Pedoman Penanggulangan TB 2022 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 14.04.01 RUMAH SAKIT TK. IV 14.07.01 BONE



PEDOMAN PELAYANAN PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS RUMAH SAKIT TK. IV 14.07.02 Dr. M. YASIN BONE



TAHUN 2022



DAFTAR ISI Daftar Isi....................................................................................................... i Daftar Singkatan ......................................................................................... ii BAB I Pendahuluan...................................................................................... 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan ................................................................................................ 1 C. Ruang Lingkup Pelayanan ................................................................. 1 D. Batasan Operasional .......................................................................... 2 E. Landasan Hukum ............................................................................... 2 BAB II Standar Ketenagaan ......................................................................... 3 A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ...................................................... 3 B. Distribusi Ketenagaan ........................................................................ 3 C. Pengaturan Jaga ................................................................................ 3 BAB III Standar Fasilitas .............................................................................. 4 A. Denah Ruangan................................................................................ 4 B. Standar Fasilitas ............................................................................... 4 BAB IV Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shourt-course)......... 5 A. Pembentukan Jejaring ...................................................................... 6 B. Mekanisme Rujukan dan Pindah ...................................................... 9 C. Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit ....................................... 10 BAB V Tatalaksana Pasien Tuberkulosis.......................................................11 A. Diagnosis Tuberkulosis.......................................................................11 B. Klasifikasi Kasus Tuberkulosis...........................................................24 C. Pengobatan Tuberkulosis...................................................................26 BAB VI Logistik...............................................................................................36 BAB VII Pencatatan dan Pelaporan...............................................................38 BAB VIII Keselamatan Pasien........................................................................39 BAB IX Keselamatan Kerja............................................................................40 BAB X Pengendalian Mutu.............................................................................41 BAB XI Penutup..............................................................................................42



i



DAFTAR SINGKATAN AIDS



: Acquired Immune Deficiency Syndrome



APD



: Alat Perlindungan Diri



ASI



: Air Susu Ibu



ATS



: Anti Tetanus Serum



BCG



: Bacillus Calmette et Guerin



BTA



: Basil Tahan Asam



Cs



: Cycloserine



DM



: Diabetes Melitus



DOT



: Directly Observed Treatment



DOTS



: Directly Observed Treatment – Shortcourse Chemotherapy



E



: Etambutol



EQA



: External Quality Assurance



Eto



: Ethionamide



FEFO



: First Expired First Out



H



: Isoniasid (INH = Iso Niacid Hydrazide)



HDL



: Hospital DOTS Linkage



HIV



: Human Immunodeficiency Virus



IGD



: Instalasi Gawat Darurat



KDT



: Kombinasi Dosis Tetap



Kn



: Kanamycin



LED



: Laju Endap darah



Lfx



: Levofloxacin



MDR



: Multi Drugs Resistance



OAT



: Obat Anti Tuberkulosis



PKRS



: Promosi Kesehatan Rumah sakit



PMO



: Pengawasan Minum Obat



R



: Rifampisin



RS



: Rumah Sakit



S



: Streptomisin



SGOT



: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase ii



SGPT



: Serum Pyruric Oxaloacetic Transaminase



TB



: Tuberkulosis



UPK



: Unit Pelayanan Kesehatan



WHO



: World Health Organization



Z



: Pirazinamid



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu penyakit Tuberkulosis oleh masyarakat dikenal sebagai penyakit menular dan merupakan salah satu masalah utama kesehatan di masyarakat indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya penderita tuberkulosis yang ditemukan di masyarakat dan kematian yang disebabkannya. Pada tahun 1995, puskesmas merupakan ujung tombak dalam pelayanan di masyarakat dengan menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Dengan berjalannya waktu strategi DOTS telah mulai dikembangkan di Balai Pengobatan Paru-Paru dan di rumah sakit, baik rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah. Pada tahun 2004 survey prevalensi tuberkulosis menunjukkan bahwa pola pencarian pengobatan tuberkulosis ke rumah sakit ternyata cukup tinggi, yaitu sekitar 60 %. Melihat dari besarnya jumlah pasien TB paru yang berobat di RS Tk. IV 14.07.01 Dr. M. Yasin Bone mengembangkan pelayanan yang lebih efektif dengan penerapan strategi DOTS yang dikembangkan oleh WHO dan Dinas Kesehatan Republik Indonesia, melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Malang, dengan membentuk Tim DOTS dan menyusun pedoman pelayanan TB DOTS di RS Tk. II dr. Soepraoen. B. Tujuan 1. Tuberkulosis tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. 2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberkulosis untuk mencapai millenium development goals. 3. Menurunkan resistensi terhadap OAT. C. Ruang Lingkup Pelayanan Ruang lingkup pelayanan Tuberkulosis di RS Tk. IV 14.07.01 Dr. M. Yasin Bone adalah : 1. Penjaringan pasien tuberkulosis, menegakkan diagnosa. 2. Pencatatan dan pelaporan pasien tuberkulosis. 1



3. Menginformasikan dan atau mengirim pasien ke unit



TB



DOTS



puskesmas atau rumah sakit lain. 4. PKRS berfungsi sebagai pelaksana penyuluhan TB DOTS di rumah sakit. D. Batasan Operasional Batasan operasional dalam pelayanan Tuberkulosis adalah memberi asuhan keperawatan kepada pasien tuberkulosis. E. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 3. Keputusan Menteri Kesehatan No 203 / Menkes / SK / III / 1999 tentang Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 5. Keputusan Nomor



Menteri



Kesehatan



HK.01.07/Menkes/755/2019



Republik



tentang



Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis



2



Pedoman



Indonesia Nasional



BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia 1. Dokter yang telah mendapatkan pelatihan TB DOTS 2. Perawat yang telah mendapatkan pelatihan TB DOTS 3. Petugas laboratorium yang telah mendapatkan pelatihan TB DOTS B. Distribusi Ketenagaan 1. Unit DOTS 2. Instalasi rawat inap 3. Instalasi rawat jalan C. Pengaturan Jaga Pengaturan jadwal jaga dilakukan berdasarkan hari kerja



3



BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruangan Ruang unit DOTS terletak disudut yang terpisah dengan poliklinik yang lain B. Standar Fasilitas 1. Struktur fisik Lantai porselen dan dinding dicat atau dilapisi keramik agar mudah dicuci 2. Kebersihan Cat dan lantai berwarna terang dan sehingga kotoran terlihat dengan mudah. Ruangan bersih bebas dari debu dan kotoran sampah atau limbah rumah sakit.Hal ini berlaku pula untuk mebel, perlengkapan, instrumen, pintu, jendela, steker listrik, dan langit-langit 3. Pencahayaan Listrik berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh. Pencahayaan terang dari cahaya alami atau listrik 4. Ventilasi Suhu ruangan dijaga 24-26 °c dan pendingin ruangan berfungsi dengan baik 5. Pencucian tangan Cairan antiseptik pencuci tangan dengan dispenser otomatis



4



BAB IV STRATEGI DOTS (DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT-COURSE) DOTS mengandung lima komponen, yaitu : 1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional 2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik 3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy) 4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan 5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) Pengawasan dilakukan oleh : 1. Penderita berobat jalan a. Langsung di depan dokter b. Petugas kesehatan c. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll) d. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah 2. Penderita dirawat Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan. Tujuan : a. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi b. Mencegah putus berobat c. Mengatasi efek samping obat d. Mencegah resistensi



5



Dalam melaksanakan DOTS, sebelum pengobatan pertama kali dimulai harus diingat: 1. Tentukan seorang PMO. Berikan penjelasan kepada penderita bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT. 2. Persyaratan PMO. PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh selama 6 bulan. PMO dapat berasal dari kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani penderita. 3. Tugas



PMO.



Bersedia



mendapat



penjelasan



di



poliklinik,



memberikan



pengawasan kepada penderita dalam hal minum obat, mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal, memberitahukan / mengantar penderita untuk kontrol bila ada efek samping obat, bersedia antar jemput OAT jika penderita tidak bisa datang ke RS /poliklinik. Ekspansi DOTS ke rumah sakit dilakukan bersamaan dengan peningkatan kualitas program penanggulangan tuberkulosis di kabupaten/kota dengan terus berusaha meningkatkan dan mempertahankan: 1. Angka konversi lebih dari 80% 2. Angka keberhasilan pengobatan lebih dari 85% 3. Angka kesalahan laboratorium di bawah 5% A. Pembentukan Jejaring Rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan pasien tuberculosis (case finding), namun memiliki keterbatasan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case holding). Karena itu perlu dikembangkan jejaring rumah sakit, baik internal maupun eksternal. 1. Jejaring Internal Jejaring internal adalah jejaring yang dijalankan di dalam rumah sakit dengan melibatkan seluruh unit yang menangani pasien TB. a. Unit DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien tuberculosis di rumah sakit dan pusat informasi tentang tuberculosis. Kegiatannya juga meliputi konseling, penentuan klasifikasi dan tipe, 6



kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan PMO, follow up hasil pengobatan



dan



pencatatan,



serta



bertanggungjawab



terhadap



ketersediaan OAT Kemenkes. b. Poli umum, IGD, dan poli spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien tuberculosis, menegakkan diagnosis, dan mengirim pasien ke unit DOTS RS. c. Rawat inap berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan. d. Laboratorium berfungsi sebagai sarana diagnostic. e. Radiologi berfungsi sebagai sarana penunjang diagnostic. f. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan OAT non Kemenkes. g. Rekam medis / petugas administrasi berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam pencatatan dan pelaporan. h. PKMRS berfungsi sebagai pendukung unit DOTS dalam kegiatan penyuluhan. Alur penatalaksanaan pasien tuberkulosis di rumah sakit: 1. Suspek tuberkulosis atau pasien tuberkulosis dapat datang ke poli spesialis atau IGD. 2. Suspek tuberkulosis dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, patologi anatomi). 3. Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing-masing atau unit DOTS. 4. Setelah diagnosis tuberkulosis ditegakkan, pasien dikirim ke unit DOTS untuk registrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di RS. Dr. M. Yasin Bone), penentuan PMO, penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian kartu pengobatan tuberkulosis. Bila pasien tidak menggunakan obat paket, pencatatan dan pelaporan dilakukan di poliklinik masing-masing dan kemudian dilaporkan ke unit DOTS. 5. Bila ada pasien tuberkulosis yang dirawat di bangsal, petugas bangsal menghubungi unit DOTS untuk registrasi pasien . Paket OAT dapat diambil di Unit DOTS. 6. Rujukan (pindah) dari/ke UPK lain, berkoordinasi dengan Unit DOTS. 7



ALUR TATALAKSANA PENDERITA TB



PASIEN UMUM



Instalasi Laboratorium



Poli Umum Poli Spesialis UGD



UPK LAIN / KADER



Instalasi Radiologi



UNIT DOTS RS Farmasi Rekam Medis PKMRS



Rawat Inap 2. Jejaring Eksternal Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan,



rumah



sakit,



puskesmas,



dan



UPK



lainnya



dalam



penanggulangan tuberkulosis dengan strategi DOTS. Tujuan jejaring eksternal: a. Semua pasien tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan DOTS yang berkualitas, mulai dari diagnosis, follow up, sampai akhir pengobatan. b. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasien, sehingga mengurangi jumlah pasien yang putus berobat. Dinas Kesehatan berfungsi: 1. Koordinasi antara rumah sakit dan UPK lain 2. Menyusun protap jejaring penanganan tuberkulosis 3. Koordinasi sistem surveilens 8



4. Menyusun



perencanaan,



memantau,



melakukan



supervise,



dan



mengevaluasi penerapan strategi DOTS di rumah sakit 5. Menyediakan tenaga/petugas untuk mengumpulkan laporan Tugas koordinator jejaring DOTS Rumah Sakit: 1. Memastikan mekanisme jejaring seperti yang tersebut di atas berjalan dengan baik 2. Memfasilitasi rujukan antar UPK dan antar propinsi/kabupaten/kota 3. Memastikan pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan ke UPK yang dituju dan menyelesaikan pengobatannya 4. Memastikan setiap pasien mangkir dilacak dan ditindaklanjuti 5. Supervisi pelaksanaan kegiatan di Unit DOTS 6. Validasi data pasien di rumah sakit 7. Monitoring dan evaluasi kemajuan ekspansi Hospital DOTS B. Mekanisme Rujukan dan Pindah Prinsip : Memastikan



pasien



tuberkulosis



yang



dirujuk/pindah



akan



menyelesaikan pengobatannya dengan benar di tempat lain. Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain (dalam satu kabupaten/kota) : 1. Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan Kartu Pengobatan TB (TB.01) di rumah sakit. 2. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit, surat pengantar atau formulir TB.09 dengan menyertakan TB.01 dan OAT (bila pengobatan telah dimulai). 3. Formulir TB.09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK yang dituju. 4. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) ke koordinator HDL tentang pasien yang dirujuk. 5. UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB.09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal. 6. Koordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau SMS).



9



7. Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas tuberkulosis UPK yang dituju melacak sesuai dengan alamat pasien. 8. Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal dan wasor tentang pasien yang dirujuk. Mekanisme rujukan pasien dari rumah sakit ke UPK kabupaten/kota lain: Mekanisme rujukan sama dengan di atas, dengan tambahan 1. Informasi rujukan diteruskan ke Koordinator HDL Propinsi yang akan menginformasikan ke Koordinator HDL kabupaten/kota yang menerima rujukan, baik secara telepon langsung atau melalui SMS. 2. Koordinator HDL propinsi memastikan bahwa pasien yang dirujuk telah melanjutkan pengobatan ke tempat rujukan yang dituju. 3. Bila pasien tidak ditemukan, maka Koordinator HDL propinsi harus menginformasikan kepada wasor atau Koordinator HDL kabupaten/kota untuk melakukan pelacakan pasien. C. Pelacakan Kasus Mangkir di Rumah Sakit Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersangkutan tidak dating untuk periksa ulang atau mengambil obat pada waktu yang telah ditentukan. Bila kasus mangkir masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka petugas unit DOTS harus segera melakukan tindakan di bawah ini : 1. Menghubungi pasien langsung atau PMO. 2. Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke wasor kabupaten/kota atau langsung ke puskesmas agar segera dilakukan pelacakan. 3. Hasil dari pelacakan yang dilakukan oleh petugas puskesmas segera diinformasikan kepada rumah sakit. Bila proses ini menemui hambatan, harus diberitahukan ke koordinator jejaring DOTS rumah sakit.



10



BAB V TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS A. Diagnosis Tuberkulosis Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Gejala klinis Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). Gejala respiratori terdiri dari batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada. Sedangkan gejala sistemik terdiri dari demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. Pada ekstraparu gejala tergantung dari organ yang terlibat,



TB



misalnya



limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Sedangkan pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. 2. Pemeriksaan Fisik Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. 3. Pemeriksaan Bakteriologi Bahan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan 11



lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urine, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Untuk pemeriksaan dahak dilakukan pengambila dahak 2 kali dengan minimal satu kali dahak pagi hari. Pemeriksaan mikroskopis biasa menggunakan pewarnaan Ziehl-Nielsen dan mikroskopis fluoresens menggunakan pewarnaan auramin-rhodamin. Berdasarkan rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala International Union Against Tuberculosis dan Lung Disease (IUATLD), antara lain: a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +1 d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +2 e. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +3 4. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar yang dapat digunakan adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah: a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah b. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular c. Bayangan bercak milier d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif: a. Fibrotik b. Kalsifikasi c. Schwarte atau penebalan paru. Luluh paru (destroyed lung): a. Terdapatnya gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut dengan luluh 12



paru.



Gambaran



radiologi



luluh



paru



terdiri



dari



atelektasis,



ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses penyakit. Luas proses yang tampak pada foto toraks dapat dinyatakan sebagai berikut ini: a. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru, dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostenal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga II) dan tidak dijumpai kavitas. b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal. 5. Pemeriksaan Penunjang Lain a. Analisa cairan pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis TB adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. b. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau autopsi. c. Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan TB. Limfosit juga kurang spesifik.



13



Diagnosis Tuberkulosis pada Anak Penegakan diagnosis tuberkulosis pada anak sedikit lebih sulit selain dikarenakan pengambilan spesimen yang sulit, juga gejala yang muncul / tampak tidak sejelas gejala-gejala yang timbul pada pasien-pasien dewasa. Oleh sebab itu, untuk menegakan diagnosis Tuberculosis (TB) pada anak harus menggunakan sistem skoring TB yang telah disepakati, sbb :



14



Catatan penting : 1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh Dokter 2. Jika dijumpai skrofuloderma, maka langsung didiagnosis Tuberculosis (TB) 3. Berat badan (BB) dinilai saat datang / pemeriksaan 4. Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku 5. Rontgen foto bukan alat diagnosis utama pada TB anak 6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak 7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih bersifat tentatif/ sementara, nilai definitive mungkin masih dapat berubah sesuai perkembangan ilmu / penelitian di kemudian hari. B. Klasifikasi Kasus Tuberkulosis 1. Letak anatomis penyakit a. Tuberkulosis paru, yaitu kasus TB yang mengenai parenkim paru. Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya terletak di dalam paru. 15



b. Tuberkulosis ekstraparu, yaitu kasus TB yang mengenai organ lain selain



paru



seperti



pleura,



kelenjar



getah



bening



(termasuk



mediastinum dan/atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak. 1) Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi a) Tuberkulosis paru BTA positif, yaitu apabila : Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut berasal dari dahak pagi hari. Saat ini Indonesia



sudah



memiliki



beberapa



laboratorium



di



yang



memenuhi syarat EQA. Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat EQA, maka TB paru BTA positif adalah: Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil pemeriksaan foto toraks sesuai



dengan



gambaran TB yang ditetapkan oleh klinisi, atau satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M. tuberculosis positif. b) Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila: Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif. Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium yang memenuhi syarat EQA. Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV> 1% atau pasien TB dengan kehamilan ≥ 5%ATAU



c) Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis d) Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah satu di bawah ini: 



Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV, atau



16







Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau prevalens HIV rendah), tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian antibiotik spektrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai



efek



anti



TB



seperti



fluorokuinolon



dan



aminoglikosida). 



Kasus Bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.



2. Riwayat pengobatan sebelumnya Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko resistensi obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan OAT. Tipe berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu: a. Pasien baru adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan. Pasien dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit di manapun. b. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang sudah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negatif dengan lokasi anatomi penyakit di manapun, terdiri dari: c. Kasus kambuh (relaps) yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). d. Kasus setelah putus obat (default) yaitu pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 17



e. Kasus setelah gagal (failure) yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif satu kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan f. Kasus pindahan (transfer in) yaitu pasien yang dipindahkan ke register lain untuk melanjutkan pengobatannya. g. Kasus lain yaitu semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, seperti yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, dan kembali diobati dengan BTA negatif. C. Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2- 3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.



Pengobatan TB standar dibagi menjadi: 1. Kategori -1 (2HRZE/4H3R3) Diberikan pada pasien TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif foto toraks positif dan TB ekstra paru. 2. Kategori- 2 (2HRZES/HRZE/5HRE) Diberikan pada pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya yaitu pada pasien kambuh, gagal maupun pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default). Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara 18



individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan diberikan panduan pengobatan 2HRZES/HRZE/5HRE. HRZE merupakan obat sisipan tahap intensif yang diberikan selama satu bulan. 3. Pasien multi-drug resistant (MDR) Regimen standar TB MDR di Indonesia adalah: 6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/ 18Z(E)-Lfx-Eto-Cs (Z: Pirazinamid, E: etambutol, Kn: kanamisin, Lfx:



Pengobatan tuberkulosis pada anak Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di bawah ini.



19



Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan. Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan. Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H). Dosis 1. INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari 2. Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari 3. Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari 4. Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari 5. Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari Tabel Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak BERAT BADAN (KG)



2 BULAN TIAP HARI



4 BULAN TIAP HARI



RHZ (75/50/150)



RH (75/50)



5-9



1 tablet



1 tablet



10-14



2 tablet



2 tablet



15-19



3 tablet



3 tablet



20-32



4 tablet



4 tablet



Keterangan:  Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit  Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa



20



 



Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.



Tabel Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak JENIS OBAT



BB 10-20 KG



BB