolon 62,5mg/ 12jam IV Inj. Norages 500mg/8jam IV Inj. Piracetam 500 mg/ 8 jam IV Plan CWL bila kondisi otak membaik 2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus



Trauma maksilofasial berarti cedera pada wajah atau tulang maksilofasial. Trauma wajah termasuk luka pada kulit, tulang kepala, hidung dan sinus, rongga mata, atau gigi dan bagian lain dari mulut. Trauma wajah sering ditandai oleh pembengkakan atau luka (robek



Page 5



di kulit). Tanda-tanda patah tulang meliputi memar di sekitar mata, pelebaran jarak antara mata, pergerakan rahang atas ketika kepala stabil, sensasi abnormal pada wajah, dan perdarahan dari hidung, mulut, atau telinga (Stewart dkk, 1997). Fraktur tulang wajah memerlukan sejumlah besar kekuatan. Dokter harus memperhitungkan mekanisme cedera serta temuan pemeriksaan fisik ketika menilai pasien. Pada fraktur sinur Frontal baik dinding anterior dan posterior mungkin rusak. Karena dinding posterior berdekatan dengan duramater, kerusakan di wilayah ini dapat mengakibatkan komplikasi sistem saraf pusat (SSP) seperti kebocoran cairan serebrospinal (CSF) atau meningitis (Rupp dkk, 2016). Tulang orbita terdiri dari 7 tulang dari berbagai ketebalan. Tulang frontal membentuk rim supraorbital dan atap orbital. Patah tulang yang paling umum untuk rima orbital melibatkan daerah orbita zygomatic, fraktur ini yang biasanya hasil dari pukulan impaksi tinggi ke orbita lateral, sering menyebabkan fraktur ke dasar orbital juga (Rupp dkk, 2016). Rene Le Fort pertama kali menjelaskan fraktur daerah rahang atas di tahun 1900-an . Klasifikasi patah tulang rahang atas didasarkan pada tingkat yang paling unggul dari situs fraktur. Klasifikasinya merupakan yang paling sering digunakan secara luas untuk fraktur daerah maksila. Fraktur mandibula dapat melibatkan daerah simfisis, tubuh/body, sudut/ angulus, ramus, kondilus, dan subcondyle. Fraktur body mandibula, kondilus, dan angulus terjadi dengan frekuensi yang hampir sama, diikuti oleh fraktur ramus dan prosesus koronoid. Secara umum, kecelakaan kendaraan bermotor mengakibatkan fraktur condylar dan simfisis daerah karena gaya diarahkan terhadap dagu, sedangkan luka dari tinju lebih cenderung berada di sudut mandibula, sebagai hasil dari pukulan tangan kanan . Lebih dari 50% dari patah tulang rahang bersifat multipel; adanya fraktur satu mandibula memerlukan evaluasi fraktur tambahan, mungkin ada sisi kontralateral ke yang terkena (Rupp dkk, 2016). Fraktur maksilofacial juga terjadi lebih sering pada laki-laki dewasa dan remaja muda, usia rata-rata untuk laki-laki dewasa adalah 32 tahun, usia rata-rata untuk anak-anak, 12,5 tahun (Rupp dkk, 2016). Di philipina rasio kejadian antara laki-laki dan wanita 7.1:1 (Beogo dkk, 2014). Di Indonesia, pasien trauma maksilofasial dengan jenis kelamin pria mewakili 81,73% dari jumlah kasus (Muchlis, 2011). Menurut Motamedi penyebab cedera Page 6



maksilofasial ini adalah mobil (30,8%) dan sepeda motor (23,2%), olahraga (6,3%), dan peperangan (9,7%). Menurut studi 12 Baego tahun 2014 di Philipina ada keterkaitan yang signifikan antara fraktur wajah multipel dan kecelakaan lalu-lintas (Beogo dkk, 2014). Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk membahas mengenai fraktur maksilofasial dan mengambilnya untuk dijadikan refleksi kasus untuk dipelajari dan dapat memberi inform consent yang realistis tentang outcome kepada keluarga pasien serta memberi edukasi kepada pasien terkait penyakitnya. 3. Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai * *pilihan minimal satu



Aspek Sosial dan Ekonomi Penulis mencoba merefleksikan kasus yang terjadi pada pasien dari aspek sosial dan ekonomi. Pasien merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Pasien merupakan pelajar sekolah menengah pertama. Pasien mengaku sering mengendarai sepeda motor sebelumnya setiap pergi sekolah maupun pulang sekolah karena orang tua tidak bisa mengantar. Pasien juga mengaku belum memiliki surat izin mengemudi tetapi kedua orang tua sudah mengizinkan anak tersebut mengendarai sepeda motor. Dikarenakan penyakit dan musibah yang dialam membuat pasien tidak bisa masuk kesekolah dan beraktifitas seperti biasanya. Dari segi ekonomi pasien termasuk dalam penghasilan menengah. Orang tua pasien merasa penghasilannya cukup untuk menghidupi keluarganya. pasien Dengan adanya musibah ini cukup memberatkan pasien beserta keluarga pasien. Karena orang tua pasien bergantian menjaga pasien dudi rawat inap. Tetapi biaya operasi sudah ditanggung oleh jasa raharja sehingga biaya untuk rumah sakit agak sedikit membantu keluarga dalam meringankan biaya. Aspek Medikolegal Berdasarkan aspek-aspek medikolegal, terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar bioetika yang harus di perhatikan. Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi beneficence, non-maleficence,



justice serta autonomy. Beneficence merupakan prinsip bioetik dimana seorang dokter dalam melakukan suatu



Page 7



harus mengutamakan kepentingan pasien dan mengusahakan agar disetiap tatalaksana yang diberikan kebaikan/manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan keburukannya. Dokter harus memiliki prinsip ini karerna prinsip ini adalah sikap tanggung jawab untuk melakukan sesuatu kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang akan merugikan atau membahayakan pasien. Penerapan prinsip beneficence pada kasus ini dirasa sudah sesuai dimana dokter sudah berusaha melakukan suatu tindakan dan pengobatan untuk kepentingan pasiennya yaitu dengan melakukan tindakan operatif untuk mengobati penyakit pasien. Dengan dilakukan tindakan tersebut, maka akan mengurangi tingkat perburukan dari penyakit tersebut dan mencegah dari kondisi yang lebih serius seperti sepsis bahkan hingga kematian.



Non-maleficence merupakan prinsip dimana seorang dokter dalam melakukan suatu tindakan sebaiknya tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan atau memperburuk keadaan pasien. Dokter haruslah memilih tindakan yang memiliki resiko paling kecil terhadap pasien, dan apabila tidak dapat membantu kesembuhan pasiennya, seorang dokter setidaknya tidak memperburuk keadaan pasien tersebut. Sebagai dokter harus melakukannya sesuai dengan kompetensi dan dilakukan dengan hati-hati, sehingga untuk tindakan operasi ini dianggap benar dan dilakukan oleh spesialis TTHT langsung sesuai dengan prosedur yang ada.



Autonomy merupakan prinsip dimana seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia, terutama hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sesuai dengan keinginannya sendiri. Autonomy pasien harus dihormati secara etik, dan di sebagain besar  negara dihormati secara legal. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medis. Informed consent merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter sebelum melakukan tindakan medis. Persetujuan atau penolakan tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter harus didapatkan dari pasien. Dalam hal ini, perawatan pasien dirumah sakit dan rencana tindakan operatif sudah mendapatkan persetujuan dari pasien.



Justice merupakan prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan perlakuan yang adil untuk semua pasiennya. Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan Page 8



kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan gender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Seorang dokter tanpa pamrih dan tidak memandang status sosial ekonomi pasien agar pasien mendapat penanganan yang cepat dan tepat sehingga keluhan pasien dapat segera teratasi dan mendapat pengobatan yang tepat. 4. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai



Dalam perspektif Islam, setiap penyakit merupakan cobaan yang diberikan oleh sang pencipta Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Sabda Rasulullah SAW yang artinya : “Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yan ridho menerimanya, makan dia akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa yang murka (tidak ridho) dia akan memperoleh kemurkaan Allah SWT” (HR. Ibnu Majah dan At-Tarmidzi ). Akan selalu ada hikmah dibalik sakit dan musibah yang sedang menimpa kita, berikut ini merupakan beberapa hikmah yang dapat diambil selama seseorang sedang diberi cobaan sakit : a. Rasullullah SAW, dimana beliau bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya” (HR. Bukhori no. 5660 dan Muslim no. 2571) b. “Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhori no. 5641) c. Sakit dan musibah lainnya adalah sebagai pengingat kepada seseorang agar selalu bersyukur kepada Allah SWT dan dapat digunkan untuk berisitirahat dari kesibukan mengejar keikmatan duniawi dan dapat kembali mengingat Robb-nya Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya kami telah menguus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum mu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) Kesengsaran dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. AlAn’am:42 d. Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza Wa Jalla. Tidak sesaat pun melainkan ia butuh



Page 9



kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, do’a, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah SWT semata. Setiap perintah dan larangan Allah SWT serta sunah Rasullullah SAW, pasti terdapat hikmah didalamnya. Pada kondisi sakit seperti saat ini pasien tetap menjalankan ibadah sholat. Dengan kondisi terbaring lemas dan tidak bisa beranjak dari icu dikarenakan setelah operasi pasien masih melaksanakan sholat 5 waktu. Bersuci yang dilakukan pasien dengan tayamum dan niat untuk bersuci kepada Allah, hal tersebut lantaran keterbatasan gerak pasien dan kondisi pasien saat ini. Tetapi pasien sedikit bingung karena tidak tahu kapan telah masuk jadwal sholat atau belum. Di dalam islam tidak ada satupun beban syari’at yang diwajibkan kepada seorang hambanya diluar kemampuannya. Orang yang sakit pun begitu, kewajiban akan sholat pun tetap masih ada dan islam memberi keringanan (rukshoh) dalam melaksanakan sholatnya.



Umpan balik dari pembimbing



Wonogiri, 15 Maret 2020 TTD Dokter Pembimbing



dr. Ernest Yoice Yuana, Sp.THT-KL



TTD Dokter Muda



Indra Mashita



Page 10