Rekagro Bubuk Coklat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi prekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan devisa Negara. Indonesia negara pemasok utama kakao dunia urutan ketiga yaitu Pantai Gading 38,3 %, Ghana 20,2%, Indonesia 13%, Nigeria 5%, Brasil 5%, Kamerun 5%, Ekuador 4% dan Malaysia 1%, sedangkan negara-negara lain menghasilkan 9% sisanya (Askindo, 2005). Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan yang dapat memberikan konstribusi untuk peningkatan devisa bagi Indonesia. Selain itu, kakao memiliki nilai ekonomis yang tinggi.Produksi kakao semakin meningkat dan pemanfaatan kakao sangat banyak, mulai dari biji sampai lemaknya dapat dimanfaatkan menjadi produk (Maluto, 2005). Produk olahan yang diproduksi dengan bahan baku kakao banyak ditemui di pasaran, misalnya permen, bubuk, susu dll yang terbuat dari coklat. Produk olahan dari biji coklat banyak disukai masyarakat. Selain itu, kandungan komponen bioaktif di dalamnya, berpotensi untuk meningkatkan kesehatan. Produk hasil olahan kakao memiliki sifat yang spesial dari pangan lainnya, bukan karena rasa dan nutrisinya yang baik, tetapi lebih karena sifatnya yang tidak dimiliki oleh pangan lain yaitu bersifat padat di suhu ruang, rapuh saat dipatahkan dan meleleh sempurna pada suhu tubuh ((Misnawi, 2008). Salah satu produk berbahan dasar kakao yaitu kakao bubuk.Coklat bubuk atau cocoa powder terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah dipisahkan lemak coklatnya. Bahan baku cokelat bubuk biasanya memiliki kadar lemak yang tinggi, dengan kadar lemak antara 10%-12% dan ukuran partikel antara 15-30 um (Vogt et al., 1994). Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk mengetahui proses pembuatan kakao bubuk, maka perlu dilakukan percobaan mengenai pengolahan coklat bubuk (Nuraeni, 1995).



1.2 Tinjauan Pustaka 1.2.1 Kakao (Theobroma cacao) Kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerahyang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18° Lintang Utara sampai 15°



Lintang



Selatan (Siregar et al., 2003). Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat dilakukan pemanenan sebanyak dua kali (Nasution, 1985). Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian 20-30 kaki dan membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan curah hujan rata-rata/tahun antara 1150 – 2500 mm, dan temperatur pertumbuhan maksimum antara 3032 ºC serta temperatur minimum antara 18-20 ºC. Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga disebabkan oleh bantuan seranga. Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris, termasuk



dalam



Genus Theobroma.



Famili



Sterculiaceae,



dan



spesies Theobroma



cacao LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia, sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacaoatau kakao lindak (Susanto,1994). Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah warna buah, warna biji



dan



bau



kakao



masing-masing.



Kakao



dengan



tidak berwarna termasuk grup Criollo,sedangkan kakao dengan warna biji



biji



yang berwarna



ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. DiIndonesia khususnya di pulau Jawa, tanaman coklat yang tumbuh adalah dari jenisTrinitario. Mutu coklat ini hampir sama atau sedikit di bawah grup Criollo dengan aroma yang segar dan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna biji yang agak



muda(Nasution, 1985). Tanaman kakao dikonsumsi oleh manusia hanya bagian bijinya saja. Biji kakao terletak di dalam buah atau pod yang tumbuh pada batang dan dahandahannya. Bentuk dan ukuran buah berbeda-beda tergantung jenis kakao yang ditanam. Pada umumnya sub grup Criollo mempunyai mempunyai kulit



buah



yang



bertonjolan dengan lekuk-lekuk, sedangkan sub grup Forastero hampir rata dan licin, serta ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan Criollo. Buah kakao yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 sampai 40 biji yang dikelilingi oleh pulp yang berlendir. Biji terdiri dari dua bagian utama dan sangat berperan selama proses fermentasi yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Kedua bahan inilah yang selama proses fermentasi mengalami perubahan dan menimbulkan aroma pada coklat (Maluto, 2005).



1.2.2 Biji Kakao (Theobroma cacao L) Biji kakao yang diperdagangkan dan dipergunakan untuk produk-produk cokelat diperoleh dari pengolahan biji kakao. Tahapan-tahapan dalam penanganan pasca panen kakao meliputi : pemetikan, pengupasan/pemecahan kulit buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, pengeringan dan penyimpanan merupakan tahapan penting dalam pengolahan untuk memperoleh biji kakao yang bermutu baik (Siswoputranto, 1985). Biji kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibandingkan dengan biji yang difermentasi. Adapun yang tidak mengalami fermentasi warnanya keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya coklat bukan ungu. Fermentasi akan mempermudah pengeringan dan menghancurkan lapisan pulp yang mendekat pada biji. Pada proses fermentasi lembaga di dalam biji kakao juga akan mati (Permentan, 2012). Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao, baik yang berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar.Secara garis besar, biji kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi, T., dkk, 2008). Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah bahan dalam pebuatan kue, es krim, makanan ringan, susu dll. atau dalam bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja (Nuraeni, 1995).



BAB II Pembahasan 2.1 Proses Pengolahan Biji Kakao Menjadi Bubuk Coklat 1. Biji kakao dari petani Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan bijiberselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Biji kakaoyang dikeringkan tanpa fermentasi akan bermutu rendah karena tidak mempunyaicalon cita rasa cokelat. Biji dalam kotak fermentasi ditutup dengan daun pisang ataukarung goni. Tujuannya untuk mempertahankan panas. Pengadukan dilakukan cukupsekali saja setelah 48 jam (2 hari) proses fermentasi berlangsung. Fermentasi sebaiknyadiakhiri setelah 5 hari dan tidak boleh lebih dari 7 hari.



Gambar 1. Biji kakao yang sudah mengalami fermentasi 2. Pengeringan Biji kakao yang telah difermentasi harus segera dikeringkan untuk mendapatkanhasil fermentasi yang cukup baik. Pada proses pengeringan dengan penjemuran, bijidihamparkan di atas alas seperti terpal plastik, tikar, sesek bambu, atau lantai semendan alat pengering. Tebal lapisan biji mencapai 5 cm (2 - 3 lapis biji) dengan lamapenjemuran pada cuaca panas dan cerah selama sehari. Selama penjemuran, dilakukanpembalikan 1 - 2 kali . Lama penjemuran bisa berlangsung lebih dari 3-5 hari, tergantung keadaancuaca dan lingkungannya. Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air bijidari sekitar 7 %. Pengeringan juga bisa dilakukan dengan alat pengering selama 2-3jam. Dalam alat pengering biji kakao pada gambar dibawah bisa dikeringkan sebanyak200 kg perhari.



Gambar 2. Alat pengering biji kakao hingga kadar air 7 %



3. Pensortir biji kakao Mesin pengayak biji kakao yagn memisahkan biji kakao yang berkualitas bagusdengan kualitas rendah juga memisahkan biji dengan sampah-sampah yang terdapatpada biji kakao.



Gambar 3. Mesin pengayak 4. Penyangraian Penyangraian (roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil olahan akhir kakao. Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan arom akhas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan. Biji kakao yang telah disangrai memiliki aroma cokelat khas yang inten denganrasa sepat, pahit dan asam yang rendah. Kualitas citarasa cokelat sangat ditentukan olehkondisi penyangraian, khususnya pada waktu dan suhu penyangraian. Senyawapembentuk aroma khas cokelat, seperti pirazin, karbonil, dan ester meningkat secaranyata suhu yang digunakan dalam penyangraian biji kakao sekitar 120 °C sampai 140 °Cselama 15–120 menit. Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel dipermukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat. Panas dalam proses penyangraian perlu diberikan dalam intensitas dan waktu yang cukup untuk perkembangan cita rasa ( flavor ) kakao, namun panas yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan atau kerusakan cita rasa. Proses penyangraian akan selesai apabila warna bagian dalam keeping bijiberubah menjadi coklat tua dan rasa pahitnya berkurang. Mutu produk kakao hasilsangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi penyangraiannya. Oleh karena itu,penyangraian merupakan yang harus benar – benar diperhatikan untuk menghasilkanproduk kakao yang bermutu baik.



Gambar 4. Mesin Penyangrai 5. Pemecahan dan Pemisahan Kulit ari Pecahan inti biji yang lebih berat akan tertampung dibawah, sedang pecahankulit yang halus dan ringan akan terisap ke dalam kantong system penyaring udara.Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging biji (nib),sedangkan kulit biji merupakan limbah yang saat ini dimanfaatkan sebagai campuranpakan ternak dan pupuk organik, sebab adanya shell atau kulit yang terikat dalamproduk kakao akan memberikan flavor inferior. Oleh karena itu kulit biji perlu dikupassehingga terpisah antara kulit dengan daging biji kakao.



Gambar 5. Mesin pemisah biji kakao dengan kulit arinya 6. Penggilingan nib (pemasta kasar) Tahap proses berikutnya adalah penggilingan nib menjadi pasta kakao kasar sebagai produk primer kakao pertama. Oleh karena setengah dari berat nib adalah lemak, pengaruh dari kegiatan penggilingan bersama– sama dengan panas yang ditimbulkan adalah nib padat menjadi pasta cair. Proses ini menyebabkan titik cair lemak kakao turun di bawah titik cair sesungguhnya. Tahapan proses pengolahan pengilingan menjadi produk sekundernya (pasta,lemak,dan bubuk cokelat).



Gambar 6a. Nib (daging biji) 7. Pengolahan menjadi 2 tahapan



Gambar 6b. Mesin pengilingan nib



Pengolahan sekarang menjadi dua arah yang berbeda. Lemak coklat akan digunakandalam pembuatan coklat. Sementara cocoa presscake akan dihaluskan menjadi coklatdalam bentuk bubuk. 7. Proses pembuatan coklat bubuk 1. Pres lemak kakao Lemak kakao dikeluarkan dari inti biji dengan cara dipress/ditekan untukmendapatkan lemak coklat (cocoa butter) dan kakao dengan massa padat yangdisebut cocoa presscake. Inti biji kakao yang masih panas dimasukkan kedalamalat press hidrolis dengan dinding silinder diberi lubang-lubang sebagaipenyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut,sedangkan bungkil inti biji akan tertahan didalam silinder. Rendemen lemakyang di peroleh dari pengempaan antara lain dipengaruhi oleh suhu inti biji,kadar air, ukuran partikel inti biji, kadar protein inti biji, tekanan kempa, dan waktu pengempaan. Lemak kakao banyak dimanfaat di bidang kesehatan dan kosmetik seperti; Obat –



obatan, Pembuatan sabun mandi, penambah nafsu makan dan lain-lain.Harganya pun sangat mahal dengan 1 kg lemak kakao harganya Rp. 700 ribu.



Gambar A1. Cocoa presscake



Gambar A2. Mesin press



2. Penghalusan inti biji Bungkil inti biji hasil pengepresan dihaluskan dengan alat penghalus (breaker). Untuk memperoleh ukuran fraksi yang seragam, setelah penghalusan dilakukan pengayakan. Biji kakao relative sulit dihaluskan dibandingkan biji-bijian dari produk pertanian lainnya karena pengaruh kadar lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk akan meleleh saat dihaluskan karena gesekan, dan menyebabkan komponen peralatan penghalus tidak dapat bekerja secara optimal. Jika suhu penghalusan di bawah 34 C, fraksi gliserida di dalam lemak kakao menjadi tidak stabil dan menyebabkan bubuk menggumpal kembali membentuk bongkahan (lump). Untuk itu, selama proses penghalusan suhu operasi harus dikontrol agar diperoleh bentuk bubuk yang stabil, baik warnanya maupun sifat-sifatnya.



Gambar A2. alat penghalus (breaker)



3. Pengayaan coklat Proses dimana coklat bubuk di keringkan dalam ruangan dengan suhu 20-30 C, didalam proses ini coklat bubuk benar – benar harus diperhatikan karna air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. o



Gambar A3. Tempat pengayaan coklat bubuk



4. Proses pengemasan Coklat setelah melakukan proses pengayaan selama 1-2 hari coklat langsung bisa dikemas dengan berbagai berat yang diinginkan, dalam pengemasan harus diperhatikn kondisi bahan pengemasan dan pada saat pengepresan. Karena apabila salah memilih bahan dan salah melakukan pengepresan makan akan menurunkan kualitas dari coklat tersebut. Produk coklat yang dihasilkan pada proses ini adalah coklat bubuk dan lemak coklat







Pembersihan Biji Kakao Biji kakao dibersihkan dari kotoran yang tidak diinginkan. Toleransi sanitasi



lingkungan pada tahap ini relatif tidak terlalu ketat dibandingkan tahapan proses selanjutnya. Pembersihan biji kakao umumnya dilakukan secara mekanis. Namun di tingkat petani di Indonesia, pembersihan biji umumnya dilakukan secara manual. Mekanisme pembersihan secara mekanis memanfaatkan perbedaan sifat fisik (ukuran) dan sifat magnet (logam dan nonlogam) antara biji kakao dan kontaminan-kontaminannya sebagai dasar proses pembersihan. Kontaminan padat dari bahan anorganik akan menyebabkan pencemaran produk (sulit dicerna), kesulitan proses lanjut, dan kerusakan mesin (keausan). Beberapa peralatan dasar untuk pembersihan biji secara mekanis adalah pengayak bertingkat,pengisap debu (siklon), dan perangkap logam dengan sistem magnet (Hatta, 1992). 



Penyangraian Penyangraian (roasting) merupakan pengolahan pendahuluan untuk semua hasil



olahan akhir kakao. Tujuan penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma khas cokelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih renyah sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi dkk, 2008). Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel di permukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa menguap, antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester. Panas dalam proses penyangraian perlu diberikan dalam intensitas dan waktu yang cukup untuk perkembangan cita rasa (flavor) kakao, namun panas yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan atau kerusakan cita rasa (Beckett, 1999). Mutu produk kakao hasil sangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi penyangraiannya.Oleh karena itu, penyangraian merupakan hal yang harus benar – benar diperhatikan untuk menghasilkan produk kakao yang bermutu baik. Biji kakao bervariasi ukurannya tergantung pada negara asal tempat tumbuh tanaman kakao, kondisi iklim, musim ketika buah dipetik, dan sejumlah faktor lainnya. Ketika kondisi penyangraian telah diatur untuk menentukan ukuran rata – rata biji kakao ternyata biji kakao yang lebih kecil ukurannya mengalami over roasted dan akibatnya komponen flavor yang terbentuk adalah komponen flavor tidak diinginkan. Sedangkan biji kakao yang lebih besar ternyata kurang



cukup tersangrai pada bagian tengahnya akibatnya tidak semua komponen pemicu flavor telah terkonversi dan akibatnya flavor cokelat akan berkurang (Minifie, 1999). 



Pengupasan Kulit Biji Kakao Komponen biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah daging biji (nib),



sedangkan kulit biji merupakan limbah yang saat ini banyak dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, sebab adanya shell atau kulit yang terikat dalam produk kakao akan memberikan flavor inferior. Oleh karena itu, kulit biji perlu dikupas sehingga terpisah antara kulit dengan daging biji kakao (Mulato, 2005). 



Penggilingan nib (pemasta kasar) Tahap proses berikutnya adalah penggilingan nib menjadi pasta kakao sebagai produk



primer kakao pertama. Oleh karena setengah dari berat nib adalah lemak, pengaruh dari kegiatan penggilingan bersama – sama dengan panas yang ditimbulkan adalah nib padat menjadi pasta cair. Proses ini menyebabkan titik cair lemak kakao turun di bawah titik cair sesungguhnya. Pengoperasian mesin penggiling bervariasi menurut keadaan nib dan produk yang dimaksudkan.Sebagai contoh, suhu penggilingan untuk nib sumber aroma dipertahankan agar tetap rendah sehingga cita rasa yang mudahmenguap tidak hilang. Oleh karena itu, idealnya peralatan modern untuk penggilingan harus dilengkapi dengan pendingin air (Abraham, 1982). 



Penghalusan Penghalusan (refining) sangat diperlukan untuk menghasilkan tekstur produk cokelat



yang bermutu tinggi. Melalui penghalusan yang baik, fraksi – fraksi padat dalam cokelat akan menyebar rata dalam fraksi cair (lemak) dan potensi aroma, serta cita rasa dan warna khas cokelat tertampakkan (Misnawi, 2008). 



Pengayakan Bubuk cokelat dihasilakan dari bungkil yang merupakan residu dari pengempaan nib



cokelat. Namun untuk mengubah bungkil menjadi bubuk cokelat ada tahapan-tahapan proses yang harus dilalui. Salah satunya adalah tahap pengayakan.Bubuk cokelat yang telah halus diayak untuk memeperoleh ukuran partikel yang seragam dengan menggunkan mesin



pengayak tipe getar.Bubuk yang masih kasar (tertinggal di atas ayakan) digiling lagi sampai halus yang lolos ayakan merupakn produk yang siap jual (Mulato, 2005).



2.2 Teknologi Pengolahan Kakao







Mempersiapkan Biji Kakao (Cocoa Bean).



Buah kakao yang diambil (panen) adalah buah yang telah masak sempurna. Buah kemudian dibelah utuk diambil bijinya, biji tersebut kemudian difermentasi untuk meluruhkan lendir (pulp) yang terdapat pada kulit biji, sehingga setelah disangrai biji kakao menjadi lebih beraroma dan bercitarasa kuat. Fermentasi juga dapat meningkatkan mutu teknis biji kakao sehingga kadar air, kadar jamur, dan kadar kulit biji semakin rendah.Fermentasi dikatakan sempurna jika warna biji kakao berubah dari warna terang menjadi cokelat gelap yang homogen dan biji mudah dipisah dari kulit bijinya. Setelah proses fermentasi selesai dilanjutkan dengan proses pengeringan. Proses pengeringan (55-66oC) dapat dilakukan dengan cara penjemuran dibawah matahari langsung atau menggunakan mesin atau alat pengering seperti oven. Tujuan dari pengeringan adalah menurunkan kandungan air biji dari sekitar 65% menjadi 6-7%. Pengeringan sangat berpengaruh terhadap pembentukan calon cita rasa cokelat terutama berkaitan erat dengan tingkat keasaman pada biji kakao. Pengeringan yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang asam. Penggunaan panas yang tinggi dalam pengeringan selain dapat menyebabkan tingkat keasaman yang tinggi, juga beresiko terjadi cacat cita rasa (burnt). Pengeringan yang baik adalah pengeringan yang alami apabila cuaca baik. 



Pembuatan Pasta Cokelat (Cocoa Liquor)



Pembuatan pasta cokelat melibatkan tahapan proses pembersihan biji, pemisahan kulit dan penyangraian. Pembersihan ditujukan untuk mengeluarkan pengotor yang mungkin terbawa, seperti pasir, batu, partikel-partikel tanaman dan sebagainya. Proses penyangraian biji cokelat dilakukan pada suhu maksimal 150oC, selama 10-35 menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji yang akan diolah menjadi cokelat (chocolate), membutuhkan proses sangrai yang lebih intensif dibandingkan dengan biji yang akan diolah untuk menjadi cokelat bubuk (cocoa powder). Apapun metode penyangraian yang dipilih, proses tidak boleh menghanguskan kulit karena akan merusak flavor.



Selama proses penyangraian, kadar air biji turun menjadi sekitar 2% dan terjadi pembentukan flavor cokelat. Biji akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses ekstraksi lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk membunuh kontaminan yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya. Biji yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan yang berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara mekanis). Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan merusak flavor dan karakteristik produk olahan cokelat. Setelah penyangraian, biji cokelat (nib) mengalami proses penggilingan (pelumatan). Proses ini dilakukan secara bertingkat sebanyak 2-3 tahap untuk memperoleh pasta cokelat (cocoa liquor atau cocoa mass) dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada pembuatan pasta cokelat, kadang juga dilakukan proses alkalisasi sebelum proses penggilingan. Tujuan proses alkalisasi adalah untuk melembutkan flavor dengan menetralkan sebagian asam-asam bebas, juga untuk memperbaiki warna, daya basah (wettability) dan dispersibilitas cokelat bubuk (cocoa powder) sehingga mencegah pembentukan endapan dalam minuman cokelat. Pada proses alkalisasi, nib sangrai direndam dalam larutan alkali encer (konsentrasi 2-2.5%) pada suhu 75-100 oC lalu dinetralkan untuk selanjutnya dikeringkan sampai kadar air menjadi 2%, atau diadon (kneading). 



Pembuatan Cokelat Bubuk (Cocoa Powder) dan Lemak Cokelat (Cocoa Butter)



Untuk memperoleh cokelat bubuk, maka sebagian lemak cokelat (cocoa butter) yang ada di dalam pasta cokelat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak dilakukan dengan mengepress pasta menggunakan alat press (hidraulik atau mekanis) pada tekanan 400-500 bar dan suhu 90-100oC. Lemak cokelat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari kotoran yang mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan. Lemak cokelat ini banyak digunakan oleh industri cokelat. Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus (breaker) dan diayak untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak didalam cokelat bubuk berkisar antara 10-22%. Bubuk cokelat dengan kadar lemak yang lebih tinggi biasanya memiliki warna yang lebih gelap dan flavor yang lebih ringan. Cokelat bubuk ini digunakan dalam berbagai produk pangan, misalnya untuk membuat minuman cokelat, inggridient untuk cake, puding, ice cream dan sebagainya. 



Pembuatan Cokelat (Chocolate)



Cokelat (chocolate) dibuat dengan menggunakan pasta cokelat, yang ditambahkan dengan sukrosa, lemak cokelat, dengan atau tanpa susu dan bahan-bahan lain (flavoring agent, kacang-kacangan, pasta kopi, dan sebagainya). Bahan-bahan ini dicampur dalam sebuah mixer atau paster, sehingga dihasilkan pasta cokelat yang kental yang selanjutnya mengalami proses pelembutan (refining) dengan mesin tipe roll sampai diperoleh massa cokelat dengan tekstur yang halus (ukuran partikel kurang dari 20 µm). Massa cokelat hasil dari refining berbentuk bubuk dan kering pada suhu ruang dengan flavor yang asam. Untuk memperbaiki konsistensi tekstur dan flavornya, maka massa cokelat kadang-kadang diperam selama 24 jam pada suhu hangat (45-50oC) sebelum masuk ketahapan proses penghalusan (conching). Proses pemeraman ini dikenal dengan sistem dutch, kadang dilakukan untuk membuat cokelat bubuk. Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk menghasilkan cokelat dengan flavor yang baik dan tekstur yang lebih halus. Biasanya dilakukan melalui dua tahap,



proses dilakukan pada suhu 80oC selama 24-96 jam. Adonan cokelat dihaluskan terusmenerus dan lesitin ditambahkan pada akhir conching untuk mengurangi kekentalan cokelat. Pada tahapan ini, air dan senyawa pengganggu flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel cokelat, gula dan susu secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus. Lemak cokelat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses pendinginan yang dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika pemadatan (kristalisasi) cokelat cair dilakukan dengan proses pendinginan yang tidak terkontrol, akan dihasilkan cokelat padat dengan tekstur yang bergranula dan spot-spot warna kelabu dipermukaan, sepintas terlihat seperti berjamur. Tempering merupakan tahapan proses berikutnya, yang dilakukan untuk memperoleh cokelat yang stabil, karena akan menghasilkan kristal-kristal lemak berukuran kecil dengan titik leleh yang tinggi. Adonan lemak cair didinginkan dari 50oC menjadi 18oC dalam waktu 10 menit dengan pengadukan konstan. Adonan lalu didiamkan di suhu dingin selama sekitar 10 menit untuk membentuk lemak cokelat dengan kristal tipe ? yang bersifat stabil. Suhu selanjutnya dinaikkan menjadi 29-31oC, dalam waktu 5 menit. Proses ini bisa bervariasi, tergantung komposisi bahan yang digunakan. Sebelum pencetakan, suhu cokelat cair dijaga pada 30-32 oC untuk dibawa ke wadah pencetakan. Selanjutnya, dilakukan pendinginan lambat untuk memadatkan cokelat dan cokelat dikeluarkan dari cetakan setelah suhu mencapai 10oC. proses pendinginan terkontrol akan menghasilkan cokelat padat dengan kristal lemak yang halus dan struktur yang stabil terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik dan permukaan yang mengkilap.