Regina Jade C - 42200478 - Refleksi Kasus - Servisitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFLEKSI KASUS ILMU KULIT KELAMIN SERVISITIS



Dosen Pembimbing: dr. Gabriel Erny Widyanti, M.Kes, Sp.KK



Disusun Oleh: Regina Jade Christabell 42200478 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2021 BAB I



STATUS PASIEN I.



IDENTITAS PASIEN



II.



Nama



: Nn. AS



Usia



: 36 tahun



No. RM



: 011XXXX



Jenis Kelamin



: Perempuan



Alamat



: Yogyakarta



Status pernikahan



: Menikah



Tanggal Periksa



: 18 Agustus 2021



ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18 Agustus 2020 di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. I.



Keluhan Utama Pasien mengeluhkan keputihan.



II.



Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang sendiri ke Poliklinik Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dengan keluhan keputihan berwarna putih seperti tepung, tidak bau. Pasien mengatakan akhir-akhir ini sering keputihan, kadang-kadang gatal, tidak ada nyeri panggul. Keluhan dirasakan sejak 3 hari ini. Keputihan terakhir adalah 3 minggu yang lalu. Pasien berhubungan seksual terakhir dengan suaminya 3 minggu yang lalu menggunakan kondom. Pasangan pasien tidak memiliki keluhan serupa dan tidak ada keluhan pada organ genitalnya. Pasien memiliki 1 pasangan seks. Pasien memiliki riwayat melahirkan 3 kali. Riwayat menstruasi pasien teratur, pasien pernah memakai alat kontrasepsi AKDR namun sekarang sudah dilepas.



III.



Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan Serupa



: Servisitis karena pemakaian AKDR.



Penyakit Jantung



: disangkal



Diabetes Mellitus



: disangkal



Hipertensi



: disangkal



IV.



Riwayat Operasi Pasien mengatakan pernah menjalani operasi pada gigi dan mulut.



V.



Riwayat Alergi Pasien mengaku tidak memiliki alergi



VI.



VII.



Riwayat Penyakit Keluarga Keluhan Serupa



: disangkal



IMS



: disangkal



Hipertensi



: disangkal



Diabetes Melitus



: disangkal



Alergi



: disangkal



Riwayat Pengobatan Pasien pernah berobat untuk keluhan genitalnya.



VIII.



Gaya Hidup •



Pasien sehari – hari merupakan seorang pedagang dan mengurus anak.







Pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, rapi dan ventilasi cukup







Perawatan Pribadi : a) Mandi 2x/hari menggunakan sabun dan air mengalir b) Membersihkan area kewanitaan dengan sabun pembersih khusus. c) Jarang mengganti celana dalam dan sering memakai celana jeans ketat. d) Menggunakan handuk sendiri.



III.



PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2021 di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Status Generalis Keadaan Umum : Baik Kesadaran



: Compos mentis, E4V5M6



Gizi



: Cukup



Kepala



: Normocephali, sianosis (-)



Leher



: Tidak ditemukan lesi



Thorak



: Nafas vesikular



Abdomen



: Supel, massa (-), nyeri tekan (-)



VAS



:1



Status Lokalis a. Pemeriksaan Inspekulo Pada pemeriksaan genital didapatkan mukosa serviks sedikit hiperemis dan dengan duh tubuh seropurulen berwarna putih susu agak jernih, tidak berbau busuk. IV.



V.



VI.



DIAGNOSIS BANDING -



Servisitis Non Gonore – Infeksi Genital Non Spesifik



-



Candidiasis Vulvovaginitis



-



Bacterial Vaginosis



-



Trichomoniasis Vaginalis



-



Servisitis Gonore



SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG -



Pemeriksaan Pewarnaan Gram



-



Sediaan basah, KOH 10% dan NaCL fisiologis



-



Kultur bakteri dan jamur



-



Tes amin/Whiff test



DIAGNOSIS KERJA Servisitis



VII.



TATALAKSANA 



Azitromisin tab 500 mg No. II s.1.d.d.tab II.p.c.



VIII. EDUKASI



-



Menjelaskan kepada pasien bahwa servisitis merupakan IMS yang dapat dicegah dengan menghindari hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi.



-



Melakukan pemeriksaan dan pengobatan bersama dengan pasangan, termasuk pemeriksaan IMS lain dan HIV sebelum melakukan hubungan seksual.



-



Abstinensia hubungan seksual sampai infeksi dinyatakan sembuh total atau menggunakan kondom.



IX.



-



Menganjurkan menggunakan kondom saat berhubungan seksual.



-



Kontrol kembali untuk tindak lanjut pada hari ke-7.



-



Mengkonsumsi obat secara bersamaan dan saat itu juga.



-



Hindari berbagi pakaian atau handuk dengan orang lain.



-



Menjaga higienitas area genital. PROGNOSIS Quo ad vitam



: bonam



Quo ad funcionam



: bonam



Quo ad sanationam



: dubia ad bonam



TINJAUAN PUSTAKA



A. DEFINISI SERVISITIS Servisitis merupakan peradangan pada serviks uterin yang ditandai dengan adanya eksudat endoservikal purulen atau mukopurulen di kanal endoservikal. Servisitis seringkali bersifat asimtomatik, namun beberapa wanita mengeluhkan duh vagina abnormal dan perdarahan vaginal intermensrual (misalnya, setelah berhubungan seksual). Faktor risiko terjadinya servisitis dipengaruhi beberapa faktor, seperti pasangan seks multipel, usia muda, status perkawinan lajang, tempat tinggal perkotaan, status ekonomi rendah, penggunaan alkohol atau obat-obatan, dan penggunaan kondom yang tidak benar. Servisitis dibagi menjadi servisitis infeksi dan non infeksi yang sebenarnya sulit dibedakan karena mikroorganisme selalu ada di vagina baik dalam keadaan peradangan ataupun tanpa peradangan. Sekitar 50% servisitis infeksi paling sering diakibatkan oleh Klamidia Trachomatis dan Neisseriae Gonorrhae. 1. Servisitis spesifik Servisitis spesifik merupakan radang pada serviks yang di sebabkan oleh kuman yang tergolong penyakit akibat hubungan seksual, beberapa kuman pathogen



tersebut



antara



lain,



Chlamydia



trachomatis,



Ureaplasma



urealytikum, Trichomonas vaginalis, Spesies Candida, Neisseria gonorrhoeae, Herpes Simpleks Virus II (genitalis), dan salah satu tipe HPV. Di antara pathogen tersebut Clamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae adalah patogen penyebab 50% kasus servisitis. 2. Servisitis non-spesifik Servisitis non-spesifik relative lebih banyak di jumpai karena kuman yang ringan sering di temukan sampai derajat tertentu pada hampir setiap multipara. Walaupun juga sering diketahui bersamaan dengan beberapa organism termasuk bentuk koli (coli-form), bakteroides, streptokokus, dan stafilokokus, namun pathogenesis radang tersebut masih belum di ketahui dengan jelas.



Beberapa pengaruh predisposisi servisitis non-spesifik antara lain : trauma pada waktu melahirkan, pemakaian alat pada prosedur ginekologi, hiperestrinisme, hipoestrinisme, sekresi berlebihan kelenjar endoserviks, alkalinisasi mucus serviks, eversi congenital mukosa endoserviks. Servisitis non-spesifik dapat bersifat akut ataupun kronik, namun sebelumnya perlu di singkirkan kemungkinan infeksi gonokokus yang menyebabkan bentuk spesifik dari penyakit akut. 1) Servisitis akut non-spesifik Servisitis ini relative jarang, sebenarnya terbatas pada wanita pasca melahirkan dan biasanya di sebabkan oleh stafilokokus dan streptokokus. Infiltrasi peradangan akut sebagian besar cenderung terbatas pada mukosa superficial dari endoserviks dan kelenjar endoserviks (endoservisitis) yang di sertai pembengkakan serviks dan kemerahan pada mukosa endoserviks. 2) Servisitis kronik non-spesifik Servisitis kronik non-spesifik mungkin akan mengenai paling sedikit 50% wanita pada satu saat di hidupnya. Servisitis kronik biasanya di temukan pada pemeriksaan rutin atau karena adanya leokorea yang parah, bila keluhanya parah diferensiasi dengan karsinoma biasanya sukar, walau dengan kolposkopi maupun biopsy. B. EPIDEMIOLOGI Servisitis secara epidemiologi memiliki prevalensi yang cukup tinggi di dunia sehingga berdampak pada kesehatan reproduksi secara global.WHO mengestimasi terdapat 357 juta kasus infeksi menular seksual baru ditemukan setiap tahunnya. Infeksi



menular



seksual



tersebut



terutama



disebabkan



oleh



infeksi klamidia, gonorrhea, sifilis, dan trikomonas. CDC mengestimasi lebih dari 19 juta kasus infeksi menular seksual baru ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 2010, dengan sebagian besar di antaranya berusia 15 – 24 tahun. Sebagian besar wanita yang mengalami infeksi menular seksual termasuk servisitis tidak menunjukkan gejala sehingga tidak dapat terdiagnosis. Selain gonorrhea dan klamidia, servisitis juga dapat disebabkan oleh Mycoplasma genitalium. Sebuah studi yang melibatkan 27,000 wanita menemukan prevalensi global infeksi Mycoplasma genitalium sebesar 7,3% pada populasi risiko tinggi dan 2% pada populasi risiko rendah. Data epidemiologi mengenai servisitis nonspesifik masih sangat minim.



C. ETIOLOGI Servisitis sering disebabkan oleh infeksi melalui aktivitas seksual, infeksi menular seksual yang dapat menyebabkan servisitis anatara lain : a. Clamydia trachomatis: merupakan bakteri obligat intraselular menyerupai bakteri gram (-) dan merupakan penyebab penyakit menular seksual infeksi genital non spesifik pada serviks yang paling sering, terutama pada usia muda dan remaja. Pada wanita umumnya tidak bergejala. Bila bergejala muncul keputihan encer berwarna putih kekuningan, nyeri rongga panggul, perdarahan pasca hubungan seksual b. Neisseria gonorrhea: Bakteri gram negatif dalam bentuk diplokokus ini menyerang pada selaput lendir antara lain vagina, uretra, dan daerah serviks. 50% kasusnya asimptomatik. Serviks terdapat gambaran hiperemis disertai erosi dan terdapat sekret mukopurulen. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid / lapis gepeng yang belum berkembang (immatur) yakni pada vagina wanita sebelum pubertas. c. Bakterial Vaginosis: Sindrom klinis yang disebabkan oleh bertambah banyaknya organisme komensal dalam vagina (Gardnella vaginalis, Provetella, Mobiluncus spp) serta berkurangnya organisme Lactobacillus yang menghasilkan hidrogen peroksida dimana pada vagina bakteri ini mempertahankan suasana asam dan aerob. d. Trikomoniasis: infeksi saluran urogenital bagian bawah pada perempuan maupun laki-laki dapat bersifat akut dan kronik, disebabkan oleh Trichomonas vaginalis yang penularannya melalui kontak seksual. Vaginitis dengan duh tubuh yang banyak dan berbusa, dengan bau tajam menyengat yang dapat disertai luka dan iritasi pada vulva. Namun dapat juga tidak menunjukkan gejala sama sekali. Trichomonas vaginalis, yang secara teknis menyebabkan infeksi vagina, biasanya termasuk dalam pembahasan servisitis. Karena saluran genital wanita berdekatan dari vulva ke tuba fallopi, ada beberapa tumpang tindih antara vulvovaginitis dan servisitis; kedua kondisi tersebut umumnya dikategorikan sebagai infeksi saluran genital bawah. e. Candidiasis Vaginalis: Infeksi jamur paling sering karena Candida albicans dengan duh tubuh vagina bergumpal, disertai rasa gatal & terbakar di daerah vulva.



f. Human Papiloma Virus (HPV-kutil): Predisposisi infeksi virus ini antara lain : diabetes mellitus, kehamilan dan perlukaan khususnya pada serviks. Gejalanya dapat bervariasi, dari kutil kecil sampai sangat besar dan dengan tempat yang bervariasi pula, yaitu vulva, vagina, perineum dan sekitar anus serta pada serviks. HPV ini juga dpat menginfeksi serviks. g. Herpes simpleks virus II (genitalis): biasanya menginfeksi daerah di bawah pinggang. Gejala awal yang muncul di dahului dengan hilangnya rasa raba, di ikuti dengan pembentukan vesikel yang terdapat pada vulva, vagina, dan serviks. Beberapa kasus servisitis non-infeksius di sebabkan oleh : 1). Penggunaan kondom: 



Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbentuk seperti balon atau kantong yang terbuat dari lateks tipis atau polyurethane / nitril dan di pasang dengan memasukannya kedalam vagina. Tujuan pemakaian kondom wanita tidak terlepas dari dua hal yaitu mencegah sperma masuk ke vagina dan melindungi dari penyakit menular seksual, selain manfaat tersebut alat kontrasepsi ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan iritasi vagina, sehingga memudahkan terjadinya infeksi.







Alergi spermatisid pada kondom pria: Spermatisid adalah alat kontrasepsi berupa zat pembunuh sperma sebelum sperma masuk kedalam uterus dan membuahi sel telur, spermatisid biasanya digunakan oleh wanita, namun paling sering dikombinasikan dengan metode lain misalnya cup atau kondom pria. Beberapa wanita biasanya timbul efek samping berupa alergi pada pemakaian spermatisid, alergi ini dalam bentuk iritasi atau bias berkembang menjadi infeksi saluran kencing. Perpaduan spermatisid dan pelumas yang sering digunakan dengan kondom dapat memicu beberapa alergi intim, gejalanya termasuk reaksi local, yaitu gatal, rasa sakit, bengkak, dan rasa terbakar



2). Trauma lokal misalnya iritasi serviks akibat penggunaan tampon, benang IUD (Intra uterine devices), pesarium dan diafragma 3). Radiasi misalnya radioterapi pada pasien kanker 4). Iritasi bahan kimia misalnya penggunaan cairan pembersih vagina yang terlalu sering, paparan bahan lateks dari kondom dan diafragma



5). Ketidakseimbangan ekosistem vagina: Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina, ekosistem ini di pengaruhi oleh dua factor utama yaitu estrogen dan laktobasilus, jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri pathogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Banyak factor yang menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem vagina antara lain : kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakaian antibiotic, darah haid, cairan sperma, pembersihan dan pencucian vagina (vaginal douching), dan gangguan hormone yaitu pada masa pubertas, menapouse, dan kehamilan. C. PATOFISIOLOGI 1. Epithelial Peradangan terjadi pada serviks akibat kuman pathogen aerob dan anaerob yang masuk ke lapisan epitel. Proses peradangan melibatkan epitel serviks dan stoma yang mendasarinya. Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang menjadi pintu masuk saluran genetalia, yang terjadi pada waktu persalinan atau tindakan medis yang menimbulkan perlukaan, atau terjadi karena hubungan seksual. Selama perkembanganya, epitel silindris penghasil mucus di endoserviks bertemu dengan epitel gepeng yang melapisi ektoserviks os eksternal, oleh karena itu keseluruhan serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel gepeng. Seiring dengan waktu, pada sebagian besar wanita terjadi pertumbuhan ke bawah, epitel silindris mengalami ektropion, sehingga skuamokolumnar menjadi terletak dibawah eksoserviks dan mungkin epitel yang terpajan ini mengalami “Erosi” meskipun pada kenyataannya hal ini bisa terjadi secara normal pada wanita dewasa. Remodeling ini bisa terus berlanjut dengan regenerasi epitel gepeng dan silindirs sehingga membentuk zona transformasi. Pertumbuhan berlebihan epitel gepeng sering menyumbat orifisium kelenjar endoserviks di zona transformasi dan menyebabkan terbentuknya kista nabothian kecil yang dilapisi epitel silindirs penghasil mucus. Di zona transformasi mungkin terjadi infiltrasi akibat peradangan ringan akibat perubahan pH vagina atau adanya mikroflora vagina. 2. Imun Patofisiologi servisitis berupa peradangan pada serviks yang melibatkan leukosit dan produk darah lain seperti protein plasma. Proses inflamasi atau



peradangan merupakan bagian dari respons imun untuk melawan agen penyebab infeksi atau zat berbahaya yang masuk ke dalam tubuh. Proses ini melibatkan sel leukosit dan produk darah lain seperti protein plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi diikuti dengan vasodilatasi pembuluh darah serta peningkatan aliran darah.Aktivasi proses inflamasi dimulai ketika reseptor yang berada di sel imun mendeteksi molekul patogen yang diikuti dengan produksi mediator inflamasi seperti sitokin Interferon (IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan membentuk respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan melibatkan sel limfosit T dan sel limfosit B. Berdasarkan jenis antigennya, limfosit T yang naif akan berubah menjadi sel limfosit T helper (Th)-1,2 dan 17 atau sel limfosit T sitotoksik. Sedangkan sel limfosit B akan membentuk antibodi yang dapat melawan patogen atau zat berbahaya tersebut.Proses inflamasi akan mereda setelah patogen atau zat berbahaya hilang. Namun, bila stimulus menetap, proses inflamasi akan terjadi terus-menerus dan bersifat kronis D. MANIFESTASI KLINIS Deteksi infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar wanita dengan gonore atau klamidiosis tidak merasakan keluhan atau gejala (asimtomatis). Infeksi ini ditandai dengan eksudat yang mukoid atau mukopurulen terlihat pada endoserviks dan sekitar 19 % adanya ektopi yang hipertropik dari serviks. Pada pemeriksaan akan tampak servik udem, dan mudah berdarah, juga ditemui adanya folikel- folikel serviks. Keluhan yang sering dijumpai ialah perdarahan paska koital atau pada intermenstrual; nyeri perut bagian bawah, perdarahan bila tersentuh, serviks rapuh mudah berdarah dan terdapat keluhan nyeri miksi. Keluhan kencing nyeri jarang dikeluhkan, lebih sering bila dihubungkan dengan adanya uretritis dan sistitis. Pada pemerilsaan klinis dapat ditemukan kelainan serviks berupa eksudat serviks mukopurulen, erosi, ektopik serviks, serta kemerahan pada serviks atau folikel folikel kectl,(microfollicles). Pada wanita dengan ektopik serviks lebih sering terjadi infeksi Chlamydia karena kebutuhan akan sel untlk perkembang biakan mikroba (obligat inta seluler bakteri) banyak epitel kolumnar yang terinfeksi. Keadaan ektopi serviks dapat juga ditemukan pada keadaan lain seperti pengguna kontasepsi hormonal, atau remaja sebelum menstruasi. b. Leukorea/duh tubuh vagina: Keluhan duh tubuh vagina abnormal biasanya disebabkan oleh radang vagina, tetapi dapat pula akibat radang serviks yang mukopurulen. Trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bakterial merupakan keadaan yang paling



sering



menimbulkan



infeksi



vagina



sedangkan



N.gonorrhoeae



dan



C.trachomatis sering menyebabkan radang serviks. Warna putih–kekuningan yang tidak berbau dapat menunjukkan kemungkinan dari bakterial vaginosis. Warna putih– kekuningan yang bergumpal seperti keju atau dapat juga berair yang disertai dengan gatal dan nyeri saat berhubungan dan atau kencing dapat menunjukkan kemungkinan adanya infeksi Candida. Secara teori, warna duh vagina pada trichomoniasis akut terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak & berbusa. Kronik gejala lebih ringan & sekret dan tidak berbusa. Sekret gonorrhae berwarna kuning-kehijauan dan kental (mukopurulen). c. Serviks kemerahan (pemeriksaan fisik lebih lanjut) d. Sakit pinggang bagian sacral. e. Nyeri abdomen bawah. f. Gatal pada area kemaluan. g. Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam berhubungan seksual. h. Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi. i. Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu keadaan yang ditandai oleh hilangnya lapisan superficial epitel skuamosa dan pertumbuhan berlebihan jaringan endoserviks E. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Servisitis sering tidak menimbulkan gejala pada infeksi karena klamidia, gonore. Saat muncul gejala, seringkali tidak spesifik, ditemukan peningkatan pengeluaran duh vagina, disuria, frekuensi urinasi meningkat, dan perdarahan intermenstrual atau postkoitus. Bila infeksi telah berlangsung lama, gejala yang timbul berupa nyeri abdomen bawah dan punggung bawah. Oleh sebab banyak servisitis bersifat asimtomatik, tanyakan seluruh riwayat seksual aktif wanita. Informasi yang dibutuhkan, yaitu jumlah pasangan, penggunaan kondom, penggunaan kontrasepsi, PSK, dan pernah terdiagnosis IMS sebelumnya. Gejala utama servisitis adalah dispareunia, duh vagina purulen atau mukopurulen, lesi kulit genital, perdarahan vagina abnormal, disuria, genital terasa terbakar, gatal, berbau, dan nyeri abdomen bawah atau pelvis. Pemeriksaan fisik harus melipti survei general, inspeksi bagian eksternal dan pemeriksaan spekulum pelvis dan bimanual bila perlu. Pada pasien tertentu,



pemeriksaan rektal harus dilakukan. Pemeriksaan fisik merupakan evaluasi yang penting dalam mendiagnosis servisitis tetapi, tidak terbatas pada regio pelvis saja. Diagnosis servisitis dapat ditegakkan dengan beberapa pemeriksaan, yaitu a. Pemeriksaan dengan speculum 1). Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang purulen atau mukopurulen keluar dari kanalis servikalis. Jika portio normal tidak ada ektropion, kemungkinan gonorroe. 2). Sering menimbulkan erusio (Erythroplaki) pada portio yang tampak seperti daerah merah menyala. 3). Pada keadaan kronik dapat terdapat sobeknya serviks uteri lebih luas dan mukosa endosrviks lebih kelihatan dari luar (ektropion), dalam keadaan demikian mukosa mudah terkena infeksi dari vagina. Serviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras, secret mukopurulenbertambah banyak, bila terjadi radang menahun. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan swab vagina dan endoserviks yang kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan kalium hidroksida (KOH) atau pewarnaan Gram. Baku emas untuk diagnosis servisitis adalah pemeriksaan kultur tetapi lamanya waktu pemeriksaan membuat pemeriksaan ini hanya disarankan untuk servisitis berulang. F. DIAGNOSIS BANDING a. Kandidiasis Vulvovagina Pada kandidiasis vulvovagina pasien akan mengeluhkan rasa gatal yang berat dan keluar duh tubuh vagina putih kental seperti susu atau keju, tidak berbau, dan terasa panas. Pada pemeriksaan ditemukan eritema vulvovagina dengan sel satelit, edema vulva, dan pH < 4,5. Pada kandidiasis, terdapat faktor predisposisi yaitu higiene kulit, suasana lembab, pemakaian larutan pembersih alat genital perempuan sehingga justru menjadi rentan, dan steroid jangka panjang. Selain faktor-faktor tersebut, hal lain yang memengaruhi terjadinya kandidiasis adalah pemakaian kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan dan diabetes tidak terkontrol. Pada pemakaian kontrasepsi IUD, mikroorganisme berupa jamur dapat menjadi semakin lebih mudah untuk ikut masuk saat melakukan hubungan seksual sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. b. Bacterial Vaginosis



Suatu sindrom klinis akibat perubahan ekosistem vagina, di mana terjadi pergantian flora normal Lactobacillus sp. Sebagai penghasil H2O2 (hidrogen peroksida) di vagina, dengan bakteri anaerob (misalnya; Bactroides sp.,Mobiluncus sp., Prevotella sp., Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) yang menyebabkan peningkatan pH dengan nilai pH 4,5-7,0 Duh tubuh vagina warna putih homogen, melekat, berbau amis pada dinding vagina dan vestibulum, kadang-kadang disertai rasa gatal. Vagina dan serviks tidak ada kelainan. Faktor predisposisi seperti diabetes melitus, konsumsi antibiotik sistemik yang mengganggu flora normal, setelah abortus atau kehamilan, usia lanjut yang bersamaan dengan penurunan sistem imun dan pasien imunodefisiensi yang didapat. c. Trikomoniasis Penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh parasit berflagel Trichomonas vaginalis dapat ditemukan pada sediaan basah. Pada trikomoniasis, warna duh tubuh kuning atau kehijauan, berbuih, berbau busuk, disertai nyeri vagina dan terkadang disuria. Pada pemeriksaan akan didapatkan pH >4,5. Pada pemeriksaan dalam tampak strawberry cervix appearance. d. Servisitis Gonorrhea Pada gonorrhea seringkali asimtomatik. Pasien perempuan dapat mengeluhkan duh vagina mukopurulen, serviks hiperemis, edema, kadang ektropion, Duh tubuh endoserviks mukopurulen, dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah, infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria. Pada pemeriksaan duh tubuh vagina akan didapatkan diplococcus gram negatif. e. Infeksi Genital Non spesifik Infeksi genital non spesifik adalah peradangan pada serviks yang disebabkan oleh mikroorganisme non spesifik atau mikroorganisme bukan kuman gonokokus, dengan kata lain tidak dapat dipastikan atau diketahui dengan pemeriksaan laboratorium sederhana. Sediaan apus Gram: Jumlah leukosit PMN >5/LPB (laki-laki) atau >30/LPB (perempuan),tidak ditemukan etiologi spesifik. Sediaan basah: Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis. Untuk menentukan infeksi Chlamydia trachomatis, bila memungkinkan, dilakukan pemeriksaan cara: Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). (kerjasama dengan bagian mikrobiologi dan bagian parasitologi



G. TATALAKSANA Servisitis akibat infeksi di Indonesia ditangani dengan terapi empiris mengunakan pendekatan sindrom. Pendekatan sindrom dilakukan dengan identifikasi keluhan dan gejala sebagai bagian dari sindrom yang mudah dikenali, lalu diberikan pengobatan terhadap sebagian besar mikroorganisme yang umum menyebabkan sindrom tersebut. Penerapan pendekatan sindrom pada kasus servisitis adalah dengan memberikan penanganan terhadap gonorrhea, klamidia, dan trikomonas pada pasien yang dicurigai mengalami servisitis tanpa memerlukan konfirmasi etiologi servisitis terlebih dahulu. Pada servisitis, pendekatan sindrom dimulai dengan menyingkirkan keluhan nyeri perut bagian bawah terlebih dahulu. Pasien dengan nyeri perut bagian bawah perlu ditangani menggunakan alur penanganan penyakit radang panggul. Pada pasien tanpa keluhan nyeri perut bagian bawah yang disertai duh tubuh serviks mukopurulen pada pemeriksaan spekulum, atau terdapat faktor risiko jika pemeriksaan spekulum tidak dapat dilakukan, tangani sebagai servisitis gonokokus, klamidiosis, dan trikomoniasis. Penanganan infeksi genital non-spesifik/infeksi nongonokokus diberikan dengan pilihan obat berikut:



H. EDUKASI Perempuan karena asimtomatis merupakan "high transmitted canier" untuk terjadinya IMS dan IGNS sehingga penanganan harus optimal karena dapat menjadi sumber penularan, dan mengakibatkan komplikasi. Infeksi asimtomatik yang te{adi pada pasangan akan menimbulkan reinfeksi, rekurensi dan infeksi laten, hal ini merupakan tantangan besar dalam penanganan IMS bakteri padahal infelsi ini dapat diobati. Hal yang terbaik untuk preventif adalah melakukan deteksi dini dengan penapisan dan pengobatan dini kasus terinfeksi dan tatalaksana pada pasangan seksualnya. Perilaku seksual yang aman menggunakan prinsip ABC:



A (abstinence): menghindari seks bebas atau hubungan seks di luar nikah. Abstinensia hubungan seksual sampai



infeksi dinyatakan sembuh secara



laboratoris. B (be faithful): tidak berganti-ganti pasangan C (condom): jika tidak dapat menghindari poin A dan B, gunakan kondom Selain itu: a. Jagalah kebersihan pribadi (personal hygine) b. Setelah buang air besar keringkan genitalia eksternal dan perenium secara menyeluruh. Bersihkan dari arah depan ke belakang setelah berkemih dan defekasi. c. Ganti pembalut setiap 1-4 jam setiap hari d. Kenali pasangan seksual (riwayat menderita PMS/infeksi genetalia) e. Menjelaskan kepada pasien bahwa servisitis merupakan IMS yang dapat dicegah dengan menghindari hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi. f. Melakukan pemeriksaan dan pengobatan bersama dengan pasangan, termasuk pemeriksaan IMS dan HIV sebelum melakukan hubungan seksual g. Kontrol kembali untuk tindak lanjut pada hari ke-3 dan hari ke-7. h. Pasangan seks dalam kurun waktu 60 harus di evaluasi, diperiksa, dan diberikan terapi. Anjurkan juga pasien untuk menjalani pemeriksaan pap smear setiap 3 tahun sekali I. KOMPLIKASI Komplikasi servisitis bergantung dari patogen penyebabnya. Servisitis yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi di antaranya: 



Peradangan panggul (Pelvic Inflammatory Disease / PID). PID merupakan komplikasi servisitis terbanyak. Pada sebuah studi disebutkan bahwa sekitar 40% wanita yang mengalami servisitis akibat infeksi klamidia yang tidak diterapi mengalami PID. Dari wanita yang mengalami komplikasi PID ini sekitar 20% mengalami infertilitas,18% dari wanita yang mengalami servisitis dan PID dapat mengalami nyeri panggul kronik dan 9% dari wanita yang mengalami servisitis dan PID dapat menyebabkan kehamilan ektopik.







Meningkatkan risiko terkena HIV







Infertilitas







Abortus







Ketuban pecah dini







Gangguan pada janin bila infeksi dialami saat hamil di antaranya kebutaan, berat badan lahir rendah, sepsis, kelainan kongenital







Peradangan kronis pada serviks terutama yang disebabkan oleh infeksi virus human papilloma virus (HPV) dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks



J. PROGNOSIS Prognosis servisitis dipengaruhi oleh faktor-faktor etiologi servisiti, kepatuhan terapi, perubahan perilaku seksual yang berisiko seperti berganti-ganti pasangan atau tidak menggunakan kondom, ada tidaknya komplikasi,penanganan pasangan seksual pasien untuk mencegah terjadinya infeksi berulang akibat efek pingpong. Servisitis tanpa komplikasi: Quo ad vitam : bonam; Quo ad functionam : bonam; Quo ad sanationam : dubia ad bonam.



DAFTAR PUSTAKA -



CDC.2015.Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines.United States: CDC.



-



Kang, Sewon, Amagai, Masayuki, et al.(Eds).2019.Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition Volume 1.United States: Mc Graw-Hill Education.



-



Ollendorff,



Arthur



T.,



MD.



2017.Cervicitis.



https://emedicine.medscape.com/article/253402-overview#a3



diakses



tanggal



28



dari: November



2020. -



Piszczek, J., St Jean, R., & Khaliq, Y. (2015). Gonorrhea: Treatment update for an increasingly resistant organism. Canadian pharmacists journal : CPJ = Revue des pharmaciens



du



Canada:



RPC,



148(2),



82–89.



https://doi.org/10.1177/1715163515570111 -



SW Menaidi, Sri Linuwih.(Eds).2019.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh.Jakarta: FK UI.