Regulasi Pelayanan Penanggulangan TB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PELAYANAN PENANGGULANGAN TB DOTS RSGM IIK BHAKTI WIYATA 2022



i



RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA Jl. KH. Wahid Hasyim 65 Kediri 64114 Telp : (0354) 774040 (hunting)773535 | Fax : (0354) 771539 Email :[email protected] | website :www.rsgmiikbw.com



PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA NOMOR .../ RSGM/ PER.DIR / III / 2020 TENTANG PANDUAN PELAYANAN TB DOTS RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA DIREKTUR RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA



Menimbang



:



a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit terutama pelayanan pasien TB DOTS ; b. bahwa sehubungan dengan butir a tersebut diatas maka perlu ditetapkan Peraturan Direktur tentang Panduan Pelayanan TB DOTS Rumah Sakit Gigi dan Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata;



Mengingat



:



1. Undang-Undang



Nomor



29



Tahun



2004



tentang



Praktik



Kedokteran; 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/IV/2008 tentang Rekam Medis; 8. Peraturan



Menteri



290/Menkes/Per/III/2008



Kesehatan Tentang



Republik Persetujuan



Nomor Tindakan



Kedokteran; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis; 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor ii



36 Tahun 2012 tentang



Rahasia Kedokteran; 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor



36 Tahun 2012 tentang



Rahasia Kedokteran; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis; 13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien; 14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/ Menkes/ SK/ II / 2008 Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 15. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.02.02/ MENKES/ 305/ 2014 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis; 16. Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Kota Kediri No: 503/ 1869/ RS/ 419.64/ 2016 Tentang Izin Operasional Rumah Sakit; 17. Keputusan Direktur Utama PT. Husada Wiyata Mulya Nomor SK.02/ HWM/ V/ 2019 tentang Hospital By laws Rumah Sakit Gigi dan Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata; 18. Keputusan Direktur PT. Husada Wiyata Mulya Nomor SK.01/ HWM-S.02/ IX/ 2019 tentang Pengangkatan Direktur RSGM IIK Bhakti Wiyata; 19. Keputusan Direktur PT. Husada Wiyata Mulya No. SK.03/ HWM/ VIII/ 2019 tentang Penetapan Struktur Organisasi RSGM IIK Bhakti Wiyata; 20. Keputusan Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Nomor 01/ SK.RSGM/ DIR/ VIII/ 2019 tentang Penetapan Struktur Organisasi dan Tata Kerja di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata.



MEMUTUSKAN Menetapkan



:



PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA TENTANG PANDUAN PELAYANAN TB DOTS DAN



MULUT



INSTITUT



WIYATA;



iii



ILMU



RUMAH SAKIT GIGI KESEHATAN



BHAKTI



Pasal 1 Memberlakukan Panduan Pelayanan TB DOTS sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. Pasal 2 Dalam mengelola dan menyelenggarakan pelayanan rawat inap harus mengacu pada Panduan Pelayanan TB DOTS di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata; Pasal 3 Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan diperbaiki sebagaimana mestinya;



Ditetapkan di : Kediri Pada tanggal : 28 Maret 2020 Direktur RSGM IIK Bhakti Wiyata,



drg. Sahat Manampin Siahaan, MMRS NIK. 2011.0414



Tembusan kepada yth 1. Reprentatif PT. HWM 2. Direktur 3. Arsip



iv



Lampiran 1 : Peraturan Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Nomor : 11 /RSGM/ PER.DIR / VIII / 2019 Tentang : Panduan Pelayanan TB DOTS RSGM IIK BHAKTI WAYATA



KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya maka Panduan Pelayanan TB DOTS RSGM IIK Bhakti Wiyata ini dapat diselesaikan, Panduan ini dibuat untuk membuat semua pelayanan di Rumah Sakit Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata menjadi lebih bermutu. Kami menyadari bahwa dalam proses penyusunan Panduan Pelayanan TB DOTS RSGM IIK Bhakti Wiyata ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik selama proses penyusunan naskah panduan ini. Akhir kata kami berharap semoga Panduan Pelayanan TB DOTS RSGM IIK Bhakti Wiyata ini dapat mendukung peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di RSGM IIK Bhakti Wiyata. Masukan, saran, dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan panduan ini.



Kediri, Agustus 2019



Tim Penyusun



v



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR......................................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii BAB I DEFINISI................................................................................................................ 1 BAB II RUANG LINGKUP ...............................................................................................2 BAB III TATA LAKSANA..................................................................................................3 BAB IV DOKUMENTASI ...............................................................................................15



vi



BAB I DEFINISI



Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga



mengenai organ tubuh lainnya.



a. DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), merupakan pengobatan penderita TB yang dilakukan dalam jangka pendek, dan dilakukan dengan pengawasan langsung terhadap penderita TB.



b. TB 01 : Kartu pengobatan pasien TB, merupakan kartu status atau kartu rekam medis pasien TB. Disimpan di unit DOTS.



c. TB02 : Kartu Identitas pasien TB, Merupakan kartu kontrol pengobatan TB, disimpan oleh pasien



d. TB03 : Buku Register TB Kabupaten atau Kota. Merupakan buku besar pengobatan TB yang mencatat seluruh perjalanan pengobatan pasien TB, disimpan di Unit DOTS.



e. TB04 : Buku Register Laboratorium TB. Mencatat semua pemeriksaan dahak ( BTA) yang dilakukan di Laboratorium. Disimpan di Laboratorium



f. TB05 : Merupakan formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak g. TB06 : Merupakan buku daftar suspek TB yang diperiksa dahak SPS, Disimpan di Unit DOTS



h. TB09 : Formulir Rujukan atau pindah pasien TB. i. TB10 : Formulir hasil akhir pengobatan pasien TB pindahan j. TB12 : Formulir pengiriman sediaan untuk cross check.



1



BAB II RUANG LINGKUP Adapun ruang lingkup pelayanan TB DOTS adalah sebagai berikut : A. Lingkup Area 1. Pelaksana panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari : a. Tenaga medis (dokter, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis) b. Tenaga kesehatan (tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga terapis gigi dan mulut, tenaga RM, tenaga laboratorium medis, radiografer, tenaga elektromedis, tenaga gizi) c. Tenaga non medis (staf administrasi, staf keuangan, tenaga kebersihan, tenaga keamanan) 2. Unit yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Pelayanan TB DOTS : a. Unit Rawat Jalan b. Unit Gawat Darurat c. Unit Rawat Inap d. Unit Laboratorium e. Unit Farmasi f.



Unit CSSD



g. Unit Sanitasi Lingkungan dan Limbah B. Kewajiban dan Tanggung Jawab 1.



Seluruh Staf Rumah Sakit Gigi Mulut wajib memahami tentang Panduan Pelayanan TB DOTS



2.



Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien ) bertanggung jawab melakukan Panduan Pelayanan TB DOTS



3.



Kepala Unit atau Kepala Ruangan a. Memastikan seluruh staf di Unit memahami Panduan Pelayanan TB DOTS b. Terlibat dan Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan Pelayanan TB DOTS



4.



Manajer a. Memantau dan memastikan Panduan Pelayanan TB DOTS dikelola dengan baik oleh Kepala Unit b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan Panduan Pelayanan TB DOTS



2



BAB III TATA LAKSANA A. PENEMUAN PASIEN TB



Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat. Strategi penemuan 



Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.







Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.







Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.



Gejala klinis pasien TB 



Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.







Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.



Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan



dahak



berfungsi



untuk



menegakkan



diagnosis,



menilai



keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan dan dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan RSGM IIK Bhakti Wiyata. Pemeriksaan



dahak



untuk



penegakan 3



diagnosis



dilakukan



dengan



mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), 



S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.







P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.







S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.



Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan dan dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan RSGM IIK Bhakti Wiyata. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: a.



Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis



b.



Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.



c.



Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.



Pemeriksaan Tes Resistensi Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah. 1.



DIAGNOSIS TB Diagnosis TB paru 



Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu pagi - sewaktu (SPS).







Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.



4







Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.







Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.







Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.



Diagnosis TB ekstra paru. 



Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.







Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan



berdasarkan



gejala



klinis



TB



yang



kuat



(presumtif)



dengan



menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.



5



Gambar 4.1. Alur Diagnosis TB Paru



Screening dilakukan di Poli Rawat Jalan & UGD RSGM IIK Bhakti WIyata



Dilakuka n di Faskes yang bekerjas ama dengan RSGM IIK Bhakti Wiyata



Catatan : Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.



6



Indikasi pemeriksaan foto toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan RSGM IIK Bhakti Wiyata sesuai dengan indikasi sebagai berikut : • Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB paru BTA positif. (lihat bagan alur) • Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur) • Pasien



tersebut diduga



mengalami



komplikasi



sesak nafas berat yang



memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). 2.



KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:



1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru; 2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif; 3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. 4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :



1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai 2. Registrasi kasus secara benar 3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif 4. Analisis kohort hasil pengobatan Beberapa istilah dalam definisi kasus:



1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.



7



2. Kasus



TB



pasti



Mycobacterium



(definitif)



:



pasien



tuberculosis



atau



dengan tidak



biakan



ada



positif



fasilitas



untuk biakan,



sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk: 1. menghindari



terapi



yang



tidak



adekuat



(undertreatment)



sehingga



mencegah timbulnya resistensi, 2. menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) 3. mengurangi efek samping. a.



Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:



1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. b.



Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1.



Tuberkulosis paru BTA positif.



a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2.



Tuberkulosis paru BTA negatif



Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 8



d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. c.



Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.



1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk. 2) TB



ekstra-paru



dibagi



berdasarkan



pada



tingkat



keparahan



penyakitnya, yaitu: a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan:  Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.  Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. d.



Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya



Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1)



Kasus baru



Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2)



Kasus kambuh (Relaps)



Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan



tuberkulosis



dan



telah



dinyatakan



sembuh



atau



pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3)



Kasus setelah putus berobat (Default )



Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 9



4)



Kasus setelah gagal (Failure)



Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5)



Kasus Pindahan (Transfer In)



Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6)



Kasus lain:



Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Catatan: TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan



secara



patologik,



bakteriologik



(biakan),



radiologik,



dan



pertimbangan medis spesialistik. 3.



JEJARING INTERNAL DAN EKSTERNAL RSGM IIK BHAKTI WIYATA Rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan penderita (case finding) TB, namun memiliki keterbatasan dalam pemantauan pengobatan penderita (case holding) jika dibandingkan dengan Puskesmas. Karena itu perlu dikembangkan jejaring rumah sakit, baik internal maupun eksternal. a. Jejaring Internal



Jejaring internal adalah jejaring antar semua Gugus tugas yang terkait dalam menangani pasien TB di dalam RSGM IIK BHAKTI WIYATA. Koordinasi kegiatan dilaksanakan oleh Tim DOTS rumah sakit. Tim DOTS RS adalah tim yg dikukuhkan dengan SK Direktur RS yang bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan DOTS di RS, serta mengkoordinasikan semua kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Jejaring Internal RSGM IIK BHAKTI WIYATA



10



Fungsi masing-masing Gugus tugas dalam jejaring internal RS : a. Klinik DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien tuberkulosis di rumah sakit dan pusat informasi tentang tuberkulosis. Kegiatannya juga meliputi konseling, penentuan klasifikasi dan tipe, penentuan PMO, follow up hasil pengobatan dan pencatatan. b. Poli umum, IGD, dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien TB, menegakkan diagnosis, pengobatan serta menginformasikan dan atau mengirim pasien ke Tim DOTS RS; c. Rawat Inap berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan pasien TB; d. Laboratorium (mikrobiologi dan patologi anatomi) berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik; e. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostik; f.



Farmasi berfungsi sebagai penanggung jawab terhadap manajemen OAT di RS;



g. Pencatatan dan pelaporan TB dilakukan oleh petugas administrasi TB di Tim DOTS. Petugas rekam medis berfungsi sebagai pendukung data TB di RS; h. HUMAS & PKRS RS berfungsi sebagai pelaksana penyuluhan TB DOTS di RS.



Alur Penatalaksanaan Pasien Tuberkulosis Di RSGM IIK BHAKTI WIYATA



11



Penjelasan Alur penatalaksanaan pasien tuberkulosis di rumah sakit: 



Suspek TB atau pasien TB dapat datang ke Poli Umum/IGD atau langsung ke poli spesialis (Orthodonsia, Konservasi Gigi, Prostodonsia, Bedah Mulut, Kedokteran Gigi Anak, Peridontia, Penyakit Mulut).







Suspek TB dari poli maupun rawat inap dikirim ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan RSGM IIK Bhakti Wiyata untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium Mikrobiologi, PK, PA dan Radiologi).







Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik/rawat inap atau Tim DOTS.







Untuk pasien rawat jalan, setelah diagnosis TB ditegakkan pasien dikirim ke Klinik DOTS untuk diregistrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di RS tersebut) disepakati PMO, diberi penyuluhan dan tata cara pengambilan obat dan mengisi kartu TB.01. Bila pasien tidak menggunakan obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan di Gugus tugas masing-masing dan kemudian dilaporkan ke Klinik DOTS.







Untuk pasien rawat inap, petugas rawat inap menghubungi Tim DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit tersebut), paket OAT dapat diambil di farmasi.







Rujukan (pindah) dari/ ke UPK lain berkoordinasi dengan Tim DOTS



b. Jejaring Eksternal



Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara RSGM IIK Bhakti Wiyata dengan dinas kesehatan, Puskesmas, dan UPK lainnya terkait dalam penanggulangan TB dengan Strategi DOTS. Tujuan jejaring eksternal: 12



a. Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up sampai akhir pengobatan , b. Menjamin



kelangsungan



dan



keteraturan



pengobatan



pasien



sehingga



mengurangi jumlah pasien yang putus berobat . 4.



MEKANISME RUJUKAN DAN PINDAH



Prinsip: memastikan pasien TB yang dirujuk/pindah akan menyelesaikan pengobatannya dengan benar di tempat lain. Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain a. Apabila pasien sudah diketahui bahwa positif TBC dari hasil bacaan pemeriksaan penunjang di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan RSGM IIK BW wajib di registrasi dan di catat di lembar pelaporan dan rekam medis pasien



b. Dikarenakan RSGM IIK Bhakti Wiyata tidak mempunyai sarana dan prasarana yang memadai untuk pengobatan dan perawatan pasien positif TB, maka petugas DOTS RS wajib mengedukasi pasien untuk melakukan pengobatan dan perawatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan RSGM IIK Bhakti Wiyata dengan memberikan formulir rujukan dan hasil pemeriksaan penunjang yang menyatakan pasien positif TB c. Formulir Rujukan dan hasil pemeriksaan pasien yang menyatakan positif TB diberikan kepada pasien untuk diserahkan kepada RS/UPK yang dituju. d. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke Wasor TB/Koordinator jejaring DOTS RS tentang pasien yang dirujuk e. Tim DOTS RS mencatat pasien positif TB di lembar pencatatan dan pelaporan 5.



MEKANISME PELACAKAN PASIEN MANGKIR



Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Jika dalam anamnesa atau screening di Poli Rawat Jalan RSGM IIK Bhakti Wiyata menemukan keadaan diatas dan keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada tahap awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka petugas di Tim DOTS RS harus segera melakukan tindakan di bawah ini: a. Menghubungi pasien / PMO/ Kader TB



b. Petugas di DOTS RS menginformasikan ke Wasor Kota/kabupaten, bahwa ada pasien mangkir dengan identitas dan alamat lengkap untuk segera dilakukan pelacakan,



13



c. Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas/ Kader TB segera diinformasikan kepada rumah sakit yang merujuk atau Wasor Kota/ Kab. d. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberitahukan ke Wasor TB/ koordinator jejaring DOTS rumah sakit.



6.



MULTI-DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS



Multi-Drug Resistance Tuberculosis Atau MDR-Tb adalah jenis tuberculosis yang sudah resisten terhadap minimal 2 jenis obat TB lini pertama yang paling poten, yaitu Isoniazid (INH) dan Rifampicin (R).



Kriteria Suspek MDR TB : 1.



Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2.



2.



Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidakkonversi setelah 3 bulan pengobatan.



3.



Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua paling sedikit selama 1 bulan.



4.



Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.



5.



Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah 2 bulan pengobatan.



6.



Pasien TB kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT kategori 1 dan kategori 2.



7.



Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default).



8.



Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB- RO, termasuk dalam hal ini warga binaan yang ada di Lapas/Rutan, hunian padat seperti asrama, barak, buruh pabrik.



9.



Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM TB).



14



BAB IV DOKUMENTASI A. PENCATATAN DAN PELAPORAN Pencatatan dilakukan setiap hari dan dilaporkan setiap bulan kepada sekretaris TIM TB DOTS Hal – hal yang perlu dilaporkan meliputi : 1. Pencatatan hasil pasien telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up sebelumnya negatif. 2. Pencatatan hasil pasien yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. 3. Pencatatan pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. 4. Catatan pasien yang pindah berobat ke UPK lain dengan register TB03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. 5. Catatan pasien yang Default (Putus Berobat) 6. Catatan pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut –turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 7. Catatan pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. B. MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan Evaluasi kegiatan dilaporkan setiap 3 bulan dan dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit Gigi Mulut Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata.



Ditetapkan di : Kediri Pada tanggal : 28 Agustus 2019 Direktur RSGM IIK Bhakti Wiyata,



drg. Sahat Manampin Siahaan, MMRS NIK. 2011.0414



15



15