Reformasi Kelembagaan  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFORMASI KELEMBAGAAN (Studi Kasus: Reformasi Kelembagaan Pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep)



MAKALAH Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Governance yang dibimbing oleh Bapak Nurjati Widodo S.AP M.AP



Kelompok 3 Kelas D Teori Governance: 1. Amalia Mardhiasari (135030101111085) 2. Maharani Walio (135030100111061) 3. Novita Desy Damaiyanti (135030107111055) 4. Shofiasari Syafhan (135030107111057)



Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya



November, 2014 1



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi kelembagaan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik. Reformasi kelembagaan



pada



tatanan



Pemerintah



Daerah (good governance) diarahkan



untuk



mewujudkan implementasi otonomi daerah dengan tujuan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, demokrasi, keadilan dan pemerataan, melalui pemberdayaan masyarakat menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta meningkatkan peran serta masyarakat. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyenggaraan



otonomi



daerah,



perlu



memperhatikan



hubungan



antar susunan



pemerintahan dan antar kepentingan pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reformasi Kelembagaan Reformasi bermakna suatu langkah perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan seraya memelihara (to change while preserving) yang diprakarsai oleh mereka yang memimpin suatu sistem karena sadar bahwa tanpa reformasi sistem itu bisa ambruk, Rasyid (1998, h.10). Selanjutnya menurut Horton (dikutip dari Nurcholis, 2005,h.211) lembaga diartikan sebagai sebagai suatusistem norma yang dipakai untuk mencapai tujuan atau aktivitas yangdirasa penting. Atau kumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang terorganisir yang terpusat dalam kegiatan utamamanusia. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan tentang pengertian reformasi kelembagaan sebagai suatu proses perubahan terstruktur (tanpa merusak) dari suatu organisasi atau lembaga untuk menjadi lebih baik darisebelumnya. Reformasi Kelembagaan juga dimaknai sebagai proses menerjemahkan nilai-nilai konstitusi menjadi nilai-nilai kesejahteraan melalui rekayasa kelembagaan. Dengan kata lain, kelembagaan harus menjadi instrumen kesejahteraan yang didesain sejalan dengan arah dan target yang diamanatkan konstitusi. 2.2 Filosofi Reformasi Kelembagaan



Neoliberal



Demokrasi



Reformasi Kelembagaan



Good Governance



Peningkatan Kesejahteraan dan Pelayanan Publik



Satu dekade reformasi kelembagaan diperingati sebagai keberhasilan perkawinan ideologi neo-liberalisme dengan agenda reformasi, yang dijabarkan dalam misi pembenahan administrasi publik. Bila kita melihat ke belakang, peta politik global di tahun 1980an menunjukkan bahwa revolusi neo-liberal merebak ke seluruh dunia.



Revolusi tersebut



menyerang kepercayaan perananan negara sebagai pengatur di bidang kebijakan-kebijakan sosial dan ekonomi.



Konsep welfare state dipertentangkan dengan konsep limited



government yang diusung ideologi neo-liberal.



3



Runtuhnya tembok Berlin di Jerman semakin mengukuhkan kedigdayaan ideologi neo-liberal mengatasi sosialis, yang diakhiri dengan hancurnya episode perang dingin, dengan bubarnya negara sosialis komunis Uni Soviet pada tahun 1991. Sejalan dengan berakhirnya perang dingin, rezim otoriter di dunia ketigapun turut berakhir. Neo-liberal membawa beberapa prinsip, diantaranya adalah memaksakan keterbukaan pasar, memperkecil peranan negara, dan menegakkan demokrasi lebih kuat. Diharapkan, ketiga prinsip utama tersebut dapat menumbuhkan masyarakat sipil kuat dan pemerintah skala kecil tanpa campur tangan politis. Tujuan akhirnya adalah terciptanya good governance dengan jaminan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam kehidupan sosial dan politik memperkuat sistem demokratis. Reformasi kelembagaan pada era tahun 1998 mengusung program desentralisasi sebagai motor perubahan tatanan kelembagaan (institutional arrangement) pemerintahan yang lebih responsif, partisipatif, lebih ramping dan terbuka pada perubahan, sesuai semangat good governance. Masyarakat sipil kuat beserta pemerintahan yang kekuasaannya dibatasi merupakan prasyarat dari desentralisasi. Desentralisasi menginginkan peranan negara (pusat) kecil dan demokrasi kuat. Peranan negara kecil secara logika neo-liberal akan membuka pasar, menumbuhkan perekonomian karena terdapatnya persaingan usaha, yang selanjutnya akan menaikkan standar hidup masyarakat. 2.3 Tugas Pokok dan Pelayanan Organisasi/Kelembagaan. Terdapat tugas pokok dan tugas pelayanan dalam organisasi atau kelembagaan . Yaitu dalam organisasi akan dijumpai dua macam warna aktivitas yang dilakukan : a. Tugas pokok atau tugas substansinya merupakan suatu tugas yang berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan mengapa organisasi/kelembagaan itu diadakan. Tugas pokok ini tidak bisa dijalankan dengan baik dan berhasil dilakukan jika tugas pokok itu tidak difasilitasi, ditunjang, dan dibantu oleh tugas kedua yang disebut sebagai, b. Tugas administrasif atau pelayanan atau auxiliary work. Tugas administratif atau tugas pembantuan ini sifatnya memperlancar semua tugas pokok agar bisa dijalankan dengan baik. Selain dua macam corak tugas tersebut ada lagi kelengkapannya, yakni tugas - tugas yang bersifat memberikanbantuan pengawasan dan analisiskebijakan tertentu.



4



2.4 Neoliberalisme Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas merobohkan hambatan perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah Negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi. Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997. Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang. 2.5 Desentralisasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur bahwa



penyelenggaraan



Pemerintahan



antara



desentralisasi



Pemerintah



dengan



mensyaratkan pembagian Daerah otonom.



Pembagian



urusan urusan



pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter, yustisi, dan agama.Sedangkan pemerintah daerah yang pada dasarnya menjalankan wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya untuk kepentingan



daerah



tersebut



(kebijakan,



perencanaan,



pembiayaan). 5



pelaksanaan,



dan



segi-segi



Kelembagaan Pemerintah Daerah berlandaskan pada undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah, yakni UU No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan dengan perubahan terakhirpada Undang undang Nomor 12 Tahun 2008 serta Peraturan Pemerintah Nomor41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007tentang pedoman pembentukan organisasi perangkat daerah antara lain:kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, besaran organisasi,eselonisasi, dan tata kerja. Dengan memperhatikan pelaksanaan asas desentralisasi, penetapan kelembagaan perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing dengan berpedoman pada peraturan ini. Adapun peranan pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri adalah menyusunpedoman yangmemuat hal-hal pokok dalam penyusunan organisasi, misalnya kriteria dalam menentukan besaran organisasi perangkat daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang selanjutnya direvisi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada prinsipnya undang-undang tersebut memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masingmasing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi.



6



BAB III PEMBAHASAN (Studi Kasus) 3.1 Studi Kasus Reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) Menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Untuk Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Reformasi Kelembagaan Pada Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep) Pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari “rule government” menjadi “good governance”, dari sentralistis (terpusat) ke desentralistis (otonomi daerah) dan dinamika tumbuh kembangnya masyarakat perlu disikapi dan diimbangi dengan birokrasi publik yang memadai. Sejatinya good governance menuntut sebuah sistem pemerintahan yang demokratis, akuntabel, transparan, responsif, efektif, efisien, inklusif, partisipatif, dan mengikuti kaidah hukum. Dengan adanya otonomi daerah seharusnya urusan birokrasi akan menjadi lebih mudah dan cepat. Pemerintah pusat dan daerah dapat melaksanakan fungsinya untuk mengatur dan mengurus kewenangan berdasarkan kepentingan masyarakat agar tugas dan fungsi dapat terlaksana dengan baik. Namun, tampilan organisasi yang besar dan gemuk akan membutuhkan sumber daya pemerintahan dan anggaran yang tidak sedikit. Semakin gemuk struktur birokrasi, maka semakin boros anggaran yang harus tersedia. PP Nomor 41 Tahun 2007 justru membuka jalan bagi desain susunan organisasi yang gemuk. Dibanding pendahulunya, PP Nomor 8 Tahun 2003, organisasi perangkat daerah menurut PP Nomor 41 Tahun 2007 cenderung berpotensi membengkak. Struktur organisasi yang besar dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan. Perizinan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan, hal yang tak kalah pentingnya dengan pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Perizinan menjadi semakin penting karena keberadaan perizinan menentukan jadi tidaknya suatu pembangunan dilaksanakan. Birokrasi perizinan menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam perkembangan usaha di Indonesia. Banyaknya peraturan yang tumpang tindih, prosedur berbelit-belit, tingginya biaya, tidak adanya jangka waktu penyelesaian, sarana dan prasarana kurang memadai serta kinerja petugas yang tidak efektif dan efisien merupakan kendala terbesar terhadap pelayanan 7



perizinan yang dihadapi oleh masyarakat.Untukmewujudkan good governance pada suatuinstansi pemerintahan tentu banyak hal yangperlu diberlakukan. Diantara kebijakan dan strategi yang dilakukanadalah sistem pelayanan perizinan yang lebih muda dan kondusif. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 14 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep yang berkedudukan sebagai unsur penunjang Pemerintah Daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati Sumenep melalui Sekretaris Daerah. Sebagai lembaga teknis daerah BPPT Kabupaten Sumenep mempunyai tugas pokok dan fungsi berdasarkan PERDA Sumenep Nomor 14 Tahun 2011 tersebut adalah melaksanakan koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan administrasi di bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simflikasi, keamanan dan kepastian. Dan urusan yang menjadi kewenangan BPPT Kabupaten Sumenep, sesuai Peraturan Bupati Sumenep Nomor 18 Tahun 2012, adalah memberikan pelayanan teknis atau tugas teknis penunjang bidang pelayanan perizinan secara terpadu Oleh karena itu, dibuatlahsebuah sistem regulasi yang bisa mengakomodir penyelesaian masalah tentang birokrasi pelayanan perizinan yaitu “Pelayanan Satu Pintu”. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada BBPT Kab. Sumenep merupakan kegiatan penyelenggaraan jasa perizinan yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat. Dengan konsep ini, pemohon cukup datang ke satu tempat dan bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan menghindari pungutan-pungutan tidak resmi yang seringkali terjadi dalam proses pelayanan. Pembentukan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi pelayanan perizinan pada BPPT Kab. Sumenep dalam bentuk : 1. Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan dalam pelayanan yang kurang penting. Koordinasi yang lebih baik juga akan sangat berpengaruh terhadap percepatan layanan perizinan.



8



2. Menekan biaya pelayanan izin usaha, selain pengurangan tahapan, pengurangan biaya juga dapat dilakukan dengan membuat prosedur pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan. 3. Menyederhanakan persyaratan izin usaha industri, dengan mengembangkan sistem pelayanan paralel dan akan ditemukan persyaratan-persyaratan yang tumpang tindih, sehingga dapat dilakukan penyederhanaan persyaratan. Hal ini juga berdampak langsung terhadap pengurangan biaya dan waktu. Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan simultan. Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan yang menjadi kewenangan BPPT Kab. Sumenep dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik Reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu(BPPT) di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep berfokus pada: (1)



Reformasi Struktur Organisasi atau Kelembagaan



Struktur pada Kantor Badan PelayananPerizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep dibuat lebih panjang dan proses perizinannya lebih pendek karena memakai sistem terpadu atau satu pintu. (2)



Reformasi Sumber Daya Manusia



Dalam good governance jumlah pegawai harus seimbang dengan jenis pelayananyang diberikan agar tidak terjadi tumpang tindihdalam hal mengerjakan suatu pekerjaankhususnya dibidang perizinan, karena salah satukunci sukses pembangunan yaitu denganlancarnya proses perizinan.Untuk mewujudkan suatu good governance,salah satunya adalah dengan adanya sumber dayamanusia (SDM)/pegawai yang professional dan berkualitas. 9



(3)



Reformasi Sarana dan Prasarana



Saran dan prasarana yang layak dan lengkap dapat menunjang pelaksanaan pelayanan perizinan sehingga dapat terlaksana secara efektif dan efisien. (4)



Reformasi Budaya Organisasi



Budaya organisasi yang kuat yang didukung oleh sosok seorang pimpinan yang mampu mengarahkan para pegawainya ke arah yang tepat untuk membentuk suatu kerja timyang positif. Apabila suasana kerja kondusif, hal tersebut dapat mendorong pegawai untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya 3.2 Agenda Reformasi Kelembagaan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 1.



Penyusunan Grand Design Kelembagaan Pemerintah



Grand Design pada dasarnya pola pikir terintegrasi melalui pendekatan sistematis, sehingga dapat disimulasi dan diuji kebenarannya secara matematik empirik dalam penyusunan roadmap. Mekanisme dan tahapan dalam penyusunan roadmappada lembaga pemerintahan ini sepenuhnya menggunakan pedoman yang dikeluarkan Kemenpan dan RB, yakni Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2015. Langkah awal yang harus ditempuh menurut Permenpan tersebut adalah dengan melakukan assessment terhadap kondisi organisasi saat ini, yang disusul dengan mengidentifikasi berbagai permasalahan birokrasi yang memberikan pengaruh pada pencapaian kinerja organisasi, kemudian mengidentifikasi berbagai pencapaian kinerja dan faktor yang menjadi kunci keberhasilan. 2.



Penataan Organisasi Kementerian Negara



Saat ini, telah dilakukan penataan terhadap organisasi Kementerian Negara seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Kehadiran undang-undang tersebut menjadi titik awal reformasi kelembagaan guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Selain itu, undang-undang tersebut telah menetapkan urusan yang menjadi tugas pemerintahan yang kemudian diaplikasikan dalam jumlah maksimal kementerian negara serta mengatur pula tugas dan fungsi kementerian, di mana hal tersebut merupakan pertama kalinya dilaksanakan dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia. 10



3.



Penataan Organisasi LPNK



Saat ini Ielah terdapat 28 (dua puluh delapan) LPNK yang dalam perkembangannya ternyata



menimbulkan



permasalahan



baik



dari



timbulnya



dualisme



pengaturan,



kecenderungan overlapping dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dengan Kementerian, struktur organisasi yang semakin besar, maupun permasalahan koordinasi. Penataan organisasi LPNK dilakukan sejalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang telah mengamanatkan mengenai perubahan nomenklatur yang semula Lembaga Pemerintah Non Departemen menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan mempertegas bahwa LPNK dikoordinasikan oleh Menteri yang terkait dengan bidang tugasnya (vide Pasal 25 UU Nomor 39 Tahun 2008). Adanya penegasan tersebut, maka ke depan tidak ada lagi LPNK yang secara langsung melaporkan kepada Presiden tanpa koordinasi dengan Menteri yang mengkoordinasikannya. Selain itu, saat ini tengah dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Presiden yang akan mengatur kembali konstruksi kelembagaan LPNK ke depan secara menyeluruh dengan memperhatikan perkembangan dan dinamika yang terjadi. 4.



Evaluasi dan Penataan Organisasi UPT



Di lingkungan Kementerian/LPNK dapat dibentuk UPT yang merupakan organisasi mandiri untuk melaksanakan tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang tertentu dan organisasi induknya. Dalam perkembangannya, ternyata terjadi kecenderungan Kementerian/LPNK membentuk banyak UPT di daerah dengan eselon tertinggi yaitu II. b. Kecenderungan tersebut menimbulkan permasalahan baik dari aspek beban anggaran negara maupun tanggapan dan Pemerintah Daerah dalam kerangka otonomi daerah. Oleh karena itu, sebagai upaya selektifitas dalam pembentukan UPT, maka diambil kebijakan yaitu diaturnya persyaratan dalam pembentukan dan pengubahan di mana salah satu persyaratan adalah rekomendasi dari Kepala Daerah di mana UPT tersebut didirikan. Rekomendasi tersebut dimaksudkan sebagai bentuk dukungan dari Pemerintah Daerah terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi UPT tersebut. Selain itu, adanya kebijakan untuk melakukan perubahan eselon tertinggi pada UPT yang semula eselon ll.b menjadi eselon lll.a sebagaimana amanat Pasal 92 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Terhadap



11



UPT yang saat ini sudah berstatus eselon ll.b, dalam waktu dekat, Kementerian PAN dan RB akan melakukan evaluasi terhadap UPT tersebut. 5.



Evaluasi dan Penataan Satuan Kerja PPK-BLU



Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk menerapkan praktekpraktek bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas melalui Badan Layanan Umum. BLU pada dasarnya adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil, profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Untuk dapat menjadi BLU, suatu instansi harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait dengan penyelanggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit/bersedia untuk diaudit. Pedoman Penataan Satuan Kerja PPK-BLU yaitu Keputusan Menpan RB Nomor: Per/ 02/ M.Pan/ 1/ 2007 tentang Pedoman Organisasi Satuan Kerja di lingkungan instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum 6.



Penataan Organisasi Sekretariat Lembaga Negara



Kementerian Sekretariat Negara Republik (KEMENSETNEG) sebagai unsur lembaga pemerintah pusat yang bertugas memberikan dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara, Sekretariat Negara harus selalu meningkatkan kinerjanya agar semakin efektif, efisien, transparan, responsif, dan akuntabel. Upaya tersebut telah dilakukan antara lain dengan ditetapkannya Peraturan Mentri Sekertaris



Negara



Nomor



8



Tahun



2007



Penyusunan Standar Pelayanan Sekretariat Negara



Tentang Republik



Petunjuk Indonesia



Pelaksanaan Republik,



yang mewajibkan seluruh unit kerja dilingkungan Sekertariat Negara untuk menyusun standar pelayanan. Penyusunan standar pelayanan ini sejalan pula dengan program kerja



12



reformasi kelembagaan yang tengah digulirkan dilingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. 7.



Penataan Organisasi Lembaga Non Struktural



Berdasarkan hasil evaluasi dan Kementerian PAN dan RB, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, Lembaga Administrasi Negara, dan Badan Kepegawaian Negara, saat ini terdapat 88 (delapan puluh delapan) LNS yang bervariasi dasar hukum pembentukannya. Dalam



perkembangannya,



ternyata



keberadaan



LNS



tersebut



menimbulkan



permasalahan kompleks dikarenakan kecenderungan semakin berkembangnya jumlah LNS dan bervariasinya dasar hukum pembentukan, tujuan pembentukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi. lmplikasi dan kondisi tersebut menimbulkan potensi bahwa banyak LNS yang mempunyai tugas dan fungsi yang tumpang tindih dengan tugas dan fungsi kementerian/LPNK. Hal ini secara kelembagaan tentu menjadi kurang efisien dan efektif atau bahkan berpotensi menimbulkan friksi/konflik antar instansi atau menciptakan birokratisasi baru yang pada ujungnya dapat merugikan masyarakat. 8.



Evaluasi dan Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah



Dinamisasi perubahan lingkungan, baik pada skala makro maupun mikro, menuntut suatu organisasi untuk juga melakukan perubahan apabila organisasi tersebut ingin mempertahankan eksistensinya. Di sini, organisasai harus mampu menguasai cara-cara baru yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi, yaitu melakukan penyesuaian pola organisasi yang cenderung kaku menjadi lebih fleksibel. Dalam lingkup organisasi Pemerintahan Daerah, keluarnya PP No. 41 Tahun 2007 menuntut penyesuaian atau perubahan pada pola penataan kelembagaannya. Oleh karenanya setiap Daerah diberikan waktu maksimal 1 tahun untuk melakukan penataan kelembagaan yang disesuaikan dengan ketentuan baru tersebut. Pada dasarnya, penataan kelembagaan merupakan suatu proses yang tidak berkesudahanan, dalam artian bahwa penataan kelembagaan dilakukan seiring dengan perubahan yang terjadi, baik di lingkungan makro maupun mikro. Penataan Kelembagaan sendiri merupakan salah satu langkah untuk menata suatu sistem yaitu sistem Pemerintahan Daerah. Oleh karenanya, agar sistem tersebut berjalan dengan harmonis dalam mencapai visi dan misi yang diembannya, penataan kelembagaan harus diimbangi dengan penataan pada 13



elemen-elemen lain dari sistem tersebut, seperti penataan SDM, Penataan Keuangan, Penataan Kebutuhan Sarana dan Prasarana serta Penataan mekanisme hubungan kerja antara unit-unit organisasi. Beberapa upaya penataan kelembagaan tersebut dilakukan agar terciptanya good governance denganmelakukan pembenahan dan penataan ulang terhadap tugas, fungsi, dan struktur organisasi dengan berdasarkan kepentingan bangsa dan negara serta melalui pertimbangan yang matang, bukan didasarkan pada politik kepentingan jangka pendek.



14



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 



Sebagai lembaga teknis daerah BPPT Kabupaten Sumenep mempunyai tugas pokok dan fungsi berdasarkan PERDA Sumenep Nomor 14 Tahun 2011 tersebut adalah melaksanakan koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan administrasi di bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simflikasi, keamanan dan kepastian.







Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada BBPT Kab. Sumenep merupakan kegiatan penyelenggaraan jasa perizinanyang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.







Reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu(BPPT) di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumenep berfokus pada Reformasi Struktur Organisasi atau Kelembagaan, Reformasi Sumber Daya Manusia, Reformasi Sarana dan Prasarana, dan Reformasi Budaya Organisasi







Agenda reformasi kelembagaan yang dilaksanakan oleh Menpan-RB meliputi; Penyusunan



Grand



Design



Kelembagaan



Pemerintah,



Penataan



Organisasi



Kementerian Negara, Penataan Organisasi LPNK, Evaluasi dan Penataan Organisasi UPT, Evaluasi dan Penataan Satuan Kerja PPK-BLU, Penataan Organisasi SekretariatLembaga Negara, Penataan Organisasi Lembaga Non Struktural, Evaluasi dan Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah.



4.2 Saran Saran yang dapat diberikan adalah pengawasan terhadap efektifitas model pelayanan satu pintu harus terus dipantau secara berkala, meningkatkan koor-dinasi dengan tim teknis dari dinas-dinas terkait dan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat.



15



Daftar Pustaka Imam Thantauwi, RB, Soesilo Zauhar, dan Stefanus Pani Rengu, 2014. Reformasi Kelembagaan Unit Pelayanan Perizinan Terpadu (UP2T) Menjadi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Untuk Mewujudkan Good Governance. Jurnal Administrasi Publik. Volume 2 No. 1, http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/353, diakses pada tanggal 20 November 2014



Agenda



Reformasi



Kelembagaan.



http://www.menpan.go.id/kelembagaan/542-agenda-



reformasi-kelembagaan, diakses pada tanggal 20 November 2014



Neoliberalisme.



http://id.wikipedia.org/wiki/Neoliberalisme,



diakses



pada



tangal



20



November 2014



Ananda Ismadi, Jurnal Kebijakan Penataan Lembaga Negara di Indonesia, diakses pada tanggal 20 November 2014



Istania Ratri. Reformasi Administrasi Negara Lupa Sejarah: Sebuah Pembelajaran Bagi Desentralisasi Indonesia. https://raconquista.files.wordpress.com, diakses pada tanggal 20 November 2014



16