Reseptir Cat Flu [PDF]

  • Author / Uploaded
  • visha
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



PENDAHULUAN Latar Belakang Kucing (Felis catus) merupakan hewan karnivora yang telah mengalami domestikasi. Kucing memiliki hubungan yang sangat dekat dengan manusia, dan merupakan hewan piara yang paling digemari di Indonesia. Jenis hewan ini dekat dengan manusia karena dapat beradaptasi dengan baik di pemukiman manusia. Perhatian terhadap kesehatan kucing menjadi penting karena kucing hidup berdampingan dengan manusia. Kucing sangat rentan terhadap infeksi, baik disebabkan bakteri maupun virus (Dallas 2006). Penyakit cat flu atau flu pada kucing merupakan salah satu penyakit viral penting pada kucing yang tersebar di seluruh dunia. Kucing yang paling rentan terinfeksi cat flu adalah kucing berusia muda, lanjut usia, atau kucing dengan kelainan sistem imun. Kejadian penyakit ini di Indonesia cukup banyak ditemui. Penyakit ini terutama menyerang saluran respirasi bagian atas. Penyakit saluran respirasi biasanya pada kucing disebabkan oleh banyak agen seperti feline herpesvirus-1 (FHV-1), feline calicivirus (FCV), Chlamydophila felis (Chlamydia psittaci), Bordetella bronchiseptica, Mycoplasma spp, dan Cryptococcus neoformans (August dan Bahr 2006). Diketahui setengah dari penderita cat flu disebabkan oleh infeksi Feline herpesvirus (FHV) (Fenner et al. 1993). Kasus yang akan dibahas ini adalah dugaan penyakit cat flu yang disebabkan oleh feline herpesvirus-1 atau FHV-1. Feline herpesvirus-1 adalah alphaherpesvirus yang menyebabkan feline viral rhinotracheitis (FVR). Sekitar 45 – 55 % penyakit saluran pernafasan ini disebabkan oleh FVR (Sajuthi 2013). Agen penyakit ini selain merupakan penyebab utama infeksi saluran respirasi, juga dapat menyebabkan lesio okular pada kucing (Maes 2012). Kucing terinfeksi FHV-1 melalui kontak langsung dengan sekreta konjungtival atau oronasal dari kucing yang terinfeksi (Darling 2012). Kejadian akut infeksi penyakit ini paling banyak ditemui pada kucing usia muda (Maes 2012). Infeksi FHV-1 banyak terjadi secara akut, ditandai dengan bersin, konjugtivitis, serous ocunasal discharge, terus-menerus selama 10-14 hari. Kasus infeksi yang kronis, ditemukan gejala klinis seperti bersin, rhinitis, dan keratitis kronis ulseratif. Selain itu juga dapat menyebabkan ulser kornea dan pneumonia. Gejala klinis yang terlambat diketahui dapat menyebabkan kematian kucing secara mendadak (Darling 2012; Gaskell et al. 2007). Feline herpes virus-1 yang merupakan patogen utama penyebab cat flu pada kucing, tersebar luas di Indonesia dan di seluruh dunia. Hal tersebut disebabkan transmisi penyakit yang mudah. Infeksi dapat terjadi di tempat penampungan kucing (shelter), aktivitas kucing bersama, makan dan minum bersama, maupun lingkungan yang terinfeksi (Resmawati 2015). Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus pada agen penyakit tipe FHV-1, pengobatan, dan pencegahannya.



2



Tujuan Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui cara penularan, pencegahan, pengobatan, dan pembuatan resep terhadap penyakit cat flu yang disebabkan oleh FHV-1. Manfaat Melalui makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa program profesi dokter hewan (PPDH) FKH IPB mengenai penyakit cat flu yang disebabkan FHV-1, pemilihan obat, serta mengingkatkan pengetahuan terhadap cara mendiagnosa cat flu sehingga dapat menentukan resep obat hewan yang baik dan benar.



TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Feline Herpesvirus-1 (FHV-1) Menurut Malik et al. (2009), feline herpesvirus-1 (FHV-1) merupakan penyebab utama infeksi pada saluran respirasi atas juga penyakit okular pada kucing. Kucing muda dengan suspek infeksi FHV-1 menunjukkan rhinotrakheitis serta konjungtivitis atau lebih tepatnya menunjukkan gejala flu. Oleh sebab itu infeksi penyakit ini lebih dikenal dengan nama cat flu atau flu pada kucing. Menurut Davison (2009), Feline herpesvirus-1 dapat diklasifikasikan ke dalam: Ordo : Herpesvirales Famili : Herpesviridae Subfamili : Aplhaherpesvirinae Genus : Varicellovirus Agen yang termasuk Alphaherpesvirinae memiliki karakteristik yang khas, yaitu siklus replikasi pendek, induksi laten seumur hidup dan memiliki jangkauan inang yang sempit (Maes 2012). Ukuran virus FHV-1 yaitu 120-180 nm. Virus ini terdiri dari DNA genom untai ganda, kapsid icosahedral mengelilingi inti, lapis tegumen mengelilingi kapsid, dan amplop lipid bilayer dengan tonjolan runcing dari glikoprotein (Pellett dan Roizman 2007; Roizman et al. 2007). Utamanya FHV-1 menginfeksi kucing domestik, namun singa dan cheetah juga rentan terinfeksi virus ini (Gaskell et al. 2007; Povey 1979). Prevalensi Prevalensi feline herpesvirus-1 pada kucing dengan gejala infeksi saluran respirasi bagian atas pernah dilaporkan di Australia pada tahun 1999. Sebanyak 98 dari 462 ekor kucing (21.2%) diketahui positif terinfeksi FHV-1 (Sykes et al. 1999).



3



Menurut Sajuthi (2013), sekitar 45-55 % penyakit saluran pernapasan pada kucing disebabkan oleh FHV-1 karena cara penularannya yang mudah. Kucing yang sering kontak dengan kucing di luar rumah, kucing dengan penyakit akut, dan kucing dengan gejala bersin-bersin, diketahui positif FHV-1 dibandingkan dengan kucing yang tidak kontak dengan kucing lain di luar rumah, kucing yang tidak menunjukkan gejala bersin, dan kucing dengan suatu penyakit akut. Kucing keturunan asli (purebred) ditemukan lebih sedikit positif FHV-1 dibandingkan kucing ras campuran (mix breed). Infeksi pada saluran respirasi termasuk penyakit pada kucing yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. Di Indonesia, banyak ditemukan kasus infeksi pada saluran pernafasan bagian atas pada pasien kucing di klinik hewan, serta pada kucing liar di sekitar lingkungan tinggal manusia. Cara Penularan dan Gejala Klinis Infeksi FHV-1 Feline herpesvirus–1 (FHV-1) memiliki masa inkubasi selama 2-4 hari, namun pada kucing dengan daya tahan tubuh yang kuat masa inkubasinya dapat mencapai 10-14 hari (Juliani 2015). Penularan virus ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan kucing yang sakit melalui discharge pada mata, hidung dan mulut, serta tempat pakan dan pakan yang sudah terkontaminasi (Juliani 2015 ; Pet Health 2014). Gejala yang sering terjadi pada kucing yang terkena cat flu atau flu kucing akibat virus FHV-1 antara lain bersin, suhu badan 40-41°C, kehilangan nafsu makan, depresi (suka sembunyi atau agresif), radang pada mata dan hidung, dermatitis pada bagian wajah atau hidung, ingus keluar dari hidung mengental, kongesti, dan berat badan menurun. Terkadang dapat ditemui adanya ulcer pada mata dan mulut serta eskresi saliva yang berlebihan. Kucing yang terkena cat flu dapat menyebabkan kematian. Kematian tersebut disebabkan oleh infeksi sekunder, kurang makan, dan dehidrasi (Bol dan Bunnik 2015; Saputra et al. 2015). Diagnosa dan Pencegahan Diagnosa virus ini biasanya hanya berdasarkan gejala klinis saja. Untuk definitif diagnosa maka dilakukan isolasi virus, yang dapat diambil dari sampel saliva atau swab hidung. Teknik PCR merupakan cara terbaik untuk mengetahui infeksi virus ini secara pasti (Helps et al. 2003). Penyakit cat flu atau flu kucing yang disebabkan oleh viru FHV-1 ini dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi rutin yang dimulai pada umur 8-10 minggu dan diulang pada umur 12-14 minggu dan diulang setiap tahunnya (Juliani 2015). Pengobatan Peluang kesembuhan dari penyakit ini sekitar 50%, apabila penyakit dapat diketahui lebih dini dan ditangani dengan segera peluang kesembuhan bisa mencapai



4



80% (Sajuthi 2013). Pengobatan yang dilakukan tergantung pada gejala dan infeksi sekunder yang dialami (Legendre et al. 2017). Obat tetes mata atau salep antiviral paling sering digunakan ketika ada ulserasi kornea atau konjungtivitis akut. Perawatan paling efektif yang tersedia di Inggris adalah obat mata yang disebut trifluorothymidine (TFT). Meskipun ini adalah perawatan terbaik yang tersedia, pengobatan ini relatif mahal dan membutuhkan aplikasi yang sering dengan dosis 5-6 kali sehari untuk terapi selama 2-3 minggu (Davies the Veterinary Specialists). Trifluorothymidine (TFT) mengandung trifluridine yang meruakan turunan dari thymidine (Drug Bank). Kasus ini dapat digunakan juga antiviral tetes mata yang mengandung acyclovir (Zovirax®) dan antiviral tablet Famcyclovir (Famvir®) (Pet Health 2014). Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan obat tetes mata Interferon. Interferon adalah sitokin yang dilepaskan oleh sel darah putih dan mengganggu penyebaran sel virus ke sel. Interferon-alfa (IFN-α) administrasi telah terbukti menurunkan klinis tanda-tanda yang berhubungan dengan infeksi akut. Namun, menurut Sajuthi 2013, pemberian interferon untuk kasus cat flu tidaklah efektif. Hal ini disebabkan karena virus tersebut sangat mudah bermutasi. Sehingga oemberian obat-obatan simptomatis dan suportif untuk peningkatan antibodi masih merupakan pilihan terbaik untuk menangani kasus ini. Selain itu, dekongestan (tetes hidung) dapat digunakan untuk mengurangi cairan hidung dan L-Lysine juga dapat digunakan untuk mengurangi tingkat keparahan konjungtivitis akibat dari FHV-1, serta mengurangi tingkat stres pada kucing (Maes 2012). Menurut Juliani (2015), Pengobatan untuk penyakit ini adalah pemberian antibiotik seperti ampicilin, amoxixilin untuk infeksi sekunder. Obat tetes mata dan salep mata untuk mengurangi gejala pada mata. Pemberian Lysin untuk mengganggu replikasi virus dan menambah nafsu makan. Terapi yang terbaik untuk kasus ini menurut Sajuthi (2013), adalah dengan memberikan antibiotik, mucolitik agent, vitamin peningkat daya tahan tubuh dan dapat juga dibantu dengan memberikan vitamin C melalui jalur intravena. Penguapan (nebulizer) dengan normo saline yng dicampur dengan bronchodilatator (salbutamol) juga memberikan efek positif pada kasus ini.



PEMBAHASAN Feline herpes virus -1 (FHV-1) merupakan penyebab umum dari penyakit okuler dan saluran pernapasan atas pada kucing. Infeksi FHV-1 dapat menunjukkan gejala-gejala klinis seperti rhinosinositis dan konjungtivitis. Selain itu juga dapat menyebabkan ulcer kornea, keratitis, dan pneumonia (Gaskell et al. 2007). Berikut merupakan kasus penyakit dan pemilihan obat untuk penanganan infeksi FHV-1.



5



Kasus Klinis FHV-1 Kasus 1 (Malik et al. 2009) Seekor kucing (5 tahun) ras rex devon yang telah dikastrasi menunjukkan gejala lesio fokal pada kornea. Dokter hewan menduga kucing tersebut terserang virus FHV-1 sejak berumur 8 minggu. Kucing juga menunjukkan gejala klinis berupa urtikaria pigmentosa yang telah dikonfirmasi secara histologi. Dokter hewan memberikan terapi dermatopathy menggunakan kombinasi obat, yaitu cyclosporine (20-25 mg secara per oral setiap hari), suplemen asam lemak omega 3, serta lisin (500 mg dua kali sehari) sebagai upaya mengobati gejala klinis berupa rhinitis dan konjungtivitis. Melalui pemeriksaan fisik, dokter hewan menemukan pula adanya fokal sequestrum (diameter