Reskilling Manajer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



1



RERANGKA RESKILLING MANAJER PENDAHULUAN Pada dasarnya organisasi dibentuk untuk menciptakan perubahan, yang dapat berupa perubahan kekayaan yang bersifat materi atau kekayaan yang bersifat nonmateri. Bagi organisasi yang bermotif laba, organisasi dibentuk untuk menciptakan kekayaan yang bersifat materi dan kesejahteraan bagi pemangku kepentingannya (stakeholders-nya). Orang bergabung dalam organisasi pada dasarnya karena ia ingin mewujudkan tujuan yang tidak mungkin dapat dicapai melalui usahanya sendiri. Oleh karena itu, organisasi merupakan kumpulan orang yang bekerja sama untuk mewujudkan tujuan bersama. Organisasi sebagai kumpulan orang ini memerlukan manajer untuk memimpin perjalanan dalam mewujudkan tujuan organisasi. Keberhasilan organisasi mewujudkan tujuannya sebagian besar ditentukan oleh managerial skill yang dimiliki oleh manajer yang memimpin perjalanan dalam mewujudkan tujuan organisasi. Dua puluh tahun yang lalu, siapa pun yang dipilih untuk menduduki jabatan manajerial, tidak menghadapi lingkungan yang kompetitif, sehingga seolah-olah siapa saja yang bergelar kesarjanaan (sarjana apa saja) atau dipandang memiliki kompetensi lebih (kompetensi apa pun) dibandingkan dengan orang-orang di sekitarnya, dipandang memenuhi kualifikasi untuk menduduki posisi manajerial. Dalam menghadapi lingkungan bisnis global sekarang ini, yang di dalamnya kompetisi sangat tajam, masyarakat seharusnya berpikir keras dalam memilih individu yang akan diserahi peran sebagai manajer. Mereka perlu mendapatkan keyakinan bahwa individu yang diserahi peran untuk mengelola sumber daya yang dipercayakan oleh masyarakat, memiliki kompetensi memadai dalam pengelolaan sumber daya tersebut. Kita tidak akan menyerahkan mobil sedan mewah kepada pengemudi yang tidak memiliki keterampilan mengemudi, mengingat tingginya nilai mobil mewah tersebut. Begitu pula kita tidak akan menyerahkan pengelolaan perusahaan atau bagiannya kepada manajer yang tidak memiliki managerial skill memadai, mengingat besarnya sumber daya yang dipertaruhkan di dalam suatu organisasi atau bagiannya tersebut. Perlu disadari pula bahwa kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingginya managerial skill yang dimiliki oleh anak-anak bangsa tersebut, baik di dalam posisi manajerial di perusahaan, pemerintahan, maupun di dalam organisasi kemasyarakatan yang lain. Setelah secara mendalam diuraikan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan di masa depan (Bab 2), berbagai mindsets yang mencerminkan lingkungan bisnis tersebut (Bab 3 s.d. Bab 8), berbagai komponen yang membentuk struktur SPPM yang pas dengan lingkungan bisnis tersebut (Bab 9 s.d. Bab 18), berbagai tahap proses SPPM yang pas dengan mindsets dan struktur SPPM tersebut (Bab 19 s.d. Bab 29), mulai Bab 30 sampai dengan Bab 34 diuraikan managerial skills yang diperlukan untuk menjalankan SPPM tersebut. Untuk membangun managerial skills yang diperlukan dalam menjalankan SPPM diperlukan suatu rerangka reskilling manajer. Rerangka ini memberikan panduan untuk melakukan pemutakhiran (updating) dan peningkatan (upgrading) skills yang diperlukan oleh manajer dalam menjalankan SPPM. Mengingat SPPM senantiasa harus di update dan di upgrade, sesuai dengan tuntutan perubahan yang



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



2



terjadi di lingkungan bisnis yang akan dimasuki oleh perusahaan, maka perusahaan senantiasa memerlukan rerangka untuk reskilling manajer, agar kompetensi para manajernya sesuai dengan tuntutan SPPM yang digunakan oleh perusahaan. Bab ini menyoroti kelemahan cara yang ditempuh oleh masyarakat di dalam memilih dan mendidik serta melatih keterampilan manajerial dan menguraikan bagaimana value-added management—pengelolaan yang bertujuan untuk menghasilkan value bagi pemangku kepentingan—menjamin keberhasilan organisasi dalam mewujudkan tujuannya. Dengan menggunakan conceptual framework yang fit dengan kebutuhan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh organisasi pada umumnya, manajer akan mampu secara efektif menghasilkan value di dalam mengelola organisasi, sehingga organisasi dapat berperan sebagai wealth-creating institution.i Dengan managerial skill memadai, para manajer akan mampu memanfaatkan berbagai sumber daya organisasi untuk menghasilkan value bagi pemangku kepentingan, sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi akan terjamin dalam jangka panjang.



BAGAIMANA MASYARAKAT MEMILIH MANAJER? Di atas telah digambarkan bagaimana pentingnya posisi manajer di dalam membawa kemajuan suatu organisasi dan bagaimana pentingnya managerial skill yang perlu dimiliki oleh setiap manajer. Namun, di dalam masyarakat terdapat berbagai kelemahan dalam memilih seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memegang posisi manajerial berikut ini:ii 1. Manajer dipilih untuk menduduki posisi manajerial bukan karena mereka dipandang sebagai calon yang mampu untuk melaksanakan pekerjaan manajerial, namun karena mereka memiliki kemampuan di bidang lain. 2. Pada umumnya, para individu yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak selalu memahami peran mereka sebagai manajer, dan sebagai manajer, mereka tidak mengerti cara-cara yang dapat menambah nilai. 3. Dan bahkan, meskipun mereka memahami dan menghargai peran mereka sebagai manajer, mereka tidak memiliki kompetensi untuk mengimplementasikan peran mereka sebagai manajer. Manajer dipilih karena memiliki kompetensi di bidang lain, bukan karena memiliki kompetensi manajerial. Karena ketidaktahuan masyarakat tentang kompetensi apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang manajer, di dalam memilih manajer, masyarakat pada umumnya menggunakan rule of thumb. Individu yang memiliki pengetahuan bidang teknis tertentu dipandang memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan manajerial. Sebagai contoh, orang yang dinilai kompeten dalam pemeliharaan mesin dan ekuipmen, dipromosikan ke manajer bengkel; orang yang dinilai kompeten dalam menjual produk, dipromosikan ke jabatan direktur pemasaran. Jika masyarakat ditanyai “siapa yang seharusnya menjadi direktur rumah sakit,” jawabannya adalah sudah pasti “dokter.” Siapa yang seharusnya menjadi direktur petrokimia? Jawabannya pasti “insinyur kimia.” Benarkah pandangan bahwa seseorang yang memiliki kompetensi bidang teknis tertentu memenuhi kualifikasi sebagai manajer? Apakah seseorang yang ahli dalam riset secara otomatis memiliki kompetensi untuk mengelola departemen riset dan pengembangan? Apakah seorang dosen yang baik dalam bidang pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, dan pengabdian masyarakat secara otomatis mampu menduduki jabatan dekan atau rektor? Jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah “tidak.” Pandangan bahwa seseorang yang memiliki kompetensi bidang teknis tertentu memenuhi kualifikasi sebagai manajer merupakan suatu mitos yang harus dihapus



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



3



dari benak masyarakat. Kompetensi manajerial sama sekali berbeda dengan kompetensi bidang teknis tertentu. Oleh karena itu, pemilihan manajer seharusnya didasarkan pada penilaian terhadap kompetensi manajerial yang dimiliki oleh seseorang, bukan dari kemampuan bidang teknis orang tersebut. Yang menjadi masalah adalah kompetensi macam apa yang menentukan seseorang kompeten untuk memegang peran manajerial? Bahkan disadari atau tidak, banyak orang yang mengira, bahwa manajemen merupakan profesi di dunia ini yang dipandang tidak memerlukan persiapan pelatihan dan pengembangan khusus. Setiap orang dapat menjadi manajer, meskipun tidak pernah dilatih atau dikembangkan kompetensinya sebagai manajer. Oleh karena itu, untuk menyeleksi calon yang akan menduduki posisi manajerial, tidak pernah pendidikan dan pelatihan managerial skill dipakai sebagai basis pemilihan para calon. Sadarkah kita bahwa setiap kali orang mencari personel yang akan diberi tanggung jawab untuk menduduki posisi manajerial, tidak terbersit dalam benaknya untuk mencari lulusan fakultas ekonomi jurusan manajemen atau lulusan program magister manajemen? Mengapa demikian? Pertama, kemungkinan banyak orang mengira bahwa profesi manajer merupakan profesi yang tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini terlihat dari kebiasaan cara memilih manajer sebagaimana yang telah diuraikan di muka. Kedua, kemungkinan besar program pendidikan manajemen tersebut tidak menambah nilai dari proses pendidikan yang diselenggarakan, sehingga lulusannya tidak memiliki kompetensi manajerial yang dibutuhkan oleh bisnis. Umumnya orang yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak memahami perannya sebagai manajer. Seseorang akan menghasilkan suatu kinerja jika memiliki sekaligus ketiga komponen berikut ini: (1) bakat dan kemampuan (traits and abilities), (2) persepsi jelas tentang perannya dan (3) motivasi untuk berusaha (efforts). Setelah seseorang dipromosikan sebagai manajer, di samping umumnya ia tidak memiliki kompetensi manajerial, ia juga tidak memiliki persepsi jelas mengenai perannya sebagai manajer. Dengan demikian, dari ketiga komponen penentu kinerja tersebut, hanya motivasi untuk berusaha yang dimiliki oleh manajer. Namun, apa lah artinya usaha, jika tidak dilandasi dengan kompetensi dan persepsi mengenai peran. Tanpa kompetensi manajerial dan tanpa pemahaman memadai tentang perannya sebagai manajer, kondisi ini akan mengakibatkan seorang manajer melakukan banyak aktivitas namun tidak mampu menghasilkan nilai (misalnya economic value added) bagi pemangku kepentingan. Umumnya orang yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak memiliki managerial skill. Oleh karena mitos bahwa individu yang memiliki kemampuan bidang teknis akan mempunyai kemampuan untuk menjadi manajer, maka umumnya orang yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak memiliki managerial skill. Dengan demikian, meskipun para manajer memahami dan menghargai peran mereka sebagai manajer, namun karena mereka tidak memiliki kompetensi untuk mengimplementasikan peran mereka sebagai manajer, mereka tidak mampu menghasilkan kinerja yang diharapkan dari seorang yang memiliki managerial skill.



BAGAIMANA MASYARAKAT MELATIH DAN MENGEMBANGKAN MANAGERIAL SKILL MANAJER?



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



4



Setelah para individu diangkat ke dalam posisi manajerial, umumnya mereka tidak mendapatkan pelatihan dan pengembangan khusus dalam bidang managerial skills. Banyak pelatihan dan pengembangan personel dilaksanakan oleh perusahaan, namun tidak ada yang menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan personel khusus di bidang managerial skill. Jika program pelatihan dan pengembangan managerial skill diselenggarakan oleh perusahaan, seringkali programnya didesain tidak efektif, tidak lebih dari sekadar pendekatan hit and miss, sebagai suatu cara pelatihan dan pengembangan yang lebih diserahkan kepada faktor keberuntungan. Umumnya perusahaan menyelenggarakan atau mengirim personelnya untuk mengikuti seminar, lokakarya untuk belajar manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, dan lain-lain. Namun program pelatihan dan pengembangan tersebut terlalu sempit fokusnya, terlalu sporadik, tidak bererangka, sehingga umumnya tidak berhasil membentuk dan mengembangkan managerial skill personel. Di samping cara pemilihan manajer yang tidak menghasilkan individu yang memiliki managerial skill, setelah individu diberi tanggung jawab sebagai manajer, organisasi umumnya tidak memiliki program pelatihan dan pengembangan managerial skill bagi para manajernya. Sebagai akibatnya, karena pada umumnya para manajer dipilih karena memiliki kemampuan lebih di bidang teknis, ketiadaan program pelatihan dan pengembangan managerial skill, menjadikan para manajer kembali ke keahlian teknis mereka semula dalam melaksanakan fungsi mereka sebagai manajer. Individu yang berkemampuan tinggi untuk menjual produk, yang kemudian diangkat menjadi direktur pemasaran, biasanya akan kembali menekuni keahliannya dalam menjual produk pada posisinya sebagai direktur pemasaran. Ia tidak menyadari dan tidak memahami bahwa perannya sebagai direktur pemasaran menuntut jauh lebih tinggi dari sekadar kemampuannya dalam menjual produk. Seorang direktur riset dan pengembangan akan kembali menekuni kegiatan riset yang menjadi keahliannya, jika ia tidak menerima pelatihan dan pengembangan managerial skill.



DAMPAK KELEMAHAN CARA PEMILIHAN MANAJER DAN PELATIHAN SERTA PENGEMBANGAN MANAGERIAL SKILL Setelah diuraikan kelemahan cara pemilihan manajer yang biasanya dilakukan oleh masyarakat dan kelemahan cara pelatihan serta pengembangan managerial skill setelah manajer dipilih untuk menduduki posisi manajerial, timbul pertanyaan bagaimana dampak kelemahan tersebut terhadap keberhasilan organisasi perusahaan di dalam memasuki dan mengarungi lingkungan bisnis global? Di dalam lingkungan yang stabil, perusahaan yang dijalankan oleh manajer yang kurang memiliki managerial skill tidak akan terancam kelangsungan hidupnya. Bahkan jika beruntung, perusahaan tersebut dapat mengalami pertumbuhan. Namun, di dalam lingkungan bisnis global, yang memiliki karakteristik: customer memegang kendali bisnis, persaingan menjadi semakin tajam, dan perubahan menjadi konstan, serentak, pesat, radikal, dan pervasif, perusahaan yang dijalankan oleh manajer yang tidak memiliki managerial skill memadai akan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan.



PERLUNYA RESKILLING MANAJER Reskilling merupakan usaha untuk membentuk skill baru manajer melalui pendidikan dan pelatihan efektif. Usaha pembentukan skill baru para manajer ini



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



5



dipicu oleh dua faktor: (1) skill yang telah dimiliki oleh para manajer sejak semula memang tidak fit dengan tuntutan skill dari lingkungan bisnis, dan (2) skill yang dimiliki oleh para manajer tidak lagi fit dengan lingkungan bisnis yang telah mengalami perubahan pesat. Pemicu pertama timbul sebagai akibat terjadinya ketidaksepadanan (mismatch) antara skill yang dimiliki oleh para manajer dengan skill yang dituntut oleh lingkungan bisnis, sedangkan pemicu kedua terjadi karena adanya skill para manajer yang telah ketinggalan jaman, dengan adanya perubahan lingkungan bisnis yang pesat. Secara lebih rinci, ada empat alasan mengapa reskilling manajer perlu dilakukan: 1. Kebanyakan manajer hanya memiliki kemampuan di bidang teknis, bukan managerial skill. 2. Umumnya organisasi tidak memiliki program untuk mendidik dan melatih managerial skill bagi para manajernya. 3. Kebanyakan manajer memperoleh pendidikan manajemen yang menggunakan process skill approach, sehingga mereka hanya terampil dalam planning, coordinating, staffing, controlling, namun tidak terampil di dalam menghasilkan value bagi bisnis. 4. Para manajer sekarang menghadapi Jaman Revolusi Manajemen (Management Revolution Era) yang menuntut semua manajer untuk mempertanyakan kembali paradigma, asumsi dasar, core beliefs, dan core values yang selama ini digunakan untuk mengelola organisasi.



RERANGKA KONSEPTUAL UNTUK VALUE-ADDED MANAGEMENT Rerangka konseptual untuk pengembangan managerial skill ini dilandasi oleh tiga paradigma Total Quality Management: customer value strategy, continuous improvement, dan organizational system. Total quality management (TQM) yang merupakan total approach to put quality in every aspect of management, memberikan basis untuk mengelola organisasi melalui sistem yang menyeluruh dan terpadu. Rerangka konseptual managerial skills untuk value-added management dilukiskan pada Gambar 28.1. Paradigma customer value strategy mengarahkan semua proses bisnis dan organisasi untuk menghasilkan value bagi customer. Customer value strategy menempatkan customer pada peringkat pertama dari keseluruhan pemangku kepentingan perusahaan. Mengapa demikian? Ada dua alasan: (1) Di lingkungan bisnis kompetitif terdapat banyak pesaing memperebutkan pilihan customer. Keberhasilan perusahaan dalam memenangkan pilihan customer lah yang menjanjikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan (2) Customer merupakan the reason for being perusahaan. Customer value strategy mengubah arah perhatian manajer, dari fokus untuk memuasi kepentingan diri sendiri, berbalik menuju ke pemuasan kebutuhan customer. Dengan demikian, dalam setiap desain komponen struktur SPPM dan setiap desain tahap proses SPPM harus dilandasi oleh customer value strategy. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manajer dinilai dari kemampuannya untuk menghasilkan value bagi customer. Dalam mendesain struktur SPPM (struktur organisasi, jejaring informasi, dan sistem penghargaan) customer harus dijadikan sebagai fokus struktur SPPM. Dalam mendesain setiap tahap proses SPPM: sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategik, sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan diarahkan untuk menghasilkan customer value. Struktur dan proses SPPM yang berhasil adalah



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



6



struktur dan proses SPPM yang mampu menghasilkan nilai tambah (value-added) bagi customer.



Gambar 28.1 Rerangka Konseptual Managerial Skills untuk Value-Added Management Paradigma continuous improvement mengerahkan semua energi personel untuk melakukan improvement secara berkelanjutan terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan customer value. Oleh karena improvement berkelanjutan memerlukan energi luar biasa dalam jangka panjang, manajer harus mampu membangkitkan komitmen seluruh personel ke usaha improvement berkelanjutan terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan customer value. Kegiatan manajer dalam setiap tahap proses SPPM hanya menambah nilai (value-added) jika kegiatan tersebut menyebabkan karyawan yang memiliki komitmen tinggi untuk menghasilkan customer value. Paradigma organizational system memberdayakan karyawan dan mengembangkan dan memperluas kerja sama kemitraan karyawan secara horizontal, yang bertujuan untuk mempercepat proses layanan bagi customer. Pemberdayaan karyawan mengubah organisasi, yang sebelumnya tanggung jawab atas jalannya bisnis perusahaan terpusat di tangan manajemen puncak, bergeser ke pundak karyawan, sehingga organisasi berubah menjadi responsibility-based organization. Cross-functional approach mengubah orientasi manajer, yang semula difokuskan untuk memuasi kebutuhan diri sendiri (misalnya, tujuan pengembangan struktur organisasi di masa lalu adalah untuk menjadikan



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



7



pelaksanaan pekerjaan lebih mudah dan lebih mengenakkan manajer), diorientasikan kembali ke pemuasan kebutuhan customer. Rerangka konseptual managerial skills untuk value-added management terdiri dari empat komponen (1) tujuan, (2) proses bisnis dan pengembangan organisasi untuk menjalankan bisnis, (3) proses dan manajemen perubahan, dan (4) proses manajemen sisi bayangan (shadow side) organisasi.



TUJUAN Tujuan proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan oleh manajer melalui setiap komponen struktur SPPM dan setiap tahap proses SPPM adalah: 1. Dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan (sustainable outstanding financial performance). 2. Terbangunnya customer capital melalui penyediaan produk/jasa yang bernilai tambah bagi customer, pembangunan hubungan berkualitas dengan customer, dan pembangunan citra bagus perusahaan dipandang dari sudut customer. 2. Terbangunnya operation management processes, customer management processes, innovation processes, dan regulatory and environmental processes yang produktif dan cost effective. 3. Terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi. Dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Dalam lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan harus memiliki basis keuangan yang kuat untuk berdaya saing. Kemampuan manajemen dalam menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan merupakan kemampuan yang dituntut oleh lingkungan bisnis kompetitif. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan seberapa besar laba yang dihasilkan perusahaan melebihi biaya modal. Economic value added (yang dihitung dengan formula: pendapatan dikurangi biaya dikurangi biaya modal) merupakan ukuran seberapa besar kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kekayaan investor. Laba bukan merupakan tujuan perusahaan, bahkan bagi perusahaan bermotif laba sekali pun, namun hanya merupakan indikator seberapa baik keseluruhan perusahaan dikelola. Laba merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya. Perusahaan yang dikelola dengan menggunakan konsep TQM merencanakan dengan baik kebutuhan yang dipenuhi oleh perusahaan, mengidentifikasi dengan efektif customer yang dilayani oleh perusahaan, dan memfokuskan usahanya ke bisnis pilihan yang menjadi misi perusahaan. Di samping itu, perusahaan yang dikelola dengan baik membangun kompetensi inti dalam proses yang produktif dan cost effective untuk menghasilkan produk dan jasa yang bernilai tambah bagi customer dan dalam membangun modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi yang digunakan untuk menjalankan proses untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer. Dengan demikian kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan merupakan akibat dari keberhasilan manajemen dalam membangun customer capital, keberhasilan dalam pembangunan customer capital sebagai akibat dari pembangunan proses yang produktif dan cost effective, dan keberhasilan pembangunan proses yang produktif dan cost effective sebagai akibat dari keberhasilan manajemen dalam pembangunan modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi. Terbangunnya customer capital. Keberadaan perusahaan dan organisasi lain adalah untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan customer. Customer suatu perusahaan akan merasa puas jika mereka mendapatkan produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka pada waktu yang tepat, dan pada harga yang dipandang memadai bagi customer. Customer yang



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



8



puas akan kembali membeli produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Di samping itu, melalui words of mouth1, customer yang puas akan memberitahu orang lain mengenai yang diperoleh dari produk dan jasa yang mereka konsumsi. Departemen Modal Manusia memiliki customer intern. Jika berbagai departemen dalam perusahaan mendapatkan personel yang dibutuhkan pada waktunya dan dengan keterampilan tepat sesuai dengan kebutuhan, serta dengan paket kompensasi memadai, mereka juga akan puas dengan jasa yang dihasilkan oleh Departemen Modal Manusia. Customer capital terdiri dari customer value proposition (product/service attributes, hubungan dengan customer, dan citra), yang digunakan oleh perusahaan untuk memenangkan pilihan customer. Proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan oleh manajer ditujukan untuk terbangunnya customer capital agar perusahaan mampu memenangkan pilihan customer, sehingga menjanjikan arus masuk pendapatan luar biasa berkesinambungan ke dalam perusahaan. Terbangunnya proses yang produktif dan cost effective. Proses yang produktif dan cost effective merupakan kompetensi inti yang harus dibangun oleh para manajer untuk menjadikan perusahaan mereka memiliki keunggulan kompetitif dalam memperebutkan pilihan customer. Produktivitas proses yang digunakan untuk menghasilkan produk/jasa menjanjikan keunggulan kompetitif perusahaan, karena produktivitas dapat meningkatkan secara signifikan value yang diperoleh customer. Cost effectiveness proses juga menjanjikan keunggulan kompetitif, karena peningkatan cost effectiveness proses hanya dapat dicapai melalui keberhasilan pengurangan atau penghilangan non-value added activities, sehingga perusahaan hanya mengkonsumsi sumber daya untuk value added activities bagi customer. Proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan oleh manajer ditujukan untuk terbangunnya proses yang produktif dan cost effective agar perusahaan mampu meningkatkan inovasi yang mendatangkan laba dan melakukan pengurangan biaya secara strategik (strategic cost reduction), sehingga menjanjikan arus masuk pendapatan luar biasa berkesinambungan ke dalam perusahaan dan mengurangi biaya secara signifikan. Terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi. Produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer hanya dapat dihasilkan secara konsisten oleh perusahaan yang karyawannya memiliki komitmen tinggi untuk itu. Produktivitas personel tidak ditentukan oleh teknologi yang digunakan oleh perusahaan, namun ditentukan oleh kualitas karyawan dan kualitas manajemen perusahaan. Kualitas karyawan ditentukan oleh efektivitas pendidikan dan pelatihan yang diterimanya dan sistem manajemen modal manusia yang digunakan. Teknologi maju yang berada di tangan karyawan yang rendah pengetahuannya dan rendah moral kerjanya akan mngakibatkan produktivitas yang sangat rendah. Oleh karena itu, proses bisnis dan proses organisasi perlu ditujukan untuk menghasilkan modal manusia untuk menghasilkan value bagi customer. Kompetensi dan komitmen karyawan yang membentuk modal manusia memerlukan wadah berupa organisasi yang memungkinkan modal manusia 1



Di Jaman Internet ini, words of mouth akan tersebar secara luas dalam kecepatan cahaya tanpa dapat dilawan oleh produser. Berbeda dengan media massa (cetak dan layar kaca), berita buruk tentang perusahaan dapat dilawan dengan berita baik atau penjelasan dari produser untuk melawan informasi buruk. Melalui jaringan Internet, bad news travel much faster than good news, tanpa dapat dilawan dengan informasi baik dari produser.



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



9



bekerja sama secara sinergistik dalam mewujudkan visi perusahaan. Modal organisasi terdiri dari dua komponen: (1) struktur organisasi nirbatas (boundaryless organization) dan (2) organisasi yang berkapabilitas untuk belajar (learning organization), berkapasitas untuk berubah (capacity for change), dan berakuntabilitas tinggi. Kompetensi dan komitmen karyawan tidak cukup untuk memberdayakan karyawan. Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang bagi karyawan untuk melakukan pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa otorisasi eksplisit dari manajer atasannya. Pemberdayaan karyawan memerlukan empat komponen: (1) kompetensi karyawan, (2) kewenangan karyawan untuk pengambilan keputusan, (2) informasi berkualitas sebagai basis pertimbangan karyawan dalam pengambilan keputusan, (3) sistem penghargaan bagi karyawan. Dari keempat komponen yang diperlukan untuk pemberdayaan karyawan, modal informasi diperlukan untuk memberdayakan karyawan melakukan pertimbangan berbasis informasi (informed judgment) dalam proses pengambilan keputusan. Proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan oleh manajer ditujukan untuk terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi agar operation management processes, customer management processes, innovation processes, dan regulatory and environmental processes dapat secara produktif dan cost effective menghasilkan more value added bagi customer, sehingga perusahaan mampu menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.



MODEL A: PENGELOLAAN BISNIS DAN PROSES ORGANISASIONAL Model A memberikan peta yang menyeluruh dan terpadu tentang apa yang perlu dikerjakan oleh manajer untuk empat tujuan utama pengelolaan bisnis dan organisasi sebagaimana yang diuraikan di atas. Model A memberikan rerangka konseptual tentang apa yang perlu dikerjakan oleh seorang manajer dalam melaksanakan fungsinya sebagai manajer, Ada tiga tahap yang perlu ditempuh oleh seseorang dalam fungsinya sebagai manajer. Pelaksanaan tiga langkah tersebut harus selalu berfokus ke empat tujuan: (1) dihasilkannya customer yang puas, (2) terbangunnya proses yang produktif dan cost effective, (3) terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi dan (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Seseorang yang menerima penugasan sebagai manajer perlu menempuh tiga tahap langkah berikut ini: 1. Langkah pertama, menciptakan atau membentuk bisnis yang akan dilaksanakan. Penciptaan dan pembentukan bisnis ini dilaksanakan melalui: perumusan strategi dan penerjemahan, penjabaran, dan pelaksanaan hasil perumusan strategi 2. Langkah kedua, membangun struktur SPPM, yang mencakup pembangunan struktur organisasi, jejaring informasi, dan sistem penghargaan personel. 3. Langkah ketiga, memilih dan mengembangkan manajer dan leader yang diperlukan untuk menjalankan peran penting dalam melaksanakan secara efektif bisnis pilihan, melalui proses SPPM. Penciptaan bisnis. Di dalam merumuskan bisnis yang akan dilaksanakan oleh perusahaan atau bagiannya, ada empat pertanyaan yang harus dijawab oleh manajer: a. Kebutuhan apa yang akan kita penuhi?



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



10



b. c. d.



Siapa kah customer kita? Di dalam bisnis apa kita berusaha? Apa yang terbaik kita kerjakan dalam bisnis tersebut? Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut merupakan misi perusahaan yang merupakan bisnis pilihan untuk menuju ke masa depan. Misi menjadi fokus bisnis perusahaan yang digunakan untuk memisahkan hal penting dari yang tidak penting bagi organisasi dan didukung dengan kompetensi inti. Penciptaan bisnis dilaksanakan melalui sistem perumusan strategi. Misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi yang dihasilkan dari perumusan strategi kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran dan inisiatif strategik melalui sistem perencanaan strategik. Inisiatif strategik kemudian dijabarkan ke dalam program melalui sistem penyusunan program. Program kemudian dijabarkan ke dalam anggaran sistem penyusunan anggaran. Pengimplementasian rencana yang tertuang dalam anggaran dilaksanakan melalui sistem pengimplementasian. Pengimplementasian rencana dipantau melalui sistem pemantauan. Uraian tentang bagaimana merumuskan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi serta penerjemahan, penjabaran, pengimplementasian, dan pemantauannya dapat diikuti di Bab 20 s.d Bab 29. Pembangunan struktur SPPM. Untuk melaksanakan bisnis yang telah ditetapkan pada tahap pertama, manajer perlu membangun struktur SPPM, yang terdiri dari struktur organisasi yang diperlukan untuk mengoptimalisasi pembagian informasi, wewenang dalam pengambilan keputusan, dan arus kerja. Setelah manajer menentukan dalam bisnis apa perusahaan beroperasi, langkah berikutnya adalah memprakirakan kondisi lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan. Struktur organisasi ditentukan oleh kondisi lingkungan yang dimasuki oleh perusahaan. Untuk memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif, manajer perlu mendesain organisasi yang sangat fleksibel dalam menghadapi perubahan untuk memungkinkan organisasi melaksanakan bisnis dalam lingkungan tersebut. Jejaring informasi didesain sebagai sistem saraf digital untuk memungkinkan organisasi merespons dengan cepat perubahan kebutuhan customer dan mengkomunikasikan respons perusahaan ke seluruh unit organisasi dan personel perusahaan serta pemasok, mitra bisnis dan pemangku kepentingan yang lain. Sistem penghargaan didesain untuk memotivasi personel dalam menghasilkan kinerja. Bab 10 s.d. Bab 18 berisi uraian pengetahuan tentang bagaimana struktur SPPM didesain untuk menjalankan bisnis melalui proses SPPM. Value-added management dan pragmatic leadership. Setelah ditetapkan bisnis dan didesain struktur dan proses SPPM, diperlukan value-added management dan pragmatic leadership. Value-added management adalah sistem manajemen yang diarahkan untuk mewujudkan tujuan: (1) menghasilkan value bagi customer, (2) menjalankan proses produktif dan cost effective untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer, (3) membangun modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, dan (4) menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkeseninambungan. Dalam tahap ini, ditunjuk leader dan manajer yang memiliki kompetensi memadai untuk melaksanakan proses SPPM berdasarkan struktur SPPM. Dalam Bab 31 dan Bab 33 dibahas pengetahuan tentang pengembangan leadership skills yang diperlukan untuk memimpin perusahaan dalam memasuki lingkungan bisnis global yang turbulen. Dalam Bab 33 dibahas pengetahuan tentang pengembangan managerial skills yang diperlukan untuk mengelola



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



11



organisasi dalam memasuki lingkungan bisnis global yang kompetitif dan turbulen.



MODEL B: PEMICUAN DAN PENGELOLAAN PERUBAHAN Model B memberikan rerangka menyeluruh untuk memicu dan mengelola inovasi dan perubahan. Tiga pertanyaan yang relevan diajukan adalah: 1. Apa yang perlu kita lakukan untuk menjadikan bisnis lebih baik? 2. Bagaimana kita dapat membuat organisasi melayani bisnis lebih efektif? 3. Bagaimana kita meningkatkan manajemen dan leadership dalam organisasi? Oleh karena lingkungan bisnis senantiasa mengalami perubahan, dan globalisasi mengubah perubahan itu sendiri menjadi pesat, serentak, radikal, dan pervasif, maka perubahan bukan lagi sebagai suatu anomali, namun telah menjadi suatu norma. Manajer harus memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengelola perubahan. Kemampuan ini akan membantu manajer dalam melakukan perubahan secara proaktif. Alfred North Whitehead membuat pernyataan tentang seni kemajuan berikut ini: “The art of progress is to preserve change amid order and to preserve order amid change (seni kemajuan adalah mempertahankan perubahan di tengah-tengah keteraturan dan mempertahankan keteraturan di tengah-tengah perubahan).” Manajer harus memiliki kompetensi dalam leadership skill dan sekaligus managership skill. Uraian lebih mendalam mengenai pengelolaan perubahan dapat diikuti di Bab 32 Pengelolaan Perubahan dalam buku ini.



MODEL C: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN (SHADOW SIDE) ORGANISASI Sisi bayangan suatu organisasi adalah faktor-faktor yang berdampak—positif atau negatif—terhadap produktivitas dan kualitas kehidupan kerja organisasi secara substantif dan sistematik, namun tidak dapat dijumpai di dalam bagan organisasi, atau di dalam pedoman organisasi, serta tidak dibicarakan dalam forum resmi organisasi. Manajer perlu menguasai sisi bayangan organisasi karena sebagian besar waktu dan energi manajer digunakan untuk menghadapi realitas yang berkaitan dengan sisi bayangan organisasi. Berapa lama waktu yang dicurahkan oleh seorang manajer untuk menghadapi karyawan yang sulit? Berapa jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghadapi sekelompok karyawan yang melanggar berbagai aturan organisasi, namun menghasilkan tambahan value bagi bisnis? Uraian lebih mendalam mengenai pengelolaan sisi bayangan organisasi dapat diikuti di Bab 34 Pengelolaan Sisi Bayangan Organisasi dalam buku ini.



MANAGERIAL SKILL APA YANG SEHARUSNYA DIMILIKI DAN DITERAPKAN OLEH MANAJER UNTUK MENGHASILKAN VALUE? Keterampilan manajerial yang seharusnya dimiliki dan diterapkan oleh manajer untuk menghasilkan value adalah: 1. Mampu melaksanakan pengelolaan organisasi berdasarkan rerangka konseptual yang terpadu sebagaimana dilukiskan pada Gambar 30.1. 2. Mampu menciptakan kegiatan bisnis yang menghasilkan value bagi customer, baik external maupun internal customer. 3. Mampu menerjemahkan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan dan menjabarkannya ke dalam action plans dan actual actions melalui proses SPPM. 4. Mampu membangun struktur SPPM untuk melaksanakan proses SPPM.



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



6. 7. 8. 9.



12



Mampu mengembangkan managerial skill personel. Mampu membangkitkan potensi leadership personel. Mampu menciptakan dan mengelola perubahan transformasional yang diperlukan oleh organisasi. Mampu mengelola sisi bayangan organisasi.



BAGAIMANA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MANAGERIAL SKILL SEBAIKNYA DIDESAIN? Pendidikan dan pelatihan managerial skill dapat dilaksanakan melalui salah satu dari dua pendekatan: (1) pendekatan keterampilan proses, dan (2) pendekatan isi.



Pendekatan Keterampilan Proses (Process Skill Approach)iii Pendekatan ini adalah pendekatan tradisional yang memfokuskan pendidikan dan pelatihan managerial skill di sekitar proses manajemen: perencanaan, staffing, pengarahan, pengendalian, dan pemotivasian. Dengan demikian pendekatan tradisional menitikberatkan pada “how to do,” di dalam mendidik dan melatih managerial skill. Pendekatan yang berfokus kepada penanaman keterampilan dalam melaksanakan proses manajemen tidak dapat menghasilkan manajer yang berkemampuan untuk menghasilkan “result” atau “value” bagi bisnis, karena pendidikan dan pelatihan tidak memiliki tujuan (lack of purpose). Manajer dapat memiliki keterampilan tinggi dalam perencanaan, staffing, pengarahan, pengendalian, dan pemotivasian, namun jika proses manajemen tersebut tidak diarahkan ke tujuan tertentu, manajer hanya terampil untuk menciptakan kegiatan, namun tidak mampu menambah nilai (value-added) bagi bisnis.



Pendekatan Isi (Content Approach)iv Pendekatan isi menekankan pada pendidikan dan pelatihan “what to do,” yaitu apa yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang manajer di dalam memajukan bisnis yang dikelolanya. Dalam kegiatan manajer sehari-hari, pertanyaan yang harus dijawab oleh manajer adalah: 1. Apa yang seharusnya saya kerjakan? 2. Apa hasil terbaik yang bermanfaat bagi bisnis? Dalam pendidikan dan pelatihan manajer dengan pendekatan isi, terdapat dua karakteristik yang sangat membedakan dengan pendekatan tradisional: (1) bertujuan, dan (2) bererangka (framework). Pendekatan bertujuan. Pendekatan isi berfokus kepada kepentingan bisnis; apa yang terbaik harus dihasilkan oleh manajer untuk memajukan bisnis? Oleh karena itu, pendekatan ini disebut dengan “pendekatan isi (content approach), karena pendidikan dan pelatihan lebih difokuskan kepada “hasil” atau “isi” aktivitas yang dilakukan oleh manajer, bukan “proses” yang dilaksanakan oleh manajer. Dalam pendekatan tradisional, pendidikan dan pelatihan manajer lebih ditujukan ke proses manajemen: perencanaan, pembentukan staf, pengarahan, pengendalian, dan pemotivasian. Jika manajer sudah terampil dalam proses manajemen tersebut, tujuan pendidikan telah tercapai, tanpa memperhatikan manfaat apa yang diperoleh bisnis. Dalam pendekatan isi (content approach), pendidikan dan pelatihan managerial skill lebih difokuskan untuk mendidik dan melatih manajer dalam memiliki keterampilan untuk menghasilkan value oleh perusahaan bagi pemenuhan kebutuhan customer. Pendekatan ini sesuai dengan peran organisasi dan peran manajer. Peran organisasi adalah menciptakan kekayaan (creating



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



13



wealth) dan peran manajer adalah menambah value dalam proses penciptaan kekayaan (wealth creating process). Pendekatan bererangka. Di samping pendekatan isi berfokus kepada isi atau hasil, pendekatan ini menggunakan rerangka (framework) yang secara jelas melukiskan komponen managerial skills yang perlu dimiliki oleh seorang manajer dan hubungan terpadu antarkomponen.



BAGAIMANA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MANAGERIAL SKILL YANG EFEKTIF? Posisi manajer yang strategik tersebut menuntut kompetensi, yang pembentukan dan pengembangannya tidak bisa hanya diserahkan begitu saja kepada keberuntungan. Perlu usaha efektif dan bersistem untuk mendidik dan melatih manajer agar memiliki managerial skill yang efektif untuk menjalankan organisasi dalam memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif. Pendidikan dan pelatihan managerial skill yang efektif hanya dapat dilaksanakan melalui usaha bertujuan dan bersistem. Pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial sekarang umumnya lebih berfokus ke keterampilan proses manajemen, tidak ke isi atau hasil proses manajemen. Perbedaan fokus ini ternyata berdampak besar terhadap kompetensi manajerial yang berhasil dikuasai oleh lulusan pendidikan dan pelatihan. Pendekatan keterampilan proses menghasilkan lulusan yang tidak mampu menghasilkan value dalam pelaksanaan fungsinya sebagai manajer. Pendekatan hasil atau isi mampu menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi dalam menghasilkan value dalam pelaksanaan fungsinya sebagai manajer. Dan tugas pokok sebenarnya seorang manajer adalah menghasilkan value bagi customer. Oleh karena itu, perlu dilakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan manajemen, agar dapat dihasilkan manajer yang memiliki managerial skill, sehingga mereka mampu membawa organisasi menjadi wealth creating institution. Pendidikan dan pelatihan manajer seharusnya tidak difokuskan kepada “how to do,” karena dengan fokus ini akan dihasilkan manajer yang hanya terampil dalam menciptakan aktivitas, bukan pada penciptaan value bagi bisnis. Fokus pendidikan dan pelatihan manajer ke “how to do,” merupakan pendekatan yang tidak efektif, karena tidak bertujuan dan tidak bersistem. Untuk menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen dalam era global ini, pendidikan dan pelatihan manajer perlu direkayasa kembali, dengan cara mengubah orientasi pendidikan dan pelatihan, dari fokus ke “how to do,” ke fokus baru “what to do.” Dengan memfokuskan pendidikan dan pelatihan manajer ke “what to do,” manajer diberi peran baru sebagai “pencipta nilai.” Berdasarkan peran baru ini, pendidikan dan pelatihan manajer ditujukan agar manajer yang dididik dan dilatih memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai. Melalui produk dan jasa yang dihasilkan, manajer menghasilkan nilai bagi customer. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan manajer harus dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik dan latih memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk: (1) menghasilkan produk dan jasa yang bernilai tambah bagi customer, (2) mendesain dan mengimplementasikan proses yang produktif dan cost effective, (3) membangun modal informasi, modal organisasi, dan modal manusia untuk menghasilkan value bagi customer melalui proses yang produktif dan cost effective, (3) menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Pendidikan dan pelatihan manajer harus mampu membentuk managerial skill yang dibagi menjadi tiga bagian: (1) keterampilan dalam menciptakan bisnis dan



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



14



membangun organisasi yang secara efektif mampu menjalankan bisnis yang telah dirancang tersebut melalui struktur dan proses SPPM, (2) keterampilan di dalam mengelola perubahan, dan (3) keterampilan dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Keterampilan pertama dan kedua menjadikan seorang manajer “smart,” sedangkan keterampilan ketiga menjadikan seorang manajer “bijaksana” dalam memimpin organisasinya. Ketiga keterampilan tersebut merupakan komponen utama managerial skill yang perlu dimiliki oleh manajer yang membawa organisasi perusahaannya mengarungi lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif. Ketiga keterampilan tersebut ditujukan untuk menghasilkan: (1) customer capital, (2) proses yang produktif dan cost effective, (3) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan bagi organisasi untuk bertahan dan bertumbuh di lingkungan bisnis global. Agar efektif, program pendidikan dan pelatihan managerial skill ini harus memenuhi persyaratan berikut ini: 1. Bertujuan. Program pendidikan dan pelatihan harus secara jelas mendidik dan melatih peserta untuk memfokuskan semua kegiatan manajerial mereka ke arah hasil berikut ini: (1) customer capital, (2) proses yang produktif dan cost effective, (3) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. 2. Bersistem. Program pendidikan dan pelatihan harus memiliki rerangka konseptual yang dikomunikasikan kepada setiap peserta, sehingga mereka memiliki gambaran jelas atas seluruh komponen proses manajemen dan memiliki kemampuan untuk memahami hubungan satu komponen dengan komponen lainnya dalam mewujudkan tujuan tersebut pada butir 1. 3. Berencana. Pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial harus dilaksanakan secara berencana, tidak dibiarkan terjadi tanpa konsep yang jelas, sebagaimana pada umumnya pengembangan managerial skill yang dilaksanakan oleh hampir semua perusahaan sekarang ini.



RANGKUMAN Dalam menghadapi lingkungan bisnis global sekarang ini, organisasi memerlukan manajer yang memiliki managerial skill memadai untuk mampu menghasilkan value bagi pemangku kepentingan. Managerial skill yang sangat diperlukan oleh setiap organisasi yang menghadapi lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif adalah: (1) keterampilan di dalam menciptakan bisnis dan mengembangkan organisasi yang mendukung bisnis tersebut, (2) keterampilan di dalam mengelola perubahan, dan (3) keterampilan di dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Dengan menggunakan rerangka konseptual yang jelas tentang pengelolaan untuk menghasilkan (1) customer capital, (2) proses yang produktif dan cost effective, (3) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi, manajer memiliki shared model yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan proses pengelolaan yang dilaksanakan terhadap organisasi. Untuk menghasilkan manajer yang memiliki managerial skill memadai diperlukan pendidikan dan pelatihan yang efektif. Pendidikan dan pelatihan manajer seharusnya tidak difokuskan kepada “how to do.” Pendidikan dan pelatihan manajer perlu direkayasa kembali, dengan cara mengubah orientasi pendidikan dan pelatihan, dari fokus ke “how to do,” ke fokus baru “what to do.”



Mulyadi, Universitas Gadjah Mada



15



PERTANYAAN 1.



Pada dasarnya, apakah yang menjadi tujuan orang bergabung ke dalam organisasi? 2. Pada umumnya, di masa lalu masyarakat menganut paham yang salah dalam memilih orang untuk memegang peran sebagai manajer. Sebutkan kelemahan-kelemahan cara yang dipakai oleh masyarakat dalam memilih orang untuk memegang peran sebagai manajer. 3. Umumnya masyarakat memilih orang untuk menjadi manajer karena orang tersebut memiliki kompetensi di bidang lain, bukan karena orang tersebut memiliki kompetensi manajerial. Lakukan pengamatan terhadap lingkungan Saudara dan kemudian berikan contoh untuk membuktikan kecenderungan masyarakat dalam memilih manajer tersebut. 3. Manajemen merupakan profesi di dunia ini yang tidak memerlukan persiapan pelatihan dan pengembangan khusus. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara. 4. Jelaskan bagaimana perusahaan pada umumnya mengembangkan keterampilan manajerial para manajernya dan jelaskan pula bagaimana dampak kelemahan pengembangan keterampilan manajerial seperti itu. 5. Sebutkan mengapa reskilling manajer diperlukan oleh perusahaan. 6. Agar manajer dapat menjalankan value-adding role di dalam organisasi, jelaskan bagaimana rerangka konseptual untuk mengembangkan keterampilan manajerial mereka. 7. Agar value adding, kemana kah tujuan proses manajemen diarahkan? 8. Di dalam pendidikan dan pelatihan manajer, terdapat dua pendekatan: pendekatan keterampilan proses (process skill approach) dan pendekatan isi (content approach). a. Jelaskan setiap pendekatan tersebut. b. Manakah di antara dua pendekatan tersebut yang efektif untuk menghasilkan manajer yang value adding? Jelaskan jawaban Saudara. 9. Agar value adding, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer adalah kemampuan untuk mengelola perubahan. Mengapa keterampilan dalam mengelola perubahan diperlukan oleh manajer untuk mengelola perusahaan? 10. Agar value adding, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer adalah kemampuan untuk mengelola sisi bayangan organisasi. Mengapa keterampilan dalam mengelola sisi bayangan organisasi diperlukan oleh manajer untuk mengelola perusahaan?



END NOTES i



Gerard Egan, Adding Value: A Systematic Guide To Business-Driven Management and Leadership (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1993), p. 9. ii Egan, pp. 2-6. iii Egan, p. 14. iv \Egan, p. 15.