RESPONSI Bell's Palsy Jessica [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESPONSI REHABILITASI MEDIK DAN FISIOTERAPI



BELL’S PALSY



Pembimbing : dr. Lena Wijayaningrum, Sp. KFR Penyusun : Jessica Hermanto 2008.04.0.0116



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2013 1. PENDAHULUAN



Bell’s palsy adalah kelumpuhan wajah sebelah yang timbul mendadak akibat lesi saraf fasialis (nervus VII), dan mengakibatkan kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah, bersifat akut, dimana penyebabnya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik). Sir Charles Bell seorang ilmuan dari Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini pada abad ke-19. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan (Annsilva, 2010). Banyak orang mengira bahwa bell’s palsy merupakan stroke, tetapi pada hakikatnya bell’s palsy berbeda dengan serangan stroke. Yang menjadi pembeda paling mendasar adalah pada bell’s palsy tidak disertai dengan kelemahan pada anggota gerak. Hal ini disebabkan oleh letak kerusakan saraf yang berbeda. Pada serangan stroke saraf yang rusak adalah pada saraf otak yang mengatur pergerakan salah satu sisi tubuh, termasuk wajah. Sedangkan pada kasus bell’s palsy, kerusakan yang terjadi langsung pada sarag yang mengatur persarafan wajah yaitu saraf fasialis (Annsilva, 2010). Permasalahan yang ditimbulkan Bell’s palsy cukup kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita, permasalahan kapasitas fisik (impairment) antara lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi lesi, penurunan kekuatan otot wajah pada sisi lesi, potensial terjadi kontraktur dan perlengketan jaringan, potensial terjadi iritasi pada mata sisi lesi. Sedangkan permasalahan fungsional (functional limitation) berupa gangguan fungsi yang melibatkan otot-oto wajah, seperti makan dan minum, berkumur, gangguan menutup mata, gangguan bicara dan gangguan ekspresi wajah. Semua hal ini dapat menyebabkan individu tersebut menjadi tidak percaya diri (Annsilva, 2010). Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan



mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat (Sabirin, 2004). 2. DEFINISI Bell’s palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer yang terjadi secara mendadak tanpa diketahui sebab yang jelas (idiopatik). Kejadian ini akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Maisel, 2010). 3. EPIDEMIOLOGI Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi dibandingkan non diabetes. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulknya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan (Annsilva, 2010). 4. ETIOLOGI Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu :



1. Teori Iskemik vaskuler Diperkirakan, penyebab Bell’s paksy adalah edema dan iskemia akibat penekanan pada nervus fasialis. Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis. 2. Teori infeksi virus Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1)



3. Teori herediter Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis. 4. Teori imunologi Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi. (Annsilva,2010) 5.



PATOFISIOLOGI Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti



corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervsu fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s Palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap 2/3 bagian bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.



Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebral tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagofthalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejalan pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus faisalis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengangdung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.



Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen. (Maula Gaharu , 2009) 6.



GAMBARAN KLINIS



Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya



maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell’s phenomenon. (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s palsy”. (Michael Lambert, 2009)



Gambar Jaras Nerves Facialis 7.



DIAGNOSA Diagnosa



ditegakkan



berdasarkan



anamnesa



pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. a. Anamnesa : -



Rasa nyeri.



-



Gangguan atau kehilangan pengecapan.



serta



beberapa



-



Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.



-



Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.



b. Pemeriksaan fisik: -



Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer.



-



Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :



6,8



1. Mengerutkan dahi 2. Memejamkan mata 3. Mengembangkan cuping hidung 4. Tersenyum 5. Bersiul 6. Mengencangkan kedua bibir.(Annsilva, 2010) c. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium : Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan diagnosis bell’s palsy. Pemeriksaan klinis menentukan pemeriksaan yang perlu dilakukan. Penyebab potensial lain pada diagnosis banding dapat dipastikan atau dicurigai berdasarkan pemeriksaan laboratorium diagnostik berikut: -



Hitung darah lengkap Laju endap eritrosit Pemeriksaan fungsi tiroid Titer lyme Kadar glukosa serum



-



Rapid Plasma Regain (RPR) untuk pemeriksaan Venereal Disease Research



-



Laboratory (VDLR) Human immunodeficiency Virus (HIV) Analisa cairan serebrospinal Titer Immunoglobulin M (IgM) , immunoglobulin G (IgG), dan immunoglobulin A (IgA) untuk CMV , rubella, HSV, hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, VZV, M.Pneumonia dan B.burgdoreferi



Pemeriksaan Radiologi : Bell’s palsy masih menjadi suatu diagnose klinis. Pemeriksaan radiologi tidak diindikasikan di bagian gawat darurat. Untuk menyingkirkan penyebab palsy facial harus dilakukan pemeriksaan pencitraan berikut sesuai dengan gambaran klinis yang dijumpai. - CT scan wajah atau foto polos : untuk menyingkirkan fraktur atau metastase -



tulang CT scan diindikasikan bila stroke , keterlibatan SSP digunakan sebagai



-



diagnose banding MRI : bila dicurigai adanya neoplasma pada tulang temporal , otak, kelenjar parotis , atau struktur tubuh lain , atau untuk mengevaluasi sklerosis multiple , MRI merupakan pencitraan yang lebih tinggi . Perjalanan nervus facialis region intratemporal dan ekstratemporal dari otak ke otot-otot dan kelenjar di wajah dapat dilihat dengan MRI. MRI juga diindikasikan selain CT scan. Pemeriksaan lain : elektrodiagnosis nervus facialis : pemeriksaan ini



dilakukan untuk menilai fungsi dari nervus facialis. -



Elektromiografi



(EMG)



dan



kecepatan



konduksi



saraf



menghasilkan



gambaran grafik listrik akibat perangsangan pada nervus facialis dan dapat merekam eksitabilitas otot- otot wajah yang dilalui oleh saraf ini . Bandingkan dengan sisi kontrlateral untuk menentukan luas jejas pada nervus dan pemeriksaan ini dapat menentukan prognosis, Pemeriksaan ini tidak -



dilakukan pada masa akut. Elektroneurografi (ENoG) membandingkan evoked potential pada sisi yang mengalami paresis dengan sisi yang sehat



Pada pemeriksaan eksitabilitas saraf , dapat ditentukan ambang rangsang



-



listrik akibat kontraksi otot yang terjadi (Michael Lambert, 2011). Diagnosa Topik : Letak Lesi



Kelainan



Gangguan



Gangguan



Hiposekresi



Hiposekresi



motorik



pengecapan



pendengaran



saliva



lakrimalis



Pons-meatus akustikus



+



+



+ tuli/hiperakusis



+



+



+



+



+



-



internus Meatus akustikus internus-



+ +



+ Hiperakusis



ganglion genikulatum Ganglion genikulatum-



+ +



+ Hiperakusis



N. Stapedius N.stapediuschorda tympani Chorda tympani Infra chorda



+



+



+



+



-



+



+



-



+



-



+



-



-



-



-



tympanisekitar foramen stilomastoideu s (Annsilva, 2010)



Gambar Anatomy dari persarafan daerah wajah 8. DIAGNOSA BANDING 1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis 2. Herpes Zoster Oticus 3. Trauma kapitis 4. Sindroma Guillain – Barre 5. Miastenia Gravis 6. Tumor Intrakranialis 7. Leukimia (Jeffrey, 2007)



9.



PROGNOSIS



Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira 10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen. (Michael Lambert, 2011) 10.



KOMPLIKASI 1. Crocodile tear phenomenon Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. 1 2. Synkinesis Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabutserabut otot yang salah. 3. Hemifacial spasm Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. 4. Kontraktur



Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak (Jeffrey, 2007). 11.



TERAPI a. Terapi medikamentosa



: Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi dan juga dapat diberikan neurotropik.



b. Terapi operatif



:



Tindakan



bedah



dekompresi



masih



kontroversi c. Rehabilitasi Medik REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELL’S PALSY Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s palsy maka akan dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial. Tujuan rehabilitasi medik adalah : 1.



Meniadakan keadaan cacat bila mungkin



2.



Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin



3.



Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal. Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien



maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.



Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik, psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan. (Annsilva, 2010) A.



Program Fisioterapi 1. Pemanasan a. Pemanasan superfisial dengan infra red. b.Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave



Diathermy



2. Stimulasi listrik Tujuan



pemberian



stimulasi



listrik



yaitu



menstimulasi



otot



untuk



mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset. 3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh). (Annsilva, 2010) Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle



massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabutserabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit. (Annsilva, 2010) B.



Program Terapi Okupasi Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.(Annsilva,2010)



C.



Program Sosial Medik Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita. (Annsilva, 2010)



D.



Program Psikologik



Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan. (Annsilva, 2010) E.



Program Ortotik – Prostetik Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur (Annsilva, 2010).



HOME PROGAME 1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit 2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat 3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet 4. Perawatan mata : 1.



Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari



2.



Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari



3.



Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur (Michael Lambert, 2009)



DAFTAR PUSTAKA 1. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/bell_s-palsy.pdf 2. http://www.scribd.com/doc/36952039/JURNAL-SARAF 3. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-60 4. http://indonesiaindonesia.com/f/13804-bell%92s-palsy-dianggap-seranganstroke/ 5. http://medicastore.com/penyakit/333/Bell%27s_Palsy.html 6. http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsy-casereport/ 7. http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p997.html 8. http://en.wikipedia.org/wiki/Bell%27s_palsy